• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN AKHIR PENELITIAN HIBAH UNGGULAN PROGRAM STUDI ANALISIS PEMASARAN BABI BALI DALAM RANGKA MENINGKATKAN PENDAPATAN PETANI DI DAERAH MISKIN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LAPORAN AKHIR PENELITIAN HIBAH UNGGULAN PROGRAM STUDI ANALISIS PEMASARAN BABI BALI DALAM RANGKA MENINGKATKAN PENDAPATAN PETANI DI DAERAH MISKIN"

Copied!
71
0
0

Teks penuh

(1)

1

LAPORAN AKHIR PENELITIAN

HIBAH UNGGULAN PROGRAM STUDI

ANALISIS PEMASARAN BABI BALI

DALAM RANGKA MENINGKATKAN

PENDAPATAN PETANI DI DAERAH MISKIN

I Wayan Sukanata, S.Pt., M.Si.

NIDN: 0008037704

Dr. Budi Rahayu TP., S.Pt., MM.

NIDN: 0026127805

Ir. Suciani, M.Si..

NIDN: 0031035201

Dibiayai oleh:

DIPA PNBP Universitas Udayana

Sesuai Dengan Surat Perjanjian Penugasan Pelaksanaan Penelitian Nomor: 246-226/UN14.2/PNL.01.03.00/2015, Tanggal 21 April 2015

PROGRAM STUDI PETERNAKAN

FAKULTAS PETERNAKAN

UNIVERSITAS UDAYANA

NOPEMBER 2015

(2)

2

HALAMAN PENGESAHAN

1. Judul Penelitian : Analisis Pemasaran Babi Bali dalam Rangka Meningkatkan Pendapatan Petani di Daerah Miskin 2. Ketua Peneliti

a. Nama Lengkap : I Wayan Sukanata, S.Pt., M.Si. b. NIP/NIDN : 197703082003121001

c. NIDN : 0008037704

c. Jabatan fungsional : Lektor d. Program Studi : Peternakan e. Fakultas/Jurusan : Peternakan/-

f. Alamat : Fakultas Peternakan Universitas Udayana, Jl. PB. Sudirman, Denpasar

g. Telpon/Faks : (0361)702771 / (0361)702771

h. Alamat Rumah : Jl. Raya Penginyahan, Desa Puhu, Payangan-Gianyar i. Telpon/Faks/E-mail : 081353248994/-/nata_suka@yahoo.com

3. Anggota (1)

a. Nama Lengkap : Dr. Budi Rahayu TP., S.Pt., MM.

b. NIDN : 0026127805

c. Perguruan Tinggi : Universitas Udayana 4. Anggota (2)

a. Nama Lengkap : Ir. Suciani, M.Si.

b. NIDN : 0031035201

c. Perguruan Tinggi : Universitas Udayana

5. Tahun Pelaksanaan : Tahun ke 1 dari rencana 1 tahun 6. Biaya tahun Berjalan : Rp. 22.250.000,-

7. Biaya Keseluruhan : Rp. 22.250.000,- 5. Pembiayaan

Jumlah biaya yang diajukan ke fakultas: Rp. 25.000.000,-

Denpasar, 10 Nopember 2015

Mengetahui, Ketua Peneliti,

Dekan Fakultas Peternakan Universitas Udayana

(Dr. Ir. Ida Bagus Gaga Partama, MS.) (I Wayan Sukanata, S.Pt., M.Si.) NIP: 195903121986011001 NIP: 197703082003121001

Mengetahui

Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Udayana

(Prof. Dr. Ir. I Nyoman Gde Antara, M.Eng.) NIP: 196408071992031002

(3)

3 RINGKASAN

Babi bali yang merupakan sumber flasma nutfah asli bali, memiliki berbagai keunggulan dibandingkan babi ras. Babi ini lebih tahan terhadap lingkungan yang ekstrim, masih dapat berproduksi walaupun pakan yang diberikan seadanya, serta hemat air. Keunggulan tersebut membuat babi jenis ini menjadi pilihan peternak di daerah-daerah kering. Di samping itu, daging babi bali memiliki citarasa yang lebih gurih, dan sangat cocok dipakai sebagai babi guling. Di beberapa daerah, dalam membuat babi guling untuk sesaji masih fanatik harus menggunakan jenis babi bali.

Dalam beternak babi, aspek pemasaran sangat penting diperhatikan karena akan sangat mempengaruhi pendapatan peternak dan keberlanjutan dari usahatani tersebut. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa usahatani penggemukan babi bali mampu memberikan tambahan pendapatan kepada peternak yaitu sebesar Rp. 98.056/ekor dengan R/C 1,17, sedangkan usahatani pembibitan babi bali mampu memberikan tambahan pendapatan sebesar Rp. 1.447.729 per periode per ekor induk.Ada empat saluran pemasaran babi bali yang dihasilkan peternak, yaitu ; 1) peternak memasarkan langsung kepada peternak konsumen, dan 2) peternak memasarkan kepada konsumen lokal, 3) peternak memasarkan langsung kepada pengepul, dan 4) peternak memasarkan kepada bpengepul melalui penyotek . Lembaga-lembaga pemasaran yang terlibat dalam pemasaran babi bali antara lain: penyotek, pengepul, pedagang antar daerah, dan pedagang babi guling. Penyotek mempunyai fungsi fasilitas, sedangkan pengepul, pedagang perantara, dan pedagang babi guling mempunyai fungsi pertukaran, fungsi fisik, dan fungsi fasilitas, Struktur pasar yang dihadapi peternak di pasar output adalah struktur pasar yang mengarah kepada pasar oligogsoni.Secara umum pemasaran babi bali yang dihasilkan oleh peternak kurang efisien, yang ditunjukkan oleh farmer’s

share yang rendah, yaitu berkisar antara 40,63%-100% dengan rataan hanya

61,41%, sementara margin pemasaran diantara lembaga-lembaga pemasaran juga kurang merata, yaitu berkisar antara 0,94%-37,5% dari harga di konsumen. Rasio keuntungan terhadap biaya diantara lembaga-lembaga pemasaran juga sangat berbeda dengan yang dicapai peternak. Rasio keuntungan terhadap biaya tersebut berkisar antara 172,73% - 700%, sedangkan rasio kentungan terhadap biaya yang dicapai peternak berkisar anatara 15,16%-24,02%.

Proteksi lahan pertanian sangat penting untuk dapat terus menjamin keberlanjutan usahatani babi bali. Disamping itu, perbaikan manajemen produksi sangat penting dilakukan sehingga dapat mengurangi mortalitas anak. Untuk meningkatkan farmer’s share maka perbaikan manajemen pemasaran juga sangat penting dilakukan.

(4)

4 PRAKATA

Om Swastyastu.

Puja dan puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rakhmat beliau penelitian ini dapat berjalan dengan baik. Penelitian ini diharapkan akan dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan yang sering muncul ketika kami melakukan kegiatan pengabdian kepada masyarakat khususnya mengenai pendapatan usaha dan pemasaran babi bali. Hasil penelitian ini diharapkan akan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam rangka menyusun kebijakan yang lebih tepat khususnya dalam pengembangan dan pemasaran babi bali di daerah miskin, sehingga pemasaran babi bali akan lebih efisien dan selanjutnya akan dapat meningkatkan pendapatan petani.

Melalui kesempatan ini kami selaku tim peneliti mengucapkan terimakasih kepada bapak Rektor Unud yang telah memberikan kepercayaan dan dana kepada kami untuk melaksanakan penelitian ini. Demikian pula kepada peternak babi bali yang ada di Desa Gerokgak dan Desa Datah, beserta semua pihak yang telah berpartisipasi dalam penelitian ini, kami mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya. Sebagai akhir kata, andaikata selama berlangsungnya kegiatan ini ada hal-hal yang tidak berkenan kami minta maaf dengan setulus hati.

Om Shantih Shantih Shantih Om.

(5)

5 DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN ... 2 RINGKASAN ... 3 PRAKATA ... 4 DAFTAR TABEL ... 7 DAFTAR GAMBAR ... 7 DAFTAR LAMPIRAN ... 7 BAB I. PENDAHULUAN……….………...…... 9 1.1. Latar Belakang ……….………...…………...…..……... 9

1.2. Tujuan Khusus Penelitian...………...………... 10

1.3. Urgensi Penelitian ... 10

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA …...……... 11

2.1. Babi Bali …………...……... 11

2.2. Usahatani ... 13

2.3. Penerimaan, Pendapatan, dan Biaya Usahatani ... 14

2.4. Pemasaran ... 15

2.5. Saluran dan Lembaga Pemasaran ... 16

2.6 Fungsi Pemasaran... 17

2.7. Struktur Pemasaran ... 18

2.8. Efisiensi Pemasaran... 18

BAB III. METODE PENELITIAN... 20

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 20

3.2. Jenis Data, Responden, dan Metode Pengumpulan Data... 20

3.3. Pengolahan dan Analisis Data ... 20

3.3.1. Analisis Pendapatan... 21

3.3.2. Analisis R/C Ratio ... 22

3.3.3. Analisis Titik Impas ... 22

3.3.4. Analisis Lembaga dan Saluran Pemasaran... 23

3.3.5. Analisis Fungsi Pemasaran ... 23

3.3.6. Analisis Struktur Pasar ... 24

(6)

6

3.3.8. Analisis Farmer's Share ... 24

3.3.9. Analisis Rasio Keuntungan terhadap Biaya ... 25

3.4. Bagan Alir Penelitian ... 26

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 27

4.1. Analisis Pendapatan Usahatani Babi Bali... 27

4.1.1. Analisis Pendapatan Dari Usahatani Penggemukan Babi Bali ... 27

4.1.2. Analisis Pendapatan Dari Usahatani Pembbibitan Babi Bali ... 28

4.2. Gambaran Umum Pemasaran Babi Bali ... 30

4.3. Efisiensi Pemasaran Babi Bali... 32

4.3.1. Struktur Pasar (Market Structure) ... 32

4.3.2. Perilaku Pasar (Market Conduct) ... 32

4.3.3. Keragaan Pasar (Market Performance) Babi Bali ... 33

4.3.3.1. Saluran Pemasaran Babi Bali ... 33

4.3.3.2. Lembaga Pemasaran Babi Bali ... 35

4.3.3.3. Fungsi-Fungsi Lembaga Pemasaran Babi Bali ... 36

4.3.4. Farmer’s share, marjin, dan Rasio Keuntungan terhadap Biaya... 40

BAB V. SIMPULAN DAN SARAN 5.1. Simpulan... 47

5.2. Saran ... 48

DAFTAR PUSTAKA………...…...…………..…………. 49

(7)

7 DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Populasi Babi di Bali pada Tahun 2013... 11

2. Pendapatan Dari Usahatani Penggemukan Babi Bali... 28

3. Pendapatan Dari Usahatani Pembibitan Babi Bali ... 30

4. Fungsi-Fungsi Lembaga Pemasaran Babi Bali ...37

5. Farmer’s Share, Marjin, dan Rasio Keuntungan Saluran 1... 41

6. Farmer’s Share, Marjin, dan Rasio Keuntungan Terhadap Biaya, Saluran 2... . 42

7. Farmer’s Share, Marjin, dan Rasio Keuntungan Terhadap Biaya Pemasaran Babi Bali Umur 3 Bulan pada Saluran Pemasaran 3, Tahun 2015...43

8. Farmer’s Share, Marjin, dan Rasio Keuntungan Terhadap Biaya Pemasaran Babi Bali Umur 3 Bulan pada Saluran Pemasaran 4, Tahun 2015...45

(8)

8 DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Bagan Alir Penelitian... 26

2. Saluran Pemasaran Babi Bali ... 34

DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Laporan Penggunaan Anggaran... 51

2. Catatan Harian Penelitian... 52

3. Susunan Organisasi Tim Peneliti ... ... 54

4. Biodata Peneliti ... 55

5. Data Mahasiswa ... 70

(9)

9 BAB I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Babi mempunyai peranan yang sangat penting bagi masyarakat Bali, baik dari sisi ekonomi maupun sosial budaya. Dari sisi ekonomi, ternak babi merupakan mesin biologis yang dapat menghasilkan daging, di samping juga sebagai sumber pendapatan bagi masyarakat. Ternak babi juga memberikan multiflier efek yang besar, karena mempunyai keterkaitan yang besar baik dengan industri di hulu dan di hilirnya. Dari sisi sosial budaya, ternak babi merupakan salah satu sarana upacara agama dan adat yang tidak tergantikan.

Salah satu jenis babi yang banyak dipelihara di Bali adalah babi bali yang merupakan sumber flasma nutfah asli Bali. Babi tersebut memiliki berbagai keunggulan dibandingkan babi ras, seperti lebih tahan terhadap lingkungan/cuaca yang ekstrim, dapat tumbuh dengan baik walaupun pakan yang diberikan seadanya, serta hemat air. Keunggulan tersebut membuat babi jenis ini menjadi pilihan petani di daerah-daerah kering/miskin, seperti Kecamatan Kubu, Gerokgak, Nusa Penida, dan yang lainnya, karena di daerah itu ia masih mampu berproduksi dengan baik. Di samping itu, daging babi bali memiliki citarasa yang lebih gurih, dan sangat cocok dipakai sebagai babi guling. Di beberapa daerah, dalam membuat babi guling untuk sesaji masih fanatik menggunakan babi bali.

Pemasaran ternak babi merupakan suatu proses kegiatan untuk mentransformasi hasil produksi berupa babi menjadi pendapatan berupa uang secara berkelanjutan. Pemasaran tersebut sangat penting untuk diperhatikan karena akan sangat mempengaruhi pendapatan peternak dan keberlanjutan dari usahatani tersebut. Sistem pemasaran yang lebih baik akan dapat memberikan pendapatan yang lebih besar kepada petani, dan sebaliknya. Namun demikian, selama ini belum ada kajian mengenai pemasaran babi bali, sehingga penelitian ini sangat penting dilaksanakan. Hasilnya diharapkan akan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam rangka menyusun kebijakan yang lebih tepat khususnya dalam pengembangan dan pemasaran babi bali di daerah miskin, sehingga pemasaran babi bali akan lebih efisien dan selanjutnya akan dapat meningkatkan pendapatan petani.

(10)

10 1.2. Tujuan Khusus Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Menganalisis tingkat pendapatan yang diperoleh peternak dari budidaya babi bali 2. Menganalisis saluran pemasaran dalam pendistribusian babi bali dari tangan

peternak hingga sampai ke tangan konsumen.

3. Menganalisis lembaga-lembaga pemasaran yang terlibat dalam pemasaran babi bali serta fungsi-fungsinya.

4. Menganalisis struktur pasar yang dihadapi oleh peternak. 5. Menganalisis tingkat efisiensi pemasaran babi bali

1.3. Urgensi Penelitian

Hasil penelitian ini sangat penting sebagai bahan informasi mengenai pendapatan dan pemasaran babi bali. Informasi tersebut meliputi struktur biaya, pendapatan, dan imbangan penerimaan dan biaya (R/C) dari budidaya babi bali. Informasi pemasaran meliputi, saluran pemasaran, lembaga-lembaga pemasaran serta fungsi-fungsi yang dilakukannya, keragaan struktur pasar, sebaran marjin di antara lembaga-lembaga pemasaran yang terlibat, rasio keuntungan terhadap biaya pemasaran pada masing-masing lembaga pemasaran, serta farmer,s share.

Informasi-informasi tersebut di atas tentu akan sangat bermanfaat bagi pemerintah, peternak, dosen, mahasiswa, dan peneliti lainnya. Bagi pemerintah, informasi ini sangat bermanfaat dalam rangka membuat kebijakan dan melakukan pembinaan-pembinaan yang berkaitan dengan pemasaran babi bali dalam mendukung program pengentasan kemiskinan terutama di daerah-daerah kering. Bagi peneliti, hasil penelitian ini akan sangat membantu dalam menyusun rencana penelitian lanjutan, yaitu menyusun strategi pemasaran babi bali yang efisien, dan selanjutnya akan dijadikan sebagai bahan pengabdian masyarakat khususnya dalam hal bagaimana meningkatkan efisiensi pemasaran babi bali sehingga pendapatan peternak dapat ditingkatkan. Di samping itu, hasil penelitian ini akan dijadikan sebagai bahan yang sangat berguna dalam menyusun bahan ajar untuk matakuliah marketing. Bagi peternak, hasil penelitian ini akan menjadi informasi penting tentang pemasaran babi bali sehingga dapat memilih saluran pemasaran yang lebih efisien sehingga mampu memberikan pendapatan yang lebih tinggi.

(11)

11 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Babi Bali

Beternak babi merupakan salah satu sumber mata pencaharian masyarakat Bali yang telah digeluti sejak lama. Pada awalnya, jenis babi yang dikembangkan hanyalah jenis babi lokal, yaitu babi bali. Seiring dengan keberhasilan di dalam pemuliabiakan ternak babi di beberapa negara lain di luar negeri, maka terciptalah jenis-jenis babi baru yang dikenal dengan babi ras, seperti babi landrace, large white, duroc, pietrain, saddleback, dan lain sebagainya yang produktivitasnya dianggap lebih baik di bandingkan babi bali. Sejak sekitar tahun 1979, babi ras diimpor dari luar negeri untuk meng-upgrading babi bali (Suarna dan Suryani, 2014). Saat ini populasi babi di Bali sebagian besar merupakan babi ras maupun persilangannya. Namun demikian, ternyata di beberapa daerah di Bali yang termasuk daerah kering, seperti di Kabupaten Buleleng, Karangasem, dan Klungkung, justru populasi babi didominasi oleh babi bali, seperti yang dapat dilihat pada Tabel 1. Hal ini menunjukkan keunggulan babi bali dibandingkan babi ras terhadap berbagai keterbatasan sumberdaya yang ada di daerah kering.

Tabel 1. Populasi Babi di Bali pada Tahun 2013

Kabupaten/ Kota

Babi Bali

Babi Ras dan Persilangannya Total (ekor) Jumlah (ekor) % Jumlah (ekor) % Denpasar - - 16.335 100,00 16.335 Badung 1.087 1,28 83.684 98,72 84.771 Gianyar 2.606 1,94 131.732 98,06 134.338 Klungkung 18.613 53,88 15.935 46,12 34.548 Karangasem 73.677 50,56 72.048 49,44 145.725 Bangli 12.601 18,46 55.646 81,54 68.247 Buleleng 134.794 64,90 72.895 35,10 207.689 Jembrana 5.785 8,40 63.109 91,60 68.894 Tabanan 4.796 5,23 86.976 94,77 91.772 Bali 253.959 29,80 598.360 70,20 852.319 Sumber: Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Bali 2013 (diolah)

Menurut Sihombing (1997) dan Budaarsa (2012), babi bali ada dua jenis. Jenis yang pertama terdapat di di bagian timur pulau Bali yang diduga nenek

(12)

12 moyangnya berasal dari Sus vitatus. Ciri-cirinya: berwarna hitam dan bulunya agak kasar, punggungnya agak melengkung ke bawah namun perutnya tidak sampai menyentuh tanah, serta cungurnya relatif panjang. Jenis yang kedua terdapat di Bali bagian utara, tengah, barat, dan selatan. Jenis ini mempunyai ciri-ciri hampir sama dengan jenis yang pertama. Jenis yang kedua ini punggungnya sangat melengkung (lordosis), perutnya besar dan sering menyentuh tanah pada saat bunting atau gemuk. Warnanya hitam kecuali di garis perut bagian bawah dan keempat kakinya serta kadang-kadang di dahinya ada belang berwarna putih, kepalanya pendek sekitar 24-28 cm, telinga tegak dan pendek (10-11 cm), tinggi pundak sekitar 48-54 cm, panjang tubuh sekitar 90 cm, lingkar dada 81-94 cm, dan panjang ekor sekitar 20-22 cm. Puting susu induk 12-14 buah dan rata-rata jumlah anak per kelahiran 12 ekor.

Babi bali memiliki kelemahan tapi juga kelebihan dibandingkan babi ras. Kelemahan babi bali adalah dalam hal pertumbuhan, tapi ia memiliki berbagai kelebihan dalam hal pemeliharaan, ketahanan terhadap lingkungan yang ekstrim, citarasa, dan sangat cocok sebagai babi guling. Pertumbuhan babi bali lebih lambat dibandingkan babi ras. Menurut Budaarsa (2012; 2014), babi bali dapat mencapai berat 90-100 kg dalam waktu 8-10 bulan, sedangkan babi ras hanya 5-6 bulan. Babi bali mempunyai persentase karkas 56,25% (daging 48,50%, lemak 13,46%, tulang 16,24%, dan kulit 21,80%), sedangkan landrace 67,47% (Budaarsa, 1997). Namun demikian, ia juga menyatakan bahwa babi bali adalah babi yang tahan menderita, masih mampu bertahan hidup walau diberi pakan seadanya, dan lebih hemat terhadap air, sehingga peternak di daerah miskin memberikan istilah dadi ajak lacur (bisa diajak hidup melarat) pada babi ini. Keunggulan tersebut membuat babi jenis ini menjadi pilihan peternak di daerah-daerah kering atau miskin, karena di daerah-daerah itu ia masih mampu berproduksi dengan baik, sementara jenis babi ras tidak. Contohnya, di Kecamatan Grokgak 76,17% dari populasi babi yang ada di daerah itu merupakan babi bali, dan bahkan di Kecamatan Nusa Penida mencapai 91,10%. Babi ras walaupun pertumbuhannya lebih cepat tapi ia juga menuntut pakan yang juga berkualitas. Hal ini membuat pemeliharaan babi ras tidak bisa terlepas dari penggunaan pakan pabrikan sehingga membutuhkan modal yang lebih besar dalam pemeliharaannya

(13)

13 Disamping berbagai kelebihan di atas, babi bali juga memiliki citarasa yang lebih gurih, dan sangat cocok dipakai sebagai babi guling (Budaarsa, 2012; 2014). Ia menyatakan bahwa babi bali yang merupakan babi tipe lemak, memiliki lemak punggung yang lebih tebal, sehingga akan menghasilkan kulit babi guling yang lebih tebal pula dan lebih empuk dibandingkan babi ras. Kulit Babi guling merupakan bagian dari babi guling yang paling disukai oleh konsumen. Selain itu ia juga menjelaskan bahwa lemak di bawah kulit pada babi bali ketika diguling akan mencair dan meresap ke dalam daging dan keluar melumuri kulit dan memberi aroma yang spesifik. Hal ini juga di dukung oleh Suarna dan Suryani (2014) yang menyatakan bahwa babi bali sangat potensial sebagai babi guling karena komposisi lipatan lemak di bawah kulit akan memberikan aroma dan tekstur babi guling yang sangat baik. Kelebihan tersebut membuat permintaan babi bali untuk dijadikan babi guling sangat tinggi. Namun karena ketersediaannya terbatas, tingginya permintaan tersebut belum dapat dipenuhi secara maksimal. Menurut Miwada et al. (2014), sekitar 37,20% dari jumlah warung makan babi guling di Bali menggunakan babi bali sebagai bahan bakunya. Bahkan di beberapa daerah, karena adanya suatu kepercayaan tertentu, dalam membuat babi guling untuk sesaji, masih fanatik harus menggunakan babi bali.

2.2. Usahatani

Merurut Soeharjo dan Patong (1973), usahatani merupakan proses pengorganisasian faktor-faktor produksi seperti alam, tenaga kerja, modal, dan pengeloaan, yang diusahakan oleh perorangan maupun sekumpulan orang untuk menghasilkan output yang dapat memenuhi kebutuhan keluarga ataupun orang lain disamping motif untuk mencari keuntungan. Hal ini juga didukung oleh Tjakrawiralaksana dan Soeriatma (1983) yang mendefinisikan usahatani sebagai suatu organisasi produksi dilapangan pertanian dimana terdapat unsur lahan yang mewakili unsur alam, unsur tenaga kerja yang bertumpu pada anggota keluarga tani, unsur modal, dan unsur pengelolaan yang perannya dibawakan oleh seseorang yang disebut sebagai petani. Menururt Soekartawi (1990), tujuan usahatani dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu memaksimumkan keuntungan dan meminimumkan biaya. Konsep maksimisasi keuntungan adalah bagaimana

(14)

14 mengalokasikan sumberdaya dengan jumlah tertentu seefisien mungkin untuk memperoleh keuntungan yang maksimum. Sedangkan konsep minimisasi biaya adalah bagaimana menekan biaya produksi sekecil-kecilnya untuk mencapai tingkat produksi tertentu.

2.3. Penerimaan, Pendapatan, dan Biaya Usahatani

Manurut Soekartawi (2002), penerimaan usahatani adalah nilai produksi (value of production) dari suatu usahatani, yang sering juga disebut sebagai penerimaan kotor usahatani (gross return) atau pendapatan kotor usahatani . Nilai produksi tersebut merupakan hasil perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual. bagi produk yang dihasilkan tapi tidak dijual, misalnya karena dikonsumsi sendiri juga harus diperhitungkan sebagai penerimaan. Analisis penerimaan usahatani dapat dibedakan menjadi analisis parsial dan analisis keseluruhan usahatani. Analisis parsial dilakukan untuk mengetahui penerimaan dari satu cabang usahatani, sedangkan analisis keseluruhan dilakukan untuk mengetahui penerimaan dari keseluruhan cabang usahatani.

Biaya usahatani disebut juga sebagai pengeluaran usahatani (farm

expenses), yang didefinisikan sebagai nilai semua masukan yang habis terpakai

atau dikeluarkan di dalam produksi (Soekartawi et al. 1986). Menurut Soekartawi (2002), biaya usahatani dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu: 1) biaya tetap (fixed cost); dan 2) biaya tidak tetap (variable cost). Biaya tetap merupakan biaya yang relatif tetap jumlahnya, dan terus dikeluarkan walaupun produksi yang diperoleh banyak atau sedikit. Jadi besarnya-kecilnya biaya ini tidak tergantung pada besar-kecilnya produksi. Sedangkan biaya tidak tetap yang juga sering disebut sebagai biaya variabel, merupakan biaya yang besar-kecilnya berubah-ubah sesuai dengan besar-kecilnya produksi. Jadi biaya ini sangat dipengaruhi oleh besar-kecilnya produksi. Menurut Soekartawi et al. (1986), pengeluaran usahatani mencakup pengeluaran tunai dan pengeluaran tidak tunai. Pengeluaran tunai merupakan pengeluaran apa adanya yang secara nyata dilakukan oleh petani, baik untuk biaya tetap maupun biaya tidak tetap, seperti biaya untuk membeli pakan ternak, obat-obatan, dan upah tenaga kerja dari luar keluarga. Sedangkan pengeluaran tidak tunai merupakan pengeluaran yang secara nyata tidak dilakukan

(15)

15 tapi tetap diperhitungkan sebagai biaya, misalnya biaya sewa lahan milik sendiri dan upah tenaga kerja keluarga.

Pendapatan usahatani atau sering disebut sebagai pendapatan bersih usahatani (net farm income) merupakan selisih antara penerimaan usahatani atau pendapatan kotor dengan biaya usahatani. Pendapatan bersih usahatani mengukur imbalan yang diperoleh petani dari penggunaan faktor-faktor produksi tenaga kerja, lahan, modal, dan pengelolaan (Soekartawi et al. 1986). Ia menambahkan pula jika pendapatan bersih tersebut dikurangi dengan bunga untuk membayar modal pinjaman maka hasilnya disebut sebagai penghasilan bersih usahatani (net

farm earnings).

Soeharjo dan Patong (1973) menyatakan bahwa pendapatan yang besar tidak selalu menunjukkan efisiensi yang tinggi. Salah satu ukuran pendapatan yang dapat digunakan untuk mengukur efisiensi pencapaian pendapatan adalah

Revenue Cost Ratio (R/C Ratio). Analisis R/C ratio digunakan untuk mengetahui

besarnya penerimaan yang diperoleh dari setiap rupiah yang dikeluarkan. Semakin besar nilai R/C ratio tersebut maka semakin baik usahatani tersebut. Nilai R/C

ratio yang lebih besar dari satu menunjukkan bahwa usaha tersebut

menguntungkan, dan sebaliknya jika kurang dari satu. Dan jika R/C ratio dari suatu usaha sama dengan 1, berarti usaha tersebut tidak untung tetapi juga tidak rugi, yang sering disebut berada dalam keadaan impas (break even).

2.4. Pemasaran

Menurut Kotler dan Amstrong (2001), pemasaran merupakan suatu proses sosial dan manajerial yang membuat individu dan kelompok memperoleh apa yang mereka butuhkan dan inginkan lewat penciptaan dan pertukaran timbal balik produk dan nilai dengan orang lain. Sedangkan menurut Limbong dan Sitorus (1987), pemasaran pertanian dapat diartikan sebagai suatu kegiatan yang berhubungan dengan perpindahan hak milik dan fisik barang hasil pertanian dari produsen ke konsumen, termasuk kegiatan yang merubah bentuk produk yang ditujukan untuk mempermudah penyaluran dan memberikan kepuasan yang lebih tinggi kepada konsumen. Dengan demikian, pemasaran tidak hanya sebatas aktivitas menjual suatu produk, tetapi bagaimana memuaskan kebutuhan

(16)

16 pelanggan. Hal-hal yang penting diperhatikan dalam memasarkan suatu produk antara lain: pemahaman terhadap kebutuhan dan keinginan konsumen, mengembangkan produk yang mempunyai nilai superior, penetapan harga yang sesuai, dan promosi yang efektif.

2.5. Saluran dan Lembaga Pemasaran

Adanya jarak antara produsen dan konsumen menyebabkan proses penyaluran produk (barang dan jasa) dari produsen ke konsumen sering melibatkan beberapa lembaga perantara. Rangkaian organisasi atau lembaga yang saling tergantung yang terlibat dalam proses berpindahnya barang atau jasa dari tangan produsen ke konsumen di sebut dengan saluran pemasaran (Kotler, 2002). Lembaga-lembaga perantara yang terlibat tersebut dapat berbentuk perorangan maupun dalam bentuk kelembagaan atau badan usaha yang disebut sebagai lembaga tataniaga/pemasaran. Lembaga pemasaran timbul karena adanya keinginan konsumen untuk memperoleh produk sesuai dengan waktu, tempat, dan bentuk yang diinginkan. Panjang pendeknya atau banyaknya lembaga-lembaga pemasaran yang dilalui oleh suatu produk akan sangat mempengaruhi keuntungan dari produk tersebut dan pembagian penerimaan yang diterima oleh masing-masing lembaga pemasaran yang terlibat. Semakin jauh jarak antara produsen dengan konsumen, maka saluran pemasaran yang terbentuk akan semakin panjang, dan dapat melibatkan lembaga pemasaran yang juga semakin banyak.

Menurut Sudiyono (2002), tugas lembaga pemasaran adalah menjalankan fungsi-fungsi pemasaran serta memenuhi keinginan konsumen semaksimal mungkin. Konsumen akan memberikan balas jasa kepada lembaga pemasaran tersebut berupa marjin pemasaran. Ia juga menambahkan bahwa lembaga pemasaran dapat digolongkan menjadi tiga berdasarkan kepemilikan dan penguasaannya terhadap produk yang dipasarkan. Pertama, lembaga yang tidak memiliki tapi menguasai produk, seperti agen perantara, makelar (broker, selling

broker, dan buying broker). Kedua, lembaga yang memiliki dan menguasai

produk yang dipasarkan, seperti pedagang pengumpul, tengkulak, eksportir, dan importir. Dan ketiga, lembaga yang tidak memiliki dan tidak menguasai produk

(17)

17 yang dipasarkan, seperti perusahaan-perusahaan penyedia fasilitas transportasi, asuransi pemasaran, dan perusahaan penentu kualitas produk pertanian.

2.6. Fungsi Pemasaran

Berbagai tindakan-tindakan sering kali sangat diperlukan untuk meningkatkan nilai “guna” suatu produk untuk dapat memenuhi keinginan konsumen sesuai dengan waktu, tempat, dan bentuk yang diinginkan. Dengan demikian maka hal tersebut akan dapat memperlancar proses penyampaian barang atau jasa dari tingkat produsen ke konsumen. Peningkatan nilai “guna” ini terwujud hanya apabila lembaga-lembaga pemasaran yang terlibat melaksanakan tindakan-tindakan tertentu yang dapat meningkatkan nilai “guna” tersebut. Setiap bentuk kegiatan atau tindakan-tindakan yang dapat meningkatkan nilai “guna” suatu produk disebut sebagai fungsi pemasaran (Sudiyono, 2002). Menurut Limbong dan Sitorus (1987), fungsi-fungsi pemasaran dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu 1) fungsi pertukaran (exchage function), 2) fungsi fisik (pysycal function), dan 3) fungsi fasilitas (facilitating function).

Fungsi pertukaran merupakan kegiatan yang berhubungan dengan perpindahan hak milik dari barang atau jasa yang dipasarkan yang terdiri atas fungsi pembelian dan fungsi penjualan. Fungsi pembelian bertujuan sebagai sarana untuk memperoleh persediaan barang, sedangkan fungsi penjualan bertujuan untuk meningkatkan nilai dari suatu barang. Dalam melaksanakan fungsi penjualan, produsen atau lembaga pemasaran yang berada pada rantai pemasaran sebelumnya harus memperhatikan kualitas, kuantitas, tempat, bentuk, waktu, dan harga, yang diinginkan oleh konsumen ataupun lembaga pemasaran yang berada pada rantai pemasaran berikutnya. Fungsi fisik merupakan semua tindakan yang berhubungan langsung dengan barang dan jasa sehingga menambah guna waktu, guna tempat, dan guna bentuk. Fungsi ini sangat penting dalam pemasaran, karena mempertahankan atau bahkan dapat meningkatkan nilai mutu suatu produk. Fungsi fisik dapat dibagi atas fungsi pengolahan, fungsi penyimpanan, dan fungsi pengangkutan. Fungsi fasilitas merupakan semua tindakan yang berhubungan dengan kegiatan standarisasi, grading, penanggungan resiko, pembiayaan, dan informasi pasar.

(18)

18 2.7. Struktur Pasar

Menurut Limbong dan Sitorus (1987), struktur pasar dinyatakan sebagai suatu dimensi yang menjelaskan pengambilan keputusan oleh perusahaan maupun industri, jumlah perusahaan (firm) dalam suatu pasar, distribusi perusahaan menurut berbagai ukuran (pangsa pasar yang terkonsentrasi atau menyebar), deskripsi produk, dan syarat-syarat untuk keluar masuk pasar. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi struktur pasar antara lain: (1) banyaknya penjual dan pembeli serta bagaimana sebaran pangsa masing-masing, (2) produk yang dijual apakah homogen atau terdiferensiasi, (3) ada tidaknya hambatan untuk keluar masuk pasar, dan (4) tingkat kemudahan dalam akses informasi oleh pelaku pasar. Berdasarkan faktor-faktor tersebut maka secara garis besar struktur pasar dapat dibedakan menjadi dua, yaitu pasar bersaing sempurna dan pasar tidak bersaing sempurna (Kotler, 2003, dan Sugiarto et al, 2005). Suatu ciri dari pasar yang bersaing sempurna adalah terdapat banyak penjual dan pembeli, barang dan jasa yang diperdagangkan bersifat homogen, penjual dan pembeli berperan sebagai price taker serta bebas keluar masuk pasar. Pasar bersaing tidak sempurna dapat dibedakan menjadi beberapa macam, ditinjau dari sisi penjual dan sisi pembeli. Dari sisi penjual, pasar tidak bersaing sempurna dapat dibedakan menjadi pasar monopoli, monopolistik, dan oligopoli. Sedangkan dari sisi pembeli dapat dibedakan menjadi pasar monopsonistik, pasar monopsoni, dan pasar oligopsoni.

2.8. Efisiensi Pemasaran

Kinerja pemasaran dapat dinilai dengan menggunakan konsep efisiensi pemasaran. Menurut Mubyarto (1991), kegiatan pemasaran dikatakan efisien apabila kegiatan ini dapat memberikan suatu balas jasa yang seimbang kepada semua pihak yang terlibat seperti petani dan pedagang perantara, serta mampu menyampaikan komoditas hasil pertanian dari petani ke konsumen. Pendekatan yang dapat digunakan dalam penentuan efisiensi pemasaran, yaitu melalui pendekatan yang dikenal dengan S-P-C approach. Melalui pendekatan ini, efisiensi pemasaran ditentukan berdasarkan struktur pasar (market structure),

(19)

19 keragaan pasar (market performance), dan tingkah laku pasar (market conduct). Menurut Sudiyono (2002), beberapa indikator yang dapat digunakan untuk mengukur efisiensi pemasaran adalah margin pemasaran, harga ditingkat konsumen, ketersediaan fasilitas fisik, dan intensitas persaingan pasar. Indikator lain yang juga sering digunakan untuk melihat efisiensi pemasaran adalah pangsa produsen (farmer’s share), dan rasio keuntungan terhadap biaya.

Margin pemasaran merupakan perbedaan antara harga yang dibayarkan oleh konsumen dengan harga yang diterima oleh produsen. Semakin panjang saluran pemasaran, maka semakin besar margin pemasaran (Daniel, 2004). Margin pemasaran terdiri atas biaya pemasaran dan keuntungan pemasaran. Biaya pemasaran merupakan pengorbanan atau biaya yang dikeluarkan oleh lembaga-lembaga yang terlibat untuk melakukan fungsi-fungsi pemasaran. Sedangkan keuntungan pemasaran adalah selisih antara penerimaan dengan biaya pemasaran. Keuntungan tersebut merupakan pendorong bagi lembaga pemasaran untuk ikut memasarkan produk yang bersangkutan. Semakin banyak lembaga-lembaga pemasaran yang terlibat dalam penyaluran produk dari titik produsen ke konsumen maka akan semakin besar margin pemasaran tersebut. Tingginya margin pemasaran yang diakibatkan oleh tingginya biaya pemasaran menunjukkan bahwa pemasaran tersebut belum efisien. Melalui analisis margin pemasaran dapat diketahui penyebab tingginya margin pemasaran sehingga dapat dicari solusi permasalahan agar distribusi margin pemasaran dapat tersebar merata diantara lembaga-lembaga pemasaran yang terlibat.

Pangsa produsen (farmer’s share) merupakan bagian yang diterima petani dari harga yang dibayarkan oleh konsumen akhir, yang dinyatakan dalam bentuk persentase (Limbong dan Sitorus, 1987). Farmer’share memiliki hubungan yang negatif dengan margin pemasaran. Semakin tinggi margin pemasaran maka

Farmer’share akan semakin rendah. Tingkat efisiensi pemasaran suatu produk

pertanian juga dapat dilihat dari rasio keuntungan terhadap biaya pemasaran. Melalui Rasio keuntungan terhadap biaya dapat ditentukan apakah pemasaran suatu produk tertentu memberikan suatu balas jasa yang adil kepada semua pihak yang terlibat dalam memasarkan produk tersebut. Hal ini juga akan menunjukkan bagaimana struktur pasar dalam pemasaran produk tersebut.

(20)

20 BAB III. METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian survei yang akan dilaksanakan di Desa Gerokgak Kabupaten Buleleng dan Desa Datah Kabupaten Karangasem. Pemilihan lokasi dilakukan dengan sengaja didasarkan pada pertimbangan bahwa kedua daerah tersebut merupakan basis peternakan babi bali. Penelitian ini akan dilaksanakan sejak Bulan Juni hingga Nopember 2015.

3.2. Jenis Data, Responden, dan Metode Pengumpulan Data

Jenis data yang akan dipergunakan dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder, yang bersifat kuantitatif dan kualitatif. Data primer akan dikumpulkan dengan melakukan pengamatan dan wawancara langsung terhadap responden. Wawancara dilakukan secara terstruktur dengan bantuan kuisioner. Responden dalam penelitian ini terdiri atas: peternak babi bali, lembaga-lembaga pemasaran yang terlibat dalam pemasaran babi bali, dan beberapa key informan yang kompeten dalam bidang babi bali. Jumlah peternak yang akan dijadikan responden berjumlah 100 orang. Penelusuran terhadap lembaga-lembaga pemasaran yang terlibat akan dilakukan dengan teknik snowball sampling. Key

informan yang akan dijadikan responden adalah tokoh-tokoh yang kompeten

dalam bidang babi bali, yang berasal dari Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan, perguruan tinggi, dan tokoh peternak. Sedangkan data sekunder akan dikumpulkan dari dokumentasi yang dimiliki oleh instansi-instansi yang terkait.

3.3. Pengolahan dan Analisis Data

Data yang diperoleh berupa data kualitatif dan kuantitatif. Data kualitatif yang diperoleh digunakan untuk mendeskripsikan saluran pemasaran, lembaga pemasaran dan fungsi-fungsinya, dan struktur pasar babi bali. Sedangkan data kuantitatif berupa biaya-biaya dan penerimaan dari usahatani babi bali yang selanjutnya akan digunakan untuk menganalisis pendapatan, titik pulang pokok

(21)

21 (break even point), R/C Ratio, marjin pemasaran, rasio keuntungan terhadap biaya, dan farmer’s share. Pengolahan data dilakukan dengan bantuan komputer.

3.3.1. Analisis Pendapatan

Pendapatan dari usahatani babi bali merupakan selisih antara penerimaan dari usahatani babi bali dengan semua biaya usahatani babi bali. Dengan demikian maka pendapatan dari usahatani babi bali dapat ditentukan dengan rumus berikut (Soekartawi, 2002):

Pd = TR - TC

dimana,

Pd = pendapatan dari usahatani babi bali (Rp/kg), TR = penerimaan dari usahatani babi bali (Rp), TC = total biaya usahatani babi bali (Rp).

Penerimaan dari usahatani babi bali (TR) merupakan nilai produksi (value

of production) dari usahatani babi bali dalam jangka waktu tertentu. Penerimaan

tersebut akan ditentukan berdasarkan perkalian antara jumlah produksi dengan harganya, yang dapat dirumuskan sebagai berikut:

TR = Q . PQ

dimana,

Q = produksi yang diperoleh dari usahatani babi bali (kg),

PQ = harga produk yang dihasilkan dari usahatani babi bali (Rp/kg).

Biaya dapat diklasifikasikan menjadi biaya tetap dan biaya tidak tetap. Dengan demikian biaya usahatani babi bali akan ditentukan dengan rumus berikut: TC = TFC + TVC dimana xi n 1 i i .P X TFC

= = sedangkan zi n 1 i i .P Z TVC

= = Keterangan: TC = total biaya (Rp) TFC = total biaya tetap (Rp) TVC = total biaya tidak tetap (Rp)

(22)

22 Zi = jumlah fisik dari input ke-i yang membentuk biaya tidak tetap (unit) Pxi = harga dari input ke-i yang membentuk biaya tetap (Rp/unit)

Pzi = harga dari input ke-i yang membentuk biaya tidak tetap (Rp/unit) i = 1,2,3,...,n

Biaya investasi seperti bangunan kandang, peralatan, dan lain-lain akan diperhitungkan sebagai biaya penyusutan dan akan di kelompokkan ke dalam biaya tetap. Biaya penyusutan akan diperhitungkan dengan metode garis lurus (Ibrahim 2003) sebagai berikut:

n NS HB

P = −

dimana,

P = biaya penyusutan (Rp/periode waktu) HB = harga beli aset (Rp)

NS = nilai sisa aset (Rp)

n = umur ekonomis (perode waktu)

3.3.2. Analisis R/C Ratio

Besarnya penerimaan yang diperoleh dari setiap rupiah yang dikeluarkan pada usahatani babi bali akan ditentukan dengan mencari nilai R/C ratio. Nilai

R/C ratio yang lebih besar dari satu menunjukkan bahwa usahatani tersebut

menguntungkan, dan sebaliknya jika kurang dari satu. Jika R/C ratio sama dengan

1, berarti usaha tersebut berada dalam keadaan impas. R/C Ratio akan ditentukan

dengan membagi total penerimaan (TR) dengan total biaya (TC) dari usahatani babi bali, seperti rumus berikut ini.

TC TR R/C =

3.3.3. Analisis Titik Impas

Suatu usaha dikatakan berada dalam keadaan impas (break even) yaitu

ketika usaha tersebut berada dalam keadaan tidak untung tetapi juga tidak rugi. Keadaan tersebut menandakan bahwa total penerimaan (total revenue) sama

dengan total biaya (total cost). Berdasarkan kondisi tersebut maka dapat

(23)

23 produksi dalam kondisi impas (Ibrahim, 2003). Produksi dalam keadaan impas akan ditentukan sebagai berikut:

VC) (P TFC Q Q BEP − = dimana,

QBEP = Produksi babi dalam keadaan impas (kg), PQ = harga babi per kg (Rp),

TFC = total biaya tetap (Rp), VC = biaya tidak tetap per kg (Rp).

Sedangkan harga babi bali dalam keadaan impas akan ditentukan sebagai berikut:

Q TVC TFC

PBEP = +

dimana,

PBEP = harga babi per kg dalam keadaan impas (Rp) , TFC = total biaya tetap (Rp),

TVC = total biaya tidak tetap (Rp), Q = produksi babi (kg).

3.3.4. Analisis Lembaga dan Saluran pemasaran

Lembaga-lembaga pemasaran yang terlibat, serta saluran pemasaran dalam pemasaran babi bali dapat diidentifikasi dengan melakukan wawancara terhadap para peternak. Dari hasil wawancara tersebut akan diketahui kepada siapa mereka menjual, dan terus ditelusuri hingga babi tersebut sampai ke tangan konsumen. Dengan demikian akan diketahui lembaga-lembaga pemasaran yang terlibat dalam pemasaran babi bali serta saluran pemasarannya.

3.3.5. Analisis Fungsi Pemasaran

Analisis ini digunakan untuk mengetahui kegiatan pemasaran yang dilakukan oleh lembaga-lembaga pemasaran dalam menyalurkan babi bali dari peternak hingga sampai ke tangan konsumen. Fungsi-fungsi lembaga pemasaran tersebut akan dilihat berdasarkan fungsi pertukaran yang terdiri dari fungsi pembelian dan penjualan, fungsi fisik yang terdiri dari fungsi pengangkutan, penyimpanan, dan pengolahan, serta fungsi fasilitas yang terdiri dari standarisasi, penanggungan risiko, dan pembiayaan.

(24)

24 3.3.6. Analisis Struktur Pasar

Analisis struktur pasar dapat diidentifikasi dari jumlah penjual dan pembeli, pangsa pasar dari penjual maupun pembeli, apakah produk homogen atau terdiferensiasi, hambatan keluar masuk pasar, dan mudah-tidaknya memperoleh informasi pasar.

3.3.7. Analisis Margin Pemasaran

Margin pemasaran merupakan perbedaan antara harga yang diterima petani dengan harga yang dibayarkan oleh konsumen. Semakin kecil perbedaan tersebut maka pemasaran dikatakan semakin efisien. Margin pemasaran terdiri dari dua komponen yaitu biaya pemasaran dan keuntungan pemasaran. Dengan demikian secara matematis, margin pemasaran tersebut akan ditentukan sebagai berikut (Limbong dan Sitorus, 1987):

Mi = Psi - Pbi Mi = Ci + πi

Dengan menggabungkan kedua persamaan tersebut maka diperoleh keuntungan dari lembaga pemasarean pada tingkat ke-i adalah

πi = Psi - Pbi - Ci dimana:

Mi = margin pemasaran pasar tingkat ke-i (Rp/kg) Psi = harga jual pasar di tingkat ke-i (Rp/kg) Pbi = harga beli pasar di tingkat ke-i (Rp/kg)

πi = keuntungan lembaga pemasaran pada tingkat ke-i (Rp/kg) i = 1,2,3,...,n

3.3.8. Analisis Farmer's Share

Farmer’s share, merupakan bagian yang diterima oleh peternak dari harga

yang dibayarkan oleh konsumen akhir, yang dinyatakan dalam bentuk persentase. Semakin besar farmer’s share maka pemasaran dikatakan semakin efisien.

Secara matematis farmer’s share akan ditentukan sebagai berikut:

100% . P P F k p s =

(25)

25 dimana:

FS = farmer 's share (%)

Pp = harga babi di tingkat peternak (Rp/kg)

Pk = harga babi yang dibayarkan oleh konsumen akhir (Rp/kg)

3.3.7. Analisis Rasio Keuntungan terhadap Biaya

Rasio keuntungan terhadap biaya pada masing-masing lembaga pemasaran akan ditentukan sebagai berikut :

Rasio Keuntungan terhadap Biaya (%) x100%

Ci

i π

=

dimana:

πi = Keuntungan lembaga pemasaran ke-i Ci = Biaya pemasaran lembaga ke-i i = 1,2,3,...,n

Semakin merata Rasio Keuntungan terhadap Biaya diantara lembaga-lembaga pemasaran yang terlibat, maka kegiatan pemasaran tersebut semakin adil memberikan balas jasa kepada lembaga-lembaga pemasaran yang terlibat tersebut, sesuai pengorbanan yang dilakukan. Artinya, kegiatan pemasaran tersebut semakin efisien.

(26)

26 3.4. Bagan Alir Penelitian

Gambar 1. Bagan Alir Penelitian Data Analisis Pemasaran Output 1 : 1. Saluran pemasaran 2. Lembaga-lembaga pemasaran dan fungsinya 3. Struktur pasar

Analisis Pendapatan dan Pemasaran Pengumpulan Data (primer dan sekunder) Analisis Kuantitatif-Deskriptif Output 3 : Efisiensi Pemasaran 1. Margin pemasaran 2. Farmer’s share 3. Rasio keuntungan terhadap biaya Survei Analisis Kualitatif -deskriptif Output 2 : 1. Penerimaan, Biaya, Pendapatan 2. R/C Ratio

(27)

27

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Analisis Pendapatan Usahatani Babi Bali

Analisis pendapatan peternak pada usahatani penggemukan babi bali di daerah penelitian meliputi analisis Pendapatan dari Usahatani Penggemukan dan Pembibitan

4.1.1. Analisis Pendapatan Dari Usahatani Penggemukan Babi Bali

Rata-rata jumlah babi yang dipelihara peternak dalam satu periode penggemukan berkisar antara 1-60 ekor. Babi yang mulai digemukkan adalah setelah lepas sapih (umur 2 bulan). Lama penggemukan berkisar dari 1-10 bulan. Namun yang paling banyak dilakukan peternak adalah selama 1 bulan. Hal ini terjadi karena permintaan babi pada umur tersebut sangat tinggi disamping juga perputaran uang yang cukup cepat.

Pakan yang diberikan pada masa penggemukan berupa pakan tradisional hasil sampingan dari pertanian seperti pelepah daun talas, batang pisang, ketela rambat, dagdag see, daun pisang, dan lain-lainya, bungkil kelapa (usam) serta sisa

dapur dimana pakan tersebut diperoleh dengan tanpa mengeluarkan biaya. Namun demikian peternak juga memberikan pakan tambahan seperti polar (dedak gandum) dan pakan pabrikan komersial (complete feed). Pemberian polar rata-rata

sekitar 0,44 kg/ekor/hari sedangkan pakan komersial 0,22kg/ekor/hari. Obat-obatan hanya diberikan ketika babi peliharaan mengalami sakit. Peternak tidak melakukan vaksinasi maupun memberikan vitamin pada ternak yang dipelihara. Biaya pakan pada usaha ini mencapai 22,44% dari total biaya. Sedangkan biaya bibit mencapai 70,87% dari biaya total. Hasil survei menunjukkan bahwa seorang karyawan dapat memelihara 60 ekor babi penggemukan dengan waktu bekerja selama 3 jam per hari.

Hasil analisa pendapatan terhadap usahatani penggemukan dengan skala pemeliharaan sebanyak 60 ekor dalam satu periode produksi (1 bulan) menunjukkan bahwa usahatani penggemukan babi bali cukup menguntungkan bagi peternak. Besarnya pendapatan yang diperoleh peternak dari usaha tersebut

(28)

28 adalah sekitar Rp. 5.883.333 atau sekitar Rp. 98.056/ekor. Usaha ini menghasilkan R/C sebesar 1,17. Artinya, besarnya penerimaan peternak dari setiap Rp. 1 biaya yang dikeluarkan adalah sebesar Rp. 1,17 seperti yang dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Pendapatan Dari Usahatani Penggemukan Babi Bali

N0 Uraian Jumlah Satuan Harga/

satuan Rp Share dari Total Biaya (%) 1 Penerimaan

Penjualan babi muda 60 Ekor 662.500 39.750.000 117,37 2 Biaya a Biaya Variabel Bibit 60 Ekor 400.000 24.000.000 70,87 Biaya Pakan 0,00 Polar 800 Kg 5.500 4.400.000 12,99 Pakan komersial 400 Kg 8.000 3.200.000 9,45 Obat-obatan (insidentil) 1.500.000 4,43

Listrik dan air 1.667 100.000 0,30

Jumlah Biaya Variabel 33.200.000 98,03 b Biaya Tetap Penyusutan kandang (Rp/periode) 1 periode (1 bulan) 66.667 66.667 0,20 Biaya Tenaga Kerja

(Rp/ekor/hari)

1 Orang 600.000 1,77

Jumlah Biaya Tetap 666.667 1,97

Total Biaya 33.866.667 100,00

3 Pendapatan 5.883.333 17,37

4 R/C 1,17 117,37

4.1.2. Analisis Pendapatan Dari Usahatani Pembibitan Babi Bali

Usahatani pembibitan babi bali yang dimaksud dalam hal ini merupakan usahatani pengembangbiaakkan babi bali dengan tujuan untuk menghasilkan anak-anak babi yang selanjutnya anak-anak tersebut akan dijual. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa satu siklus atau satu periode produksi dari usaha pembibitan yaitu rata-rata sekitar 205,02 hari yang terdiri atas masa bunting 115,4 hari, masa menyusui 64,29 hari, dan jarak waktu anak disapih dan dikawinkan

(29)

29 kembali (masa kering) selama 25,33 hari. Hasil survei menunjukkan bahwa jumlah anak per kelahiran per induk (litter size) mencapai 9-13 ekor dengan

rataan 10,52 ekor. Namun sayang angka kematiannya (mortalitas) masih cukup

tinggi, yaitu berkisar antara 4-33,33% dengan rataan 15,91%. Dengan demikian rata-rata jumlah anak yang bisa dipanen per ekor induk per kelahiran hanya 8,85 ekor. Hal ini terjadi karena manajemen pemeliharaan yang masih perlu ditingkatkan. Misalnya kandang yang lebih bagus sehingga anak babi terhindar dari cuaca buruk (panas, hujan, angin), anjing yang sering memangsa babi, maupun hal-hal lain yang merugikan. Di masa depan perbaikan tata laksana perbibitan sangat penting untuk ditingkatkan sehingga jumlah anak yang dapat dipanen meningkat sehingga pendapatan peternak juga meningkat.

Sistem pengawinan induk babi dilakukan dengan cara kawin alami (menggunakan pejantan) yang biasanya diperoleh dari menyewa milik peternak lain di sekitar lokasi peternak. Biaya mengawinkan induk dalam satu kali kawin rata-rata adalah Rp. 50.000,-. Service per conception dari induk rata-rata

mencapai 1,30.

Jenis pakan yang diberikan pada induk baik pada ketiga masa tersebut sama yaitu berupa pakan tradisional hasil sampingan dari pertanian seperti pelepah daun talas, batang pisang, ketela rambat, dagdag see, daun pisang, dan lain-lainnya, bungkil kelapa (usam), serta sisa dapur dimana pakan tersebut diperoleh dengan tanpa mengeluarkan biaya. Namun demikian peternak juga memberikan pakan tambahan seperti polar (dedak gandum) dan dedak padi yang diperoleh membeli. Pemberian polar maupun dedak padi rata-rata sekitar 0,5 kg/ekor/hari. Obat-obatan hanya diberikan ketika babi peliharaan mengalami sakit. Peternak tidak melakukan vaksinasi maupun memberikan vitamin pada ternak yang dipelihara. Biaya pakan pada usaha ini mencapai 51,49% dari total biaya. Peternak melakukan pemeliharaan babi hanya dengan menggunakan tenaga kerja keluarga. Biaya tenaga kerja diperhitungkan dengan pendekatan upah buruh sebesar Rp. 60.000/hari (per HKSP = 1 hari kerja setara pria). Share biaya ini mencapai 26,37% dari total biaya.

Hasil analisa pendapatan terhadap usahatani pembibitan babi bali menunjukkan bahwa usahatani pembibitan (pengembangbiakkan) babi bali cukup

(30)

30 menguntungkan bagi peternak. Besarnya pendapatan yang diperoleh peternak dari usaha tersebut adalah sekitar Rp. 1.447.729,- per periode per ekor induk. Usaha ini menghasilkan R/C sebesar 1,69. Artinya, besarnya penerimaan peternak dari setiap Rp. 1 biaya yang dikeluarkan adalah sebesar Rp. 1,69 seperti yang dapat dilihat pada Tabel 3. Jika biaya tenaga kerja tidak diperhitungkan sebagai biaya tentu akan menambah pendapatan bagi peternak, sehingga menjadi Rp. 1.999.442,- per ekor induk per periode produksi.

Tabel 3. Pendapatan Dari Usahatani Pembibitan Babi Bali

No Jumlah Satuan Harga (Rp/satuan) Jumlah (Rp) Share dari Total Biaya (%) 1 Penerimaan

Penjualan anak 8,85 Ekor 400.000 3.539.940 169,20

2 Biaya

A Biaya Variabel

Biaya Pakan

Polar 134,65 Kg 5.500 740.588 35,40

Dedak Padi 134,65 2.500 336.631 16,09 Obat-obatan (insidentil) 1 Unit 50.000 50.000 2,39 Biaya mengawinkan 1,3 Unit 50.000 65.000 3,11

Kastrasi 1 Unit 50.000 50.000 2,39

Jumlah Biaya Variabel 1.242.219 59,37

B Biaya Tetap

Penyusutan kandang 1 unit 110.779 110.779 5,29 Penyusutan Induk 1 Unit 187.500 187.500 8,96 Tenaga Kerja 9,20 HKSP 60.000 551.713 26,37

Jumlah Biaya Tetap 849.992 40,63

Total Biaya 2.092.211 100,00

3 Pendapatan 1.447.729 69,20

4 R/C 1,69

4.2. Gambaran Umum Pemasaran Babi Bali

Pemasaran sebagai salah satu mata rantai sistem agribisnis peternakan memainkan peranan yang sangat penting bagi pengembangan usaha. Walaupun peternakan babi di daerah penelitian merupakan peternakan rakyat dengan skala kecil dan bersifat sambilan, namun usaha ini sudah bersifat komersial. Semua

(31)

31 responden menyatakan bahwa alasan utama mereka memelihara babi adalah untuk meningkatkan pendapatan keluarga, dengan memanfaatkan hijauan atau limbah pertanian lainnya yang merupakan hasil sampingan dari kebun, dan atau tegalan mereka serat pemanfaatan limbah dapur. Hal ini sesuai juga dengan hasil penelitian pada peternakan rakyat yaitu ternak sapi yang disponsori oleh ACIAR (2010) yang menyatakan bahwa alasan utama peternak memelihara sapi adalah untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga. Hal ini mengindikasikan bahwa sapi yang dihasilkan harus dipasarkan dengan cara yang lebih efisien sehingga memberikan tambahan pendapatan yang lebih tinggi bagi para peternak. Dengan demikian maka pemasaran merupakan salah satu kunci sukses yang harus diperhatikan untuk mencapai hal tersebut.

Pemasaran babi bali yang dihasilkan oleh peternak di lakukan di lokasi kandang. Para pembeli biasanya datang langsung ke lokasi kandang untuk membeli babi. Para pembeli yang datang adalah para peternak lainnya untuk dipelihara maupun para pengepul (pedagang pengumpul) untuk dijual kembali. Sistem penjualan babi bali yang dihasilkan peternak dilakukan secara sendiri-sendiri tanpa dikoordinir oleh suatu organisasi kelompok. Penjualan babi bali umumnya dilakukan dengan tanpa timbangan, namun beberapa pembeli sudah menggunakan timbangan khususnya pada babi dewasa (celeng). Peternak biasanya memperoleh informasi harga dari para peternak lain yang sudah lebih dahulu menjual maupun dari pengepul (pedagang pengumpul) dan penyotek (informan).

Berdasarkan tujuan pemeliharaannya, peternak babi dapat digolongkan menjadi peternak pembibitan (memelihara induk untuk menghasilkan bibit), peternak penggemukan. Peternak pembibitan biasanya menjual anak-anak babi pada umur sekitar 70 hari. Sedangkan peternak penggemukan biasanya membeli babi dari peternak pembibitan untuk kemudian dipelihara sebelum dijual. Penggemukan dilakukan selama 1 bulan sampai 10 bulan. Sebagian besar babi yang banyak dipasarkan adalah babi muda dengan umur sekitar 3 bulan yaitu untuk memenuhi permintaan bahan baku babi guling pelengkap upakara yadnya (banten). Daerah utama tujuan pemasaran babi bali jenis ini adalah beberapa daerah di Bali seperti Denpasar, Tabanan, dan Badung. Sedangkan babi dewasa

(32)

32 (celeng) hasil penggemukan umumnya untuk memenuhi permintaan lokal di sekitar daerah penelitian. Rata-rata harga babi bali pada umur 70 hari (lepas sapih Rp. 400.000/ekor, setelah digemukkan selama 1 bulan (sampai umur 3 bulan) harganya mencapai Rp. 662.500/ekor. Harga babi dewasa hasil penggemukan rata-rata Rp. 25.000/kg.

4.3. Efisiensi Pemasaran Babi Bali

Efisiensi pemasaran babi bali dianalisis melalui model SCP ( structure, conduct, and performance) pemasaran.

4.3.1. Struktur Pasar (Market Structure)

Babi bali yang dijual oleh peternak mempunyai karakteristik yang hampir sama. Babi yang dipasarkan umumnya anak babi, babi muda maupun babi dewasa. Anak babi biasanya dipasarkan sebagai ternak bibit baik untuk penggemukkan maupun induk. Pembelinya adalah peternak lainnya yang memelihara babi. Sedangkan babi muda umur sekitar 3 bulan pembelinya umumnya adalah pedagang pengumpul (pengepul), yang selanjutnya akan dijual kembali. Ternak dewasa (celeng) umumnya dijual kepada konsumen (masyarakat) yang membutuhkan babi yang biasanya digunakan untuk keperluan ucara keagamaan. Lembaga pemasaran yang menjadi responden dan terlibat dalam sistem pemasaran babi bali terdiri atas 100 peternak selaku produsen, 5 penyotek, 3 pengepul, 3 pedagang antar daerah, 5 Pembuat babi guling. Jika dilihat dari jumlah pembeli dan penjual yang terlibat dalam pemasaran babi bali, di tingkat Desa, peternak menghadapi struktur pasar yang mengarah pada pasar oligopsoni (pasar tidak bersaing sempurna). Artinya, di tingkat desa hanya ada beberapa pengepul yang beroperasi membeli babi sedangkan para peternak jumlahnya banyak. Dengan demikian pedagang pengepul merupakan penentu haraga (price maker) sedangkan peternak menjadi pengikut harga (price taker)

4.3.2. Perilaku Pasar (Market Conduct)

Dalam penelitian ini perilaku pasar dilihat dari kegiatan pembelian, penjualan, penentuan harga, dan siasat pasar untuk memperkuat posisi di dalam

(33)

33 pasar. Hasil penelitian menunjukkan, bahwa proses pembentukan harga pada peternak produsen di desa dengan pedagang pengumpul (pengepul) yang datang melalui proses tawar menawar, namun demikian pengepul lebih dominan atau mempunyai posisi tawar yang lebih kuat dalam penentuan harga. Sebelum menjual babi peternak biasanya mencari informasi harga dari penyotek, pedagang pengumpul, dan juga dari peternak dari peternak lainnya yang sebelumnya telah menjual babi. Informasi tersebut digunakan oleh peternak untuk menentukan kepada siapa dan harga berapa mereka harus menjual babinya. Peternak responden pada umumnya tidak mengalami kesulitan dalam memasarkan babinya terutama pada hari-hari menjelang hari raya Agama Hindu. Hal ini terjadi karena babi bali banyak dibutuhkan untuk dijadikan sebagai bahan babi guling pelengkap upakara yadnya. Dalam memperoleh babi, para pengepul umumnya mempunyai informan yang ada di desa-desa disekitar lokasi peternak yang disebut sebagai penyotek. Penyotek biasanya diberikan imbalan berupa komisi sebesar Rp. 15.000,- per ekor babi yang diperoleh pengepul. Sistem pembayaran yang dilakukan pengepul pada umumnya adalah tunai, dimana pembayaran akan dilakukan sebelum babi diambil oleh pengepul. Pengepul dan peternak umumnya memiliki hubungan yang sangat baik dan akrab, sehingga peternak biasanya sudah berlangganan dengan pengepul tertentu. Persaingan yang terjadi di antara pedagang biasanya dalam bentuk harga. Harga yang diberikan oleh pedagang pengepul bervariasi sesuai dengan kualitas babi yang diperjualbelikan. Kualitas tersebut menyangkut kondisi tubuh (gemuk atau kurus). Yang lebih gemuk tentu lebih disukai oleh pembeli sehingga harganya lebih mahal. Berdasarkan hasil survei diketahui bahwa Jumlah pengepul yang membeli babi di daerah penelitian sangat terbatas, yaitu hanya 3 orang. Siasat pasar yang dilakukan oleh peternak produsen adalah melakukan penjualan kepada pembeli yang menawar dengan harga paling tinggi.

4.3.3. Keragaan Pasar (Market Performance) Babi Bali

4.3.3.1. Saluran Pemasaran Babi Bali

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemasaran babi bali memiliki beberapa macam saluran pemasaran. Saluran-saluran tersebut dapat dilihat pada Gambar berikut.

(34)

34 Berdasarkan gambar tersebut di atas, pemasaran babi bali memiliki 4 macam saluran pemasaran yaitu:

1. Peternak → Peternak Konsumen 2. Peternak → Konsumen Lokal

3. Peternak → Pengepul → Pedagang Antar Daerah → Pedagang Pembuat Babi Guling → Konsumen

4. Peternak → Penyotek→ Pengepul→Pedagang Antar Daerah → Pedagang Pembuat Babi Guling → Konsumen

Berdasarkan gambar di atas, peternak menyalurkan babinya kepada peternak konsumen, konsumen lokal, penyotek, dan pengepul. Peternak konsumen merupakan konsumen yang membeli babi dengan tujuan untuk dipelihara kembali. Sedangkan konsumen lokal merupakan konsumen yang berada disekitar lokasi peternak, yang membeli babi dengan tujuan untuk dipotong. Hasil

Pengepul

Gambar 2. Saluran Pemasaran Babi Bali

Pedagang antar Daerah Konsumen Lokal Pedagang Babi Guling Konsumen Lembaga Peternak

Produsen Konsumen Peternak 10%

25%

40%

Keterangan:

: Lembaga Pemasaran : Saluran babi hidup : Saluran babi guling

Penyotek

(35)

35 penelitian ini menunjukkan bahwa sekitar 65% babi yang dipasarkan oleh peternak dibeli oleh pengepul, baik melalui penyotek (40%) maupun tanpa melalui penyotek (25%). Sekitar 10% babi yang dipasarkan peternak, dibeli langsung oleh peternak konsumen, dan sisanya (20%) dibeli oleh konsumen lokal yang berada disekitar lokasi peternak dengan tujuan untuk dipotong.

4.3.3.2. Lembaga Pemasaran Babi Bali

Lembaga pemasaran adalah lembaga atau orang yang menjadi perantara dalam penyaluran babi bali yang dihasilkan oleh peternak ke tangan konsumen Lembaga pemasaran yang terlibat dalam pemasaran babi bali yang dihasilkan peternak adalah pengepul, pedagang antar daerah, dan pedagang pembuat babi guling.

Pengepul

Pengepul merupakan pedagang pengumpul yang berkeliling di desa sekitar tempat tinggalnya untuk membeli babi dari para peternak dengan tujuan untuk dijual kembali. Pengepul umumnya adalah orang yang sudah dikenal oleh peternak. Hubungan Pengepul dan peternak sangat baik/dekat, sehingga ketika peternak ingin menjual babi, ia akan menghubungi pengepul tersebut secara langsung atau melalui anak buah pengepul yang ada di desa-desa yang disebut sebagai Penyotek. Pengepul akan berfungsi sebagai informan yaitu menberikan

informasi kepada pengepul berupa babi yang akan dijual, siapa penjualnya (peternak), dan dimana lokasinya. Jika pengepul berhasil membeli babi yang telah diinformasikan tersebut maka ia akan memberikan imbalan kepada penyotek berupa komisi yaitu sebesar Rp. 15.000,- per ekor. Atas informasi dari penyotek atau dari peternak langsung, belantik mendatangi alamat peternak (lokasi kandang) dan melakukan dengan peternak. Setelah terjadi kesepakatan harga maka babi akan dibayar sebelum di bawa oleh pengepul tersebut.Pengepul biasanya sudah memiliki langganan yang membeli babinya yang disebut sebagai pedagang antar daerah.

(36)

36 Pedagang Antar Daerah

Pedagang antar daerah merupakan pedagang yang membeli babi dari pengepul yang selanjutnya akan disalurkan kepada pedagang pembuat babi guling yang banyak terdapat di Kota-kota seperti di Kota Denpasar, Badung, dan Tabanan. Pedagang ini umumnya juga sudah memiliki beberapa orang pembeli yang sudah menjadi langganan. Pedagang antar daerah biasanya mendatangi pengepul untuk mengambil babi yang telah dipesan. Pengiriman babi dilakukan dengan menggunakan mobil pick up. Dalam satu pengiriman, jumlah babi yang

dikirim berkisar antara 30-70 ekor. Babi tersebut selanjutnya di sebarkan kepada pedagang pembuat babi guling sesuai dengan pesananya. Jumlah pengiriman sangat dipengaruhi oleh hari raya keagamaan khususnya Agama Hindu. Menjelang hari-hari raya Hindu jumlah permintaan babi meningkat dan puncaknya terjadi pada menjelang Hari Raya Sugian.

Pedagang Pembuat Babi Guling

Pedagang pembuat babi guling merupakan pedagang perantara yang membeli babi dari pedagang antar daerah untuk diolah menjadi babi guling yang selanjutnya akan dijual kepada konsumen yang telah memesan sebelumnya. Pedagang ini menjual babi guling dalam bentuk utuh (satu ekor utuh). Pedagang ini merupakan penentu harga (price maker). Konsumen dari babi guling adalah

konsumen perorangan maupun konsumen lembaga seperti hotel, restoran dan lain-lain. Babi guling dibeli konsumen dengan tujuan untuk langsung dikonsumsi misalnya untuk pesta maupun dipakai sebagai sarana pelengkap upakara yadnya (banten). Setelah upakara yadnya selesai dihaturkan sebagai persembahan, maka

babi gulingnya biasanya akan dikonsumsi. Babi yang banyak digunakan sebagai babi guling adalah babi bali dengan berat sekitar 12-20 kg per ekor.

4.3.3.3. Fungsi-Fungsi Lembaga Pemasaran Babi Bali

Setiap bentuk kegiatan atau tindakan-tindakan yang dapat memperlancar proses penyampaian barang tersebut disebut sebagai fungsi pemasaran. Berbagai kegiatan tersebut dapat dilakukan oleh lembaga-lembaga yang terlibat dalam

(37)

37 pemasaran tersebut. Fungsi pemasaran di atas dapat dikelompokkan menjadi fungsi pertukaran, fungsi fisik, dan fungsi fasilitas.

Lembaga-lembaga pemasaran yang terlibat dalam pemasaran babi bali melakukan fungsi-fungsi pemasaran untuk memperlancar penyampaian babi bali tersebut ke tangan konsumen. Fungsi-fungsi pemasaran yang dilakukan oleh lembaga-lembaga pemasaran tersebut adalah fungsi pertukaran, fungsi fisik, dan fungsi fasilitas, seperti yang dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Fungsi-Fungsi Lembaga Pemasaran Babi Bali Lembaga Pemasaran Fungsi

Pemasaran

Aktifitas Saluran Pemasaran

Peternak Pertukaran penjualan 1,2

Pengepul Pertukaran Pembelian dan

penjualan 3,4 Fisik Pengangkutan 3,4 Pemeliharaan (penyimpanan) 3,4

Fasilitas Penanggungan risiko 3,4 Informasi pasar 3,4

Penyotek Fasilitas Informasi pasar 4

Pedagang Antar Daerah Pertukaran Pembelian dan penjualan

3,4

Fisik Pengangkutan 3,4

Fasilitas Penanggungan risiko 3,4 Informasi pasar

Pedagang Pembuat Babi Guling

Pertukaran Pembelian dan penjualan

3,4

Fisik Pengolahan 3,4

Penyimpanan 3,4

Fasilitas Penanggungan risiko 3,4 Tabel ini menunjukkan bahwa fungsi-fungsi pemasaran yang dilakukan oleh lembaga-lembaga pemasaran sapi bibit menyangkut beberapa aktifitas yang secara rinci dapat dijelaskan sebagai berikut:

Fungsi Pengepul

Dalam pemasaran babi bali, pengepul mempunyai fungsi-fungsi pemasaran antara lain; fungsi pertukaran, fungsi fisik, dan fungsi fasilitas. Fungsi pertukaran merupakan kegiatan yang berhubungan dengan perpindahan hak kepemilikan babi yang dipasarkan yang terdiri atas fungsi pembelian dan fungsi

(38)

38 penjualan. Dalam menjalankan fungsi ini pengepul melakukan aktifitas pembelian dan penjualan. Aktifitas pembelian dilakukan sebagai sarana untuk memperoleh persediaan babi bali, sedangkan fungsi penjualan bertujuan untuk meningkatkan nilai dari babi bali tersebut dengan melakukan penjualan terhadap babi tersebut. Fungsi pertukaran yang dilakukan oleh pengepul dapat dilihat pada saluran 3 dan saluran 4.

Fungsi fisik merupakan semua tindakan yang berhubungan langsung dengan kegunaan bentuk, waktu, dan tempat. Aktifitas yang dilakukan oleh pengepul dalam hal ini adalah aktifitas pengangkutan dan aktifitas penyimpanan (pemeliharaan sementara). Aktifitas pengangkutan merupakan aktifitas mengangkut babi dari kandang peternak ketempat penampungan sementara (kandang stok). Aktifitas ini dapat dilihat pada saluran 3 dan 4.

Aktifitas penyimpanan merupakan aktifitas pemeliharaan sementara yang dilakukan oleh pengepul untuk menimbulkan kegunaan bentuk dan waktu. Kegunaan bentuk yang dimaksud disini adalah dengan pemeliharaan tersebut maka kualitas bibit tersebut dapat ditingkatkan. Dalam hal ini pengepul membeli bibit yang agak kurus kemudian dengan aktifitas pemeliharaan yang baik babi tersebut akan menjadi lebih gemuk dan baru kemudian akan dijual. Aktifitas ini dapat dilihat pada saluran 3 dan 4. Selain menimbulkan kegunaan bentuk, aktifitas penyimpanan (pemeliharaan sementara) tersebut juga menimbulkan kegunaan waktu. Kegunaan waktu maksudnya adalah dimana belantik akan menjual babi tersebut di atas pada waktu yang tepat sehingga harganya menjadi lebih tinggi.

Fungsi fasilitas dari pengepul merupakan aktifitas yang berhubungan dengan kegiatan penanggungan resiko dan informasi pasar. Aktifitas ini dapat dilihat pada saluran 3 dan 4. Aktifitas penanggungan risiko yang dimaksud di sini adalah bahwa semua risiko atau kemungkinan negatif yang terjadi setelah babi itu berpindah tangan dari peternak ke pengepul adalah ditanggung oleh pengepul tersebut. Misalnya dalam aktifitas pengangkutan bisa saja terjadi kecelakaan, babi mengalami patah tulang dan lain sebagainya merupakan tanggung jawab pengepul. Pengepul juga berfungsi sebagai sumber informasi pasar terutama informasi harga babi bagi peternak. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa

Gambar

Tabel 1.  Populasi Babi di Bali pada Tahun 2013
Gambar 1. Bagan Alir Penelitian Data  Analisis Pemasaran Output 1 : 1.  Saluran pemasaran 2
Tabel  2. Pendapatan Dari Usahatani Penggemukan Babi Bali
Tabel 3. Pendapatan Dari Usahatani Pembibitan Babi Bali
+6

Referensi

Dokumen terkait

Sementara Sudibyakto (2007) menyatakan bahwa pengelolaan pulau-pulau kecil di Indonesia menjadi sangat penting manakala dampak perubahan iklim berupa kenaikan muka air laut

Di dalam paragraf tersebut terdapat kalimat yang tidak sesuai dengan kaidah Bahasa Indonesia yang baku. Kalimat yang dimaksud

MATA PELAJARAN : Menggunakan Perkakas Tangan NAMA GURU : Anangga Yunus Arya Fajar.. KELAS :

Ruang-ruang luar berfungsi sebagai simpul-simpul yang mengikat bangunan-bangunan yang ada di sekitarnya, baik bangunan baru maupun bangunan lama. Penempatan ruang luar yang sangat

The objective of research is to find out how the sequences of events are realized on the headline news on the fuel price increasing issue which was written in the

Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 3 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah, perlu membentuk Peraturan

Tanah lempung yang distabilisasi dengan asbuton 10% menghasil nilai CBR yang cukup besar 2,1% dan memenuhi standar minimal nilai CBR untuk tanah dasar pada perkerasan

Bangunan Rumah Sakit Umum Daerah Kubu Raya Tipe C memiliki konsep zonasi ruang yang terbagi menjadi tiga zona besar yaitu zona medis, zona penunjang medis, dan zona