• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kata kunci: Padi; Dinamika produksi; surplus beras; konsumsi beras.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Kata kunci: Padi; Dinamika produksi; surplus beras; konsumsi beras."

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

DINAMIKA PRODUKSI PADI DI JAWA TIMUR

VS

TARGET SURPLUS 10 JUTA TON BERAS NASIONAL 2014

(Dynamics Of Rice Production In East Java Vs Surplus Target 10 Million Tons Of Rice National 2014)

Tutik Setyawati

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jawa Timur Jln. Raya Karangploso Km 4, PO. Box 188. Malang. 65101

email : Sethy_53@yahoo.co.id

ABSTRAK

Jawa timur merupakan produsen beras terbesar ke dua di Indonesia, sekitar 17,2 persen produksi beras Indonesia dipasok dari Jawa Timur. Dalam rangka memperkuat ketahanan pangan menuju kemandirian pangan nasional, salah satu fokus kebijaksanaan pemerintah daerah provinsi Jawa Timur adalah meningkatkan produksi sub sektor tanaman pangan, diantaranya padi. Salah satu kegiatannya adalah pelestarian swasembada padi, untuk mendukung program pemerintah Peningkatan Produksi Beras nasional (P2BN), surplus 10 juta ton beras pada tahun 2014. Dalam program ini Provinsi jawa Timur mentargetkan dapat menyumbang sekitar 60 persen nya. Beberapa skenario pencapaian telah ditargetkan antara lain peningkatan areal tanam, areal panen, produktivitas dan penurunan konsumsi beras per kapita/ tahun. Diharapkan pada tahun 2012 areal tanam, areal panen, produktivitas padi dapat meningkat masing masing sekitar 4,7 persen, 5,7 persen dan 25,5 persen, sedangkan konsumsi beras diharapkan dapat menurun sekitar 4,7 persen pada tahun 2013 dari jumlah 91,26 Kg/kap/Th semuanya dibandingkan tahun 2011. Sementara itu hasil analisis dinamika produksi padi tahun 1970-2010, menunjukkan adanya pelambatan peningkatan areal panen, yang dipicu dari turunnya areal panen padi sawah sekitar 7 persen. Disisi lain jumlah penduduk di Jawa Timur juga tidak menunjukkan adanya penurunan dan termasuk dalam katagori penduduk tua, artinya setiap 100 orang usia produktif (15-64 tahun) terdapat 46 orang usia tidak produktif (umur 0-14 dan > 65 tahun), hal ini perlu dipertimbangkan karena tenaga kerja akan menjadi kendala. Merespon kondisi diatas diharapkan adanya kegiatan pengkajian untuk meningkatkan daya hasil, baik melalui penggunaan varietas unggul, penekanan gangguan hama dan penyakit, serta peningkatan ketersediaan air sehingga dapat meningkatkan produktivitas dan areal panen. Selanjutnya untuk menggeser konsumsi beras diperlukan ketersediaan bahan baku makanan yang dapat tersedia untuk substitusi karbohidrat selain beras dan terigu, antara lain ubi kayu, ubi jalar, pisang, sukun yang dapat dihasilkan dari lokasi sekitar konsumen.

Kata kunci: Padi; Dinamika produksi; surplus beras; konsumsi beras. PENDAHULUAN

Sensus pertanian 2003 memperlihatkan bahwa sekitar 49 persen rumah tangga di tanah air memperoleh pendapatan dari sektor pertanian. Sekitar 71 persen diantara mereka menanam tanaman pangan terutama padi dan palawija, sisanya 39 persen diantara mereka menanam komoditas non pangan. Dari posisi tersebut, produksi padi

Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012 Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012

(2)

Indonesia mengambil pangsa sekitar 9 persen dari total produksi dunia. Indonesia negara penghasil beras ke tiga terbesar di dunia, setelah China (30 persen) dan India (21 persen). Namun, kedua negara terakhir adalah net eksportir beras, berbeda dengan Indonesia yang menjadi negara net importir beras sejak akhir 1980-an. Kemudian pada tahun 1984 pemerintah Indonesia (Orde Baru) dapat mencapai swasembada beras, yang dirintis melalui berbagai program (swasembada, Inmas, Bimas, Insus, Supra Insus), walaupun dalam waktu tidak lama.

Sementara itu laju pertumbuhan penduduk Indonesia mencapai 1,49 persen per tahun maka setiap tahunnya akan terjadi pertumbuhan penduduk sekitar 3,5 juta orang atau setara dengan jumlah penduduk Singapura lahir setiap tahun di Indonesia. Pertambahan penduduk kita sangat pesat. Pada tahun 1900 jumlahnya masih sekitar 40 juta, tahun 1970 berjumlah 120 juta, tahun 1990 berjumlah 179 juta, tahun 2010 berjumlah 237 juta. Berarti selama 40 tahun terakhir (1970-2010) penduduk Indonesia telah bertambah 117,6 juta jiwa (BPS, 2009).

Disisi lain tingkat konsumsi beras masyarakat Indonesia dapat dikatakan tidak berubah banyak dari tahun ke tahun. Data tahun 1996-2008 memperlihatkan rata-rata masyarakat Indonesia mengkonsumsi beras 131,5 kg/tahun dengan perubahan rata-rata hanya sebesar –0.14 persen/tahun. Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa beras tetap menjadi kebutuhan pokok yang bersifat hampir inelastis sempurna. Karena jumlah penduduk Indonesia terus meningkat setiap tahunnya maka konsumsi beras masyarakat secara agregat tentunya akan mengalami peningkatan pula, sementara produksi dari tahun ke tahun relatif tidak berubah dan lahan semakin terbatas akan mengganggu ketahanan pangan.

Produksi padi di Indonesia tahun 2011 diperkirakan mencapai 65.385.183 ton, atau setara dengan 39.231.109.800 kg beras, apabila tingkat konsumsi 131,5 kg/kap/tahun dengan penduduk 237,7 juta maka konsumsi total beras diperkirakan mencapai 31.249.834 ton beras setara 52.083.057 ton padi. Berdasarkan proyeksi jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2050 sebesar 400 juta orang, maka akan dibutuhkan 48 juta ton beras atau setara dengan 80 juta ton padi apabila konsumsi beras mencapai 125kg/kapita/tahun. Dengan demikian, produksi padi di Indonesia harus meningkat hampir dua kali lipat dari tahun 2011.

Menurut data Food Agriculture Organization of the UN (FAO), diperkirakan pada tahun 2015, sebanyak 580 juta penduduk dunia akan mengalami kekurangan pangan. Perhitungan ini menunjukkan bahwa negara-negara berkembang di dunia akan semakin tergantung pada impor pangan untuk memenuhi kebutuhan penduduknya yang sangat besar, dan diperkirakan kebutuhan tersebut akan meningkat dari 170 juta ton pada tahun 1995 menjadi 270 ton pada tahun 2030 (Krisnamurthi, 2006).

Peningkatan produktivitas usahatani padi merupakan salah satu strategi dasar untuk memacu produksi pertanian dalam rangka memenuhi permintaan konsumen yang semakin meningkat. Target ekstensifikasi, khususnya di Jawa tentunya bukan pilihan yang tepat karena ketersediaan lahan merupakan salah satu kendala utama peningkatan produksi. Program intensifikasi produksi untuk komoditas padi telah dimulai sejak lama, upaya ini berorientasi peningkatan kuantitas produksi yang ditempuh melalui

Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012 Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012

(3)

inovasi teknologi, penyuluhan, pembangunan infrastuktur, pemberian kredit, benih, pembinaan pasca panen ataupun pelayanan informasi harga. Setelah program pengembangan ini berlangsung sekian lama, tentu perlu diketahui status perkembangan produksi sampai sejauh ini. Indikator penting yang dapat digunakan untuk menjelaskan status perkembangan tersebut adalah kecepatan serta pola petumbuhan produksi yang diperagakan oleh komoditas padi, disamping dapat menggambarkan tingkat pertumbuhan yang bersifat konstan, meningkat atau menurun indikator ini juga dapat mengidentifikasi sumber atau faktor penentu pertumbuhan yaitu peningkatan areal panen, peningkatan hasil per satuan luas/produktivitas atau kombinasi keduanya (Hazell, 1984). Sementara itu Rao (1975) mengindikasikan bahwa variabilitas produktivitas cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan variabilitas areal panen. Dengan demikian, pergeseran pertumbuhan yang awalnya didasarkan perluasan areal tanam ke pertumbuhan yang didasarkan pada peningkatan produktivitas, secara otomatis akan mengarah pada kecenderungan peningktan variabilitas produksi. Penggunaan teknologi baru, misalnya penggunaan pupuk buatan atau benih unggul ternyata cenderung meningkatkan keidak stabilan produksi (Pearse,1981). Hal ini sebenarnya masih bersifat kontroversial sebab studi lain yang dilakukan oleh Johl (1985) dengan menggunakan data mikro pada petani menunjukkan bukti yang berlawanan. Varietas unggul baru padi dan gandum menunjukan bukti kestabilan produksi sepanjang tahun yang lebih baik dibandingkan dengan varietas tradisional. Kontroversi tersebut secara implisit memberikan suatu gambaran bahwa ketidakstabilan produksi perlu dipelajari dalam dalam konteks jangka panjang yang dinamis serta tingkat agregasi yang berbeda. (Singh & Byerlee,1990).

Pemerintah Indonesia mempunyai target surplus beras 10 Juta ton pada tahun 2014, dan Provinsi Jawa Timur berencana akan berkontribusi sekitar 60 persen. Berkaitan dengan hal di atas adanya analisis pertumbuhan produksi serial waktu yang dapat memberikan gambaran terpola menyangkut perkembangan produksi perlu dikaji untuk mendukung strategi provinsi Jawa Timur dalam pengembangan lebih lanjut.

METODE

Sumber data yang digunakan untuk menganalisis hasil per satuan luas, produksi dan luas areal panen tanaman padi adalah data sekunder tahunan Provinsi Jawa Timur yang mencakup tahun 1970-2010. Data sekunder ini dikompilasi dari berbagai publikasi yang diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik dan Kementrian Pertanian.

Analisis regresi dengan menggunakan data serial waktu digunakan untuk membandingkan perkembangan ataupun perubahannya. Analisis pola temporal hasil per satuan luas selalu terkendala oleh kesulitan untuk memisahkan pengaruh kejadian-kejadian acak, misalnya cuaca, dampak jangka pendek adopsi varietas baru atau perubahan metode budidaya. Analisis trend menggunakan data serial waktu yang relatif pendek dapat menangkap pengaruh perubahan teknologi, tetapi estimasi trend yang dihasilkan cenderung lebih sensitif terhadap kejadian-kejadian cuaca yang luar biasa. Sementara itu analisis trend menggunakan data serial waktu yang lebih panjang dapat mengurangi sensitivitas terhadap cuaca dan lebih memungkinkan untuk menangkap

Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012 Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012

(4)

perubahan hasil per satuan luas yang diinduksi oleh teknologi serta penyebab-penyebab acak (Luttrell dan Gilbert 1976; Hamblin dan Kyneur, 1993)

Analisis Trend hasil per Satuan Luas

Data tahunan produksi padi, per satuan luas dianalisis dengan menggunakan model trend linier dan trend kuadratik. Model linier yang digunakan untuk menganalisis trend hasil tanaman per satuan luas (Calderini dan Slafer 1998, Hafner 2003, Krause 2007) didefinisikan sebagai berikut:

Yit = α0 +α1 ti ... (1)

Ti adalah indeks waktu (1 untuk tahun 1970, 2 untuk 1971, dst), Yit adalah hasil per

satuan luas komoditas i untuk tahun t. α 0 = konstanta/ intersep, dan α 1 = perubahan

tahunan hasil per satuan luas. Pada model ini, pertumbuhan tahunan hasil persatuan luas diasumsikan konstan selama periode analisis.

Untuk mengidentifikasi kemungkinan terjadinya pertumbuhan tahunan absolut hasil per satuanluas yang melambat (slowing down), model kuadratik sebagai berikut juga digunakan.

Yit = β 0 +β 1 ti + β2 ti2 ... (2)

t i2 adalah kuadrat indeks waktu, β 0 = konstanta/intersep, β 1 = adalah trend linie.

Koefisien β2 jika bernilai negatif mengindikasikan adanya pertumbuhan hasil per satuan

luas yang melambat. Pada model ini, pertumbuhan tahunan hasil per satuan luas diasumsikan linier.

Dalam penelitian ini, model linier ditolak jika model kuadratik memiliki kesesuaian yang lebih baik dan koefisien β2 secara signifikan lebih kecil dari nol

(bernilai negatif). Estimasi regresi dilakukan dengan metode Ordinary Least Squares (OLS).

Analisis Tingkat Pertumbuhan Produksi, Luas Panen dan Hasil per Satuan Luas Analisis tingkat pertumbuhan dapat mengungkapkan faktor dominan penentu pertumbuhan produksi, apakah peningkatan areal panen atau peningkatan hasil per satuan luas (Webster dan Williams, 1988). Untuk keperluan tersebut pendekatan estimasi yang digunakan adalah fungsi pertumbuhan dengan formulasi sebagai berikut:

Yit = β0eβ1ti + β2ti Uit ...(3)

Keterangan :

Yit = produksi/arealpanen/hasil per satuan luas komoditas i pada tahun t

ti = indeks waktu (ti = 1,2,3,4 ...dst)

Uit = simpangan

Transformasi logaritma dari kedua sisi persamaan (3) menghasilkan : Log Yit = log β0 + β1 ti + β2 ti2 + log Uit ...(4)

Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012 Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012

(5)

Koefisien pertumbuhan β1 dan β2 diestimasi dengan meregresikan log Yit untuk t = 1,2,3

..n. Signifikansi statistik dan besaran kedua koefisien tersebut dapat memberikan gambaran mengenai kecepatan dan pola pertumbuhan produksi berdasarkan batasan interpretasi sebagai berikut:

1. Jika β2 secara statistik tidak berbeda nyata (koefisien ti memiliki nilai t hitung < t

tabel, maka pertumbuhan produksi selama periode waktu analisis dikatagorikan bersifat konstan dan tingkat pertumbuhan produksi rerata selama periode tersebut adalah sebesar β1

2. Jika β2 secara statistik berbeda nyata ( koefisien t1 memiliki nilai t hitung > t tabel,

maka besaran β2 < 0 mengindikasikan adanya pertumbuhan produksi yang bersifat

menurun, sedangkan besaran β2 >0 mengindikasikan adanya pertumbuhan produksi

yang bersifat meningkat dan tingkat pertumbuhan produksi rerata selama periode tersebut adalah β1 + β2ti.

Informasi menyangkut faktor dominan pendorong pertumbuhan produksi (peningkatan areal panen atau peningkatan hasil per satuan luas) dapat ditelusuri melalui modl partisi sebagai berikut :

Qit = AitYit ...(5)

Keterangan :

Qit = produksi total komoditas i pada tahun t

Ait = areal panen total komoditas i pada tahun t

Yit = hasil per satuan luas komoditas i pada tahun t

Transformasi logaritma dari kedua sisi persamaan dan dideferensisasi terhadap t menghasilkan persamaan

Log Qit = log Ait + log Yit ...(6)

Persamaan (6) menunjukkan bahwa tingkat pertumbuhan produksi sama dengan tingkat pertumbuhan areal panen dan tingkat pertumbuhan hasil per satuan luas. Persamaan ini diturunkan dari identitas pada persamaan (5) yang menyatakan bahwa produksi total sama dengan areal panen dikalikan dengan hasil per satuan luas. Ketiga tingkat tersebut dapat diestimasi dengan meregresikan log Qit; log Ait; dan lig Yit

terhadap t dan t2.

Berdasarkan kontribusi relatif, maka informasi menyangkut faktor dominan pendorong pertumbuhan (peningkatan areal panen, atau peningkatan hasil persatuan luas) dapat diperoleh.

Jika pola pertumbuhan produksi didominasi oleh peningkatan areal panen (kontribusi areal panen lebih besar dibandingkan dengan kontribusi hasil per satuan luas), beberapa implikasi yang tersirat adalah :

1. Strategi dan kegiatan yang berhubungan dengan inovasi teknologi/penelitian yang ada belum dapat memacu pola pertumbuhan produksi berbasis peningkatan hasil per satuan luas, atau program penyuluhan belum berjlan optimal, terutama dikaitkan dengan proses transfer teknologi di tingkat petani.

Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012 Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012

(6)

2. Peningkatan produksi dimungkinkan oleh adanya insentif akibat kebijakan pemerintah yang berasal dari subsidi terhadap harga masukan dan luaran, maupun penyediaan infrastruktur pemasaran yang ditujukan agar kebijakan harga tersebut secara operasional berjalan efektif, sehingga memungkinkan adanya kestabilan profitabilitas relatif dari komoditas yang diusahakan (Adiyoga, 2009).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil analisis regresi secara linier dan kuadratik perkembangan luas panen , produksi dan produktivitas padi di Jawa Timur tahun 1970-2010 dapat dilihat pada Tabel 1.

TANA MAN

LUAS PANEN PRODUKSI HASIL / SATUAN LUAS

(PRODUKTIVITAS) α β1 β2 α β1 β2 α β1 β2 Padi 1,41*** 2,56*** -274,6*** 1,71*** 3,09*** -3,29*** 0,69*** 1,70*** -0,02*** Padi sawah 1,36*** 2,14*** -185,4*** 1,62*** 3,06*** -3,44*** 0,69*** 1,78*** -0,03*** Padi ladang 1,22*** 1,09*** 3,12*** 9,45*** 3,17*** 149,3*** 0,68*** 0,19*** 0,01*** Keterangan:

α = koefisien regresi perubahan tahunan model linier β1 = Koefisien regresi perubahan tahunan model kuadratik

β2 = Koefisien regresi trend kuadrat indeks waktu

***= Signifikan pada tingkat kepercayaan 99 persen

Dari tabel diatas terlihat model linier maupun model kuadratik memenuhi kriteria pemilihan, namun persamaan regresi linier kurang dapat menjelaskan adanya

trend negatif dibandingkan model kuadratik. Koefisien regresi Trend2 yang bernilai nrgatif dan signifikan secara statistik mengindikasikan adanya pelambatan pertumbuhan pada luas panen, produksi dan produktivitas padi. Hal ini dipicu adanya luas panen, produksi dan produktivitas padi sawah yang mengalami pelambatan/penurunan. Berbeda dengan padi ladang, walaupun produktivitasnya rendah namun luas panen dan produksi menunjukkan adanya nilai positif. Selanjutnya pada Tabel 2 dapat diinformasikan faktor dominan pendorong pertumbuhan produksi disebabkan adanya pertumbuhan arel panen atau hasil per satuan luas.

Tabel 2. Pertumbuhan Produksi, Areal Panen dan Hasil per Satuan Luas, Padi, Padi Sawah dan P di Ladang Tahun 1970-2010

TANAMAN PERTUMBUHAN PRODUKSI PERTUMBUHAN AREAL PANEN PERTUMBUHAN HASIL PER SATUAN LUAS Padi 0,000*** 0,000*** -9,960*** Padi sawah 0,000*** -8,126*** 0,000*** Padi ladang 0,000*** -2,220*** 5,875*** Keterangan:

***= Signifikan pada tingkat kepercayaan 99 persen

Dari Tabel di atas terlihat secara signifikan pertumbuhan produksi sangat kecil atau stagnasi. Hal tersebut didorong karena adanya penurunan hasil per satuan luas

Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012 Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012

(7)

secara agregat. Pada padi sawah walaupun pertumbuhan areal panen negatif namun pertumbuhan hasil persatuan luas positif sehingga pertumbuhan produksi relatif tetap. Pada padi ladang pertumbuhan produksi banyak didorong adanya peningkatan hasil per satuan luas.

KESIMPULAN

1. Model linier trend jangka panjang 1970-2010 tidak menangkap adanya indikasi pelambatan hasil per satuan luas pada padi, padi sawah dan padi ladang. Namun pada analisis kuadratik, indikasi pelambatan hasil persatuan luas, produksi dan luas panen terjadi pada padi dan padi sawah.

2. Secara agregat luas panen, produksi dan hasil per satuan luas [padi menunjukkan adanya penurunan. Penurunan tertinggi terjadi pada luas panen.

3. Sumber dominan stagnasinya pertumbuhan produksi padi secara keseluruhan adalah adanya pertumbuhan hasil per satuan luas yang negatif. Sedang pada padi sawah dan padi ladang didorong adanya penurunan areal panen.

DAFTAR PUSTAKA

Adiyoga,W. Analisis Trend hasil Per satuan luas Tanaman Sayuran Tahun 1969-2006 di Indonesia. Jurnal hortikultura 19(4) 2009: Hal 484-499. Jakarta.

Bayu Krisnamurhi, 2006. Penganekaragaman Pangan Sebuah Kebutuhan yang Mendesak. Makalah Seminar Nasional Diversifikasi untuk Mendukung Ketahan Pangan 18 Februari 2006 Universitas Muhammadyah Yogyakarta. Calderini, D.F. and G.A. Slafer. 1998. Changes in Yield and Yield Stability in wheat

During 20th Century. Field Crops re. 57(3):335-347

Duvick, D.N. and K.G. Cassman.1999. post Green revolution Trends inYield potential of Temperate Maize in North-Central United States. Crop. Sci. 39 ; 1622-1630 Evans, L.T.1997. Adapting and improving Crops: The Endless Task. Philosophycal

Transactions of the Royal Society london. Biol Sci. 352(1536):901-906

Hafner, S. 2003. Trends in Maize, rice and Wheat Yieds for 188 Nations Over the Past 40 Years; A prevalence of Linier Growth. Agric. Ecosys and Environ, 97(1)275-283.A Bayesian Approach. 101st Seminar of the European Association of Agricultural economics, Berlin. Germany 18 p

Hamblin,A. And G.Kyneur. 1993. Trends in Wheat Yield and Soil Fertility in Australia.m J.Royal soc. Western Aust.71:77-81

Hatta Sunanta,2006. Impor Beras Yang Ribut Siapa? Harian kedaulatan Rakyat. 19 Januari.

Krause, J. 2007. Agricultural Yield Expectations Under Climate Change – A Bayesian Approach. 101st Seminar of the European Association of Agricultural Economics, Berlin, germany. 18 p.

Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012 Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012

(8)

Luttrel,C.B. and R.A. Gilbert.1976. Crops Yields. Random, Cyclical,or Bunchy. Amer.J. agric. Econ.58(3):521-531

Sumarno,2005. Indonesia tak lagi Kaya. Sumberdaya pertanian. Kompas, 21September 2005.

Webster,J.P.G. and N.T. Williams.1988. Change in Cereal production and Yield Variability on farms in South East england. J.Agric. Econ. 39(3):324-336.

Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012 Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012

Gambar

Tabel  2.  Pertumbuhan  Produksi,  Areal  Panen  dan  Hasil  per  Satuan  Luas,  Padi,  Padi  Sawah dan P di Ladang Tahun 1970-2010

Referensi

Dokumen terkait

Data volume sampah diperoleh dari hasil observasi yang dilakukan dimana data sampah yang digunakan pertahun dari tahun 2012 sampai dengan 2017 pada Tabel 2.. Data Lahan

Sedangkan pada Tahun 2009 telah dirumuskan Strategic Defence Review (SDR) dan ditetapkan pokok-pokok pikiran serta direkomendasikan langkah-langkah strategis

Dalam kaitannya dengan anak, BK bertujuan untuk membantu anak supaya dapat mengenal dirinya dan lingkungan terdekatnya sehingga dapat menyesuaikan diri melalui

Sedangkan di dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 ini pengaturannya itu sudah jelas sekali, subjek pajak, objek pajak, tarif pajak, dan lain sebagainya, selama itu Saudara

dah ditangkap, langsung dikuliti dan digotong dengan usungan. Mereka merasa senang setiap kali mendapatkan hasil buruan. Tidak terasa para pemburu itu sudah sampai di tengah

Nilai IRR yang diperoleh yaitu sebesar 68 persen menunjukkan bahwa bahwa alat ini akan menguntungkan bagi perusahaan jika modal yang dimiliki digunakan untuk

Sebelum bahan dikirim ke lokasi pekerjaan, kontraktor harus menyerahkan / mengirimkan contoh bahan dari beberapa macam hasil produk dengan warna sesuai table atau petunjuk Perencana

Sumber data dalam penelitian adalah subjek dari mana data