• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kata kunci : hujan lebat, skema parameterisasi, WRF-ARW, Pekanbaru. Abstract

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Kata kunci : hujan lebat, skema parameterisasi, WRF-ARW, Pekanbaru. Abstract"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika

UJI SENSITIVITAS MODEL NUMERIK WRF-ARW

PADA SIMULASI HUJAN LEBAT DI PEKANBARU

(STUDI KASUS TANGGAL 7 MARET 2015)

THE SENSITIVITY TEST OF WRF-ARW NUMERICAL MODEL

ON HEAVY RAIN SIMULATION IN PEKANBARU

(CASE STUDY ON MARCH 7

TH

, 2015)

Tri Puryanti

1)

Drs. R. M. Rahadi Prabowo

2) 1)

Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika

2)

Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Email: tripydkn@gmail.com, m.prabowo@gmail.com

Abstrak

Kejadian hujan lebat yang terjadi di wilayah Kota Pekanbaru pada tanggal 7 Maret 2015 cukup menarik perhatian. Kejadian tersebut merupakan hujan lebat pertama setelah Kota Pekanbaru dilanda cuaca panas dengan suhu yang cukup tinggi selama beberapa bulan terakhir. Mengingat kondisi fisis atmosfer di daerah tropis sangat bervariasi, maka perlu dilakukan simulasi kejadian hujan lebat dengan menggunakan model numerik Weather Research and Forecasting – Advanced Research WRF (WRF-ARW) untuk mengetahui kondisi atmosfer yang terjadi di daerah tersebut. Dalam penelitian ini dilakukan pengujian terhadap sembilan konfigurasi skema parameterisasi mikrofisis dan kumulus model WRF-ARW yang berbeda. Dari hasil verifikasi secara dikotomi, spasial, dan kuantitatif terhadap hasil keluaran sembilan konfigurasi skema tersebut, dapat diketahui bahwa konfigurasi skema 9 yang terdiri dari skema WSM3 untuk mikrofisis, YSU untuk PBL, dan Grell Devenyi untuk kumulus dianggap skema yang paling baik dalam mensimulasikan kejadian hujan lebat di Pekanbaru tanggal 7 Maret 2015. Dari analisis hasil keluaran skema terpilih tersebut diketahui bahwa kondisi atmosfer di atas wilayah Pekanbaru cukup basah yang ditunjukkan dengan nilai kelembaban udara per lapisan yang tinggi, didukung dengan nilai CAPE yang cukup tinggi serta adanya arus konvergensi, dimana kondisi tersebut sangat mendukung proses pembentukkan awan-awan konvektif yang dapat menyebabkan terjadinya hujan lebat.

Kata kunci : hujan lebat, skema parameterisasi, WRF-ARW, Pekanbaru.

Abstract

The heavy rain happened on 7th of March 2015 in Pekanbaru was concerned as anomaly weather. It was the first heavy rain in Pekanbaru since drought with high temperature in the previous months. Regarding the various physics condition of the atmosphere in tropical areas, a simulation of heavy rain using numerical model of Weather Research and Forecasting – Advanced Research WRF (WRF-ARW) was conducted to know the atmosphere condition happening in this area. The simulation was conducted by testing nine microphysics and cumulus parameterization scheme of WRF-ARW model configurations. The model output of the nine schemes was verified in a dichotomy way, spatially and quantitatively to get the result of the configuration output of those nine schemes. The result shows that the configuration of the nine schemes which consist of WSM3 scheme for microphysics, YSU for PBL and Grell Devenyi for cumulus is concerned as the best scheme that stimulates the heavy rain happened on 7th of March 2015 in Pekanbaru. In reference to the output of the chosen scheme, it is known that the atmosphere condition above Pekanbaru area is wet. It is shown by the height of the air moistness in each layer, the support of high CAPE value

(2)

Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika

and the existence of convergent current. Such conditions stimulate the formation of convective cloud strongly which then creates heavy rain.

Keywords: heavy rain, parameterization scheme, WRF-ARW, Pekanbaru.

I. PENDAHULUAN

Pada tanggal 7 Maret 2015, Kota Pekanbaru diguyur hujan lebat dengan disertai petir dan angin kencang. Hujan lebat ini merupakan kejadian pertama setelah sebelumnya di Kota Pekanbaru mengalami cuaca panas dengan suhu yang cukup tinggi dalam tiga bulan terakhir. Kondisi cuaca terakhir tercatat bahwa pada pagi harinya Kota Pekanbaru masih diselimuti kabut asap dengan kualitas udara yang tidak sehat. Hujan deras tersebut membuat sejumlah kawasan pemukiman warga dan jalanan pusat kota tampak tergenang air dengan ketinggian yang variatif (http://riaumandiri.co).

Curah hujan yang terukur di Stasiun Meteorologi Pekanbaru pada saat itu adalah 127.5 mm, dimana menurut peraturan Kepala BMKG Nomor 009 Tahun 2010 kejadian hujan lebat tersebut dapat dikategorikan sebagai fenomena cuaca ekstrim.

Simulasi cuaca di sekitar wilayah Khatulistiwa sangat sulit dilakukan, karena kondisi fisis atmosfer di daerah tropis sangat bervariasi. Oleh sebab itu dibutuhkan suatu metode simulasi cuaca skala meso yang mampu menggambarkan kondisi atmosfer sebenarnya (Rizkiana, 2011). Dalam penelitian ini digunakan model simulasi numerik Weather Research and Forecasting

– Advanced Research WRF (WRF-ARW).

Dalam model WRF-ARW terdapat skema parameterisasi yang digunakan untuk membuat simulasi yang dapat merepresentasikan kondisi atmosfer sebenarnya. Parameterisasi yang terdapat dalam model WRF-ARW diantaranya adalah parameterisasi mikrofisis dan cumulus yang menjelaskan tentang proses pembentukan awan dan hujan di dalam model, sehingga dapat digunakan untuk mengkaji fenomena hujan lebat.

Sampai saat ini belum ditemukan adanya penelitian dengan menggunakan model WRF-ARW untuk wilayah Kota Pekanbaru. Oleh karena itu, dalam penelitian ini penulis ingin melakukan pengujian terhadap beberapa konfigurasi skema parameterisasi dalam model WRF-ARW yang berbeda.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui konfigurasi skema parameterisasi model WRF-ARW terbaik yang dapat digunakan untuk mensimulasikan kejadian hujan lebat di wilayah Kota Pekanbaru, sehingga dapat digunakan untuk mengetahui kondisi atmosfer yang terjadi pada saat kejadian hujan lebat di Pekanbaru pada tanggal 7 Maret 2015.

II. DATA DAN METODE

DPada tanggal 7 Data yang digunakan dalam penelitian

ini adalah data FNL (Final Analysis) tanggal 6-9 Maret 2015 jam 00.00 UTC yang digunakan sebagai data input model WRF-ARW. Data FNL ini memiliki resolusi spasial 1°×1° dan resolusi temporal 6 jam.

Untuk verifikasi terhadap hasil keluaran di setiap skema model digunakan data observasi Stasiun Meteorologi Pekanbaru untuk verifikasi secara dikotomi dan kuantitatif, sedangkan untuk verifikasi secara spasial digunakan data curah hujan harian dari Stasiun Meteorologi Pekanbaru dan 12 pos hujan lain yang tersebar di seluruh kabupaten di Wilayah Riau. Data yang digunakan yaitu tanggal 6-9 Maret 2015jam 00.00 UTC.

Dalam penelitian ini dilakukan dua tahapan langkah pengerjaan, yaitu running (menjalankan program) WRF-ARW dengan 9 (sembilan) konfigurasi skema terpilih dan tahap berikutnya yaitu verifikasi hasil dan analisis.

WRF-ARW dijalankan dengan menggunakan 3 domain dengan resolusi yang berbeda.

Domain 1 (D01) terletak antara 89.25 – 113.59 BT dan 8.59 LS – 7.69 LU dengan

(3)

Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika

resolusi 27 km, domain 2 (D02) terletak

antara 94.94 – 107.92 BT dan 4.33 LS – 5.23 LU dengan resolusi 9 km, dan domain 3 (D03) terletak antara 99.43 – 103.43 BT dan 0.98 LS – 1.88 LU. Titik pusat (centre point) domain dalam penelitian ini berada di Stasiun Meteorologi Pekanbaru yaitu di titik 0.45 LU dan 101.43 BT.

Gambar 1. Domain Penelitian Opsi fisis yang digunakan untuk pengaturan konfigurasi skema model WRF dalam penelitian ini ditunjukkan dalam tabel 1 di bawah ini:

Tabel 1. Konfigurasi Model WRF-ARW

Pengaturan opsi fisis standar yang digunakan yaitu skema Rapid Radiative

Transfer Model (RRTM) untuk radiasi

gelombang panjang dan skema Dudhia untuk radiasi gelombang pendek. Untuk opsi fisis lapisan batas atmosfer menggunakan skema

Yonsei University Scheme (YSU), karena

skema ini merupakan penyempurnaan dari skema MRF, dimana diketahui bahwa skema MRF baik digunakan di daerah tropis (Anzar dalam Fadianika, 2014).

Untuk pemilihan opsi fisis Mikrofisis digunakan tiga skema terpilih, yaitu Kessler,

Purdue Lin, dan WRF Single-Moment 3-Class (WSM3). Skema Kessler dipilih karena

pada penelitian yang dilakukan oleh Kessler (1969), parameterisasi ini merupakan parameterisasi mikrofisik yang dianggap sesuai dengan jenis dan kondisi awan yang terjadi di daerah tropis (Fadianika, 2014). Skema Purdue Lin dipilih karena skema ini merupakan skema yang handal untuk simulasi data real dengan resolusi tinggi (Gustari dkk, 2012). Sedangkan untuk pemilihan skema WSM3 dikarenakan skema ini merupakan skema default dari konfigurasi opsi fisis di dalam model WRF-ARW, di mana skema ini baik digunakan untuk ukuran grid skala meso.

Untuk opsi fisis cumulus, juga digunakan tiga skema terpilih yaitu

Kain-Fritcsh (KF), Betts Miller Janjic (BMJ), dan Grell Devenyi (GD). Ketiga skema ini dipilih

berdasarkan beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, di mana diperoleh hasil yang berbeda-beda di setiap daerah. Penelitian yang telah dilakukan di Indonesia antara lain dilakukan oleh Santriyani dkk (2009) yang menghasilkan bahwa skema

Grell-Devenyi sebagai skema terbaik dalam

analisa hujan ekstrim di Jakarta, Dias Rizkiana dkk (2011) dimana diperoleh bahwa skema BMJ merupakan skema terbaik untuk analisis hujan lebat di Balikpapan, uji sensitivitas parameter cumulus oleh Apritarum Fiandika (2014) diperoleh bahwa skema BMJ dan KF paling baik untuk digunakan di daerah Jawa Timur, uji sensitivitas parameter cumulus dilakukan oleh Rezky Yunita (2014) dimana diperoleh skema BMJ merupakan skema terbaik untuk prediksi hujan di Kalimantan Selatan.

Dari tiga skema parameterisasi Mikrofisis dan Cumulus terpilih tersebut akan dilakukan 9 (delapan) kali eksperimen untuk memsimulasikan kondisi atmosfer pada saat kejadian hujan lebat di wilayah Kota Pekanbaru. Eksperimen yang akan dilakukan dalam penelitian ini menggunakan 9 konfigurasi skema parameterisasi model WRF-ARW yang ditunjukan oleh Tabel 2 di bawah ini :

(4)

Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika

Tabel 2. Tabel Eksperimen Model WRF-ARW

Nama Percobaan

Skema Parameterisasi

Mikrofisis PBL Kumulus

Skema 1

Kessler

Yonsei University Kain-Fritcsh

Skema 2 Scheme Betts Miller Janjic

Skema 3 (YSU Scheme) Grell Devenyi

Skema 4

Purdue Lin

Yonsei University Kain-Fritcsh

Skema 5 Scheme Betts Miller Janjic

Skema 6 (YSU Scheme) Grell Devenyi

Skema 7 WRF Single-Moment Yonsei University Kain-Fritcsh

Skema 8 3-Class Scheme Betts Miller Janjic

Skema 9 (WSM3) (YSU Scheme) Grell Devenyi

Setelah semua eksperimen dijalankan, maka dilakukan analisis untuk mengetahui konfigurasi skema terbaik yang dapat mensimulasikan kejadian hujan lebat di Pekanbaru tanggal 7 Maret 2015. Hasil keluaran

model masing-masing skema diverifikasi secara dikotomi, spasial, dan kuantitatif.

Verifikasi secara dikotomi dilakukan dengan menggunakan tabel kontingensi yaitu suatu kejadian didefinisikan sebagai biner, yang berarti bahwa hanya ada dua hasil yang mungkin, suatu kejadian (Yes) atau non kejadian (No). Untuk penentuan hujan atau tidak hujan dalam penelitian akan digunakan ambang batas dari setiap intensitas hujan dengan kriteria ≥ 0.1 mm/jam, ≥ 0.5 mm/jam dan ≥ 1.0 mm/jam, ≥ 5.0 mm/jam, dan ≥ 10.0 mm/jam.

Tabel 3. Tabel Kontingensi Data

Model

Data Observasi

Ya Tidak Total

Ya Hits False Alarms Fct "Ya" Tidak Misses Correct

Negatives

Fct "Tidak" Total Obs

"Ya" Obs "Tidak

Jumlah Total Dari data tersebut akan kemudian dilakukan perhitungan nilai Threat Score, Akurasi, dan Bias untuk mengetahui

kemampuan model dalam menunjukkan kejadian hujan atau tidak hujan yang terjadi.

Verifikasi secara spasial dilakukan dengan membandingkan peta sebaran curah hujan yang terjadi di wilayah Riau pada tanggal 7 Maret 2015 antara data observasi dan keluaran model WRF-ARW , dimana data tersebut telah dipetakan dengan software

Arcview GIS. Selain itu juga dilakukan

verifikasi secara kuantitas dengan melihat grafik perbandingan curah hujan antara curah hujan observasi dan curah hujan keluaran model.

Setelah didapatkan konfigurasi skema parameterisasi terbaik, kemudian dilakukan analisis terhadap kondisi atmosfer pada saat kejadian hujan ekstrim dengan menggunakan parameter kelembaban udara, CAPE, dan angin (streamline).

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Verifikasi Model WRF-ARW secara dikotomi

Verifikasi model WRF-ARW dilakukan dengan cara membandingkan data curah hujan hasil keluaran model dengan data observasi menggunakan tabel kontingensi. Dari tabel kontingensi tersebut akan diketahui jumlah Hits, False Alarms, Misses, dan Correct Negatives yang digunakan untuk menghitung nilai Threat Score (TS),

(5)

Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika

Frequence Bias Index (Bias) masing-masing

skema. Perhitungan ketiga nilai tersebut menggunakan hasil keluaran model WRF-ARW tiap 3 jam pada domain ketiga dari masing-masing skema. Intensitas hujan yang digunakan untuk penentuan hujan atau tidak hujan dilakukan berdasarkan 5 threshold

yang berbeda yaitu ≥ 0.1 mm, ≥ 0.5 mm, ≥ 1.0 mm, ≥ 5.0 mm, ≥ 10.0 mm. Hasil perbandingan antara nilai Threat Score, Akurasi, dan Bias dari 9 (sembilan) konfigurasi skema parameterisasi model WRF-ARW dapat dilihat pada tabel 4 berikut ini:

Tabel 4.

Perbandingan Hasil Verifikasi Model WRF-ARW

PERCOBAAN Curah Hujan ≥ 0.1 mm Curah Hujan ≥0. 5 mm Curah Hujan ≥1.0 mm Curah Hujan ≥ 5 mm Curah Hujan ≥ 10 mm

TS FBI PC TS FBI PC TS FBI PC TS FBI PC TS FBI PC

SKEMA 1 0.33 1.40 0.76 0.33 1.40 0.76 0.33 1.40 0.76 0.40 1.33 0.88 0.25 1.50 0.88 SKEMA 2 0.25 2.00 0.64 0.20 1.40 0.68 0.22 1.75 0.72 0.50 1.00 0.92 0.00 0.00 0.91 SKEMA 3 0.18 1.60 0.64 0.29 0.80 0.80 0.14 0.60 0.76 0.00 0.33 0.84 0.00 0.50 0.88 SKEMA 4 0.40 1.80 0.76 0.40 1.80 0.76 0.30 1.60 0.72 0.25 0.67 0.88 0.33 1.00 0.92 SKEMA 5 0.31 2.40 0.64 0.30 1.60 0.72 0.33 1.40 0.76 0.67 0.67 0.96 0.00 0.00 0.92 SKEMA 6 0.27 2.80 0.56 0.33 1.40 0.76 0.22 1.20 0.72 0.33 1.67 0.84 0.00 1.50 0.80 SKEMA 7 0.40 1.80 0.76 0.38 1.20 0.80 0.38 1.20 0.80 0.25 1.50 0.88 0.25 1.50 0.88 SKEMA 8 0.44 1.60 0.80 0.50 1.40 0.84 0.50 1.40 0.84 0.33 0.33 0.92 0.00 0.00 0.92 SKEMA 9 0.33 3.00 0.60 0.71 1.40 0.92 0.50 0.80 0.88 0.33 0.33 0.92 0.50 0.50 0.96

Gambar 2. Perbandingan nilai Threat Score Gambar 3. Perbandingan nilai Akurasi

(6)

Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika

Berdasarkan tabel 1 dan gambar 2 di

atas dapat diketahui bahwa nilai Threat Score (TS) tertinggi untuk curah hujan ≥ 0.1 mm terdapat pada Skema 8 yaitu 0.44, curah hujan ≥ 0.5 mm terdapat pada Skema 9 yaitu 0.71, untuk curah hujan ≥ 1.0 mm dan ≥ 10 mm juga terdapat pada Skema 9 yaitu sama-sama bernilai 0.50, sedangkan untuk curah hujan ≥ 5.0 mm terdapat pada skema 5 yaitu sebesar 0.67.

Untuk melihat nilai akurasi (PC) dapat dilihat pada Tabel 1 dan Gambar 3. Dari tabel dan gambar tersebut di atas dapat dilihat bahwa nilai akurasi terbaik pada curah hujan ≥ 0.1 mm dihasilkan oleh skema 8 dengan nilai 0.8, sedangkan untuk curah hujan ≥ 0.5 mm, ≥ 1.0 mm, dan ≥ 10 mm dihasilkan oleh skema 9 dimana masing-masing menunjukkan nilai akurasi sebesar 0.92, 0.88, dan 0.96. Sedangkan untuk curah hujan dengan intensitas ≥ 5 mm dihasilkan oleh skema 5 yaitu sebesar 0.96.

Berdasarkan gambar Tabel 1 dan tabel 4.1 dan Gambar 4 dapat dilihat bahwa untuk curah hujan ≥ 0.1 mm nilai bias terbaik atau yang paling mendekati 1 ditunjukkan oleh skema 1 yaitu sebesar 1.40, untuk curah hujan ≥ 0.5 mm ditunjukkan oleh skema 7 yaitu 1.20, untuk curah hujan ≥ 1.0 mm ditunjukkan oleh skema 9 yaitu sebesar 0.80, untuk curah hujan ≥ 5.0 mm menunjukkan bahwa skema 2 mempunyai nilai bias sempurna atau sama dengan 1, begitu pula untuk curah hujan ≥ 10 mm yang ditunjukkan oleh skema 4 dengan nilai bias sama dengan 1.

Dengan melihat nilai TS dan akurasi kelima threshold yang digunakan dapat diketahui bahwa skema 9 menunjukkan hasil yang paling baik dibandingkan dengan 8 skema yang lainnya dalam menunjukkan kejadian hujan atau tidak hujan di Kota Pekanbaru, sedangkan dalam verifikasi nilai bias terlihat skema 1 lebih stabil dari pada skema yang lainya dengan hasil yang cenderung over estimate pada kelima

threshold.

3.2 Verifikasi model WRF-ARW secara spasial

Gambar 5. Peta sebaran hujan observasi Gambar 5 dapat dilihat peta sebaran curah hujan yang terjadi di Riau pada tanggal 7 Maret 2015 berdasarkan hasil observasi langsung. Dari gambar dapat terlihat bahwa kejadian curah hujan dengan intensitas lebih dari 50 mm/hari tersebar dari Rokan Hulu yang terletak di sebelah Barat Laut Pekanbaru sampai daerah Pelalawan yang terletak di sebelah Tenggara Pekanbaru. Berdasarkan peta tersebut terlihat adanya intensitas curah hujan tinggi yang terpusat di kota Pekanbaru dengan jumlah curah hujan di atas 125 mm/hari. Selain itu, curah hujan dengan intensitas tinggi di atas 50 mm/hari juga terpusat di daerah Rokan Hulu dan Pelalawan.

Peta sebaran curah hujan hasil keluaran model ditunjukkan oleh gambar 6. Dari gambar terlihat bahwa pola sebaran hujan keluaran model masing-masing skema berbeda dengan pola sebaran hujan observasi. Dari kesembilan peta sebaran hujan keluaran model tersebut, dapat dilihat bahwa

peta

sebaran curah hujan keluaran model

WRF-ARW skema 6 dan skema 9 terlihat

lebih mendekati dengan peta sebaran

hujan observasi.

S

kema 6 menunjukkan intensitas hujan paling tinggi terjadi di wilayah Rokan Hulu mencapai 90 – 95 mm/hari. Selain itu, intensitas curah hujan di atas 50 mm/hari juga terpusat di bagian utara Pelalawan dan hujan tersebar hingga wilayah Indragiri Hilir. Sedangkan pada skema 9 intensitas curah

(7)

Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika

hujan tertinggi terpusat di Pekanbaru,

Kampar dan Indragiri Hilir dengan jumlah curah hujan berkisar antara 45 – 55 mm/hari.

(8)

Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika

3.3 Verifikasi secara kuantitatif

Gambar 7. Grafik perbandingan curah hujan pekanbaru

Dari gambar terlihat bahwa skema 9 menunjukkan pola hujan yang paling mirip dengan observasinya, yaitu sama-sama menunjukkan bahwa pada tanggal 7 Maret 2015 terjadi hujan dengan intensitas yang paling tinggi. Sedangkan pada tanggal 6 dan 8 Maret 2015 hasil keluaran model dari konfigurasi skema 9 masih menunjukkan adanya kejadian hujan, akan tetapi dengan intensitas yang sangat kecil. Walaupun antara hasil observasi dan hasil keluaran model menunjukkan kuantitas jumlah curah hujan yang sangat jauh perbedaannya,yaitu 127.5 mm untuk curah hujan observasi, dan 49.3 mm untuk skema 9, akan tetapi skema 9 masih menunjukkan hasil yang lebih baik dari pada skema yang lain, walaupun jumlah curah hujan yang dihasilkan cenderung under

estimate dari observasinya.

Dari berbagai analisis hasil verifikasi yang telah dilakukan, maka secara subyektif dapat disimpulkan bahwa konfigurasi skema 9 yang terdiri dari skema WSM3–YSU–GD dianggap sebagai skema terbaik yang dapat merepresentasikan kejadian hujan lebat di wilayah Pekanbaru pada tanggal 7 Maret 2015. Hal ini sesuai dengan penelitian yang pernah dilakukan oleh Made Santriyani, dkk pada tahun 2011 yang menunjukkan bahwa konfigurasi skema WSM3-YSU-GD merupakan konfigurasi skema terbaik yang dapat digunakan untuk memprediksi kejadian hujan dan merepresentasikan kondisi atmosfer seperti pergerakan awan dan indikasi hujan pada saat kejadian hujan ekstrim di Jakarta tanggal 7 April 2009. Dalam penelitiannya, Santriyani (2011) menyebutkan bahwa menurut Grell and

Devenyi (2002), skema Grell Devenyi merupakan skema yang mengikutsertakan berbagai siklus tertutup, seperti penghilangan CAPE atau mengontrol keberadaan CAPE setiap waktu, quasi equilibrium dan konvergensi kelembaban, serta mengikutsertakan perubahan varian untuk memparameterkan entrainment, radius awan,

cap maksimum dan hubungan efisiensi atau

gesekan tetes awan dan hujan di atmosfer . Karena banyaknya proses yang diperhitungkan, maka skema ini memiliki kemampuan yang lebih baik dari pada skema lainnya.

3.4 Analisis kondisi atmosfer a) Kelembaban udara per lapisan

Gambar 8 Kelembaban Udara per

Lapisan (%) tanggal 7 Maret 2015

Dari gambar di atas dapat terlihat

bahwa kondisi atmosfer secara umum

pada

saat

kejadian

hujan

lebat

menunjukkan kandungan uap air yang

cukup tinggi sejak pagi hingga malam

hari. Pada pukul 00 – 09 UTC = Lapisan

permukaan - 600 mb berkisar antara 80 –

100 %. Lapisan 600 – 500 mb berkisar

antara 60 – 80 %. Pada pukul 09 – 16

UTC = Lapisan permukaan - ±400 mb

berkisar antara 80 – 100 %. Hal tersebut

menunjukkan bahwa kondisi atmosfer

mendukung

terjadinya

proses

pertumbuhan awan-awan konvektif yang

menyebabkan terjadinya hujan lebat di

Pekanbaru pada tanggal 7 Maret 2015.

(9)

Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika

b) CAPE per lapisan

Gambar 9.

CAPE per Lapisan

(J/Kg)tanggal 7 Maret 2015

Berdasarkan nilai CAPE yang ditunjukkan oleh gambar gambar 4.11 diketahui bahwa dari pukul 00 - 03 UTC nilai CAPE pada lapisan permukaan sudah cukup tinggi yaitu berkisar antara 1000 – 1200 J/Kg. Nilai CAPE tersebut terus mengalami peningkatan pada siang hingga sore hari dan menjelang malam semakin berkurang. Nilai CAPE tertinggi terjadi antara jam 07.00 UTC hingga 09.00 UTC dengan kisaran 2100 – 2500 J/Kg. Nilai CAPE yang tinggi ini menandakan adanya proses konvektif yang cukup kuat di atas wilayah Pekanbaru yang mengindikasikan adanya pembentukan awan-awan konvektif yang menyebabkan terjadinya hujan lebat di wilayah Pekanbaru pada tanggal 7 Maret 2015.

c) Pola angin (streamline)

Gambar 10.

Streamline tanggal 7 Maret

2015 jam 00 UTC

Gambar 4.12 di atas menunjukkan

pola arus angin (streamline) tanggal 7

Maret 2015 jam 00 UTC. Dari gambar

tersebut dapat terlihat adanya pola arus

konvergensi

yang

mengindikasikan

adanya pengumpulan massa udara di atas

wilayah Pekanbaru. Kondisi ini sangat

mendukung dalam pembentukan

awan-awan konvektif yang dapat menimbulkan

terjadinya hujan lebat. Hal ini terbukti

dengan adanya hujan lebat yang terjadi di

wilayah Pekanbaru pada siang hingga

malam hari.

IV. Kesimpulan 4.1 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian, maka dapat

diambil beberapa kesimpulan antara lain :

1. Dari

hasil

verifikasi

keluaran

sembilan

konfigurasi

skema

parameterisasi model WRF-ARW

secara

dikotomi

dengan

menggunakan lima threshold curah

hujan yaitu pada threshold ≥ 0.1

mm, ≥ 0.5 mm, ≥ 1.0 mm, ≥ 5.0 mm,

dan ≥ 10.0 mm, verifikasi secara

spasial,

dan

verifikasi

secara

kuantitatif, maka secara subjektif

konfigurasi skema 9 yang terdiri dari

WSM3-YSU-GD dianggap skema

terbaik

yang

dapat

merepresentasikan kejadian hujan

lebat yang terjadi di Pekanbaru pada

tanggal 7 Maret 2015, meskipun dari

hasil

keluaran

model

diketahui

bahwa jumlah curah hujan yang

dihasilkan cenderung under estimate

jika dibandingkan dengan curah

hujan observasi.

2. Berdasarkan hasil keluaran model

WRF-ARW

skema

9,

kondisi

atmosfer di atas wilayah Pekanbaru

pada saat terjadinya hujan lebat

tanggal 7 Maret 2015 cukup basah

dari lapisan permukaan hingga ke

lapisan atas, nilai CAPE dari pagi

hingga malam hari cukup tinggi yang

menunjukkan tingkat konvektifitas

yang cukup kuat, dari pola arus angin

(10)

Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika

menunjukkan adanya pola arus

konvergensi

yang

menunjukkan

terjadi pengumpulan massa udara di

atas wilayah Pekanbaru. Hal

tersebut

sangat

mendukung

pembentukan awan-awan konvektif

penyebab terjadinya hujan lebat di

wilayah Pekanbaru pada tanggal 7

Maret 2015

4.2 Saran

Saran yang dapat diberikan untuk penelitian selanjutnya sebagai upaya untuk mendapatkan hasil penelitian yang lebih baik antara lain : Penelitian terkait uji sensitivitas model numerik WRF-ARW sebaiknya dilakukan dengan menggunakan lebih dari satu kasus atau kejadian yang terjadi di beberapa titik pengamatan di suatu daerah tertentu.

DAFTAR PUSTAKA

Ameka, I., 2005, Analisis Pertumbuhan

Awan Konvektif untuk Informasi

Penerbangan, Program Studi

Meteorologi ITB, Bandung

Anggrainy, D, 2014, Uji Sensitivitas Parameterisasi Kumulus Model WRF – ARW (Studi Kasus Hujan Lebat Pontianak 6 – 7 April 2013), Skripsi,

Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Jakarta. Ardiyansah, 2014, Prakiraan Hujan Di

Kabupaten Tolitoli Menggunakan Model Numerik, Skripsi, Sekolah

Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Jakarta.

BMKG. 2010. KEP.009 Tahun 2010 Tentang Prosedur Standar Operasional Pelaksanaan Peringatan Dini, Pelaporan dan Diseminasi Informasi Cuaca Ekstrim, BMKG, Jakarta. Fauziah, A, 2014, Kajian Cuaca Ekstrim

(Angin Kencang) Di Bandara

Internasional Lombok Dengan

Model WRF Tannggal 15 Maret

2013, Skripsi, Sekolah Tinggi

Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Jakarta.

Fiandika, A, 2014, Uji Sensitivitas

Parameterisasi Cumulus Untuk

Prediksi Hujan di Jawa Timur, Skripsi, Sekolah Tinggi Meteorologi

Klimatologi dan Geofisika, Jakarta. Gustari, I., Hadi, W T., Hadi, S., dan

renggono, F., 2012, Akurasi Prediksi

Curah Hujan Harian Operasional Di Jabodetabek : Perbandingan Dengan Model WRF, Jurnal Meteorologi Dan

Geofisika Vol 13. No 2. Hal : 119 – 130.

Hadi, T.W., Junnaedhi, I D. Gd. A., Satrya, L.I., Santriyani, M., Anugrah, M. P., dan Octarina, D.T. 2011. Pelatihan

Model WRF (Weather Research and Forecasting), Laboratorium Analisis Meteorologi (Weather and Climate Prediction Laboratory), Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian ITB. Bandung.

Mulya, A, 2014, Simulasi Analisis dan

Forecast Fasil Model WRF-ARW

(Studi Kasus Hujan Lebat di

Putussibau Tanggal 3-4 April 2013), Skripsi, Sekolah Tinggi Meteorologi

Klimatologi dan Geofisika, Jakarta. Listiaji, E, 2009, Simulasi Curah Hujan di

Atas Pulau Lombok ( Studi Kasus

Bulan Januari 2007), Institut

Tekonologi Bandung, Bandung. Puspitasari, F, 2014, Pemanfaatan Model

WRF Untuk Penentuan Nilai

Ambang Batas Parameter Cuaca Dalam Proses Pertumbuhan Awan

Cumulonimbus, Skripsi, Sekolah

Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Jakarta.

Rizkiana, D., Josephine., Syahidah, M., Amelda, P., Arida, V., 2011,

Perbandingan Skema Parameterisasi Dalam Simulasi Cuaca Numerik Menggunakan Model WRF – ARW

(Studi Kasus Hujan Ekstrim Di

(11)

Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika

Institut Teknologi Bandung,

Bandung.

Rosanti, R, 2014, Kajian Cuaca Ekstrim

Menggunakan Output Model WRF

(Weather Research and

Forecasting)(Study Kasus Hujan

Lebat di Nanga Pinoh Tanggal 1 November 2012 dan 19 Januari

2013, Skripsi, Sekolah Tinggi

Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Jakarta.

Saidu, Y.S., 2014, Uji Sensitifitas

Parameterisasi Kumulus Pada

Model WRF-ARW (Studi Kasus Hujan Ekstrim Di Kendari Tanggal 14 - 15 Juli 2013), Skripsi, Sekolah

Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Jakarta.

Santriyani, M., Octarina, D. P., Budaya, B. J., Choir, U., dan Suradi, 2012,

Sensitivitas Parameterisasi Konveksi Dalam Prediksi Cuaca Numerik

Menggunakan Model WRF-ARW

(Studi Kasus Hujan Ekstrim Di Jakarta Tanggal 7 April 2009),

Bandung: Program Studi Meteorologi ITB.

Soepangkat, 1994, Pengantar Meteorologi, Balai Pendidikan dan Latihan Meteorologi dan Geofisika, Jakarta. Sulung, G., Priyanka, M., Saraswati, N.,

2011, Pengaruh Parameterisasi Kumulus Terhadap Simulasi Angin

Kencang Di Makasar Dengan

Menggunakan WRF, Institut

Tekonologi Bandung, Bandung. Tjasyono, B., Harijono, S., 2007,

Meteorologi Indonesia 2 Awan Dan Hujan Monsun, Badan Meteorologi

dan Geofisika, Jakarta.

Winarso, P.A., 2011, Modul Bahan Ajar

Akademi Meteorologi dan Geofisika: Analisis Cuaca I. Akademi

Wirjohamidjojo, S. dan Swarinoto, Y. S., 2007, Praktek Meteorologi Pertanian, BMG, Jakarta.

Yunita, R, 2014, Uji Skema Parameterisasi

Cumulus Dalam Prediksi Hujan Di Kalimantan Selatan, Skripsi, Sekolah

Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Jakarta.

Zakir, A., Sulistya, W., Khotimah, dan Mia, K. 2010. Prespektif Operasional

Cuaca Tropis, Badan Meteorologi

Klimatologi Dan Geofisika, Jakarta http://rda.ucar.edu/datasets/ds083.2/index.ht ml (diakses tanggal 10 Maret 2015)

http://riaumandiri.co/read/ (diakses

tanggal 10 Maret 2015)

Gambar

Gambar 1. Domain Penelitian  Opsi  fisis  yang  digunakan  untuk  pengaturan  konfigurasi  skema  model  WRF  dalam  penelitian ini  ditunjukkan  dalam  tabel  1 di bawah ini:
Tabel 3. Tabel Kontingensi  Data
Tabel 4.  Perbandingan Hasil Verifikasi Model WRF-ARW
Gambar 5. Peta sebaran hujan observasi  Gambar  5  dapat  dilihat  peta  sebaran  curah hujan yang terjadi di Riau pada tanggal  7  Maret  2015  berdasarkan  hasil  observasi  langsung
+4

Referensi

Dokumen terkait

Surimi merupakan konsentrat dari protein miofibrilar yang mempunyai kemampuan pembentukan gel, pengikatan air, pengikat lemak dan sifat-sifat fungsional yang baik yang dapat

Undang-undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran Swasta, Peraturan Menteri

menunjukkan bahwa variabel sumber daya manusia, infrastruktur dan teknologi informasi dengan implementasi SAP berbasis akrual dipengaruhi sebesar 64,9% sedangkan

Sebagai verifikasi dari model dinamik yang dikemukakan, maka pada bagian ini diberikan simulasi untuk menyelidiki pengaruh pertumbuhan alga terhadap

Berdasarkan uraian di atas, terdapat perbedaan yang jelas, atara pertanggungjawaban pidana (seperti contoh) dengan tindakan persekusi, jika dalam tindakan main hakim sendiri, masih

E-Lelang Umum adalah pengadaan barang/jasa pemerintah yang proses pelaksanaannya dilakukan dengan pelelangan umum secara terbuka, dalam rangka mendapatkan barang/jasa,

Jika dilihat dari makna ideasionalnya, maka makna atau nilai tuturan dari teks di atas adalah tidak selamanya bentuk ancaman itu merugikan, namun ada juga ancaman

Perlakuan pupuk organik tithonia 20 ton/ha dengan pupuk urea 300 kg/ha menghasilkan tinggi tanaman dan luas daun bibit kelapa sawit bibit kelapa sawit terbaik