• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menimbulkan masalah baru bagi mahasiswa yang tidak mampu menghadapinya.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menimbulkan masalah baru bagi mahasiswa yang tidak mampu menghadapinya."

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

A. Latar Belakang

Ketatnya persaingan mahasiswa dalam perkuliahan, tidak jarang justru menimbulkan masalah baru bagi mahasiswa yang tidak mampu menghadapinya. Sebagian dari mahasiswa yang gagal dalam menghadapi persaingan tersebut mungkin akan menghalalkan segala cara untuk dapat tetap “eksis”. Mahasiswa yang menjalani dengan “ngoyo” atau terlalu serius dan memaksakan diri tentu akan merasa terpukul apabila pada akhirnya mereka mengalami kegagalan khususnya pada tingkat akhir (Ekarani, 2008). Pada tahun 2011, American College Health Association-National College Health Assesment (ACHA-NCHA) meneliti tentang perjalanan mahasiswa dari tahun ke dua hingga empat di berbagai institusi pendidikan di Amerika, hal ini menunjukkan bahwa 30% dari mahasiswa tidak dapat berbuat apa-apa terutama pada tingkat akhir (Krisdianto dan Mulyanti, 2015). Sebagian besar dari mahasiswa tingkat akhir tersebut pada awalnya mungkin akan melakukan “denial” terhadap kenyataan yang menunjukkan bahwa mereka gagal. Proses “denial” atau penolakan tersebut berakibat pada timbulnya pikiran-pikiran negatif pada hal-hal yang berhubungan dengan kehidupan individu tersebut, yang pada akhirnya nanti justru menyebabkan individu tersebut mengalami stres (Ekarani, 2008).

Wawancara yang dilakukan pada 2 mahasiswa tingkat akhir di Universitas di Yogyakarta menunjukkan gejala yang sama pada uraian diatas. Responden pertama yang berinsial A merupakan mahasiswa aktif semester 13 yang belum memenuhi jumlah SKS yang cukup dan berstatus belum KKN. Responden A

(2)

mengaku bahwa ia sering merasa jantung berdebar cepat dan mengeluarkan keringat berlebih saat mengingat status perkuliahan yang belum bisa diselesikan dengan cepat. Selain itu, responden A pernah berpikir untuk mengundurkan diri dari perkuliahan karena merasa tidak sanggup untuk menyelesaikan perkuliahan dengan waktu kurang dari 1 tahun. Hal lain yang dirasakan oleh responden A adalah ia merasa cemas dan takut ketika membahas tentang perkuliahan. Hal serupa juga terjadi pada responden yang berinisial I, namun permasalahan terjadi pada proses penyelesaian skripsi, dimana responden belum menyelesaikan skripsi selama 4 semester. Responden mengaku bahwa konsentrasi berkurang ketika memikirkan skripsi dan berpikir tidak mampu untuk melakukan penelitian. Responden juga mengatakan bahwa ia pernah merasa tidak ingin bertemu dengan dosen ataupun teman kuliah karena merasa malu belum bisa menyelesaikan skripsi tepat waktu. Gejala-gejala fisik, yang dirasakan oleh responden seperti perasaan cemas dan takut, serta kesalahan berpikir (kognitif) merupakan hal-hal yang mengindikasikan munculnya stres dalam diri responden.

Menurut Shenoy (2004) tuntutan yang diberikan kepada mahasiswa dapat menjadi sumber stres yang potensial dan dapat memicu timbulnya stres akademis maupun psikologis seperti yang dijelaskan oleh responden wawancara di atas, bahkan tingkat yang paling parah dapat menekan tingkat ketahanan tubuh hingga bisa sampai pada tindakan bunuh diri. Data dari portal berita oleh Musliadi (2017), melaporkan seorang remaja ditemukan tewas dengan cara gantung diri, diduga karena ia tidak dapat menyelesaikan kuliah, (TRIBUN, 13 September 2017). Hal ini menunjukkan bahwa adanya stres dapat memicu terjadinya bunuh diri.

(3)

Stres akademik adalah perasaan tegang dan ketakutan pada sesuatu yang akan terjadi kemudian perasaan tersebut mengganggu dalam pelaksanaan tugas dan aktivitas yang beragam dalam situasi akademis (Haber dan Ruyon, 1984). Ketika mahasiswa mengalami gangguan pada satu atau lebih organ tubuh sehingga yang bersangkutan tidak lagi mengerjakan fungsi pekerjaannya dengan baik, maka ia disebut distres. Sedangkan ketika mahasiswa sanggup menjalankan beban tugas dengan baik tanpa ada keluhan baik fisik maupun mental, maka ia dikatakan tidak mengalami stres melainkan disebut eustres (Hawari, 2011). Hasil penelitian Solanky, dkk (2012) mengatakan bahwa prevalensi 3,12% mahasiswa tidak mengalami stres, 55,6% mengalami stres pada tingkat rata-rata atau sedang dan 41,2% mengalami stres berat. Menurut penelitian Rahmawati dan Adawiyah (Barseli dan Ifdil, 2017) mengatakan stres akademik merupakan stres yang termasuk dalam kategori distres.

Masalah stres akademik berdasarkan penelitian dari Zuama (2014) yang dialami responden cukup beragam. Secara fisik, tiap responden mengalami semua reaksi stres yang umum terjadi saat proses penyusunan proposal hingga skripsi, seperti berkeringat, mudah lelah, gugup, gelisah, takut, khawatir, sangat sensitif atau peka. Secara psikis, tiap responden pun mengalami berbagai perubahan emosi dan perilaku terhadap tekanan maupun konflik yang terjadi selama proses penyusunan proposal hingga skripsi. Namun mereka memang menyadari bahwa proses menyelesaikan skripsi tersebut tidak mudah. Kesabaran, ketekunan, kekuatan, keyakinan, kemauan, dan menjaga sangka baik terhadap proses tersebut, akan membuat proses penyelesaian skripsi tersebut layak untuk dijalani.

(4)

Adanya permasalahan yang kompleks pada mahasiswa tingkat akhir yang mengindikasikan stres dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Menurut Sarafino dan Smith (2011) faktor yang menyebabkan stres yaitu diri individu, keluarga dan komunitas/lingkungan. Selanjutnya Alvin (2007); Basteri dan Ifdil (2017) mengatakan faktor penyebab stres akademik terbagi atas dua, yaitu faktor eksternal dan internal. Faktor eksternal seperti mata kuliah yang padat, tekanan untuk berprestasi tinggi, dorongan status sosial dan orang tua saling berlomba. Sedngkan faktor internalnya adalah pola pikir, kepribadian dan keyakinan. Mahasiswa yang berpikir mereka tidak dapat mengendalikan situasi mereka akan cenderung mengalami tingkat stres akademik yang lebih besar. Julika (2017) mengatakan proses berfikir dan pengambilan keputusan dipengaruhi oleh kontrol, self-esteem dan juga optimisme. Kecerdasan emosi merupakan komponen emosi sekaligus juga komponen kognitif yang dapat mempengaruhi kesejahteraan subjektif, dan stres akademik sebagai salah satu pengalaman yang menimbulkan stres.

Kecerdasan emosi yaitu kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan bertahan menghadapi frustrasi, mengendalikan dorongan hati dan tidak melebih-lebihkan kesenangan, mengatur suasana hati dan menjaga agar beban stres tidak melumpuhkan kemampuan berpikir, berempati dan berdoa (Goleman, 2016). Menurut Kartika (2015), dalam kesehariannya mahasiswa dituntut untuk berpikir secara cepat, tanggap dan peka terhadap perasaan dan kondisi yang terjadi di lingkungan sekitarnya. Bila seorang mahasiswa tidak memiliki kecerdasan emosi yang tinggi maka hal-hal yang dilakukan terkesan terburu-buru dan dipaksakan, mengikuti kehendak emosinya dan mengacuhkan orang-orang di sekelilingnya.

(5)

Penelitian dari Kartika (2015) menunjukkan hubungan negatif antara kecerdasan emosi dan stres akademik pada mahasiswa Fakultas Psikologi UMS. Penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa tingkat kecerdasan emosi mahasiswa termasuk ke dalam kategori sangat tinggi sedangkan tingkat stres akademik termasuk ke dalam kategori sedang. Ketika responden dalam penelitian tersebut memiliki tingkat kecerdasan emosi yang tinggi, diharapkan tingkat stres responden berada dalam tingkat yang sangat rendah. Berdasarkan uraian masalah di atas, maka peneliti tertarik untuk mengetahui bagaimana hubungan antara kecerdasan emosi dan stres akademik pada mahasiswa tingkat akhir di Yogyakarta.

B. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan mengetahui bagaimana hubungan antara kecerdasan emosi dan stres akademik pada mahasiswa tingkat akhir di Yogyakarta.

C. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan serta menjadi sumber atau referensi dalam ilmu psikologi klinis, psikologi pendidikan dan psikologi perkembangan, khusus pada kajian yang berfokus pada kecerdasan emosi dan stres akademik.

2. Manfaat Praktis

Apabila penelitian ini terbukti adanya hubungan antara kecerdasan emosi dan stres pada mahasiswa tingkat akhir, maka diharapkan dapat memberikan informasi kepada mahasiswa tingkat akhir untuk memiliki

(6)

keterampilan-keterampilan emosi yang baik sehingga dapat mengendalikan perilakunya dan dapat menyelesaikan urusan perkuliahan dengan baik.

D. Keaslian Penelitian

Adapun penjelasan rinci mengenai keaslian penelitian akan dijelaskan sebagai berikut :

Sebuah studi yang dilakukan oleh Akbar (2013) dalam penelitiannya yang berjudul “Hubungan antara Kecerdasan Emosi dan Stres pada Perawat”, dimana peneliti ingin melihat hubungan antara kecerdasan emosi dan stres kerja pada perawat di RSUD Banjarbaru. Penelitian ini mengacu pada teori kecerdasan emosi dari Goleman dan teori stres kerja dari Robbins. Responden penelitian yang diambil sebanyak 59 orang dengan hasil penelitian ini terdapat korelasi antara kecerdasan emosi dengan stres kerja perawat di RSUD Banjarbaru.

Penelitian selanjutnya oleh Kartika (2015) dengan judul “Hubungan antara Kecerdasan Emosi dengan Stres Akademik Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta”. Responden dalam penelitian ini adalah mahasiswa mahasiswi Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta angkatan tahun 2013 yang berjumlah 100 orang yang masih aktif mengikuti kegiatan perkuliahan. Adapun skala yang digunakan adalah skala kecerdasan emosi, mengacu pada aspek yang dikemukakan oleh Goleman dan skala stres akademik yang mengacu pada aspek yang dikemukakan Sarafino. Hasil penelitiannya yaitu ada hubungan negatif yang sangat signifikan antara kecerdasan emosi dengan stres akademik pada mahasiswa Fakultas Psikologi UMS, artinya semakin tinggi kecerdasan emosi maka akan semakin rendah stres akademik dan sebaliknya semakin rendah kecerdasan emosi maka akan semakin tinggi stres akademik.

(7)

Penelitian selanjutnya oleh Lestari (2016) dengan judul “Hubungan antara Kecerdasan Emosi dengan Stres dalam Menyusun Skripsi pada Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Surakarta”. Peneliti menggunakan responden penelitian sebanyak 80 orang. Pengumpulan data menggunakan skala yaitu skala kecerdasan emosi dari teori Goleman, sedangkan skala stres dalam menyusun skripsi menggunakan aspek stres dari teori Solomon dan Rothblum. Hasil penelitinnya yaitu ada hubungan negatif yang sangat signifikan antara kecerdasan emosi dengan stres dalam menyusun skripsi.

Penelitian selanjutnya oleh Ekarani (2008) dengan judul “Hubungan antara Kecerdasan Emosi dengan Stres dalam Mengerjakan Skripsi”. Responden dalam penelitian tersebut adalah mahasiswa program studi Psikologi yang sedang menjalani proses skripsi. Skala yang digunakan adalah skala kecerdasan emosi yang mengacu pada teori yang dikemukakan oleh Goleman dan skala stres dalam mengerjakan skripsi mengacu pada aspek stres yang dikemukakan oleh Hardjana. Berdasarkan hasil analisis disimpulkan bahwa adanya hubungan negatif yang signifikan antara kecerdasan emosi dengan stres dalam mengerjakan skripsi. Hal itu berarti semakin tinggi kecerdasan emosi maka semakin rendah stres dalam mengerjakan skripsi, sebaliknya semakin rendah kecerdasan emosi maka semakin tinggi stres dalam mengerjakan skripsi.

1. Keaslian Topik

Topik dalam penelitian ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Kartika (2015) yang menempatkan variabel kecerdasan emosi sebagai variabel bebas dan variabel stres akademik sebagai variabel tergantung. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Lestari (2016), Ekarani (2008) dan

(8)

Akbar (2014) sama pada variabel bebas yaitu kecerdasan emosi sedangkan variabel tergantungnya yaitu stres secara umum.

2. Keaslian Teori

Teori variabel bebas dalam penelitian ini menggunakan teori dari Goleman, dimana semua penelitian sebelumnya menggunakan teori yang sama dari Goleman. Sedangkan teori variabel tergantung penelitian ini menggunakan teori dari Sarafino, penggunaan teori ini berbeda dengan penelitian sebelumnya.

3. Keaslian Alat Ukur

Alat ukur yang digunakan digunakan dalam penelitian ini menggunakan dua alat ukur yang berbeda. Alat ukur yang pertama adalah alat ukur untuk mengukur stres yang merupakan hasil modifikasi dari penelitian sebelumnya ditinjau berdasarkan aspek stres akademik yang dikemukakan oleh Sarafino dan Smith (2011). Alat ukur yang kedua merupakan alat ukur yang digunakan untuk melihat tingkat kecerdasan emosi. Alat ukur kecerdasan emosi disusun dengan memodifikasi alat ukur kecerdasan emosi berdasarkan aspek-aspek yang diungkapkan Goleman (2016).

4. Keaslian Responden Penelitian

Responden yang digunakan pada penelitian ini adalah mahasiswa tingkat akhir Universitas Swasta dan Negeri di Yogyakarta dengan jumlah 85 orang. Responden penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya, dimana Akbar (2014) mengambil responden perawat di RSUD Banjarbaru. Kartika (2015) mengambil responden mahasiswa mahasiswi Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta angkatan tahun 2013 berjumlah 100 orang. Lestari (2016) melakukan pengambilan data pada mahasiswa

(9)

berjumlah 80 orang di Universitas Muhammadiyah Surakarta. Begitupun dengan penelitian Ekarani (2008) yang mengambil responden mahasiswa program studi Psikologi Universitas Islam Indonesia yang sedang menjalani proses skripsi.

Referensi

Dokumen terkait

manajemen usahanya yang meliputi strategi promosi, penetapan harga dan. pemilihan lokasi untuk mencapai

a) Untuk memperkuat penelitian sebelumnya berkenaan dengan adanya hubungan antara kinerja manajer dan partisipasi penyusunan anggaran. b) Memberikan bukti empiris tentang

Hasil analisis meniunjukan bahwa jenis dan jumlah alat berat yang digunakan untuk proses pengurugan tanah adalah Vibro Roller sebanyak 8 unit.. Bulldozer Komatsu D21 sebanyak 2

Affiliate Marketing dilakukan oleh para pelaku bisnis online sebagai alat bantu untuk memasarkan produk atau jasa yang mereka jual dengan cara merekrut anggota sebagai reseller

[r]

• PT Waskita Karya (Persero) Tbk, kode saham : WSKT:IJ, merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Konstruksi terbesar di Indonesia yang mengembangkan usaha melalui lima pilar

1) Hasil penelitian yang berjudul “Pola Pendidikan Karakter di SMP IT PAPB Pedurungan Semarang” ini dapat dijadikan sebagai bahan referensi yang positif bagi mahasiswa