TINGKAT KEBISINGAN DAN PENGARUHNYA
TERHADAP MAHASISWA DI BENGKEL
TEKNIK MESIN POLITEKNIK NEGERI PADANG
Feidihal
(1) (1)Staf Pengajar Jurusan Teknik Mesin Politeknik Negeri Padang,
ABSTRACT
The Level noise of Polytechnic Workshop Machine and its influence to student have been studied. Appliance of Sound Level Meter and of questioner used in examination with analyzing data of unvaried by using analyzer method of editing, coding, and entry of cleaning. Result of research show noise intensity have exceeded value float boundary that is 88 dB (A) as well as have exceeded standard quality of noise level for environment school that is 55 dB (A). Referring to that, it has been made a comprehensive controlling operation of noise program that is Hearing Conservation Program. Pursuant to result of research, the noises have the character such as caused physiological trouble, psychological, hearing trouble and communications continuously. Physiological troubles in the form of sigh feel headache and less concentration in executing practice. Other disturbances are hearing trouble that caused the students must be screaming each other in communication.
Keyworks: Enviromental Noise Pollution, Safety Health and Enviromental Protection
1. PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang
Politeknik merupakan suatu sistem pendidikan vokasi yang menerapkan 60% teori dan 40% praktek. Hal ini bertujuan untuk menciptakan manusia yang siap pakai dan dapat mengisi lapangan pekerjaan yang bersifat menengah pada industri.
Sehubungan dengan itu, maka mahasiswa Politeknik memerlukan tempat praktek yang cukup lengkap dan memadai untuk mengaplikasikan ilmu-ilmu yang diperoleh yaitu salah satunya adalah bengkel.
Bengkel Jurusan Teknik Mesin Politeknik Negeri Padang terdapat alat dan peralatan mesin berteknogi yang menghasilkan bunyi yang cukup keras dalam
menjalankan aktivitas dibengkel tersebut Suara
tersebut apabila intensitasnya terlalu tinggi akan
menimbulkan gangguan terhadap lingkungan
sekitarnya, terutama apabila suara itu tidak
dikehendaki yang dikenal sebagai kebisingan.
Keinginan untuk memperoleh lingkungan yang
nyaman pada bengkel jelas tidak menghendaki kehadiran suara bising dalam lingkungan kampus Berbagai macam gangguan dan pengaruh kebisingan terhadap rnahasiswa merupakan ancaman yang dapat menurunkan kualitas kehidupan mahasiswa tersebut. Pengaruh utama terhadap kesehatan adalah kerusakan pada indera pendengaran yang dapat menyebabkan ketulian. Seringkali mahasiswa yang terkena dampak
kebisingan tidak menyadari adanya penurunan
pendengaran, karena umumnya gangguan akibat kebisingan baru disadari setelah jangka waktu yang
mahasiswa. Bila gangguan pendengaran dirasakan semakin berat barulah menyadari. Namun hal itu sering dikaitkan dengan faktor bertambah usia ataupun sebah lainnya. Kebisingan ini tidak saja menimbulkan gangguan pendengaran, tetapi juga dapat menimbulkan gangguan terhadap fisiologis, psikologis, kenikmatan kerja, gangguan konsentrasi kerja dan gangguan komunikasi yang mana semua efek kebisingan itu dapat menyebabkan kerugian terhadap mahasiswa.
Kebisingan pada lingkungan pendidikan rnerupakan
suatu permasalahan cukup serius dan harus
diperhatikan, karena penggunaan mesin-mesin yang memungkinkan untuk praktek seringkali identik dengan kehadiran sumber suara bising. Sampai saat ini ilmu pengetahuan dan teknologi yang diperlukan untuk mengatasi suara bising oleh mesin masih
terbatas, namun bagaimanapun pengendalian
kebisingan merupakan tuntutan yang harus
diperhatikan oleh dunia pendidikan. Bunyi yang dihasilkan oleh mesin-mesin tersebut mengganggu bagi praktek mahasiswa. Maka diduga bahwa bunyi tersebut merupakan suatu kebisingan yang dapat
digolongkan akan mempengaruhi mahasiswa.
Berdasarkan hasil observasi lapangan yang telah
dilaksanakan sebelurnnya bahwa kebisingan di
lingkungan bengkel Jurusan Teknik Mesin Politeknik Negeri Padang bersumber dari mesin-mesin yang digunakan mahasiswa sebagai sarana praktek.
1.2. Tujuan dan Manfaat
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui tingkat kebisingan dan sejauh mana pengaruhnya terhadap
Teknik Mesin Politeknik Negeri Padang. Penelitian
ini akan bermanfaat sebagai masukan untuk
mencapai proses pendidikan yang lebih baik.
2.TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bunyi
Gelombang mekanis yang terjadi di alam dan paling
penting dalam kehidupan sehari-hari adalah
gelombang longitudinal yang merambat dalam suatu
medium, biasanya udara, yaitu gelombang bunyi[1].
Hal ini mengingat beberapa alasan antara lain karena telinga manusia sangat peka dan mampu mendeteksi gelombang bunyi sampai batas intensitas yang sangat rendah. Bagaimana suatu gelombang bunyi dapat diterima sebenarnya bergantung pada frekuensi, amplitudo dan bentuk gelombangnya.
Ada tiga aspek bunyi: Pertama, ada sumber bunyi Sumber gelombang bunyi merupakan benda yang bergerak, Kedua, energi dipindahkan dari sumber dalam bentuk gelombang bunyi longitudinal. Ketiga, bunyi dideteksi oleh telinga atau sebuah alat[1]
2.1.1. Intensitas Bunyi
Intensitas bunyi didefenisikan sebagai energi yang dibawa oleh sebuiah gelombang per satuan waktu melalui satuan luas dan sebanding dengan kwadrat amplitudo gelombang. Karena energi per satuan waktu adalah daya, intensitas memiliki satuan daya per satuan luas atau W/m2
Telinga manusia dapat mendeteksi bunyi dengan intensitas serendah 10-12W/M2dan setinggi 1 W/M2. Untuk rnenghasilkan bunyi yang terdengar 2 kali lebih keras maka dibutuhkan gelombang bunyi yang intensitasnya 10 kali lipat.
Hubungan antara sensasi subjekstif dari kenyaringan dan besaran fisika terukur intensitas, maka tingkat intensitas ini dinyatakan dengan skala logaritmik. Tingkat intensitas bunyi secara matematis dinyatakan dengan persamaan[1] o
I
I
TI
10
log
... (1) dimana,Io = Intensitas standar yaitu intensitas ambang
pendengaran 10-12W/M2
I = Tingkat intensitas bunyi W/m2
2.1.2 Karakteristik Bunyi
Ada dua aspek dari setiap bunyi yang dirasakan oleh pendengaran manusia. Aspek ini adalah kenyaringan dan ketinggian, dan masing-masing menyatakan sensasi dalam kesadaran pendengar. Tetapi untuk masing-masing sensasi ini, ada besaran yang bisa diukur secara fisis
Ketinggian bunyi menyatakan apakah bunyi tersebut tinggi, seperti bunyi suling atau biola, atau rendah, seperti bunyi bass drum atau senar bass. Besaran fisika yang menentukan ketinggian bunyi adalah frekuensi. Makin rendah Frekuensi makin rendah ketinggian dan makin tinggi frekuensi makin tinggi ketinggian bunyi. Telinga manusia dapat mendengar
frekuensi dalam jangkauan 20Hz - 20.000Hz.
Jangkauan ini disebut jangkauan pendengaran, yang mana jangkauan ini berbeda dari orang ke orang.
Frekuensi suara diterima oleh pendengar
menggambarkan pola-pola suara. Bagi manusia, ternyata frekuensi tinggi lebih menggangu dari pada
frekuensi rendah[2]. Gelombang bunyi yang
frekuensinya di luar jangkauan yang dapat terdengar mungkin mencapai telinga, tetapi biasanya tidak
disadari. Frekuensi di atas 20.000Hz disebut
ultrasonik. Banyak hewan dapat mendengar frekuensi ultrasonik; anjing misalnya dapat mendengar setinggi 50.000Hz dan kelelawar dapat mendengar bunyi sampai dengan frekuensi 100.000Hz. Bunyi yang
memiliki frekuensi di bawah 20Hz disebut
infrasonik.
2.2 Kebisingan
2.2.1 Pengertian Kebisingan
Kebisingan menurut Keputusan Menteri Lingkungan hidup RI No. 48/1996 adalah bunyi yang tidak diinginkan dari usaha atau kegiatan dalam tingkat
dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan
gangguan kesehatan dan kenyamanan lingkungan. Kebisingan adalah suara yang tidak diinginkan yang durasi, intensitas dan kualitasnya menyebabkan berbagai dampak terhadap fisiologi atau psikologis manusia serta makhluk lainnya (Setijati Hediyono, 2003).
Berdasarkan Permenkes No.
78/Men.Kes/Per/XI/1987, yang disebut dengan
kebisingan adalah terjadinya bunyi yang tidak
dikehendaki sehingga menggangu dan atau
membahayakan kesehatan. Dalam menentukan efek kebisingan terhadap kesehatan maka dibedakan beberapa zona dimana kebisingan akan memberikan efek pada kesehatan manusia sesuai dengan lokasi kebisingan. Permenkes tersebut menyebutkan ada 4 zona, yaitu:
Zona A, adalah zona bagi tempat penelitian, rumah sakit, tempat perawatan kesehatan atau sosial dan sejenisnya.
Zona B, adalah zona bagi tempat perumahan, tempat pendidikan, rekreasi dan sejenisnya.
Zona C, adalah zona bagi perkantoran, pertokoan, perdagangan, pasar dan sejenisnya
Zona D, adalah zona bagi industri, pabrik, stasiun kereta api, terminal bis dan sejenisnya.
2.2.2 Sumber-sumber kebisingan
Menurut Prasetyo dalam bukunya yang berjudul "Akuistik Lingkungan" kebisingan dapat bersumber dari:
a. Bising dalam
Bising dalam yaitu sumber bising yang berasal dari manusia, bengkel mesin dan alat-alat rumah tangga.
b. Bising luar
Bising luar yaitu sumber bising yang berasal dari
lalu lintas, industri, tempat pembangunan
gedung dan lain sebagainya. Sumber bising dapat dibagi dua kategori yaitu sumber bergerak
seperti kendaraan bermotor yang sedang
bergerak, kereta api yang sedang melaju,
pesawat terbang jenis jet maupun jenis baling-baling. Sumber bising yang tidak bergerak adalah perkantoran, diskotik, pabrik tenun, gula pembangkit listrik tenaga diesel dan perusahaan kayu[3].
2.2.3 Jenis-jenis kebisingan
Jenis-jenis kebisingan yang sering ditemukan[4]:
a. Kebisingan yang kontinue dengan spektrum
frekuensi yang luas misalnya mesin-mesin, kipas angin dan lain-lain.
b. Kebisingan yang kontinu dengan spektrum
frekuensi yang sempit misalnya gergaji
sirkuler, katup gas dan lain-lain.
c. Kebisingan terputus-putus misalnya lalu lintas,
suara kapal terbang di lapangan udara.
d. Kebisingan impulsive seperti tembakan bedil
atau meriam dan ledakan
e. Kebisingan impulsive berulang, misalnya
mesin tempat di perusahaan.
Berdasarkan skala intensitas maka kebisingan dibagi dalam: sangat tenang, sedang, kuat sangat hiruk pikuk dan menulikan[3].
2.2.4 Alat Ukur Kebisingan
Alat-alat untuk mengukur tingkat kebisingan[3]
adalah:
a. Sound Level Meter
Alat ini dapat mengukur kebisingan antara 30-130 dB(A) dan frekuensi 20-20.000Hz. Alat ini terdiri dari mikropon, alat penunjuk elektronik, amplifier dan terdapat tiga skala pengukuran yaitu:
Skala A
Untuk memperlihatkan kepekaan yang
terbesar pada frekuensi rendah dan tinggi
yang menyerupai reaksi untuk intensitas rendah.
Skala B
Untuk memperlihatkan kepekaan telinga terhadap bunyi dengan intensitas sedang. Skala C
Untuk bunyi dengan intensitas tinggi. Alat
ini dilengkapi dengan Oktave Band
Analyzer.
b. Oktave Band Analyzer
Alat ini untuk mengukur analisa frekuensi
dari suatu kebisingan yang dilengkapi
dengan filter-filter menurut Oktave
c. Narrow Band Analyzer
Alat ini dapat mengukur analisa frekuensi yang lebih lanjut alau disebut juga analisa spektrum singkat.
d. Tape Reorder Kualitas tinggi
Untuk mengukur kebisingan yang terputus putus, bunyi yang diukur direkam dan dibawa ke laboratorlum untuk dianalisa.
Alat ini mampu mencatat frekuensi
20Hz-20KHz
e. Impact Noise Analyzer
Alat ini dipakai untuk kebisingan implusif
f. Noise Logging Dosimeter
Alat ini untuk menganalisa, kebisingan dalam waktu 24 jam dan dianalisa dengan
menggunakan komputer sehingga
didapatkan grafik tingkat kebisingan.
2.2.5 Baku Mutu dan Nilai Ambang Batas Kebisingan
Tabel 1 Baku tingkat Kebisingan (KEP.48/MENLH/11/1996, 25 November 1996)
Tabel 2 Nilai Ambang Batas Kebisingan (KEP.51/MEN/11/1999, 15 April 1999)
Nilai ambang batasnya kebisingan 88 dB(A), diatur
oleh Menteri Tenaga kerja Nomor KEP.
51/Men/1999 Peraturan Perundangan yang berkaitan dengan kebisingan di tempat kerja Nilai Ambang Batas (NAB) ialah suatu criteria atau angka yang diperbolehkan untuk kebisingan 88 dB(A) dengan waktu kerja selama 4 jam/hari untuk selamanya tidak
akan mengganggu kesehatan pendengaran
mahasiswa, kecuali karena faktor usia. Baku mutu dan nilai ambang batas kebisingan dapat dilihat pada ”Tabel(1)” dan ”Tabel(2)”
2.2.6 Pengaruh kebisingan Terhadap Manusia
Kebisingan sangat berpengaruh sekali pada manusia, terutama kepada mahasiswa ditempat bising. Banyak penyakit atau gangguan yang dapat ditimbulkan oleh bising, maka penyakit atau gangguan ini dapat dikelompokkan sebagai berikut[5]:
a. Gangguan Fisiologis
kebisingan juga dapat menimbulkan
gangguan fisiologis yaitu internal body
system. Internal body system adalah sistim
fisiologis yang terpenting untuk kehidupan Gangguan fisiologis ini dapat menimbulkan kelelahan dada berdebar, menaikkan denyut jantung, mempercepat pernafasan pusing, sakit kepala dan kurang nafsu makan. Selain itu juga dapat meningkatkan tekanan darah,
pengerutan saluran darah di kulit,
meningkatkan laju metabolik, menurunkan keaktifan organ pencernaan dan ketegangan otot.
Pada umumnya kebisingan bernada tinggi
sangat mengganggu lebih-lebih yang
terputus-putus atau yang datangnya secara
tiba-tiba. Gangguan dapat terjadi pada
peningkatan tekanan darah, peningkatan denyut nadi, basa metabolisme, konstruksi pembuluh darah kecil terutama pada tangan dan kaki dapat menyebabkan pucat dan gangguan
b. Gangguan psikologis
Gangguan psikologis dapat berupa rasa tidak nyaman, kurang konsentrasi, rasa jengkel rasa khawatir, cemas, susah tidur mudah marah dan cepat tersinggung.
Suara secara psikologis dianggap bising
dapat disebabkan oleh 3 faktor yaitu
volume, perkiraan dan pengendalian. Dari faktor volume dapat dijelaskan bahwa suara yang semakin keras akan dirasakan semakin mengganggu, Jika suara bising itu dapat diperkirakan datangnya secara teratur, kesan gangguan yang ditimbulkan akan lebih kecil dari pada suara itu datang tiba-tiba atau tidak teratur, lain halnya jika suara itu bisa dikendalikan.
c. Gangguan komunikasi
Resiko potensial terhadap pendengaran
terjadi apabila komunikasi pembicaraan
harus dijalankan dengan berteriak. gangguan
ini dapat menimbulkan terganggunya
pekerjaan dan kadang-kadang
mengakibatkan salah pengertian yang secara tidak langsung dapat menurunkan kualitas dan kuantitas kerja
Agar pembicaraan dapat dimengerti dalam lingkungan bising, maka pembicaraan harus diperkeras dan harus dalam kata dan bahasa yang mudah dimengerti oleh penerima. Dalam ruangan kerja yang bising, pekerja akan berhubungan pada jarak yang dekat,
yaitu kira-kira 1 m. Pada jarak ini
komunikasi dapat dicapai dengan suara normal apabila backround noise paling tinggi 78 dB. Balas maksimal kebisingan dalam ruang kerja adalah 62 dB, pada level ini komunikasi masih bias berlangsung pada.jarak 2 m
d. Gangguan Pendengaran
Gangguan pada fungsi pendengaran dibagi menjadi tiga bagian yaitu; Trauma akustik,
Temprary Treshold Shift dan Permanent Treshold shift
Trauma akustik adalah kerusakan organ
pendengaran seperti pecahnya gendang
telinga, rusaknya tulang-tulang
pendengaran, gangguan sel-sel rambut pada telinga, bagian dalam dan kerusakan sel-sel sensorik pendengaran. Kerusakan ini timbul
akibat pemaparan kebisingan dengan
intensitas yang terlalu tinggi, seperti suara ledakan meriam, pukulan palu yang sangat keras, mesin tempa di perusahaan.
Jika seseorang bekerja di lingkungan bising, maka akan mengalami penurunan daya dengar. Penurunan ini dapat terjadi selama beberapa menit, beberapa jam atau beberapa
hari Penurunan ini bersifat sementara
(Temporary Treshold shift ) Faktor-faktor
yang mempengaruhi ketulian sementara
antara lain tingginya intensitas bunyi, lama pemaparan jenis kebisingan dan kepekaan individu. Ketulian dapat dipulihkan kembali dengan memberikan istirahat yang cukup pada telinga.
Pemaparan yang terus menerus berlangsung pada intensitas yang tinggi maka akan menyebabkan penurunan pendegaran secara
menetap. Penurunan pendengaran ini
disebabkan karena destruksi sel-sel rambut yang terdapat pada koklea.
2.2.7 Pengendalian Kebisingan
Kebisingan dapat menimbulkan gangguan bila tidak ditangani dengan baik. Sehubungan dengan itu perlu
dibuat program pengedalian kebisingan yang
komprehensif menurut Suma'mur, pengendalian
kebisingan itu antara lain:
a. Pengurangan kebisingan
Pengalaman menekankan bahwa modifikasi
mesin atau bangunan untuk maksud
pengurangan kebisingan adalah sangat mahal dan kurang efektif maka dari itu perencanaan sejak semula adalah paling utama menurut Mukono pengawasan kebisingan dapat berupa kegiatan sebagai berikut pemeriksaan kebisingan secara berkala baik di lapangan maupun di laboratorium, menganalisis hasil pemeriksaan merumuskan saran dan pemecahan masalah berdasarkan pemeriksaan dan analisis hasil
b. Penempatan penghalang pada jalan transmisi
Isolasi mesin adalah usaha yang baik
mengurangi kebisingan Untuk itu perencanaan harus sempurna dan bahan-bahan yang dipakai harus mampu menyerap suara. Bahan-bahan
penutup harus dibuat cukup berat dan lapisan dari bahan yang menyerap suara.
c. Proteksi dengan sumbat atau tutup telinga.
Tutup telinga biasanya lebih efektif dari
penyumbat telinga. Alat ini dapat mengurangi intensitas kebisingan sekitar 20-25 dB(A). Harus diusahakan perbaikan komunikasi sebagai akibat
pemakaian alat-alat ini. Menurut Mukono,
pencegahan terjadinya efek kebisingan dapal
dilakukan dengan melaksanakan beberapa
kegiatan sebagai berikut; melakukan pemantulan paparan bising, melakukan control terhadap
aspek teknis, mengealuasi efek kebisingan
dengan audiometer, menggunakan alat proteksi
diri, memberikan motivasi dan pendidikan
kesehatan serta melakukan evaluasi dan audit program.
3. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari 2007 sampai dengan bulan Juni 2007. Penelitian ini dilakukan di Politeknik Negeri Padang Jurusan Teknik mesin
3.2 Alat Penelitian
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah:
3.2.1 Sound Level Meter
Alat yang digunakan untuk pengambilan data
kebisingan di lokasi penelitian dengan satuan dB(A). Pencatatan hasil pembahasan dilakukan pada sehelai form khusus yang terdiri dari 10 kolom dan 12 baris sehingga isian tersebut berjumlah 120 data seperti pada ”Gambar (1)”. Setiap sel pada saat pengisian membutuhkan waktu 4 detik untuk baca tulis.
3.2.2 Kuisioner
Kuisioner diberikan kepada mahasiswa Politeknik Negeri Padang Jurusan Teknik Mesin. Kuisioner disusun berdasarkan kusioner yang sudah baku diperoleh dari Departemen Kesehatan RI sehingga terjamin validitas dan rehalibilitasnya untuk item
pertanyaan kuisioner yang disusun disesuaikan
dengan keperluan penelitian. Aspek dalam
penyusunan kuisioner adalah
a. Gangguan Fisiologis.
b. Gangguan Psikologis.
c. Gangguan Komunikasi.
d. Gangguan Pendengaran
Adapun bentuk kuisioner adalah berstruktur yang mencakup pertanyaan dengan jawab ya atau tidak.
Gambar 1 Denah pengambilan data pegujian
3.3 Metode Penelitian
Metode penelitian yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah:
a. Menyiapkan semua alat kelengkapan alat-alat
tulis dan format yang diperlukan, yang
digunakan untuk pencatatan data.
g. Menentukan titik sampling bebas dari gangguan
magnet, getaran atau faktor lain yang
memungkinkan mengganggu kerja alat ukur. Dalam menentukan titik sampling pada suatu lokasi harus diperhatikan antara lain sumber bising dari garls lurus yang ditempati oleh sumber bising.
b. Dipersiapkan alat ukur sound level meter yakni
dengan memasang baterai pada tempatnya,
baterai dicek, dilakuakan kalibrasi dan mengatur selektor untuk menentukan fast atau slow, dimana fast untuk mengukur suara kontinu dan slow untuk mengukur suara terputus-putus.
c. Meletakkan mikrofon sound level meter setinggi
lebih kurang 1 meter di atas permukaan tanah, menghadap sumber bising pada titik sampling yang sudah ditentukan.
d. Melakukan pengukuran, membaca hasil
pengukuran dan mencatat pada format
pencatatan Jarak setiap pengukuran adalah 4
detik dan dilakukan selama 10 menit.
Pengukuran pada titik sampling dilakukan 3 orang yaitu orang pertama bertugas menentukan waktu, orang kedua bertugas membaca hasil pengukuran dan orang ketiga bertugas mencatat hasil pengukuran. Setelah seluruh pengukuran selesai dilakukan tabulasi hasil pengukuran.
3.4 Data Penelitian
a. Data Primer
Data Primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah data yang langsung dikumpulkan pada waktu penelitian yaitu berupa data pengukuran intensitas kebisingan dengan menggunakan alat Sound level
Meter dan data yang dikumpulkan dari hasil kuisioner yang dibagikan pada mahasiswa.
b. Data sekunder
Data sekunder berupa sejarah, proses belajar
mengajar, jumlah mahasiswa dan lain sebagainya.
3.5 Metode Analisis
Sebelum data dianalisis, terlebih dahulu dilakukan tahapan-tahapan dari data yang diperoleh sehingga
memenuhi syarat untuk dianalisis. Data yang
diperoleh dari penelitian ini diolah dengan
tahapan-tahapan sehagai berikut
a. Editing
Kegiatan ini dilakukan melalui pengecekan isian formulir atau kuisioner apakah semua sudah lengkap. Kegiatan editing dilaksanakan di lapangan
b. Coding
Kegiatan ini merupakan upaya untuk merubah data bentuk huruf menjadi data berbentuk angka atau hilangan sehingga mempercepat saat entry data.
c. Entry
Setelah tahapan editing dan coding dilakukan dengan benar, maka selanjutnya memasukkan data ke dalam master tabel agar dapat dianalisis. d. Cleaning
Kegiatan ini merupakan pengecekan kembali data yang sudah dimasukkan ke dalam master tabel apakah ada kesalahan atau tidak.
Analisis data dilakukan adalah Analisis data
univarian yang disajikan dalam bentuk tabel
distributive frekuensi untuk melihat intensitas
kebisingan pada bengkel Jurusan Teknik Mesin
dibandingkan dengan nilai ambang batas yang telah ditetapkan Analisis ini bertujuan untuk mengetahui persentase dari variabel-variabel yang ada.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengukuran Intensitas Kebisingan
Pengukuran intensitas kebisingan ini dilakukan pada dua puluh lima titik pengukuran. Waktu pengukuran dilakukan pada waktu pagi hari dan siang hari, karena sesuai jadwal praktek mahasiswa. Mahasiswa melaksanakari praktek dalam satu job pada pagi hari dan siang hari. Pengukuran dilakukan sebanyak tujuh kali dalam satu kurun waktu, kemudian diambil rata-ratanya. Hasil pengukuran dapat dilihat pada ”gambar (2)”.
Gambar 2 Hasil pengukuran pengujian
”Gambar (2)”, dapat dilihat bahwa rata-rata intensitas
tertinggi untuk pagi 101,5dB(A) dan terendah
93,9dB(A), dan intensitas tertinggi untuk siang adalah 102,5 dB(A) dan terendah 95,3dB(A).
Dari uraian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa intensitas, kebisingan pada Jurusan Teknik Mesin Politeknik Negeri Padang, telah melebihi nilai ambang batas yang ditetapkan oleh Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 51/Men/1999 yaitu 88 dB(A) dan juga telah melebihi baku mutu tingkat kebisingan untuk lingkungan pendidikan yaitu 55 dB(A). Dari data pengujian diperoleh semakin jauh
titik pengukuran dari sumber kebisingan
intensitasnya semakin rendah.
4.3 Gangguan Fisiologis
Berdasarkan kuisioner yang diberikan kepada lima puluh mahasiswa dengan sembilan jenis keluhan maka diperoleh data seperti ”Gambar (2)”.
Gambar 3 Distribusi frekwensi gangguan fisiolgis berdasarkan keluhan mahasiswa
Dari ”Gambar (3)” , dapat dilihat bahwa mahasiswa yang melakukan praktek pada Bengkel Teknik Mesin Politeknik Negeri Padang mengalami keluhan paling banyak yaitu sering merasakan sakit kepala.
4.4 Gangguan Psikologis
Untuk mengetahui gangguan psikologis dilakukan pengambilan data melalui kuisioner yang juga terdiri dari sembilan pertanyaan, berikut hasil kuisioncr dapat dilihat pada ”Gambar (4)”.
Gambar 4 Distribusi gangguan psikologi berdasarkan keluhan mahasiswa.
Dari ”Gambar (4)” dapat dilihat bahwa mahasiswa
yang melakukan praktek pada bengkel Mesin
mengalami keluhan paling banyak yaitu kurang konsentrasi dalam melaksanakan praktek karena adanya suara bising.
4.5 Gangguan Komunikasi
Untuk memperoleh data tentang gangguan
komonikasi dilakukan pengambilan data melalui kuisioner dengan enam jenis keluhan. Adapun datanya dapat dilihat pada ”Gambar (5)”
Gambar 5 Distribusi frekwensi gangguan komonikasi berdasarkan keluhan mahasiswa
Dari ”Gambar (5)” dapat dilihat bahwa mahasiswa
mengalami keluhan paling banyak yaitu
berkomonikasi dengan sesama mahasiswa berteriak.
4.6 Gangguan Pendengaran
Untuk memperoleh data gangguan pendengaran yang dipengaruhi akibat kebisingan berdasarkan keluhan mahasiswa Politeknik Negeri Padang dapat dilihat pada ”Gambar (6)” yaitu mahasiswa mengalami keluhan paling banyak yaitu telinga sering tersumbat.
Gambar 6 Distribusi frekwensi gangguan pendengaran berdasarkan keluhan mahasiswa
4.7 Pembahasan
4.7.1 Intensitas Kebisingan
Darl hasil pengukuran intensitas kebisingan pada Bengkel Mesin Jurusan Teknik Mesin Politeknik Negeri Padang dengan menggunakan Sound Level
Meter pada dua puluh lima titik pengukuran, dapat
dilihat bahwa intensitasnya telah melebihi nilai ambang batas yang ditetapkan untuk tempat bekerja
melaksanakan praktek Bengkel sesuai dengan
Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 5 1 /Men/ 1999 yaitu 88 dB(A), dan juga telah melebihi baku mutu tingkat kebisingan untuk lingkungan sekolah yaitu 55 dB(A).
Faktor utama penyebab tingginya intensitas
kebisingan yaitu mesin-mesin yang digunakan sejak tahun 1987, berarti telah dipergunakan lebih kurang
selama 20 tahun. Walaupun selama ini telah
dilakukan upaya pengendalian terhadap mesin-mesin agar tidak menimbulkan suara bising tersebut dengan cara perawatan berupa pemberian pelumas dan penggantian suku cadang, tetapi hal tersebut tidak mampu menekan kebisingan lingkungan.
Kebisingan dapat menimbulkan gangguan bila tidak ditanggapi dengan serius. Menurut Permenkes No.
718/Men.Kes/per/XI/1978, yang disebut dengan
kebisingan adalah terjadinya bunyi yang tidak
dikehendaki sehingga mengganggu dan atau
membahayakan kesehatan. Sehubungan dengan itu perlu dibuat program pengendalian kebisingan yang komprehensif. Program ini dikenal dengan Program Konservasi Pendengaran atau Hearing Conservation
Program. Karena sangat pentingnya program ini,
diperlukan penanganan yang benar-benar terencana dengan baik. Program ini mencipakan salah satu jawaban atas tuntutan mahasiswa tersebut.
Menurut Encyclopedia of Occupational Health and
safety, ada lima komponen dasar di dalam Program
Konservasi Pendengaran yaitu:
a. Survei paparan bising.
Survei paparan bising dilakukan dengan
mengadakan pemantauan kebisingan
dilingkungan kerja dan pemantauan kebisingan
terhadap individual kerja. Pemantauan ini
dimaksudkan untuk mengetahui secara kuantitas
dan kualitas paparan bising yang dapat
mempengaruhi mahasiswa yang bekerja pada
bengkel. Untuk itu dilakukan pegukuran
intensitas kebisingan pada lokasi tertentu dengan menggunakan Sound Level Meter. 'I'ujuan lain
survey paparan bising adalah untuk
mengevaluasi kondisi lingkungan keria,
mendapatkan data lingkungan kerja dan
mendapatkan noise contour. Selain itu juga untuk mengetahui apakah di lingkungan kerja ditemukan adanya sumber bising yang melebihi nilai ambang batas, sehinga dapat menentukan apakah di tempat tersebut perlu mengikuti
program konservasi pendengaran dan
menetapkan daerah kerja yang memerlukan alat pelindung pendengaran dan menilai kualitas
bising untuk kepentingan pengendalian
kebisingan.
b. Pengendalian bising secara administratif dan
engineering.
Pengendalian kebisingan dapat mengurangi
paparan bising ke tingkat yang aman. Dari hasil survey paparan bising dapat di tarik kesimpulan
tentang upaya pengendalian yang dapat
dilakukan secara administratif dan engineering. Dengan kedua upaya tersebut dapat mengurangi intensitas bising, mengurangi paparan bising terhadap mahasiswa atau sekurang-kurangnya mengurangi gangguan komunikasi mahasiswa akibat bising di lingkungan tempat praktek.
Pengendalian bising secara administratif
meliputi membatasi waktu paparan, rotasi kerja,
penggantian mesin dan program perbaikan
peralatan secara teratur. Pengendalian bising secara engineering adalah dengan modifikasi
sumber kebisingan dengan menggunakan
peredam dan mengisolasi sumber kebisingan. Dalam hal ini Bengkel Mesin Jurusan Teknik
Mesin Politeknik Negeri Padang hanya
rnelaksanakan pengendalian bising secara
administratif yaitu program perbaikan peralatan secara teratur dan berkala.
c. Pelatihan dan motivasi
Membangkitkan kesadaran mahasiswa agar ikut aktif berpatisipasi dalam program konservasi pendengaran, bukanlah hal yang mudah, apalagi
tanpa dukungan dari manajemen, sehingga
pelatihan dan motivasi tidak saja untuk
mahasiswa tetapi juga untuk para staf pengajar
yang membimbing mahasiswa praktek di
bengkel. Apabila mahasiswa tidak rnengerti dan tidak mengetahui manfaat program ini, maka jangan diharapkan program ini akan mendapat dukungan dari mahasiswa, bahkan program ini dipastikan akan mengalami kegagalan.
d. Perlindungan pendengaran
Jika pengendalian secara administratif dan
enggineering tidak cukup mengatasi
permasalahan kebisingan, maka penggunaan alat pelindung pendengaran perlu dianjurkan. Ada dua jenis alat pelindung pendengaran yang banyak digunakan dewasa ini yaitu ear muff dan
ear plug. Mahasiswa yang bekerja pada bengkel
berkewajiban melengkapi dengan alat
pelindung pendengaran. Reaksi mahasiswa
terhadap pemakaian alat pelindung berbeda satu sama lainnya. Staf pengajar beserta jajaran pimpinan seyogianya terlibat dalam prograrn ini
dengan menggunakan alat pelindung
pendengaran secara efektif.
e. Program Audiometri
Penilaian audiometri merupakan hal yang sangat penting dilakukan untuk mensukseskan program
konservasi pendengaran. Untuk mencegah
gangguan pendengaran akibat bising di
tempat kerja, maka penilaian audiometri harus
dilaksanakan secara teratur dan
sungguh-sungguh. Program ini adalah bahagian yang paling penting dalam upaya perlindungan terhadap kebisingan. Dalam hal ini mahasiswa belum melaksanakan program audiometri ini.
4.7.2 Gangguan Fisiologis
Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa
gangguan fisiologis yang terjadi antara lain
merasakan pusing, cepat lelah, sakit kepala, kurang nafsu makan, dada berdebar-debar, peningkatan tekanan darah, rnual, denyut jantung terasa cepat dan sesak nafas. Dari hasil penelitian gangguan fisiologis mahasiswa didapatkan keluhan yang paling banyak terjadi yaitu merasakan sakit kepala sebanyak 43
responden (86%). Gangguan fisiologis sedang
sebanyak 26 orang (52%). Efek fisiologis dari kebisingan intensitas yang tinggi dapat menyebabkan timbuinya rasa mual dan pusing. Kebisingan dapat mempercepat kelelahan dan mempengaruhi tekanan darah, adanya keluhan sakit kepala, denyut jantung terasa cepat, sesak nafas dan kurang nafsu makan menggambarkan betapa tingginya kepekaan syaraf otonom dalam bereaksi.
4.7.3 Gangguan Psikologis
Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa
gangguan psikologis yang terjadi antara lain mudah tersinggung, cepat emosi, konsetrasi dalam belajar terganggu dan stress. Dari hasil penelitian gangguan psikologis yang terjadi pada mahasiswa di dapatkan bahwa keluhan yang paling banyak terjadi yaitu kurang konsentrasi dalam bekeja sebanyak 40 responden (80%). Gangguan psikologis mahasiswa adalah gangguan psikologis sedang. Menurut Bell
dan Bridger, bising adalah suara yang tidak
dikehendaki. Oleh karena itu sifatnya subjektif
karena sangat tergantung pada orang yang
bersangkutan dan karena sifatnya yang mengganggu secara psikologis kebisingan dapat menimbulkan stress. Menurut Bell ada beberapi jenis kebisingan yang dapat menimbulkan reaksi emosional pada seseorang antara lain:
a. Makin tinggi intensitas bising, maka orang
semakin terganggu oleh bising tersebut.
b. Bising yang tidak biasa di dengar akan
mengganggu dari pada bising yang telah biasa di dengar.
c. Pengalaman masa lalu dengan bunyi tertentu
akan nenentukan bentuk reaksi emosional, seperti bunyi sirine.
d. Sikap pribadi terhadap sumber bising.
4.7.4 Gangguan Komunikasi
Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa
gangguan komunikasi yang terjadi antara lain
berbicara pada tempat kerja dengan cara berteriak, sukar untuk mendengar atau menangkap pembicaraan
orang lain. Dari hasil penelitian gangguan
komunikasi mahasiswa di dapatkan bahwa keluhan yang paling banyak terjadi yaitu berbicara di tempat keja dengan cara berteriak sebanyak 44 orang (88%). Adanya keluhan sukar menangkap pembicaraan orang lain di tempat kerja yang bising disebabkan oleh kebisingan yang melatar belakangi mahasiswa tersebut jauh lebih tinggi intensitas kebisingannya dari pada intensitas bunyi yang digunakan dalam percakapan keras yaitu 65-75 dB(A).
Agar pembicaraan dapat dimengerti dalam
lingkungan bising, maka. pembicaraan harus
diperkeras dan harus dalam kata dan bahasa yang dimengerti oleh penerima. Gangguan komunikasi secara tidak langsung akan mengakibatkan bahaya
terhadap keselamatan mahasiswa, karena tidak
mendengar teriakan atau syarat tanda bahaya
4.7.5 Gangguan Pendengaran
Gangguan pendengaran mahasiswa diperoleh
keluhan yang paling banyak yaitu sering merasakan telinga tersumbat sebanyak 42 responden (84%). Pengaruh kebisingan di tempat kerja yang paling penting adalah pendengaran. menurut Keputusan
Menteri Tenaga Kerja Nomor 51/Men/1999
kebisingan adalah semua suara yang tidak
dikehendaki yang bersumber dari alat-alat produksi
atau alat kerja yang pada tingkat itu dapat
menimbulkan gangguan pendengaran.
Setelah seseorang terpapar kebisingan dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan menurunnya pendengaran sementara yang masih dapat pulih kembali. Menurut Suma'mur faktor-faktor yang mempengaruhi penurunan pendengaran akibat kerja adalah:
a. intensitas suara
b. lama paparan
c. kerentanan individu
Keluhan telinga terasa berdenging disebabkan oleh meningkatnya getaran sel rambut pada organ corti terhadap suara. Keluhan ini merupakan suatu isyarat bagi mahasiswa bahwa telinga tidak dapat lagi menyesuaikan diri dengan baik terhadap intensitas
bunyi. Telinga tersumbat merupakan ketulian
sementara. Dengan menghindari pemaparan lebih lanjut untuk suatu waktu tertentu, maka daya dengar kembali pada keadaan semula.
Gangguan terhadap indera pendengaran yang
disebabkan pemaparan kebisingan di tempat kerja
dapat bersifat sementara dan tetap. Gangguan
pendengaran yang bersifat sementara, bila kepada mahasiswa diberikan waktu istirahat yang cukup, maka daya dengarnya kembali pulih. Perkembangan teknologi telah memberikan kontribusi yang banyak
terhadap proses produksi, juga memberikan
kemudahan bagi mahasiswa. Namun tidak dapat dipungkiri adanya dampak negatif berupa bahaya yang dapat menimbulkan kerugian bagi mahasiswa.
Apabila keluhan dari mahasiswa ini dibiarkan
berlarut-larut maka nantinya akan menimbulkan kerugian baik kepada mahasiswa. Pada mahasiswa
dapat menimbulkan penyakit yang dapat
membahayakan kesehatan.
5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan
1. Kebisingan yang ada pada bengkel Jurusan
Teknik Mesin Politeknik Negeri Padang adalah
kebisingan kontinyu yang berasal dari
mesin-mesin yang ada untuk praktek
mahasiswa. Untuk mengatasinya dilakukan
penggunakan peredam dan mengisolasi sumber kebisingan.
2. Mahasiswa mengalami gangguan fisiologis
akan mengalami keluhan rasa sakit kepala.
3. Gangguan psikologis pada mahasiswa adalah
terjadinya kurang konsentrasi dalam
melaksanakan praktek karena adanya suara bising.
4. Gangguan komunikasi pada mahasiswa adalah
gangguan komunikasi sedang dengan keluhan paling banyak yaitu berkomunikasi dengan sesama mahasiswa adalah dengan berteriak.
5. Gangguan pendengaran mahasiswa didapati
gangguan pendengaran sedang dengan keluhan paling banyak terjadi yaitu telinga sering terasa tersumbat.
5.2 Saran
1. Perlu pengawasan dari pihak staf pegajar dan
pimpinan politeknik tentang pentingnya
penggunaan alat pelindungan telingga sehingga mahasiswa terhindar dari ketulian.
2. Perlu adanya pemeriksaan kesehatan secara
rutin dan berkala bagi mahasiswa yang bekerja dibengkel.
PUSTAKA
1. Giancoli.. Fisika. Jakarta : Erlangga. 2001.
2. Kumar, D.A., Enviromental Chemistry. New
Delhi : Willey and Sons,1979.
3. Gabriel, J.F.. Fisika Lingkungan. Jakarta :
EGC, 1999.
4. Suma'mur, P.K., Hygiene Perusahaan dan
Kesehatan Kerja. Jakarta Gunung Agung. 1994
5. Soeripto, Berbagai Penyakil yang ditlimbulkan
Akibat Kerja. Jakarta. 1996.
6. A.T. Sastrawijava, Pencemaran Lingkungan.
Surabaya: Rineka Cipta, 2000.
7. Bapedal, Himpunan Peraturan tentang Pengendalian Dampak Lingkungan. Jakarta:
Badan Pengendalian Dampak Lingkungan.
1997.
8. Boeker and Grondelle, Envoromental.
England: Van Nostrand Reinhold Company. 1995.
9. Cunnif, P. F., Enviromental Noise Pollution.
New York: Jhon Wiley and Soils. 1990.
10. Gempur Santoso, Manajemen Keselamatan
dan kesehatan kerja. Jakarta Prestasi Pustaka.
11. J. Mukono, Prinsip Dasar Kesehatan Lingkungan Surabaya : Airlangga University Press. 2000.
12. Kiely, Gerard, Envoromental Engineering
England McGraw Hill. 1997
13. Lea Prasetyo, Akustik Lingkungan. Jakarta. : Erlanga. 1990
14. Mathews, Jhon, Health and Safety at Work. London Pluto Press. 1990.
15. Nathanson, J. A., Basic Enviromental
Techology. USA : Prentice Hall 2003.
16. Peton, H.K., Noise Control Management. New York Van Nostrand Reinhold. 1993.
17. Sumadi Suryabrata,. Metodologi Penelitian. Jakarta : Raja Grafindo Persada. 2000.
18. Wisnu Arya Wardan, Dampak Pencemaran
Lingkungan. Yogyakarta : Andi Offiset, 1995.
19. Wentz, C.A., Safety Health and Enviromental
Protection. U SA : McGraw Hll, 1998.