• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ahmad Amiruddin, Rosa Agustina, Ahmad Budi Cahyono. Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 16424, Indonesia. Abstrak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Ahmad Amiruddin, Rosa Agustina, Ahmad Budi Cahyono. Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 16424, Indonesia. Abstrak"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

Tanggung Gugat Majikan dan Orang yang Memberi Perintah Kerja Atas

Perbuatan Melawan Hukum Bawahannya (Studi Kasus: Putusan Mahkamah

Agung No. 1807 K/Pdt/2006)

Ahmad Amiruddin, Rosa Agustina, Ahmad Budi Cahyono

Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 16424, Indonesia

E-mail: ahmadamiruddin@hotmail.co.id  

Abstrak

Dalam konsep tanggung gugat majikan atau atasan, majikan bertanggung jawab atas kerugian yang ditimbulkan oleh bawahannya. Hanya saja, belum terdapat kejelasan mengenai cara menarik pertanggungjawaban dua orang atasan terhadap kesalahan bawahannya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dasar-dasar apa yang tepat digunakan menuntut pertanggungjawaban pelaku perbuatan melawan hukum (PMH) beserta para atasannya. Penelitian ini dilakukan dengan metode yuridis normatif yang objek penelitiannya adalah sebuah putusan Mahkamah Agung. Pertanggungjawaban para atasan ialah tergantung dari perannya masing-masing. Hal tersebut dapat dilihat berdasarkan profijt theorie atau apakah ia mendapatkan keuntungan dari perbuatan si pelaku PMH (bawahan), gevaarzetting theorie atau apakah ia meminta bantuan kepada pelaku PMH untuk mengerjakan sesuatu, atau cukup dengan adanya hubungan antara hubungan antara kesalahan dan pekerjaan bawahan walaupun tanpa adanya instruksi kerja kepada bawahan. Dalam kasus yang menjadi objek penelitian, Tergugat I bertanggung jawab selaku pelaku PMH, kemudian Tergugat II bertanggung jawab atas dasar profijt theorie serta karena adanya hubungan antara kesalahan dan pekerjaan Tergugat I, dan Edward bertanggung jawab berdasarkan gevaarzetting theorie dan karena perannya sebagai pemberi instruksi kerja.

Liability of Superior and Work Instructor for the Tort of Their Subordinate (Study

Case: Award of the Mahkamah Agung Number 1807 K/Pdt/2006)

Abstract

Within vicarious liability, an employer or superior is vicariously liable for the tort of his subordinate. Furthermore, there needs to be an assertion on what are the prominent considerations in the case of more than one superior. The purpose of this study is to identify the considerations to strive for superiors liability over the tort of their subordinate. This research was conducted through legal normative approach with an award of the Mahkamah Agung as the primary data. Superiors liability can be based on the role each of them invest in, that can be considered from profijt theorie, gevaarzetting theorie, or from the relation between the tort and the work of the subordinate even without any instruction from any superior. The result is that the primary defendant is liable for his own tort, the secondary defendant is held liable for profijt theorie and the relation between the tort and the work of the primary defendant, and another party namely Edward, may also be held liable because of gevaarzetting theorie also since his role is as the work instructor to the primary defendant.

Keywords: tort, respondeat superior, Article 1367 Paragraph 3 of the Indonesian Civil Code

(2)

Dalam Pasal 1365 sampai dengan Pasal 1380 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) tidak hanya diatur mengenai perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh pelaku, tetapi juga salah satunya adalah mengenai tanggung jawab seseorang atas perbuatan (melawan hukum) yang dilakukan oleh orang-orang yang menjadi tanggungannya Pertanggungjawaban perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh orang lain yang berada di bawah tanggungannya, dikenal dengan istilah tanggung gugat atau vicarious liability. Teori tanggung gugat merupakan teori untuk menemukan siapa yang harus bertanggung jawab (menerima gugatan) atas suatu perbuatan melawan hukum. Pada umumnya, pihak yang menerima gugatan atas suatu perbuatan melawan hukum, ialah pelaku. Namun, bisa juga apabila pada contohnya, A melakukan perbuatan melawan hukum, akan tetapi tidak hanya A yang bertanggung jawab, B yang mana tidak melakukan perbuatan melawan hukum, juga dapat turut bertanggung jawab.

Fokus penelitian ini ialah mengenai tanggung gugat atasan atau majikan. Tanggung gugat atasan diatur dalam Pasal 1367 ayat 3 KUHPerdata yang berbunyi:

“majikan dan orang yang mengangkat orang lain untuk mewakili urusan-urusan mereka, bertanggung jawab atas kerugian yang disebabkan oleh pelayan atau bawahan merek dalam

melakukan pekerjaan yang ditugaskan pada orang-orang itu”

Berdasarkan bunyi pasal tersebut, dapat diketahui bahwa tanggung gugat berlaku apabila ketika bawahan sedang melaksanakan pekerjaannya, ia melakukan perbuatan melawan hukum sehingga atasannya menjadi ikut bertanggung jawab. Hanya saja, belum terdapat kejelasan dalam hal ada dua atasan dan seorang bawahan. Lebih khususnya, perlu ada kejelasan mengenai atasan yang berperan seperti apakah yang perlu untuk turut bertanggung jawab.

Pada tahun 2004, di daerah Pematangsiantar, Sumatera Utara, terjadi kecelakaan yang melibatkan dua buah mobil barang. Mobil barang milik Ali Supanto, S.E. (Penggugat) yang sedang menepi, ditabrak oleh mobil barang yang dikendarai oleh Hiras Siregar (Tergugat I). Selain mengajukan gugatan terhadap Tergugat I yang merupakan seorang supir, Penggugat juga mengajukan gugatan terhadap Halomoan Saragih (Tergugat II) yang merupakan pemilik mobil barang yang menabrak dan sekaligus majikan dari Tergugat I. Dalam eksepsi, ternyata, Tergugat I tidak memiliki ikatan kerja dengan Tergugat II. Hal ini dikarenakan Tergugat, dalam menjalankan usahanya,

(3)

menggunakan Edward Rajagukguk sebagai supir borongan dengan pembagian dibagi dua: kapasitas Tergugat I sebagai supir II adalah sebagai pembantu supir I, yaitu Edward Rajagukguk. Akan tetapi, dalam putusannya, Pengadilan Negeri Pematangsiantar dan Mahkamah Agung, hanya menghukum Tergugat I selaku pelaku perbuatan melawan hukum dan Tergugat II selaku majikan dari Tergugat I, tanpa melibatkan Edward Rajagukguk untuk ikut serta bertanggung jawab.

Dapat kita lihat bahwa hal yang menjadi masalah dalam kasus ini adalah adanya indikasi bahwa seorang bawahan yang memiliki dua atasan, yaitu ada majikan dan ada orang yang memberi perintah kerja. Dengan begitu, perlu ada kejelasan mengenai siapa sajakah yang dapat diminta pertanggungjawaban dengan berdasarkan Pasal 1367 ayat 3 KUHPerdata.

Untuk membahas mengenai tanggung gugat atasan, terdapat dua rumusan masalah yang relevan untuk dikaji lebih lanjut:

1. Bagaimanakah penguraian unsur-unsur Pasal 1367 ayat 3 KUHPerdata mengenai tanggung jawab majikan terhadap perbuatan melawan hukum bawahannya?

2. Siapa sajakah pihak yang seharusnya bertanggung jawab untuk mengganti kerugian yang dialami oleh Penggugat dalam kasus pada putusan Mahkamah Agung No. 1807 K/Pdt/2006?

Tujuan dari penelitian ini ialah untuk mengetahui unsur-unsur Pasal 1367 ayat 3 KUHPerdata yang digunakan untuk memperjelas hubungan antara pelaku perbuatan melawan hukum dengan atasannya. Selain itu, apabila dihubungkan dengan kasus tersebut, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pihak-pihak yang perlu untuk turut bertanggung jawab terhadap kerugian yang dialami oleh penggugat.

Tinjauan Teoritis

A. Perbuatan Melawan Hukum

Terdapat beberapa unsur yang erat kaitannya dengan perbuatan melawan hukum: 1. Perbuatan

(4)

Perbuatan dapat dibagi ke dalam perbuatan secara positif dan secara negatif. Perbuatan secara positif ialah ketika seseorang bertingkah laku, hal itu membuat orang lain mengalami kerugian. Sedangkan, perbuatan secara negatif ialah dengan tidak berbuat apa pun, hal itu justru memunculkan kerugian pada pihak lain.

2. Melawan Hukum

Perbuatan melawan hukum dalam arti luas, yaitu: a. Melanggar hak subjektif orang lain

Pengertian melanggar hak subjektif orang lain ialah melanggar wewenang khusus yang diberikan oleh hukum kepada seseorang. Yurisprudensi memberi arti hak subjektif sebagai berikut:

1) Hak-hak perorangan seperti kebiasaan, kehormatan, dan nama baik; 2) Hak atas harta kekayaan, hak kebendaan, dan hak mutlak lainnya.

Syarat utama suatu hal dikatakan sebagai sebuah pelanggaran hak subyektif orang lain, ialah adanya pelanggaran terhadap tingkah laku, berdasarkan hukum tertulis maupun tidak tertulis yang seharusnya tidak dilanggar oleh pelaku dan tidak berlandaskan pada alasan pembenar.

b. Bertentangan dengan kewajiban hukum pelaku

Maksud dari kewajiban hukum adalah kewajiban yang berdasarkan hukum, baik tertulis maupun tidak tertulis (termasuk dalam arti ini adalah perbuatan pidana pencurian, penggelapan, penipuan, dan perusakan).

c. Bertentangan dengan kaedah kesusilaan

Hal yang disampaikan oleh moral, adalah bahwa norma-norma merupakan petunjuk bagi manusia untuk menjalani kehidupan di masyarakat. Susila telah merasa puas, apabila manusia sebagai anggota masyarakat berkelakuan baik, tanpa mempedulikan apakah batin manusia itu baik atau jahat. Manusia sebagai makhluk, dipandang berkelakuan baik selama ia patuh dengan segala norma kemasyarakatan. Dapat kita lihat bahwa susila memandang seseorang berkelakuan baik, apabila orang tersebut berperilaku sesuai dengan apa yang diharapkan oleh masyarakat.

d. Bertentangan dengan kepatutan yang berlaku dalam masyarakat terhadap diri sendiri dan orang lain

(5)

Karena manusia memiliki peran dalam kehidupan bermasyarakat, ia harus menjaga kepentingan manusia-manusia dalam ia berperilaku sehari-hari. Hal yang termasuk dalam kategori bertentangan dengan kepatutan, ialah:

1) Perbuatan yang merugikan orang lain tanpa kepentingan yang layak;

2) Perbuatan yang tidak berguna yang menimbulkan bahaya bagi orang lain yang berdasarkan pemikiran yang normal, perlu diperhatikan.

Ada pun menurut Gunawan Widjaja dan Kartini Muljadi, makna “hukum” dalam perbuatan melawan hukum, ialah melawan undang-undang dan melawan atau memperkosa suatu hak hukum milik orang lain secara bertentangan dengan kepatutan atau kesusilaan atau dengan suatu kepantasan dalam masyarakat tanpa memperhatikan kepentingan orang lain.

3. Kerugian

Kerugian yang ditimbulkan oleh perbuatan melawan hukum, dapat berupa kerugian kekayaan atau kerugian yang bersifat idiil. Contoh dari kerugian yang bersifat idiil adalah ketakutan, terkejut, sakit, dan kehilangan kesenangan hidup. Kerugian kekayaan pada umumnya mencakup kerugian yang dialami langsung oleh korban, dan keuntungan yang seharusnya ia peroleh. Kerugian kekayaan dapat dihitung berdasarkan biaya-biaya yang relevan untuk dilakukan ganti rugi karena terdapat harga yang jelas terhadap kekayaan (harta benda).

4. Kesalahan

Kesalahan termasuk ke dalam arti luas dan arti sempit. Kesalahan dalam arti luas, yaitu kesalahan yang disengaja atau yang tidak disengaja (kealpaan). Kesalahan dalam arti sempit, yaitu hanya mencakup kealpaan.

5. Hubungan sebab akibat antara perbuatan melawan hukum dan kerugian

Pada awalnya, teori yang membahas mengenai hubungan kausal, adalah teori condition sine qua non yang dikemukakan oleh Von Buri. Teori ini memandang pada setiap masalah yang menjadi syarat timbulnya suatu akibat, merupakan sebab dari akibat. Setelah teori condition sine qua non, muncul teori adequate dari Von Kries. Teori ini menekankan bahwa perbuatan yang dianggap sebab sebagai sebab dari suatu akibat, merupakan perbuatan yang seimbang dengan akibat yang didasarkan pada perhitungan

(6)

yang layak. Adapun pengertian dari perhitungan yang layak, ialah masalah-masalah yang sudah diketahui atau yang sudah seharusnya diketahui oleh pelaku.

B. Tanggung Gugat Majikan

Terdapat beberapa unsur dalam tanggung gugat majikan yang diatur dalam Pasal 1367 ayat 3 KUHPerdata:

1) Hubungan antara majikan dan bawahan

Orang yang memberi tugas, sekalipun tanpa ada hubungan kerja, bertanggung jawab atas perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh orang yang ia tugaskan tersebut, selama ia berada di bawah pimpinan atau petunjuk dari si pemberi tugas. Selain itu, walaupun tanpa ada instruksi atau perintah, majikan bertanggung jawab terhadap kesalahan bawahannya yang menimbulkan kerugian pada pihak lain, cukup hanya apabila terdapat hubungan antara tingkah laku yang salah oleh bawahannya dan pekerjaan yang harus si bawahan selesaikan. Gevaarzetting theorie dan profijt theorie juga dapat dijadikan acuan dalam hal ini. Berdasarkan gevaarzetting theorie, seseorang yang meminta bantuan kepada pihak lain untuk mengerjakan sesuatu, ikut bertanggung jawab atas kesalahan yang dilakukan oleh pihak lain tersebut. Adapun bantuan atau tugas yang diberikan tersebut, pada dasarnya, mengandung suatu risiko atau bahaya khusus. Kemudian, dengan berlandaskan pada profijt theorie, orang yang mendapatkan keuntungan dari suatu perbuatan yang dilakukan oleh orang lain, ia harus ikut bertanggung jawab atas kerugian yang dapat timbul dari perbuatan tersebut.

Adapun Hoge Raad, dalam putusannya tertanggal 22 Mei 1903, menentukan bahwa “bawahan” ialah mereka yang mempunyai hubungan yang terus-menerus dengan majikannya atau mereka yang berada di bawah pimpinannya atau yang bertindak atas petunjuk-petunjuknya dan tidak bertindak sendiri.

Pasal 1367 ayat 3 KUHPerdata mencakup tanggung jawab majikan untuk perbuatan melawan hukum para pegawainya dalam arti Pasal 1601a KUHPerdata. Termasuk di dalamnya pegawai harian dan pegawai-pegawai yang mempunyai jabatan penting seperti direktur.

(7)

Salah satu unsur yang perlu dipenuhi dalam Pasal 1367 ayat 3 KUHPerdata, ialah adanya suatu kerugian yang diderita oleh pihak lain sebagai akibat dari suatu perbuatan yang dilakukan oleh bawahan. Adapun kerugian yang dimaksud, dapat berupa kerugian materiil maupun kerugian immaterial. Contohnya yaitu seorang supir mobil barang yang menabrak kendaraan orang lain sehingga kendaraan yang ditabrak tersebut mengalami kerusakan seperti kaca pintu yang pecah.

3) Perbuatan yang menyebabkan kerugian, dilakukan dalam lingkup kerja bawahan Suatu kerugian yang dialami oleh pihak lain, merupakan hasil dari perbuatan bawahan yang dilakukan dalam lingkup kerjanya. Lingkup kerja seorang bawahan dapat dilihat dari apa yang diperintahkannya untuk melakukan suatu pekerjaan. Selain itu, Pasal 1367 ayat 3 KUHPerdata mensyaratkan bahwa perbuatan melawan hukum itu dilakukan oleh bawahan dalam waktu jam kerja dan harus terdapat hubungan antara perbuatan tersebut dan tugas yang diberikan kepadanya. Apabila si supir menyimpang dari tugasnya sebagai supir, yaitu misalnya ia menggunakan mobil barang majikannya untuk kepentingan sendiri, majikan menjadi tidak lagi ikut bertanggung jawab terhadap kerugian pada orang lain akibat kesalahan si supir.

Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan penelitian ini adalah yuridis-normatif. Penelitian ini dilakukan dengan berpedoman pada norma yang terdapat peraturan perundang-undangan serta kebiasaan-kebiasaan yang dianut oleh masyarakat. Norma hukum yang menjadi pedoman dalam tulisan ini, ialah KUHPerdata.

Bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan badan hukum tersier. Bahan hukum primer yang digunakan adalah peraturan perundang-undangan Indonesia yang berkaitan dengan penelitian dan penulisan skripsi ini. Bahan hukum sekunder ialah bahan hukum yang menunjang informasi yang berhubungan dengan bahan hukum primer dan implementasinya, serta dapat membantu proses analisis, pemahaman, dan penjelasan dari bahan hukum primer. Bahan hukum sekunder yang digunakan adalah buku,

(8)

jurnal, artikel ilmiah, skripsi, makalah, dan sebagainya. Bahan hukum tersier yang digunakan adalah ensiklopedia hukum.

Penulis menggunakan alat pengumpulan data yang berupa studi dokumen. Melalui studi dokumen, Penulis mampu memberikan kerangka konsep dan teori yang presisi untuk penulisan karya ilmiah ini, serta untuk menyatakan bahwa karya ilmiah ini merupakan suatu hal yang relevan untuk diteliti.

Hasil Penelitian

Penelitian ini menemukan bahwa terdapat tiga unsur dalam tanggung majikan yang diatur dalam Pasal 1367 ayat 3 KUHPerdata, yaitu adanya hubungan atasan dan bawahan, kerugian, dan perbuatan melawan hukum terjadi dalam lingkup kerja bawahan. Adapun hubungan atasan dan bawahan dapat ditinjau dari profijt theorie, gevaarzetting theorie, dan adanya hubungan antara kesalahan dan pekerjaan bawahan baik dengan atau tanpa didasarkan instruksi dari atasan.

Pembahasan

Berikut adalah kasus posisi objek penelitian. Pada tahun 2004, di daerah Pematangsiantar, Sumatera Utara, terjadi kecelakaan yang melibatkan dua buah mobil barang. Mobil barang milik Ali Supanto, S.E. (Penggugat) yang sedang menepi, ditabrak oleh mobil barang yang dikendarai oleh Hiras Siregar (Tergugat I). Atas perbuatannya tersebut, Tergugat I telah diputus bersalah melakukan perbuatan melawan hukum, oleh Pengadilan Negeri Simalungun dalam putusan No.04/Pid.R/2004/PN.Sim. Selain mengajukan gugatan terhadap Tergugat I yang merupakan seorang supir, Penggugat juga mengajukan gugatan terhadap Halomoan Saragih (Tergugat II) yang merupakan pemilik mobil barang yang menabrak dan sekaligus majikan dari Tergugat I. Dalam eksepsi, ternyata, Tergugat I tidak memiliki ikatan kerja dengan Tergugat II. Hal ini dikarenakan Tergugat, dalam menjalankan usahanya, menggunakan Edward Rajagukguk sebagai supir borongan dengan pembagian dibagi dua: kapasitas Tergugat I sebagai supir II adalah sebagai pembantu supir I, yaitu Edward Rajagukguk. Akan tetapi, dalam putusannya, Pengadilan

(9)

Negeri Pematangsiantar dan Mahkamah Agung, hanya menghukum Tergugat I selaku pelaku perbuatan melawan hukum dan Tergugat II selaku majikan dari Tergugat I, tanpa melibatkan Edward Rajagukguk untuk ikut serta bertanggung jawab. Kemudian, berdasarkan keterangan saksi Asden Sinambela dan surat permohonan pinjam pakai mobil barang B 9034 AE yang diajukan oleh Tergugat II, Tergugat II merupakan orang yang mengusahakan mobil barang B 9034 AE.

Pengadilan Negeri Pematangsiantar mengeluarkan putusan yang pada intinya menghukum Tergugat I selaku pelaku perbuatan melawan hukum dan Tergugat II selaku majikan Tergugat I, untuk bertanggung jawab mengganti kerugian yang dialami oleh Penggugat. Dalam tingkat banding, Pengadilan Tinggi Medan memutus bahwa gugatan tidak dapat diterima karena kekurangan pihak. Adapun dalam tingkat kasasi, Mahkamah Agung memutus bahwa Tergugat I selaku pelaku perbuatan melawan hukum dan Tergugat II selaku majikan Tergugat I, bertanggung jawab mengganti kerugian.

Untuk menganalisis kasus tersebut, perlu terlebih dahulu diuraikan unsur-unsur perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Tergugat I:

1) Perbuatan

Hal yang dimaksud dengan perbuatan, ialah perbuatan yang bersifat positif atau negatif. Perbuatan yang bersifat positif, ialah adanya tingkah laku dalam berbuat. Sedangkan, perbuatan yang bersifat negatif, adalah tidak melakukan apa pun. Dalam kasus ini, perbuatan Tergugat I yang menabrak mobil barang milik Penggugat dengan mobil barang milik Tergugat II, merupakan termasuk ke dalam perbuatan yang bersifat positif karena adanya tingkah laku, yaitu menabrak.

2) Melawan Hukum

Terdapat empat hal yang berkaitan dengan unsur melawan hukum. Meskipun demikian, keempat hal tersebut tidak harus dipenuhi karena tujuan dari adanya empat macam hal tersebut, ialah untuk mengakomodasi hal-hal yang tidak diatur secara rinci akan tetapi dapat mungkin timbul di masa depan. Penulis menguraikan keempat macam hal terebut dengan dikaitkan pada kasus ini supaya unsur melawan hukum dapat terpenuhi. Keempat macam hal tersebut antara lain:

(10)

Melanggar hak subyektif orang lain ialah melanggar wewenang khusus yang diberikan oleh hukum kepada seseorang. Yurisprudensi mengategorikan arti hak subyektif, yaitu: hak-hak perorangan seperti nama baik dan kehormatan, serta hak atas harta kekayaan seperti hak kebendaan. Dalam kasus ini, Penggugat memiliki harta kekayaan berupa mobil barang yang mana menjadi rusak karena ditabrak oleh Tergugat I. Dengan begitu, Tergugat I telah melanggar hak subyektif Penggugat, yaitu hak atas harta kekayaan.

b. Bertentangan dengan kewajiban hukum pelaku

Hal yang dimaksud dengan kewajiban hukum pelaku ialah kewajiban yang berdasarkan hukum yang tertulis maupun hukum yang tidak tertulis. Dalam kasus ini, diketahui bahwa Tergugat I telah menabrak mobil barang milik Penggugat. Adapun kewajiban bagi setiap pengendara bermotor ialah mematuhi rambu-rambu lalu lintas yang mana bertujuan untuk membuat tertib jalannya lalu lintas, khususnya ialah mampu mengemudikan kendaraannya dengan wajar. Perbuatan Tergugat I tersebut menunjukkan bahwa ia telah melanggar kewajibannya untuk dapat mengendalikan kendaraannya secara wajar. Hal ini semakin diperkuat dengan putusan Pengadilan Negeri Simalungun No. 04/Pid.R/2004/PN.Sim. yang menentukan bahwa Tergugat I telah mengemudikan kendaraan bermotor di jalan umum dalam keadaan tidak mampu mengemudikan kendaraan dengan wajar. c. Bertentangan dengan kaedah kesusilaan

Menurut Utrecht, kesusilaan ialah semua norma yang ada di masyarakat yang bukan merupakan norma hukum, kebiasaan, atau agama. Apabila hal tersebut dikaitkan dengan kasus ini, perbuatan Tergugat I yang menabrak mobil barang milik Penggugat hingga menyebabkan rusaknya mobil barang tersebut, merupakan hal yang melanggar norma-norma yang ada di masyarakat.

d. Bertentangan dengan kepatutan yang berlaku dalam masyarakat terhadap diri sendiri dan orang lain

Menurut Rachmat Setiawan, terdapat dua perbuatan yang termasuk dalam kategori bertentangan dengan kepatutan, yaitu perbuatan yang merugikan orang lain tanpa kepentingan yang layak dan perbuatan yang tidak berguna yang menimbulkan bahaya bagi orang lain yang berdasarkan pemikiran yang normal.

(11)

Dalam kaitannya dengan kasus ini, perbuatan Tergugat I yang menabrak mobil barang milik Penggugat sehingga mobil barang tersebut menjadi rusak, merupakan perbuatan yang merugikan orang lain yaitu Penggugat. Selain itu, perbuatan tersebut tidak memiliki manfaat dan jelas menimbulkan bahaya yang mana menimbulkan kerugian berupa kerusakan pada mobil barang milik Penggugat tersebut.

3) Kesalahan

Kesalahan termasuk ke dalam arti luas dan arti sempit. Kesalahan dalam arti luas, yaitu kesalahan yang disengaja atau yang tidak disengaja (kealpaan). Kesalahan dalam arti sempit, yaitu hanya mencakup kealpaan. Menurut Vollmar, syarat kesalahan perlu dipahami dalam bentuk obyektif atau subyektif. Maksud dalam bentuk subyektif, ialah sejauh mana pelaku pada umumnya dapat diteliti apakah keadaan jiwanya berada dalam kondisi untuk menyadari maksud dan arti perbuatannya dan apakah si pelaku pada umumnya dapat bertanggung jawab.

Adapun dalam bentuk obyektif, artinya apakah pelaku dapat bertanggung jawab atas kerugian yang seharusnya ia dapat cegah dari perbuatan yang konktrit. Menurut Rosa Agustina, terkait dengan hal tersebut, maka akan timbul schuld (kesalahan) dalam arti konkrit atau arti obyektif, yaitu seharusnya pelaku dapat melakukan hal lain daripada apa yang telah dilakukannya. Dengan begitu, karena pelaku telah melakukan di luar hal yang seharusnya ia lakukan, kesalahan dan melawan hukum dapat dianggap menjadi satu. Apabila dikaitkan dengan kasus tersebut, sesuai dengan pendapat Rosa Agustina tersebut, seharusnya Tergugat I dapat melakukan hal sedemikian rupa sehingga ia tidak menabrak mobil barang milik Penggugat. Dengan kata lain, karena Tergugat I tidak melakukan hal sedemikian rupa sehingga ia menjadi menabrak mobil barang milik Penggugat, dapat dikatakan bahwa ia telah melakukan kesalahan dalam arti obyektif. Dengan demikian, perbuatan Tergugat I tersebut telah memenuhi unsur kesalahan.

4) Kerugian

Berdasarkan Pasal 1365 KUHPerdata, orang yang mengalami kerugian akibat suatu perbuatan melawan hukum, dapat memperoleh ganti rugi dari pelaku. Kerugian tersebut dapat berupa sesuatu yang dapat diukur, yaitu kerugian material, atau sesuatu yang tidak dapat diukur, yaitu kerugian immaterial. Dalam kasus ini, Penggugat mengalami kerugian

(12)

berupa rusaknya mobil barang miliknya yang perlu diperbaiki dengan biaya sebesar Rp 7.800.000,00 dan selama 45 hari mobil barang berada dalam perbaikan sehingga tidak dapat digunakan dan apabila disewakan, Penggugat dapat memperoleh penghasilan sebesar Rp 300.000,00 per hari. Dengan begitu,kerugian Penggugat selama 45 hari ialah Rp 300.000,00 * 45 hari = Rp 13.500.000,00. Adapun total kerugian secara keseluruhan ialah Rp 7.800.000,00 + Rp 13.500.000,00 = Rp 21.300.000,00. Dari keterangan tersebut, Penggugat mengalami kerugian berupa kerusakan yang jumlahnya dapat diukur. Dengan begitu, Penggugat mengalami kerugian materiil.

5) Kausalitas antara Perbuatan dan Kerugian

Tujuan dari perlunya keberadaan kausalitas antara perbuatan dan kerugian, ialah sebagai alat penentu apakah pelaku perbuatan melawan hukum perlu bertanggung jawab atas perbuatannya yang menimbulkan kerugian pada pihak lain. Teori yang dapat digunakan dalam kausalitas, ialah teori adequate dari Von Kries. Von Kries memandang bahwa perbuatan yang dapat dianggap sebagai sebab dari suatu akibat, ialah perbuatan yang seimbang dengan akibat. Berdasarkan teori ini, pelaku perbuatan melawan hukum dapat dituntut pertanggungjawabannya dalam hal seharusnya perbuatannya yang melawan hukum tersebut, dapat diduga bahwa perbuatannya itu akan menimbulkan kerugian. Adapun acuan dalam menentukan perbuatan yang seimbang, adalah perhitungan yang layak.

Apabila dikaitkan dengan kasus ini, perbuatan Tergugat I yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan umum dalam keadaan tidak mampu mengemudikan kendaraan dengan wajar, merupakan penyebab dari timbulnya kerugian yang dialami oleh Penggugat. Tergugat I seharusnya dapat menduga bahwa apabila ia tidak dapat mengemudikan mobil barang B 9034 AE milik Tergugat II dengan wajar, hal itu akan menimbulkan kerugian pada orang lain. Namun, Tergugat II gagal dalam melakukan hal tersebut. Oleh karena itu, dapat dilihat bahwa terdapat kausalitas antara perbuatan Tergugat I yang tidak dapat mengemudikan kendaraannya dengan wajar, dengan kerugian yang dialami oleh Penggugat.

Dengan dipenuhinya unsur-unsur perbuatan melawan hukum tersebut, Tergugat I telah melakukan perbuatan melawan hukum.

(13)

Kemudian, untuk mengetahui pihak-pihak yang perlu bertanggung jawab selain Tergugat I terlebih dahulu perlu diuraikan unsur-unsur Pasal 1367 ayat 3 KUHPerdata:

1) Hubungan atasan dan bawahan

Berdasarkan kasus posisi tersebut, dapat dilihat bahwa Tergugat II merupakan orang yang mengusahakan mobil barang B 9034 AE, kemudian Tergugat I ketika menabrak mobil Penggugat, ia sedang berada dalam tugas yang harus ia selesaikan sebagai supir mobil barang B 9034 AE yang mana ia lakukan untuk kepentingan Tergugat II. Perbuatan Tergugat I yang menabrak mobil milik Penggugat, merupakan perbuatan melawan hukum, dan pekerjaan menyupir mobil barang B 9034 AE, ialah pekerjaan yang harus Tergugat I selesaikan. Dengan begitu, dapat dilihat bahwa terdapat hubungan antara Tergugat II selaku majikan dan Tergugat I sebagai bawahan. Selain itu, berdasarkan profijt theorie, Tergugat II mendapatkan keuntungan dari kegiatan menyupir yang dilakukan oleh Tergugat I. Dengan demikian, berdasarkan profijt theorie, Tergugat II ikut bertanggung jawab terhadap kerugian yang dialami oleh Penggugat tersebut akibat perbuatan Tergugat I.

Di sisi lain, senada dengan gevaarzetting theorie, orang yang memberi perintah kerja kepada orang lain, juga seharusnya ikut bertanggung jawab atas kerugian yang timbul dari perbuatan orang yang ia suruh. Apabila dikaitkan dengan kasus di atas, Edward memiliki peran sebagai orang yang memberi perintah kerja kepada Tergugat I untuk menyupir. Dengan begitu, seharusnya Edward juga ikut dihukum untuk bertanggung jawab.

2) Kerugian

Perbuatan Tergugat I yang menabrak mobil barang milik Penggugat, membawa kerugian kepada Penggugat berupa rusaknya mobil barang tersebut dan mobil barang tersebut tidak dapat digunakan untuk disewa. Adapun total kerugian yang dialami oleh Penggugat berdasarkan putusan Mahkamah Agung adalah sebesar Rp 21.300.000,00.

3) Perbuatan melawan hukum terjadi dalam lingkup kerja bawahan

Ketika Tergugat I menabrak mobil barang milik Penggugat, ia sedang melaksanakan pekerjaannya, yaitu menyupir mobil barang B 9034 AE milik Tergugat II yang mana hal tersebut dilakukan untuk kepentingan usaha atau bisnis dari Tergugat II. Dengan begitu, Tergugat II perlu ikut mempertanggungjawabkan kerugian dari kesalahan yang dilakukan oleh Tergugat I. Selain itu, Tergugat I ketika menabrak mobil barang milik Penggugat

(14)

tersebut, sedang berada dalam lingkup kerjanya sebagai supir yang mana berada di bawah petunjuk dari Edward Rajagukguk sehingga Edward Rajagukguk seharusnya juga ikut dapat diminta pertanggungjawabannya.

Simpulan

1. Penguraian unsur-unsur Pasal 1367 ayat 3 KUHPerdata terdiri adanya hubungan atasan-bawahan, kerugian, dan perbuatan melawan hukum terjadi dalam lingkup kerja bawahan. Adapun hubungan atasan-bawahan dapat didasarkan pada profijt theorie, gevaarzetting theorie, dan cukup dengan adanya hubungan antara kesalahan dan pekerjaan bawahan dengan atau tanpa instruksi kerja dari atasan.

2. Berdasarkan Pasal 1367 ayat 3 KUHPerdata, majikan bertanggungjawab terhadap kerugian akibat perbuatan melawan hukum yang dilakukan bawahannya. Selain itu, orang yang memberi perintah kerja terhadap bawahannya, bertanggung jawab atas kerugian akibat perbuatan melawan hukum yang dilakukan bawahannya. Namun, dalam perkara pada putusan Mahkamah Agung No. 1807 K/Pdt/2006, pihak yang bertanggung jawab selain Tergugat I sebagai pelaku perbuatan melawan hukum, ialah Tergugat II selaku pihak yang mengusahakan mobil dan selaku majikan dari Tergugat I, dengan berdasarkan pada profijt theorie dan karena terdapat hubungan antara kesalahan dan pekerjaan yang harus Tergugat I selesaikan. Adapun Edward Rajagukguk selaku orang yang memberi perintah kerja kepada Tergugat I untuk melaksanakan pekerjaan menyupir, tidak ikut dimintakan pertanggungjawaban. Padahal, dengan berdasarkan gevaarzetting theorie dan peran Edward Rajaguguk sebagai orang yang memberi perintah kerja kepada Tergugat I, ia dapat ikut dituntut untuk bertanggung jawab.

Saran

Penggugat dan majelis hakim sebaiknya terlebih dahulu menguraikan unsur-unsur Pasal 1367 ayat 3 KUHPerdata dengan cermat supaya dapat teridentifikasi peran masing-masing pihak yang ada hubungannya dengan perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh bawahan. Hal tersebut

(15)

dapat memperjelas siapa saja pihak yang perlu bertanggung jawab atas kerugian yang dialami oleh penggugat. Dengan begitu, dapat dituntut pertanggungjawaban terhadap masing-masing pihak yang terkait, sehingga pemenuhan ganti rugi dapat menjadi lebih terjamin.

Daftar Referensi

Buku

Agustina, Rosa. Et al. Hukum Perikatan (Law of Obligations). Bali: Pustaka Larasan, 2012. Agustina, Rosa. (2003). Perbuatan Melawan Hukum. Jakarta, Program Pascasarjana Fakultas

Hukum Universitas Indonesia.

Djojodirdjo, Moegni. (1982). Perbuatan Melawan Hukum. Jakarta, Pradnya Paramita.

Fuady, Munir. (2002). Perbuatan Melawan Hukum: Pendekatan Kontemporer. Jakarta, PT Citra Aditya Bakti.

Hasan, Djuhaendah. (1996/1997). Istilah dan Pengertian Perbuatan Melawan Hukum dalam Laporan Kompendium Bidang Perbuatan Melawan Hukum. Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman RI, 1996/1997.

Mamudji, Sri. Et al. (2005). Metode Penelitian dan Penulisan Hukum (cet. 1). Jakarta, Badan Penerbit FHUI.

Projodikoro, Wirjono. (2000). Perbuatan Melanggar Hukum Dipandang dari Sudut Hukum Perdata. Bandung, CV Mandar Maju.

Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji. (1979). Peranan dan Penggunaan Kepustakaan di dalam Penelitian Hukum. Jakarta: Pusat Dokumentasi UI.

._______. (2003). Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan Singkat) (cet.7). Jakarta, Raja Grafindo Persada.

Widjaja, Gunawan dan Kartini Muljadi. (2002). Perikatan yang Lahir dari Undang-Undang. Jakarta, PT Raja Grafindo.

(16)

Peraturan Perundang-undangan

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek). Diterjemahkan oleh R.Subekti dan R. Tjitrosudibio. (2008). Jakarta, Pradnya Paramita.

Referensi

Dokumen terkait

Akuifer pantai merupakan sumberdaya air tanah yang sangat penting untuk suatu wilayah pemukiman, mulai dari kepentingan pertanian, perikanan, domestik, sosial, industri, komersial

Tindakan apakah yang saudara lakukan jika dilakukan pengembangan obyek wisata di Resort Balik Bukit.. Ikut serta dalam menjaga

Penelitian bertujuan untuk mendeskripsikan kemampuan afektif siswa SMP pada mata pelajaran IPA yang ditinjau dari gaya belajar. Metode penelitian menggunakan penelitian

Rincian Dokumen Pelaksanaan Anggaran Belanja Langsung Program dan Per Kegiatan Satuan Kerja Perangkat Daerah..

mereka.Walaupun pertumbuhan ekonomi Indonesia melemah, tidak menyurutkan niat pemilik perusahaan untuk mencoba berinvestasi baik dalam bentuk tabungan, deposito, saham, atau

Dalam penelitian ini, data perwakilan nasional digunakan untuk: (1) menilai perbedaan demografik, pusat kesehatan, dan hasil kesehatan sementara antara individu

Eluen No 5 yaitu campuran eluen etanol : air : amonia = 2 : 7 : 1 menghasilkan sistem kromatografi dengan menggunakan fase diam ITLC-SA yang memberikan nilai