• Tidak ada hasil yang ditemukan

penampang stratigrafi terukur

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "penampang stratigrafi terukur"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Ilmu stratigrafi muncul di britania raya pada abad ke-19. Perintisnya adalah William Smith. Kala itu diamati bahwa beberapa lapisan tanah muncul pada urutan yang sama (superposisi). Kemudian ditarik kesimpulan bahwa lapisan tanah yang terendah merupakan lapisan yang tertua, dengan beberapa pengecualian. Karena banyak lapisan tanah merupakan kesinambungan yang utuh ke tempat yang berbeda-beda maka, bisa dibuat perbandingan pada sebuah daerah yang luas. Setelah beberapa waktu, dimiliki sebuah sistem umum periode-periode geologi meski belum ada penamaan waktunya

Stratigrafi adalah cabang ilmu geologi yang membahas mengenai distribusi, bentuk, komposisi, dan hubungan antar tubuh batuan, untuk menginterpretasi waktu dan sejarah pembentukannya. Istilah stratigrafi yang tersusun dari 2 suku kata yaitu strati ( stratus) yang artinya perlapisan dan kata grafi (graphic/ graphos) yang artinya gambar atau lukisan, yang awalnya hanya didefinisikan sebagai ilmu pemerian lapisan-lapisan batuan, khususnya pada batuan sedimen. Selanjutnya pengertian stratigrafi bertambah luas hingga melingkupi ketiga jenis batuan penyusun kerak bumi.

Penampang stratigrafi terukur (measured stratigraphic section) adalah suatu penampang atau kolom yang menggambarkan kondisi stratigrafi suatu jalur, yang secara sengaja telah dipilih dan telah diukur untuk mewakili daerah tempat dilakukannya pengukuran tersebut. Jalur yang diukur tersebut dapat meliputi satu formasi batuan atau lebih.

Sebaliknya pengukuran dapat pula dilakukan hanya pada sebagian dari suatu formasi, sehingga hanya meliputi satu atau lebih satuan lithostratigrafi yang lebih kecil dari formasi, misalnya anggota atau bahkan hanya beberapa perlapisan saja

Mengukur suatu penampang stratigrafi dari singkapan mempunyai arti penting dalam penelitian geologi dan pengukuran penampang stratigrafi merupakan salah satu pekerjaan yang biasa dilakukan dalam pemetaan geologi lapangan.

(2)

Pengukuran suatu penampang stratigrafi biasanya dilakukan terhadap singkapan singkapan yang menerus, terutama yang meliputi satu atau lebih satuan satuan stratigrafi yang resmi.

I.2 Maksud dan Tujuan 1.2.1 Maksud

Maksud dilaksanakannya praktikum prinsip stratigrafi acara penampang stratigrafi terukur adalah untuk mengenal dan mengetahui tentang peanampang stratigrafi dan mengetahui tentang hal-hal apa saja yang digambarkan dalam suatu penampang stratigrafi terukur.

1.2.2 Tujuan

Adapun tujuan praktikan mempelajari penampang stratigrafi terukur, yaitu untuk mengetahui hal-hal sebagai berikut:

1. Praktikan dapat memahami apa yang dimaksud penampang stratigrafi terukur. 2. Praktikan dapat menjelaskan rumus ketebalan batuan.

3. Praktikan dapat menjelaskan gambaran perlapisan pada batuan dangambaran bentuk beda tinggi suatu daerah.

I.3 Alat dan Bahan 1.3.1 Alat 1. Atm 2. Mistar 30cm 3. Pensil warna 4. Busur derajat 1.3.2 Bahan 1. Kertas grafik 2x1m

(3)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Pengertian Stratigrafi

Berdasarkan dari asal katanya, stratigrafi tersusun atas 2 kata yaitu, kata

“strati” berasal dari kata “strato” yang artinya perlapisan dan kata “grafi” yang

artinya gambar atau lukisan yang berasal dari kata ‘graphic/graphos”. Dengan semikian Stratigrafi dalam artian sempit dapat dinyatakan sebagai ilmu pemerian lapisan-lapisan batuan. Dalam arti yang lebih luas, yakni stratigrafi dapat didefenisikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang aturan, hubungan dan pembentukan (genesa) macam-macam batuan dialam ruang dan waktu. Oleh karena itu, stratigrafi digunakan sebagai studi mengenai sejarah, komposisi dan umur relativ serta distribusi perlapisan batuan untuk menjelaskan sejarah bumi.

II.2 Penampang Stratigrafi Terukur

Penampang stratigrafi adalah suatu gambaran urutan vertical lapisan-lapisan batuan sedimen pada lintasan batuan yang dipilih, setiap titik dalam urutan stratigrafi mengikuti kaidah hokum superposisi, jadi defenisi dari penampang stratigrafi terukur (measured stratigraphic section) adalah suatu penampang atau kolom yang menggambarkan kondisi stratigrafi suatu jalur, yang secara sengaja telah dipilih dan diukur untukl mewakili daerah tempat dilakukannya pengukuran tersebut. Jalur yang diukur tersebut dapat meliputi satu formasi batuan atau lebih, sebaliknya pengukuran dapat pula dilakukan hanya pada sebagian formasi, sehingga hanya meliputi satu atau lebih satuan lithostratigrafi yang lebih kecil dari formasi, misalnya anggota atau bahkan hanya beberapa perlapisan saja.

Keterangan litologi yang terperici yang menyangkut tentang jenis, macam komponen penyusun, tekstur, kemas, kandungan fosil, struktur sedimen dan lain-lain, sifat geologis dari setiap satuan yang terdapat pada jalur tersebut. Kedudukan dan ketebalan dari setiap litologi yang dijumpai urutan dari semua lithologi yang ada serat jenis hubungan dari satu lithologi yang berdampingan, apakag selaras, tidak selaras, menyisip, selang-seling, bergradasi normal atau terbalik dan sebagainya.

(4)

Pengukuran stratigrafi merupakan salah satu pekerjaan yang biasa dilakukan dalam pemetaan geologi lapangan, adapun pekerjaan pengukuran stratigrafi yang untuk memperoleh gambaran yang terperinci dan hubungan stratigrafi antar setiap perlapisan batuan atau satuan batuan. Ketebalan setiap satuan stratigrafi, sejarah sedimentasi secara vertical dan lingkungan pengendapan dari setiap satuabn batuan. Dilapangan pengukuran lapisan stratigrafi biasanya dilakukan dengan menggunakan tali meteran dan kompas pada singkapan-singkapan yang menerus dalam satuan lintasan. Pengukuran diusahakan tegak lurus dengan jurus perlapisan batuannya. Sehingga koreksi sudut antara jalur pengukuran dan arah jurus perlapisan tidak begitu besar.

II.3 Metoda Pengukuran Stratigrafi

Pengukuran stratigrafi dimaksudkan untuk memperoleh gambaran terperinci urut-urutan perlapisan satuan stratigrafi, ketebalan setiap satuan stratigrafi, hubungan stratigrafi, sejarah sedimentasi dalam arah vertical dan lingkungan pengendapan, mengukur suatu penampang stratigrafi dan singkapan mempunyai arti penting dalam penelitian geologi, secara umum tujuan pengukuran dari stratigrafi adalah:

1. Mendapatkan data litologi terperinci dari urutan-urutan perlapisan suatu satuan stratigrafi (formasi), kelompok, anggota, dan sebaginya

2. Mendapatkan ketebalan yang teliti dari tiap-tiap stratigrafi

3. Untuk mendapatkan dan mempelajari hubungan stratigrafi antar suatu batuan urut-urutan sedimentasi dalam arah vertical secara detail untuk menafsirkan pengendapan.

Pengukuran stratigrafi biasanya dilakukan terhadap singkapan-singkapan yang menerus, terutama yang meliputi satu atau lebih satuan-satuan dari stratigrafi yang resmi. Metoda pengukuran penampang stratigrafi banyak sekali ragamnya. Namun demikian metoda yang paling umum dan sering dilakukan dilapangan adalah dengan menggunakan pita ukur dan kompas, metoda ini diterapkan terhadap singkapan yang menerus atau sejumlah singkapan-singkapan yang dapat disusun menjadi suatu penampang stratigrafi, metoda pengukuran stratigrafi dilakukan dalam terhadap sebagai berikut :

1. Menyiapkan peralatan untuk pengukuran stratigrafi, antara lain : pita ukur (kurang lebih 25 meter), kompas, tripot (optional), kaca pembesar (loope), buku

(5)

2. Menentukan jalur lintasan yang akan dilalui dalam pengukuran stratigrafi, jalur lintasan ditandai dengan huruf B (bottom) adalah mewakili daerah bagian bawah sedangkan huruf T (top) mewakili daerah bagian atas

3. Tentukan satuan-satuan litologi yangakan diukur, berilah patok-patok atau tanda lainnya pada batas-batas satuan litologinya

4. Pengukuran stratigrafi dilapangan dapat dimulai dari bagian bawah atau atas. Unsur-unsur yang diukur dalam pengukuran stratigrafi adalah : arah lintasan, sudut lereng (apabila pengukuran dilintasan yang berbukit), jarak antar stasiun pengukuran, kedudukan lapisan bataun dan pengukuran unsur-unsur geologi lainnya.

5. Jika jurus dan kemiringan dari tiap satuan berubah-ubah sepanjang penampang, sebaiknya pengukuran jurus dan kemiringan dilakukan pada alas dan atap dari satuan ini dan dalam perhitungan digunakan rata-rata.

6. Membuat catatan hasil pengamatan disepanjang lintasan dari pengukuran stratigrafi yang meliputi semua jenis batuan yang dijumpai pada lintasan tersebut, yaitu : jenis batuan, keadaan perlapisan, ketebalan setiap lapisan batuan, struktur sedimen (bila ada) dan unsur-unsur geologi lainnya yang dianggap perlu. Jika ada sisipan, tentukan jaraknya dari atas satuan

7. Data hasil pengukuran stratigrafi kemudian disajikan diatas kertas melalui proses perhitungan dan koreksi-koreksi kemudian digambarkan dengan skala tertentu dan data singkapan ada disepanjang lintasan diplotkan dengan memakai simbol-simbol geologi standar

8. Untuk pengamatan dan penggambaran dalam bentuk kolom stratigrafi perlu dilakukan terlebih dahulu koreksi-koreksi antara lain koreksi sudut antara arah lintasan dengan jurus kemiringan perlapisan, koreksi kemiringan lereng (apabila pengukuran dilintasan yang berbukit) perhitungan ketebalan setiap lapisan batuan dan sebagainya.

(6)

Gambar 2.3.1 Metode rentang tali

Sedangkan untuk lintasan pengukuran ditetapkan berdasadarkan urutan-urutan singkapan yang secara keseluruhan telah diperiksa untuk hal-hal sebagai berikut :

1. Kedudukan lapisan (jurus dan kemiringan) apakah curam, landai, vertikal ataupun horizontal, arah lintasan yang akan diukur sedapat mungkin tegak lurus terhadap jurus.

2. Harus diperiksa apakah jurus dan kemiringan lapisan secara continue tetap atau berubah-ubah kemungkinan adanya struktur sepanjang penampang, seperti sesar, perlipatan, dan hal ini penting untuk menentukan urutan-urutan stratigrafi yang benar

3. Meneliti akan kemungkinan adanya lapisan penunjuk (key beds) yang dapat diiukuti diseluruh daerah serta penentuan superposisi dan lapisan yang paling sering terlupakan pada saat pengukuran

II.4 Menghitung Ketebalan

Tebal lapisan adalah jarak terpendek antara bidang atas (top) dan bidang bawah (bottom). Dengan demikian perhitungan tebal lapisan yang tepat harus dilakukan dalam bidang yang tegak lurus jurus lapisan. Bila pengukuran dilapangan tidak dilakukan dalam bidang tegak lurus tersebut maka jarak terukur yang diperoleh harus dikoreksi terlebih dahulu, dengan rumus :

(7)

Dimana β merupakan sudut antara arah kemiringan dan arah pengukuran.

Didalam menghitung tebal lapisan, sudut lereng yang dipergunakan adalah sudut yang terukur pada arah pengukuran yang tegak lurus jurus perlapisan. Biasanya koreksi dapat dilakukan dengan menggunakan table “koreksi dip” untuk pembuatan penampang.

1. Pengukuran pada daerah datar (lereng 00)

Pengukuran pada daerah diatas, apabila jarak terukur adalah jarak tegak lurus jurus, ketebalan langsung didapan dengan rumus :

Dimana d adalah jarak terukur dilapangan dan α adalah sudut kemiringan lapisan. Apabila pengukuran tidak tegak lurus, maka jarak tratur harus dikoreksi seperti menggunakan cara diatas

2. Pengukuran pada lereng

Terdapat beberapa kemungkinan posisi lapisan terhadap lereng, dimana sudut lereng (s) dan kemiringan lapisan (α) adalah pada suatu keadaan yang tegak lurus dengan jurus atau disebut “true dip” dan “true slope”

a. Kemiringan lapisan searah dengan lereng

Bila kemiringan lapisan (α) lebih besar dari sudut lereng (s) dan arah lintasan tegak lurus jurus, maka perhitungannya untuk ketebalan adalah :

Bila kemiringan lapisan kecil daripada sudut lerang dan arah lapisan tegak lurus, maka perhitungan ketebalan adalah :

b. Kemiringan lapisan berlawanan arah dengan lereng

Bila kemiringan lapisan membentuk sudut lancip terhadap lereng dan arah lintasan tegak lurus jurus, maka :

d = dt X cosinus β

t = d sin α

t = d sin (α – s)

t = d sin (s – α)

(8)

Apabila jumlah sudut lereng dan sudut kemiringan dari lapisan adalah 900

(lereng berpotongan tegak lurus dengan perlapisan) dan arah lintasan tegak lurus jurus, maka:

Bila kemiringan lapisan membentuk sudut tempat terhadap lereng dan arah lintasan tegak lurus jenis, maka :

Bila lapisan mendatar, maka :

Dari rumus-rumus diatas, maka untuk perencanaan dan lintasan pengukuran, yang perlu diperiksa adalah seluruh urutan-urutan singkapan secara keseluruhan, yaitu :

1. Kedudukan lapisan (strike/dip) apakah curam, landai, vertical atau horizontal atau lintasan yang akan diukur sedapat mungkin tegak lurus terhadap jenis perlipatan

2. Perlu diketahui apakah jurus dan kemiringan lapisan it uterus-menerus atau berubah-ubah hal ini penting dalam menentukan metode dan perhitungan pengukuran.

II.5 Jacob Staf

Metode ini bertujuan menggabungkan ketepatan dan kecepatan waktu sesuai dengan rumusan yang dikemukakan oleh Fritz & Moore, 1988). Perangkat Jacob Staf a. Dilakukan dengan menggunakan tongkat Jacob yang panjangnya 1,50 meter, atau

setinggi mata pengamat.

b. Semua ketebalan lapisan batuan atau singkapan batuan diukur dengan tongkat tersebut. Oleh sebab itu, maka tongkat diberi cat berwarna selang-seling merah-putih, setiap selang 10 cm. Salah satu ujung tongkat dibuat agak runcing agar mudah dalam menancapkan ke tanah, dan ujung yang lain untuk menempatkan clinometers

t = d

t = d sin 1800 (α - s)

(9)

c. Clinometer, dipasang dengan posisi tegak pada arah memanjang tongkat. Besaran

kemiringan perlapisan batuan dapat dibaca secara langsung pada clinometer tersebut. Dalam keadaan terpaksa, clinometers dapat digantikan dengan sebuah busur derajat yang difungsikan sebagai clinometer, demikian juga tongkatnya dapat dibuat sendiri baik dengan kayu ataupun dengan pipa besi.

Gambar 2.5.1 Penggunaan clinometers

Gambar 2.5.2 Penggunaan tongkat Jacob dilapangan Prosedur pengukuran

1. Pengukuran dimulai dari bagian bawah suatu jalur, pada awal pengukuran letakkan ujung tongkat dititik terbawah jalur, beri notasi nomor 1.

(10)

2. Clinometer yang tertempel pada tongkat diarahkan sehingga sesuai dengan arah kemiringan lapisan batuan, dengan cara menggoyangkan tongkat sampai pada posisi yang diinginkan, yaitu posisi tongkat tegak lurus pada bidang perlapisan. 3. Tandai arah bidikan clinometers pada singkapan batuan, dan berikan notasi

nomor 2. Tebal singkapan tersebut adalah sama dengan panjang tongkat, yaitu 1,50 meter.

4. Perhatikan, cermati dan catat kenampakan pada singkapan yang terkhususkan, misal adanya endapan placer, konsentrasi mineral sekunder, keberadaan lapisan batubara, tanda-tanda adanya ketidakselarasan.

5. Lakukan hal yang sama untuk urutan berikutnya, sampai sasaran titik akhir selesai.

6. Ketebalan keseluruhan penyusun kolom litologi adalah merupakan jumlah ketebalan masing-masing segmen.

7. Pengukuran dengan tongkat Jacob, dapat dilakukan seorang diri, namun akan lebih baik dan lebih cepat bila dikerjakan berdua.

BAB III

PROSEDUR PERCOBAAN

3.1 Problem Set 1

Adapun pada problem set 1 akan di kerjakan, antara lain:

1. Mengukur dasar penampang dengan menggunakan skala 1 : 1000 pada kertas grafik

2. Menggambarkan medel perlapisan batuan pada geologi ragional lembar pangkajene dan watampone bagian barat

3. Memberikan simbol batuan sesuai dengan perlapisan pada geologi ragional lembar pangkajene dan watampone bagian barat

(11)

5. M

enentukan rumus penggambaran Cara Pengambaran (CP) = Jarak

Skala peta Skala 1 : 1000

3.2 Problem Set 2

1. Seorang Explorer melakukan eksplorasi di Pulau Buton dan menemukan singkapan batupasir dengan kedudukan N150E/900 dengan slope 00 dan jarak

Stasiun

Slope ( ° ) Jarak (m) Dip CP

Dari Ke 1 2 20 50 70 5 12 45 71 4.5 15 60 68 6 23 60 68 6 30 52 72 5.2 28 62 64 6.2 2 3 15 32 60 3.2 37 68 60 6.8 32 80 59 8 27 56 54 5.6 34 72 55 7.2 5 72 53 7.2 22 61 51 6.1 3 4 18 70 50 7 24 56 45 5.6 27 67 45 6.7 34 62 43 6.2 40 48 40 4.8 40 72 34 7.2 45 64 37 6.4 42 60 37 6 4 5 39 40 35 4 35 39 32 3.9 25 35 32 3.5 20 30 30 3 18 15 27 1.5 8 70 25 7 3 97 25 9.7 5 6 -1 60 25 6 -6 87 29 8.7 -15 52 40 5.2 -20 45 40 4.5 -22 35 41 3.5

(12)

lapangan (tebal semu) 550 meter. Gambarkan, tentukan rumus dan hitunglah tebal batupasir tersebut.

2. Seorang Explorer melakukan eksplorasi di Pulau Buton dan menemukan singkapan batulempung dengan kedudukan N450E/450 dengan slope 00 dan jarak

lapangan (tebal semu) 145 meter. Gambarkan, tentukan rumus dan hitunglah tebal batulempung tersebut.

3. Ditemukan singkapan batuserpih dengan kedudukan N1800E/700 dengan slope

500 dan jarak lapangan (tebal semu) 150 meter. Jika kemiringan lereng searah

dengan perlapisan batuan, Gambarkan, tentukan rumus dan hitunglah tebal batuserpih tersebut.

4. Ditemukan singkapan batubara dengan kedudukan N1800E/100 dengan slope 300

dan jarak lapangan (tebal semu) 150 meter. Jika kemiringan lereng searah dengan perlapisan batuan, Gambarkan, tentukan rumus dan hitunglah tebal batubara tersebut.

5. Ditemukan singkapan batulanau yang searah dengan kemiringan lereng dengan kedudukan N2300E/450 dengan kemiringan lereng 450 dan jarak lapangan (tebal

semu) 200 meter. Jika kemiringan lereng berlawanan dengan perlapisan batuan, Gambarkan, tentukan rumus dan hitunglah tebal batulanau tersebut.

6. Ditemukan singkapan batupasir yang searah dengan kemiringan lereng dengan kedudukan N5300E/00 dengan kemiringan lereng 450 dan jarak lapangan (tebal

semu) 300 meter. Jika kemiringan lereng berlawanan dengan perlapisan batuan, Gambarkan, tentukan rumus dan hitunglah tebal batupasir tersebut..

7. Jika ditemukan singkapan Batubara dengan kemiringan lereng 450 dan

kemiringan perlapisan 900 serta tebal semu 100 meter. Maka Gambarkan,

tentukan rumus dan hitunglah tebal batubara tersebut.

8. Gambarkan kemiringan lapisan batuapasir yang membentuk sudut lancip terhadap lereng.

9. Gambarkan kemiringan lapisan batubara yang membentuk sudut 900 terhadap

lereng.

10. Gambarkan kemiringan lapisan batuserpih yang membentuk sudut 900 terhadap

(13)

BAB IV

HASIL & PEMBAHASAN

IV.1 Hasil

(14)

IV.1.2 Problem Set 2

1. Dik : Kedudukan batupasir = N 15º E / 90º

Slope = 0º

Tebal semu (d) = 550 m Dit : Ketebalan batupasir?

Penyelesaian:

Jika kemiringan batuan membentuk sudut 90º jadi rumusnya yaitu d = t Jadi T = 550 m

2. Dik : Kedudukan batubara = N 45º E / 45º

Slope = 0º

Tebal semu (d) = 145 m Dit : Ketebalan batupasir?

Penyelesaian: Sin α = t

(15)

= 102,53 m

3. Dik : Kedudukan batuserpih = N 180º E / 70º

Slope = 50º

Tebal semu (d) = 150 m Dit : Ketebalan batupasir?

Penyelesaian: Sin (α - β ) = t

d

t = sin 20º . 145 m = 49,59 m

4. Dik : Kedudukan batubara = N 180º E / 10º

Slope = 30º

Tebal semu (d) = 150 m Dit : Ketebalan batubara?

(16)

Sin (β – α ) = t d

t = sin 20º . 145 m = 49,59 m

5. Dik : Kedudukan batulanau = N 230º E / 45º

Slope = 45º

Tebal semu (t) = 200 m Dit : Ketebalan batubara?

Penyelesaian:

Jika kemiringan batuan membentuk sudut 90º. Jadi, rumusnya yaitu d = t Jadi t = 550 m

6. Dik : Kedudukan batupasir = N 180º E / 0º

Slope = 45º

Tebal semu (d) = 300 m Dit : Ketebalan batupasir?

Penyelesaian: Sin ( β ) = t

d

t = sin 45º . 300 m = 212,13 m

(17)

7. Dik : Kemiringan perlapisan = 90º

Slope = 45º

Tebal semu (d) = 100 m Dit : Ketebalan batubara?

Penyelesaian: Sin ( β ) = t

d

t = cos 45º . 100 m = 70,71 m

8. Dik : Kemiringan perlapisan = 55º

Slope = 0º

Tebal semu (d) = 134 m Dit : Ketebalan batubara?

Penyelesaian: Sin ( β ) = t

d

t = sin 55º . 134 m = 109,76 m

(18)

9. Dik : Kemiringan perlapisan = 45º

Slope = 45º

Tebal semu (d) = 780 m Dit : Ketebalan batubara?

Penyelesaian:

Jika kemiringan batuan membentuk sudut 90º. Jadi, rumusnya yaitu d = t Jadi t = 780 m

10. Dik : Kemiringan perlapisan = 90º

Slope = 0º

Tebal semu (d) = 563 m Dit : Ketebalan batubara?

Penyelesaian:

Jika kemiringan batuan membentuk sudut 90º. Jadi, rumusnya yaitu d = t Jadi t = 563 m

(19)

IV.2 Pembahasan IV.2.1 Problem set 1

Pada gambar penampang sayatan memperlihatkan perlapisan-perlapisan batuan yang terdiri dari empat formasi yang ada di geologi regional lembar pangkajene dan watampone bagian barat. Pada stasiun 1 sampai dengan stasiun 2 itu terdapat formasi balangbaru yang ditemukan perlapisan batubara, konglomerat, batulanau, batulempung, batuserpih, batupasir, dan napal. Formasi ini mempunyai ketebalan sekitar 2000 meter, berumur Kapur Atas.

Pada stasiun 2 sampai dengan satasiun 3 itu terdapat formasi mallawa yang ditemukan perlapisan batu lempung, tufa, batupasir, napal, konglomerat, batuserpih, batubara dan batu lanau, berdasarkan atas kandungan fosil menunjukkan kisaran umur paleogen dengan lingkungan paralis sampai laut dangkal formasi ini mempunyai ketebalan sekitar meter, berumur Kapur Atas. Pada stasiun 3 sampai dengan satasiun 4 itu terdapat formasi camba yang ditemukan perlapisan konglomerat, tufa, batubara, breksi, konglomerat, batulanau, batulempung, batupasir, dan tufa, pada formasi ini ditemukan fosil-fosil yang ditemukan pada satuan ini menunjukkan kisaran umur miosen tengah - miosen akhir. Dan pada stasiun 4 sampai dengan satasiun 5 itu terdapat formasi tonasa yang ditemukan perlapisan batuan napal, batulanau, batulempung, batupasir, konglomerat, tufa dan napal, umur formasi tonasa adalah eosen atas sampai miosen tengah.

4.1.1 Problem Set 2

1. Seorang Explorer melakukan eksplorasi di Pulau Buton dan menemukan singkapan batupasir dengan kedudukan N150E/900 dengan slope 00 dan jarak

lapangan (tebal semu) 550 meter. Dari hasil penggambaran ditemukan slop dan dip membentuk sudut 90º, sehingga jika kemiringan batuan membentuk sudut 90º maka rumusnya yaitu d = t, Jadi ketebalan yang ditemukan yaitu 550 meter 2. Seorang Explorer melakukan eksplorasi di Pulau Buton dan menemukan

(20)

lapangan (tebal semu) 145 meter. Sehingga dari hasil penggambaran ditemukan ketebalan batulempung yaitu 102,53 meter

3. Ditemukan singkapan batuserpih dengan kedudukan N1800E/700 dengan slope

500 dan jarak lapangan (tebal semu) 150 meter. Jika kemiringan lereng searah

dengan perlapisan batuan, maka dari hasil penggambaran ditemukan ketebalan batulempung yaitu 49,59 meter

4. Ditemukan singkapan batubara dengan kedudukan N1800E/100 dengan slope 300

dan jarak lapangan (tebal semu) 150 meter. Jika kemiringan lereng searah dengan perlapisan batuan, maka dari hasil penggambaran ditemukan ketebalan batulempung yaitu 49,59 meter

5. Ditemukan singkapan batulanau yang searah dengan kemiringan lereng dengan kedudukan N2300E/450 dengan kemiringan lereng 450 dan jarak lapangan (tebal

semu) 200 meter. Jika kemiringan lereng berlawanan dengan perlapisan batuan, jadi dari hasil penggambaran ditemukan slop dan dip membentuk sudut 90º, sehingga jika kemiringan batuan membentuk sudut 90º maka rumusnya yaitu d = t, Jadi ketebalan yang ditemukan yaitu 200 meter

6. Ditemukan singkapan batupasir yang searah dengan kemiringan lereng dengan kedudukan N5300E/00 dengan kemiringan lereng 450 dan jarak lapangan (tebal

semu) 300 meter. Jika kemiringan lereng berlawanan dengan perlapisan batuan, maka dari hasil penggambaran ditemukan ketebalan batulempung yaitu 212,13 meter

7. Jika ditemukan singkapan Batubara dengan kemiringan lereng 450 dan

kemiringan perlapisan 900 serta tebal semu 100 meter. Sehingga dari hasil

penggambaran ditemukan ketebalan batulempung yaitu 70,71 meter

8. Gambarkan kemiringan lapisan batuapasir yang membentuk sudut lancip terhadap lereng. Dengan kemiringan perlapisan 55º, slop 0º. Dan ketebalan semu yaitu 134 meter, sehingga ditemukan ketebalan dari batuan tersebut yaitu 109,76 meter

9. Gambarkan kemiringan lapisan batubara yang membentuk sudut 900 terhadap

lereng. Dengan kemiringan perlapisan 45º, slop 45º. Dan ketebalan semu yaitu 780 meter, dari hasil penggambaran ditemukan slop dan dip membentuk sudut 90º, sehingga jika kemiringan batuan membentuk sudut 90º maka rumusnya yaitu d = t, Jadi ketebalan yang ditemukan yaitu 780 meter

10. Gambarkan kemiringan lapisan batuserpih yang membentuk sudut 900 terhadap

(21)

90º, sehingga jika kemiringan batuan membentuk sudut 90º maka rumusnya yaitu d = t, Jadi ketebalan yang ditemukan yaitu 563 meter

BAB V

PENUTUP

V.1 Kesimpulan

Penampang stratigrafi adalah suatu gambaran urutan vertikal lapisan-lapisan batuan sedimen pada lintasan batuan yang dipilih, setiap titik dalam urutan stratigrafi mengikuti kaidah hokum superposisi, jadi defenisi dari penampang stratigrafi terukur

(measured stratigraphic section) adalah suatu penampang atau kolom yang

menggambarkan kondisi stratigrafi suatu jalur, yang secara sengaja telah dipilih dan diukur untukl mewakili daerah tempat dilakukannya pengukuran tersebut.

(22)

Adapun rumus yang digunakan dalam mencari ketebalan batuan yaitu dengan menggunakan rumus trigonometri pada segitiga siku-siku. Pertama-tama yang harus kita cari yaitu dengan mencar sudut kemiringan dip dan slop, dan juga mengetahui jarak kemiringan lerennya, setelah itu baru bisa menggunakan dalam rumus segitiga siku-siku dengan cara mencari terlebih dahulu sudut segitiga siku-siku dari dari sudut slope dan dip.

Pada pemnggambaran penampang pada kertas grafik dengan skala 1:1000 kami dapat dengan mudah melihat pebedaan beda tinggi suatu daerah dari hasil gambar yang telah terbentuk pada pengggambaran penampang sayatan.

V.2 Saran

Adapun saran kami dalam praktikum ini yaitu agar kiranya asisten membantu membimbing praktikannya yang lebih baik untuk praktikum berikutnya.

DAFTAR PUSTAKA

Djauhari, Noor., 2010., “Pengantar Geologi”., Fakultas Teknik., Universitas Pakuan. Bogor.

Korps Asisten., 2016., “Penuntun Praktikum stratigrafi”., Makassar: Universitas Muslim Indonesia

Widada, S., 2002, Petunjuk Praktikum Geologi Minyak Bumi, Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknologi Mineral, UPN”V”Y, Yogyakarta, Indonesia.

(23)

Gambar

Gambar 2.3.1 Metode rentang tali
Gambar 2.5.2 Penggunaan tongkat Jacob dilapangan Prosedur pengukuran

Referensi

Dokumen terkait

Profil lintasan geologi Membuat profil lintasan geologi sesuai standar, kedalaman lapisan batuan dihitung dengan benar dan membuat rencana lokasi titik bor eksplorasi secara

Dari gambaran urutan dari runtunan lapisan seismik stratigrafi di atas, dimana Runtunan B yang terdapat pada setiap lintasan dengan memperlihatkan adanya pola pantulan

Dari hasil pemodelan 2D yang ditunjukkan pada gambar 4, model penampang 2D lintasan A-A’ memiliki kedalaman sebesar 3000 meter dengan lapisan penyusun batuan, antara lain :

Penampang hasil pemodelan tahanan jenis 2D dari data MT pada lintasan 4 dan 5 menggambarkan susunan lapisan batuan model sistem panas bumi digambarkan dengan lapisan

Titik GL.15 yang menghasilkan lintasan 2 penampang resistivity dapat dijelaskan bahwa sebaran nilai resistivitas bawah permukaan yang ditandai oleh variasi warna (Gambar 4),

Dari gambaran urutan dari runtunan lapisan seismik stratigrafi di atas, dimana Runtunan B yang terdapat pada setiap lintasan dengan memperlihatkan adanya pola pantulan

Hasil dari penelitian ini, stratigrafi batuan bawah permukaan di daerah penelitian berdasarkan nilai resistivitas di setiap titik pengukuran terdiri dari lapisan top soil dengan