ASUHAN KEPERAWATAN PADA An.A
ASUHAN KEPERAWATAN PADA An.A
DENGAN TUMOR MANDIBULA
DENGAN TUMOR MANDIBULA
DI BANGSAL CENDANA 2 RSUP DR. SARDJITO
DI BANGSAL CENDANA 2 RSUP DR. SARDJITO
Disusun oleh: Disusun oleh: Eni
Eni Ernawati Ernawati (2520142435 (2520142435 / / 09)09)
AKADEMI KEPERAWATAN NOTOKUSUMO
AKADEMI KEPERAWATAN NOTOKUSUMO
YOGYAKARTA
YOGYAKARTA
2016
2016
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan pendahuluan asuhan keperawatan
pada An. A dengan Tumor
Mandibula di Bangsal Cendana 2 RSUP DR. Sardjito
ini disusun untuk memenuhi Tugas Asuhan Keperawatan Individu PKK Perioperatif Semester V, pada: Hari : Tanggal : Tempat : Praktikan, ( Eni Ernawati ) Mengetahui, CI Lahan, CI Akademik, (...) (...)LAPORAN PENDAHULUAN
KONSEP DASAR MEDIS TUMOR MANDIBULA
A. Definisi
Tumor mandibula merupakan tumor odontogenik yang berasal dari epitelium yang terlibat dalam proses pembentukan gigi, akan tetapi pemicu transformasi neoplastik pada epitel tersebut belum diketahui dengan pasti. Secara mikroskopis, tumor mandibula tersusun atas pulau-pulau epitelium di dalam stroma jaringan ikat kolagen. Tumor mandibula juga mempunyai beberapa variasi dari tampilan histopatologis, akan tetapi tipe yang paling sering
terlihat yaitu tipe folikular dan pleksiform. Pada sebagian besar kasus, tumor mandibula biasanya asimptomatik, tumbuh lambat, dan dapat mengekspansi rahang (Mansjoer, 2001).
Tumor mandibula adalah tumor jinak ondontogenik pada mandibula yang mempunyai kecenderungan tumbuh ekspansif dan progresif, hingga menimbulkan deformitas wajah. Tumor mandibula adalah tumor jinak epitel yang besifat infltrati, tumbuh lambat, tidak berkapsul, berdiferensiasi baik. Lebih dari 75 % terjadi akibat adanya kista folikular (Mansjoer, 2001).
B. Etiologi
Etiologi tumor mandibula sampai saat ini belum diketahui dengan jelas, tetapi beberapa ahli mengatakan bahwa tumor mandibula dapat terjadi setelah pencabutan gigi, pengangkatan kista dan atau iritasi lokal dalam rongga mulut. Tumor mandibula dapat terjadi pada segala usia, namun paling ban yak dijumpai pada usia dekade 4 dan 5 serta tidak ada perbedaan jenis kelamin.
Tumor ini tumbuh dari berbagai asal, walaupun rangsangan awal dari proses pembentukan tumor ini belum diketahui. Tumor ini dapat berasal dari sisa sel dari enamel organ atau sisa-sisa dental lamina. Struktur mikroskopis dari beberapa spesimen dijumpai pada area epitelial sel yang terlihat pada perifer
berbentuk kolumnar dan berhubungan dengan ameloblast yang pada bagian tengah mengalami degenerasi serta menyerupai retikulum stelata.
Sisa-sisa dari epitel Malassez, terlihat sisa-sisa epitel yang biasanya terdapat pada membran periodontal dan kadang-kadang dapat terlihat pada tulang spongiosa yang mungkin menyebabkan pergeseran gigi dan menstimulasi terbentuknya kista odontogenik.
C. Patofisiologi
Tumor mandibula berasal dari sel ameloblast atau adamantoblast, berupa sel yang tidak berdiferensiasi membentuk email. Walaupun secara histopatologis tidak tergolong lesi yang ganas, namun tumor ini tumbuh sangat agresif, yang menggambarkan suatu lesi ganas yang indolent atau low-grade semacam basalioma. Rekurensi bisa terjadi bila tumor ini hanya dioperasi dengan cara melakukan kuratase. Pada operasi yang dilakukan adekuat dengan cara melakukan reseksi 1 cm ditepi lesi, maka sangat jarang didapatkan rekurensi.
Tumor ini bersifat infiltratif, tumbuh lambat, tidak berkapsul, berdiferensiasi baik. Lebih dari 75% terjadi di rahang bawah, khususnya regio molar dan sisanya terjadi akibat adanya kista folikular. Tumor ini muncul setelah terjadi mutasi-mutasi pada sel normal yang disebabkan oleh zat-zat karsinogen tadi. Karsinogenesisnya terbagi menjadi 3 tahap:
1. Tahap pertama merupakan inisiasi yatu kontak pertama sel normal dengan zat karsinogen yang memancing sel normal tersebut menjadi ganas.
2. Tahap kedua yaitu promosi, sel yang terpancing tersebut membentuk klon melalui pembelahan (poliferasi).
3. Tahap terakhir yaitu progresi, sel yang telah mengalami poliferasi mendapatkan satu atau lebih karakteristik neoplasma ganas.
D. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinik dalam tahap awal jarang menunjukkan keluhan, oleh karena itu tumor ini jarang terdiagnosa secara dini, umumnya diketahui setelah
4 sampai dengan 6 tahun. Adapun gambaran klinis tumor mandibula, yaitu sebagai berikut:
1. Pembengkakan dengan berbagai ukuran yang bervariasi sehingga dapat meyebabkan deformitas wajah.
2. Konsestensi bervariasi ada yang keras dan kadang ada bagian yang lunak. 3. Terjadi ekspansi tulang ke arah bukal dan lingual.
4. Tumor ini meluas ke segalah arah mendesak dan merusak tulak sekitarnya. 5. Terdapat tanda egg shell cracking atau pingpong ball phonemona bila massa
tumor telah mendesak korteks tulang dan tulangnya menipis.
6. Tidak terdapat nyeri dan parasestesi, hanya pada beberapa penderita dengan benjolan disertai rasa nyeri.
7. Kadang-kadang terdapat ulserasi oleh karena penekanan gigi apabila tumor sudah mencapai ukuran besar.
8. Biasanya berisi cairan berwarna merah kecoklatan.
9. Gigi geligi pada daerah tumor berubah letak dan goyang.
Pada tahap yang sangat awal, riwayat pasien asimtomatis (tanpa gejala). Tumor mandibula tumbuh secara perlahan selam bertahun-tahun, dan tidak ditemui sampai dilakukan pemeriksaan radiografi oral secara rutin. Pada tahap awal, tulang keras dan mukosa diatasnya berwarna normal. Pada tahap berikutnya, tulang menipis dan ketika teresobsi seluruhnya tumor yang menonjol terasa lunak pada penekanan dan dapat memiliki gambaran berlobul pada radiografi. Dengan pembesarannya, maka tumor tersebut dapat mengekspansi tulang kortikal yang luas dan memutuskan batasan tulang serta menginvasi jaringan lunak. Pasien jadi menyadari adanya pembengkakan yang progresif, biasanya pada bagian bukal mandibula, juga dapat mengalami perluasan kepermukaan lingual, suatu gambaran yang tidak umum pada kista odontogenik. Ketika menembus mukosa, permukaan tumor dapat menjadi memar dan mengalami ulserasi akibat penguyahan. Pada tahap lebih lanjut,kemungkinan ada rasa sakit didalam atau sekitar gigi dan gigi tetangga dapat goyang bahkan tanggal.
E. Komplikasi
Komplikasi yang biasa timbul setelah operasi diantaranya: 1. Perdarahan
Dapat menyebabkan syok hipovolemik pada pembedahan kepala leher. Hemostasis dengan melakukan ligasi baik arteri maupun vena, jangan hanya dengan koagulasi listrik saja. Perdarahan dapat terjadi pada daerah yang direseksi maupun pada tempat yang direkonstruksi. Pasang redon drain. 2. Infeksi
Diminimalkan dengan menghindari penumpukan cairan, dengan pemasangan vakum drain. Perencanaan operasi dan teknik pembedahan yang baik juga memegang peranan dalam mengontrol infeksi di samping penggunaan antibiotika.
3. Hematoma
Akan meningkatkan resiko terjadinya infeksi dan dehisensi luka. Kontrol perdarahan yang baik dan pemasangan drain akan mengurangi resiko
terjadinya hematoma. 4. Fistula
Lakukan penjahitan yang rapat pada mukosa terutama pada tempat ujung-ujung reseksi mandibula.
( https://bedahunmuh.wordpress.com/2010/05/18/reseksi-mandibula/ )
F. Pemeriksaan Penunjang
Adapun pemeriksaan penunjang untuk tumor mandibula yaitu sebagi berikut: 1. X-ray kepala, yang menghasilkan satu-dimensi gambar dan leher untuk
membantu mencari daerah yang tidak normal pada rahang.
2. CT scan (computed tomography scan). CT scan, yang menghasilkan gambar dua dimensi dari kepala dan leher yang dapat mengungkapkan apakah ameloblastoma telah invaded tisu atau organ lain.
3. MRI (magnetic resonance imaging). MRI Scan, yang menggunakan magnet dan gelombang radio untuk membuat gambar 3 dimensi yang dapat mengungkapkan abnormalitas kecil di kepala dan leher. Dokter juga
menggunakan MRI Scan untuk menentukan apakah ameloblastoma telah menyebar ke rongga mata atau sinuses.
4. Tumor marker (penanda tumor)
G. Penatalaksanaan
Terapi utama pada tumor mandibula adalah pembedahan. Tingkat rekurensi berkisar antara 55-90% setelah perawatan secara konsevatif. Mengingat besarnya tingkat rekurensi tersebut, pendekatan secara radikal (reseksi) dapat dipertimbangkan sesuai indikasi, meskipun berakibat hilangnya sebagaian tulang rahang, bridging plate titanium dapat digunakan untuk mengganti sebagian tulang yang hilang dan berfungsi sebagai alat rekonstruksi. Dapat juga rekonstruksi dengan memasang tandur ahli tulang kalau mungkin bisa dikerjakan.
Indikasi perawatan ditentukan berdasarkan luas dan besarnya jaringan yang terlibat, struktur histologis dari tumor dan keuntungan yang didapat. Menurut Ohishi indikasi perawatan konservatif adalah pada penderita usia muda dan ameloblastoma unikistik. Sedangkan indikasi perawatan radikal adalah ameloblastoma tipe solid dengan tepi yang tidak jelas, lesi dengan gambaran soap bubble, lesi yang tidak efektif dengan penatalaksanaan secara konservatif dan ameloblastoma ukuran besar. Penatalaksanaan secara radikal berupa reseksi segmental, hemimandibulektomi dan reseksi marginal (reseksi enblok).
Reseksi marginal (reseksi enblok) merupakan teknik untuk mengangkat jaringan tumor dengan mempertahankan kontinuitas korteks tulang mandibula bagian bawah yang masih intak. Reseksi enblok ini dilakukan secara garis lurus dengan bor dan atau pahat atau gergaji, 1-2 cm dari tepi batas tumor secara rontgenologis yang diperkirakan batas minimal reseksi. Adapun tindakan dapat dilakukan secara intra oral maupun ekstra oral, hal ini tergantung pada seberapa besar untuk mendapat eksposure yang adekuat sampai ke ekstensi tumor.
Rekontruksi mandibula adalah ditinjau dari fungsi dan kosmetik, organ i ni mempengaruhi bentuk wajah, fungsi bicara, mengunyah dan menelan. Beberapa cara yang dapat dipakai antara lain dengan menggunakan bahan aloplastik,
misalnya bridging plate titanium dan autogenous bone grafting misalnya tandur tulang iga, krista iliaka dan tibia serta dapat juga secara kombinasi aloplastik material dengan autogenous bone grafting.
Perawatan pasca operasi reseksi enblok mandibula: medikasi antibiotik dan analgetik, tidak perlu intermaksila fiksasi. Hindarkan trauma fisik pada muka atau rahang karena dapat menyebabkan fraktur mandibula. Jaga oral hygiene hingga luka operasi sembuh sempurna. Diet lunak dipertahankan 4-6 minggu. Jika diperlukan dapat dibuatkan prostesi gigi setelah dipertimbangkan bahwa telah terjadi internal bone remodeling tulang mandibula, lebih kurang 6 bulan pasca operasi.
H. Asuhan Keperawatan Secara Teoritis Dengan Kasus Post Operasi Tumor Mandibula
Adapun asuhan keperawatan diuraikan mulai dari Pengkajian, Diagnosa Keperawatan dan Rencana Keperawatan sebagai berikut:
1. Pengkajian Anamnesis
a. Identitas klien meliputi nama, jenis kelamin, usia, alamat, agama, bahasa yang digunakan, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, nomor register, tanggal dan jam masuk rumah sakit (MRS) dan diagnosa medis.
b. Riwayat penyakit sekarang
Kaji kronologi, faktor yang menyebabkan terjadinya tumor mandibular, apakah sudah pernah berobat atau belum.
c. Riwayat penyakit dahulu
Kaji, apakah sebelumnya klien pernah memiliki riwayat penyakit maupun riwayat di rawat di rumah sakit.
d. Riwayat penyakit keluarga
Kaji apakah keluarga pernah menderita penyakit seperti yang dialami pasien.
e. Riwayat psikososial spiritual
Kaji respon emosi klien terhadap penyakit yang diderita, peran klien dalam keluarga dan masyarakat, serta respons atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari- hari baik dalam keluarga maupun masyarakat.
f. Pola hubungan dan peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat karena klien harus menjalani rawat inap.
g. Pola persepsi dan konsep diri
Dampak yang timbul pada klien post operasi tumor mandibula adalah timbul ketakutan akan terjadinya infeksi pada luka post operasi.
h. Pola sensori dan kognitif
Pola sensori dan kognitif pasien tidak mengalami gangguan i. Pola nilai dan keyakinan
Kaji, apakah klien menjalankan kegiatan beribadah sesuai agamanya dengan disiplin atau tidak. Kaji, keaktifan klien dalam mengikuti kegiatan keagamaan di masyarakat.
2. Pemeriksaan fisik a. Keadaaan umum
Periksa keadaan baik dan buruknya klien, tanda- tanda yang perlu dicatat adalah kesadaran pasien.
b. Breathing (B1)
Pada pemeriksaan sistem pernafasan, didapatkan bahwa klien post operasi tumor mandibula tidak mengalami kelainan pernafasan.
c. Blood (B2)
Inspeksi tidak ada iktus jantung, palpasi nadi meningkat, iktus teraba, aukultasi suara S1 dan S2 tunggal, tidak ada mur- mur.
d. Brain( B3) 1) Kepala
Tidak ada gangguan yaitu normal sefalik, simetris, tidak ada penonjolan dan tidak ada sakit kepala.
2) Leher
Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan dan refleks menelan ada.
3) Wajah
Wajah terihat menahan sakit karena nyeri yang dirasakan dan bagian wajah yang lain ada perubahan bentuk simetris karena adan ya luka post operasi tumor mandibular.
4) Mata
Penglihatan pasien masih normal, tidak menggunakan bantuan penglihatan seperti kacamata.
5) Telinga
Pendengaran pasien masih normal. Tidak ada lesi atau nyeri tekan. 6) Hidung
Tidak ada deformitas, tidak ada pemasangan cuping hidung. 7) Mulut dan faring
Tidak ada perbesaran tonsil, terjadi pembesaran gusi akibat tumor mandibula, mukosa mulut tidak pucat.
e. Bladder (B5)
Kaji urine yang meliputi warna, jumlah dan karakteristik urine termasuk berat jenis urine, berapa cc keluaran urine perhari.
f. Bowel (B5)
Inspeksi abdomen bentuk datar. Palpasi turgor kulit baik, ti dak ada defans muscular dan hepar teraba. Perkusi suara timpani ada pantulan gelombang cairan. Auskultasi peristaltik usus normal kurang lebih 20x/menit.
g. Bone (B6)
Kaji apakah klien mengalami gangguan pada tulangnya seperti penyakit fraktur.
h. Look
Perhatikan area post operasi tumor mandibula apakah berisiko terjadinya infeksi.
i. Feel
Kaji adanya nyeri tekan di area mandibula j. Move
Pola aktivitas
Pasien masih dapat beraktivitas.
3. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul Pada Kasus Post Operasi Tumor Mandibula (Nurarif A. H. dan Hardhi Kusuma, 2015) :
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik (prosedur bedah).
b. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan hambatan fisik adanya luka operasi tumor mandibula.
c. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan makan.
4. Intervensi Keperawatan
No. Diagnosa NOC NIC
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik (prosedur bedah).
Kontrol Nyeri Kriteria hasil :
1. Pasien dapat mengenali kapan nyeri terjadi
2. Pasien mampu menggunakan tindakan pengurangan nyeri tanpa analgetik 3. Pasien mau menggunakan analgesik yang
direkomendasikan
4. Pasien dapat melaporkan perubahan terhadap gejala nyeri pada profesional kesehatan
Manajemen Nyeri:
1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif yang meliputi lokasi, karakteristik, onset/durasi, frekuensi, kualitas, intensitas atau beratnya nyeri dan faktor pencetus.
2. Lakukan diskusi bersama pasien untuk mengenali faktor-faktor yang dapat menurunkan atau memperberat nyeri.
3. Evaluasi pengalaman nyeri di masa lalu yang meliputi riwayat nyeri kronik individu atau keluarga atau nyeri yang menyebabkan ketidakmampuan atau kecacatan dengan tepat.
4. Berikan informasi mengenai nyeri, seperti penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan dirasakan, dan antisipasi dari ketidaknyamanan akibat prosedur.
5. Ajarkan penggunaan teknik non farmakologi seperti teknik nafas dalam.
6. Ajarkan metode farmakologi untuk menurunkan nyeri.
2. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan hambatan fisik adanya luka operasi tumor mandibula.
Komunikasi
1. Pasien dapat menggunakan bahasa tertulis 2. Pasien dapat menggunakan bahasa non
verbal
3. Pasien sedikit bisa menggunakan bahasa lisan
Peningkatan Komunikasi: Kurang Bicara 1. Instruksikan pasien untuk bicara pelan. 2. Monitor pasien terkait dengan perasaan
frustasi, kemarahan, depresi, atau respon-respon lain disebabkan karena adanya gangguan kemampuan bicara.
3. Kenali emosi dan perilaku fisik (pasien) sebagai bentuk komunikasi (mereka).
4. Berikan informasi mengenai nyeri, seperti penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan dirasakan, dan antisipasi dari ketidaknyamanan akibat prosedur.
5. Ajarkan penggunaan teknik non farmakologi seperti teknik nafas dalam.
6. Ajarkan metode farmakologi untuk menurunkan nyeri.
2. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan hambatan fisik adanya luka operasi tumor mandibula.
Komunikasi
1. Pasien dapat menggunakan bahasa tertulis 2. Pasien dapat menggunakan bahasa non
verbal
3. Pasien sedikit bisa menggunakan bahasa lisan
Peningkatan Komunikasi: Kurang Bicara 1. Instruksikan pasien untuk bicara pelan. 2. Monitor pasien terkait dengan perasaan
frustasi, kemarahan, depresi, atau respon-respon lain disebabkan karena adanya gangguan kemampuan bicara.
3. Kenali emosi dan perilaku fisik (pasien) sebagai bentuk komunikasi (mereka).
4. Sediakan metode alternatif untuk berkomunikasi dengan berbicara (misalnya., menulis dimeja, menggunakan kartu, kedipan mata, papan komunikasi, dengan gambar dan huruf, tanda dengan tangan atau postur, dan menggunakan komputer).
5. Sesuaikan gaya komunikasi untuk memenuhi kebutuhan klien
3. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan makan.
Status Nutrisi Kriteria hasil:
1. Asupan gizi pasien terpenuhi 2. Asupan makanan pasien terpenuhi 3. Asupan cairan pasien terpenuhi
4. Rasio berat badan pasien tidak menyimpang dari rentang normal
Manajemen Nutrisi
1. Tentukan status gizi pasien dan kemampuan pasien untuk memenuhi kebutuhan gizi.
2. Bantu pasien dalam menentukan pedoman atau piramida makanan yang paling cocok dalam memenuhi kebutuhan
4. Sediakan metode alternatif untuk berkomunikasi dengan berbicara (misalnya., menulis dimeja, menggunakan kartu, kedipan mata, papan komunikasi, dengan gambar dan huruf, tanda dengan tangan atau postur, dan menggunakan komputer).
5. Sesuaikan gaya komunikasi untuk memenuhi kebutuhan klien
3. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan makan.
Status Nutrisi Kriteria hasil:
1. Asupan gizi pasien terpenuhi 2. Asupan makanan pasien terpenuhi 3. Asupan cairan pasien terpenuhi
4. Rasio berat badan pasien tidak menyimpang dari rentang normal
Manajemen Nutrisi
1. Tentukan status gizi pasien dan kemampuan pasien untuk memenuhi kebutuhan gizi.
2. Bantu pasien dalam menentukan pedoman atau piramida makanan yang paling cocok dalam memenuhi kebutuhan
nutrisi.
3. Tentukan jumlah kalori dan jenis nutrisi yang dibutuhkan untuk memenuhi persyaratan gizi.
4. Lakukan atau bantu pasien terkait dengan perawatan mulut sebelum makan. 5. Beri obat-obatan sebelum makan jika
diperlukan
6. Anjurkan pasien terkait dengan kebutuhan makanan tertentu berdasarkan perkembangan atau usia.
4. Risiko infeksi dengan faktor risiko prosedur invasif.
Kontrol Risiko: Proses Infeksi Kriteria hasil:
1. Pasien dapat mengidentifikasi faktor risiko infeksi
2. Pasien dapat mengidentifikasi tanda dan gejala infeksi
3. Pasien mengklarifikasi risiko infeksi yang didapat
Kontrol Risiko
Kontrol infeksi
1. Batasi jumlah pengunjung
2. Anjurkan pengunjung untuk mencuci tangan pada memasuki dan meninggalkan ruangan pasien
3. Gunakan sabun antimikroba untuk cuci tangan yang sesuai
4. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah kegiatan perawatan pasien
3. Tentukan jumlah kalori dan jenis nutrisi yang dibutuhkan untuk memenuhi persyaratan gizi.
4. Lakukan atau bantu pasien terkait dengan perawatan mulut sebelum makan. 5. Beri obat-obatan sebelum makan jika
diperlukan
6. Anjurkan pasien terkait dengan kebutuhan makanan tertentu berdasarkan perkembangan atau usia.
4. Risiko infeksi dengan faktor risiko prosedur invasif.
Kontrol Risiko: Proses Infeksi Kriteria hasil:
1. Pasien dapat mengidentifikasi faktor risiko infeksi
2. Pasien dapat mengidentifikasi tanda dan gejala infeksi
3. Pasien mengklarifikasi risiko infeksi yang didapat
Kontrol Risiko
Kontrol infeksi
1. Batasi jumlah pengunjung
2. Anjurkan pengunjung untuk mencuci tangan pada memasuki dan meninggalkan ruangan pasien
3. Gunakan sabun antimikroba untuk cuci tangan yang sesuai
4. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah kegiatan perawatan pasien
Kriteria hasil:
1. Pasien dapat mengidentifikasi faktor risiko
2. Pasien menjalankan strategi kontrol risiko yang sudah ditetapkan
Status Imunitas Kriteria hasil:
1. Suhu tubuh pasien normal 2. Jumlah sel darah putih absolut
5. Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung
6. Pertahankan lingkungan aseptik selama pemasangan alat
7. Ganti letak IV perifer dan line central dan dressing sesuai dengan petunjuk umum 8. Gunakan kateter intermiten untuk
menurunkan infeksi kandung kencing 9. Tingkatkan intake nutrisi
10.Berikan terapi antibiotik yang sesuai Perlindungan Infeksi
1. Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal
2. Monitor hitung granulosit, WBC dan hasil-hasil deferensial
3. Monitor kerentanan terhadap infeksi 4. Batasi pengunjung yang sesuai
5. Skrining semua pengunjung terkait penyakit menular
Kriteria hasil:
1. Pasien dapat mengidentifikasi faktor risiko
2. Pasien menjalankan strategi kontrol risiko yang sudah ditetapkan
Status Imunitas Kriteria hasil:
1. Suhu tubuh pasien normal 2. Jumlah sel darah putih absolut
5. Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung
6. Pertahankan lingkungan aseptik selama pemasangan alat
7. Ganti letak IV perifer dan line central dan dressing sesuai dengan petunjuk umum 8. Gunakan kateter intermiten untuk
menurunkan infeksi kandung kencing 9. Tingkatkan intake nutrisi
10.Berikan terapi antibiotik yang sesuai Perlindungan Infeksi
1. Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal
2. Monitor hitung granulosit, WBC dan hasil-hasil deferensial
3. Monitor kerentanan terhadap infeksi 4. Batasi pengunjung yang sesuai
5. Skrining semua pengunjung terkait penyakit menular
6. Pertahankan teknik aspesis pada pasien yang berisiko
7. Tingkatkan asupan nutrisi yang cukup. 8. Anjurkan asupan cairan yang tepat 9. Anjurkan istirahat
10.Instruksikan pasien untuk minum antibiotik yang diresepkan
11.Ajarkan pasien dan keluarga mengenai tanda dan gejala infeksi dan kapan harus melaporkannya kepada pemberi layanan kesehatan
12.Ajarkan pasien dan keluarga bagaiamana cara menghindari infeksi
6. Pertahankan teknik aspesis pada pasien yang berisiko
7. Tingkatkan asupan nutrisi yang cukup. 8. Anjurkan asupan cairan yang tepat 9. Anjurkan istirahat
10.Instruksikan pasien untuk minum antibiotik yang diresepkan
11.Ajarkan pasien dan keluarga mengenai tanda dan gejala infeksi dan kapan harus melaporkannya kepada pemberi layanan kesehatan
12.Ajarkan pasien dan keluarga bagaiamana cara menghindari infeksi
DAFTAR PUSTAKA
Bruner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, volume 2. Jakarta: EGC.
Doenges. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk perencanaan dan Pendokumentasian perawatan pasien. Jakarta: EGC.
Mansjoer, Arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 1. Jakarta: UI Media. Price, Sylvia A. 2006. Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Smeltzer & Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8 . Jakarta: EGC.
Nurarif, A. H. dan Hardhi, K. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA NIC-NOC . Yogyakarta: Mediaction Jogja. Moorhead, S. dkk. 2008. Nursing Outcomes Classification (NOC) Pengukuran
Outcomes Kesehatan. Terjemahan oleh Intisari Nurjannah dan Roxsana Devi Tumanggor. 2013. Elsevier Global Rights.
DAFTAR PUSTAKA
Bruner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, volume 2. Jakarta: EGC.
Doenges. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk perencanaan dan Pendokumentasian perawatan pasien. Jakarta: EGC.
Mansjoer, Arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 1. Jakarta: UI Media. Price, Sylvia A. 2006. Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Smeltzer & Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8 . Jakarta: EGC.
Nurarif, A. H. dan Hardhi, K. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA NIC-NOC . Yogyakarta: Mediaction Jogja. Moorhead, S. dkk. 2008. Nursing Outcomes Classification (NOC) Pengukuran
Outcomes Kesehatan. Terjemahan oleh Intisari Nurjannah dan Roxsana Devi Tumanggor. 2013. Elsevier Global Rights.
Bulechek, M. G. Dkk. 2008. Nursing Interventions Classification (NIC). Terjemahan oleh Intisari Nurjannah dan Roxsana Devi Tumanggor. 2013. Elsevier Global Rights.
Sander, M. A. 2010. “Reseksi Mandibula” (online), (https://bedahunmuh.wordpress.com/2010/05/18/reseksi-mandibula/)