• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kebutuhan Air Tanaman

Kebutuhan air untuk tanaman pada suatu jaringan irigasi merupakan air yang dibutuhkan untuk tanaman untuk pertumbuhan yang optimal tanpa kekurangan air yang dinyatakan dalam kebutuhan air lapangan (Net Field Requirement, NFR). Kebutuhan air bersih disawah (NFR) dipengaruhi oleh faktor-faktor NFR seperti penyiapan lahan, pemakaian konsumtif, penggenangan, efisiensi irigasi, perkolasi dan infiltrasi, dengan memperhitungkan curah hujan efektif (Re). Bedanya kebutuhan pengambilan air irigasi (DR) juga ditentukan dengan memperhitungkan faktor efisiensi irigasi secara keseluruhan (e). Perhitungan kebutuhan air irigasi dengan rumus sebagai berikut:

NFR = ETc + P + WLR – Re ... 2-1

DR = (NFR x A)/E ... 2-2

dimana:

NFR = Kebutuhan air irigasi disawah (mm/hari) atau (lt/det/Ha) DR = Kebutuhan air di pintu pengambilan (lt/det/Ha)

ETc = Evapotranspirasi tanaman (mm/hari) P = Perkolasi (mm/hari)

WLR = Penggantian lapisan air (mm/hari) Re = Curah hujan efektif

A = Luas areal irigasi rencana (Ha) E = Efisiensi irigasi

Dalam menghitung kebutuhan air tanaman dapat digunakan metode Kriteria Perencanaan PU KP-01 tahun 1986 yaitu sebagai berikut :

(2)

1. Kebutuhan air irigasi untuk tanaman padi

Kebutuhan air irigasi untuk tanaman padi dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

DR = 𝐍𝐍𝐍𝐍𝐍𝐍

𝐄𝐄 ... 2-3

Dimana : DR = Kebutuhan air irigasi (ltr/dtk/hr)

NFR = Kebutuhan air bersih disawah (ltr/dtk/hr) E = Effisiensi saluran irigasi (%)

2. Kebutuhan air irigasi untuk tanaman palawija

Kebutuhan air irigasi untuk tanaman palawija dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

DR = 𝐄𝐄𝐄𝐄𝐂𝐂 − 𝐍𝐍𝐄𝐄

𝐄𝐄

... 2-4

Dimana : DR = Kebutuhan air irigasi (ltr/dtk/hr)

ETc = Evapotranspirasi tanaman

E = Effisiensi saluran irigasi

2.1.1. Kebutuhan air untuk konsumtif tanaman (ETc)

Kebutuhan air untuk konsumtif tanaman merupakan kedalaman air yang diperlukan untuk memenuhi evapotranspirasi tanaman yang bebas penyakit, tumbuh di areal pertanian pada kondisi cukup air dari kesuburan tanah dengan potensi pertumbuhan yang baik dan tingkat lingkungan pertumbuhan yang baik. Besarnya nilai ETc suatu tanaman sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh karakteristik tanaman tersebut seperti tinggi tanaman, pemantulan dan kelebaran daun. Pada wilayah yang mempunyai evaporasi yang tinggi, yaitu pada daerah panas, angin kencang dan kadar lengas yang rendah, besar ETo yang realistik adalah 12 s/d 14 mm/hari dan besarnya

(3)

ETc dapat mencapai 15 s/d 17 mm/hari. Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk menghitung evapotranspirasi potensial sesuai dengan rekomendasi FAO yang dimuat dalam jurnal “Crop Water Management, 1977” sebagai berikut :

1. Metode Penman (Penman Method),

2. Metode Blaney – Criddle (Temperature Method), 3. Metode Radiasi (Radiation Method),

4. Metode Evaporasi (PAN Method), 5. Metode Humidity (Humidity Method).

Dasar utama yang harus diperhatikan dalam memilih metode yang dipergunakan adalah jenis dari data yang tersedia dan tingkat ketelitian yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan air. Mengenai ketelitian, hanya kemungkinan perkiraan kesalahan yang dapat diberikan karena tidak ada base-line dari pada iklim yang diketahui. Metode Penman yang sudah dimodifikasi merupakan metode dengan tingkat ketelitian yang sangat tinggi dengan kemungkinan kesalahan hanya 10% dimusim panas, dan sampai 20% pada saat evaporasi rendah. Berikut adalah persamaan Penman yang dimodifikasi untuk menghitung evapotranspirasi :

ETo = c [ w Rn + (1 – w) f(u) (ea – ed) ] ... 2-5

dimana :

ETO = Evapotranspirasi acuan (mm/hari)

w = Faktor koreksi terhadap temperatur Rn = Radiasi netto (mm/hari)

f(u) = Fungsi angin

(ea – ed) = Perbedaan tekanan uap air jenuh dengan tekanan uap air nyata (mbar) c = Faktor pergantian cuaca akibat siang dan malam

(4)

1. Tekanan uap air (ea – ed)

Kelembaban relatif rata-rata udara mempengaruhi Eto. Dalam hal ini dinyatakan dalam bentuk tekanan uap air (ea-ed) yaitu perbedaan dari tekanan uap air lembab rata-rata (ea) dan tekanan uap air aktual rata-rata (ed). Kelembaban udara rata-rata dicatatat dalam bentuk relatif (Rhmax dan Rhmin dalam persen). Sebenarnya tekanan uap air aktual adalah konstan dan pengukuran 1 kali dalam satu hari sudah cukup untuk suatu areal penyelidikan. Tekanan uap air harus dinyatakan dalam mbar, jika ed diberikan dalam mmHg maka dikalikan dengan 1,33 untuk mendapatkan mbar.

Formula – formula yang digunakan: a. Tekanan Uap Air basah (ea)

Tekanan Uap Air basah (ea) adalah kemungkinan tekanan uap air maksimum untuktemperatur tertentu.

ea = 6,11e(17,4.t/(t+239) mbar (Gondrian,1977)

dimana :

t = Temperatur udara dalamoC. b. Tekanan uap air aktual (ed)

Tekanan uap air aktual (ed) adalah tekanan yang disebabkan oleh tekanan uap air diudara.

ed = ewet - a.Pa�Tdry - Twet� mbar (Dorenbos,1976) dimana:

ewet = tekanan udara basah pada WET bulb temperature;

Tdry, Twet = temperatur kering dan basah oC;

Pa = tekanan barometer dari udara pada tinggi tertentu; Pa = 1013 – 0,1055 E mbar; E = elevasi dari muka laut (m);

(5)

a = konstanta psycometric yang tergantung kepada type dari ventilasi wet bulb

= 0,000662 untuk psychometric dengan ventilasi model Assman, kecepatanpertukaran udara 5m/dtk;

= 0,0008 ventilasi alam , 1 m/dtk; = 0,0012 tanpa ventilasi.

2. Kelembaban relatif rata-rata (RH)

Kelembaban relatif rata-rata (RH) adalah jumlah uap air sebenarnya yang ada pada udara relatif terhadap jumlah uap udara pada saat dimana udara dalam keadaan lembab (saturated) pada temperatur yang sama (dinyatakan dalam %).

RH = (ed/ea) x 100% ... 2-5a

3. Fungsi Angin (f(u))

Fungsi angin dapat didefenisikan sebagai berikut,

F(u) = 0,27 (1+U/100) ... 2-5b

dimana:

U = kecepatan angin berhembus dalam 24 jam (km/hari) pada ketinggian 2 m. Formuladiatas dapat dipergunakan apabila (ea-ed) dalam mbar.Kecepatan angin (Ux) pada ketinggian x meter dari permukaan tanah dapat dikonversikan menjadi kecepatan angin pada ketinggian 2 meter dengan menggunakan hubungan dibawah ini :

(6)

4. Faktor Koreksi (1-W)

(1-W) merupakan faktor koreksi daripada pengaruh angin dan kadar lengas terhadap ETo.Besar (1-w) sehubungan dengan temperatur dan ketinggian dapat dihitung denganmenggunakan formula :

W = δ/(δ + β) ... 2-5d dimana :

β = konstanta psychrometric = (0,386 Pa)/L mbar/oC; L = latent heat = 595 – 0,51t cal/oC;

Pa = tekanan atmosfir mbar;

= 1013 – 0,1055 E;dimana E = elevasi dari permukaan laut (m); δ = sudut dari kurva hubungan antara tekanan uap air dan temperatur

(mbar/oC);

δ = 2 x ( 0,00738 t + 0,8072 )7 – 0,00116 mbar; t = (Tmax + Tmin)/2.

5. Radiasi Netto (Rn)

Radiasi netto adalah perbedaan antara semua radiasi yang masuk dan radiasi yang keluar ke dan dari permukaan bumi. Rn dapat dihitung dengan radiasi matahari atau dari lamanya penyinaran matahari, temperatur dan data kadar lengas (RH).

Jumlah radiasi yang diterima oleh lapisan atas atmosfir (Ra) adalah tergantung ketinggian letak lintang dan waktu.Sebahagian dari Ra diabsorbsi dan terputus-putus ketika melintasi atmosfir, sisanya termasuk sebahagian dari radiasi yang terputus-putus mencapai permukaan bumi dikenal dengan solar radiasi (Rs).

(7)

Rs tergantung pada Ra dan perjalanannya melalui atmosfir yang mana sangat dipengaruhi oleh keadaan awan. Sebagian daripada Rs dipantulkan kembali oleh panas dan tanaman dan hilang di atmosfer. Pemantulan tergantung pada keadaan permukaan bumi dan kira-kira 5 s/d 7% untuk permukaan air dan kira-kira 15 s/d 25% untuk sebagian besar tumbuh-tumbuhan. Besaran-besaran ini bervariasi tergantung kepada persentase penutupan permukaan tanah oleh daun tumbuhan, kandungan air dari tanah yang diekspose. Radiasi yang tertinggal disebut dengan solar radiasi netto gelombang pendek (Rns).Sebagai kehilangan radiasi tambahan adalah berupa pelepasan kembali energi yang telah diserap oleh bumi sebagai radiasi gelombang panjang. Kehilangan ini biasanya lebih besar dari pada radiasi gelombang panjang yang diterima oleh permukaan bumi. Selisih dari pada radiasi gelombang panjang yang hilang dan radiasi yang diterima oleh bumi disebut dengan radiasi gelombang panjang netto (Rnl). Selama energi yang keluar lebih besar daripada energi yang diterima maka Rnl merupakan kehilangan energi netto.

Untuk menghitung Rn maka ada beberapa langkah perhitungan yang diperoleh yaitu sebagai berikut:

Rn = Rns – Rnl ... 2-5e

Dimana:

Rns = solar radiasi netto = (1-α) Rs mm/hari;

α = koefisien pantul permukaan bumi dalam pecahan;

Rs = solar radiasi gelombang pendek (shortwave);= (a+b n/N) Ra...(Augstruom).

Secara umum:

(8)

Dimana :

n = lamanya penyinaran matahari/hari;

N = kemungkinan penyinaran matahari maksimum; Ra = total radiasi yang diterima pada lapisan atas atmosfir.

Koefisien pantul permukaan bumi (a) diketahui berubah dengan sudut matahari tetapi sering diambil berkisar antara 0,23 s/d 0,25 untuk tanaman yang ditanam pada areal pertanian yang mendapatkan air irigasi.Radiasi gelombang panjang netto (Rnl) menurut hukum Stefan-Boltzman adalah σT4 dimana T = temperatur absolut dalam derajat Kelvin dan σ = konstanta radiasi yang diperkenalkan oleh Stefan-Boltzman.

Radiasi gelombang panjang netto lebih kecil daripada radiasi yang dipancarkan, karena uap air, karbondioksida dan debu menyerap radiasi yangdipancarkan oleh gelombang panjang. Penyerapan dari energi yang dikeluarkan oleh bumi ini sebagian akhirnya akan kembali lagi ke bumi dari atmosfir sehingga radiasi gelombang panjang netto dapat dituliskan sebagai berikut :

Rnl = Є (σT4) (0,34 - 0,044√ed) (0,1 + 0,9 n/N) ... 2-5g Dimana:

Є = faktor reduksi = 0,95 s/d o,98.

Untuk mendapatkan total radiasi netto (Rn) adalah dengan menjumlahkan

aljabar dari radiasi gelombang pendek netto (RnS) dan radiasi gelombang panjang netto (Rnl) yang dihitung Rnl selalu merupakan mewakili kehilangan netto sehingga :

(9)

6. Faktor Koreksi

Persamaan Penman memberikan asumsi pada kebanyakan kondisi dimana radiasi diasumsikan sedang ke tinggi dan kecepatan angin pada siang hari diperkirakan dua kali kecepatan angin pada malam hari yang mana kondisi seperti ini tidak selamanya dapat terpenuhi. Untuk itu diperlukan faktor koreksi terhadap penggunaan persamaan Penman berdasarkan keadaan iklim seperti yang dimuat dalam tabel berikut.

Tabel 2.1 Faktor Koreksi C pada rumus Penman

Rhmax = 30% Rhmax = 60% Rhmax = 90%

Rs (mm/hr) 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 Uday (m/dt) Uday/Unight = 4,0 0 0,86 0,9 1 1 0,96 0,98 1,05 1,05 1,02 1,06 1,1 1,1 3 0,79 0,84 0,92 0,97 0,92 1 1,11 1,19 0,99 1,1 1,24 1,32 6 0,68 0,77 0,87 0,93 0,85 0,96 1,11 1,19 0,94 1,1 1,26 1,33 9 0,55 0,65 0,78 0,9 0,76 0,88 1,02 1,14 0,88 1,01 1,16 1,27 Uday/Unight = 3,0 0 0,86 0,9 1 1 0,96 0,98 1,05 1,05 1,02 1,06 1,1 1,1 3 0,76 0,81 0,88 0,94 0,87 0,96 1,06 1,12 0,94 1,04 1,18 1,28 6 0,61 0,68 0,81 0,88 0,77 0,88 1,02 1,1 0,84 1,01 1,15 1,22 9 0,46 0,56 0,72 0,82 0,67 0,79 0,88 1,05 0,78 0,92 1,06 1,18 Uday/Unight = 2,0 0 0,86 0,9 1 1 0,96 0,98 1,05 1,05 1,02 1,06 1,1 1,1 3 0,69 0,76 0,85 0,92 0,88 0,91 0,99 1,05 0,89 0,98 1,1 1,14 6 0,63 0,61 0,74 0,84 0,7 0,8 0,94 1,02 0,79 0,92 1,05 1,12 9 0 0,48 0,65 0,76 0,59 0,7 0,84 0,95 0,71 0,81 0,96 1,06 Uday/Unight = 1,0 0 0,86 0,9 1 1 0,96 0,98 1,05 1,05 1,02 1,06 1,1 1,1 3 0,64 0,71 0,82 0,89 0,78 0,86 0,94 0,99 0,85 0,92 1,01 1,05 6 0,43 0,68 0,68 0,79 0,62 0,7 0,84 0,93 0,72 0,82 0,95 1 9 0,27 0,41 0,59 0,7 0,5 0,6 0,75 0,87 0,62 0,72 0,87 0,96

(10)

Untuk menghitung kebutuhan air untuk konsumtif tanaman digunakan persamaan empiris sebagai berikut :

ETc = Kc x Eto ... 2-6

dimana : Kc = Koefisien tanaman

ETo = Evapotranspirasi potensial (mm/hari) ETc = Evapotranspirasi tanaman (mm/hari)

Koefisien tanaman merupakan pengaruh karakteristik tanaman terhadap kebutuhannya akan air. Besaran nilai koefisien tanaman adalah bervariasi menurut jenis tanaman, masa tahapan pertumbuhan, dan pengaruh cuaca atau iklim. Secara umum pertumbuhan tanaman dapat dibagi menjadi empat tahap yaitu:

1. Initial Stage : tahap awal mulai dari penanaman sampai daun tanaman

: kira-kira 10 %

2. Development stage : dari akhir initial stage sampai mencapai tingkat

: pertumbuhan daun yang dapat menutupi tanah 70 – 80% 3. Mid-season stage : dari akhir development stage sampai awal dari masa

: penuaan (maturing) dengan ditandainya perubahan

: warna dari pada daun, atau daun mulai jatuh. 4. Late season stage : dari akhir mid-season hingga akhir.

(11)

Gambar 2.1 : fase tumbuh tanaman Sumber : Marinus G. Bos, 2009

Berikut koefisien tanaman dari beberapa jenis tanaman berdasarkan umur. Tabel 2.2 Koefisien Tanaman

Umur (Bulan)

Jenis Tanaman

Padi Jagung K. Tanah

0,5 1,10 0,50 0,50 1,0 1,10 0,59 0,66 1,5 1,10 0,96 0,85 2,0 1,10 1,05 0,95 2,5 1,05 1,02 0,95 3,0 1,05 0,95 0,55 3,5 0,95 0,55 4,0 0

(12)

2.1.2. Kebutuhan air untuk penyiapan lahan

Pada Standar Perencanaan irigasi disebutkan bahwa kebutuhan air untuk penyiapan lahan umumnya menentukan kebutuhan maksimum air irigasi pada suatu proyek irigasi. Ada 2 faktor penting yang menentukan besarnya kebutuhan air untuk penyiapan lahan ialah:

1. Lamanya waktu yang dibutuhkan untuk penyiapan lahan, 2. Jumlah air yang diperlukan untuk penyiapan lahan.

Selain itu keadaan sosial dan kebiasaan penduduk setempat menentukan lamanya masa penyiapan lahan dari suatu areal irigasi. Sebagai perbandingan masa penyiapan lahan untuk tanaman padi dapat dipakai pendekatan umur bibit padi yang disemaikan sebelum di pindahkan kelahan pertanian yakni sekitar 1 hingga 1,5 bulan (30 – 45 hari). Pada umumnya jumlah air yang dibutuhkan untuk penyiapan lahan dapat ditentukan berdasarkan kedalaman serta porositas tanah disawah

𝐏𝐏𝐏𝐏𝐍𝐍 = (𝐒𝐒𝐒𝐒−𝐒𝐒𝐒𝐒) 𝐍𝐍.𝐝𝐝𝟏𝟏𝟏𝟏𝟒𝟒 + 𝐏𝐏𝐝𝐝 + 𝐍𝐍𝐅𝐅 ... 2-7

Dimana : PWR =Kebutuhan air untuk penyiapan lahan (mm)

Sa = Derajat kejenuhan tanah setelah penyiapan lahan dimulai (%) Sb = Derajat kejenuhan tanah sebelum penyiapan lahan dimulai (%) N = Porositas tanah dalam (%) pada harga rata-rata

D = Asumsi kedalaman tanah setelah penyiapan lahan (mm) Pd = Kedalaman genangan setelah pekerjaan penyiapan lahan (mm) Fl = Kehilangan air disawah selama perhari (mm)

Untuk tanah bertekstur berat tanpa retak-retak, kebutuhan air untuk penyiapan lahan diambil 200 mm, ini termasuk air untuk penjenuhan dan pengolahan tanah. Pada permulaan transplantasi tidak akan ada lapisan air yang tersisa di sawah. Setelah transplantasi selesai, lapisan air di sawah akan ditambah 50 mm. Secara keseluruhan ini

(13)

berarti bahwa lapisan air yang diperlukan menjadi 250 mm untuk penyiapan lahan dan untuk lapisan air awal setelah transplantasi selesai.

Bila lahan dibiarkan selama dalam jangka waktu yang lama (2,5 bulan) atau lebih maka lapisan air yang diperlukan untuk penyiapan lahan diambil 300 mm, termasuk 50 mm untuk penggenangan setelah tranplantasi. Untuk tanah-tanah ringan dengan laju perkolasi yang lebih tinggi, harga-harga kebutuhan air untuk penyiapan lahan bisa diambil lebih tinggi lagi. Kebutuhan air untuk penyiapan lahan sebaiknya dipelajari dari daerah-daerah didekatnya yang kondisi tanahnya serupa dan hendaknya didasarkan pada hasil-hasil penyelidikan di lapangan. Walaupun pada mulanaya tanah-tanah ringan mempunyai laju perkolasi tinggi, tetapi laju ini bisa berkurang setelah lahan diolah selama beberapa tahun. Kemungkinan ini hendaknya mendapat perhatian tersendiri sebelum harga-harga kebutuhan air untuk penyiapan lahan ditetapkan menurut ketentuan di atas.

Untuk menghitung jumlah air yang diperlukan selama penyiapan lahan dapat digunakan metode yang dikembangkan oleh van de Goor dan Zijlstra, (1968). Metode ini didasarkan pada laju air konstan dalam l/dt selama penyiapan lahan dan menghasilkan rumus berikut :

IR = 𝐌𝐌 𝐞𝐞

𝐤𝐤

𝐞𝐞𝐤𝐤 − 𝐈𝐈

... 2-8

dimana : IR =Kebutuhan air irigasi ditingkat persawahan (mm/hari)

M = Kebutuhan air untuk mengganti kehilangan air akibat evaporasi dan perkolasidi sawah yang sudah dijenuhkan; M = Eo + P (mm/hari)

Eo = Evaporasi air terbuka yang diambil 1,1 Eto selama penyiapan lahan (mm/hari)

(14)

P = Perkolasi K = MT/S

T = Jangka waktu penyiapan lahan (hari)

S = Kebutuhan air, untuk penjenuhan di tambah dengan lapisan air = 50 mm

2.1.3. Perkolasi

Perkolasi adalah gerakan air ke bawah dari zona tidak jenuh yang terletak diantara permukaan tanah ke permukaan air tanah (zona jenuh). Daya perkolasi adalah laju maksimum yang dimungkinkan, yang besarnya dipengaruhi oleh kondisi tanah dalam zona tidak jenuh yang terletak diantara permukaan tanah dengan permukaan air tanah. Laju perkolasi sangat bergantung pada sifat-sifat tanah. Dari hasil penyelidikan tanah pertanian dan penyelidikan kelulusan, besarnya laju perkolasi serta tingkat kecocokan tanah untuk pengolahan tanah dapat ditetapkan dan dianjurkan pemakaiannya. Guna menentukan laju perkolasi, tinggi muka air tanah juga harus diperhitungkan. Laju perkolasi normal pada tanah lempung sesudah dilakukan genangan berkisar antara 1 sampai 3 mm/hari (KP – 01, 1986). Di daerah dengan kemiringan diatas 5%, paling tidak akan terjadi kehilangan 5 mm/hari akibat perkolasi dan rembesan.

2.1.4. Pergantian lapisan air

Pergantian lapisan air khusus dilakukan hanya untuk sawah dengan tanaman padi, dimana waktu pemupukan dilakukan genangan air dipetak sawah perlu dikeringkan untuk beberapa hari. Untuk menggenangi petak sawah kembali diperlukan air tambahan, jadi dalam hal ini diperlukan sistem irigasi yang direncanakan untuk : (1) memungkinkan untuk mengganti lapisan air untuk beberapa kali pemupukan yang direncanakan sesuai keperluan; (2) Jika tidak ada penjadwalan semacam itu, lakukan

(15)

penggantian sebanyak 2 kali, masing-masing 50 mm (atau 3,3 mm/hari selama ½ bulan) selama sebulan dan dua bulan setelah transplantasi.

2.2. Curah Hujan

Tidak semua curah hujan yang jatuh diatas tanah dapat dimanfaatkan oleh tanaman untuk pertumbuhannya, ada sebagian yang menguap dan mengalir sebagai limpasan permukaan. Air hujan yang jatuh diatas permukaan dapat dibagi menjadi dua, yaitu:

1. Curah hujan nyata, yaitu sejumlah air yang jatuh pada periode tertentu,

2. Curah hujan efektif, yaitu jumlah air hujan yang jatuh pada suatu daerah atau petak sawah semasa pertumbuhan tanaman dan dapat dipakai untuk memenuhi kebutuhannya.

Adapun curah hujan efektif untuk tanaman palawija menurut KP-01 dipengaruhi oleh besarnya tingkat evapotranspirasi dan curah hujan daerah. Besaran curah hujan efektif harian dihitung dengan analisis pendekatan rumus (KP-01, 1986) sebagai berikut:

Untuk padi, Re = 70% x R80 ... 2-9

Untuk palawija, Re = 70% x R50 ... 2-10

2.3. Debit Andalan

Debit adalah suatu koefisien yang menyatakan banyaknya air yang mengalir dari suatu sumber airpersatuan waktu, biasanya diukur dalam satuan liter/detik. Pengukuran debit dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain:

1. Pengukuran debit berdasarkan kerapatan lautan obat,

2. Pengukuran kecepatan aliran dan luas penampang melintang, dalam hal ini untuk mengukur kecepatan arus digunakan pelampung atau pengukur arus

(16)

3. Pengukuran dengan menggunakan alat-alat tertentu seperti pengukur arus magnetis, atau pengukur arus gelombang supersonik.

Untuk memenuhi kebutuhan air pengairan irigasi bagi lahan-lahan pertanian, debit air di daerah bendung harus lebih dari cukup untuk disalurkan ke saluran-saluran (induk-sekunder-tersier) yang telah disiapkan di lahan-lahan pertanian. Agar penyaluran air ke suatu areal lahan pertanian dapat diatur dengan sebaik-baiknya (dalam arti tidak berlebihan atau agar dapat dimanfaatkan seefisien mungkin, dengan mengingat kepentingan areal lahan pertanian lainnya) maka dalam pelaksanaannya perlu dilakukan pengukuran-pengukuran debit air. Dengan distribusi yang terkendali, dengan bantuan pengukuran-pengukuran tersebut, maka masalah kebutuhan air pengairan selalu dapat diatasi tanpa menimbulkan gejolak.

Debit andalan (dependable flow) adalah debit yang selalu tersedia sepanjang tahun yang dapat dipakai untuk irigasi. Dalam penelitian ini debit andalan merupakan debit yang memiliki probabilitas 80%. Debit dengan probabilitas 80% adalah debit yang memiliki kemungkinan terjadi di bendung sebesar 80% dari 100% kejadian. Jumlah kejadian yang dimaksud adalah jumlah data yang digunakan untuk menganalisis probabilitas tersebut. Jumlah data minimum yang diperlukan untuk analisis adalah lima tahun dan pada umumnya untuk memperoleh nilai yang baik data yang digunakan hendaknya berjumlah 10 tahun data (KP – 01, 1986).

2.4. Program linear

Program linier merupakan model umum yang dapat digunakan dalam pemecahan masalah pengalokasian sumber-sumber yang terbatas secara optimal. Masalah tersebut timbul apabila seseorang diharuskan untuk memilih atau menentukan tingkat setiap kegiatan yang akan dilakukannya, di mana masing-masing kegiatan

(17)

Program linier menggunakan model matematis. Sebutan “linier” berarti bahwa semua fungsi matematis yang disajikan dalam model ini haruslah fungsi-fungsi linier. Dalam Program linier dikenal dua macam fungsi, yaitu fungsi tujuan (objective function) dan fungsi-fungsi batasan (constraint function). Fungsi tujuan adalah fungsi yang menggambarkan tujuan/sasaran di dalam permasalahan program linier yang berkaitan dengan pengaturan secara optimal sumber daya-sumber daya, untuk memperoleh keuntungan maksimal atau biaya minimal. Pada umumnya nilai yang akan dioptimalkan dinyatakan sebagai Z. Fungsi batasan merupakan bentuk penyajian secara matematis batasan-batasan kapasitas yang tersedia yang akan dialokasikan secara optimal ke berbagai kegiatan.

Pada umumnya program linier dapat digunakan untuk mengoptimisasikan persoalan-persoalan yang memenuhi persyaratan sebagai berikut:

1. Fungsi tujuan dapat didefenisikan dengan jelas,

2. Fungsi tujuan dan fungsi-fungsi pembatas harus dapat dinyatakan dalam bentuk matematis dan bersifat linier,

3. Variabel-variabel harus saling berhubungan,

4. Sumber-sumber harus dalam kondisi terbatas, misalnya sumber daya air. Secara umum persoalan program linier dapat diuraikan sebagai berikut :

”Terdapat m buah persamaan dari masing-masing n buah variable, diinginkan untuk menentukan kombinasi n buah variabel non-negatif yang memenuhi batasan-batasan yang ditentukan oleh m buah persamaan atau ketidaksamaan linier tersebut, dan memaksimumkan atau meminimumkan sebuah fungsi tujuan yang linier pula”. Secara matematik, persoalan program linier ini dapat dinyatakan sebagai berikut

1. Memaksimumkan/minimumkan fungsi tujuan

(18)

2. Dengan fungsi pembatas linier a11X11+ a12X12+…+ a1𝑛𝑛X1n ≤ b1 a21X21+ a22X22+…+ a2𝑛𝑛X2n ≤ b2 ... .... .... am1Xm1+ am2Xm2+…+ a𝑚𝑚𝑛𝑛Xmn ≤ bm ... 2-12 untuk m = 1, 2 , 3 ,...,

3. Dengan pembatas non-negatif

Xn≥ 0 , b𝑚𝑚 ≥ 0

4. a𝑚𝑚𝑛𝑛 , 𝑏𝑏mdan𝐶𝐶𝑛𝑛 adalah konstanta yang diketahui harganya.

Dapat pula persamaan atau ketidaksamaan ini dinyatakan sebagai perkalian matriks

𝐴𝐴(𝑚𝑚×𝑛𝑛) dengan matriks kolom 𝑋𝑋(𝑛𝑛×1) yang menghasilkan matrik kolom 𝐵𝐵(𝑚𝑚𝑚𝑚 1)

⎣ ⎢ ⎢ ⎢ ⎡𝑎𝑎𝑎𝑎1121 . .. 𝑎𝑎𝑚𝑚1 𝑎𝑎12 … 𝑎𝑎22. … .. 𝑎𝑎𝑚𝑚2 . .. … 𝑎𝑎1𝑛𝑛 𝑎𝑎2𝑛𝑛. .. 𝑎𝑎𝑚𝑚𝑛𝑛⎦ ⎥ ⎥ ⎥ ⎤ × ⎣ ⎢ ⎢ ⎢ ⎡𝑋𝑋𝑋𝑋1 2 . .. 𝑋𝑋𝑛𝑛⎦ ⎥ ⎥ ⎥ ⎤ ≤ = ≥ ⎣ ⎢ ⎢ ⎢ ⎡𝑏𝑏𝑏𝑏1 2 . .. 𝑏𝑏𝑚𝑚⎦ ⎥ ⎥ ⎥ ⎤

Dimana : 𝑍𝑍 = Nilai fungsi tujuan 𝐶𝐶𝑛𝑛 = Koefisien biaya

a𝑚𝑚𝑛𝑛 = jumlah sumber daya m yang diperlukan untuk

= menghasilkan output kegiatan n Xn = variabel keputusan

b𝑚𝑚 = sumber daya yang tersedia untk dialokasikan kesetiap unit

= kegiatan

Menurut Mustafa, dalam penyelesaian program linier diperlukan beberapa asumsi sebagai berikut :

(19)

Asumsi ini menyatakan bahwa naik turunnya nilai Z dan penggunaan sumber atau fasilitas, akan berubah secara proporsional dengan perubahan tingkat kegiatan.

Misal : 𝑍𝑍 = 𝐶𝐶1𝑋𝑋1+ 𝐶𝐶2𝑋𝑋2+ ⋯ + 𝐶𝐶𝑛𝑛𝑋𝑋𝑛𝑛

Setiap pertambahan/pengurangan satu unit X akan menaikkan/menurunkan nilai Z.

2. Additivity

Asumsi ini menyatakan bahwa nilai fungsi tujuan setiap kegiatan tidak saling mempengaruhi, atau dalam program linier dianggap bahwa kenaikan nilai fungsi tujuan (Z) yang diakibatkan oleh suatu kegiatan dapat ditambahkan tanpa mempengaruhi bagian nilai Z yang yang diperoleh dari kegiatan lain.

3. Disibility

Asumsi ini menyatakan bahwa nilai keluaran (output) yang dihasil oleh setiap kegiatan dapat berupa bilangan pecah

4. Deterministic

Asumsi ini menyatakan bahwa semua parameter yang terdapat pada program linierdapat diperkirakan denga pasti.

Beberapa pengertian dalam program linier adalah sebagai berikut : 1. Feasible solution

Feasible solution adalah suatu solusi yang memenuhi seluruh pembatas yang ada pada persoalan tersebut.

2. Infeasible solution

Infeasible solution adalah suatu situasi problema program linier yang tidak mempunyai penyelesaian optimal karena daerah kelayakannya tidak ada. Hal ini disebabkan oleh tidak terpenuhinya syarat-syarat yang termuat dalam persamaan

(20)

kendala, termasuk persyaratan variable keputusan yang harus memiliki bilangan negatif.

3. Optimal solution

Optimal solution adalah feasible solution yang memberikan nilai “terbaik” bagi fungsi tujuannya. Terbaik diartikan sebagai nilai terbesar apabila fungsi tujuannya memaksiasikan, dan diartikan sebagai nilai terkecil apabila fungsi tujuannya minimisasi.

4. No optimal solution

No optimal solution terjadi apabila suatu problema program linier tidak mempunyai penyelesaian optimal. Hal tersebut disebabkan oleh hal sebagai berikut :

− Tidak ada feasible solution,

− Ada batasan yang tidak membatasi besar nilai Z.

2.4.1. Metode Grafik

Umumnya problema program linear dapat diselesaikan dengan menggunakan metode grafik dan metode simplek. Pendekatan secara grafik adalah penyelesaian cara linier programming dengan bantuan penyelesaian gambar. Metode grafik digunakan apabila jumlah variabel keputusan hanya dua dan jumlah kendala dalam model relatif sedikit (umumnya tidak lebih dari 4 kendala). Apabila jumlah kendalanya relatif lebih banyak (> 4 kendala), maka akan sukar untuk melukiskan garis kendala dalam grafik. Bentuk grafik model linier berbeda berdasarkan fungsi tujuan dari model program linier tersebut apakah berfungsi memaksimumkan atau meminimumkan.

Prosedur yang harus ditempuh untuk menyelesaikan problema keputusan dengan menggunakan metode grafik sebagai berikut:

(21)

1. Rumuskan problema yang dihadapi kedalam model program linier (model matamatis persamaan linier)

2. Gambarkan semua kendala model kedalam grafik yang sumbu horizontalnya adalah variabel keputusan X1 dan sumbu vertikalnya adalah variabel keputusan

X2, dalam penggambaran semua tanda ketidaksamaanpada persamaan kendala

dirubah menjadi tanda sama dengan. Cara penggambarannya adalah sebagai berikut:

Persamaan garis kendala am1Xm1+ am2Xm2 = bm

Bila Xm1 = 0 maka persamaan diatas menjadi am1 (0)+ am2Xm2 = bm Xm2 = 𝑏𝑏𝑚𝑚

am2

Bila Xm2 = 0 maka persamaan diatas menjadi am1Xm1+ am2 (0) = bm Xm1 = 𝑏𝑏𝑚𝑚

am1

Sehingga didapat koordinat pada garis X1 ( 0; 𝑏𝑏𝑚𝑚

am2

) dan pada garis X2

( 𝑏𝑏𝑚𝑚 am1

; 0 ). Selanjutnya gambarkan koordinat tersebut dalam grafik dan hubungkan keduanya, sehingga membentuk garis kendala. Lakukan pada semua persamaan kendala sehingga didapat grafik sebagai berikut.

Gambar 2.2 : Contoh Penyelesaian Grafik Program Linier

X2 A B C D 0 X1 Pers. Kendala (1) Pers. Kendala (2) Pers. Kendala (3) Daerah Kelayakan

(22)

3. Identifikasikan daerah kelayakan yang memenuhi persyaratan semua kendala yang ada dalam model

4. Identifikasi penyelesaian optimal atas problema yang dihadapi dengan cara memasukkan nilai X1 dan X2 dari titik optimum pada daerah kelayakan pada

fungsi tujuansehingga didapat hasil yang maksimum.

2.4.2. Metode Simpleks

Metode simpleks merupakan metode yang digunakan untuk menyelesaikan suatu masalah linier programming bila memiliki lebih dari dua variabel-variabel keputusan. Metode simpleks adalah suatu prosedur aljabar iteratif yang dikembangkan oleh George B. Dantzig pada yahun 1947 untuk memecahkan persoalan-persoalan program linier. Metode ini menyelesaikan masalah program liniermelalui tahapan (perhitungan ulang) dimana langkah-langkah perhitungan yang sama diulang sampai tercapai solusi optimal.

Dalam bentuk matematis, persoalan program linier dengan metode ini akan dinyatakan sebagai berikut :

Fungsi tujuan : Maksimisasi/minimisasi Z = ∑𝑚𝑚𝑛𝑛=1 𝐶𝐶𝑛𝑛𝑋𝑋𝑛𝑛 Fungsi pembatas : a11X11+ a12X12+…+ a1𝑛𝑛X1n ≤ b1

a21X21+ a22X22+…+ a2𝑛𝑛X2n ≤ b2

... .... ....

(23)

Jika didefinisikan : A = ⎣ ⎢ ⎢ ⎢ ⎡𝑎𝑎𝑎𝑎1121 . .. 𝑎𝑎𝑚𝑚1 𝑎𝑎12 … 𝑎𝑎22. … .. 𝑎𝑎𝑚𝑚2 . .. … 𝑎𝑎1𝑛𝑛 𝑎𝑎2𝑛𝑛. .. 𝑎𝑎𝑚𝑚𝑛𝑛⎦ ⎥ ⎥ ⎥ ⎤ ; X = ⎣ ⎢ ⎢ ⎢ ⎡𝑋𝑋𝑋𝑋12 . .. 𝑋𝑋𝑛𝑛⎦ ⎥ ⎥ ⎥ ⎤ ; B = ⎣ ⎢ ⎢ ⎢ ⎡𝑏𝑏𝑏𝑏1 2 . .. 𝑏𝑏𝑚𝑚⎦ ⎥ ⎥ ⎥ ⎤

maka pembatas dari model tersebut dapat dituliskan ke dalam bentuk sistem persamaan AX = B. Perhatikan suatu sistem AX = B dari persamaan linear dalam n variabel (n>m). Definisi:

1. Solusi basis

Solusi basis untuk AX = B adalah solusi di mana terdapat sebanyak-banyaknya m variabel berharga bukan nol. Untuk mendapatkan solusi basis dari AX = B maka sebanyak (n – m) variabel harus dinolkan. Variabel-variabel yang dinolkan ini disebut variabel nonbasis (NBV). Selanjutnya, dapatkan harga dari n – (n – m) = m variabel lainnya yang memenuhi AX = B, yang disebut variabel basis (BV).

2. Solusi basis fisibel

Jika solusi variabel pada suatu solusi basis berharga nonnegatif, maka solusi itu disebut solusi basis fisibel (BFS).

3. Solusi feasibel titik ekstrem

Yang dimaksud dengan solusi feasibel titik ekstrem atau titik sudut ialah solusi feasibel yang tidak terletak pada suatu segmen garis yang menghubungkan dua solusi feasibel lainnya.

Untuk menyelesaikan persoalan program linier maksimasi dengan menggunakan metode simpleks, dapat dilakukan langkah-langkah berikut:

(24)

1. Konversikan formulasi persoalan ke dalam bentuk standar.

Untuk menyusun rumusan program linier ke dalam model matematik simplek, semua persamaan harus dirubah kedalam bentuk sama dengan agar persamaan kendala dalam keadaan seimbang. Dalam problem tersebut, tanda ketidak samaan kendala adalah lebih kecil atau sama dengan (≤), diubah menjadi tanda sama dengan (=) dengan syarat menambah variabel slack pada sisi bagian kiri persamaan kendala. Nilai variabel slack harus ditambahkan kedalam fungsi tujuan Z, tetapi nilai kontribusinya = 0 untuk masing-masing variabel tersebut. Hal ini disebabkan karena variabel slack menunjukkan sumber daya yang tidak terpakai dalam proses produksi sehingga tidak mempengaruhi fungsi tujuan.

2. Mentabulasikan persamaan-persamaan yang diperoleh pada langkah 1 Tabel 2.3 Bentuk umum tabel simplek awal

BASIS Z X1 X2 ... ... Xn S1 S2 ... ... Sm SOLUSI Z 1 C1 C2 ... ... C3 0 0 ... ... 0 0 S1 0 a11 a12 ... ... a1n 1 0 ... ... 0 b1 S2 0 a21 a22 ... ... a2n 0 1 ... ... 0 b2 ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... Sm 0 am1 am2 ... ... amn 0 0 ... ... 1 bm

Kolom basis menunjukkan variabel yang sedang menjadi basis yaitu S1,S2,S3

yang nilainya ditunjukkan oleh kolom solusi. Secara tidak langsung ini menunjukkan bahwa variabel non basis X1,X2,X3 sama dengan nol karena belum

ada kegiatan.

3. Cari Solusi Basis Fisibel (BFS),

4. Jika seluruh NBV mempunyai koefisien nonnegatif (artinya berharga positif atau nol) pada baris fungsi tujuan [baris persamaan z yang biasa disebut baris 0

(25)

atau baris (zj – cj)], maka BFS sudah optimal. Jika pada baris 0 masih ada variabel dengan koefisien negatif, pilihlah salah satu variabel yang mempunyai paling negatif pada baris 0 itu. Variabel ini akan memasuki status variabel basis, karena itu variabel ini disebut sebagai variabel yang masuk basis (entering variable, disingkat EV),

5. Hitung rasio dari (Ruas kanan) / (Koefisien EV) pada setiap baris di mana EV-nya mempuEV-nyai koefisien positif. Variabel basis pada baris pembatas dengan rasio positif terkecil akan berubah status menjadi variabel nonbasis. Variabel ini kemudian disebut sebagai variabel yang meninggalkan basis atau leaving variable, disingkat LV.

2.4.3. Program Linier Kembar ( Teori Dualitas )

Salah satu penemuan paling penting pada awal perkembangan Program linier adalah konsep dualitas yang menyatakan bahwa setiap masalah program linier berkaitan dengan masalah program linier yang lainnya yang disebut dual. Hubungan antara model program linier primal dan dual bersifat konversi. Model program linier primal dapat dirumuskan kedalam model program linier dual dengan fungsi tujuan yang berbeda. Sebagai contoh, funggsi tujuan program linier primal adalah memaksimalkan laba, maka dalam program linier dual fungsi ini berubah menjadi fungsi meminimalkan biaya. Untuk mempermudah memahami hubungan antara program linier primal dan program linier dual dapat dilihat dari contoh berikut :

Maksimalkan 𝑍𝑍 = 𝐶𝐶1𝑋𝑋1+ 𝐶𝐶2𝑋𝑋2 Kendala : a11X1+ a12X2 ≤ b1

(26)

X1 , X2 ≥ 0

Dalam bentuk persamaan linier dual, persamaan diatas berubah menjadi Minimalkan 𝑍𝑍 = 𝑏𝑏1𝑌𝑌1+ 𝑏𝑏2𝑌𝑌2

Kendala : a11Y1+ a21Y2 ≥ C1 a12Y1+ a22Y2 ≥ C2 X1 , X2 ≥ 0

Berdasarkan contoh diatas, terlihat bahwa korespondensi antara program linier primal dan dual adalah sebagai berikut :

1. Koefisien fungsi tujuan primal menjadi konstanta ruas kanan bagi dual, dan konstanta ruas kanan primal menjadi koefisien fungsi tujuan bagi dual

2. Tanda ketidaksamaan pada pembatas bergantung pada fungsi tujuannya. Jika fungsi tujuan primal maksimasi maka tanda pembatas pada dual adalah lebih besar sama dengan ( ≥ ), dan jika fungsi tujuan primal minimisasi tanda pembatas dual adalah lebih kecil sama dengan ( ≤ )

3. Fungsi tujuan maksimasi berubah menjadi minimisasi dan sebaliknya fungsu tujuan minimisasi berubah menjadi maksimasi

4. Untuk setiap variabel primal ada satu pembatas dual dan untuk setiap pembatas primal ada satu variabel dual

5. Setiap kolom pada primal berkorespondensi dengan baris pada dual dan setiap baris pada primal berkorespondensi dengan kolom pada dual.

Dalam penyelesaiannya program linier dual dapat diselesaikan dengan menggunakan metode grafik untuk fungsi tujuan dengan tidak lebih dari dua variabel dan dengan metode simplek untuk fungsi tujuan dengan lebih dari dua variabel.

(27)

2.4.4. Model optimasi pola tanam dengan program linier

Dalam pengoptimalan dengan program linier terdapat 2 fungsi yang harus di penuhi yang pertama adalah Fungsi Tujuan dan Fungsi Kendala. Fungsi tujuan adalah fungsi yang menggambarkan tujuan/sasaran yang berkaitan dengan pengaturan secara optimal sumber daya untuk memperoleh keuntungan maksimal atau biaya minimal sedangkan fungsi kendala/batasan merupakan bentuk penyajian secara metematis batasan – batasan kapasitas yang tersedia yang akan dialokasikan secara optimal keberbagai kegiatan (Mustafa, 2000). Fungsi tujuan dalam optimasi pola tanam dalam penelitian ini adalah hasil maksimum dalam rupiah dari suatu daerah irigasi. Secara umum rumusan fungsi tujuan dalam pengopimalan pola tata tanam adalah :

Z = ( Keuntungan MT 1 ) + (Keuntungan MT 2 ) + (Keuntungan MT 3 ).... 2-13

Z = (CP1. XP1+ CJ1 . XJ1) + (CP2. XP2+ CJ2 . XJ2) + (CP3. XP3+ CJ3 . XJ3)

Ket : Z = Keuntungan (Rupiah)

CP1, CP2,CP3 = Harga komoditas padi pada MT ke 1,2,3(Rupiah/kg)

XP1,XP2,XP3 = Luas areal tanam komoditas padi pada MT ke 1,2,3(Ha)

CJ1, CJ2,CJ3 = Harga komoditas jagungpada MT ke 1,2,3(Rupiah/kg)

XJ1,XJ2,XJ3 = Luas areal tanam komoditas jagungpada MT ke 1,2,3(Ha)

Dalam setiap optimasi diperlukan suatu faktor kendala atau pembatas. Pada studi ini batasan yang digunakan adalah luas lahan yang tersedia, ketersediaan air (debit andalan), dan kebutuhan air pada musim tanam.

1. Kendala luas tanam

Rumusan kendala luas tanam adalah sebagai berikut:

MTm = XPm+ XJm ≤ 100% * Luas Lahan total ... 2-14

Dimana : MTm = Musim tanam ke-m dengan m = 1,2,3

(28)

XJm = Luas tanam komoditas jagung pada musim tanam ke-m

2. Kendala ketersediaan air

Yaitu debit air yang dibutuhkan saatmusim tanam ke-m berdasarkan hasil perhitungan (q) dengan debit air yang tersedia dari intake pada musim tanam m (Qm)

Secara singkat dapat dirumuskan sebagai berikut :

(qPm* XPm) + (qJm* XJm) ≤ Qm ... 2-15

Dimana : qPm = Kebutuhan air tanaman padi pada MT ke-m (lt/dt/ha)

qJm = Kebutuhan air tanaman jagungpada MT ke-m (lt/dt/ha)

XPm = Luas tanam komoditas padi pada MT ke-m (Ha)

XJm = Luas tanam komoditas jagungpada MT ke-m (Ha)

Qm = Debit yang tersedia dari sumber air pada musim tanam

Gambar

Tabel 2.1 Faktor Koreksi C pada rumus Penman
Tabel 2.2  Koefisien Tanaman Umur

Referensi

Dokumen terkait

Sedangkan jika variabel bebas pada penelitian memiliki lebih dari satu variabel, maka analisis regresi yang digunakan yaitu analisis regresi linier berganda.. 2.3.1

Dengan menggunakan analisis regresi linier berganda menunjukkan bahwa variabel-variabel Ekuitas Merek yang meliputi Kesadaran Merek, Asosiasi Merek, kualitas yang

Dari hasil penelitian tersebut didapatkan hasil grafik yang linier, dimana semakin besar nilai sudut serang pada airfoil, maka semakin besar pula nilai gaya angkat dan koefisien

Metode SUR adalah suatu metode penaksiran dari model regresi linier berganda multivariat yang digunakan untuk menaksir model yang terdiri dari beberapa persamaan

Dengan demikian yang akan diselesaikan dalam linier programming adalah mencapai fungsi tujuan (maksimum keuntungan atau minimum biaya) dengan memperhatikan fungsi-fungsi

Tujuan dari Aliran Daya Optimal adalah untuk menemukan pengaturan optimal dari suatu sistem jaringan listrik yaitu untuk mengoptimalkan fungsi tujuan sistem seperti biaya

Judul dan Tujuan Penelitian Indikator Penelitian Variabel Penelitian Metode Hasil Penelitian Adaptasi Penelitian Permodelan Faktor Risiko Kejadian Difteri di Kabupaten

16 2.5 Pemrograman Linier Fuzzy Penyelesaian dengan program linier fuzzy adalah pencarian suatu nilai 𝑍 yang merupakan fungsi obyektif yang akan dioptimasikan sedemikian rupa