BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 State of The Art Review
Masalah aliran daya optimal didefinisikan di awal tahun 1960 (Burchett et al., Februari 1982) yang merupakan perpanjangan dari economic dispatch konvensional untuk menentukan pengaturan optimal variabel kontrol dalam jaringan listrik dengan berbagai kendala. Aliran daya optimal merupakan masalah optimasi nonlinier statik, yang dalam perkembangannya, penyelesaian masalah ini merupakan pendekatan terhadap teknik optimasi numerik dan teknologi komputer. Sejak saat itu telah digeneralisasi untuk mencakup banyak masalah lain. Optimasi pada sistem tenaga listrik dengan rugi-rugi diwakili oleh persamaan aliran daya yang diperkenalkan pada 1960-an (Carpentier, 1962; Dommel dan Tinney, Oktober 1968). Sejak itu, upaya yang signifikan telah dihabiskan pada pencapaian metode solusi lebih cepat dan akurat yang cocok untuk implementasi secara
online serta pengoperasian yang praktis.
Sebelumnya analisis untuk pengoptimalan aliran daya khususnya pengoptimalan aliran daya pada sistem kelistrikan Bali sudah banyak dilakukan hanya saja menggunakan metode yang berbeda, seperti yang dilakukan Danny (2004), Alokasi Pembebanan Ekonomis dengan Menggunakan Metode Extended
Quadratic Interior Point. Dimana mengalokasikan pembebanan ekonomis tanpa
memperhatikan rugi-rugi transmisi pada sistem kelisrikan Bali dengan menekankan pada simulasi penjadwalan unit-unit pembangkit thermal.
Fungsi objektif yang digunakan:
𝐹 = ∑ 𝐹𝑖(𝑃𝑖) 𝑛 𝑖=1 (2.1) Dengan 𝐹𝑖(𝑃𝑖) = 𝑎𝑖𝑃𝑖2+ 𝑏𝑖𝑃𝑖 + 𝑐𝑖 (2.2)
Dengan fungsi kendala: ∑ 𝑃𝑖 𝑛 𝑖=1 = 𝑃𝑅 (2.3) Serta kendala batas maksimum dan minimum:
𝑃𝑖𝑚𝑖𝑛 ≤ 𝑃𝑖 ≤ 𝑃𝑖𝑚𝑎𝑘𝑠 (2.4) Keluaran yang didapat merupakan daya optimal yang dibangkitkan oleh unit-unit thermal dengan biaya pembangkitan yang minimum.
Susanti (2010), Studi Optimasi Aliran Daya Listrik Sistem Kelistrikan Bali. Dimana analisis aliran daya optimal dilakukan dengan metode DC Optimal
Power Flow (DC OPF) . Analisis yang dilakukan yaitu mengoptimalkan daya
aktif dengan fungsi tujuan meminimalkan biaya pembangkitan. Fungsi yang di minimalkan yaitu:
𝑚𝑖𝑛𝑖𝑚𝑖𝑧𝑒 ∑[𝑎𝑖𝑃𝐺𝑖+ 𝑏𝑖𝑃𝐺𝑖2] 𝐼
𝑖=1
(2.5) Menggunakan optimasi aliran daya dengan metode DC Optimal Power Flow untuk mendapatkan nilai daya aktif (P) yang optimal, dimana fungsi biaya yang akan diminimisasi:
TVC (Total Variabel Cost)
𝑇𝑉𝐶 = [∑ 𝑎𝑖. 𝑃𝐺𝑖+ 𝑏𝑖. 𝑃𝐺𝑖2 𝐼 𝑖=1 ] + 𝜋 [ ∑ [𝛿𝑘− 𝛿𝑚]2 𝑘𝑚𝜖𝐵𝑅 ] (2.6) Keluaran yang didapat adalah optimal daya pembangkitan dan biaya pembangkitan serta persentase penurunan biaya pembangkitan yang dihitung dari biaya setelah optimasi dengan sebelum dioptimasi.
Selain itu penelitian lain tentang analisis optimal aliran daya juga pernah dilakukan oleh Mahardika (2004) yaitu Alokasi Daya Aktif dan Reaktif Optimal pada Sistem Kelistrikan Bali dengan Menggunakan Metode Proyeksi Gradient. Optimasi daya aktif keluaran generator untuk meminimalkan biaya
bahan bakar dengan mengasumsikan tegangan sistem bus dan daya reaktif dijaga tetap konstan. Sedangkan optimasi daya reaktif adalah untuk meminimalkan rugi-rugi daya transmisi dengan mengasumsikan daya aktif dari generator dijaga tetap konstan. Dengan fungsi objektif untuk P optimasi dan Q optimasi sama. Persamaan fungsi objektif didefinisikan:
𝐹 = 𝐶(𝑃𝑠𝑔) = ∑(𝑎𝑖𝑃𝑖2+ 𝑏𝑖𝑃𝑖+ 𝑐𝑖) 𝑖=𝐺
(2.7) Dengan optimasi daya aktif (P), perubahan P sebagai fungsi pertambahan biaya pembangkitan yang akan diminimisasi:
∆𝐶𝑝= 𝛽𝑝∆𝑃𝑠𝑔+ ∆𝑃𝑠𝑔𝑇𝛾
𝑝∆𝑃𝑠𝑔 (2.8) Sedangkan optimasi daya reaktif (Q), perubahan daya reaktif (ΔQ) sebagai fungsi pertambahan biaya pembangkitan yang akan diminimisasi:
∆𝐶𝑄 = 𝛽𝑄[∆𝑄𝑠𝑔] + [∆𝑄𝑠𝑔]𝑇𝛾𝑄[∆𝑄𝑠𝑔] (2.9) Keluaran yang didapat berupa pembebanan optimal masing-masing pembangkit, penurunan biaya pembangkitan serta rugi-rugi jaringan.
Untuk penelitian pengoptimalan aliran daya kali ini menggunakan metode Primal Dual Interior Point Algorithms with Barrier Function melalui
Optimal Power Flow Simulation (ETAP 5.03). Optimasi yang dilakukan berupa
optimasi daya aktif dengan batasan kendala meliputi batasan kendala daya aktif, reaktif serta tegangan untuk mengoptimalkan daya pembangkitan serta meminimalkan biaya pembangkitan dan juga mendapatkan rugi-rugi jaringan pada sistem kelistrikan Bali. Metode ini dipilih karena sangat efisien serta cocok digunakan pada sistem yang besar. Pada pemodelan sistem daya, program ini dimungkinkan untuk mencapai akurasi tertinggi dan memiliki kemampuan dalam memecahkan masalah aliran daya optimal dalam segala ukuran dan kondisi sistem. Pada penelitian kali ini menggunakan fungsi objektif serta kendala-kendala sebagai berikut:
𝑀𝑖𝑛 𝐹 = ∑ 𝑓𝑖 𝑁𝐺 𝑖=1 (𝑃𝐺𝑖) 𝑀𝑖𝑛 𝐹 = ∑(𝑎𝑖𝑃𝑔𝑖2 + 𝑏𝑖𝑃𝑔𝑖+ 𝑐𝑖) 𝑁𝐺 𝑖=1 (2.10) Dengan kendala 𝑃𝑖(𝑉, 𝜃) = 𝑃𝐺𝑖− 𝑃𝐷𝑖 (2.11) 𝑄𝑖(𝑉, 𝜃) = 𝑄𝐺𝑖− 𝑄𝐷𝑖 (2.12) 𝑃𝐺𝑖 𝑚𝑖𝑛≤ 𝑃𝐺𝑖(𝑉, 𝜃) ≤ 𝑃𝐺𝑖 𝑚𝑎𝑥 (2.13) 𝑄𝐺𝑖 𝑚𝑖𝑛 ≤ 𝑄𝐺𝑖(𝑉, 𝜃) ≤ 𝑄𝐺𝑖 𝑚𝑎𝑥 (2.14) 𝑉𝑖 𝑚𝑖𝑛 ≤ 𝑉𝑖 ≤ 𝑉𝑖 𝑚𝑎𝑥 (2.15) Keluaran yang didapat dari optimasi aliran daya pada penelitian ini adalah biaya pembangkitan optimal, biaya pembangkitan serta rugi-rugi jaringan.
2.2 Kondisi Kelistrikan Bali
Bali saat ini menjadi salah satu provinsi yang sedang berkembang dengan sangat pesat. Hal ini memicu pembangunan di segala bidang yang membuat permintaan akan kebutuhan listrik semakin meningkat. Suplai energi listrik untuk Bali sendiri saat ini dipenuhi oleh dua kabel laut yang berkapasitas sebesar 180 MW dan tiga pembangkit listrik yaitu Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG) Gilimanuk, Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG) Pemaron, serta Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) Pesanggaran dengan total kapasitas pembangkitan sebesar 495,8 MW (PLN APP Bali, 2011). Sepanjang tahun 2011 beban tertinggi yang pernah tercapai di sub sistem Bali pada siang hari mencapai 488,6 MW sedangkan pada malam hari mencapai 591.6 MW (PLN APP Bali, 2011). Jumlah ini dari tahun ke tahun akan terus mengalami peningkatan sedangkan sampai saat ini dapat dilihat bahwa jenis unit pembangkit termal yang digunakan di Bali berupa pembangkit-pembangkit yang menggunakan HSD (High
Speed Diesel) dimana merupakan bahan bakar yang untuk penyediannya
sistem tenaga listrik, biaya bahan bakar merupakan biaya yang terbesar, untuk PLN biaya bahan bakar adalah kira-kira 60 persen dari biaya operasi secara keseluruhan.
2.3 Sistem Tenaga Listrik
Sistem tenaga listrik adalah sekumpulan pusat tenaga listrik dan gardu-gardu induk yang dihubungkan dengan jaringan transmisi sehingga menjadi sebuah kesatuan interkoneksi (Marsudi, 1990).
Secara umum sistem tenaga listrik dapat dikatakan terdiri dari tiga bagian utama, yaitu:
1. Pembangkit tenaga listrik 2. Penyaluran tenaga listrik 3. Distribusi tenaga listrik
Sistem tenaga listrik modern merupakan sistem yang komplek terdiri dari beberapa pusat pembangkit, saluran transmisi dan jaringan distribusi yang berfungsi untuk menyalurkan daya dari pusat pembangkit ke pusat pusat beban. Untuk memenuhi tujuan operasi sistem tenaga listrik, ketiga bagian utama dari sistem tenaga listrik yaitu pembangkit, penyaluran dan distribusi tersebut satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan (Wikarsa, 2010).
2.3.1 Tujuan Operasi Sistem Tenaga Listrik
Dalam mencapai tujuan dari operasi sistem tenaga listrik maka perlu diperhatikan tiga hal berikut, yaitu :
1. Ekonomi (economy) dimana listrik harus dioperasikan secara ekonomis, tetapi tetap memperhatikan keandalan dan kualitasnya.
2. Keandalan (security) merupakan tingkat keamanan sistem terhadap kemungkinan terjadinya gangguan. Sedapat mungkin gangguan di pembangkit maupun transmisi dapat diatasi tanpa mengakibatkan kerugian disisi konsumen.
3. Kualitas (quality) yaitu tenaga listrik yang diukur dengan kualitas tegangan dan frekuensi yang dijaga sedemikian rupa sehingga tetap pada kisaran yang ditetapkan.
2.3.2 Manajemen Operasi Sistem Tenaga Listrik
Operasi sistem tenaga listrik menyangkut berbagai aspek yang luas, khususnya biaya dalam penyediaan tenaga listrik bagi masyarakat luas. Oleh karena itu operasi sistem tenaga listrik memerlukan manajemen yang baik. Operasi sistem tenaga listrik dapat dibagi menjadi tiga kelompok kegiatan pengoperasian yaitu:
1. Perencanaan Operasi, yaitu berhubungan dengan perencanaan operasi jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang.
2. Operasi dan pengendalian operasi, yaitu berhubungan dengan pengendalian sistem operasi pada operasi real time.
3. Evaluasi operasi yaitu merekam kejadian-kejadian yang terjadi pada sistem dan dengan melihat kembali rekaman data, dicoba untuk menganalisa berbagai kejadian yang terjadi pada sistem. Hasil dari evaluasi operasi akan digunakan untuk mengoptimalkan perencanaan operasi sistem di masa yang akan datang.
Manajemen operasi sistem tenaga listrik harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut (Marsudi, 1990):
1. Prakiraan Beban
2. Syarat-syarat pemeliharaan peralatan 3. Keandalan
4. Alokasi beban dan produksi pembangkit yang ekonomis.
Keempat hal ini masih harus dikaji terhadap beberapa kendala sebagai berikut: 1. Aliran daya beban dalam jaringan
2. Daya hubung singkat peralatan 3. Penyediaan suku cadang dan dana 4. Stabilitas sistem tenaga listrik
2.4 Optimasi dalam Operasi Sistem Tenaga Listrik
Pada manajemen operasi sistem tenaga listrik salah satu hal yang perlu diperhatikan adalah keandalannya. Keandalan dalam operasi sistem tenaga listrik merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi agar proses optimasi dapat berjalan. Dalam proses optimasi operasi sistem tenaga listrik juga berlaku hal tersebut. Secara matematis untuk sistem yang terdiri dari n variabel dapat digambarkan sebagai berikut ( Marsudi, 1990):
1. Sebuah fungsi (𝑥1, 𝑥2, … , 𝑥𝑛) yang biasa disebut fungsi objektif (objective
function) yaitu sebuah fungsi yang dioptimalkan misalnya dicari nilai
maksimum atau minimumnya. Dalam operasi sistem tenaga listrik (𝑥1, 𝑥2, … , 𝑥𝑛) adalah daya yang dibangkitkan oleh unit pembangkit 1, ke-2, ..., ke-n dalam sistem.
2. Kendala-kendala yang harus diatasi, digambarkan oleh ketidaksamaan-ketidaksamaan dan persamaan-persamaan yang harus dipenuhi. Dalam sistem tenaga listrik dapat digambarkan seperti berikut:
𝐾1 ≤ 𝑄 (𝑥1, 𝑥2, … , 𝑥𝑛) ≤ 𝐾2 (2.16) 𝑅(𝑥1, 𝑥2, … , 𝑥𝑛) ≤ 𝐾3 (2.17) 𝑄 (𝑥1, 𝑥2, … , 𝑥𝑛) − 𝐵 − 𝐿 = 0 (2.18) Dimana:
Q : Besarnya pembangkitan
R : Besarnya pembangkitan untuk sekelompok unit tertentu misalnya karena pembatasan aliran daya
K1 : Batas pembangkitan minimal K2 : Batas pembangkitan maksimal
K3 : Batas pembangkitan daya maksimal untuk sekelompok unit pembangkit tertetu (𝑥1, 𝑥2, … , 𝑥𝑛)
B : Beban
L : Rugi-rugi daya sistem
Batas bawah ketidaksamaan pada persamaan 2.16, K1 merupakan kendala mekanis pada sistem. Sedangkan batas atas ketidaksamaan pada persamaa 2.16, K2 ditentukan oleh kemampuan pembangkitan unit-unit pembangkit
membangkitkan daya. Ketidaksamaan pada persamaan 2.17 merupakan kendala yang terkadang timbul dalam sistem, misalnya karena ada pembatasan penyaluran bagi sekelompok unit-unit pembangkit tertentu. Persamaan 2.18 merupakan persamaan yang harus dipenuhi.
2.5 Aliran Daya Optimal
Pendekatan pertama untuk perhitungan Aliran Daya Optimal dibuat oleh J Carpentair pada tahun 1962. Aliran Daya Optimal atau Optimal Power
Flow (OPF) merupakan suatu analisa perhitungan untuk meminimalkan suatu
fungsi tujuan yaitu biaya pembangkitan atau rugi-rugi transmisi dengan mengatur daya aktif dan daya reaktif pembangkitan tiap pembangkit pada sistem tenaga yang terinterkoneksi dengan memperhatikan batas-batas tertentu (Baskoro,2010).
Tujuan dari Aliran Daya Optimal adalah untuk menemukan pengaturan optimal dari suatu sistem jaringan listrik yaitu untuk mengoptimalkan fungsi tujuan sistem seperti biaya total pembangkitan, rugi-rugi sistem, tegangan bus, emisi unit pembangkit, jumlah tindakan kontrol, keamanan sistem serta batasan peralatan operasi.
Berdasarkan fungsi tujuan yang dipilih dan kendala yang ada maka terdapat formulasi matematika yang berbeda untuk masalah Aliran Daya Optimal, dan dapat diklasifikasikan seperti berikut ini (Zhu, 2009):
1. Masalah Linear di mana tujuan dan kendala yang diberikan dalam bentuk linier dengan variabel kontrol kontinu.
2. Masalah Nonlinear di mana baik tujuan dan kendala-kendalanya merupakan benruk nonlinier dengan variabel kontrol kontinu.
3. Masalah Integer-campuran linier yaitu ketika variabel kontrol dalam bentuk diskrit dan kontinu.
Berbagai teknik telah dikembangkan untuk memecahkan masalah Aliran Daya Optimal diataranya metode optimasi konvensional seperti metode klasik seperti metode Newton, Gradient, pemrograman Linear dan Non-Linear, pemrograman Kuadrat dan lain-lain hingga mengalami perkembangan meskipun secara lambat tetapi mengarah pada implementasi pada Artificial Intelligence dan
metode pemrograman evolusioner. Meta-heuristik seperti Hewan berkelompok, koloni semut, Tabu Search dan yang lainnya mulai muncul menjadi alternatif lain serta menjadi perbandingan metode metaheuristic untuk banyak sistem percobaan lainnya yang ditemukan.
Aliran Daya Optimal terdiri dari dua sub permasalahan yaitu optimasi daya aktif dan optimasi daya reaktif. Permasalahan optimasi daya aktif adalah untuk meminimalkan biaya pembangkitan namun dengan tetap mengoptimalkan daya pembangkitan. Sedangkan untuk optimasi daya reaktif adalah untuk meminimalkan rugi-rugi daya transmisi namun tetap mengoptimalkan tegangan (Susanti, 2010).
2.5.1 Formulasi Aliran Daya Optimal
2.5.1.1 Optimasi Daya Aktif dan Daya Reaktif
Permasalahan optimasi daya aktif adalah untuk meminimalkan biaya pembangkitan dengan tetap mengoptimalkan daya pembangkitan (Lenin, 2006). Yang perlu diperhatikan dalam optimasi daya aktif adalah batasan daya aktif seimbang, batasan daya yang dibangkitkan pada generator, sudut tegangan dan batasan daya aktif thermal. Sedangkan untuk optimasi daya reaktif adalah untuk meminimalkan losses atau rugi-rugi yang terjadi pada jaringan transmisi, sehingga menjadikan profil tegangan pada sistem lebih baik. Masalah aliran daya optimal dengan variabel daya aktif dan reaktif dapat di representasikan pada persamaan berikut (Zhu, 2009): 𝑀𝑖𝑛 𝐹 = ∑ 𝑓𝑖 𝑁𝐺 𝑖=1 (𝑃𝐺𝑖) 𝑀𝑖𝑛 𝐹 = ∑(𝑎𝑖𝑃𝑔𝑖2 + 𝑏𝑖𝑃𝑔𝑖+ 𝑐𝑖) 𝑁𝐺 𝑖=1 (2.19) Dengan 𝑃𝑖(𝑉, 𝜃) = 𝑃𝐺𝑖− 𝑃𝐷𝑖 (2.20) 𝑄𝑖(𝑉, 𝜃) = 𝑄𝐺𝑖− 𝑄𝐷𝑖 (2.21)
𝑃𝐺𝑖 𝑚𝑖𝑛≤ 𝑃𝐺𝑖(𝑉, 𝜃) ≤ 𝑃𝐺𝑖 𝑚𝑎𝑥 (2.22) 𝑄𝐺𝑖 𝑚𝑖𝑛 ≤ 𝑄𝐺𝑖(𝑉, 𝜃) ≤ 𝑄𝐺𝑖 𝑚𝑎𝑥 (2.23) 𝑉𝑖 𝑚𝑖𝑛 ≤ 𝑉𝑖 ≤ 𝑉𝑖 𝑚𝑎𝑥 (2.24) Dimana
𝑃𝐺𝑖 : Keluaran daya aktif generator yang terhubung pada bus i. 𝑄𝐺𝑖 : Keluaran daya reaktif generator yang terhubung pada bus i. 𝑃𝐷𝑖 : Daya aktif pada beban yang terhubung pada bus i.
𝑄𝐷𝑖 : Daya reaktif pada beban yang terhubung pada bus i. 𝑃𝑖 : Daya aktif yang diinjeksikan pada bus i.
𝑄𝑖 : Daya reaktif yang diinjeksikan pada bus i. 𝑉𝑖 : Tegangan magnitude pada bus i.
𝑓𝑖 : Persamaan biaya pembangkitan.
Keterangan “min” dan “max” pada persamaan diatas merupakan batas atas dan bawah dari kendala. Persamaan (2.20) dan (2.21) merupakan persamaan aliran daya, dan dapat dituliskan sebagai berikut (Zhu, 2009):
𝑃𝑖(𝑉, 𝜃) = 𝑉𝑖∑ 𝑉𝑗(𝐺𝑖𝑗 𝑁 𝑗=1 𝑐𝑜𝑠𝜃𝑖𝑗 + 𝐵𝑖𝑗𝑠𝑖𝑛𝜃𝑖𝑗) (2.25) 𝑄𝑖(𝑉, 𝜃) = 𝑉𝑖∑ 𝑉𝑗(𝐺𝑖𝑗 𝑁 𝑗=1 𝑠𝑖𝑛𝜃𝑖𝑗− 𝐵𝑖𝑗𝑐𝑜𝑠𝜃𝑖𝑗) (2.26)
Substitusi persamaan (2.25) dan (2.26) ke persamaan (2.20) – (2.24) maka: 𝑀𝑖𝑛 𝐹(𝑉, 𝜃) (2.27) Dengan kendala-kendala: 𝑊𝑃𝑖 = 𝑉𝑖∑ 𝑉𝑗(𝐺𝑖𝑗cos 𝜃𝑖𝑗 + 𝐵𝑖𝑗sin 𝜃𝑖𝑗) − 𝑃𝐺𝑖+ 𝑃𝐷𝑖 = 0 𝑁 𝑗=1 (2.28)
𝑊𝑄𝑖 = 𝑉𝑖∑ 𝑉𝑗(𝐺𝑖𝑗sin 𝜃𝑖𝑗− 𝐵𝑖𝑗cos 𝜃𝑖𝑗) − 𝑄𝐺𝑖+ 𝑄𝐷𝑖= 0 𝑁 𝑗=1 (2.29) 𝑊𝑃𝑀𝑖 = 𝑉𝑖∑ 𝑉𝑗(𝐺𝑖𝑗cos 𝜃𝑖𝑗 + 𝐵𝑖𝑗sin 𝜃𝑖𝑗) − 𝑃𝐺𝑖 𝑚𝑎𝑥 ≤ 0 𝑁 𝑗=1 (2.30) 𝑊𝑃𝑁𝑖 = 𝑉𝑖∑ 𝑉𝑗(𝐺𝑖𝑗cos 𝜃𝑖𝑗 + 𝐵𝑖𝑗sin 𝜃𝑖𝑗) − 𝑃𝐺𝑖 𝑚𝑖𝑛 ≥ 0 𝑁 𝑗=1 (2.31) 𝑊𝑄𝑀𝑖= 𝑉𝑖∑ 𝑉𝑗(𝐺𝑖𝑗sin 𝜃𝑖𝑗 − 𝐵𝑖𝑗cos 𝜃𝑖𝑗) − 𝑄𝐺𝑖 𝑚𝑎𝑥 ≤ 0 𝑁 𝑗=1 (2.32) 𝑊𝑄𝑁𝑖 = 𝑉𝑖∑ 𝑉𝑗(𝐺𝑖𝑗sin 𝜃𝑖𝑗 − 𝐵𝑖𝑗cos 𝜃𝑖𝑗) − 𝑄𝐺𝑖 𝑚𝑖𝑛 ≥ 0 𝑁 𝑗=1 (2.33) 𝑊𝑉𝑀𝑖 = 𝑉𝑖− 𝑉𝑖 𝑚𝑎𝑥 ≤ 0 (2.34) 𝑊𝑉𝑁𝑖 = 𝑉𝑖 − 𝑉𝑖 𝑚𝑖𝑛 ≥ 0 (2.35) Dimana
𝑊𝑃𝑖 : Semua kendala yang berhubungan dengan variabel daya aktif seperti pada persamaan (2.28), (2.30) dan (2.31).
𝑊𝑄𝑖 : Semua kendala yang berhubungan dengan variabel daya reaktif seperti pada persamaan (2.29), (2.32) dan (2.33).
𝑊𝑉𝑖 : Semua kendala yang berhubungan dengan variabel tegangan seperti pada persamaan (2.34) dan (2.35).
2.6 Metode Interior Point Optimal Power Flow (IP OPF) Algorithms 2.6.1 A Primal Dual Algorithms with Barrier Function
Untuk memecahkan masalah aliran daya optimal dengan menggunakan metode Interior Point Primal Dual Algorithms dengan Barrier Function, maka masalah aliran daya optimal dapat dinyatakan dengan persamaan umum sebagai berikut: 𝑀𝑖𝑛𝑖𝑚𝑖𝑧𝑒 𝑓(𝑥) (2.36) Dengan subjek 𝑔𝑖(𝑥) = 0 ℎ𝑗(𝑥) + 𝑆1𝑗 = 0 𝑥𝑦+ 𝑆2𝑦 = 𝑥𝑚𝑎𝑥 (2.37) 𝑥𝑦− 𝑆3𝑦 = 𝑥𝑚𝑖𝑛 𝑠1𝑗, 𝑠2𝑦,𝑠3𝑦 > 0 Dimana dengan keterangan:
𝑓(𝑥) : Fungsi objektif yang akan diminimalisasi 𝑔𝑖(𝑥) : Persamaan aliran daya
ℎ𝑗(𝑥) : Fungsi pertidaksamaan dari aliran daya
𝑠1𝑗, 𝑠2𝑦,𝑠3𝑦 : Vektor kolom sedangkan 𝑥𝑚𝑖𝑛 dan 𝑥𝑚𝑎𝑥 batas atas dan batas bawah serta masing-masing juga merupakan variabel state dan kontrol sistem.
Metode Interior Point Primal Dual dapat digunakan untuk meminimalkan fungsi dengan menggunakan logarithmic barrier function untuk masalah pada persamaan (2.36) maka:
𝑚𝑖𝑛𝑖𝑚𝑖𝑧𝑒 𝑓(𝑥) − 𝜇 ∑ 𝑙𝑛 𝑝 𝑗=1 (𝑠1𝑗) − 𝜇 ∑[ln(s2y) + ln(s3y)] 𝑛 𝑦=1 (2.38) Dengan 𝑔𝑖(𝑥) = 0 ℎ𝑗(𝑥) + 𝑆1𝑗 = 0 𝑥𝑦+ 𝑆2𝑦 = 𝑥𝑚𝑎𝑥 (2.39)
𝑥𝑦− 𝑆3𝑦 = 𝑥𝑚𝑖𝑛 Dimana
𝜇 > 0 merupakan parameter barrier yang nilainya akan terus turun hingga nol selama iterasi dilakukan, yaitu 𝜇 > 𝜇1 > ⋯ > 𝜇∞= 0. Proses ini menghasilkan urutan sub masalah yang diberikan pada persamaan (2.39).
Fungsi Lagrangian terkait dengan permasalahan diberikan oleh: 𝐿 = 𝑓(𝑥) − 𝜇 ∑ ln (𝑠1𝑗) 𝑝 𝑗=1 − 𝜇 ∑[𝑙𝑛(𝑠2𝑦) + 𝑙𝑛(𝑠3𝑦)] 𝑛 𝑦=1 − ∑ 𝜆𝑖𝑔𝑖(𝑥) 𝑚 𝑖=1 − ∑ 𝜋1𝑗 𝑝 𝑗=1 [ℎ𝑗(𝑥) + 𝑠1𝑗] − ∑[𝜋2𝑦(𝑥𝑦+ 𝑠2𝑦 − 𝑥𝑚𝑎𝑥) + 𝜋3𝑦(𝑥𝑦− 𝑠3𝑦 − 𝑥𝑚𝑖𝑛)] 𝑛 𝑦=1 (2.40) Dimana 𝜆, 𝜋1,𝜋2,𝜋3 merupakan vektor pengali dari persamaan Lagrange. Variabel primal dan dual yang baru dihitung dari:
𝑥𝑛𝑒𝑤 = 𝑥𝑜𝑙𝑑 + 𝛼Δ𝑥
𝑠𝑛𝑒𝑤 = 𝑠𝑜𝑙𝑑+ 𝛼Δ𝑠 (2.41) 𝜆𝑛𝑒𝑤= 𝜆𝑜𝑙𝑑+ 𝛼Δ𝜆
𝜋𝑛𝑒𝑤 = 𝜋𝑜𝑙𝑑+ 𝛼Δ𝜋
Dimana besaran skalar 𝛼𝜖 (0,1) merupakan parameter step length. 𝛼𝑝𝑚𝑎𝑥 = 𝑚𝑖𝑛 {(min Δ𝑠<0 −𝑠 |Δ𝑠|) , 1.0} 𝛼𝑑𝑚𝑎𝑥 = 𝑚𝑖𝑛 {( min Δ𝜋<0 −𝜋 |Δ𝜋|) , 1.0} (2.42) 𝛼 = 𝑚𝑖𝑛{𝜏𝛼𝑝𝑚𝑎𝑥, 𝜏𝛼 𝑑𝑚𝑎𝑥, 1.0}
Dimana besaran skalar 𝜏 𝜖 (0,1) merupakan faktor keamanan untuk memastikan bahwa titik berikutnya akan memenuhi kondisi positif. Nilai 𝜏 = 0.99995 .
Untuk menentukan titik awal hanya perlu memenuhi kondisi positif, meskipun metode ini akan lebih baik jika beberapa inisialisasi heuristik digunakan. Proses
iterasi dari Interior Point dapat dihentikan ketika urutan pertama yang diperlukan dalam kondisi KT sudah memenuhi toleransi yang ditetapkan sebelumnya.
2.7 Karakteristik Input-Output Unit Pembangkit Thermal
Kurva input output seperti ditunjukkan pada gambar 2.1 menggambarkan besarnya input yang harus diberikan pada unit pembangkit sebagai fungsi dari outputnya. Untuk unit pembangkit thermal, inputnya adalah bahan bakar yang dinyatakan dalam Rupiah per jam dengan output daya yang dibangkitkan dinyatakan dalam Mega Watt (MW).
Kurva input-output ini juga dapat dinyatakan dengan fungsi polynomial orde 2. Kurva Input-Output tidak melalui titik nol karena adanya rugi-rugi pada beban (output) nol. Rugi-rugi beban nol disebabkan adanya rugi-rugi geseran dan rugi-rugi besi pada generator dan transformator penaik tegangan (step up).
Dengan menggunakan kurva Input-Output, biaya bahan bakar setiap unit pembangkit thermal dapat dinyatakan secara matematis, begitu pula untuk subsistem termis yang terdiri dari banyak unit pembangkit termis. Untuk sebuah unit pembangkit termis, biaya bahan bakarnya pada suatu saat dengan output (beban) sebesar PT adalah F(PT).
Gambar 2.1 Kurva Input-Output dari Unit Pembangkit Termis Sumber: Marsudi, 2005
Jika subsistem termis terdiri dari sejumlah n unit pembangkit termis dan biaya bahan bakar unit pembangkit ke-j adalah Fj (PTj), maka jumlah biaya bahan bakar pada saat t dari subsistem termis yang terdiri dari n unit adalah:
∑ 𝐹𝑗(𝑃𝑇𝑗) 𝑗=𝑛
𝑗=1
(2.43) Dimana j adalah indeks jumlah unit.
Jika diinginkan jumlah biaya bahan bakar subsistem termis untuk suatu periode waktu tertentu, misalnya 24 jam (diasumsikan beban dan biaya bahan bakar selama 1 jam adalah konstan) maka biaya bahan bakar selama 24 jam adalah: ∑ ∑ 𝐹𝑗(𝑃𝑇𝑗). Δ𝑡𝑖 𝑗=𝑛 𝑗=1 𝑖=24 𝑖=1 (2.44) Dimana Δ𝑡 = selang waktu yang diambil di sini = 1 jam
i = indeks selang waktu
Jika waktu sehari (24 jam) dibagi atas seperempat jam (Δ𝑡 = 0,25 jam) dan selama seperempat jam beban dianggap konstan, maka dalam sehari (96 x 0,25 jam) biaya bahan bakar adalah:
∑ ∑ 𝐹𝑗(𝑃𝑇𝑗). Δ𝑡𝑖 𝑗=𝑛 𝑗=1 𝑖=96 𝑖=1 (2.45) Makin kecil selang waktu t yang diambil di mana pada selang waktu ini beban dianggap konstan (biaya bahan bakar juga konstan), makin teliti perhitungan biaya bahan bakar yang didapat.
2.8 Karakteristik Input-Output Unit Pembangkit Gabungan
Karakteristik input-output unit pembangkit gabungan dalam satu bus pembangkit dapat dihitung dengan persamaa berikut (Wood dan Wollenberg, 1996):
𝐹𝑠(𝑃𝑠) = 𝐹1(𝑃1) + … + 𝐹𝑁(𝑃𝑁) 𝑃𝑠 = 𝑃1+ … + 𝑃𝑁 (2.46) 𝑑𝐹1 𝑑𝑃1 = 𝑑𝐹2 𝑑𝑃2 = ⋯ = 𝑑𝐹𝑁 𝑑𝑃𝑁 = 𝜆
Persamaan 2.47 menunjukan bahwa kondisi optimasi dapat dicapai bila incremental fuel cost setiap pembangkit sama atau semua pembangkit beroperasi pada 𝜆 yang sama. Namun dalam kondisi ini harus ditambahkan persamaan kekangan tiap-tiap unit pembangkit, yaitu jumlah daya keluaran seluruh unit harus sama dengan beban. Disamping itu masing-masing unit harus memenuhi batas-batas pembangkit. Secara matematis kondisi ini dinyatakan dengan (Wood dan Wollenberg, 1984) : 𝑑𝐹𝑖 𝑑𝐹𝑖 = 𝜆 (𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑃𝑖𝑚𝑖𝑛 ≤ 𝑃𝑖 ≤ 𝑃𝑖𝑚𝑎𝑥) 𝑑𝐹𝑖 𝑑𝐹𝑖 ≤ 𝜆 (𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑃𝑖 = 𝑃𝑖𝑚𝑎𝑥) 𝑑𝐹𝑖 𝑑𝐹𝑖 ≥ 𝜆 (𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑃𝑖 = 𝑃𝑖𝑚𝑖𝑛) (2.47) dengan 𝜆𝑚𝑖𝑛= 𝑚𝑖𝑛 (𝑑𝐹𝑖 𝑑𝑃𝑖, 𝑖 = 1 … 𝑁 ) 𝜆𝑚𝑎𝑥 = 𝑚𝑎𝑥 (𝑑𝐹𝑖 𝑑𝑃𝑖, 𝑖 = 1 … 𝑁 ) (2.48) Berikut gambar dari karakteristik input-output unit pembangkit gabungan:
Gambar 2.2 Kurva Input-Output Unit Pembangkit Gabungan Sumber: Wood dan Wollenberg, 1996
2.9 Karakteristik Input-Output untuk Pembelian Daya dari Sistem Lain Pembelian daya dari sistem lain adalah linear. Pendekatan non linear dilakukan pada unit pembangkit ini sehingga didapat karakteristik input-output unit-unit pembangkit yang mempunyai derajat polynomial yang sama yaitu derajat dua seperti persamaan 2.49 berikut:
𝑞𝑐𝑚(𝑡)𝑃𝑐𝑚(𝑡) = 𝑎𝑐𝑚(𝑡)𝑃𝑐𝑚2 (𝑡) + 𝑏𝑐𝑚𝑃𝑐𝑚 (2.49) Dengan
𝑞𝑐𝑚(𝑡) = Besarnya nilai kontrak (Rp/MW)
𝑃𝑐𝑚(𝑡) = Besarnya daya yang dibangkitkan unit kontrak (MW) 𝑎𝑐𝑚, 𝑏𝑐𝑚 = Koefisien
Pendekatan yang untuk menentukan karakteristik input-output dari unit kontrak kali ini menggunakan metode Guan dan Luh. Pendekatan non linearnya dilakukan dengan cara menghitung nilai konstanta 𝑏𝑐𝑚 dan 𝑎𝑐𝑚 dalam persamaan 2.49. 𝑏𝑐𝑚 diperoleh dari mengalikan suatu konstanta sebesar 0.9 dengan rate kontrak 𝑞𝑐𝑚(𝑡) sedangkan koefisien kuadratis 𝑎𝑘𝑖 dihitung untuk membangkitkan daya dengan biaya yang sama pada batas maksimum daya kontrak 𝑃𝑐𝑚 . Pada metode ini semakin kecil nilai koefisien kuadratis maka biaya yang didapat akan mendekati biaya sesungguhnya (Guan dan Luh, 1995).
2.10 Peramalan Beban
Peramalan pada dasarnya merupakan suatu dugaan atau prakiraan mengenani terjadinya suatu kejadian atau peristiwa dimasa yang akan datang. Dalam kegiatan perencanaan, peramalan merupakan kegiatan mula dari proses tersebut. Peramalan di bidang tenaga listrik pada dasarnya merupakan ramalan kebutuhan energi listrik dan ramalan beban tenaga listrik. Keduanya sering disebut dengan istilah Demand and Load Forecasting (Suswanto, 2009). Hasil peramalan ini dipergunakan untuk membuat rencana pemenuham kebutuhan maupun pengembangan penyediaan tenaga elektrik setiap saat secara cukup dan baik serta terus menerus. Secara garis besar pembuatan ramalan kebutuhan tenaga elektrik dapat dibagi dalam tiga tahap, yaitu (Suswanto, 2009):
a. Pengumpulan dan penyiapan data. b. Pengolahan dan analisa data.
c. Penentuan metoda dan pembuatan model.
Cara prakiraan beban yang sederhana adalah memprediksi dengan menggunakan data historis beban di masa lalu, ditentukan modelnya, kemudian model ini dapat digunakan untuk menentukan nilai beban di masa mendatang. Cara ini biasa disebut dengan cara runtun waktu (time series), perubahan beban hanya ditentukan oleh dinamika beban itu sendiri.
Secara khusus metode peramalan beban yang digunakan dalam analisa ini adalah dengan menggunakan metode kuadrat terkecil (least square method) mengacu pada analisa data historis yaitu hasil dari analisa tersebut menunjukkan pertambahan beban yang tidak sama tiap tahunnya. Analisa tersebut menunjukkan grafik yang tidak garis lurus tetapi berupa persamaan polynomial orde dua yaitu dapat diartikan data analisa tersebut mengalami peningkatan atau pertambahan beban dengan nilai yang tidak sama untuk setiap peningkatan beban.