PENERAPAN METODE SIX SIGMA (DMAIC) UNTUK
MENUJU ZERO DEFECT PADA PRODUK AIR MINUM AYIA
CUP 240 ML
(Studi kasus di PT. Gunung Naga Mas Kuranji, Padang)
SKRIPSI
Oleh:
SURGA RIDWANI 1410024425047
TEKNIK INDUSTRI
YAYASAN MUHAMMAD YAMIN
SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI INDUSTRI
(STTIND) PADANG
Penerapan Metode Six Sigma (DMAIC) untuk Menuju Zero Defect Pada Produk Air Minum Ayia Cup 240 ml
Nama : Surga Ridwani
NPM : 1410024425047
Dosen Pembimbing 1 : Ir. Gamindra Jauhari, MP Dosen Pembimbing 2 : Verra Syahmer, MT
ABSTRAK
Perusahaan dapat bersaing dalam industri dengan cara memberikan produk yang berkualitas baik sesuai dengan spesifikasi dan tidak cacat. Penggunaan konsep DMAIC (Define, Measure, Analyze, Improve, Control) metode six sigma dapat mengupayakan untuk mencapai tingkat kecacatan nol (zero defect). Dari tahap define digunakan untuk mengidentifikasi masalah yang terjadi. Tahap measure dilakukan untuk mengukur tingkat kecacatan pada suatu produksi. Tahap analyze untuk menentukan penyebab dari masalah dalam proses produksi menggunakan diagram fishbone. Tahap improve digunakan untuk meningatkan proses dan menghilangkan sebab-sebab kecacatan berdasarkan tahap analyze. Tahapan terakhir yaitu tahap control untuk mengontrol kinerja dan menjamin permasalahan utama penyebab kecacatan tidak muncul lagi menggunakan Statistical Process Control (SPC). Dari hasil analisa data diperoleh nilai DPMO dan sigma level sebelum penerapan metode six sigma sebesar 30,020 cup per sejuta produksi dan berada pada level 3.38 sigma. Sedangkan setelah penerapan metode six sigma menggunakan tahapan DMAIC diperoleh nilai DPMO 7,093 cup per sejuta produksi dan berada pada level sigma 3.95. Sehingga pengurangan cacat adalah sebanyak 22,927 cup.
Kata kunci: DMAIC, DPMO, Fishbone Diagram, Six Sigma, Statistical Process
Aplication Of Six Sigma Method (DMAIC) To Towards Zero Defect In Dringking Water Product Ayia Cup 240 ml
Name : Surga Ridwani
NPM : 1410024425047
Supervisor : Ir. Gamindra Jauhari, MP Co-Suprvisor : Verra Syahmer, MT
ABSTRACT
Company can be competitive in insudtry by providing a good quality product according to specification and have no defect. Used DMAIC concept (Define, Measure, Analyze, Improve, Control) of six sigma method can be used to get zero defect level. The defines phase used to identify the problem. The measures phase used performed to measure the level of disability in a production. The analyzes phase to determine the cause of problem in production process using fishbone diagram. Improvements phase used to improve the process and eliminate the cause of disability based on the analyze phase. The last phase is the controls phase, used to control the performance and ensure the main problems cause the disability does not reappear using Statistical Process Control (SPC). From the result of analysis data obtained DPMO value and sigma level before the application of six sigma method is 30,020 cups per million production on 3.38 sigma level. Whereas after the application of six sigma method obtaining DPMO 7,093 cups per million production on 3.95 sigma level. With the result, reduction of defect is as much as 22,927 cups.
Keywords: DMAIC, DPMO, Fishbone diagram, Six Sigma, Statistical Process
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur penulis ucapkan kehadirat Allah subhanahu wata’ala yang telah melimpahkan kasih dan sayang-Nya kepada kita, sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi dengan tepat waktu dengan judul “Penerapan Metode Six
Sigma (DMAIC) untuk Menuju Zero Defect pada Produk Air Minum Ayia Cup 240 ml”.
Penulisan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat dalam memperoleh gelar sarjana teknik pada program studi Teknik Industri di Sekolah Tinggi Teknologi Industri (STTIND) Padang. Selama penulisan skripsi ini tentunya penulis mendapat banyak bantuan dari berbagai pihak yang telah mendukung dan membimbing penulis. Kasih yang tulus dan penghargaan setinggi-tingginya kepada:
1. Bapak Ir. Gamindra Jauhari, MP sebagai dosen pembimbing I skripsi. 2. Ibu Verra Syahmer, MT sebagai dosen pembimbing II skripsi.
3. Bapak Dedi Putra S.Si sebagai Wakil Manager dan Kabag QA PT. Gunung Naga Mas.
4. Kak Yohana Eka Mulya yang telah membantu saya dan memperlancar dalam memperoleh data.
5. Ibunda dan ayahanda serta keluarga tercinta yang telah memberikan dorongan, kasih sayang, nasehat, motivasi dan pengorbanan materil selama penulis menempuh studi di STTIND Padang.
6. Ibu dan bapak angkat serta keluarga angkat tersayang yang telah memberikan kasih sayang, motivasi, dorongan dan bantuan materil selama penulis menempuh studi di STTIND Padang.
7. Teman-teman Teknik Industri STTIND Padang dan semua pihak yang telah memberikan dukungan dan ilmu kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini.
8. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebut satu persatu yang telah membantu dalam penyelesaian penulisan naskah skripsi ini.
Rasa hormat dan terima kasih bagi semua pihak atas segala dukungan dan doanya semoga Allah SWT membalas segala kebaikan yang telah diberikan kepada penulis, aamiin.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca terutama bagi penulis sendiri.
Padang, Juni 2018
DAFTAR ISI
ABSTRAKABSTRACT
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... iii
DAFTAR TABEL ... v
DAFTAR GAMBAR ... vi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang Masalah ... 1
1.2 Identifikasi Masalah ... 5
1.3 Batasan Masalah ... 5
1.4 Rumusan Masalah ... 6
1.5 Tujuan Penelitian ... 6
1.6 Manfaat Penelitian ... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8
2.1 Landasan Teori ... 8
2.1.1 Kualitas ... 8
2.1.2 Pengendalian Kualitas ... 9
2.1.2.1 Pengertian Pengendalian Kualitas ... 9
2.1.2.2 Dimensi Kualitas ... 9
2.1.2.3 Tujuan Pengendalian Kualitas ... 10
2.1.2.4 Langkah-langkah Pengendalian Kualitas .. 11
2.1.4 Alat dalam Pengendalian Kualitas ... 13
2.1.4.1 Diagram Sebab Akibat (fishbone) ... 13
2.1.4.2 Diagram Kontrol ... 14
2.1.5 Six Sigma ... 20
2.1.5.1 Pengertian Six Sigma ... 20
2.1.5.2 Penerapan Six Sigma dengan Tahapan DMAIC ... 21
2.1.6 Produk ... 22
2.1.7 Klasifikasi Produk ... 23
2.1.8 Produk Cacat ... 24
2.2 Kerangka Konseptual ... 25
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... . 27
3.1 Jenis Penelitian ... 27
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian ... 27
3.3 Variabel Penelitian ... 28
3.4 Data dan Sumber Data ... 28
3.4.1 Data ... 28
3.4.2 Sumber Data ... 28
3.5 Teknik Pengolahan dan Analisa Data ... 29
3.6 Kerangka Metodologi Penelitian ... 32
BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA ... . 34
4.1 Pengumpulan Data ... 35
4.2.1 Metode Six Sigma dengan Tahapan DMAIC ... 36 4.2.1.1 Tahap Define ... 36 4.2.1.2 Tahap Measure ... 38 4.2.1.3 Tahap Analyze ... 46 4.2.1.4 Tahap Improve ... 47 4.2.1.5 Tahap Control ... 49
BAB V ANALISA HASIL PENGOLAHAN DATA ... 50
5.1 Analisa Hasil Pengolahan Data ... 50
5.1.1 Analisa Hasil DMAIC ... 50
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 57
6.1 Kesimpulan ... 57
6.2 Saran ... 58 DAFTAR KEPUSTAKAAN
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Tabel Rata-rata Kecacatan Per hari ... 4 Tabel 2.1 Konverensi Nilai Sigma ... 21 Tabel 4.1 Contoh Rekapitulasi Data Jumlah Produksi dan Produk
Cacat Ayia cup 240 ml ... 36 Tabel 4.2 Contoh Perhitungan Untuk UCL, CL Dan LCL
Tanggal 1 Sampai 30 November 2017 ... 40 Tabel 4.3 Data Hasil Revisi Ayia cup 240 ml ... 43 Tabel 4.4 Persentase Kecacatan Ayia cup 240 ml ... 44 Tabel 4.5 Critical To Quality (CTQ) pada produk Ayia cup 240 ml .... 46
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual ... 26
Gambar 3.1 Kerangka Metodologi ... 34
Gambar 4.1 Flow Chart Pembuatan Ayia cup 240 ml ... 37
Gambar 4.2 Diagram SIPOC Ayia cup 240 ml ... 39
Gambar 4.3 Peta Kendali p Ayia cup 240 ml ... 42
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Setiap industri pada umumnya akan berusaha menjaga agar produk yang dihasilkan mampu memenuhi keinginan dan kepuasan konsumen. Hal ini mendorong perusahaan untuk lebih meningkatkan kualitas produk yang dihasilkan sesuai dengan standar dan spesifikasi yang telah ditetapkan (Vitho dkk, 2013).
Persaingan untuk memberikan yang sesuai dengan keinginan dan kebutuhan konsumen merupakan kunci dari keberhasilan perusahaan. Pandangan untuk selalu melakukan yang terbaik untuk konsumennya membuat perusahaan-perusahaan memunculkan terobosan-terobosan baru dalam meningkatkan kualitas produknya. Peningkatan kualitas manajemen industri juga sangat ditentukan oleh adanya unsur input, proses, output dan pengendalian produk sebelum produk tersebut digunakan konsumen.
Untuk mewujudkan konsep peningkatan kualitas, sebuah perusahaan harus benar-benar fokus pada proses produksinya untuk menghasilkan output yang sesuai dengan ekspektasi konsumen. Tingkat biaya yang dapat ditekan dari target pengendalian produk yang cacat dari produk yang dihasilkan akan membuat perusahaan lebih berperan didalam lingkungan industri. Karena tentunya konsumen akan memakai produk yang berkualitas tinggi pada tingkat harga yang kompetitif. Dan dapat pula menaikkan pangsa pasar yang pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan perusahaan.
Menurut SNI 01-3553-2006 tentang air minum dalam kemasan adalah air baku yang telah diproses, dikemas, dan aman diminum mencakup air mineral dan air demineral. Air mineral adalah air minum dalam kemasan yang mengandung mineral dalam jumlah tertentu. Air demineral air minum dalam kemasan yang diperoleh melalui proses pemurnian seperti destilasi, deionisasi, reverse osmosis dan proses setara. Menurut pasal 1 angka 1 Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia Nomor 69/M-IND/PER/7/2009 tentang pemberlakuan Standar Nasional Indonesia (SNI) Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) secara wajib bahwa air minum dalam kemasan adalah air baku yang telah diproses, dikemas dan aman diminum (Zainuddin, 2016).
PT. Gunung Naga Mas adalah perusahaan yang saat ini bermitra dengan PT. Tangmas. Produk yang dihasilkan oleh PT. Gunung Naga Mas telah memenuhi persyaratan SNI 01-3553-2006. Sumber air yang digunakan, diambil dari sumur bor dengan kedalaman 100 meter dan telah memiliki legalitas resmi dari pemerintah. Perusahaan ini memproduksi air minum dalam kemasan dengan merek AYIA dalam kemasan ukuran cup 240 ml, botol 380 ml, botol 660 ml, botol 1500 ml dan galon. Produk yang paling banyak diproduksi adalah ukuran cup 240 ml. Namun, produk Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) dengan ukuran cup 240 ml memiliki banyak pesaing terutama produk lokal, untuk itu Ayia harus bisa memenuhi keinginan dan kebutuhan pelanggan agar Ayia dapat menguasai pangsa pasar. Jika Ayia harus menguasai pangsa pasar, prioritas utamanya adalah keuntungan perusahaan harus meningkat. Penelitian mengenai produk cacat ini
dilakukan untuk meminimasi kecacatan produk atau untuk menuju Zero Defect sehingga meningkatkan keuntungan perusahaan.
Salah satu metode yang dapat digunakan untuk pengendalian kualitas produk adalah six sigma. Menurut Gygi, six sigma betujuan meminimasi cacat dan memaksimalkan nilai tambah dari suatu produk. Selain itu six sigma juga dapat mengurangi variasi proses sekaligus cacat pada produk atau jasa yang berada di luar spesifikasi dengan menggunakan metode statistika dan problem solving tools secara intensif (Fransiscus et al, 2014).
Menurut Montgomery dan Woodall, dengan menerapkan metode six sigma secara tepat, diharapkan dapat meningkatkan volume penjualan produk tersebut. Dengan konsep DMAIC nya, metode six sigma mengupayakan untuk mencapai tingkat kecacatan nol (zero defect). Konsep DMAIC yang dikenal dengan Define, Measure, Analyze, Improve, dan Control diharapkan dapat mengurangi jumlah defect. Dimana tahapan DMAIC terdiri dari define yang merupakan langkah operasional pertama dalam program peningkatan kualitas six sigma. Tahap measure merupakan langkah operasional kedua yang bertujuan mengevaluasi dan memahami kondisi proses saat ini di PT. Gunung Naga Mas. Tahap analyze yaitu tahap dilakukannya penentuan sebab akibat dari suatu permasalahan dan memahami adanya berbagai sumber variasi dari data yang didapatkan pada tahapan. Tahap Improve yaitu tahapan merancang usulan-usulan perbaikan untuk mengurangi cacat yang terjadi. Tahap Control dilakukan untuk membuat rencana pengendalian proses dan prosedur-prosedur agar perbaikan dapat terus terlaksana (Fransiscus et al, 2014).
Berdasarkan hasil wawancara dengan karyawan bagian laboratorium, PT. Gunung Naga Mas memiliki cukup banyak produk cacat pada setiap kali produksi khususnya pada cup 240 ml. Perusahaan melakukan produksi dengan 2 mesin dan 2 kali pergantian shift dengan batas standar cacat hanya 2%. Target produksi perhari untuk 1 mesin adalah 2.275 cup. Dengan adanya 2 mesin dan 2 shift maka total produksi setiap harinya adalah 4 kali produksi dengan total produksi sebanyak 9.100 cup. Informasi yang di peroleh dari pihak PT. Gunung Nasa Mas maka ditemukan adanya kecacatan produk atau barang reject selama proses produksi. Dari 9.100 cup yang diproduksi, maka rata-rata kecacatan produk pada kemasan ayia cup 240 ml adalah 1.000 sampai dengan 2.000 cup pada setiap harinya. Persentase kecacatan untuk cup 240 ml selama bulan November 2017 sampai dengan Januari 2018 adalah sebanyak 21 % (114,799 cup) dari total produksi 546,299 cup selama 71 hari. Berikut adalah contoh tabel rata-rata kecacatan produk Ayia cup 240 ml per hari:
Tabel 1.1
Tabel rata-rata kecacatan per hari
Sumber: PT. Gunung Naga Mas
No Jenis Cacat Jumlah cacat / hari
(cup ) Persentase
1 Air kotor / berisi benda lain 104 1.14%
2 Air kurang dari volume pack 230 2.53%
3 Lid tidak presisi / timpang 500 5.49%
4 Cup PP bocor 3 0.03%
5 Cup PP bocor sealer 380 4.18%
6 Cup PP reject pemasok 500 5.49%
7 Bocor jarum 12 0.13%
1729 19%
Maka dari itu, banyaknya kecacatan produk pada cup 240 ml di setiap harinya memotivasi penulis mengambil judul “Penerapan Metode Six Sigma (DMAIC) untuk Menuju Zero Defect Pada Produk Air Minum Ayia Cup 240 ml”.
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat diidentifikasi masalah sebagai berikut:
1. Masih terdapat produk cacat dengan jumlah yang cukup besar. 2. Kurangnya upaya perusahaan dalam menanggulangi kecacatan.
3. Kurangnya tenaga QC (Quality Control) untuk mengawasi hasil produksi. 4. Tidak adanya diklat untuk pekerja baru ataupun lama.
1.3 Batasan Masalah
Dari masalah-masalah yang telah diidentifikasi di atas maka penulis membatasi pembahasan tentang:
1. Penerapan Metode six sigma (DMAIC) untuk menuju zero defect pada produk Ayia cup 240 ml.
2. Mengetahui faktor-faktor penyebab kecacatan pada produk Ayia cup 240 ml berdasarkan data bulan November 2017 sampai bulan Januari 2018.
1.4 Rumusan Masalah
Berdasarkan batasan masalah di atas, maka dapat dibuat rumusan masalah adalah:
1. Bagaimana menerapkan metode six sigma dengan pendekatan DMAIC dalam pengendalian kualitas untuk mengurangi produk cacat (zero defect) pada Ayia cup 240 ml ?
2. Apa saja faktor-faktor yang menyebabkan kecacatan pada produk Ayia cup 240 ml ?
1.5 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Menerapkan metode six sigma (DMAIC) untuk mengurangi produk cacat (zero defect) pada produksi Ayia cup 240 ml.
2. Mengetahui faktor-faktor penyebab kecacatan produk Ayia cup 240 ml.
1.6 Manfaat Penelitian
Manfaat yang didapat dari penelitian ini adalah: 1. Bagi penulis
Dapat menambah wawasan, ilmu pengetahuan mengenai dan penerapan ilmu yang telah diperoleh dibangku perkuliahan.
2. Bagi Instansi
Dapat menjadi bahan pertimbangan untuk mewujudkan zero defect pada produk Ayia cup 240 ml dan sebagai bahan referensi untuk penelitian selanjutnya.
3. Bagi Lembaga Pendidikan
Dapat dijadikan tambahan ilmu pengetahuan terutama bagi mahasiswa Teknik Industri dan disiplin ilmu lainnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
Pada penerapan metode six sigma DMAIC untuk menuju zero defect penulis menggunakan beberapa teori atau tinjauan pustaka yang relevan dengan objek penelitian untuk membantu menyelesaikan permasalahan yang ada.
2.1.1 Kualitas
Kualitas merupakan aspek penting bagi perkembangan perusahaan. Saat ini, sebagian besar kosumen mulai menjadikan kualitas sebagai parameter utama dalam menjatuhkan pilihan terhadap suatu produk atau layanan. Lebih dari itu, kualitas seringkali menjadi sarana promosi yang secara otomatis mampu menaik atau menurunkan nilai jual produk perusahaan. Kualitas merupakan kunci sukses perusahaan. Konsumen tidak mudah percaya dengan berbagai iklan yang dipasang di media, tetapi lebih percaya pada testimoni seseorang terhadap kualitas suatu barang. Oleh karena itu, saat ini kualitas merupakan salah satu strategi yang digunakan untuk memenangkan persaingan diantara banyak produk sejenis yang beredar dipasaran. Konsumen tidak lagi menggunakan harga sebagai pegangan untuk membeli barang, tetapi lebih pada tingkat keawetan barang, jenis bahan baku, desain barang, content barang, kesesuaian fungsi dengan kebutuhan dan lain-lain (Wayuni dkk, 2015).
Kualitas merupakan suatu ukuran untuk menilai bahwa suatu barang atau jasa telah mempunyai nilai guna seperti yang dikehendaki atau dengan kata lain suatu barang atau jasa dianggap telah memiliki kualitas apabila berfungsi atau mempunyai nilai guna seperti yang diinginkan menurut Sunyoto dalam (Wayuni, 2015).
2.1.2 Pengendalain Kualitas
2.1.2.1 Pengertian Pengendalian Kualitas
Menurut Pande et al, pengendalian kualitas dilakukan agar dapat menghasilkan produk berupa barang atau jasa yang sesuai dengan standar yang diinginkan dan direncanakan, serta memperbaiki kualitas produk yang belum sesuai dengan standar yang telah ditetapkan dan sedapat mungkin mempertahankan kualitas yang telah sesuai. Pengendalian kualitas adalah suatu teknik dan tindakan yang terencana yang dilakukan untuk mencapai, mempertahankan dan meningkatkan kualitas suatu produk agar sesuai dengan standar yang telah ditetapkan dan dapat memenuhi kepuasan konsumen (Aprianto, 2017).
2.1.2.2 Dimensi Kualitas
Berdasarkan perspektif kualitas, David Garvin mengembangkan dimensi kualitas ke dalam delapan dimensi yang dapat digunakan sebagai dasar perencanaan strategis terutama bagi perusahaan atau manufaktur yang mengasilkan barang.
Kedelapan dimensi tersebut sebagai berikut (Wayuni, 2014):
2. Features yaitu karakteristik pelengkap atau tambahan.
3. Reliability (kehandalan), yaitu kemungkinan tingkat kegagalan pemakaian. 4. Conformance (kesesuaian), yaitu sejauh mana karakteristik desain dan
operasi memenuhi standar-standar yang elah ditetapkan sebelumnya. 5. Durability (daya tahan), yaitu berapa lama produk dapat terus digunakan. 6. Serviceability yaitu meliputi kecepatan, kompetisi kenyamanan,
kemudahan dalam pemeliharaan dan penanganan keluhan yang memuaskan.
7. Estetika yaitu menyangkut corak, rasa dan daya tarik produk.
8. Perceived yaitu menyangkut citra dan reputasi produk serta tanggung jawab perusahaan terhadapnya.
2.1.2.3 Tujuan Pengendalian Kualitas
Menurut Pande et al, tujuan dari pengendalian kualitas adalah (Aprianto, 2017):
1. Produk atau barang yang dihasilkan memiliki standar kualitas yang telah ditetapkan.
2. Mengusahakan agar biaya produksi dapat ditekan serendah mungkin tetapi tetap dengan kualitas produk yang telah ditetapkan.
3. Efisiensi dalam melakukan proses produksi untuk mendapatkan kualitas yang diinginkan.
Menurut Montgomery, proses pengendalian kualitas dapat dilakukan melalui penerapan PDCA (Plan-Do-Check-Action) yang diperkenalkan oleh seorang pakar kualitas ternama kebangsaan Amerika Serikat (Aprianto, 2017). Tahapan PDCA adalah sebagai berikut:
1. Mengembangkan rencana (Plan)
Merencanakan spesifikasi, menetapkan spesifikasi atau standar kualitas yang baik, memberi pengertian kepada bawahan pentingnya kualitas suatu produk, pengendalian kualitas dilakukan secara terus-menerus dan berkesinambungan.
2. Melaksanakan rencana (Do)
Rencana yang telah disusun diimplementasikan secara bertahap mulai dari skala kecil dan pembagian tugas secara merata dengan kemampuan setiap personil. Selama dalam melaksananakan rencana harus dilakukan pengendalian, yaitu mengupayakan agar seluruh rencana dilaksanakan dengan sebaik mungkin agar sasaran dapat tercapai.
3. Memeriksa hasil yang dicapai (Check)
Memeriksa penetapan apakah pelaksanaannya sesuai dengan rencana dan memantau kemajuan perbaikan yang telah direncanakan. Membandingkan kualitas hasil produksi dengan standar yang telah ditetapkan, berdasarkan penelitian diperoleh data kegagalan dan menganalisa penyebab kegagalannya.
Penyesuaian dilakukan bila diperlukan, yang didasarkan dari hasil analisis di atas. Penyesuaian berkaitan dengan standarisasi produk baru untuk menghindari timbulnya kembali masalah yang sama.
2.1.3 Pengendalian Kualitas Statistik
Pengendalian kualitas statistik adalah suatu sistem yang digunakan untuk menjaga standar kualitas hasil suatu produksi pada tingkat biaya yang minimum untuk mencapai suatu efisiensi dalam proses produksi. Pada dasarnya pengendalian kualitas statistik merupakan teknik penyelesaian masalah yang digunakan untuk memonitor, mengendalikan, menganalisis, mengelola, dan memperbaiki produk serta proses mengunakan metode-metode statistik. Beberapa manfaat melakukan pengendalian kualitas statistik adalah sebagai berikut (Aprianto, 2017):
1. Pengawasan, di mana penyelidikan yang diperlukan mengharuskan kemampuan prosesnya telah dipelajari hingga mendetail. Hal ini akan menghilangkan beberapa kesulitan tertentu baik dalam spesifikasi maupun dalam proses.
2. Dengan dijalankannya pengontrolan maka dapat dicegah terjadinya penyimpangan dalam suatu proses. Akan diperoleh kesesuaian yang lebih baik antara kemampuan proses dengan spesifikasi, sehingga banyaknya barang-barang yang tidak sesuai dengan spesifikasi dapat dikurangi. Dalam perusahaan sekarang ini, biaya bahan sering kali lebih besar dari biaya pekerja sehingga dengan perbaikan yang dilakukan dapat memberikan penghematan yang menguntungkan perusahaan.
3. Karena pengendalian kualitas statistik dilakukan dengan cara pengambilan sampel maka hanya sebagian saja dari hasil produksi yang perlu diperiksa, hal ini dapat menurunkan biaya-biaya pemeriksaan.
2.1.4 Alat dalam Pengendalian Kualitas
Pengendalian kualitas memiliki beberapa alat statistik yang digunakan sebagai alat bantu untuk mengendalikan kualitas, diantaranya adalah diagram sebab akibat (fishbone), dan diagram kontrol.
2.1.4.1 Diagram Sebab Akibat (Fishbone)
Diagram sebab akibat juga dikenal sebagai diagram tulang ikan (fishbone) yaitu sebuah alat untuk mengetahui penyebab-penyebab yang mungkin memberikan pengaruh terhadap terjadinya kecacatan pada suatu proses produksi produk. Diagram ini memiliki bentuk yang menyerupai tulang ikan dimana setiap tulang mewakili sumber kesalahan yang terjadi (Aprianto, 2017).
Perbaikan kualitas dari produk hasil proses produksi dapat disebabkan oleh:
1. Material (Bahan Baku) 2. Machine (Mesin) 3. Method (Metode) 4. Man (Manusia)
5. Environment (Lingkungan) 2.1.4.2 Diagram Kontrol
Diagram kontrol adalah salah satu alat yang secara garfis digunakan untuk memonitor dan mengevaluasi apakah suatu aktivitas atau proses berada dalam
pengendalian kualitas secara staistika atau tidak sehingga dapat memecahkan masalah dan menghasilkan perbaikan kualitas. Diagram kontrol menunjukkan adanya perubahan data dari waktu ke waktu, tetapi tidak menunjukkan penyebab penyimpangan meskipun penyimpangan itu akan terlihat pada diagram kontrol (Aprianto, 2017).
Diagram kontrol dapat digunakan dengan cara menetapkan batas-batas kendali. Batas kendali tersebut terbagi menjadi:
1. Upper Control Limit (𝑈𝐶𝐿) atau Batas Kendali Atas (𝐵𝐾𝐴)
Merupakan garis batas atas untuk suatu penyimpangan yang masih dapat ditoleransi.
2. Control Limit (𝐶𝐿) atau Garis Tengah (𝐺𝑇)
Merupakan garis yang melambangkan tidak adanya penyimpangan dari karakteristik sampel.
3. Lower Control Limit (𝐿𝐶𝐿) atau Batas Kendali Bawah (𝐵𝐾𝐵)
Merupakan garis batas bawah untuk suatu penyimpangan dari karakteristik sampel.
Menurut Assauri, selama titik-titik masih berada di dalam batas kendali, proses dianggap dalam keadaan terkendali dan tidak perlu tindakan apapun. Tetapi, satu titik yang berada diluar batas pengendali diinterpretasikan sebgai fakkta bahwa proses tak terkendali, sehingga diperlukan tindakan penyelidikan untuk mendapatkan sebab-sebab yang menyebabkan tingkah laku itu (Aprianto 2017).
Menurut Montgomery, untuk mengendalikan kualitas produk selama proses produksi, maka digunakan diagram kontrol yang secara garis besar dibagi menjadi 2 jenis (Aprianto, 2017):
1. Diagram Kontrol Atribut
Model ini biasanya digunakan apabila produk yang akan dievaluasi kualitasnya dapat dibedakan atas baik dan jelek, cacat dan tidak cacat. Diagram kontrol atribut dibagi menjadi 4 macam, yaitu:
a. Diagram kontrol p
Jika unit yang cacat dapat dinyatakan sebagai proporsi dari banyaknya barang yang tidak sesuai yang ditemukan dalam pemeriksan terhadap total barang, maka pengendalian kualitasnya dapat dilakukan dengan menggunakan diagram kontrol p.
Diagram kontrol P memiliki rumus 𝐵𝐾𝐴, 𝐵𝐾𝐵 dan 𝐺𝑇 sebagai berikut: 𝑈𝐶𝐿 = 𝐶𝐿 + 3√𝐶𝐿(1−𝐶𝐿) 𝑛 ... (1) 𝐿𝐶𝐿 = 𝐶𝐿 − 3√𝐶𝐿(1−𝐶𝐿) 𝑛 ... (2) Dengan:
𝑈𝐶𝐿 : Batas Kendali Atas pada tanggal 𝐿𝐶𝐿 : Batas Kendali Bawah pada tanggal 𝐶𝐿 : Rata-rata jumlah produk cacat 𝑛 : Jumlah produksi
Model ini digunakan untuk menganalisis banyak unit yang tak sesuai, bukan pada bagian yang tak sesuai. Diagram kontrol np memiliki rumus 𝐵𝐾𝐴, 𝐵𝐾𝐵 dan 𝐺𝑇 sebagai berikut:
𝐵𝐾𝐴 = 𝑛𝑝 + 3√𝑛𝑝(1 − 𝑝) ...(3)
𝐺𝑇 = 𝑛𝑝 ...(4)
𝐵𝐾𝐵 = 𝑛𝑝 − 3√𝑛𝑝(1 − 𝑝) ...(5)
Dengan:
𝑛𝑝 : banyaknya produk yang tidak sesuai 𝑝 : proporsi ketidak sesuaian produksi 𝑛 : jumlah produksi
c. Diagram Kontrol c
Model diagram kontrol c digunakan untuk menganalisis total banyaknya ketidak sesuaian. Andaikan bahwa cacat atau ketidak sesuaian terjadi dalam unit pemeriksaan ini menurut distribusi poisson, yaitu:
𝑝(𝜒) = 𝑒−𝑐𝑐𝑥
𝑥! 𝑥 = 0,1,2, … ...(6)
Dengan:
𝑥 : banyaknya ketidak sesuaian 𝑐 : parameter distribusi poisson
Dengan demikian, rumus 𝐵𝐾𝐴, 𝐵𝐾𝐵 dan 𝐺𝑇 untuk diagram kontrol c adalah sebagai berikut:
𝐺𝑇 = c̄ ...(8)
𝐵𝐾𝐵 = 𝑐̄ − 3√𝑐̄ ...(9)
Dengan: 𝑐̄ =∑ 𝑐
𝑛, adalah proporsi cacat/ketidak sesuaian per subgroup ∑ 𝑐 : jumlah cacat/ketidak sesuaian per subgroup
𝑛 : banyaknya pengamatan/jumlah subgroup d. Diagram Kontrol u
Model ini digunakan untuk menganalisa ketidak sesuaian per unit. Diagram kontrol u biasanya digunakan pada situasi rata-rata banyak ketidak sesuaian ukuran unit sampel sangat bervariasi dari sampel ke sampel. Jika diperoleh c jumlah ketidak sesuaian rata-rata per unit pemeriksaan, maka banyak ketidak sesuaian rata-rata per unit pemeriksaan adalah:
𝑢 = 𝑐
𝑛 ... (10)
Dalam hal ini u adalah variabel random poisson. Dengan demikian, rumus 𝐵𝐾𝐴, 𝐵𝐾𝐵 dan 𝐺𝑇 untuk diagram kontrol u sebagai berikut: 𝐵𝐾𝐴 = 𝑢̄ + 3√𝑢̄ 𝑛 ...(11) 𝐺𝑇 = 𝑢̄ ...(12) 𝐵𝐾𝐵 = 𝑢̄ − 3√𝑢̄ 𝑛 ...(13) Dengan:
𝑛 : banyaknya pengamatan/jumlah subgroup 2. Diagram Kontrol Variabel
Diagram kontrol variabel digunakan untuk mengendalikan kualitas produk selama proses produksi yang bersifat variabel dan dapat diukur. Seperti berat, ketebalan, panjang, volume, diameter. Diagram kontrol ini biasanya digunakan untuk pengedalian proses yang didominasi oleh mesin.
a. Diagram Kontrol Rentang (R̄ chart)
Digunakan untuk mengetahui besarnya rentang atau selisih antara nilai pengukuran yang terbesar dengan nilai pengukuran terkecil didalam subgrup yang diperiksa. Rumus untuk mencari rata-rata rentang yaitu:
𝑅̄ =
𝑅1+𝑅2+𝑅3+⋯+𝑅𝑚𝑚 ...(14)
Dengan:
𝑅̄ : rata-rata rentang
𝑅 : selisih antara ukuran maksimum sampel dengan minmum sampel 𝑚 : banyaknya sampel
Dengan demikian, rumus 𝐵𝐾𝐴, 𝐵𝐾𝐵 dan 𝐺𝑇 untuk diagram kontrol R̄ sebagai berikut:
𝐵𝐾𝐴 = 𝑅̄𝐷4 ...(15)
𝐺𝑇 = 𝑅̄ ...(16)
𝐵𝐾𝐵 = 𝑅̄𝐷3 ...(17)
Digunakan untuk mengetahui rata-rata pengukuran antar subgrup yanng diperiksa. Rumus-rumus berikut digunakan untuk mencari total rata-rata.
𝑋̄ =
∑𝑛𝑖=1𝑋𝑖 𝑛 ...(18)𝑋̿ =
∑ =1𝑋𝑗 𝑘 𝑗 𝑛 ...(19) Dengan: 𝑛 : ukuran sampel 𝑋̄ : rata-rata sampel 𝑘 : jumlah sampel 𝑋̿ : rata-rata dari 𝑋̄Dengan demikian, rumus 𝐵𝐾𝐴, 𝐵𝐾𝐵 dan 𝐺𝑇 untuk diagram kontrol 𝑋 ̿ sebagai berikut:
𝐵𝐾𝐴 = 𝑋̿ + 𝐴2𝑅̄ ...(21)
𝐺𝑇 = 𝑋̿ ...(22)
𝐵𝐾𝐵 = 𝑋̿ − 𝐴2𝑅̄ ...(23)
2.1.5 Six sigma
2.1.5.1 Pengertian Six sigma
Menurut Gaspersz, metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode six sigma yang merupakan suatu metode pengendalian dan peningkatan kualitas yang diterapkan oleh Motorola sejak tahun 1986. Six sigma merupakan suatu bentuk peningkatan kualitas menuju target 3,4 Defect Per Million
Opportunities (DPMO) untuk setiap produk baik barang ataupun jasa dalam upaya mengurangi jumlah cacat (Aprianto, 2017).
Menurut Evans, six sigma juga dapat didefinisikan sebagai metode peningkatan proses bisnis yang bertujuan untuk menemukan dan mengurangi faktor-faktor penyebab cacat, mengurangi waktu siklus dan biaya produksi, menigkatkan produktivitas, memenuhi kebutuhan pelanggan, mencapai utilitas mesin yang optimal serta mendapatkan hasil yang lebih baik dari segi produksi maupun pelayanan (Fransiscus, 2014).
Six sigma berasal dari kata six yang berarti enam dan sigma yang merupakan satuan dari standar deviasi yang juga dilambangkan dengan simbol σ. Six sigma juga sering disimbolkan dengan 6σ. Makin tinggi sigma-nya, semakin baik pula kualitasnya. Dengan kata lain, semakin tinggi sigmanya semakin rendah pula tingkat kecacatan atau kegagalannya. Dapat dilihat dari tabel 2.1 (Nurullah A dkk, 2014):
Tabel 2.1 Konversi Nilai Sigma
Sumber: Nurullah dkk, 2014 Long term yield (basically the percentage of successful output)%
Deffect Per Million Opportunities (DPMO) Processes Sigma 99.99966 3.4 6 99.98 233 5 99.94 6.210 4 99.73 66.807 3 69.1 308.538 2 30.9 691.462 1
2.1.5.2 Penerapan Six sigma dengan Tahapan DMAIC
Menurut LJ Bain dan Engelhardt, tahapan-tahapan implementasi peningkatan kualitas dengan six sigma terdiri dari lima langkah yaitu dengan konsep DMAIC (Define, Measure, Analyze, Improve, Control) (Aprianto, 2017).
1. Define
Define adalah fase menentukan masalah. Dalam fase ini digunakan untuk mengidentifikasi masalah yang terjadi dan menentukan prioritas masalah. 2. Measure
Fase Measure adalah fase untuk mengukur tingkat kecacatan suatu produksi. Dalam fase ini pengukuran dilakukan dengan dan menghitung DPMO (Defect Per Million Opportunities) dan DPU (Defect Per Unit). % kecacatan = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝐾𝑒𝑟𝑢𝑠𝑎𝑘𝑎𝑛
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖 𝐾𝑒𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ𝑎𝑛 𝑋 100% ... (24)
D = Jumlah Defects ... (25)
U = Jumlah Units ... (26)
O = Opportunities ( Jumlah kesempatan yang akan mengakibatkan cacat DPMO = ( 𝐷
𝑢 ×𝑜) 𝑋 1.000.000 ... (27)
3. Analyze
Fase ini menentukan penyebab dari masalah yang terjadi dalam proses produksi. Fase ini akan dilanjutkan menggunakan diagram sebab akibat (fishbone). Pada diagram fishbone akan dilakukan analisa penyebab utama dari permasalahan yang ada.
Fase Improve adalah fase untuk meningkatkan proses dan menghilangkan sebab-sebab kecacatan berdasarkan dari hasil fase Analyze.
5. Control
Fase Control adalah fase mengontrol kinerja dan menjamin permasalahan utama penyebab kecacatan tidak muncul lagi. Tahapan terakhir ini bertujuan untuk melakukan kontrol dalam setiap kegiatan, sehingga memperoleh hasil yang baik dan dapat mengurangi waktu, masalah dan biaya yang tidak dibutuhkan.
2.1.6 Produk
Menurut Sriwana, produk merupakan titik pusat dari kegiatan pemasaran karena produk merupakan hasil dari suatu perusahaan yang dapat ditawarkan kepasar untuk dikonsumsi dan merupakan alat dari suatu perusahaan untuk mencapai tujuan dari perusahaanya. Suatu produk harus memiliki keunggulan dari produk-produk yang lain baik dari segi kualitas, desain, bentuk, ukuran, kemasan, pelayanan, garansi, dan rasa agar dapat menarik minat konsumen untuk mencoba dan membeli produk tersebut (Oktavianto, 2013).
Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) atau disebut juga Bottle Drinking Water merupakan air minum yang siap dikonsumsi secara langsung tanpa harus melalui proses pemanasan terlebih dahulu. Air minum dalam kemasan merupakan air yang dikemas dalam berbagai bentuk wadah 19 liter atau galon, 1500 ml/60 ml (bottle), 240 ml/220 ml (cup). Air minum dalam kemasa diproses dalam beberapa tahap baik dalam tahap menggunakan proses pemurnian air (Reverse Osmosis/Tanpa Mineral) maupun proses biasa water treatment processing
(mineral), dimana sumber air yang digunakan untuk air mineral berasal dari mata air pegunungan. Untuk air kemasan nonmineral biasanya dapat juga dignakan sumber mata air tanah/mata air pegunungan. AMDK harus memenuhi Standar Nasional dengan kode SNI No.01-3553-1996 tentang standar baku mutu air dalam kemasan, serta MD yang dikeluarkan oleh BPOM RI yang merupakan standar baku kimia, fisika, mikrobiologis. Serta banyak lagi persyaratan yang harus dipenuhi agar AMDK layak dikonsumsi dan aman bagi kesehatan manusia.
2.1.7 Klasifikasi Produk
Menurut Ishikawa, produk berdasarkan aspek daya tahan dikelompokkan menjadi dua, yaitu (Oktavianto, 2013):
1. Barang tidak tahan lama (nondurable goods), adalah barang berwujud yang biasanya habis dikonsumsi dalam satu atau beberapa kali pemakaian. Dengan kata lain umur ekonomisnya dalam kondisi pemakaian normal kurang dari satu tahun. Contohnya sabun, pasta gigi, minuman kaleng, dan sebagainya.
2. Barang tahan lama (durable goods), adalah barang berwujud yang biasanya bisa bertahan lama dengan banyak pemakaian (umue ekonomisnya untuk pemakaian adalah satu tahun lebih). Contohnya lemari es, mesin cuci, pakaian dan lain-lain.
2.1.8 Produk Cacat
Menurut Jiwa, penyebab suatu produk dikatakan cacat ada tiga kategori yaitu cacat produk atau manufaktur merupakan cacat yang paling tidak diharapkan oleh konsumen. Cacat desain menrupakan salah satu hal yang merugikan
konsumen apabila desain produk yang digunakan oleh konsumen tidak dipenuhi sebagaimana mestinya. Cacat peringatan adalah cacat produk akibat tidak dilengkapinya dengan peringatan-peringatan tertentu atau instruksi penggunaan tertentu (Aprianto, 2017).
Produk cacat merupakan produk yang dihasilkan tidak sesuai dengan standar kualitas yang sudah ditentukan. Standar kualitas yang baik menurut konsumen adalah produk tersebut dapat digunakan sesuai dengan kebutuhan mereka. Apabila konsumen sudah merasa bahwa produk tersebut tidak dapat digunakan sesuai kebutuhan maka produk tersebut dapat dikatakan sebagai produk cacat. Untuk mengatasi produk cacat yang dihasilkan, produsen hanya dapat melakukan pencegahan terhadap terjadinya cacat produk. Untuk melakukan perbaikan sangat sulit dikarenakan memperbaiki produk yang cacat tetapi tidak memperbaiki proses produksinya sama saja akan menambah biaya. Produsen sebaiknya melakukan pencegahan terjadinya produk cacat dengan cara menyelidiki apakah terjadi kesalahan dalam proses produksinya sehingga dapat didapatkan penyebab produk cacat (Oktavianto, 2013).
Dari data kecacatan yang didapatkan dari hasil wawancara dengan pihak perusahaan, kecacatan pada produk Ayia cup 240 ml setiap kali produksi selalu ada. Maka dari itu, perlu upaya menindak lanjuti permasalahan tersebut dan menganalisis faktor-faktor penyebab terjadinya kecacatan.
2.2 Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual
Adapun kerangka konseptual di atas terdiri dari hal-hal berikut:
1. Input merupakan data dasar yang dibutuhkan untuk dilakukan tindak lanjutnya. Pada penelitian ini peneliti menemukan beberapa hal yang menjadi landasan penelitian ini yaitu data wawancara dan data sekunder berupa data yang ada di perusahaan seperti jenis cacat produk, jumlah kecacatan dan data produksi perhari.
2. Proses merupakan langkah yang akan dilakukan sehingga menghasilkan output dari penelitian ini.
Adapun langkah-langkah yang akan dilakukan adalah:
INPUT 1. Hasil wawancara 2. Data sekunder: a. Jenis cacat b. Jumlah cacat c. Data produksi PROSES 1. Metode six sigma
menggunakan pendekatan DMAIC untuk memperoleh: a. Perhitungan DPMO b. Level sigma 2. Menganalisis Faktor-faktor penyebab kecacatan menggunakan fishbone diagram. OUTPUT 1. Pengurangan Produk cacat (Zero Defect) pada Ayia cup 240 ml. 2. Faktor-faktor
penyebab
kecacatan produk air cup 240 ml.
a. Metode six sigma dengan pendekatan DMAIC (Define, Measure, Analyze, Improve, Control) dan perhitungan (Defect Per Million Opportunities) .
b. Menganalisis faktor-faktor penyebab kecacatan pada produk air minum cup 240 ml.
3. Output adalah hasil dari proses yang telah dilakukan. Output dari penelitian ini adalah:
a. Pengurangan produk cacat (Zero Defect) akan terlihat dari hasil perhitungan DPMO.
b. Faktor-faktor penyebab kecacatan produk akan terlihat setalah melakukan pendekatan DMAIC.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Dalam melaksakan suatu penelitian terdapat beberapa tahapan yang digunakan sebagai acuan untuk memperlihatkan bagaimana jalnnya proses penelitian. Metodologi penelitian menjabarkan tahapan-tahapan yang harus dilaksakan agar penelitian dapat dilakukan secara efektif dan terarah. Urutan tahapan-tahapan penelitian yang dilakukan dapat dijelaskan pada sub-sub bab berikut.
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang penulis lakukan adalah penelitian yang bersifat terapan (Applied Research). Pengertian dari penelitian terapan adalah sebuah proses penelitian yang dilakukan dengan cara yang praktis untuk memberikan solusi atas permasalahan tertentu. Penelitian ini tidak berfokus pada ide, gagasan, teori akan tetapi fokus dari penelitian terapan adalah sebagai penerapan penelitian tersebut untuk kehidupan sehari-hari. Ciri yang paling mudah kita ketahui ialah, penelitian terapan memiliki nilai abstraksi yang sangat rendah namun dampak dan manfaatnya dapat dirasakan secara langsung (Sakhinah, 2016).
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian
Dalam pelaksanaan penelitian ini, pengambilan data dilakukan di Laboratorium PT. Gunung Naga Mas beralamat di Jalan Raya Kuranji-Kampung
Pinang, Kuranji, Padang. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2017 hingga Januari 2018.
3.3 Variabel Penelitian
Penelitian ini variabel penelitian yang sesuai dengan permasalahan yang akan diteliti adalah produk cacat, jenis cacat, jumlah produksi per hari.
3.4 Data dan Sumber Data 3.4.1 Data
Pengumpulan data pada penelitian ini yaitu menggunakan data sekunder. Data sekunder adalah data yang diperoleh dengan cara mengumpulkan dokumen-dokumen serta arsip-arsip perusahaan yang ada kaitannya dengan penelitian ini. Seperti data-data produksi, laporan hasil produk cacat pada setiap harinya mulai bulan November 2017 sampai dengan bulan Januari 2018 dan laporan aktifitas produksi yang terkait dan lain-lain.
3.4.2 Sumber Data
Adapun sumber data yang didapatkan untuk penelitian ini adalah:
1. Penelitian Kepustakaan (Library Research) yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara mempelajari dan mengumpulkan bahan-bahan kepustakaan dan literatur-literatur yang ada kaitannya dengan penulisan proposal tugas akhir ini.
2. Penelitian Lapangan (Field Research) yaitu penelitian yang dilakukan dengan teknik wawancara, yaitu teknik penelitian yang dilakukan dengan mengadakan wawancara atau tanya jawab dengan pihak perusahaan yang ditunjuk yang ada hubungannya dengan data-data proses produksi untuk jenis air minum kemasan cup 240 ml seperti yang dibahas dalam penelitian ini.
3.5 Teknik Pengolahan dan Analisa Data
Pada tahap ini penulis menggunakan pendekatan DMAIC (Define, Measure, Analyze, Improve, Control). Pendekatan ini merupakan langkah-langkah pemecahan masalah terstruktur. Adapun langkah-langkah teknik pengolahan data dan analisa data dalam penelitian ini adalah (Awiandora, 2015):
Penerapan metode six Sigma dengan pendekatan DMAIC (Define, Measure, Analyze, Improve, Control).
1. Define
a. Membuat Flow Chart dari proses produksi air minum cup 240 ml. b. Membuat SIPOC (Supplier, Input, Process, Output, Customer)
Diagram.
c. Menghitung nilai DMPO sebelum penerapan metode six sigma 2. Measure
Analisis Diagram Kontrol Proporsi p (𝑃̄ ) (Atribut) 1) Menghitung persentase kecacatan
𝑃1 = 𝑛𝑃1
𝑛1
Dimana:
𝑃𝑖 : Persentase kecacatan pada tanggal 𝑖 𝑛𝑃𝑖 : Jumlah produk cacat tanggal 𝑖 𝑛𝑖 : Jumlah produksi pada tanggal 𝑖 2) Menghitung Mean Defect
𝐶𝐿 =∑ 𝑛𝑝 ∑ 𝑛 Dimana:
𝐶𝐿 : Rata-rata produk cacat ∑ 𝑛𝑝 : Jumlah Produk cacat ∑ 𝑛 : Jumlah Produksi
3) Menghitung Batas Kendali Atas (𝐵𝐾𝐴) atau Upper Control Limit (𝑈𝐶𝐿)
Perhitungan ini menggunakan persamaan ... (1) 4) Menghitung Batas Kendali Bawah (𝐵𝐾𝐵 ) atau Lower Control
Limit (𝐿𝐶𝐿)
Perhitungan ini menggunakan persamaan ... (2) 5) Menghitung nilai Sigma dan DPMO (Defect Per Million
Opportunities).
Menghitung nilai kapabilitas dengan menghitung: a) Menghitung jumlah unit yang akan diukur (U)
U = Jumlah unit produksi Identifikasi Opportunity (Opp)
Jumlah opportunity yang dimaksud dalam DPMO six sigma adalah jumlah kesempatan atau potensi yang dapat mengakibatkan cacat (defect). Dalam penelitian terdapat 7 (Opportunities) jenis cacat.
b) Menghitung jumlah cacat (Defect/D)
Perhitungan ini menggunakan persamaan ...(25) c) Menghitung nilai 𝑈
Perhitungan ini menggunakan persamaan ...(26) d) Menghiutng DPMO (Defect Per Million Opportunitues)
Perhitungan ini menggunakan persamaan ... (27) 3. Analyze
Menentuan dan menganalisa faktor-faktor penyebab kecacatan menggunakan diagram Fishbone.
4. Improve
Pada tahapan improve digunakan untuk meningkatkan proses dan menghilangkan sebab-sebab kecacatan berdasarkan dari hasil fase Analyze. 5. Control
Tahapan terakhir ini bertujuan untuk melakukan kontrol dalam setiap kegiatan, sehingga memperoleh hasil yang baik dan dapat mengurangi waktu, masalah dan biaya yang tidak dibutuhkan.
3.6 Kerangka Metodologi Penelitian
Adapun kerangka metodologi penelitian dapat dilihat pada gambar 3.1 berikut:
Mulai
Studi Pendahuluan
Survey awal di PT. Gunung Naga Mas, survey dilakukan dengan melihat proses produksi dan wawancara langsung dengan pihak perusahaan.
Studi Literatur
Mempelajari teori-teori tentang pemecahan masalah yang ada dan teori-teori pendukung lainnya.
Identifikasi Masalah
1. Masih terdapat produk cacat dengan jumlah yang cukup besar. 2. Perlunya upaya perusahaan untuk menanggulangi kecacatan.
3. Kurangnya tenaga QC (Quality Control) untuk mengawasi hasil produksi.
Batasan Masalah
1. Penerapan Metode six sigma (DMAIC) untuk menuju zero defect pada produk Ayia cup 240 ml.
2. Mengetahui faktor-faktor penyebab kecacatan pada produk Ayia cup 240 ml berdasarkan data bulan November 2017 sampai bulan Januari 2018.
Rumusan Masalah
1. Bagaimana menerapkan metode six sigma dengan pendekatan DMAIC dalam pengendalian kualitas untuk mengurangi produk cacat (zero defect) pada Ayia cup 240 ml ?
2. Apa saja faktor-faktor yang menyebabkan kecacatan pada produk Ayia cup 240 ml ?
Gambar 3.1 Kerangka Metodologi
Selesai
Tujuan Penelitian
1. Menerapkan metode six sigma (DMAIC) agar perusahaan dapat menjadi
zero defect pada produksi Ayia cup 240 ml.
2. Mengetahui faktor-faktor penyebab kecacatan produk Ayia cup 240 ml.
Pengumpulan Data
1. Jumlah produk cacat 2. Jenis kecacatan
3. Faktor-faktor penyebab cacat 4. Dan lain-lain
Pengolahan Data
1. Penerapan metode six sigma dengan pendekatan DMAIC (Define, Measure, Analyze,
Improve, Control) dan menghitung nilai DPMO (Defect Per Million Opportunities).
2. Menganalisis faktor-faktor penyebab kecacatan produk Ayia cup 240 ml.
Penutup
Membuat kesimpulan dan saran terhadap hasil penelitian yang telah dilakukan.
Analisa Data
Melakukan analisis pada pengolahan data yang telah dibuat.
.
BAB IV
PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
4.1 Pengumpulan Data
Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan cara wawancara langsung dengan pihak perusahaan bagian laboratorium dan operator yang ada di pabrik, serta melakukan pengamatan langsung saat proses produksi berjalan. Dari hasil wawancara dengan Bapak Dedi Putra, S.si sebagai Kabag QA sekaligus wakil manager di PT. Gunung Naga Mas pada tanggal 10 Februari 2018, mengatakan bahwa batas toleransi perusahaan hanya 2% dengan jenis-jenis cacat yang terjadi selama proses produksi berlangsung seperti air kotor atau berisi benda lain, air kurang dari volume pack, lid tidak presisi atau timpang, cup pp bocor, cup pp bocor sealer, cup pp reject pemasok, bocor jarum. Selain itu, data yang didapat dari dokumen dan arsip dari laboratorium pabrik Ayia. Adapun data yang dibutuhkan pada penelitian ini adalah data jumlah produksi, data target produksi, data jenis cacat, data jumlah cacat perhari selama bulan November 2017 sampai Januari 2018.
Jumlah total produksi adalah 546,299 cup dan jumlah produk cacat adalah 144,799 cup. Contoh rekapitulasi data jumlah produksi dan produk cacat ayia cup 240 ml dapat dilihat pada tabel 4.1.
Tabel 4.1
Contoh rekapitulasi data jumlah produksi dan produk cacat ayia cup 240 ml
Sumber: PT. Gunung Naga Mas 2017
Rekapitulasi data lengkap dapat dilihat pada Lampiran A.
4.2 Pengolahan Data
Six sigma merupakan metoda untuk meningkatkan produktivitas dan profitabilitas. Six sigma dapat membantu perusahaan untuk mengatasi permasalahaan dalam menghilangkan variasi produk atau menekan jumlah produk cacat dalam produksi. Adapun langkah-langkah dalam pengolahan data ini menggunakan tahapan DMAIC (Define, Measure, Analyze, Improve, Control).
Aira Kotor/ Air Kurang dari Lid Tidak Presisi/ Cup-PP Cup-PP Cup-PP Bocor Good
Berisi Benda Lain
Volume Pack Timpang Bocor Sealer Bocor Reject Pemasok Jarum
Rabu, 01 November 2017 85 124 166 226 0 273 3 9100 8223 877 Kamis, 02 November 2017 83 186 233 577 0 535 10 9100 7476 1624 Jumat, 03 November 2017 76 332 586 500 0 575 13 8710 6628 2082 Sabtu, 04 November 2017 11 26 0 52 0 91 3 1442 1259 183 Senin, 06 November 2017 199 467 1052 399 0 581 24 8450 5728 2722 Selasa, 07 November 2017 103 526 190 541 0 947 27 9100 6766 2334 Rabu, 08 November 2017 121 186 200 442 0 689 8 7995 6349 1646 Kamis, 09 November 2017 143 362 97 509 0 720 27 8775 6917 1858 Jumat, 10 November 2017 140 79 404 228 0 455 1 7605 6298 1307 Sabtu, 11 November 2017 83 202 1493 572 0 660 37 5655 2608 3047 Senin, 13 November 2017 40 44 934 129 0 203 0 3503 2153 1350 Rabu, 15 November 2017 87 156 1412 785 146 537 31 8580 5426 3154 Kamis, 16 November 2017 296 538 113 434 0 1003 14 9100 6702 2398 Jumat, 17 November 2017 50 46 139 179 0 491 0 8710 7805 905 Sabtu, 18 November 2017 67 56 63 243 0 387 0 6500 5684 816 Senin, 20 November 2017 60 71 24 263 0 498 0 8970 8054 916 Selasa, 21 November 2017 56 203 439 381 235 315 0 8190 6561 1629 Rabu, 22 November 2017 141 242 43 457 0 708 32 8964 7341 1623 Kamis, 23 November 2017 100 197 181 503 0 472 19 9100 7628 1472 Jumat, 24 November 2017 113 131 68 308 0 516 8 8710 7566 1144 Sabtu, 25 November 2017 42 198 41 317 0 352 36 6500 5514 986 Senin, 27 November 2017 72 113 106 185 258 273 0 6760 5753 1007 Selasa, 28 November 2017 80 182 350 525 0 850 14 8970 6969 2001 Rabu, 29 November 2017 165 4 52 77 0 96 0 9035 8641 394 Kamis, 30 November 2017 195 125 120 162 0 500 3 9100 7995 1105 Tanggal Produksi
URAIAN KETIDAK SESUAIAN
4.2.1 Metode Six Sigma dengan Tahapan DMAIC
Pada metode six sigma ini terdapat lima tahapan yang akan dilakukan, yaitu Define, Measure, Analyze, Improve, dan Control (DMAIC).
4.2.1.1 Tahap Define
Tahap ini merupakan tahap awal dalam program peningkatan kualitas six sigma. Pada tahap ini dilakukan beberapa hal, yaitu:
1. Mendeskripsikan proses produksi ayia cup 240 ml menggunakan flow chart.
Gambar 4.1 Flow Chart pembuatan ayia cup 240 ml
Proses pembuatan Ayia cup 240 ml yaitu dimulai dari proses pembuatan cup yang disebut dengan Roll sheet atau gulungan plastik yang terbuat dari polypropilen dan serpihan plastik yang di daur ulang dengar proporsi yang telah ditentukan kemudian cup di cetak di mesin termo (mesin cup). Kemudian cup langsung menuju mesin Filling ACS (Auto Cup Sealer) dan kemudian di isi air sesuai volume yang telah ditentukan. Proses Filling di monitoring oleh visual checker untuk memastikan produk
Roll Sheet
Thermo machine
Filling ACS Process (Auto Cup Sealer)
Pengepresan atau Pemasangan Lid
tidak ada yang cacat. Proses selanjutnya yaitu pemasangan Lid yang kemudian diberi sinar UV untuk membunuh kuman pada cup atau untuk sterilisasi dan berlanjut kepada proses terakhir yaitu proses Packing. 2. Pembuatan diagram SIPOC untuk mendefinisikan rencana tindakan dalam
six sigma, perlu diketahui model proses SIPOC (Supplier-Input-Process-Output-Customer). Dalam manajemen perbaikan proses, diagram SIPOC merupaka salah satu teknik yang paling berguna dan sering digunakan untuk menampilkan aliran kerja secara sekilas. Mulai dari darimana material dipesan dan apa jenisnya, lanjut pada apa saja material yang digunakan untuk proses produksi ayia cup 240 ml, proses apa saja yang dilalui oleh material tersebut, kemudian output apa yang ingin dicapai untuk memenuhi kebutuhan pelanggan, serta tahapan akhir yaitu kemana saja pendistribusian produk ayia cup 240 ml. Diagram SIPOC proses produksi ayia cup 240 ml PT. Gunung Naga Mas dapat di lihat pada gambar 4.2 sebagai berikut:
Gambar 4.2 Diagram SIPOC Ayia cup 240 ml PT. Gunung Naga Mas Supplier Sumur bor Input 1. Air baku 2. Cup 3. Mesin 4. Pekerja 5. Materia l
Process Output Customer
1. Roll sheet 2. Mesin termo (mesin cup) 3. Filling Process ACS 4. Pemasangan Lid 5. Packing Air minum dalam kemasan cup240 ml 1. Kantin 2. Warung 3. Minimar ket
3. Menghitung nilai DPMO sebelum penerapan metode six sigma U = Jumlah unit produksi
U = 546,299 cup
D = Jumlah Defect (cacat) D = 114,799 cup O = Opportunities O = 7 𝐷𝑃𝑀𝑂 = ( 𝐷 𝑈×𝑂) × 1,000,000 = ( 114,799 546,299×7) × 1,000,000 = 30,020 cup
Pada perhitungan sebelum penerapan metode six sigma didapatkan nilai DPMO sebesar 30,020 cup dari sejuta produksi cup dan berada pada level 3.38 sigma.
4.2.1.2 Tahap Measure
Tahap ini merupakan tahap pengumpulan data yang digunakan untuk mengukur performansi proses. Dari data yang dikumpulkan persentase cacat produk selama bulan November 2017 sampai bulan Januari 2018 adalah 21.014%. Berikut adalah contoh hasil perhitungan peta proporsi ̄p untuk produk cacat ayia cup 240 ml di PT. Gunung Naga Mas selama bulan November 2017.
1) Diagram kontrol proporsi ̄p
Tabel 4.2
Contoh perhitungan untuk UCL, CL dan LCL tanggal 1 sampai 30 November 2017
Sumber: PT. Gunung Naga Mas 2017
Rekapitulasi data lengkap dapat dilihat pada Lampiran B. Contoh peritungan:
a. Perhitungan persentase cacat pada tanggal 1 November 2017 adalah: 𝑃𝑖 =𝑛𝑃𝑖 𝑛𝑖 × 100 % 𝑃1 = 877 9100 × 100
=
9.637 % Good %P 8223 877 0.096 9.64% 0.210 0.223 0.197 7476 1624 0.178 17.85% 0.210 0.223 0.197 6628 2082 0.239 23.90% 0.210 0.223 0.197 1259 183 0.127 12.69% 0.210 0.242 0.178 5728 2722 0.322 32.21% 0.210 0.223 0.197 6766 2334 0.256 25.65% 0.210 0.223 0.197 6349 1646 0.206 20.59% 0.210 0.224 0.196 6917 1858 0.212 21.17% 0.210 0.223 0.197 6298 1307 0.172 17.19% 0.210 0.224 0.196 2608 3047 0.539 53.88% 0.210 0.226 0.194 2153 1350 0.385 38.54% 0.210 0.231 0.189 5426 3154 0.368 36.76% 0.210 0.223 0.197 6702 2398 0.264 26.35% 0.210 0.223 0.197 7805 905 0.104 10.39% 0.210 0.223 0.197 5684 816 0.126 12.55% 0.210 0.225 0.195 8054 916 0.102 10.21% 0.210 0.223 0.197 6561 1629 0.199 19.89% 0.210 0.224 0.197 7341 1623 0.181 18.11% 0.210 0.223 0.197 7628 1472 0.162 16.18% 0.210 0.223 0.197 7566 1144 0.131 13.13% 0.210 0.223 0.197 5514 986 0.152 15.17% 0.210 0.225 0.195 5753 1007 0.149 14.90% 0.210 0.225 0.195 6969 2001 0.223 22.31% 0.210 0.223 0.197 8641 394 0.044 4.36% 0.210 0.223 0.197 7995 1105 0.121 12.14% 0.210 0.223 0.197 UCL LCL Cacat P CL% 𝑃2 = 16249100
×
100 = 17.846 % b. Menghitung mean defect𝐶𝐿 = ∑ 𝑛𝑝 ∑ 𝑛 𝐶𝐿 = 114799
546299
= 0.210
c. Menghitung UCL (Upper Control Limit)
𝑈𝐶𝐿1= 𝐶𝐿 + 3√𝐶𝐿(1 − 𝐶𝐿) 𝑛1 = 0.210 + 3
√
0.210 (1−0.210) 9100 = 0.223 𝑈𝐶𝐿2 = 𝐶𝐿 + 3√ 𝐶𝐿(1 − 𝐶𝐿) 𝑛2 = 0.210 + 3√
0.210 (1−0.210) 9100 = 0.223d. Menghitung 𝐿𝐶𝐿 (Lower Control Limit)
𝐿𝐶𝐿1 = 𝐶𝐿 − 3√𝐶𝐿(1 − 𝐶𝐿) 𝑛1
= 0.210 3
√
0.210 (1−0.210)= 0.197 𝐿𝐶𝐿2 = 𝐶𝐿 − 3√ 𝐶𝐿(1 − 𝐶𝐿) 𝑛2 = 0.210 - 3
√
0.210 (1−0.210) 9100 = 0.197Dari hasil perhitungan tabel 4.2, maka didapatkan peta kendali p seperti gambar berikut:
Gambar 4.3 Peta Kendali p ayia cup 240 ml Bulan November 2017 sampai Januari 2018
Dari tabel diatas dapat dilihat banyaknya data yang berada diluar batas kendali atas (UCL) dan batas kendali bawah (LCL). Hanya sedikit data yang berada dalam batas kendali. Dari bulan November 2017 sampai Januari 2018 hanya 16 data yang berada dalam batas kendali, selebihnya berada diluar batas kendali. Maka dilakukan revisi terhadap kecacatan pada ayia cup 240 ml yang berada diatas batas kendali untuk mencari jumlah unit yang akan diukur. Data
yang keluar dari batas kendali dikeluarkan dari data yang akan diolah selanjutnya. Sehingga semua data yang ada berada dalam batas kendali.
Tabel 4.3
Data hasil revisi Ayia cup 240 ml
Sumber: PT. Gunung Naga Mas 2017
Dari data cacat produk ayia cup 240 ml yang telah direvisi maka didapatkan peta kendali p hasil revisi berada dalam batas kendali, yaitu:
Gambar 4.4 Peta Kendali p Hasil revisi Ayia cup 240 ml Good 7995 6349 1646 0.206 20.588 0.210 0.224 0.197 8775 6917 1858 0.212 21.174 0.210 0.223 0.197 8190 6561 1629 0.199 19.890 0.210 0.224 0.197 8970 6969 2001 0.223 22.308 0.210 0.223 0.197 8255 6565 1690 0.205 20.472 0.210 0.224 0.197 3120 2520 600 0.192 19.231 0.210 0.232 0.188 8775 6857 1918 0.219 21.858 0.210 0.223 0.197 9035 7075 1960 0.217 21.693 0.210 0.223 0.197 8710 6897 1813 0.208 20.815 0.210 0.223 0.197 6180 4969 1211 0.196 19.595 0.210 0.226 0.195 9035 7106 1929 0.214 21.350 0.210 0.223 0.197 8775 6972 1803 0.205 20.547 0.210 0.223 0.197 8710 6840 1870 0.215 21.470 0.210 0.223 0.197 7670 6072 1598 0.208 20.834 0.210 0.224 0.196 8710 6913 1797 0.206 20.631 0.210 0.223 0.197 8125 6325 1800 0.222 22.154 0.210 0.224 0.197 UCL LCL % P
Total Produksi Cacat P CL
0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 % Ca ca t Tanggal
Peta Kendali p Hasil Revisi Ayia cup 240 ml
P CL UCL LCL
Dari peta kendali yang telah direvisi tidak ada lagi data yang berada diluar batas kendali atas ataupun batas kendali bawah karena sudah dikeluarkan guna untuk mengontrol kecacatan produk dan mencari 𝐷𝑃𝑈 (Defect Per Unit) pada proses selanjutnya.
e. Menghitung kecacatan sesuai jenis cacat Ayia cup 240 ml % Kecacatan = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝐾𝑒𝑟𝑢𝑠𝑎𝑘𝑎𝑛 𝐽𝑒𝑛𝑖𝑠
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝐾𝑒𝑟𝑢𝑠𝑎𝑘𝑎𝑛 𝐾𝑒𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ𝑎𝑛 × 1000000
Tabel 4.4
Persentase Kecacatan air minum cup 240 ml
Sumber: PT. Gunung Naga Mas
Perhitungan cara mencari persentase kecacatan produk ayia cup 240 ml adalah sebagai berikut:
1) Air kotor atau berisi benda lain % kecacatan = 6,932
114,799 × 100 % = 6.04 % 2) Air kurang dari volume pack
% kecacatan = 14,373
114,799 × 100 % =12.52 % 3) Lid tidak presisi atau timpang
% kecacatan = 17,547
114,799 × 100 % = 15.28 %
1 Aira kotor/berisi benda lain 6,932 6,932 6.04% 6.04% 2 Air kurang dari volume pack 14,373 21,305 12.52% 18.56% 3 Lid tidak presisi/timpang 17,547 38,852 15.28% 33.84% 4 Cup -PP bocor sealer 31,235 70,087 27.21% 61.05% 5 Cup -PP bocor 2,389 72,476 2.08% 63.13% 6 Cup -PP reject pemasok 41,379 113,855 36.04% 99.18% 7 Bocor jarum 944 114,799 0.82% 100%
114,799
100.00% Total
Jenis Kecacatan
No Jumlah Cacat Komulatif (cup 240 ml) Persentase Kecacatan (%) Jumlah Cacat (Cup 240 ml) Kecacatan Komulatif (%)
4) Cup PP bocor sealer % kecacatan = 31,235 114,799 × 100 % = 27.21 % 5) Cup PP bocor % kecacatn = 2,389 114,799 × 100 % = 2.08 % 6) Cup PP reject pemasok
% kecacatan = 41,379
114,799 × 100 % = 36.04 % 7) Bocor jarum
% kecacatan = 944
114,799 × 100 % = 0.82 %
2) Menghitung nilai kapabilitas sigma dan Defect Per Million Opportunities (𝐷𝑃𝑀𝑂)
a. Menentukan nilai 𝑈 (jumlah unit) yang akan dihitung
Jumlah unit yang akan dihitung sama dengan jumlah data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data bulan November 2017 sampai dengan bulan Januari 2018. Pada grafik peta kendali hanya 16 data yang berada dalam batas kendali, sedangkan 55 data lainnya bearada diluar batas kendali. Maka jumlah produksi yang akan diukur dalam penelitian ini adalah:
U = Jumlah unit produksi U = 546,299 cup
Jumlah opprtunities sama dengan jumlah CTQ atau karaketristik kualitas (penyebab kecacatan). Pada penelitian ini terdapat 7 karakteristik (opportunities) penyebab kecacatan pada air minum Ayia cup 240 ml.
Tabel 4.5
Critical To Quality (CTQ) pada produk Ayia cup 240 ml
Sumber: PT. Gunung Naga Mas c. Menghitung Defect (𝐷)
Jumlah cacat yang dihitung adalah sebesar jumlah cacat setelah revisi. Maka dapat dihitung:
𝑈 = Jumlah defect 𝑈= 27,123 cup
d. Menghitung nilai kapabilitas sigma
Menghitung nilai 𝐷𝑃𝑀𝑂 (Defect Per Million Opportunities) 𝐷𝑃𝑀𝑂 = ( 𝐷
𝑢×𝑜) × 1,000,000 = 27,123
546,299×7× 1,000,000 = 7,093 cup
Dari hasil perhitungan setelah penerapan six sigma diatas diproleh nilai 𝐷𝑃𝑀𝑂 sebesar 7,093 cup dari sejuta produksi cup dan berada pada level 3.95 sigma yang artinya saat ini perusahaan masih berada
No Opportunuties atau CTQ
1 Air kotor / berisi benda lain 2 Air kurang dari volume pack 3 Lid tidak presisi / timpang
4 Cup PP bocor
5 Cup PP bocor sealer
6 Cup PP reject pemasok
pada level 4 sigma. Besar kemungkinan bagi perusahaan untuk mencapai level 5 bahkan 6 jika perusahaan mengetahui dan menanggulangi dengan tepat penyebab-penyebab kecacatan.
4.2.1.3 Tahap Analyze
Pada tahap ini adalah tahap dimana dilakukan identifikasi akar penyebab kecacatan berdasarkan pada analisis data menggunakan fishbone diagram. Hasil dari analisis tersebut dapat digunakan untuk menentukan solusi dalam melakukan pengembangan dan improvement terhadap proses yang diamati. Pada tahap analyze dapat mencari akar penyebab masalah dan kemungkinan perbaikan yang akan dilakukan. Dari hasil pengolahan data sebelumnya maka dihasilkan persentase untuk jenis cacat yaitu air kotor atau berisi benda lain sebanyak 6.04 %, air kurang dari volume pack sebanyak 12.52 %, lid tidak presisi atau timpang sebanyak 15.28 %, cup PP bocor sebanyak 27.21 %, cup PP bocor sealer sebanyak 2.08 % dan cup PP reject pemasok sebanyak 36.04 %. Jenis cacat 7 termasuk jenis cacat yang minimal yaitu 0.82 karena berada dalam batas standar perusahaan. Pada diagram fishbone terlihat bahwa faktor manusia atau pekerja merupakan faktor dominan sebagai penyebab banyaknya jumlah kecacatan pada produk air minum Ayia cup 240 ml di PT. Gunung Naga Mas.
Gambar 4.6 Fishbone diagram kecacatan pada produk Ayia cup 240 ml
4.2.1.4 Tahap Improve
Pada tahap improve atau perbaikan diberikan untuk mengatasi penyebab terjadinya kecacatan pada produk air minum Ayia cup 240 ml, diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Machine (Mesin)
Permasalahan mesin pada dasarnya disebabkan oleh operator yang tidak mengecek settingan mesin, kebersihan mesin dan perawatan mesin yang tidak terjadwal. Kecacatan akibat mesin salah satunya adalah karena oli yang menempel pada cup, lid yang tidak presisi. Kececatan tersebut merupakan kelalaian operator yang tidak membersihkan mesin dan tidak mengecek settingan mesin pada saat mesin bekerja. Usulan perbaikan untuk permasalahan mesin ini yaitu memberikan jadwal membersihkan atau perawatan mesin secara berkala dan mengecek apakah operator