• Tidak ada hasil yang ditemukan

Cerita Rakyat dari Nusa Tenggara Timur. dan 6 Cerita Lainnya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Cerita Rakyat dari Nusa Tenggara Timur. dan 6 Cerita Lainnya"

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)

Jagung dan Kisah Sang Putri

Jagung dan Kisah Sang Putri

dan 6 Cerita Lainnya Cerita Rakyat dari Nusa Tenggara Timur

(2)

Cerita Rakyat dari Nusa Tenggara Timur

Mewujudkan masyarakat yang mengamalkan nilai-nilai damai adalah impian semua orang. Penanaman nilai-nilai damai penting dan perlu dilaksanakan untuk mencapai perwujudan tersebut. Penanaman nilai-nilai damai dapat dilaksanakan melalui berbagai kegiatan yang disesuaikan dengan kelompok masyarakat yang menjadi target kegiatan.

Anak-anak merupakan salah satu aktor penting dalam usaha mewujudkan masyarakat yang damai. Anak-anak tidak hanya hidup di masa sekarang, tetapi mereka juga akan hidup di masa depan dan membimbing generasi selanjutnya, oleh karena itu mereka perlu dibekali dengan nilai-nilai damai sedini mungkin.

Dalam proyek Penguatan Kapasitas Masyarakat untuk Perdamaian di Pulau Timor, Nusa Tenggara Timur yang dilaksanakan oleh Pusat Studi Keamanan dan Perdamaian Universitas Gadjah Mada dan CIS Timor dengan dukungan dari Kedutaan Besar Jepang untuk Indonesia ini, anak-anak ditempatkan sebagai aktor terpenting dalam usaha mewujudkan masyarakat damai di Nusa Tenggara Timur. Berbagai kegiatan dilaksanakan dengan tujuan agar anak-anak mampu menanamkan nilai-nilai damai dalam diri dan sekaligus mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.

Buku cerita rakyat Nusa Tenggara Timur yang memuat nilai-nilai damai ini dirancang agar mampu membekali anak-anak dengan berbagai contoh nilai damai dan pelaksanaannya dalam kehidupan sehari-hari. Buku ini tidak hanya bisa dibaca dan digunakan oleh anak-anak, tetapi juga bisa dibaca oleh guru dan mengajarkannya kepada murid, atau juga dibaca oleh orangtua kepada anaknya yang diharapkan akan mampu mendekatkan hubungan kekeluargaan yang nantinya berakhir pada keluarga yang damai.

Akhir kata, perdamaian adalah sesuatu yang bisa diwujudkan. Perdamaian perlu usaha keras, konsisten, dan terus-menerus dari orang-orang yang memercayainya. Mari kita bersama-sama bahu-membahu mewujudkan perdamaian tersebut.

Salam Damai.

(3)

Cerita Rakyat

dari

Nusa Tenggara Timur

Hal 2

Hal 6

Hal 13

Hal 21

Hal 30

Hal 34

Hal 37

Lona Kaka dan Lona Rara ...

Kisah Hidup Kopong dan Barek ...

Legenda Bukit Fafinesu ...

Raja Laku Leik yang Bengis ...

Asal Mula Api di Lakamola ...

Tangga Loi dan Oemau ...

Jagung dan Kisah Sang Putri ...

(4)

Cerita Rakyat dari Nusa Tenggara Timur

Lona Kaka

dan

(5)

L

ona Kaka dan Lona Rara adalah kakak beradik yang tinggal bersama ibu mereka. Suatu hari Lona Kaka dan Lona Rara di suruh ibu mereka untuk menumbuk padi. Bersama-sama keduanya mulai menumbuk padi di lesung masing-masing. Keduanya mengadu kecepatan menumbuk padi yang akan di jadikan beras. Tidak lama kemudian Lona Rara sudah hampir selesai menumbuk padi. Lona Kaka yang melihat merasa iri lalu pergi menemui ibunya. Di depan ibu mereka Lona Kaka

mengatakan bahwa padi yang ditumbuknya sudah selesai. Ibunya merasa senang dan ingin memberikan hadiah kepada Lona Kaka. Namun sebelum hadiah diberikan Lona Rara muncul dan memberitahu bahwa padi yang ditumbuknya sudah selesai. Dan dia juga mengatakan bahwa padi yang ditumbuk kakaknya Lona Kaka belum selesai. Ibunya membuktikan sendiri padi siapa yang sudah selesai ditumbuk. Ternyata padi yang ditumbuk Lona Kaka belum selesai. Dengan demikian yang mendapat hadiah adalah Lona Rara. Ibunya memberikan hadiah berupa daging dendeng kesukaan Lona Rara. Daging itu dimasukkan dalam ruas bambu dan disimpan oleh Lona Rara. Melihat adiknya mendapat hadiah menyebabkan Loka Kaka merasa iri dan berusaha mencari cara untuk mencelakakan Lona Rara.

Pada suatu hari Lona Kaka mengajak adiknya ke sungai, sesampainya di sungai Loka Kaka menyuruh adiknya mengambil air. Sementara itu sang kakak akan menjaga dendeng yang disimpan dalam bambu. Tanpa rasa curiga Lona Rara memberikan dendeng tersebut kepada kakaknya. Ketika itulah sang kakak membuang dendeng tersebut dan berlari-lari sambil berteriak mengatakan bahwa dendeng itu di makan

(6)

anjing. Mendengar dendengnya di makan anjing Lona Rara berlari mengejar anjing tersebut sampai ke dalam hutan. Di dalam hutan Lona Rara tersesat hingga tidak bisa keluar ketika itulah dia duduk di atas batu. Sambil menangis Lona Rara mendendangkan lagu sedih.

Setelah Lona Rara menyanyi tiba-tiba muncul seorang pemuda tampan dan berdiri di hadapanya. Loka Rara menjadi ketakutan dan berusaha lari. Namun pemuda itu mencegah, dia menjelaskan bahwa dirinya adalah Goa Wuamaroto yang telah dinyanyikan oleh Lona Rara. Goa Wuamaroto ingin mengantar Lona Rara kembali ke rumah. Lona Rara menyetujui, mereka berdua saling merasa jatuh cinta. Sesampainya di rumah Lona Rara mengenalkan pemuda tersebut kepada ibunya. Sang ibu yang melihat Lona Rara telah kembali pulang merasa senang dan menerima pinangan lelaki tersebut. Tidak lama kemudian menikahlah Lona Rara dengan Goa Wuamaroto, sementara kakaknya Loka Kaka menjadi gila karena terlalu memikirkan cara untuk mencelakakan Lona Rara.

Oou kakakku yang kucinta Mengapa engkau membuat aku begini

Membiarkan aku jalan sendiri

Oou Gela Wuamaroto berilah aku kedamaian Tuntunlah aku kembali ke rumah

5

(7)

šv›

² ² ²

Pesan cerita:

Kejujuran akan membawa kebaikan Iri dan dendam akan membawa celaka

Tulus ikhlas dan ketekunan dalam melakukan pekerjaan akan mendapat balasannya

, seperti yang dilakukan oleh Lona Rara. seperti yang terjadi pada Lona Kaka.

seperti Lona Rara yang menyelesaikan tugas dari ibunya dan mendapat hadiah dendeng kesukaan.

Sumber: http://ceritarakyatnusantara.com/id/folklore/179-Lona-Kaka-dan-Lona-Rara

(8)

Cerita Rakyat dari Nusa Tenggara Timur

Kisah Hidup

(9)

P

ada zaman dahulu kala, hiduplah sebuah keluarga kecil, yang terdiri dari pasangan suami istri dan dikaruniai dua orang anak. Karunia anak pertama di beri nama Kopong, dan yang bungsu diberi nama Barek.

Kehidupan dari keluarga ini sangatlah berkekurangan. Ayah dari Kopong dan Barek bernama Demon yang bekerja sebagai pemungut kayu bakar, dan hasil pungutan dijual untuk menghasilkan uang, sedangkan ibu mereka bernama Benga, yang bekerja sebagai pengurus rumah tangga.

Di suatu ketika tepatnya malam hari, duduklah suami istri beserta dua orang anaknya untuk makan malam bersama. Disela makan malam, terlintas dipikiran Demon yang ingin mengatakan sesuatu kepada sang istri. Dan seusai makan malam, Demon memerintah Kopong dan Barek untuk segera tidur, karena ada sesutu yang ingin dibicarakan kepada sang istri, yang mana tidak boleh diketahui oleh Kopong dan Barek. sesuai perintah, akhirnya keduanya pun beranjak bangun dari tempat duduk dan tidur.

Di sela perbincangan sang suami dan istrinya, sang suami menceritakan bahwa ia tak sanggup lagi untuk menghidupi keluarga, terutama Kopong dan Barek yang dianggap bisanya cuma menambah beban keluarga. Mendengar keluhan sang suami, ternyata sang istri juga memendam perasaan yang sama, yakni sama-sama tertekan dengan keberadaan Kopong dan Barek dalam keluarga. Diakhir perbincanga, keduanya

(10)

mengambil suatu keputusan, yakni membuang Kopong dan Barek sejauh mungkin dari keluarga.

Di tengah perbincangan tadi, ternyata dengan tanpa sengaja didengar oleh si Kopong yang masi belum ngantuk karna banyaknya nyamuk yang mengganggu suasana tidurnya. Keesokan harinya disaat fajar menyingsing, Demon memerintahkan kedua anaknya untuk bersiap-siap mengikuti sang ayah dan ibu menuju hutan, dengan alasan mencari kayu. Mendengar perintah itu si Kopong mulai membaca pikiran ayahnya tentang perlakuan terhadap mereka sesampai di hutan nanti.

Dengan bayangan yang ada, Kopong mengumpulkan batu kerikil sebanyak mungkin sebagai persiapan menuju hutan. Dalam perjalanan, diambilnya satu-persatu batu kerikil yang ada dan diletakkan sepanjang perjalanan menuju hutan, dengan maksud agar ia bersama adiknya Barek dapat mengetahui jalan pulang melalui bantuan batu kerikil yang tersimpan sepanjang jalan.

Tibalah mereka di tengah hutan. Sang ayah membagi arah pencarian kayu. Diperintahkannya Kopong dan Barek ke arah lain untuk mencari kayu. Dan yang terjadi setelah itu adalah, sang suami bersama istri berbelok untuk pulang ke rumah tanpa pengetahuaan kedua anaknya. Selang beberapa jam kemudian, Kopong menyuruh adiknya untuk pulang ke rumah dengan mengikuti arah batu kerikil yang sudah diletakkan sepanjang perjalanan tadi. Akhirnya, sampailah juga mereka di rumah dengan selamat. Sesampai

9

(11)

di depan pintu, kedua orang tua mereka terkejut akan kehadiran anak mereka, yang sebenarnya sudah dipastikan tersesat. Namun kehadiran mereka diterima dengan tangisan sandiwara.

Menjelang malam tersusun kembali rencana yang sama dari kedua orangtua Kopong dan Barek. Dan yang sama pula pembicaraannya didengar oleh si sulung. Keesokan harinya, si Kopong menyiapkan sepotong roti dengan maksud yang sama, seperti halnya dilakukan dengan batu kerikil. Sang ayah kembali mengajak mereka ke hutan yang lebih jauh dari yang kemarin. Dalam perjalanan, si Kopong melakukan hal yang sama dengan roti yang ada, sebagai penunjuk jalan sepulang nanti. Sesampai di hutan, pembagian arah yang sama pula dilakukan oleh sang ayah, dan sang suami beserta istri pulang meninggalkan kedua anaknya. Melihat sandiwara yang ada, si Kopong dan Barek kembali pulang mengikuti arah roti yang sudah diletakan sepanjang perjalanan tadi. Namun yang terjadi adalah, roti yang ada habis dimakan semut, sehingga tidak ada petunjuk yang jelas yang harus diikuti menuju jalan pulang. Di tengah kebingungan yang ada, terlihat sebuah pohon yang amat tinggi, dan si Kopong berusaha untuk naik keatas pohon itu, agar ia bisa memantau jalan pulang. Terlihatlah sebuah rumah yang sangat terang dan besar. Kopong mengajak adiknya untuk berjalan menuju arah rumah tersebut. ”Sampailah juga mereka di rumah itu”. Namun tak disangka, rumah itu dihuni oleh raksasa yang sangat besar yang biasanya memangsa manusia. Dan pada akhirnya kedua anak

(12)

itu ditangkap dan dikurung dalam rumah itu.

Melihat postur tubuh yang amat kecil, akhirnya raksasa memutuskan untuk memelihara terlebih dahulu kedua anak itu, kelak besar nanti dan disitulah saatnya raksasa menyantap mereka.

Suatu ketika, raksasa keluar dari rumah untuk mencari makanan. Kesempatan itu diambil oleh Kopong dan Barek untuk kabur dari rumah. Raksasa terasa mencium bau kedua anak yang telah kabur. Raksasa berusaha mengejar kedua anak itu, namun usahanya hanyalah sia-sia belaka, karena disela ketakutan kedua anak itu, terlihat dari langit seekor elang sembari menggenggam seekor anak ayam terbang menghampiri kedua anak itu dan menyuruh Kopong dan Barek naik ke atas punggungnya. Elang itu mengepakkan sayapnya dan terus terbang hingga mengantar Kopong dan Benga di sebuah kerajaan. Setelah mengantarkan kedua anak itu. Dengan bahasa isyarat, elang memberikan anak ayam tadi kepada Kopong untuk dipelihara, dan setelah itu elang itu kembali terbang tak tahu kemana.

Kerajaan yang didatangi Kopong dan Barek dipimpin oleh seorang raja yang bijak dan baik hati. Raja itu menyuruh Kopong dan Benga untuk tinggal di kerajaan. Kedua anak itu pun mengikuti ajakan raja.

Waktu terus berganti seiring pertambahan umur kedua anak itu, dan kini mereka telah dewasa, serta

11

(13)

ayam yang terpelihara juga kini menjandi seekor ayam jantan yang sangat tangguh. Suatu ketika, karena umur raja yang sudah terlalu jauh masuk ke masa tua, ia akhirnya melakukan suatu sayembara yaitu sabung ayam. Yang menang dalam sayembara itu, berhak menjadi raja baru dalam kerajaan itu. Mendengar itu, Kopong meminta izin kepada raja untuk turut mengikuti sayembara tersebut. Izin pun dilimpahkan raja kepada Kopong.

Di keesokan harinya sayembara pun dibuat. Dan entah ada angin apa, sayembara itu akhirnya dimenangkan oleh Kopong. Raja sangat bangga dengan kemenangan yang dicapai Kopong. Disaat itu juga pelimpahan kekuasaan diberikan kepada Kopong untuk menjadi pemimpin di kerajaan itu.

Setahun kepemimpinan telah dijalani, terlintas dipikirannya tentang orangtua mereka. Kopong dan Barek berniat untuk menjumpai orang tua mereka. Akhirnya Kopong memerintah pengawalnya untuk mengantar mereka di tempat orangtua mereka tinggal.

Sesampainya disana, kebingungan orangtua mereka mulai nampak. Demon dan Benga tidak mengenal dengan jelas wajah dari Kopong dan Barek. Akhirnya Kopong menjelaskan semua tentang apa yang terjadi selama ini. Suasana haru kembali nampak. Air mata pun turut hadir dalam suasana itu. Penyesalan demi penyesalan terus diungkapkan dari sang ayah atas tindakannya menelantarkan mereka. Seusai tangisan itu,

(14)

Cerita Rakyat dari Nusa Tenggara Timur

Kopong dan Benga mengajak orangtua mereka untuk pindah dan tinggal di istana. Dan akhirnya suasana kemiskinan kini sudah hilang. Keluarga kecil itu kini hidup dengan suasana kasih dan dilimpahi kebahagiaan yang luar biasa.

, seperti yang telah dilakukan oleh Kopong dan Barek walaupun kedua orangtuanya pernah menelantarkan.

. Kopong dan Barek yang memaafkan kedua orangtuanya akhirnya mereka bisa hidup rukun dan bahagia.

seperti Kopong yang menyayangi adiknya, Barek, dan selalu menjaganya dalam perjalanan mencari jalan pulang ke rumah.

šv›

² ² ²

Pesan cerita:

Selalu hormati dan sayangi kedua orangtua

Sikap pemaaf akan membawa kedamaian

Sayangi saudara kita

Sumber: http://eni-jola.blogspot.com/2012/02/cerita-rakyat-ntt-oleh-kls-p.html

(15)
(16)

A

lkisah, di pedalaman Pulau Timor, Nusa Tenggara Timur, ada tiga orang anak yatim piatu. Mereka adalah Saku dan dua orang adiknya Abatan dan Seko. Ayah mereka meninggal dunia karena terguling ke jurang ketika sedang berburu babi hutan beberapa tahun yang lalu. Selang tujuh bulan kemudian, ibu mereka menyusul sang Ayah karena kehabisan darah ketika sedang melahirkan si Bungsu. Untungnya, nenek mereka masih hidup sehingga ada yang merawat Seko. Namun, ketika Seko berumur dua tahun, sang Nenek pun meninggal dunia karena dimakan usia.

Sejak itulah, ketiga anak yatim tersebut harus menghidupi diri mereka. Meskipun masih ada keluarga ibunya yang bersedia memelihara si Bungsu, namun lantaran memiliki rasa tanggung jawab, si Sulung mengambil alih peran orang tuanya untuk merawat dan mendidik kedua adiknya. Mereka ingin belajar hidup mandiri tanpa harus bergantung kepada orang lain.

Waktu terus berjalan. Abatan tumbuh menjadi remaja yang rajin dan cerdas. Tanpa disuruh oleh kakaknya, ia rajin menanam jagung dan ketela di ladang. Ia juga rajin mencari kayu bakar dan memasak untuk kakak dan adiknya. Si Bungsu pun kini telah berumur lima tahun dan menjadi anak yang penurut. Ia sudah bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Sungguh bahagia hati Saku melihat kedua adiknya tumbuh menjadi orang yang baik. Walaupun hidup miskin, mereka senantiasa rukun dan bahagia.

15

(17)

Suatu malam yang sunyi, si Bungsu tidak bisa memejamkan matanya. Tiba-tiba hatinya diselimuti kerinduan yang mendalam terhadap kedua orang tuanya. Sejak bayi, ia tidak pernah merasakan sentuhan kasih sayang dari kedua orang tuanya. Ia pun bertanya kepada kakak sulungnya tentang keberadaan kedua orang tua mereka.

“Kaka Saku, ke manakah ayah dan ibu pergi? Kapan mereka akan pulang? Adik sangat merindukan mereka.”

Wajar memang jika si Bungsu bertanya demikian karena kedua kakaknya tidak pernah menceritakan mengenai keberadaan kedua orang tuanya. Mereka tidak ingin melihat si Bungsu menjadi sedih lantaran mengetahui keberadaan kedua orang tua mereka. Untuk itulah, Saku pun berusaha menghibur adiknya.

“Ayah dan ibu sedang pergi jauh, Adikku! Sebentar lagi mereka pulang membawa daging rusa yang lezat dan anak-anak babi,” kata Saku seraya mendongeng hingga si Bungsu tertidur pulas.

Setelah itu, giliran Saku yang tidak bisa memejamkan mata. Ia sedih melihat adik bungsunya. Malam itu, langit di angkasa tampak cerah. Rembulan bersinar terang dan bintang-bintang pun berkelap-kelip. Saku mengambil serulingnya lalu berjalan menuju ke sebuah bukit tidak jauh dari tempat tinggal mereka. Suara-suara binatang malam mengiringi perjalanannya hingga tiba di puncak bukit. Di atas bukit itu, Saku berdiri sambil memandang langit.

(18)

“Ayah, Ibu! Kami sangat merindukan kalian. Mengapa begitu cepat kalian meninggalkan kami,” keluh Saku sambil mendesah.

Tak terasa air matanya keluar dari kedua kelopak matanya dan mengalir membasahi kedua pipinya. Ia pun tidak bisa berbuat apa-apa. Ia kemudian meniup serulingnya dan menyanyikan lagu kesukaannya.

Ama ma aim honi Kios man ho an honi Nem nek han a amnaut

Masi ho mu lo'o Au fe toit nek amanekat Masi hom naoben me au toit Ha ho mumaof kau ma hanik kau

17

(19)

Artinya:

Saku menyanyikan lagu itu dengan penuh penghayatan. Tanpa sepengetahuannya, ternyata ayah dan ibunya mendengar lagu yang indah itu. Roh kedua orang tuanya pun turun dari langit menuju ke bukit itu. Melalui angin malam, roh sang Ayah berkata kepada Saku.

“Anakku, ayah dan ibumu mendengarkanmu. Kami mencintaimu. Meskipun kita berada di dunia yang berbeda, kita tetap dekat.”

Seketika itu, Saku jadi terperangah. Ia tidak tahu dari mana datangnya suara itu. Namun ia tahu kalau itu suara ayahnya. Selang beberapa saat kemudian, suara itu terdengar lagi.

Ayah dan Ibu

Lihatlah anakmu yang datang Membawa setumpuk kerinduan

Walau kamu jauh Aku butuh sentuhan kasihmu Walau kalian telah tiada, aku minta

Supaya Ayah dan Ibu melindungi dan memberi rezeki

(20)

“Ibu, saya sangat merindukanmu,” kata si Bungsu.

'Iya, Anakku! Kami juga sangat merindukan kalian. Ibu tidak pernah melupakanmu,” jawab sang Ibu. Suasana di puncak bukit itu menjadi hening. Pertemuan seluruh anggota kelurga kecil itu membawa perasaan haru di hati mereka. Setelah mereka selesai melepaskan kerinduan, sang Ayah mengajak istri dan ketiga anaknya untuk ke dasar jurang.

“Sekarang marilah kita turun ke jurang. Di sana kita akan mengorbankan ayam jantan merah yang kalian bawa dan kemudian mengambil dua ekor babi,” ujar sang Ayah.

Setibanya di dasar jurang, Seko segera menyembelih ayam jantan itu. Tatkala darah ayam itu menyentuh bumi, tiba-tiba dua ekor babi gemuk muncul di tengah-tengah mereka.

Betapa senangnya ketiga anak itu. Mereka segera mendekati kedua babi itu dan mengelus-elusnya. “Terima kasih, Ayah, Ibu,” ucap ketiga anak itu serentak.

“Dengarlah wahai, anak-anakku! Peliharalah kedua babi itu baik-baik sebagai rasa syukur kepada Tuhan yang telah mempertemukan kita di tempat ini,” ujar sang Ayah.

Selang beberapa setelah sang Ayah berpesan, ayam jantan mulai berkokok. Cahaya kemerahan-merahan mulai tampak di ufuk timur pertanda pagi menjelang. Angin pun kembali berbertiup kencang.

19

(21)

“Anakku, besok malam sebelum ayam berkokok, ajaklah adik-adikmu menemui ayah dan ibu kalian di tempat ini. Jangan lupa membawa seekor ayam jantan merah untuk dijadikan korban!” pesan suara gaib itu.

Setelah suara itu lenyap, Saku bergegas kembali ke rumahnya dan tidur. Keesokan harinya, ia pun menceritakan kejadian yang dialaminya semalam kepada adik-adiknya. Betapa gembiranya hati si Bungsu mendengar cerita itu. Ia tidak sabar lagi ingin bertemu dengan kedua orangtuanya yang selama ini

dirindukannya.

Pada saat tengah malam, Saku bersama kedua adiknya berangkat ke puncak bukit. Tidak lupa pula mereka membawa seekor ayam jantan merah pesanan kedua orangtua mereka. Tak berapa lama setelah mereka tiba di bukit itu, tiba-tiba angin bertiup sangat kencang. Pepohonan meliuk-liuk dan dedaunan rontok pun beterbangan sehingga menimbulkan suara menderu-deru. Rambut dan pakaian ketiga anak itu melambai-lambai seolah-olah hendak diterbangkan angin. Begitu tiupan angin berhenti, tiba-tiba dua sosok bayangan berdiri di hadapan mereka.

“Ayah, Ibu!” seru Saku saat melihat bayangan itu.

Mengerti kedua bayangan itu adalah orangtuanya, si Bungsu segera mendekat ke salah satu bayangan itu dan memeluknya erat-erat.

(22)

Cerita Rakyat dari Nusa Tenggara Timur

Pada saat yang bersamaan, bayangan kedua orang tua mereka tiba-tiba lenyap. Saku dan kedua adiknya segera menggiring kedua babi itu pulang ke gubuknya dengan perasaan gembira untuk dipelihara. Sejak itu, ketiga anak yatim piatu itu dan keturunannya menjadikan babi sebagai salah satu hewan peliharaan.

Untuk mengenang peristiwa tersebut ketiga anak yatim tersebut menamai bukit itu dengan nama Bukit Fafinesu, yang berarti bukit babi gemuk. Hingga saat ini, Bukit Fafinesu masih dapat disaksikan di sebelah utara Kota Kefamenanu, Kabupaten Tengah Utara, Provinsi Nusa Tenggara Timur.

sampai kapanpun, bahkan sampai ketika orangtua kita sudah tiada seperti yang dilakukan oleh Saku dan kedua adiknya.

seperti yang ditunjukkan oleh persaudaraan Saku dan adik-adiknya.

untuk mencapai cita-cita seperti Saku dan adik-adiknya yang walaupun yatim tetapi tetap mampu bertahan hidup.

šv›

² ² ²

Pesan cerita:

Sayangi dan berbaktilah kepada kedua orangtuamu

Sayangi dan bekerjasamalah dengan saudara-saudaramu

Bekerja keras, tekun, dan mandiri

Sumber: http://ceritarakyatnusantara.com/id/folklore/207-Legenda-Bukit-Fafinesu

(23)

Raja Laku Leik

yang Bengis

(24)

D

ahulu, di daerah Belu, Nusa Tenggara Timur, terdapat sebuah kerajaan yang diperintah oleh seorang raja bernama Laku Leik. Ia adalah raja yang bengis dan kejam. Ia tidak segan-segan menganiaya, bahkan menghabisi nyawa orang lain demi memenuhi semua kemauannya. Ia juga gemar berjudi dan memiliki sifat serakah. Ia ingin menjadi raja untuk selama-lamanya dan tidak mau mempunyai anak laki-laki.

Suatu hari, Raja Laku Leik hendak mengadakan perjalanan jauh bersama para pengawalnya. Mereka akan pergi berburu ke hutan yang berada di wilayah kerajaannya. Perjalanan itu tentu saja akan

memakan waktu yang cukup lama. Sebelum berangka, raja berpesan kepada permaisurinya, bernama Naifeto, yang sedang hamil tua.

“Hai, permaisuriku! Aku akan meninggalkan istana ini dalam beberapa hari. Jika kelak kamu

melahirkan seorang anak perempuan, rawatlah ia baik-baik. Tapi, jika bayi itu laki-laki, maka habisilah nyawanya dan kuburkan mayatnya di bawah tangga istana ini,” titah Raja Laku Leik.

“Baik, Kanda,” jawab Naifeto.

Sebenarnya, Naifeto tidak setuju dengan permintaan suaminya itu, tentu ia tidak akan sampai hati menghabisi nyawa anak kandungnya sendiri. Namun karena takut kepada suaminya yang kejam itu, ia terpaksa mengiyakan pesan tersebut.

23

(25)

Tidak lama setelah Raja pergi, Naifeto melahirkan seorang anak laki-laki yang tampan dan sehat. Bayi itu dinamainya Onu Muti. Betapa senang hatinya memiliki anak itu. Ia ingin sekali merawat dan

membesarkankannya. Namun, di sisi lain ia harus melaksanakan pesan suaminya. Dalam keadaan bimbang, ia pun berdoa meminta petunjuk kepada Tuhan.

“Ya Tuhan, berikanlah hamba petunjuk-Mu atas permasalahan ini,” pinta Naifeto. Naifeto kemudian termenung sejenak. Setelah berpikir keras, akhirnya ia menemukan jalan keluar.

“Hmmm... aku tahu caranya. Sebaiknya, putraku kuganti dengan seekor anjing yang akan kukubur di bawah tangga," pikirnya. Naifeto pun segera menangkap seekor anjing, lalu menguburnya di bawah tangga istana. Sementara Onu Muti ia serahkan kepada adik Raja Laku Leik yang bernama Feto Ikun untuk diasuh.

“Tolong rawatlah Onu Muti, tapi jangan sampai Raja mengetahui rahasia ini! Jika Raja tahu masalah ini, maka nyawa Onu Muti akan terancam,” ujar Naifeto.

“Baiklah. Aku berjanji akan menjaga rahasia ini,” ucap Feto Ikun. Sejak itulah, Onu Muti tinggal di rumah bibinya. Beberapa minggu kemudian, Raja Laku Leik telah kembali dari berburu. Karena tahu bahwa sang permaisuri telah melahirkan, ia pun langsung menanyakannya.

(26)

“Dimana anak kita, Permaisuriku?” tanya sang Raja.

“Maaf, Kanda. Anak kita laki-laki,” jawab Naifeto, “Sesuai dengan pesan Kanda, anak itu sudah Dinda kuburkan di bawah tangga.”

Mendengar keterangan itu, cepat-cepatlah sang Raja pergi memeriksa ke bawah tangga. Tampaklah olehnya sebuah tumpukan tanah yang ditandai dengan sebuah nisan di atasnya. Raja itu pun percaya jika nisan itu adalah makam putranya. Demikian rahasia itu terus tersimpan hingga Onu Muti beranjak

remaja.

Suatu hari, Onu Muti bersama temannya, One Mea, sedang bermain gasing di dekat istana. Tanpa disengaja, gasing Onu Muti terlempar jauh dan mengenai kepala seorang nenek yang sedang menjemur kacang hijau. Nenek itu pun menjadi marah.

“Dasar kau anak terbuang!” hardik nenek itu seraya pergi.

Nenek itu ternyata pergi ke istana untuk mengadu kepada sang Raja. Setiba di istana, ia pun membuka rahasia tentang kebohongan Naifeto selama ini.

“Ampun, Baginda Raja,” hormat nenek itu. “Ada apa gerangan?” tanya Raja Laku Leik.

25

(27)

“Sebenarnya, Baginda telah dibohongi oleh Permaisuri,” lapor nenek itu. “Apa maksud, Nenek?” Raja Laku Leik kembali bertanya dengan bingung.

Nenek itu pun menceritakan keberadaan Onu Muti kepada sang Raja. Mendengar cerita itu, sang Raja pun menjadi murka. Namun, ia tidak berani langsung bertindak karena segan terhadap adiknya, Feto Ikun. Maka itu, ia mengadakan sidang tertutup dengan beberapa pengawal setianya untuk membuat siasat. Dalam sidang itu disepakati bahwa mereka merencanakan suatu perburuan dengan mengajak Onu Muti dan One Mea.

Pada hari yang telah ditentukan, Onu Muti dan One Mea pun datang ke istana dengan membawa peralatan berburu. Kedua anak itu juga masing-masing membawa seekor ayam jantan. Setiba di istana, keduanya pun berbaur dengan rombongan sang Raja menuju ke hutan. Setiba di hutan, mereka mulai berburu hingga sore hari. Hasil yang mereka peroleh lumayan banyak.

Saat hari mulai gelap, sang Raja menyuruh Onu Muti untuk beristirahat di dalam sebuah pondok kecil yang telah disiapkan oleh pengawal raja. Sementara itu, One Mea serta raja dan rombongannya tidur di luar. Ketika semua sudah terlelap, Raja Laku Leik perlahan-lahan merangkak masuk ke dalam pondok lalu memenggal kepala Onu Muti. Kepala anak yang tidak berdosa itu pun terpisah dari tubuhnya.

,

(28)

Keesokan harinya, semua orang panik, terutama One Mea. Ia berteriak histeris begitu melihat kepala temannya terpenggal. Setelah mayat Onu Muti dimakamkan, rombongan sang Raja kembali melanjutkan perburuan. Sementara itu, One Mea secara diam-diam mengikat ayam jantan milik Onu Muti di nisan makam itu lalu cepat-cepat pulang untuk melapor kepada ibu angkat Onu Muti, Feto Ikun.

“Bibi..., Bibi... Bibi Feto!” teriaknya dengan tergopoh-gopoh, “Onu Muti telah mati!”

Alangkah terkejutnya Feto Ikun mendengan berita duka itu. Ia tahu bahwa pastilah Raja Laku Leik pelakunya.

“Lalu, di mana mayatnya sekarang?” tanya Feto Ikun.

“Mayatnya sudah dimakamkan di dalam hutan,” ungkap One Mea, “Saya telah mengikatkan seekor ayam pada nisan makam itu sebelum pulang ke sini, namun saya lupa di mana tepatnya.”

Mendengar keterangan itu, Feto Ikun segera berdoa kepada Tuhan untuk memohon petunjuk

mengenai keberadaan makam itu. Berkat doanya yang khusyuk, petunjuk itu pun datang melalui mimpi pada malam harinya. Maka, pada keesokan harinya, Feto Ikun mengajak saudara-saudaranya untuk mencari makam Onu Muti di hutan. Setelah menemukan makam itu, mereka kemudian berdoa kepada Tuhan agar mayat Onu Muti dibangkitkan kembali.

27

(29)

Setelah mereka 4 kali berdoa, Onu Muti hidup kembali. Semua itu bisa terjadi berkat kuasa Tuhan. Feto Ikun pun merawat pangeran kecil itu dengan sangat hati-hati agar tidak ketahuan sang Raja. Hingga beberapa tahun kemudian, Onu Muti pun tumbuh menjadi pemuda yang tampan dan gagah.

Sementara itu, Raja Laku Leik yang kian tua semakin lupa daratan. Kelakuannya semakin menjadi-jadi. Kebiasaan berjudi dengan menyabung ayam tak pernah berhenti. Ia selalu menantang lawan-lawannya dengan taruhan yang tinggi.

Suatu hari, datanglah Onu Muti ke istana membawa ayam jagonya untuk menantang sang Raja. Ia menyamar sebagai pangeran yang kaya-raya dari negeri seberang. Raja Laku Leik pun menerima tantangan itu.

“Hai, Pangeran Muda. Berapa banyak harta yang engkau miliki? Berani-beraninya kau menantangku!” tanya Raja Laku Leik dengan nada meremehkan.

“Ampun, Baginda. Harta yang hamba miliki saat ini sebanyak harta yang akan Baginda pertaruhkan,” jawab Onu Muti.

Betapa terkejutnya Raja Laku Leik mendengar jawaban anak muda itu. Tidak mau dipermalukan di hadapan rakyatnya, ia pun menerima tantangan itu. Sang Raja segera memerintahkan prajuritnya untuk

(30)

menyiapkan ayam jagonya untuk diadu dengan ayam jago milik Onu Muti. Seluruh rakyat negeri itu pun berbondong-bondong memadati halaman istana untuk menyaksikan pertandingan tersebut.

Setelah semuanya siap, pertandingan sabung ayam pun dimulai. Kedua ayam jago segera dilepas di tengah arena. Tak berapa lama kemudian, keduanya saling menyerang. Namun, baru saja pertarungan itu berlangsung, ayam jago milik Raja Laku Leik sudah kalah. Tak mau dipermalukan, Raja Laku Leik kembali menantang dengan taruhan yang lebih besar lagi. Akan tetapi, selalu saja kalah. Demikian seterusnya, selama pertarungan itu, kemenangan selalu ada di pihak Onu Muti.

Raja yang bengis itu pun bangkrut, hidupnya melarat, dan akhinya mati. Seluruh wilayah kerajaan, termasuk istananya sudah habis dipertaruhkan. Sebaliknya, Onu Muti menjadi kaya-raya. Kerajaan itu pun sudah menjadi miliknya. Seluruh rakyat negeri itu menyambut gembira atas kemenangan itu. Mereka pun menobatkan Onu Muti menjadi raja untuk menggantikan ayahnya yang bengis. Berbeda dengan ayahnya, Onu Muti memimpin negeri itu dengan arif dan bijaksana. Rakyatnya pun hidup makmur dan sejahtera.

29

(31)

šv›

² ²

Pesan cerita:

Keserakahan akan membawa malapetaka

Niat yang baik akan mengalahkan kejahatan.

, seperti Raja Laku Leik yang kehilangan seluruh harta bendanya karena bertaruh dalam sabung ayam.

Onu Muti tidak membalas dendam kepada ayahnya akan tetapi memberi pelajaran kepada ayahnya melalui mengalahkan ayahnya dalam sabung ayam dan menunjukkan bahwa perilaku ayahnya salah.

Sumber: http://ceritarakyatnusantara.com/id/folklore/290-Raja-Laku-Leik-yang-Bengis

(32)

Cerita Rakyat dari Nusa Tenggara Timur

Asal Mula Api

di Lakamola

(33)

P

ada zaman dahulu, di Rote khususnya di Lakamola, sebuah daerah yang terletak di ujung timur pulau Rote. Orang-orang yang tinggal disana sama sekali belum mengenal yang namanya api. Semua aktifitas mereka dan segala yang mereka perbuat terlepas dari api. makanan mereka selalu dimakan mentah, dan pada malam haripun tak ada penerangan yang menggunakan api. Pada suatu hari ada tiga orang pria yang akan pergi berburu babi hutan di atas Gunung Lakamola.

Sesampainya mereka di sana, di atas sebuah bukit di Gunung Lakamola mereka membuat perjanjian, mereka akan berpencar untuk berburu, namun ketika telah berhasil mendapatkan buruan haruslah kembali ke bukit ini untuk menunggu teman-teman lain.

Setelah pergi berburu, tak lama kemudian, ada seorang pemburu yang telah berhasil mendapatkan buruan seekor babi hutan, pemburu itupun kembali ke bukit yang tadi untuk menunggu

teman-temannya yang lain yang belum mendapatkan hasil buruan. Di tengah penantiannya, karena iseng, pria itu mengambil dua batang kayu kering, dari sebuah pohon yang dalam bahasa daerah setempat biasa disebut Nunak. Kedua batang kayu kering itu saling digesekannya satu sama lain, pria itu menggesekkan kedua batang kayu Nunak kering itu sambil berbaring. Tak lama kemudian, pria ini terkejut karena dari gesekan kayu yang ia buat, tiba-tiba muncul asap. Karena merasa penasaran, pria ini terus

menggesekkan kayu-kayu itu dengan cepat, beberapa saat kemudian dari yang awalnya hanyalah asap kecil, tiba-tiba menjadi kobaran api yang menyala-nyala diatas kedua batang kayu Nunak tadi.

(34)

Karena panas dari api itu dan perasaannya yang masih terheran-heran dengan apa yang telah terjadi, maka tanpa disengaja ia membuang api itu ke hasil buruannya lalu terbakarlah babi hutan dan semua semak-semak yang ada di sekitarnya. Bergegas pria itu mengangkat hasil buruannya dari dalam kobaran api. Saat diangkat, babi yang awalnya masih penuh dengan bulu, telah berubah menjadi gumpalan daging matang tanpa bulu. Karena aroma dari daging matang itu sangat sedap, si pemburu langsung mencicipi daging Babi Hutan matang itu. Kemudian, ia menunjukan cara membuat membuat api kepada teman-temannya.

Dari kejadian itulah para penduduk di Rote khususnya di Lakamola mulai mengenal api dan pada tempat bakaran pertama di atas Gunung Lakamola, hingga saat ini tidak pernah ada tumbuhan yang bisa tumbuh di sana sehingga penduduk setempat menyebut tempat itu dengan sebutan “NUNAMON” dan pohon Nunak yang batangnya digunakan oleh pemburu untuk membuat apipun masih ada hingga saat ini.

33

(35)

šv›

² ²

²

Pesan cerita:

Jika sudah berjanji, maka tepatilah

teruslah belajar, mencari pengetahuan sebanyak mungkin untuk menjawab rasa penasaranmu

Berbagi dalam kebaikan adalah hal yang mulia

, seperti yang dilakukan oleh para pemburu dalam cerita. Kecerdasan dibangun dari rasa penasaran, seperti si pemburu yang penasaran dengan kayu Nunak yang digesekkannya. Karena itu

.

, seperti si pemburu yang mengajari teman-temannya cara membuat api.

Sumber: http://eni-jola.blogspot.com/2012/02/cerita-rakyat-ntt-oleh-kls-p.html

(36)

Cerita Rakyat dari Nusa Tenggara Timur

Tangga Loi

dan Oemau

(37)

D

ahulu kala Kabupaten Rote Ba'a masih memiliki hutan lindung. Mata pencaharian penduduknya bercocok tanam dan berburu. Di suatu musim kemarau yang panjang, ladang penduduk kekurangan air karena sumber air telah mengering.

Dua anak muda, Ma'u dan Angga, merasa sedih melihat penduduk di desanya tidak dapat bekerja karena tidak ada air untuk mengairi ladang. Akhirnya mereka berdua bersepakat untuk mencari sumber air yang baru. Mereka pergi sambil membawa dua ekor anjing.

Setelah melalui perjalanan yang melelahkan dari pagi sampai malam, mereka tidak mendapatkan hasil apapun. Karena capek dan hari sudah malam akhirnya mereka mencari tempat beristirahat dan tidur.

Keesokan harinya ketika bangun, mereka kaget karena melihat ada lumpur di kaki kedua anjing mereka. Lumpur menandakan bahwa ada air yang telah membasahi tanah sehingga menjadi lumpur. Mereka menjadi penasaran untuk mengetahui dimana anjing mereka menemukan lumpur.

Angga dan Ma'u lalu tak kekurangan akal. Mereka mengambil abu dan diisikan ke dalam haik (alat untuk minum terbuat dari daun lontar), lubangi bagian bawahnya, lalu menggantungkannya di leher kedua anjing mereka. Mereka buat seperti itu supaya ketika anjing-anjing itu berjalan abu berjatuhan sepanjang jalan dan dengan demikian mereka dengan mudah

mengikuti kedua anjing tersebut.

Ma'u dan Angga mengikuti jejak kedua anjing dan ternyata mereka menemukan lumpur berair di dua tempat. Mereka membersihkan dan menggali kedua tempat tersebut dan mereka mendapatkan dua mata air yang besar. Kedua mata air itu

(38)

Cerita Rakyat dari Nusa Tenggara Timur

diberi nama Tangga loi dan Oemau. Tangga Loi, tangga diambil dari nama Angga, loi=mengintip atau melihat. Jadi Tangga Loi maksudnya adalah Angga yang melihat (air). Oemau, oe artinya air, jadi Oemau artinya Ma'u punya air.

Sampai sekarang kedua mata air ini digunakan masyarakat Rote Ba'a untuk minum, mengairi ladang dan mandi. Angga dan Ma'u adalah anak yang . Mereka tergerak untuk membantu mencari sumber air yang baru.

Angga dan Ma'u , yaitu menemukan sumber air.

Angga dan Ma'u dengan cara menggantungkan haik berisi abu di leher anjing mereka untuk mengetahui dimana kedua anjing mereka menemukan tanah berlumpur yang memiliki sumber air.

šv› ²

² ²

Pesan cerita:

peduli terhadap sesama bekerja keras untuk mencapai impiannya bertindak kreatif

Sumber: http://eni-jola.blogspot.com/2012/02/cerita-rakyat-ntt-oleh-kls-p.html

(39)
(40)

P

ada jaman dahulu kala hiduplah sepasang suami-isteri bersama putri tunggal mereka. Saat itu belum dikenal api. Makanan dan minuman tidak perlu dimasak. Mereka mulai berkebun, tapi berulang-ulang mereka kecewa karena tidak ada bibit tanaman yang hasilnya dapat dimakan. Mereka mencoba menanam buah beringin, tetapi saat panen buahnya tak dapat dimakan.

Pada suatu hari sang ayah bermimpi. Dia bermimpi tentang seorang kakek tua berambut putih datang dan berbicara dengannya. Kakek itu berkata, “jika kamu ingin keluargamu hidup bahagia, kamu harus mengorbankan anakmu!”

“Dengan cara apa aku mengorbankan anakku?” Tanya sang ayah. Kakek itu menjawab, “kamu harus membuka kebun baru seluas mungkin. Setelah itu bawalah anakmu ke tengah kebun, penggal kepalanya, dan cincang tubuhnya. Setelah itu taburkan di kebun.”

Sang ayah terbangun dan terdiam. Dia ragu karena dia sangat sayang kepada putrinya. Akhirnya dia ceritakan tentang mimpi itu kepada putrinya.

“Ayah, laksanakan perintah kakek dalam mimpi ayah. Aku rela berkorban untuk kebahagiaan ayah dan ibu. Janganlah sedih karena aku akan selalu bersama ayah dan ibu,” kata sang putri.

Keesokan harinya Ia mengajak putrinya ke kebun. Kebun sudah dipersiapkan. Sang ayah menuntun anak gadisnya ke tengah-tengah kebun dan melaksanakan perintah yang dikatakan sang kakek dalam mimpi.

Usai melaksanakan perintah tersebut, sang ayah kembali ke rumah. Setibanya di rumah, sang ibu bertanya dimana putri tunggal mereka. Sang ayah lalu menceritakan yang telah terjadi. Sang ibu menangis tersedu mendengar cerita itu tetapi akhirnya merelakan putrinya. Keduanya lalu memutuskan untuk pergi mengunjungi putri mereka di kebun. Pada saat tiba di pintu pagar kebun, sang istri bertanya kepada suaminya; di manakah anak kita? Sang suami menjawab; Itulah puteri kita. Ia telah bertumbuh dan memenuhi kebun. Tanpa berpikir panjang, sang ibu berlari mendapati jagung yang sudah tumbuh itu

39

(41)

dan menciumnya satu demi satu dengan isak tangis.

Tiga puluh tiga hari kemudian (sejak waktu tanam), kedua orang suami istri kembali ke kebun. Ternyata puteri mereka telah bertumbuh besar dan berdaun lebat. Mereka bersukacita karenanya.

Sembilan puluh hari berikutnya, mereka kembali lagi ke kebun. Ternyata jagung itu telah berbunga dan bulirnya telah kuning-menua. Sang istri memeluk bulir-bulir jagung itu, mencium dan membelai rambut puterinya.

Sebelum kembali ke rumah, sang istri berkata kepada suaminya: Biarlah kita memeliharanya secara baik-baik, karena ialah yang akan memberikan kekenyangan sepanjang masa bagi seluruh generasi manusia.

Karena itulah jagung dianggap mempunyai jiwa atau roh, dapat marah atau tertawa, karena ia adalah jelmaan sang putri. Jagung akan marah besar bila ia terus terkurung di lumbung dan tidak diperkenankan oleh tuannya untuk menemui tamu yang datang (alias kikir). Dan bila jagung dan padi menjadi marah maka jiwa/roh jagung itu akan meninggalkan lumbung dan orang itu segera menderita kelaparan.

Tumbuhkan sikap seperti yang ditunjukkan oleh sang putri.

. Jika punya makanan, berbagilah kepada orang yang membutuhkan. Dengan begitu kita menghormati makanan yang kita miliki karena makanan kita bisa bermanfaat untuk orang banyak.

šv› ²

²

Pesan cerita:

rela berkorban untuk kebaikan Senanglah membantu dan berbagi dengan orang lain

Sumber: http://aklahat.wordpress.com/2012/12/17/jagung-di-timor-dan-kisah-sang-puteri/

(42)

Jagung dan Kisah Sang Putri

dan 6 Cerita Lainnya

Referensi

Dokumen terkait