6
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Tanaman Lisianthus (Eustoma grandisflorum (Raf.) Shinn) Lisianthus (Eustoma grandiflorum) merupakan tanaman bunga
yang berasal dari daerah selatan Amerika Serikat, Meksiko, Karibia, dan
sebelah utara Amerika Selatan. Nama lisianthus berasal dari bahasa
Yunani “lysis” berarti putus atau pecah dan “anthos” berarti bunga. Tanaman lisianthus yang dibudidayakan umurnya tidak lebih dari satu
tahun, sehingga lisianthus termasuk tanaman semusim (The Flower
Expert, 2009).
Tanaman lisianthus merupakan tanaman bunga yang membutuhkan
hari panjang dalam proses pertumbuhan dan pembungaannya. Panjang
penyinaran tanaman bunga lisianthus mencapai 16 jam/ hari. Indonesia
merupakan negara dengan iklim tropis, dimana panjang hari siangnya
selama 12 jam, sehingga untuk membudidayakan tanaman lisianthus
memerlukan tambahan penyinaran pada malam hari selama 4 jam.
Pertumbuhan tanaman terutama pada proses pembungaan dipengaruhi oleh
fotoperiode atau panjang hari serta fitrokrom dan jam biologi. Fitokrom
yaitu sejenis pigmen yang berperan penting pada respon pertumbuhan
tanaman terhadap panjang hari. Jam biologi juga mempengaruhi
perubahan musim yang sangat penting dalam siklus pertumbuhan (Stirling,
et al., 2002).
Fotoperiode yaitu perbandingan antara lama penyinaran matahari
7
panjang siang dan malam hari hampir sama yaitu 12- 13 jam. Semakin
jauh dari garis equator, perbedaan antara panjang siang dan malam hari
juga semakin besar. Ada perbedaan fotoperiode pada daerah empat musim,
lama penyinaran matahari dari daerah tropis ke kutub semakin panjang.
Berdasarkan tanggapan pada fotoperiode, tumbuhan dapat dibedakan
menjadi tiga kelompok: (1) tanaman hari panjang (long day plants) yaitu
tanaman yang hanya berbunga apabila mengalami fotoperiode yang lebih
tinggi daripada fotoperiode kritisnya, (2) tanaman hari pendek (shrot day
plants) yaitu tanaman yang hanya berbunga apabila mengalami
fotoperiode yang lebih rendah daripada fotoperiode kristisnya, dan
tanaman hari netral (neutral day plants) yaitu tanaman yang berbunga
tidak dipengaruhi oleh fotoperiode (Salisbury dan Ross, 1992; Tohari,
1997). Panjang hari kritis yaitu panjang hari maksimum (untuk tanaman
hari pendek) dan minimum (untuk tanaman hari panjang) dimana inisiasi
8
Klasifikasi tanaman lisianthus menurut The Flower Expert (2009)
adalah: Kerajaan : Plantae Devisi : Magnoliophyta Kelas : Magnolipsida Ordo : Gentianales Famili : Gentianaceae Genus : Eustoma
Spesies : Eustoma grandiflorum (Raf.) Shinn
Gambar 1. Tanaman Lisianthus
Sistem perakaran tanaman lisianthus adalah akar serabut yang
tersusun dari akar-akar serabut kecil yang berbentuk benang dan mampu
menembus tanah hingga kedalaman 10-15 cm. Tinggi tanaman lisianthus
dapat mencapai 60-100 cm. Batang tanaman berbentuk bulat dengan
9
licin dan berwarna hijau. Arah tumbuh batang tegak lurus dan membentuk
percabangan yang menggarpu (The Flower Expert, 2009).
Demas (2009) menyatakan bahwa lisianthus memiliki daun duduk
(sessilis) yang terdiri dari helaian daun tipis dan lunak yang langsung
melekat atau duduk pada batang tanpa tangkai. Berdasarkan susunan
tulang daun, daun lisianthus termasuk dalam daun-daun yang bertulang
melengkung. Susunan daun lisianthus yaitu pada buku tanaman terdapat
dua daun yang berhadap-hadapan dan pada buku berikutnya kedua
daunnya membentuk silang dengan daun- daun sebelumnya atau
setelahnya.
Lisianthus memiliki warna bunga yang beraneka ragam, yaitu
putih, kuning, krem, hijau, merah muda, biru, ungu, dan bi-warna. Bunga
lisianthus memiliki penampilan yang hampir sama dengan bunga mawar.
Bunga lisianthus merupakan bunga yang lengkap dan sempurna. Tangkai
bunga memiliki penampang bulat dan berwarna hijau seperti batang
utama. Dasar bunga lisianthus berbentuk rata, yaitu bagian bunga duduk
sama tinggi diatas dasar bunga (Flowers Direct, 2009).
Mahkota bunga lisianthus memiliki sifat simetris beraturan dengan
susunan daun-daun mahkota yang membentuk mangkuk. Benang sari
sebagai alat kelamin jantan terdiri dari tangkai sari yang berwarna hijau
dan kepala sari yang berwarna kuning hingga coklat dan di seluruh
permukaannya dipenuhi dengan serbuk sari berwarna kuning. Putik
10
duduk diatas dasar bunga sehingga bagian samping bakal buah tidak
berlekatan dengan dasar bunga. Tangkai putik lebih besar dan lebih
panjang daripada tangkai sari, sehingga kedudukan kepala putik sedikit
lebih tinggi daripada tangkai sari (Flowers Direct, 2009).
Menurut Marlynd Cooperative Extension (2000), lisianthus
memerlukan suhu yang berbeda-beda dalam perkembangannya mulai dari
benih hingga menghasilkan bunga. Penyiapan benih memerlukan suhu
kisaran 5ºC pada almari pendingin. Pembibitan lisianthus memerlukan
suhu antara 15-18 ºC. Sementara suhu optimum untuk budidaya dalam
greenhouse berkisar antara 18-20ºC pada siang hari dan 15-18ºC pada
malam hari. Perkecambahan lisianthus membutuhkan kelembaban yang
tinggi dengan suhu yang rendah. Paranet dapat digunakan untuk menjaga
suhu dan kelembaban pada lokasi penyemaian, pembibitan, dan
penanaman. Lokasi untuk greenhouse dapat diberi naungan paranet
80-90% Horizontal airflow fans (HAF) berfungsi untuk mengatur pertukaran
udara dan menjaga kelembaban media.
Lisianthus cocok ditanam pada tanah yang memiliki pH 6,5-7 dan
suhu tanah 15ºC. Pupuk dasar NPK diberikan pada awal penanaman
dengan perbandingan 8 : 3,5 : 6,5 sebanyak 5 kg/100 m². Lisianthus akan
tumbuh dengan baik pada media tanam yang banyak mengandung kalsium
dan fosfor yang cukup (Highsun Express, 2008). Menurut Marlyn (2000),
akar tanaman lisianthus rentan dan mudah rusak apabila terkena garam
11
Pemberian pupuk sebaiknya dilakukan pada awal penanaman sebagai
pupuk dasar, kemudian dilakukan pemupukan setiap sebulan sekali.
Menurut Ohta et al. (2004), pemberian 1% (mg/g) Chitosan pada
media tanam tanah mampu mempercepat pertumbuhan bibit dan
meningkatkan kualitas bunga. Bobot basah dan kering dari pucuk dan akar
tanaman, jumlah buku, bobot bunga, dan jumlah bunga. Waktu
pembungaan pertama dapat dipercepat dengan menggunakan media tanam
yang mengandung chitosan, trytone, casein, dan collagen. Komposisi
media tanam yang digunakan untuk tanaman bunga dalam pot memiliki
perbandingan 1:1:1:1 yaitu campuran antara tanah, pupuk dasar (pupuk
kandang), sekam bakar dan cocopeat. Pupuk kandang memiliki kandungan
bahan organik yang baik, sehingga akan membantu pertumbuhan tanaman
karena memiliki kandungan hara yang banyak. Sekam padi berperan
penting dalam perbaikan struktur tanah sehingga aerasi dan drainase di
media tanam menjadi lebih baik. Sementara cocopeat mempunyai
karakteristik yang mampu mengikat dan menyimpan air dengan kuat dan
mengandung hara esensial.
Pada awal budidaya umumnya dilakukan pengolahan lahan terlebih
dahulu. Pengolahan lahan yang dilakukan pada budidaya tanaman
lisianthus yaitu dengan menggemburkan tanah kemudian dicampurkan
dengan bahan organik. Sama halnya dengan tanaman bunga dalam pot,
penyiapan media tanam yang sesuai akan menjadikan tanaman tumbuh
12
bibit lisianthus biasanya dilakukan ketika bibit sudah berumur 1-1½ bulan.
Pada awal penanaman, penyiraman dilakukan secara intensif dan hati-hati
selama satu minggu, karena bibit muda masih rentan dan membutuhkan
adaptasi dengan lingkungan pertanaman. Pada fase budidaya tanaman
lisianthus pot dapat dibedakan menjadi dua fase yaitu fase vegetatif dan
fase generatif. Fase vegetatif merupakan fase dimana pengaturan tinggi
tanaman disesuaikan dengan ukuran pot. Fase ini memerlukan kondisi
panjang hari agar tanaman dapat tumbuh dan berkembang optimalsebelum
fase pembungaan (fase generatif). Tanaman lisianthus membutuhkan air
yang memadai, tetapi tidak tahan terhadap terpaan air hujan sehingga perlu
dilakukan pembuatan rumah plastik untuk tempat budidaya. Pada fase
pembungaan (fase generatif) tanaman lisianthus membutuhkan cahaya
yang lebih lama. Penyinaran paling baik yaitu pada waktu malam hari
antara pukul 22.30- 01.00 dengan lampu pijar 70 watt untuk areal 4 m² dan
dipasang dengan tinggi 2 m diatas permukaan tanah. Periode pemasangan
lampu dilakukan pada saat tanaman 2-8 minggu setelah tanam untuk
mendorong pembentukan bunga (Prihatman, 2000). Namun budidaya
tanaman lisianthus potong tidak diperlukan tambahan pencahayaan, karena
lisianthus untuk konsumsi bunga potong dibutuhkan tangkai yang tinggi.
Pada tanaman hias dalam pot, tinggi tanaman lisianthus disesuaikan
dengan ukuran pot yaitu antara 20-40 cm, sedangkan pada dasarnya
13
dilakukan pengaturan pertumbuhan dengan menggunakan zat penghambat
pertumbuhan yaitu paklobutrazol.
B. Zat Penghambat Paklobutrazol
PaklobutrazoL merupakan zat penghambat pertumbuhan dengan
rumus molekul , dengan berat molekul 283,0g.mol-1 (Taiz dan Zeiger, 1998). Paklobutrazol dikenal dengan berbagai merk dagang,
salah satunya yaitu Goldstar yang mengandung bahan aktif paklobutrazol
250 ppm. Aplikasi paklobutrzol pada tanaman dapat menekan
pertumbuhan tinggi batang, meningkatkan tebal batang tanaman muda,
mempercepat pembentukan akar, memberi kontribusi perbaikan mutu biji
pada tanaman, mempercepat pembentukan bunga dan buah, meningkatkan
hasil yang maksimal, dan meningkatkan laju fotosintesis, dan
keseimbangan air pada tanaman (Berova dan Zlatev 2004).
Zat penghambat pertumbuhan ini merupakan senyawa dari (2RS,
3RS)-1-(4-Chlorophenyl)-4,4-Dimethyl-2(1H-1,2,-Triazol-1-Y1-Pentan-3-01) adalah zat pengatur tumbuh yang mampu meningkatkan kandungan
karbohidrat dalam jaringan kayu, partisi asimilat dari daun sampai ke akar,
meningkatkan respirasi akar dan mengurangi hilangnya air dalam akar.
Paklobutrazol secara biologis mampu menghambat aktivitas enzim
kaurene oksidase, mengubah kaurene oksidase menjadi kaurenoic acid
dalam biosintesis giberelin. Apabila biosintesis giberelin terhambat maka
14
dikarenakan prekursor kedua hormon ini adalah Acethyl-CoA yang terjadi
dalam proses respirasi yang bertujuan untuk menghasilkan energi. Apabila
hormon ABA meningkat maka akan berefek pada pembungaan suatu
tanaman. Efek zat penghambat paklobutrazol hanya akan efektif pada satu
musim aplikasi. Mekanisme kerja paklobutrazol yaitu terjadi pada jalur
biosintesis giberelin, terjadi pada proses oksidasi dari ent-kaurene menjadi
ent-kaurenoic acid. Struktur unik paklobutrazol adalah adanya sepasang
elektron atom nitrogen yang terdapat di tepi molekul paklobutrzol dapat
berinteraksi dengan atom besi dari enzim kaurene oksidase, sehingga
terjadi hambatan aktivitas enzim dan pemblokiran sintesis hormon
giberelin. Akibat adanya pemblokiran biosintesis hormon giberelin maka
akan terjadi peningkatan kandungan pada senyawa antara pada jalur
terpenoid tersebut, yaitu pada tahap farnesyl pyrophosphate akan terjadi
peningkatan abscisic acid (ABA) dan pada tahap geranylgeranyl
pyrophosphate akan terjadi peningkatan komponen phytol yang
merupakan komponen penyusun klorofil (Chaney, 2005). Hasil penelitian
dari Pramono dan Prahardini (1989) mengenai efek aplikasi paklobutrazol
terhadap pembungaan dan pembuahan apel, zat penghambat paklobutrazol
mampu meningkatkan hasil dan kualitas apel pada aplikasi melalui tajuk
tanaman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan paklobutrazol
dapat mengatur pertumbuhan tanaman apel. Selain itu pada penelitian
tentang pengaruh cycocel dan paklobutrazol pada pertumbuhan dan
15
mempunyai daya efektifitas yang tinggi dalam menghambat pertumbuhan
tinggi tanaman dan mempercepat waktu pembentukan kuncup bunga
(Prinavitasari, 2008).
C. Teknik Pinching
Pinching atau pemangkasan merupakan teknik pemotong atau
membuang pucuk terminal dari bibit asal. Pemangkasan bertujuan untuk
membentuk tanaman yang kokoh dan tegar, memperbanyak percabangan,
menghindari terjadinya dominasi pucuk apikal serta meningkatkan jumlah
bunga pada tanaman (widodo, 1995). Pinching atau biasa dengan
pemangkasan pucuk dapat meningkatkan jumlah cabang secara nyata.
Hal tersebut karena peningkatan jumlah cabang akibat pinching
menyebabkan hilangnya dominasi tunas apikal, sehingga memicu
tunas-tunas lateral untuk tumbuh dan berkembang. Selain itu pemangkasan
pucuk atau pinching juga dapat mendorong terbentuknya daun sebagai
sumber fotosintesis yang lebih banyak untuk mendukung pertumbuhan
tanaman. Sementara terjadinya dominasi pucuk apical disebabkan oleh
auksin yang didifusikan tunas pucuk ke bawah (polar) dan ditimbun pada
tunas lateral. Hal ini akan menghambat pertumbuhan tunas lateral karena
konsentrasi hormon auksin yang masih tinggi. Auksin diproduksi secara
endogen pada bagian pucuk tanaman yang akan di ditribusikan secara
polar yang mampu menghambat pertumbuhan tunas lateral (Dahlia, 2001)
Berdasarkan intensitas pemangkasan dikenal beberapa istilah
16
pemetikan pucuk ranting), cutting back (pemangkasan sebagian cabang),
stubbing (pemangkasan cabang dengan batangnya dan menyisakan 2-5
ruas sehingga tanaman dapat diserentakkan tingginya), dan thinning
(penjarangan cabang dengan cara memotong tepat pada pangkalnya
dengan tidak meninggalkan mata tunas). Pemangkasan tajuk, terutama
pinching dilakukan untuk memperlebat percabangan. Apabila ujung
percabangan tidak dipetik maka biasanya ranting akan terus memanjang
dan tunas-tunas tidur di ketiak daun tua tidak mau tumbuh. Keadaan ini
dikenal dengan istilah dominasi pucuk apikal, yaitu penekanan
pertumbuhan calon tunas ketiak (lateral) oleh ujung ranting yang aktif
tumbuh akibatnya tanaman akan tumbuh memanjang. Apabila pucuk aktif
dibuang maka tunas-tunas lateral akan bermunculan sehingga percabangan
menjadi merapat dan lebat (Widodo, 1995).
Dari setiap bibit tanaman lisianthus diharapkan mengeluarkan
tunas baru sebanyak 2-4 tunas produktif, sedangkan tunas-tunas yang kecil
atau tidak produktif harus dibuang, sehingga hanya menyisakan tunas
produktif untuk dipelihara dan menghasilkan bunga yang sempurna.
Pinching dilakukan setelah tanaman memiliki lima helai daun sempurna,
dan tunas yang dibuang adalah tunas diantara daun ke empat dan ke lima.
Tanaman yang siap di pinching adalah tanaman yang sudah berumur lebih
dari 10-14 hari setelah tanam. Pinching harus dilakukan tepat waktu,
apabila terlambat maka internode dari bibit akan terlalu panjang, akibatnya
17
keuntungan dari teknik pinching yaitu pertumbuhan akar pokok yang lebih
cepat, meningkatkan pertumbuhan dahan baru, menghasilkan bunga yang
lebih banyak, dan memulihkan pucuk yang rusak atau tidak sempurna dan
digantikan dengan pucuk yang baru (Anonim, 2015).
Pinching dapat dilakukan dengan beberapa teknik, pada penelitian
yang dilakukan oleh Wuryaningsih (2008) tentang teknik pinching pada
bunga anyelir yaitu pinching tunggal, pinching 1½ dan pinching ganda.
Teknik pinching tunggal yaitu dilakukan hanya sekali selama pertumbuhan
tanaman, dengan cara membuang pucuk apikal dan menyisakan 5-6 helai
daun pada tajuk. Pinching dilakukan setelah bibit berumur 3-4 minggu
setelah tanam (MST). Teknik Pinching 1½ yaitu pembuangan tunas yang
dilakukan hampir sama dengan pinching tunggal, namun kemudian
setengah dari tunas lateral yang tumbuh di pinching kembali dengan
menyisakan 2-3 helai daun. Teknik pinching ganda yaitu pemangkasan
tunas yang pada dasarnya diawali dengan pinching tunggal, namun
kemudian dilakukan peminchingan kembali semua tunas lateral yang
tumbuh dengan menyisakan 2-3 helai daun. Dari hasil penelitian tersebut
menunjukkan bahwa pada perlakuan pada perlakuan pinching ganda
berpengaruh pada jumlah tunas lateral dan panjang tangkai bunga yang
dihasilkan. Teknik pinching ganda memberikan jumlah tunas yang lebih
banyak dibandingkan dengan teknik pinching 1½ dan teknik pinching