• Tidak ada hasil yang ditemukan

pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Selain itu, oleh sektor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Selain itu, oleh sektor"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

II. Tinjauan Pustaka

1.1. Kakao Dalam Usaha Pertanian

Dalam percakapan sehari-hari yang dimaksud dengan pertanian adalah bercocok tanam, namun pengertian tersebut sangat sempit. Dalam ilmu pertanian, istilah pertanian tidak saja meliputi pertanian dalam arti yang sempit, tetapi meliputi cabang-cabang produksi seperti peternakan, perikanan, kehutanan, perkebunan dan sebagainya (Tohir, 1969:2).

Menurut Firdaus dalam Mulyadi (2011), usaha tani (farm) adalah organisasi dari alam (lahan), tenaga kerja, dan modal yang ditujukan kepada produksi di lapangan pertanian. Organisasi tersebut ketatalaksanaannya berdiri sendiri dan sengaja diusahakan oleh seseorang atau sekumpulan orang sebagai pengelolanya.

Sebagai komoditi perkebunan dalam usaha petanian, kakao berada diurutan ketiga setelah kelapa sawit dan karet. Menurut perhitungan sementara tahun 2010 dari Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian, luas areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia 7,824,623 Ha dengan produksi 19,844,901 ton, karet 3,445,121 Ha dengan produksi 2,591,935 ton dan komoditi kakao mencapai 1,651,539 Ha dengan produksi 844,626 ton (http://ditjenbun.deptan.go.id). Dari total luas dan produksi kakao tersebut, 94 % merupakan perkebunan rakyat, sisanya dikelola oleh Negara dan perusahaan perkebunan swasta. Perkebunan kakao sudah dikenal dan diusahakan oleh petani Indonesia sejak tahun 1970. Kakao sebagai komoditi pertanian memiliki banyak manfaat, diantaranya sebagai sumber mata pencaharian masyarakat pedesaan yang diusahakan dalam bentuk perkebunan yang hasilnya berupa biji kakao kering, kemudian dijual sehingga memperoleh pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Selain itu, oleh sektor industi kakao diproduksi sebagai bahan makanan yang kita kenal dengan sebutan “Coklat”. Coklat adalah hasil yang diperoleh dari serangkaian proses produksi biji

(2)

kakao menjadi bubuk coklat (cocoa powder) yang sering digunakan sebagai bahan pembuat kue, permen coklat (cocoa candy), dan dapat juga dipakai sebagai bahan pembuat kosmetik (lemak coklat/ cocoa butter) (Rahmanto dalam Ernah, 2010:2).

Dalam usaha pertanian, kakao terdiri dari beberapa jenis: a) Criollo, ( fine cocoa atau kakao mulia) berasal dari Criollo Amerika Tengah dan Amerika Selatan. Jenis ini merupakan kakao yang bermutu tinggi sehingga disebut sebagai kakao mulia. b) Forastero, berasal dari Bahai (Brazil), Amelonado (Afrika Barat) dan Ecuador. Kakao jenis ini memiliki mutu sedang (bulk or ordinary cocoa ) yang diusahakan atau ditanami di banyak negara penghasil kakao. c) Trinitario/ hibrida, adalah jenis kakao campuran atau persilangan dari Criollo dengan Forastero yang terjadi secara alami (Ernah, 2010:8).

Perkebunan kakao yang diusahakan oleh petani sampai menghasilkan biji kakao, melalui proses yang cukup panjang dimulai dari penanaman (penyiapan lahan, pembibitan, dan pemindahan bibit) – pemeliharaan (penyiangan, penyemprotan, pemupukan, dan pemangkasan) – panen (pemetikan, pemecahan buah, fermentasi, dan penjemuran) proses selanjutnya adalah pemasaran (pengepakan dan penjualan), untuk itu diperlukan pengolahan yang baik dan benar sehingga menghasilkan komoditi kakao yang berkualitas dan memiliki nilai jual yang tinggi.

1.1.1. Permasalahan Dalam Produksi Kakao

Dalam penelitian Darwis dan Nur Tahun 2003 yang meneliti tentang Perspektif Agribisnis Kakao di Sulawesi Tenggara dengan studi kasus di Kabupaten Kolaka, menunjukan bahwa terjadi pergeseran hama dan penyakit kakao yaitu hama PBK (penggerek buah kakao) yang menyerang tanaman kakao petani tahun 2002 dan pada tahun 2003 terjadi serangan hama busuk buah yang menyebabkan turunnya produksi kakao petani hingga 40% - 50%. Hama busuk buah berkembang

(3)

karena perubahan iklim yang tidak menentu. Untuk membasmi hama tersebut, petani melakukan penyemprotan dua sampai tiga kali dalam sebulan dengan masing-masing pestisida 1 liter dalam satu kali penyemprotan, namun ada juga yang menggunakan dosis seadanya atau kurng dari 1 liter. Pupuk yang digunakan petani adalah urea 233 kg, KCL, 173 kg dan TSP 182 kg / Ha.

Penelitian Sahara, Sainal dan Dahya mengenai Tingkat Pendapatan Petani Terhadap Komoditas Unggulan Perkebunan Sulawesi Tenggara pada tahun 2004, mengtakan bahwa produksi kakao Sulawesi Tenggara selama periode 1997-2002 meningkat rata-rata 6,90 % per tahun, namun produktivitasnya menurun 0,61 % per tahun. Produktivitas tanaman kakao dipengaruhi oleh umur tanaman kakao tersebut. Umur produksi optimal tanaman kakao 12-17 tahun, setelah itu produksinya akan menurun.

1.1.2. Pemasaran Komoditi Kakao dan Permasalahannya

Dari penelitian Darwis dan Nur tahun 2003 mengenai Perspektif Agribisnis Kakao di Sulawesi Tenggara juga menyimpulkan bahwa tidak ada perbedaan harga antara biji kakao yang difermentasi dengan yang tidak difermentasi dan pada umumnya biji kakao petani masuk ke Kawasan Industri Makasar (KIMA) melalui pedagang bakul, pedagang pengumpul dan pedagang antar pulau. Harga perkilogram kakao di Kabupaten Kolaka rata-rata tahun 2002 adalah Rp. 10.750 (petani), Rp. 11.592 (pedagang pengumpul) dan Rp. 12.250 (pedagang antar pulau) dengan marjin pemasaran yang diterima oleh pedagang bakul berkisar Rp. 300– Rp. 500/kg, pedagang pengumpul sekitar Rp. 500– Rp. 700/ kg dan pedagang antar pulau sekitar Rp. 1.500– Rp. 2.000/ kg.

Beckground paper kajian industri perdagangan kakao yang dilakukan oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha yang diketuai oleh Sutrisno tahun 2009, antara lain menyimpulkan bahwa munculnya persoalan dalam industri kakao disebabkan

(4)

agroindustri tidak terintegrasi. Pabrik pengolahan sering berdiri sendiri dan sangat bergantung pada pasokan pertanian yang dilakukan secara terpisah dan banyak dilakukan oleh petani yang memiliki luas lahan yang terbatas dengan sistem pengolahan yang masih tradisional. Karena produksi petani rendah maka pasokan ke industri tidak menentu. Dalam industri kakao sebagaimana disebutkan di atas, kendala lain muncul akibat panjangnya rantai perdagangan yang harus dilalui oleh komoditas kakao. Dalam kondisi saat ini, terdapat dikotomi yang saling bertentangan antara harga kakao sebagai komoditas yang diharapkan tinggi oleh petani dan harga kakao murah yang diinginkan pabrik pengolahan. Kepmenperindag No. 11 Tahun 1996 yang memperbolehkan perusahaan eksportir PMA masuk, menyebabkan sebuah perkembangan yang menarik bagi petani karena harga dan term and condition yang ditawarkan lebih menarik akibat dukungan modal dan pembiayaan yang kuat. Mereka langsung melakukan pembelian biji kakao dari petani melalui pedagang pengumpul. Dukungan penguasaan perdagangan dalam negeri memungkinkan perusahaan PMA mampu mendikte harga ekspor. Kondisi ini menyulitkan pabrik pengolahan yang tidak dapat menawarkan harga yang menarik bagi petani akibatnya pasokan untuk mereka menjadi sangat terbatas.

Akhir-akhir ini muncul permasalahan serius yang sedang dihadapi oleh pembeli dan terutama petani yaitu anjloknya harga kakao yang terjadi dari tahun 2010 sampai 2012 (kompas jumat 06 April 2012). Sejak aturan Menteri Keuangan Nomor 67 Tahun 2010 tentang bea keluar dan tarif bea keluar, harga biji kakao terus anjlok dari Rp. 24.000 menjadi Rp. 15.000/kg. Menurut Ketua Asosiasi Petani Kakao Indonesia (APKAI) Sulawesi Selatan, indikasi jatuhnya harga kakao dimulai dari penetapan bea keluar tanggal 1 april 2010. Januari 2010 harga kakao turun menjadi Rp. 19.400/kg dari Rp. 24.000/kg dan tidak pernah lagi mencapai Rp. 20.000/kg sepanjang tahun 2011. Selama tiga bulan terakhir harga kakao hanya Rp.

(5)

15.000/kg. Dalam Permenkeu, tarif bea keluar ekspor biji kakao 2.000 - 2.750 dollar AS/ton dikenai pajak 5%. Untuk harga 2.750 - 3.500 dollar AS/ton pajak 10%, sedangkan diatas 3.500 dollar AS/ton besaran pajak 15%. Harga ekspor disesuaikan dengan fluktuasi tarif internasional bursa berjangka New York. Dengan tarif 5% - 15% maka ekspor biji kakao akan menekan harga pada tingkat petani. Contoh pendapatan petani kakao di Sulawesi Selatan dengan produktivitas 700 kg/Ha per tahun pendapatan kotor petani kakao di Sulawesi Selatan (Sulsel) hanya Rp. 10.500.000 juta per tahun dan jauh dari upah minimum Provinsi Sulsel yang Rp. 1.500.000 juta per bulan. Sekretaris Jenderal Asosiasi Kakao Indonesia (ASKINDO) berpendapat bahwa sebaiknya pemerintah menetapkan tarif bea keluar dalam angka tertentu sehingga tidak fluktuatif seperti saat ini demi memberikan kepastian harga kepita petani. Pemerintah juga perlu mengevaluasi besarnya harga kakao yang diekspor dan kuota yang pantas dikenai pajak. Tarif kakao ekspor 2.000 dollar AS/ton belum layak dikenai pajak karena harga eksportir baru Rp. 18.000/kg sehingga akan menekan harga pada tingkat petani yaitu Rp. 15.000-Rp. 16.000/kg. Selain itu, perlunya pengoptimalan industri pengolahan kakao dalam negeri karena sekarang baru mampu menampung 240.000 ton kakao dari total 450.000 ton kakao tahun 2011.

1.1.3. Kakao Sebagai Sumber Pendapatan Petani

Penelitian Sahara, Dahya dan Amiruddin mengenai Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Keuntungan Usahatani Kakao di Sulawesi Tenggara tahun 2004 menyimpulkan bahwa faktor yang mempengaruhi pendapatan usahatani kakao secara nyata adalah luas areal dan harga pupuk. Petani memperoleh keuntungan maksimal dengan memperluas areal perkebunan dan meningkatkan penggunaan pupuk sampai batas rekomendasi dosis pemupukan. Rata-rata penguasaan areal usahatani seluas 2,69 Ha/KK dengan pendapatan sebesar Rp. 5.451.884/Ha per

(6)

tahun. Disamping perluasan areal pertanaman, pendapatan masih dapat ditingkatkan dengan penambahan pupuk sesuai dengan acuan rekomendasi. Dengan demikian artinya walaupun terdapat peningkatan biaya pupuk namun produksi yang dicapai akan optimal sehingga keuntungan akan meningkat.

Penelitian Sahara, Sainal dan Dahya mengenai Tingkat Pendapatan Petani Terhadap Komoditas Unggulan Perkebunan Sulawesi Tenggara pada tahun 2004 menunjukan bahwa kakao dan jambu mente merupakan komoditi unggulan dari perkebunan yang diusahakan oleh petani sebagai sumber pendapatan. Tingkat pendapatan petani kakao sebesar Rp. 7.059.943 per tahun, dengan kontribusi pendapatan usahatani sebesar 76,38 %, sedangkan pendapatan petani jambu mente sebesar Rp. 4.437.475 per tahun dengan kontribusi pendapatan usahatani 16,34 % .

Dari beberapa penelitian dan artikel yang telah dijelaskan sebelumnya dapat disimpulkan bawa dalam usaha perkebunan dan produksi kakao, petani menghadapi beberapa kendala seperti berbagai jenis hama dan perubahan iklim yang membuat produksi dan produktivitas tanaman kakao menurun. Untuk mengatasi hal tersebut, petani melakukan pencegahan seperti penyemprotan hama dan pemupukan untuk meningkatkan produksi. Panjangnya rantai perdagangan kakao, harga yang tidak menentu (fluktuatif) dan belum tepatnya regulasi pemerintah membuat usaha pertanian kakao belum berkembang dengan baik sehingga pendapatan petani dari hasi pengolahan perkebunan kakao pun masih rendah dan belum memuaskan.

Referensi

Dokumen terkait

Welch-Powell telah memberikan kesimpulan bahwa teknik pewarnaan simpul graf dengan menggunakan algoritma Welch-Powell dapat diterapkan untuk membentuk jadwal ujian

Menetapkan : PERATURAN BUPATI TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA SEKRETARIAT DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN

Hasil pengujian menunjukkan sistem telah dapat berjalan dengan baik, dimana sistem dapat menditeksi volume air dengan menggunakan sensor ultrasonik dengan error

A Barcelona, les relacions entre el menjar i la ciutat han estat immortalitzades al llarg del segle XX per artistes i fotògrafs que, emmarcant-se en els clàssics gèneres temàtics

Perancangan perangkat lunak pada MPS dilakukan dengan cara menyelipkan module komunikasi serial yang sudah dibuat pada simple system sebelumnya di tahap-tahap

Kepada Jemaat yang baru pertama kali mengikuti ibadah dalam Persekutuan GPIB Jemaat “Immanuel” Depok dan memerlukan pelayanan khusus, dapat menghubungi Presbiter yang

Sistem Informasi adalah sistem yang dibuat oleh manusia yang terdiri dari komponen-komponen dari suatu organisasi untuk memperoleh suatu informasi yang merupakan tujuan