• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengembangan Model Kebijakan Persediaan Produk Multi Agro-Perishable dengan Mempertimbangkan Biaya Energi dan Kapasitas Rak Simpan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pengembangan Model Kebijakan Persediaan Produk Multi Agro-Perishable dengan Mempertimbangkan Biaya Energi dan Kapasitas Rak Simpan"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

Dalam kebijakan persediaan hal terpenting yang perlu diketahui oleh pihak retailer adalah mengenai informasi permintaan dan batas persediaan maksimal karena akan digunakan sebagai penentuan siklus replenishment dan besarnya pemesanan demi meminimalkan biaya atau memaksimalkan keuntungan. Dalam penelitian tugas akhir ini akan dibahas mengenai pengembangan model kebijakan persediaan yang akan berhubungan dengan kebijakan dalam mengatur persediaan produk jadi di retailer. Produk yang digunakan adalah produk agro-perishable yaitu buah-buahan. Variabel keputusan dari model adalah suhu rak simpan berpendingin (suhu pendingin) dan economic order quantity tiap agro-perishable product. Pada penelitian ini dikembangkan sebuah model untuk menghitung total cost yang terjadi dalam sistem tersebut. Fungsi tujuan dalam penelitian ini mempertimbangkan biaya energi dan kapasitas ruang simpan. Konveksitas dari fungsi tujuan akan dibuktikan, kemudian berdasarkan hal tersebut suhu pendingin akan diubah nilainya untuk menemukan solusi yang optimal. Dalam penelitian ini juga akan diamati behavior dari agro-perishable product terhadap permintaan berbeda. Uji numerik menunjukkan bahwa suhu pendingin berkorelasi positif dengan penurunan kualitas dan biaya simpan. Selain itu uji numerik juga menunjukkan adanya trade off antara biaya penurunan kualitas dengan biaya energi. Dari penelitian ini akan didapatkan kebijakan persediaan produk multi agro-perishable dengan mempertimbangkan biaya energi dan kapasitas rak simpan meliputi suhu pendingin, proporsi, EOQ dan siklus replenishment agro-perishable product.

Kata kunci : persediaan, agro-perishable product, suhu pendingin, penurunan kualitas, biaya energi, proporsi, EOQ, siklus replenishment

I.

PENDAHULUAN

Perkembangan era globalisasi yang sekarang ini sedang terjadi secara langsung berdampak pada kemajuan ekonomi dalam suatu negara, memaksa perusahaan-perusahaan penyedia barang ataupun jasa untuk semakin kompetitif.

Untuk meningkatkan kemampuan bersaing dari suatu perusahaan, salah satu strategi yang dapat diterapkan adalah melalui pengelolaan rantai pasok (Supply Chain Management) perusahaan sendiri. Supply Chain atau jaringan rantai pasok dapat didefinisikan sebagai jaringan fisik yaitu perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam memasok bahan baku, memproduksi barang, maupun mengirimkannya ke pemakai akhir (end customer). SCM adalah suatu metode, alat, atau pendekatan pengelolaannya. Definisi lain mengenai supply chain management adalah task untuk mengintegrasikan unit-unit organisasi yang berada di sepanjang rantai pasok itu sendiri serta mengkoordinasi aliran material, informasi dan keuangan untuk memenuhi permintaan customer dengan tujuan untuk meningkatkan daya saing dari supply chain secara keseluruhan. (Stadler dan Kilger, 2008). Sehingga supply chain management tidak hanya berorientasi pada urusan internal sebuah perusahaan, melainkan juga urusan eksternal menyangkut hubungan dengan perusahaan-perusahaan partner (Pujawan,2011).

Dalam ilmu supply chain management terdapat beberapa jenis supply chain apabila diklasifikasikan menurut objek atau jenis produk yang diteliti. Salah satu jenisnya adalah food SCM yang sampai saat ini masih menerima sedikit perhatian dalam literatur dikarenakan pengelolaan jaringan food supply chain dikarenakan termasuk rumit dari segi permasalahan karakteristik produk dan proses produksi yang spesifik. Sebagai akibatnya, karakteristik tersebut akan membatasi kemungkinan food supply chain untuk melakukan integrasi (Van Donk, Akkerman, dan Van der Vaart, 2008). Salah satu karakteristik produk makanan yang paling penting untuk dipertimbangkan sepanjang supply chain adalah kualitas dari produk tersebut dari waktu ke waktu. Mempertahankan makanan dengan kualitas yang tinggi adalah vital bagi performansi food supply chain. Selain sebagai ukuran performansi supply chain, kualitas makanan secara langsung akan berkaitan dengan atribut lain seperti integritas, keamanan, dan umur simpan. Supaya mampu mempertahankan kualitas produk makanan diperlukan alat pendingin (cold storage).

Pengembangan Model Kebijakan Persediaan

Produk Multi Agro-Perishable dengan

Mempertimbangkan Biaya Energi dan Kapasitas

Rak Simpan

Galuh Putri Wahyuningtyas, Ahmad Rusdiansyah

Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)

Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 Indonesia

(2)

Banyak sekali grocery market pada retail store di Indonesia yang berkaitan dengan produk agro-perishable contohnya buah-buahan. Contohnya saja Giant Supermarket, Superindo, Hero, dan lain-lain. Terdapat beberapa penelitian tentang sistem persediaan, salah satunya yang dilakukan oleh Yu dkk. (2012). Namun, suhu dan biaya energi belum dipertimbangkan dalam menentukan biaya penurunan kualitas dan biaya simpan pada model tersebut. Padahal pengelolaan suhu berkontribusi signifikan dalam mempertahankan shelf life (umur hidup), kualitas, serta keamanan produk perishable (Trihardini, 2011). Selain itu, juga belum dipertimbangkan adanya konstrain keterbatasan kapasitas penyimpanan (rak) yang dimiliki oleh retailer. Padahal nantinya akan berpengaruh pada model persediaan yang digunakan untuk bermacam-macam agro-perishable product. Selain itu juga akan berpengaruh langsung pada kebijakan persediaan yaitu penentuan replenishment cycle dan besar order size per replenishment. Sehingga dalam penelitian ini akan dipelajari tentang bagaimana memodelkan kebijakan persediaan produk agro-perishable dalam sistem yang di dalamnya ikut dipertimbangkan biaya penurunan kualitas serta konstrain keterbatsan kapasitas penyimpanan (rak).

II. METODOLOGI PENELITIAN

A. Pengembangan dan Formulasi Model

Pada tahap ini dilakukan pengembangan model persediaan untuk agro-perishable product pada sistem. Terdapat empat model yang menjadi acuan utama pada penelitian tugas akhir ini yaitu Yu dkk. (2011), Rong dkk. (2011), Tsu, Chung (2011) dan Waters (1992). Model Yu dkk (2011) merupakan pengembangan dari Yu dan Huang (2010) mengenai sistem VMI yang juga berbasis pada siklus replenishment rutin, Yu dkk. (2011) yang meneliti tentang model persediaan untuk produk perishable. Pada model Rong dkk. (2011) digunakan model penurunan kualitas yang diteliti oleh Labuza (1982) serta energi penggunaan ruang berpendingin. Baik untuk model Yu dkk. (2011) dan Rong dkk. (2011) dipengaruhi oleh suhu lingkungan yang ditetapkan di ruangan berpendingin. Sedangkan pada model Tsu, Chung (2011) melibatkan konstrain keterbatasan kapasitas penyimpanan untuk persediaan perishable product. Begitu juga model kebijakan persedian Waters (1992) yang melibatkan konstrain keterbatasan ruang simpan dan mempertimbangkan interaksi antar item. Berikut ini adalah model kebijakan persediaan yang akan digunakan untuk menentukan order quantity :

Sehingga model yang akan dikembangkan dalam penelitian ini model yang dapat meminimasi total biaya dengan mempertimbangkan biaya pembusukan (deterioriation cost) dan keterbatasan kapasitas penyimpanan. Berikut ini adalah elemen-elemen biaya penyusun Total Cost (TC):

TOTAL COST

TOTAL HOLDING

COST TOTAL ORDER COST

TOTAL DISCOUNT COST Keterbatasan Ruang

Simpan Penurunan Kualitas

Gambar 1. Biaya Penyusun Total Cost (TC)

Sehingga model total cost yang akan digunakan adalah sebagai berikut :

B. Pembangkitan Skenario Model

Pada tahap ini akan dijelaskan mengenai skenario yang dibuat pada permasalahan sistem persediaan untuk produk multi agro-perishable. Model terintegrasi yang dikembangkan merupakan model nonlinear integer programming. Untuk menyelesaikan model terintegrasi tersebut, perlu untuk membuktikan konveksitas dari fungsi objektif terlebih dahulu. Kemudian berdasarkan konveksitas fungsi biaya yang didapatkan dari pengembangan model, dibuat beberapa skenario untuk menggambarkan behaviour dari model tersebut. Terdapat tiga skenario utama dari dalam penelitian ini, yaitu pada suhu ruangan berpendingin, permintaan dan mengubah tujuan dari sisi profit. Skenario pada suhu dipergunakan untuk mendapatkan total cost minimum selanjutnya didapatkan proporsi terbaik untuk masing-masing agro-perishable product pada rak penyimpan, serta order size dan siklus replenishment terbaik. Sedangkan skenario permintaan untuk melihat behaviour yang terjadi. Skenario mengubah tujuan dari sisi profit untuk melihat perubahan kebijakan yang terjadi karena adanya trade off antara kedua tujuan. Skenario suhu yang dipergunakan sebanyak lima belas yaitu suhu 0,50C hingga 7,50C dengan selisih 0,50C tiap

skenario. Skenario permintaan sebanyak tiga yaitu permintaan rendah dengan nilai 50 unit untuk tiap agro-perishable product per waktu, permintaan sedang dengan nilai 75 unit untuk tiap agro-perishable product per waktu dan permintaan tinggi dengan nilai 100 unit untuk tiap agro-perishable product per waktu. Sedangkan skenario mengubah tujuan dari sisi profit dilakukan sama untuk ketiga kategori permintaan namun yang diinginkan adalah maksimasi profit.

C. Percobaan Numerik

Berikut adalah hasil dari percobaan numerik yang dilakukan terhadap model beserta perlakuan skenario yang diterapkan:

(3)

Gambar 2. Grafik Hubungan Suhu Pendingin dengan Derajat Penurunan Kualitas

Suhu pendingin memiliki trend positif dengan derajat penurunan kualitas dari agro-perishable product.

Gambar 3. Grafik Hubungan Derajat Penurunan Kualitas dengan Biaya Simpan

Suhu pendingin memiliki trend positif dengan biaya simpan dari agro-perishable product.

Gambar 4. Grafik Hubungan Derajat Penurunan Kualitas dengan Biaya Energi

Terjadi trade off antara pengali energi dengan derajat penurunan kualitas. Semakin naik suhu cooling maka pengali energi akan semakin kecil dan itu berarti bahwa biaya energi semakin kecil. Namun semakin naik suhu pendingin maka derajat penurunan kualitas akan semakin tinggi dan itu berarti bahwa biaya akibat penurunan kualitas akan semakin tinggi. Dikarenakan adanya trade off diantara kedua biaya tersebut nantinya akan didapatkan Total Cost minimal pada saat suhu pendingin tertentu.

Gambar 5. Derajat Penurunan Kualitas Ketiga Agro-Perishable Product

Dari ketiga agro-perishable product apel adalah yang memiliki peningkatan derajat penurunan kualitas (θ) paling tinggi, disusul oleh jeruk dan selanjutnya tomat.

Gambar 6. Hubungan antara Derajat Penurunan Kualitas dengan EOQ Awal

Pada grafik yang menggambarkan perubahan EOQ awal ketiga argo-perishable product seiring perubahan suhu pendingin terlihat bahwa semakin signifikan peningkatan dari derajat penurunan kualitas (θ) suatu argo-perishable product maka nilai EOQ akan mengalami penurunan yang semakin signifikan. Bisa dicontohkan peningkatan derajat penurunan kualitas (θ) dari buah apel (merah) lebih signifikan dibandingkan buah jeruk (ungu tua) dan tomat (hijau tua), maka penurunan EOQ untuk buah apel (merah jambu) lebih signifikan dibandingkan buah jeruk (ungu) dan tomat (hijau).

(4)

Gambar 7. Hubungan antara Suhu Pendingin dengan Proporsi Produk

Proporsi dari buah apel dalam rak simpan berpendingin (display) semakin menurun seiring dengan peningkatan derajat penurunan kualitas (θ). Penurunan proporsi dari buah apel akan digantikan dengan peningkatan proporsi buah yang lain yang memiliki peningkatan derajat penurunan kualitas (θ) tidak begitu signifikan.

Gambar 8. Hubungan antara Suhu Pendingin dengan EOQ Akhir

EOQ akhir dari buah apel semakin menurun seiring dengan peningkatan derajat penurunan kualitas (θ). Penurunan order quantity berbanding lurus dengan penurunan proporsi dari buah apel. Penurunan buah apel akan digantikan dengan peningkatan order quantity buah yang lain yang memiliki peningkatan derajat penurunan kualitas (θ) tidak begitu signifikan.

Skenario 1

Perbandingan kebijakan persediaan (suhu pendingin, EOQ, siklus replenishment, proporsi dan total cost) akibat perubahan permintaan adalah sebagai berikut.

Tabel 1. Kebijakan Persediaan dengan Perubahan Permintaan

Kebijakan Demand 50 75 100 suhu cooling 1,5 4 6 Kebijakan Demand 50 75 100 EOQ Apel 661 657 650 EOQ Jeruk 668 670 672 EOQ Tomat 671 673 678 C Apel 13 8 6 C Jeruk 13 8 6 C Tomat 13 8 6 Proporsi Apel 33,0% 32,8% 32,5% Proporsi Jeruk 33,4% 33,5% 33,6% Proporsi Tomat 33,5% 33,7% 33,9% Total Cost 11,906 6,630 4,918

Terjadi pergeseran kebijakan seiring dengan perubahan permintaan.

Skenario 2

Kebijakaan persediaan yang terpilih untuk permintaan kategori sedang (shadow kuning) dengan tujuan maksimasi profit sama dengan kebijakan persediaan dengan tujuan minimasi total cost.

Kebijakaan persediaan yang terpilih untuk permintaan kategori rendah dengan tujuan maksimasi profit sama dengan kebijakan persediaan dengan tujuan minimasi total cost. Kebijakaan persediaan yang terpilih untuk permintaan kategori sedang dengan tujuan maksimasi profit sama dengan kebijakan persediaan dengan tujuan minimasi total cost. Kebijakaan persediaan yang terpilih untuk permintaan kategori tinggi dengan tujuan maksimasi profit berbeda dengan kebijakan persediaan dengan tujuan minimasi total cost. Hal ini dikarenakan walaupun revenue yang didapatkan mengalami penurunan tetapi masih mampu menutupi pengeluaran (biaya energi) yang terjadi dengan memilih suhu 0,50C lebih dingin. Jadi pada suatu kondisi tertenntu bisa

terjadi keputusan yang diambil antara minimasi cost dan maksimasi profit bisa berbeda.

III. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian tugas akhir yang telah dilakukan, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Ada trade off yang terjadi antara derajat penurunan kualitas dengan pengali energi. Semakin tinggi suhu pendingin derajat penurunan kualitas (biaya penurunan kualitas) semakin naik dan pengali energi (biaya energi) semakin turun sehingga akan didapatkan Total Cost minimum pada suatu titik suhu pendingin tertentu.

2. Kebijakan persediaan dengan tujuan minimasi total cost berbeda dengan tujuan maksimasi profit jika revenue yang didapatkan masih

(5)

mampu menutupi biaya energi yang muncul akibat memilih suhu pendingin lebih rendah. 3. Hasil dari penelitian tugas akhir ini adalah model

kebijakan persediaan meliputi suhu pendingin, proporsi, EOQ dan siklus replenishment untuk multi agro-perishable product dengan mempertimbangkan biaya energi dan kapasitas rak simpan (display).

B. Saran

Saran yang dapat diberikan untuk penelitian selanjutnya antara lain:

1. Pada penelitian ini biaya yang dipertimbangkan hanya dari sisi retailer, belum memperhatikan dari sisi vendor. Jika mampu dikembangkan ke sisi vendor maka bisa didapatkan Joint Total Cost.

2. Asumsi untuk kualitas produk datang ke retailer pada penelitian ini adalah 90%, belum dilakukan pengamatan langsung dalam proses distribusi dari vendor ke retailer.

3. Pada penelitian ini seluruh produk di akhir siklus replenishment akan dikenakan diskon dan terjual habis, selanjutnya bisa dilakukan proporsi produk diskon yang terjual dan produk diskon yang ter-disposal.

4. Pada penelitian ini belum memperhatikan perubahan kebijakan persediaan yang akan terjadi jika diterapkan dynamic temperature menyesuaikan dengan kondisi stok produk.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Andersson, H., Hoff, A., Christiansen, M., Hasle, G., Lokketangen, A. (2010), “Industrial Aspects and Literature Survey: Combined Inventory Management and Routing”, Computers & Operations Research, 37, hal. 1515-1536. [2] Buzzell, R.D., Ortmeyer, G. (1995), “Channel Partnerships

Streamline Distribution”, Sloan Management Review, 36, hal. 85–96.

[3] Chopra, S., Meindl, P. (2004), Supply chain Management: Strategy, Planning, and Operation, Pearson Education. [4] Dong, Y., Xu, K. (2002), “A Supply Chain Model of

Vendor Managed Inventory”. Transportation Reserach Part E, 38, hal. 75-95.

[5] Hammond, J.H. (2003), The Value of Information, McGraw-Hill, Singapore.

[6] Hsieh, T.P., Dye, C.Y. (2010), “Optimal Replenishment Policy for Perishable Items with Stock-Dependent Selling Rate and Capacity Constraint”, Computers & Industrial Engineering, 59, hal. 251-258.

[7] Labuzza, T.P. (1982), Shelf-Life Dating of Foods. Food & Nutrition Press, Westport.

[8] Osvald, A., Stirn, L.Z. (2008), “A Vehicle Routing Algorithm for the Distribution of Fresh Vegetables and

Similiar Perishable Food”, Journal of Food Engineering, 85, hal. 285-295.

[9] Pujawan, I Nyoman (2011), Supply Chain Management, Guna Widya, Surabaya

[10] Putri, Winda Aprilia Kusuma (2013), Pengembangan Model Strategi Persediaan Bersama untuk Produk-Produk Perishable Multi-Suhu dalam Sistem Vendor Managed Inventory (VMI), Tugas Akhir, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya.

[11] Rong, A., Akkerman, R., Grunow, M. (2011), “An Optimization Approach for Managing Fresh Food Quality throughout the Supply Chain”, Int. J. Production Economics, 131, hal. 421-

429.

[12] Trihardini, L. (2011), Pengembangan Model Distribusi Produk Perishable Multi Temperatur dengan

Mempertimbangkan Biaya Energi, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya.

[13] Tyan, J., Wee, H.M. (2003), “Vendor Managed

Inventory: a Survey of the Taiwanese Grocery Industry”, Journal of Purchasing and Supply Management, 9, hal. 11-18.

[14] USDA (2008). Protecting Perishable Foods during Transport by Truck. In: Agriculture, U.S.D.O (Ed.) Transportation and Marketing Programs Ed. United States.

[15] Van Donk, D.P., Akkerman, R., Van der Vaart, T. (2008), “Opportunities and Realities of Supply Chain

Integration: the Case of Food Manufacturers”, British Food Journal, 110, hal. 218-235.

[16] Waller, M., Johnson, M.E., Davis, T. (1999), “Vendor Managed Inventory in the Retail Supply chain”, Journal of Business Logistics, 20, hal. 183-203.

[17] Waters, C.D.J. (1992), Inventory Control and Management, John Wiley & Sons Ltd, England. [18] Yu, Y., Huang, G.Q. (2010), “Nash Game Model for

Optimizing Market Strategies, Configuration of Platform Products in a Vendor Managed Inventory (VMI) Supply Chain for a Product Family”, European Journal of Operational Research, 206, hal. 361-373.

[19] Yu, Y., Huang, G.Q., Hong, Z., Zhang, X. (2011), “An Integrated Pricing and Deteriorating Model and a Hybrid Algorithm for a VMI (Vendor-Managed-Inventory) Supply chain”, IEEE Transactions on Automation Science and Engineering, 4, hal. 673-682.

[20] Yu, Y., Wang, Z., Liang, L. (2009), “Stackelberg Game Theory Model for Optimizing Advertising, Pricing and Inventory Policies in Vendor Managed Inventory (VMI) Supply Chains”, Computers & Industrial Engineering, 57, hal. 368–382.

[21] Yu, Y., Wang, Z., Liang, L. (2012), “A Vendor Managed Inventory Supply Chain with Deteriorating Raw

Materials and Products”, Int. J. Production Economics, 136, hal. 266-27

Gambar

Gambar 1. Biaya Penyusun Total Cost (TC)
Gambar 2. Grafik Hubungan Suhu Pendingin dengan Derajat  Penurunan Kualitas
Gambar 7.  Hubungan antara Suhu Pendingin dengan Proporsi  Produk

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ikan hias Puntius tetrazona yang terdapat di lokasi Danau Ranau belum banyak dikenal oleh masyarakat pedagang, hias

Adapun tujuan penetapan tersebut untuk menghindari dari kekerasan yang dimaksudkan pada paragrap di atas, dapat dilihat pada penetapan usia bagi perempuan yaitu 16

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Energi dan Sumber Daya

Pendidikan matematika realistik berdampak secara positif terhadap peningkatan aktivitas dan hasil belajar siswa (Artawan, Japa, dan Suarjana, 2014). Aspek komunikasi

Konsep penciptaan lukisan dalam Tugas Akhir Karya Seni yaitu untuk memvisualisaikan kehidupan scooterist yang diwujudkan dalam lukisan berupa Vespa yang dideformasi dan

Ruangan yang tidak direkomendasikan karena belum menjadi kebutuhan bagi mahasiswa untuk dibangun dalam student center tergolong ruang organisasi mahasiswa, administrasi,

Porsi setoran dividen PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM) kepada pemerintah pada tahun ini diperkirakan sama dengan tahun lalu atau sekitar 50–55 persen dari laba bersih tahun

Yang pertama pada dimensi tangibles (Ketampakan Fisik) sarana dan prasarana di Kantor Kementerian Agama Provinsi Sulawesi Selatan sudah cukup baik, pengguna jasa