• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambar 1. Ilustrasi struktur jaringan distribusi yang melibatkan crossdocking

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Gambar 1. Ilustrasi struktur jaringan distribusi yang melibatkan crossdocking"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

PENGEMBANGAN MODEL MATEMATIS UNTUK PENJADWALAN RUTE

KENDARAAN CROSS DOCKING DALAM RANTAI PASOK DENGAN

MEMPERTIMBANGKAN BATASAN KELAS JALAN DAN KENDARAAN YANG

HETEROGEN

Ahmad Fatih Fudhla, I Nyoman Pujawan, Arief Rahman

Manajemen Logistik dan Rantai Pasok, Program Pasca Sarjana Jurusan Teknik Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya.

E-mail: fudhla04@yahoo.co.id; pujawan@ie.its.ac.id; arief@ie.its.ac.id

Abstrak

Dalam studi ini dikembangkan suatu model penjadwalan rute kendaraan untuk cross-docking dengan mempertimbangkan kendaraan yang heterogen dan pembatasan akses jalan untuk kelas kendaraan yang berbeda. Dalam makalah ini, formulasi mix integer programming digunakan untuk memodelkan permasalahan tersebut. Dengan eksperimen untuk 10 titik, 10 kendaraan dan 1 fasilitas crossdock didapatkan hasil optimisasi penggunaan kendaraan, dimana tidak semua kendaraan digunakan dan kedatangan kendaraan di cross dock dalam proses pickup berjalan secara simultan. Penambahan kendala jalan mengakibatkan kendaraan besar tidak akan pernah melalui jalur yang lebih kecil. Hasil Eksperimen menunjukkan semakin besar rasio total kapasitas kendaraan dengan total order permintaan, waktu komputasi akan semakin cepat, dan semakin banyak restriksi jalan terhadap kendaraan lebih besar, akan semakin sedikit kendaraan yang lebih besar untuk digunakan.

Kata Kunci: Manajemen Rantai Pasok, Cross-docking, Vehicle routing scheduling

Abstract

In this study will be developed a vehicle route scheduling model for cross-docking facility, taking into account the heterogeneous vehicles and road access restrictions for vehicles load. In this paper, mixed integer programming formulation is used for problem modeling. With some trial 10 nodes, 10 vehicles and a cross dock facility, with various parameters, optimization results obtained using vehicles that not all vehicles are used, vehicle arrival at the cross dock in the pickup process running simultaneously. Based on sensitivity analysis, it can be obtained that greater ratio of the total capacity of vehicles with a total demand, computing time will be faster, and more and more route restrictions to larger vehicles, the fewer larger vehicles are used.

Keyword: Supply Chain Management, Cross Docking, Vehicle Routing

1. Pendahuluan

Salah satu hal terpenting dalam manajemen rantai pasok adalah bagaimana mengontrol aliran fisik dari rantai pasok (Dryer et. al. 2007). Dengan tingginya variasi dan jumlah permintaan dari pelanggan, perusahaan dituntut untuk semakin responsif sekaligus efisien dalam memenuhi kebutuhan tersebut. Terdapat berbagai strategi untuk mewadahi tuntutan itu, dari strategi pada level perancangan produk hingga strategi yang melibatkan level dua atau lebih perusahaan atau pelaku rantai pasok. Salah satu di antaranya adalah cross docking. Cross docking merupakan metode yang bagus untuk mereduksi persediaan sekaligus meningkatkan kepuasan pelanggan. (Chopra dan Meindl, 2001)

Cukup banyak penelitian cross-docking telah dilakukan dalam beberapa tahun terakhir. Namun, sebagian besar penelitian tersebut menyelidiki desain fisik dari cross docking (Ratliff, et. al., 1999 dan Bartholdi III dan Gue, 2004) dan lokasinya (Gumus dan Bookbinder, 2004). Sangat sedikit penelitian yang berhubungan dengan masalah transportasi yang terkait dengan cross docking.

Sung dan Song (2003) membahas permasalahan untuk menentukan apakah membuka fasilitas cross dock atau tidak, dan permasalahan pemilihan alat angkutan dari satu supplier ke satu titik tujuan melalui satu open cross dock. Jayaraman dan Ross (2003) telah menginvestigasi permasalahan yang sama. Ditambahkan biaya untuk membuka tiap supplier, mereka membahas bagaimana menentukan satu supplier mana yang akan

(2)

ditutup atau dibuka. Oleh Chen et al (2006), time windows untuk supplier dan customer ditambahkan, dan biaya inventory pada cross dock juga diperhitungkan.

Model yang lebih kompleks, multi supplier dan multi customer, di mana masing-masing alat angkut meninggalkan fasilitas cross dock untuk mengambil atau mengantarkan barang dan kembali ke cross dock setelah menyelesaikan rute pengiriman atau pengambilannya dipaparkan oleh Lee, et. al. (2006) dan Wen, et. al.(2008). Kedua penelitian ini cukup identik, dimana alat angkut bisa mengambil dan mengirim lebih dari satu supplier dan pelanggan, rute pengangkutan dan pengiriman dimulai pada fasilitas cross docking. Semua ukuran kendaraan adalah homogen, angkutan yang mengambil barang dan mengirim barang jenisnya sama.

Pada kenyataannya, kendaraan tidak selalu homogen. Dari truk ukuran kecil sampai truk ukuran besar. Begitu juga jalur yang dilewati, tidak semua jenis kendaraan bisa melewati jalur tertentu. Hal ini seringkali terjadi ketika memasuki jalur perkotaan. Terutama kota-kota di negara berkembang. Di dalam area perkotaan, transportasi merupakan suatu hal yang krusial dimana merupakan urat nadi utama perpindahan barang dan jasa maupun manusia. Menurut Dablanc (2007), di kota metropolis pada umumnya pergerakan barang berkontribusi 20%-30% terhadap total kilometer kendaraan. Walaupun hanya 30% seringkali menyebabkan kemacetan dan masalah lingkungan seperti kebisingan dan polusi udara. Jika dipilih kendaraan yang bisa mengakses jalan kelas terkecil maka akan menimbulkan tingginya kilometer kendaraan, yang berimbas pada polusi, baik udara maupun suara. Namun, jika dipilih kendaraan berdaya angkut besar dan semua homogen, maka akan kesulitan mengakses jalan yang diperuntukkan kelas kendaraan yang lebih kecil. Melihat hal itu, untuk mempertahankan kecepatan respon aliran kendaraan tetap tinggi, maka dalam penelitian ini optimisasi penjadwalan rute kendaraan akan dilakukan untuk fasilitas cross docking dengan melihan batasan akses jalan yang dilalui dengan satu set kendaraan yang berbeda-beda ukuran load-nya.

2. Model Matematis

Pada penelitian ini rantai pasok yang dijadikan obyek terdiri dari sejumlah supplier dan sejumlah pelanggan, dengan satu fasilitas cross docking yang menyokong proses distribusi barang di antara mereka sebagaimana diilustrasikan pada Gambar 3.1. Terdapat pula sejumlah kendaraan sebagai pendukung utama operasi cross docking. Posisi awal kendaraan berada di fasilitas cross dock dan dikendalikan oleh pengelola fasilitas cross dock itu sendiri. Pihak cross dock hanya melayani proses pickup pada supplier dan hanya melayani proses delivery kepada retailer. Sehingga, tidak ada supplier yang dilayani sekaligus pickup dan delivery. Begitu juga tidak ada retailer yang dilayani sekaligus delivery dan pickup.

Gambar 1. Ilustrasi struktur jaringan distribusi yang melibatkan crossdocking

Sejumlah kendaraan angkut berada di fasilitas cross docking. Sesuai dengan kapasitas angkutnya, kendaraan akan mengambil atau mengantarkan barang dari atau ke sejumlah titik. Tidak ada pengkhususan kendaraan mana yang akan melakukan pengambilan dan kendaraan mana yang akan melakukan pengiriman. Suatu saat kendaraan yang semula melakukan pengambilan, bisa jadi di lain waktu melakukan pengiriman. Terdapat beragam kelas kendaraan yang hanya boleh melalui kelas jalan yang sesuai. Kelas kendaraan besar tidak boleh melalui kelas jalan kecil.

Permasalahan tersebut dapat diformulasikan dalam bentuk model matematis sebagai berikut.

Parameter

n jumlah titik (pemasok atau pelanggan) m jumlah kendaraan yang tersedia

k

(3)

pi banyaknya barang yang diangkut dari

titik pick up i

di banyaknya barang yang dibongkar

pada titik delivery i

tckij satuan biaya transportasi dari titik i ke

titik j per satuan kapasitas angkut ck biaya operasional kendaraan k (biaya

tetap) selama T

ti satuan durasi kunjungan kendaraan di titik i per unit barang yang dibongkar atau dimuat

etkij waktu bagi kendaraan untuk bergerak

dari titik i ke titik j per kapasitas kendaraan

T Waktu Kerja Kendaraan Variabel pada permodelan ini adalah:

k ij

y

jumlah barang yang sedang diangkut pada proses pickup oleh kendaraan k dalam posisi perjalanan dari titik i ke titik j

k ij

z

jumlah barang yang sedang diangkut pada proses delivery oleh kendaraan k dalam posisi perjalanan dari titik i ke titik j

sk total lama kunjungan selama menjalani

satu rute oleh kendaraan k dalam proses pickup.

k i

DT waktu keberangkatan kendaraan k

pada titik i dalam proses pickup. k

i

BK waktu keberangkatan kendaraan k pada titik i dalam proses delivery. k

AT waktu kedatangan semua kendaraan di

cross dock (waktu akhir dari proses pick up)

Variabel keputusan yang digunakan adalah: 1, jika kendaraan k bergerak dari titik i ke titik j k ij

x

= 0, jika tidak

Fungsi tujuan dari model adalah untuk meminimumkan biaya-biaya yang terjadi dalam proses pickup dan delivery barang yang terdiri dari biaya tetap penggunaan kendaraan (biaya operasional) dan biaya transportasi yang timbul jika melewati rute tertentu. Rumusan fungsi tujuan adalah sebagai berikut:

∑∑

∑∑∑

= = = = = + ⋅ ⋅ m k n j k j k n i n j m k k ij k ij Q x c x tck Min 1 1 0 0 0 1 ... (1)

Kendala yang menyatakan, satu kendaraan harus mengunjungi dan meninggalkan satu titik satu kali:

, 1 0 1 =

∑∑

= = n i m k k ij xj……… (2) , 1 0 1 =

∑∑

= = n j m k k ij x

i

……… (3) Kendala yang menunjukkan pergerakan yang berurutan dari kendaraan;

0 0 0 = −

= = n j k pj n i k ip x x , ∀p,k ………. (4) Kendala yang menunjukkan, setiap kendaraan meninggalkan dan menuju cross dock satu kali: 1 1 0 ≤

= n j k j x ,

k

………….. (5) 1 1 0 ≤

= n i k i x ,

k

………….. (6) Kendala yang menunjukkan jumlah vehicle yang meninggalkan cross dock harus lebih kecil dari jumlah kendaraan yang tersedia:

m x m k n j k j

∑∑

=1 =1 0 ,

k

……….. (7) Kendala yang menunjukkan jumlah barang yang diangkut, tidak boleh melebihi kapasitas maksimum dari kendaraan tersebut:

k ij k k ij k ij z Q .x y + ≤ , ∀i, jdan k ... (8) Kendala yang menunjukkan jumlah yang diambil dalam proses pickup sama dengan jumlah yang dikirim dalam proses delivery:

= = = n t i n t i d p 1 1 ……….. (9)

Kendala yang menunjukkan jumlah produk dalam perjalanan (antar titik) dalam proses pengambilan dan proses pengiriman;

⎩ ⎨ ⎧ ∀ ≠ ≠ ∀ ∈ ∀ ≠ ≠ ∀ ∈ = −

= = jika j D i j j k k j j i P j jika P y y n j i k ij n i k ji 0 _ , , 0, , 0 , , _ 0 0 ...(10) ⎩ ⎨ ⎧ ∀ ≠ ≠ ∀ ∈ ∀ ≠ ≠ ∀ ∈ = −

= = D jika j D i j j k k j j i P j jika z z j n i k ji n i k ij _ , , 0, , 0 , , _ 0 0 0 ... (11) k j yk j 0 , 0 = ∀ ………. (12) k i zk i0 =0 ∀ ,∀ ……… (13)

Kendala yang menunjukkan jumlah total lama kunjungan untuk masing-masing titik dan total waktu transportasi harus lebih kecil dari waktu kerja kendaraan.

(4)

(

P D

)

x et Q x T t n i n j k ij k ij n i n j k ij i i i + +

∑∑

∑∑

= = =0 =0 0 0 ,

k

………..(12)

Adanya batasan kelas jalan berimplikasi pada kendaraan besar tidak boleh masuk pada jalur yang diperuntukkan bagi kendaraan yang lebih kecil. Sedangkan kendaraan yang lebih kecil diperbolehkan melaju pada jalan yang kelasnya diperuntukkan bagi kendaraan yang lebih besar. Sebagai permisalan, berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No.1 tahun 2000, di Indonesia, kelas jalan dibagi menjadi kelas I (besar), kelas II (medium), dan kelas III (kecil). Dan jika kendaraan dibagi menjadi tiga bagian, yakni kendaraan besar (B), sedang (M) dan kecil (S) serta

(

BMS

)

M, maka terdapat penambahan konstrain kelas jalan berupa: 0 2 . =

∈B k ij k ij jalur x , ∀i, j ………... (22) (

∪ )

.

3

=

0

B M k ij k ij

jalur

x

, ∀i, j ………... (23) ij ij jalur jalur2 ≠ 3 i, j

Formulasi 24, 25 dan 26, merupakan mekanisme untuk mendapatkan nilai Arrival Time (AT). Formulasi 27, 28 dan 29, merupakan mekanisme untuk mendapatkan Departure Time (DT) dari setiap titik dalam proses pickup oleh kendaraan k. nilai DT ditarik dari AT, untuk mendapatkan nilai

waktu kedatangan kendaraan pada proses pickup yang berlangsung secara simultan untuk semua kendaraan. Formulasi 30, 31 dan 32, merupakan mekanise untuk mendapatkan waktu keberangkatan kendaraan k pada proses delivery yang dalam hal ini diwakili oleh variabel BK.

(

)

∑∑

∑∑

= = = = + + = n i n j k ij k ij n i n j k ij i i i k t P D x et Q x s 0 0 0 0 P j P i k ∈ ∈ ∀ , , ... (24)

{ }

s

k

AT

=

max

……….. (25)

0

k

s

k

………(26)

(

)

(

k

)

i k i k i AT et Q M x DT ≥ − 0 − 1− 0 ,

k

,

P

i

... (27)

(

)

(

) (

k

)

ij i i i k ij k j k i

DT

et

Q

t

P

D

M

x

DT

+

1

,

k

, ∀ ,i jP ... (28) 0 ≥ k i DT

k

,

i

P

...(29)

(

)

(

)

⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ − − + + ≥

= n j k j k AT t P D M x BK 1 0 0 0 0 0 1

k

, jD ... (30)

(

)

(

) (

k

)

ij j j j k ij k i k j BK et Q t P D M x BK ≥ + + + − 1−

k

, ∀ ,i jD ... (31) 0 ≥ k i BK

k

, ∀ ,i jD ... (32) 3. Evaluasi Hasil

3.1. Waktu Komputasi di dalam Rasio Total Kapasitas Kendaraan dengan Total Order yang Berbeda

Eksperimen dilakukan dengan mengubah-ubah rasio antara total kapasitas kendaraan (K) dengan total order (O) dari titik pickup dan delivery. Hasil eksperimen

menunjukkan bahwa semakin tinggi nilai rasio K/O, semakin singkat waktu komputasinya sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 2 (a). Hal ini diakibatkan karena semakin besarnya kapasitas kendaraan dibandingkan dengan unit order yang akan diangkut, sehingga satu kendaraan dalam problem yang rasio K/O-nya lebih besar akan melalui titik yang lebih

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 2.25 2.5 3 3.5 4 ju m lah k en d ar aan yan g d igu n a k a n K/O

Grafik perbandingan jumlah kendaraan yang digunakan dengan rasio K/O

0 100 200 300 400 500 600 700 2.25 2.5 3 3.5 4 Wa kt u ( m eni t) K/O

Grafik waktu komputasi untuk setiap perubahan rasio K/O

Gambar 2. Grafik waktu komputasi dan jumlah pengunaan kendaraan untuk rasio K/O yang berbeda 

(5)

banyak daripada problem yang rasio K/O-nya lebih kecil. Sehingga untuk rasio yang lebih besar membutuhkan kendaraan yang lebih sedikit untuk melayani semua titik sebagaimana yang ditunjukkan pada Gambar 2.(b).

Untuk komposisi kendaraan, seerti ditunjukkan dalam Gambar 3, kendaraan yang lebih besar semakin berkurang seiring meningkatnya rasio K/O. hal ini terjadi karena seiring meningkatnya range antara total kapasitas kendaraan dengan total order semakin besar pula besar biaya operasional yang ditanggung perunit barang yang diangkut. Hal ini berimplikasi pada kecenderungan memilih kendaraan yang berkapasitas lebih kecil, karena biaya operasi per unit barangnya paling kecil. Dengan kata lain kendaraan kecil lebih ekonomis.

Gambar 3. Grafik komposisi kendaraan yang digunakan seiring perubahan rasio K/O

3.2. Pola Pemilihan Kendaraan di dalam Jumlah Jalan untuk Masing-Masing Kelas yang Berbeda

Dengan eksperimen ini, pengkajian tentang pengaruh jumlah pembatasan jalan untuk kendaraan yang lebih besar terhadap pola pemilihan kendaraan akan dilakukan.

Seiring bertambahnya jumlah batasan jalan untuk kendaraan lebih besar semakin sedikit kendaraan besar yang digunakan, sebagaimana ditunjukkan dalam Gambar 4.. Hal ini disebabkan karena skala ekonomis dari penggunaan kendaraan berkapasitas besar dinilai rendah untuk order pengangkutan yang jumlahnya sedikit akibat semakin pendeknya rangkaian jalur yang bisa dilalui. Biaya operasional besar tetapi yang diangkut sedikit. Hal serupa juga terjadi untuk kendaraan dengan ukuran medium

Pada Gambar 4.(a), ketika semua jalan adalah jalan kelas I, kendaraan besar digunakan. Akan tetapi setelah mulai ada batasan akses, kendaraan besar kurang ekonomis untuk digunakan. Kendaraan besar dengan kapasitas besar, bekerja semakin optimal jika kendaraan tersebut mengangkut mendekati kapasitasnya. Namun, dengan adanya batasan jalan, rute yang bisa dsusun lebih pendek, barang yang diangkut juga lebih sedikit. Akhirnya biaya operasional dan transport perunit barang menjadi lebih tinggi. Hal inilah yang menyebabkan kendaraan besar

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 0 56 56 74 74 90 90 110 ju m lah ke n d a ra a n

jumlah jalan yang tidak bisa diakses kendaraan besar

Grafik hubungan kendaraan besar untuk setiap jumlah jalan yang tidak bisa diakses kendaraan besar

0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 0 0 20 20 36 36 54 54 % j u ml a h k e n d a ra a n

jumlah jalan yang tidak bisa diakses kendaraan medium

Grafik pengaruh jumlah jalan yang tidak bisa diakses kendaraan medium terhadap persen jumlah kendaraan medium yang digunakan

(a)

Gambar 4. Grafik hubungan penggunaan kendaraan yang terbatasi dengan jumlah jalur yang tidak bisa dilewati 

(6)

tidak dipilih.

3.3. Pola Penggunaan Kendaraan di dalam Jumlah Masing-Masing Kelas Kendaraan yang Berbeda

Sebagaimana telah disinggung sebelumnya, pengkajian tentang pengaruh komposisi jumlah kendaraan terhadap total biaya dan pola penggunaan kendaraan dilakukan dalam eksperimen ini. Eksperimen dikontrol dengan tetap menggunakan 10 kendaraan, akan tetapi komposisi kelas kendaraanlah yang diubah-ubah. terhadap kendaraan yang digunakan, sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 5, jumlah jenis kendaraan yang tersedia cukup berpengaruh terhdap komposisi penggunaan kendaraan. Walaupun terlihat sedikit tidak teratur, Gambar 5 menunjukkan suatu pola hubungan yang bersifat positif. Artinya jika komposisi jenis kendaraan tertentu lebih besar, ada kemungkinan komposisi jumlah kendaraan yang digunakn juga lebih besar. Dengan

catatan, parameter batasan jalan dan parameter lainnya tetap. Hal ini berlaku sampai mencapai jumlah maksimum kendaraan yang bisa mengakses semua jalur.

4. Kesimpulan

Penambahan kendala jalan mengakibatkan kendaraan besar tidak akan pernah melalui jalur yang lebih kecil. Perubahan komposisi jumlah kelas jalan tidak berpengaruh terhadap total biaya dalam komposisi kendaraan yang tetap, tetapi berpengaruh terhadap proporsi penggunaan kendaraan yang terkena batasan jalan, yakni seiring bertambahnya jumlah batasan jalan untuk kendaraan lebihbesar semakin sedikit kendaraan yanglebih besar digunakan. Perubahan komposisi kendaraan tidak berpengaruh terhadap total biaya dalam kondisi total kapasitas kendaraan dan komposisi batasan jalan yang tetap. Hal ini terjadi karena setiap jenis kendaraan memiliki perbedaan dalam segi ekonomi per unit kendaraannya. Satu unit kendaraan kecil (a)

Gambar 5.Grafik hubungan persen komposisi kendaraan yang tersedia dengan % komposisi

kendaraan yang digunakan untuk setiap jenis kendaraan

 

(b)

Hubungan % komposisi kendaraan yang tersedia dengan % kendaraan yang digunakan untuk jenis

kendaraan besar 0% 20% 40% 60% 80% 100% 120% 0% 20% 40% 60% 80% 100% 120%

% komposisi kendaraan yang tersedia

Hubungan % komposisi kendaraan yang tersedia dengan % kendaraan yang digunakan untuk jenis

kendaraan medium 0% 20% 40% 60% 80% 100% 120% 0% 20% 40% 60% 80% 100% 120%

% komposisi kendaraan yang tersedia

Hubungan % komposisi kendaraan yang tersedia dengan % kendaraan yang digunakan untuk jenis

kendaraan kecil 0% 20% 40% 60% 80% 100% 120% 0% 20% 40% 60% 80% 100% 120%

% komposisi kendaraan yang t ersedia

(7)

mengangkut penuh barang, akan lebih mahal dibandingkan satu unit kendaraan besar yang juga penuh muatan. Penggunaan kendaraan yang lebih besar semakin berkurang seiring meningkatnya rasio K/O.

Dalam VRPCD, masih banyak yang bisa dikembangkan dalam penelitian. Salah satu yang bisa dilakukan adalah dengan penambahan Time windows untuk masing-masing titik (pickup, delivery atau bahkan cross docking).

5. Daftar Pustaka

Apte, U. M., & Viswanathan, S. (2002). Strategic and technological innovations in supply chain management. International Journal of Manufacturing Technology and Management, 4 (¾) 264–282.

Bartholdi III, J.J., Gue, K.R., 2004. The best shape for a cross-dock, Transportation Science 38 (1) 235-244.

Dreyer, H.C. , Bakås, O., Alfnes, E., Strandhagen, O., dan Kollberg, M. 2007. Global supply chain control A conceptual framework for the Global Control Centre (GCC). SINTEF. Throndheim. www.sintef.no. didownload tanggal 8 Oktober 2009. EAN International, 1999 Continuous

Replenishment – How to use the EAN UCC standards

Gumus, M., Bookbinder, J.H., 2004. Cross-docking and its implications in location distribution system, Journal of Business Logistics, 25 (1) 199-229. Jayaraman, V., Ross, A., 2003. A simulated

annealing methodology to distribution network design and management, European Journal of Operational Research, 144 (1) 629-645.

Chopra, S.Meindl, P, 2001 Supply chain Management Strategy, Planning, and Operation,Prentice Hall, Upper Saddle River, New Jersey.

Chen, P., Guo, Y., Lim, A., Rodrigues, B., 2006. Multiple crossdocks with inventory and time windows, Computers & Operations Research, 33 (1) 43-63.

Keputusan Menteri Perhubungan No. 1 tahun 2000 tentang Penetapan Kelas Jalan. http://hubdat.web.id/km/170-tahun-2000. Diakses 20 Agustus 2009.

Lee, Y.H., Jung, J.W., Lee, K.M., 2006. Vehicle routing scheduling for cross-docking in the supply chain, Computers & Industrial Engineering, 51 (1) 247-256.

Pujawan, I.N., 2005. Supply Chain Management. GunaWidya. Surabaya. Ratliff, H.D., Vate, J.V., Zhang, M., 1999.

Network design for load-driven cross-docking systems, Technical Report, The Logistics Institute, Georgia Institute of Technology, Atlanta.

Sung, C.S., Song, S.H., 2003. Integrated service network design for a cross-docking supply chain network, Journal of the Operational Research Society, 54 (1) 1283-1295

Wen, M., Larsen, J., Clausen, J., Cordeau, JF., Laporte, G., 2008. Vehicle Routing with Cross docking. Journal of the Operational Research Society 60 (1) 1708-1718

Gambar

Gambar 1. Ilustrasi struktur jaringan distribusi  yang melibatkan crossdocking
Grafik waktu komputasi untuk setiap  perubahan rasio K/O
Gambar 4. Grafik hubungan penggunaan kendaraan yang terbatasi dengan  jumlah jalur yang tidak bisa dilewati 
Gambar 5.Grafik hubungan persen komposisi kendaraan yang tersedia dengan % komposisi  kendaraan yang digunakan untuk setiap jenis kendaraan  

Referensi

Dokumen terkait

Kuadran III, wilayah yang memuat item-item dengan tingkat kepentingan.. yang relatif rendah dan kenyataan kinerjanya tidak terlalu

Mengingat hubungan yang telah established antara premi CDS dengan variabel ekonomi makro melalui variabel penentu harga (jatuh tempo, volatilitas, suku bunga bebas risiko, dsb)

Yayasan Miastenia Gravis Indonesia (YMGI) selaku support group utama sampai saat ini masih mengupayakan pendataan yang maksimal terkait jumlah pasien dengan

PAOK PAMPANG KEC... DAMES DAMAI

Sebagai negara yang secara geografis berada di kawasan Asia Tenggara sangat logis jika Indonesia menjadikan ASEAN sebagai salah satu fokus utamanya, demikian pula

[r]

Gambar 2.2 DFD Leve menjelaskan tentang proses melakukan kegiatan input data taksiran data gadai yang akan database dan kemudian mela transaksi pembayaran dan melewati

dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin