• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN ORGANOLOGI INSTRUMEN SARUNE PADA MASYARAKAT KARO. Yobel Arista Sitepu Abstrak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KAJIAN ORGANOLOGI INSTRUMEN SARUNE PADA MASYARAKAT KARO. Yobel Arista Sitepu Abstrak"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

100

KAJIAN ORGANOLOGI INSTRUMEN SARUNE PADA MASYARAKAT KARO

Yobel Arista Sitepu 061222520096

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses pembuatan Sarune, cara memproduksi bunyi Sarune, dan sistem pelarasan bunyi Sarune. Dalam penelitian ini didukung oleh teori-teori yang bertujuan, agar hasil dari suatu studi kepustakaan yang saling berhubungan (relevan) terhadap pokok permasalahan yang hendak diteliti. Adapun teori yang digunakan yaitu, Organologi, Instrumen, Sarune, Proses, Memproduksi, Bunyi, Sistem, dan Pelarasan. Metode dalam penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Metode pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode sampel bertujuan atau Purposive Sample. Pengumpulan data dilakukan dengan metode observasi, wawancara, audiovisual dan studi kepustakaan yang dilakukan langsung terhadap pembuat Sarune, masyarakat, dan penatua adat. Metode ini digunakan untuk menjelaskan sampai kepada hal sekecil-kecilnya tentang pembuatan Sarune. Secara umum penelitian ini menunjukkan keberadaan pembuat Sarune pada masyarakat Karo di desa Seberaya Kecamatan Tiga Panah Kabupaten Karo. Pembuatan alat musik Sarune Karo tersebut, dikerjakan sepenuhnya secara tradisional dibantu dengan peralatan tukang pada umumnya dan dengan bahan seperti Kayu Selantam, Sisik baning/tanduk kerbau, daun kelapa, dan Timah. Adapun hasil dari pengerjaan itu terbagi menjadi lima bagian yaitu Batang Sarune, Gundal Sarune, ampang-ampang sarune, Tongkeh Sarune, dan Anak-anak Sarune.

Kata Kunci : Sarune, Musik Karo, Organologi PENDAHULUAN

Suku Karo adalah salah satu suku bangsa dari banyak suku yang ada di Kepulauan Indonesia. Berdasarkan pendapat para ahli, secara geografis yang menjadi wilayah suku Karo adalah: Kabupaten Karo (meliputi Tanah Karo Simalem dan sekitarnya), Kabupaten Langkat, Kabupaten Deli Serdang, Simalungun, dan Dairi. Selain itu, suku Karo juga banyak menetap di beberapa wilayah Kota Medan, seperti : Deli Tua, Padang Bulan, Sunggal, dan lain- lain. Hal ini dibuktikan dengan adanya bangunan Jambur di tempat tersebut.

Tanah Karo sebagai tempat bermukim masyarakat yang heterogen memiliki kemampuan mempertahankan seni tradisi dengan baik. Seni tradisi sebagai warisan budaya antara lain terdiri dari seni musik, sastra, (cerita rakyat,

(2)

101

pantun), tari, ukir (pahat). Salah satu unsur budaya yang diwariskan pada masyarakat Karo adalah kesenian dalam bentuk ensambel musik tradisional yang disebut Gendang lima sendalanen.

Selain Gendang lima sendalanen, ada beberapa bentuk kesenian yang hampir punah keberadaannya, bahkan ada yang hilang sama sekali. Hal ini disebabkan karena sudah mengalami perubahan-perubahan pola pikir dalam kehidupan sehari-harinya dan sudah banyak dipengaruhi oleh budaya lain seiring berkembangnya zaman

Gendang lima sendalanen adalah sekumpulan instrumen yang terdiri dari satu buah sarune (sebagai pembawa melodi), dua buah gendang (gendang singanaki dan gendang singindungi), serta dua buah gong sebagai instrumen ritmis meskipun kedengarannya sebagai pembawa metronom (gung dan penganak). Ke lima instrumen tersebut bermain bersama sebagai satu grup atau ensambel.

Gendang lima sendalanen yang disebut juga gendang sarune, termasuk ensambel musik yang paling dikenal pada masyarakat Karo. Kata gendang diartikan sebagai alat musik, lima berarti lima, dan sendalanen berarti sejalan. Dengan demikian, gendang lima sendalanen mengandung arti lima buah alat musik yang digabungkan dalam satu kelompok atau ensambel, dan dimainkan bersama-sama dalam pertunjukan oleh 4 - 5 pria.

Di antara beberapa instrumen ansambel Gendang lima sendalanen, Sarune merupakan satu-satunya instrumen musik yang termasuk ke dalam klasifikasi alat musik aerophone. Alat musik ini terbagi dalam beberapa bagian yaitu anak sarune, tongkeh sarune, ampang-ampang sarune, batang sarune, dan gundal sarune, Sarune mempunyai peran penting yaitu berfungsi sebagai pembawa melodi utama dalam gendang lima sendalanen. Sarune ini terbagi dalam 2 ukuran, yaitu ukuran besar dan kecil. Namun kali ini si peneliti hanya meneliti Sarune ukuran kecil saja

Sarune diproduksi secara manual. Dalam proses pemilihan bahan baku dan pembuatan sarune, masih menggunakan alat-alat tradisional. Kajian organologis terhadap Sarune ini menarik perhatian peneliti untuk didekati sesuai disiplin ilmu yang dimiliki, dan telah dipelajari selama di bangku kuliah. Kajian ini perlu dilakukan sebagai upaya dukungan untuk pelestarian kesenian. Hal ini membuat penulis tertarik untuk mengangkat judul “Kajian Organologi instrumen Sarune Pada Masyarakat Karo.”

ISI

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian. 1. Letak Geografis

Secara geografis daerah Kabupaten Karo terletak anatara 02°50’ s/d 03°19’ Lu dan 97°55’ s/d 98°38’BT. Daerah Kabupaten Karo terletak di daerah dataran tinggi bukit barisan dengan total luas administrasi 2.127, 25 km² atau 212.725 ha. Wilayah Kabupaten Karo berbatasan dengan:

- Kabupaten Langkat dan Deli Serdang di bagian Utara - Kabupaten Simalungun di bagian Timur

- Kabupaten Dairi di bagian Selatan dan,

- Propinsi Nanggroe Aceh Darusalam di bagian Barat.

Ibukota Kabupaten Karo adalah kabanjahe yang terletak sekitar 76 km sebelah selatan kota Medan ibukota Provinsi Sumatera Utara.

(3)

102 2. Topografi

Ditinjau dari kondisi topografinya, wilayah kabupaten Karo terletak didataran tinggi bukit barisan dengan elevasi terendah ± 140 m diatas permukaan laut ( Paya lah-lah Mardingding) dan yang tertinggi ialah ±2.451 m diatas permukaan laut (Gunung Sinabung). Daerah kabupaten Karo yang berada didaerah dataran tinggi bukit barisan dengan kondisi topografi yang berbukit dan dan bergelombang, maka di wilayah ini ditemui banyak lembah- lembah dan alur-alur sungai yang dalam dan lereng- lereng bukit yang curam/ terjal. Sebagian besar (90%) wilayah Kabupaten Karo berada pada ketinggian/ elevasi± 140 m s/d 1400 m diatas permukaan laut. Pada wilayah Kabupaten Karo terdapat dua hulu daerah aliran sungai (DAS) yang besar yakni DAS sungi Wampu dan DAS sungai lawe Alas. Sungai Wampu bermuara ke Selat Sumatera dan Sungai Renun ( Lawe Alas) bermuara ke lautan Hindia.

3. Iklim

Tipe iklim daerah kabupaten Karo menurut klasifikasi Oldeman dengan bulan basah lebih tiga bulan dan bulan kering berkisar2-3 bulan atau A menurut Koppen dengan curah hujan rata-tata diatas 1000 mm/tahun dan merata sepanjang tahun. Curah hujan tahunan berkisar antara1000-4000 mm/tahun, Hal ini menyebabkan daerah tanah Karo dapat ditanami sepanjang tahun dan ini juga menentukan musim tanam yang nantinya berpengaruh kepada kebudayaan masyarakat karo yaitu dalam menentukan hari upacara pesta tahunan yang dilaksanakan sebelum musim tanam. Dalam pemilihan bahan baku, Ukuran kayu Selantam yang digunakan untuk menjadi bahan dasar Sarune juga sangat ditentukan oleh faktor iklim, karena umumnya kayu tersebut ukurannya besar bila tumbuh didaerah yang agak panas. Oleh karena itu, adapun kayu Selantam yang digunakan biasanya diambil dari luar desa Seberaya, misalnya si pengrajin sendiri memesan kayu tersebut dari Namo Ukur.

4. Kependudukan

Jumlah penduduk Kabupaten Karo pada akhir tahun 2010 ialah sebanyak 342.555 jiwa. Jumlah penduduk kabupaten Karo jika dibandingkan dengan luas wilayah kabupaten Karo yakni 2.127,25 km² maka kepadatan penduduk kabupaten Karo pada akhir tahun 2010 adalah 161,03 jiwa/km², laju pertumbuhan penduduk kabupaten Karo pada periode tahun 2000-2006 adalah sebesar 3, 19% per-tahun. Komposisi penduduk berdasarkan agama yang dianut memperlihatkan bahwa penganut agama Nasranai merupakan yang terbanyak baru disusul oleh pemeluk agama Islam dan agama lainnya.

Ditinjau dari segi etnis, penduduk Kabupaten Karo mayoritas adalah suku Karo. Sedangkan suku lainnya seperti suku Batak Toba, Tapanuli, Jawa, Simalungun, dan suku lainnya hanya sedikit jumlahnya ( dibawah 5 %). Jumlah penduduk masyarakat Karo yang mayoritas mempengaruhi etnis lain yang minoritas untuk terlibat dalam setiap upacara yang sebenarrnya adalah milik etnis karo. Keterlibatan etnis lain dalam kegiatan upacara etnis karo, salah satunya juga disebabkan karena percampuran akibat perkawinan.

(4)

103 5. Administrasi Pemerintahan

Kecamatan Tiga Panah terdiri dari 22 desa, adalah salah satu dari 17 Kecamatan yang ada di Kabupaten Karo, yaitu:

1. Kecamatan Barus Jahe dengan ibukota dengan ibukota terdiri dari 19 desa 2. Kecamatan Brastagi (Berastagi) dengan ibukota Berastagi terdiri dari 9 desa 3. Kecamatan Dolat Rayat dengan ibukota Dolat Rayat terdiri dari 7desa 4. Kecamatan Juhar dengan ibukota Juhar terdiri dari 24 desa

5. Kecamatan Kabanjahe denga ibukota Kabanjahe terdiri dari 13 desa 6. Kecamatan K uta Buluh dengan ibukota Kuta Buluh terdiri dari 16 desa 7. Kecamatan Lau Baleng dengan ibukota Lau Baleng terdiri dari 13 desa 8. Kecamatan Mardinding dengan ibukota Mardinding terdiri dari 10 desa 9. Kecamatan Merdeka dengan ibukota Merdeka terdiri dari 9 desa

10. Kecamatan Merek dengan ibukota Merek terdiri dari 19 desa 11. Kecamatan Munte dengan ibukota Munte terdiri dari 22 desa

12. Kecamatan Naman Teran dengan ibukota Naman Teran terdiri dari 14 desa 13. Kecamatan Payung dengan ibukota Tiga Nderket terdiri dari 8 desa

14. Kecamatan Simpang Empat dengan ibukota Simpang Empat terdiri dari 17 desa

15. Kecamatan Tiga Binanga dengan ibukota Tiga Binanga terdiri dari 19 desa 16. Kecamatan Tiganderket dengan ibukota Tiga Nderket terdiri dari 17 desa

Kecamatan Tiga Panah terletak lebih kurang 77 km dari kota Medan, Ibu kota Propinsi Sumatera Utara. Tiga Panah berada di dataran tinggi dengan ketinggian 1192 meter di atas permukaan laut dengan luas wilayah 18,684 Km2 dan berbatasan :

- Sebelah Utara dengan Kecamatan Dolat Rayat dan Kecamatan Berastagi - Sebelah Selatan dengan Kecamatan Merek

- Sebelah Barat dengan Kecamatan Juhar, Munte dan Kabanjahe, dan di - Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Barusjahe dan Kecamatan Merek 6. Mata Pencaharian Penduduk

Dilihat dari letak geografis tanah karo maka mata pencarian utama penduduk kecamatan Tiga Panah adalah bertani dan beternak. Karena berada di ketinggian tersebut, membuat Tiga Panah memiliki iklim yang sejuk dengan suhu berkisar antara 16 sampai 17°. Disana bisa ditemukan indahnya nuansa alam pegunungan dengan udara yang sejuk yang memungkinkan untuk tumbuh suburnya berbagai macam buah dan sayur.

Potensi tanaman yang ada di Tiga Panah terdiri dari: komoditas sayur-mayur dan buah-buahan, seperti jeruk, kopi ,kol, tomat, cabe, dan lain- lain. Maka dari itu masyarakat sangat memerlukan informasi tentang pertanian dan peternakan. Selain daripada bertani dan beternak ada juga yang bekerja dibagian pemerintahan seperti guru, dokter, dinas pariwisata, perpajakan, polisi dan lain-lain. Perekonomian dari masyarakatnya, rata-rata tergolong menengah keatas. Oleh karena itu, mereka masih sempat mengadakan pesta budaya bunga dan buah yang diadakan hampir setiap setahun sekali

Kecamatan Tiga Panah dominan ditempati oleh masyarakat asli suku karo dan beberapa suku pendatang lainnya, sepeti suku jawa, tapanuli, dan nias. Suku karo ini mempunyai adat istiadat yang sampai saat ini terpelihara dengan baik dan

(5)

104

sangat mengikat bagi suku Karo sendiri. Sehingga membuat masyarakat Karo kuat berpegang kepada adat istiadat leluhur.

B. Musik Tradisional Karo

Salah satu media pengekspresian kesenian melalui musik, dapat berupa musik instrumentalia, musik vocal, musik atau gabungan antara keduanya. Orang Karo menyebut musik dengan istilah Gendang. Dan dalam musik tradisional Karo gendang itu sendiri mempunyai beberapa pengertian, diantaranya;

1. Gendang, sebagai nama sebuah instrumen musik (Gendang singindungi, Gendang singanaki),

2. Gendang, untuk menunjukkan jenis lagu atau komposisi tertentu (Gendang simalungun rayat, Gendang peselukken),

3. Gendang, untuk menunjukkan ensembel musik tertentu (Gendang Lima Sendalanen, Gendang telu sendalanen),

4. Gendang untuk mengartikan sebuah upacara tertentu (Gendang cawir metua, Gendang guro-guro aron)

1. Ansambel Karo

Masyarakat Karo memiliki dua ansambel musik yang sering digunakan dalam konteks upacara adat dan ritual yang ada yaitu :

1. Gendang Lima Sendalanen

Gendang Lima Sendalanen merupakan suatu istilah yang digunakan untuk menyatakan suatu ansambel musik tradisional Karo yang terdiri dari 5 (lima) buah alat musik. Pemusik dalam ansambel ini disebut sierjabatan atau penggual, walaupun masing- masing pemain instrument mempunyai nama yang lebih khusus lagi. Ansambel gendang lima sendalanen merupakan ansambel musik yang paling besar terdapat pada masyarakat Karo. Mengenai kepastian mulai kapan julukan atau penamaan ini mulai dikenal dan di populerkan belum ada sumber yang bisa menjelaskannya, yang jelas profesi ini berkaitan sekali dengan kesenian tradisional Suku Karo.

2. Gendang Telu Sendalanen

Secara harfiah Gendang telu sendalanen memiliki pengertian tiga alat musik yang sejalan atau dimainkan secara bersama-sama (sama seperti pengertian Gendang Lima Sendalanen). Dalam ansambel Gendang telu sendalanen ini ada dua istrumen yang bisa digunakan sebagai pembawa melodi yaitu Kulcapi atau balobat.

Pemakaian K ulcapi atau balobat sebagai pembawa melodi dilakukan secara terpisah dalam upacara yang berbeda. Sedangkan Keteng-keteng dan mangkok merupakan alat musik pengiring yang berfungsi sebagai penghasil pola-pola ritme yang bersifat konstan dan repetitif (perulangan). Jika Kulcapi digunakan sebagai pembawa melodi, dan keteng-keteng serta mangkok sebagai alat musik pengiringnya , maka istilah Gendang telu sendalanen sering disebut Gendang Kulcapi, dan jika balobat sebagai pembawa melodi, maka istilahnya tersebut menjadi gendang balobat. Masing- masing alat musik dimainkan oleh satu orang pemain.

(6)

105 2. Pengelompokan Alat musik Tradisional Karo

2.1 Berdasarkan jenis Instrumen

A. Gendang lima Sendalanen : Sarune, Gendang Singanaki, Gendang Singindungi, Gong dan Penganak

Berikut adalah gambar instrumen dari Gendang lima Sedalanen:

Gambar 1: Sarune

Gambar 2: Gendang singanaki Gambar 3: Gendang singindungi

Gambar 4: Penganak dan Palu-palu Gambar 5: Gung dan Palu-pal B. Gendang Telu Sendalanen : Kulcapi/ balobat, mangkok, keteng-keteng

(7)

106 2.2 Berdasarkan cara memainkannya :

(1). Kelompok Idiophone/ alat musik pukul tanpa nada 1. Gung 2. Penganak 3. Keteng- keteng 4. Mangkuk mbentar 5. Genggong 6. Gendang singanaki 7. Gendang singindungi 8. Gendang Binge

(2). Kelompok Aerofone / alat musik tiup 1. Sarune

2. Balobat 3. Surdam

(3). Kelompok Kordofon / alat musik petik 1. Kulcapi

3. Sarune

Sarune merupakan alat musik yang berklasifikasi areofon, keluarga reed (berlidah). Bahan terbuat dari kayu selantam, mempunyai lima bagian, yaitu anak-anak sarune, timah / tongkeh sarune, ampang-ampang sarune, batang sarune dan gundal sarune. Sarune pada Masyarakat karo pada umumnya terbagi dalam 2 ukuran, Yaitu ukuran besar dan kecil. Dilihat dari ukurannya sudah tentu suara yang dikeluarkan pasti berbeda, dimana suara yang dihasilkan sarune ukuran kecil pasti lebih tinggi dari sarune ukuran besar. Sarune ini termasuk dalam gendang Ansambel Lima Sendalanen yang mempunyai fungsi utama, yaitu sebagai pembawa melodi.

C. Proses Pembuatan Sarune 1. Bahan- bahan yang digunakan 1.1 Kayu Selantam

Sifat kayu yang fleksibel dalam penggunaan, menyebabkan kayu dapat memberikan manfaat yang sangat besar dan tidak ternilai bagi kehidupan manusia. Walaupun telah banyak ditemukan bahan lain yang dapat menggantikan penggunaan kayu tersebut. Pemanfaatan kayu antara lain adalah sebagai bahan furniture dan mebel, kayu lapis, papan komposit, kertas, bahan bangunan baik struktural atau non- struktural, kayu bakar dan lain- lain. Selain penggunaan tersebut diatas, kayu juga dapat digunakan untuk pembuatan alat musik seperti gitar, organ, biola dan lain- lain. Alasan kayu sebagai bahan dasar pembuatan alat musik antara lain karena keunggulan sifat akustiknya.

Oleh karena itu lah, maka Bahan utama untuk membuat Sarune Karo, kayu yang digunakan adalah kayu selantam (sejenis tumbuhan perdu, termasuk salah satu dari bulung- bulung si melias gelar) walaupun ada juga kayu lain yang pernah dibuat jadi bahan dasar sarune misalnya pohon nangka. Namun karena suara yang dihasilkan kurang bagus, maka kayu tersebut tidak dipakai lagi dan kembali berlalih ke kayu Selantam. Resonansi bunyi ataupun sustain dari kayu Selantam tersebut sangat bagus. Maka dari itu, kayu tersebut digunakan sebagai

(8)

107

bahan dasar membuat Batang, Gundal dan Abal-abal Sarune. Biasanya kayu selantam ini dapat dijumpai dipagar-pagar perladangan

1.2 Timah

Timah adalah logam berwarna putih keperakan, dengan kekerasan yang rendah, berat jenis 7,3 g/cm3, serta mempunyai sifat konduktivitas panas dan listrik yang tinggi. Dalam keadaan normal (13 – 1600C), logam ini bersifat mengkilap dan mudah dibentuk. Timah terbentuk sebagai endapan primer pada batuan granit dan pada daerah sentuhan batuan endapan metamorf yang biasanya berasosiasi dengan turmalin dan urat kuarsa timah, serta sebagai endapan sekunder yang di dalamnya terdiri dari endapan alluvium, elluvial, dan koluvium. Kegunaan timah banyak sekali, terutama untuk bahan baku logam pelapis, solder, cendera mata, dan lain- lain. Unsur ini merupakan logam miskin keperakan, dapat ditempa, tidak mudah teroksidasi dalam udara sehingga tahan karat dan digunakan untuk melapisi logam lainnya untuk mencegah karat. kegunaan timah disini merupakan sebagai bahan dasar untuk membuat tongkeh Sarune.

1.3 Bambu

Bambu adalah tanaman jenis rumput-rumputan dengan rongga dan ruas di batangnya dan memiliki banyak tipe. Nama lain dari bambu adalah buluh, aur, dan eru. Di dunia ini bambu merupakan salah satu tanaman dengan pertumbuhan paling cepat, Karena memiliki sistem rhizoma-dependen unik. Dalam sehari bambu dapat tumbuh sepanjang 60cm (24 Inchi) bahkan lebih, tergantung pada kondisi tanah dan klimatologi tempat ia ditanam. Kegunaan bambu disini merupakan sebagai tempat mencetak timah menjadi tongkeh Sarune.

1.4 Sisik Baning

Sisik Baning merupakan suatu istilah yang dipakai dalam bahasa karo, dimana ini merupakan hewan sebangsa penyu, kura-kura, dan bulus. Bagian yang diambil dari binatang ini adalah sisik dari tempurungnya, yang kemudian diolah menjadi ampang-ampang Sarune.

1.5 Benang

Benang yang dipakai ini adalah benang yang biasa digunakan tuk menjahit. Kegunaan benang ini, sebagai pengikat daun kelapa ke mata rantai jam (mbulu-mulu).

1.6 Daun Kelapa

Daun kelapa yang digunakan ini merupakan daun yang telah kering dan (Biak Mersik) pilihan , dan merupakan sebagai bahan dasar untuk membuat Anak-anak Sarune.

1.7 Mata rantai Jam

Bahan ini digunakan sebagai tempat diikaatnya daun kelapa. Awalnya bahan yang digunakan yaitu bulu ayam. Namun sekarang ini telah digantikan dengan mata rantai jam. Walaupun bulu ayam tersebut telah diganti dengan mata rantai jam namun namanya tetap mbulu-mbulu.

(9)

108 2. Alat Yang Digunakan

Sepenuhnya teknik pembuatan Sarune di kerjakan dengan tangan dan menggunakan alat bantu yang sering digunakan tukang kayu, adapun alat-alat pertukangan yang digunakan antara lain:

1. Parang 2. Gergaji 3. Pisau kecil

4. Temper / bor batang Sarune 5. Bor gundal

6. Kertas Pasir

7. Bor kecil ( melubangi lubang nada-nada pada batang sarune) 8. Pengkeruk ( mengkerok bagian dalam gundal)

9. kaleng ( tempat memasak timah) 10. pencetak timah

11. kompor 12.

3.1. Batang Sarune

Dalam proses pembuatan sarune ini yang pertama dilakukan dengan mempersiapkan bahan baku yaitu kayu selantam ( sejenis tumbuhan perdu, termasuk salah satu dari bulung- bulung simelias gelar) sebagai bahan dasar dalam membuat batang sarune dan gundal. Adapun yang dilakukan dengan memilih kayu Selantam yang ukuran diameternya lebih kurang 5cm. Ini dilakukan agar sesuai dengan diameter lingkaran pada Gundal Sarune..

Bagian pertama yang dikerjakan yaitu batang Sarune, karna itu merupakan patokan untuk membuat ukuran pada Gundal. kayu Selantam tersebut dipotong dengan menggunakan gergaji sesuai dengan ukuran Sarune yang diinginkan. Umumnya, panjang batang yang dipakai untuk sarune sekitar 22 cm.

Gambar 8 kayu Selantam yang telah dipotong

Setelah kayu selantam tersebut selesai dipotong, maka proses berikutnya melobangi dari ujung keujung dengan menggunakan temper ( jarum, bor, besi yang digunakan untuk membuat lobang pada sesuatu misalnya papan sebagai tempat paku). Temper yang digunakan ini tidak mempunyai gerigi karena bentuknya yang persegi empat dan ukuran tempernya juga berbeda, dimana dari ujung mata temper, ukurannya sangat kecil dan tajam dan makin ke arah pegangan, ukuran temper bertambah besar.

Temper ini sengaja digunakan agar lebar lubang pada batang Sarune tidak sama, dimana ukuran lubang dari ujung batang Sarune yang dibawah lebih lebar dari pada ukuran lubang batang sarune yang di atas.

(10)

109

Gambar 9 melubangi kayu dengan temper Untuk membuat batang Sarune Setelah kayu tersebut selesai di lubangi, maka dilakukan proses pembentukan menjadi batang Sarune. Dalam pengerjaan ini, sangat dibutuhkan keuletan dan kesabaran. Karena dalam pembentukan kayu selantam tersebut sepenuhnya dikerjakan secara manual dengan tangan dan dibantu dengan peralatan seadanya. Pembentukan batang Sarune pertama dilakukan dengan menggunakan parang hingga menghasilkan bentuk kasar dari batang Sarune. Hasil dari potongan parang tersebut, kemudian dilanjutkan dibentuk dengan menggunakan pisau kecil hingga benar- benar bulat. Diameter lubang bagian dalam batang yang dibawah ± 0,60cm dengan ketebalan dinding ±0,2cm dan diameter lubang bagian dalam batang yang diatas ± 0,2cm. Bagian-bagian kikisan dari pisau yang masih kasar ataupun kurang rata diperhalus dengan menggunakan kertas pasir

Gambar 10 membentuk Kasar Gambar 11 batang Sarune menjadi Batang sarune yang telah selesai dibentuk proses berikutnya, membuat lubang-lubang nada pada batang Sarune, dalam membuat lubang ini tidak sembarang dilubangi begitu saja. Melainkan, ada jarak-jarak yang telah ditentukan antara lubang yang satu dengan yang lainnya Agar suara yang dihasilkan harmonis. Dimana batang sarune diukur dengan menggunakan seutas tali, Dan setelah dapat ukuran dari sarune tersebut maka tali dibagi menjadi 9 bagian. Nah, hasil dari pembagian itulah yang nantinya menjadi jarak antara lubang satu kelubang berikutnya. Kecuali lubang yang paling atas, jarak nya 2 kali dari ukuran yang telah dibagi 9 sebelumnya. Untuk membuat lubang yang dibelakang, posisinya tepat di belakang antara lubang 1 dan 2 dari atas

(11)

110

Gambar 12 Membuat lubang nada pada batang Sarune 3.2. Gundal Sarune

Sama seperti batang Sarune, bahan yang digunakan untuk membuat Gundal juga dari kayu Selantam. Ukuran gundal diambil 5/9 dari ukuran Batang Sarune. atau lebih tepatnya diukur dari bawah batang sampai lubang kelima batang yaitu sekitar 12 cm. Setelah dapat ukuran dari gundal tersebut, kemudian Kayu selantam yang telah dipersiapkan sebelumnya dipotong dan dilubangi hingga tembus dari ujung keujung kayu dengan menggunakan. Diameter lubang pada Gundal Sarune ± 0,90cm.

Gambar 13 melubangi kayu dengan bor untuk membuat lubang Gundal Kayu Selantam yang telah selesai dilobangi, kemudian dibentuk menjadi Gundal Sarune. Dalam pengerjaan ini pertama dibentuk dengan parang hingga bentuk kasar Gundal, kemudian dilanjutkan dengan pisau kecil sampai bentuknya menyerupai Gundal Sarune. dan untuk menghaluskan bekas kikisan dari pisau yang masih kasar tersebut, digunakanlah kertas pasir hingga permukaan Gundal Sarune Benar-benar Halus.

Gambar 14 Membentuk Kasar Gambar 15 Menyempurnakan Badan Gundal Sarune dan Menghaluskan Bentuk

(12)

111

Setelah Gundal Sarune selesai dibentuk dengan ketebalan dinding ±0,4cm, proses berikutnya membuat ruang resonansi. Alat yang digunakan yaitu dengan pisau pengkeruk yang telah dimodif sedemikian rupa, agar dapat mengkeruk bagian dalam Gundal Sarune.

Gambar 16 Mengkeruk Gundal Sarune

3.3 Ampang-ampang Sarune

Bagian ini bentuknya melingkar dengan diameter 3 cm dan ketebalan ±2 mm, dibuat dari bahan tulang (hewan),tanduk kerbau tempurung sisik baning atau perak. Dalam pembuatan Ampang-ampang ini, bahan yang digunakan yaitu Sisik Baning dan tanduk kerbau. Sisik baning dikupas dari batok/ tempurungnya atau tanduk kerbau dipotong kemudian direbus. Ini dilakukan agar Sisik baning dan tanduk kerbau menjadi lembek dan mudah dalam pembentukannya.

Setelah selesai direbus, maka Sisik baning ataupun tanduk kerbau tersebut dikeluarkan dalam keadaan masih panas dan ditindih misalnya dengan menggunakan kursi ataupun meja. Setelah ± 20 menit, Sisik baning tersebut ataupun tanduk kerbau dikeluarkan dimana bentuknya telah pipih. Kemudian dilakukan pembentukan ukuran menjadi bulat yaitu dengan menggunakan benang dan bor. Ujung ke ujung dari benang mengikat mata bor, dengan ukuran benang setelah mengikat bor 3cm

kemudian ujung bor yang satu diletakkan di titik tengah dari Sisik Baning atau tanduk kerbau dan ujung satunya lagi direnggangkan sesuai dengan ukuran benang. Setelah itu bor yang diluar diputar menggores sisik Baning tersebut mengikuti arah jam. Hasil dari kikisan mata bor tersebut membentuk sebuah lingkaran yang nantinya menjadi ukuran dari ampang- ampang Sarune.

Gambar 17 membentuk ukuran Ampang-ampang

Dan diluar dari kikisan tersebut, dibuang dengan cara di gosok dengan menggunakan kertas pasir. Setelah bagian luar dibuang, tahap berikutnya menghaluskan permukaan ampang dengan menggunakan kertas pasir hingga

(13)

112

benar-benar halus dan rata. Kemudian dilubangi bagian tengahnya dengan menggunakan bor kecil

Gambar 18.Melubangi Gambar 19 Ampang ampang Ampang-ampang dari tanduk kerbau

Gambar 20 Ampang-ampang dari sisik Baning

3.4 Tongkeh Sarune

Adapun bahan utama yang digunakan dalam pembuatan Tongkeh Sarune yaitu Timah dan alat pencetak yang terbuat dari bambu. Dimana timah dimasak didalam kaleng susu, kemudian dituangkan kedalam pencetak tongkeh tersebut. Sebelumnya, dicetakan tersebut di buat lidi ataupun kawat yang gunanya membuat lubang ditengah-tengah Tongkeh. Setelah ditunggu kira-kira 15 menit, cetakan dibuka dan timah tersebut dikeluarkan. Timah yang dicetak tadi telah menyerupai tongkeh Sarune, namun bentuknya masih agak kasar. Maka untuk memperhalus bagian tongkeh tersebut digunakanlah kertas pasir.

Gambar 21 alat pencetak tongkeh Dan timah yang telah selesai dicetak

(14)

113 3.5. Anak – anak sarune

Anak-anak sarune, terbuat dari daun kelapa dan embulu-embulu (atau mata rantai jam) diameter 1 mm dan panjang 3-4 mm. Daun kelapa dipilih yang sudah tua atau Biak Mersik dan kering kemudian di rendam (remai) dalam air agar tidak mudah koyak. kemudian Daun dibentuk triangle sebanyak dua lembar dan salah satu sudut dari kedua lembaran daun diikatkan pada mbulu-mbulu atau mata rantai jam dengan menggunakan benang

Gambar 22 membentuk daun Gambar 23 mengikat daun kelapa Kelapa ke mbulu-mbulu dengan

benang 3.6 Abal-abal

Abal-abal adalah tempat penyimpanan anak-anak Sarune, yang terdiri dari 2 bagian. Bagian pertama yaitu badan Abal-abal bentuknya seperti tutup pena yang letaknya dibagian bawah yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan Anak-anak Sarune. Bagian kedua adalah tutup Abal-abal, bentuknya seperti kepala pena yang berfungsi sebagai penutup bagian badan tempat Penyimpanan Anak-anak Sarune. Abal-abal ini terbuat dari kayu Selantam dan bambu yang masih muda, proses pertama yaitu membuat badan Abal abal. Bambu dipotong ± sepanjang 4cm.

Gambar 4.41 memotong bambu

Proses selanjutnya membuat tutup untuk badan Abal-abal. ukuran dari tutup tersebut setengah dari ukuran badan Abal-abal. Kayu yang digunakan yaitu kayu selantam. Kayu dipotong ukurannya setengah dari ukuran badan. Kemudian setengah bagian dibentuk dengan pisau hingga melingkar sesuai dengan ukuran lubang badan Abal-abal

(15)

114 4. Hasil

Setelah semua proses pembuatan selesai dilakukan, maka pembuatan Sarune karo telah rampung dan sudah siap untuk di mainkan. Adapun Bagian-bagian Sarune, yaitu :

(a) batang sarune (b) gundal Sarune (c) ampang-ampang (d) tongkeh

(e). anak-anak sarune dan (f). Abal-abal

Batang sarune sendiri terbuat dari kayu selantam, pada batang sarune inilah terdapat lobang- lobang nada berjumlah delapan buah sebagai penghasil atau pengubah nada ketika sarune ditiup

Gundal, yang fungsinya membuat lantunan nada-nada menjadi lebih panjang dan nyaring atau keras atau lebih tepatnya, sebagai ruang resonansi terhadap nada yang ditiup dari anak-anak sarune. Dan juga terbuat dari kayu selantam yang berada pada bagian bawah sarune. Gundal ini merupakan corong (bell) pada alat tiup sarune. Bentuk bagian dalamnya barel, sedangkan bentuk bagian luarnya konis.

Ampang-ampang merupakan sebuah lempengan berbentuk bundar yang terbuat dari tempurung binatang Baning (sebangsa penyu, kura-kura, bulus) ataupun tanduk kerbau diletakkan ditengah tongkeh (terbuat dari timah). Ampang-ampang berfungsi sebagai penahan bibir pemain sarune ketika sedang meniup alat tersebut.

Tongkeh terbuat dari timah yang berfungsi sebagai tempat menempel nya anak-anak sarune, ampang-ampang sarune dan penghubung kebatang sarune

Anak-anak sarune berfungsi sebagai lidah (reeds), terbuat dari dua helai kecil daun kelapa yang telah dikeringkan. Biasanya ketika hendak memainkan sarune, anak-anak sarune tersebut harus dibasahi terlebih dahulu dengan air liur agar menjadi lunak sehingga mudah bergetar jika ditiup.

Abal-abal merupakan tempat penyimpanan Anak-anak Sarune agar lebih aman, karena bentuk dari Anak-anak Sarune yang kecil dan mudah koyak.

Perlu ditambahkan, ampang-ampang, anak-anak sarune, dan tongkeh biasanya dihubungkan satu sama lain dengan seutas tali berukuran kecil, yang berfungsi sebagai pengikat agar bagian-bagian tersebut tidak tercecer, terpisah atau hilang

D. Cara Memproduksi Bunyi Sarune 1. Teknik memegang

Ada pun Cara memegang Sarune ini sama dengan batak Toba, dimana posisi tangan kanan berada diatas dan tangan kiri dibawah, Sementara jari- jari kedua tangan si penarune (pemain Sarune) memegang (membuka dan menutup) lobang nada yang terdapat pada badan (batang) alat musik tersebut. Apabila si penarune memegang dengan posisi tangan kanan dibawah dan tangan kiri diatas maka dia disebut jaluk (kidal)

(16)

115 2. Teknik meniup

Sarune merupakan alat musik yang dimainkan dengan cara ditiup, dimana anak-anak sarune (reeds) yang ditiup kemudian bergetar mengeluarkan bunyi yang kemudian merambat ke batang sarune dan ke Gundal yang merupakan ruang atau tempat resonansi dari bunyi tersebut. Kemudian dalam mengolah nada-nada yang ada pada Sarune berada pada lubang- lubang nada di Batang Sarune yang telah di ukur dan distem sedemikian rupa sehingga dapat mengeluarkan nada-nada yang harmonis. Dalam memainkan Sarune ini terdapat teknik meniup, yaitu Pulu nama (singalor lau), Petelin Kesah (Kenjulu), / circular breathing yaitu teknik melakukan tiupan tanpa putus dengan mengatur pernapasan sambil menghirup udara kembali lewat hidung sembari meniup. Dalam memainkan Sarune ini, pertama-tama anak-anak Sarune terlebih dahulu direndam di dalam air. Ini dilakukan supaya daun kelapa yang menjadi bahan anak-anak sarune tersebut lunak, dan mudah bergetar bila ditiup.

Dalam menghasilkan nada-nada tertentu, penarune harus menutupkan ujung Sarune-nya (tonggum) yang dibawah ke bagian betis kakinya sendiri, oleh karena itu posisi si penarune harus lah dalam keadaan duduk dengan kaki yang bersilah.

Gambar 4.50. posisi memegang dan cara meniup pada Sarune E. Sistem Pelarasan Bunyi

Proses terakhir Pembuatan Sarune dan yang paling sulit pengerjaannya yaitu dalam sistem pelarasan bunyi nada Sarune. Jarak antara lubang- lubang yang ada pada batang sarune sangatlah bepengaruh dengan nada yang dikeluarkan. Namun, ini pun belum bisa menjamin akan keharmonisan bunyi yang dihasilkan oleh sarune tersebut. Itu disebabkan karena pengaruh dari ruang resonansi pada Gundal dan ukuran lubang- lubang nada pada badan batang Sarune. Ada kesamaan dengan musik gamelan yang prisinsip struktural lebih kurang sama. bahwa tinggi nada dalam gamelan Bali (disini ada laras, Seliris

(17)

116

yang secara umum juga disebut pelog) tidak 100% sesuai dengan notasi balok, akan tetapi cukup mendekati untuk menjelaskan prinsip dasar.

Untuk melaraskan nada Sarune, disini pengrajin sedikit pun tidak dibantu oleh alat yang bisa mengetahui atau mendeteksi setiap nada yang dikeluarkan Sarune. Sipengrajin benar-benar mengandalkan kepekaan dari telinganya untuk mengetahui apakah nada-nada dari sarune buatannya tersebut telah sinkron (sejalan, cocok) dan harmonis. Cara pertama yang dilakukan yaitu dengan memainkan beberapa lagu. Bagian mana nada yang dikeluarkan agak fals atau sumbang, maka dilubang nada tersebutlah diubah kembali dengan cara diperlebar lubangnya. Bila cara itu juga belum sepenuhnya berhasil, maka cara berikutnya dengan mengkeruk bagian dalam gundal hingga nada yang dikeluarkan benar-benar Sinkron dan harmonis. Umumnya, bila ukuran Sarune yang dibuat panjangnya sekitar 22cm maka tonika atau pun nada dasar dari Sarune tersebut yaitu dari E mayor dengan frekuensi mendekati 330 Hz

KESIMPULAN A. Kesimpulan

Dari hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Sarune merupakan alat musik tradisional Karo yang dimainkan dengan cara ditiup. Dimana sudah jarang ditemukan orang yang ahli dalam membuat alat musik tersebut

2. Bahan utama pembuatan alat musik ini yaitu kayu Selantam dan pengerjaannya dibantu alat yang biasa dipakai dalam pertukangan. 3. Tanah Karo dominan ditempati oleh masyarakat asli suku karo dan

beberapa suku pendatang lainnya. Suku karo ini mempunyai adat istiadat yang sampai saat ini terpelihara dengan baik dan sangat mengikat bagi suku karo sendiri. Masyarakat Karo kuat berpegang kepada adat istiadat yang luhur, merupakan modal yang dapat dimanfaatkan dalam proses pembangunan.

4. Seberaya adalah salah satu desa yang ada di Tanah Karo Provinsi Sumatera Utara, tepatnya berada di kecamatan Tiga Panah. Kehidupan sehari- hari masyarakatnya yaitu dengan berkebun dan beternak. B. Saran

Dari beberapa kesimpulan diatas, penulis mengajukan beberapa saran antara lain:

1. Masyarakat batak Karo hendaknya mempertahankan nilai- nilai tradisi yang sudah ada sejak dulu, demi mengabadikannya.

2. Seorang pengarajin harus mengajarkan tata cara pembuatan Sarunei tersebut, demi menjaga kelestarian budaya karo.

3. Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat mengundang minat masyarakat untuk lebih menghargai dan mencintai kebudayaan yang ditinggalkan oleh leluhur kita. Dan alangkah baiknya ikut berpartisipasi melestarikan kebudayaan tersebut.

(18)

117

4. Penulis sangat mengharapkan dukungan berbagai instansi terkait agar ikut peduli terhadap tradisi-tradisi budaya batak Karo demi melestarikannya. Misalnya dengan melakukan kegiatan-kegiatan kesenian. Dimana bisa menarik minat para generasi muda khususnya masyarakat Karo untuk lebih mencitai budaya dan tradisi nya

5. Penggunaan alat musik tradisional Sarunei dalam ansambel gendang lima sendalanen sebagai musik pengiring dalam upacara adat Karo, hendaknya dipertahankan melihat dampak positif dari penggunaan alat musik tradisional tersebut. Disamping melestarikan budaya, juga dapat menarik para wisatawan yang berkunjung ke daerah Karo.

DAFTAR PUSTAKA

Ali muhammad.(1998). Kamus Besar Bahasa Indonesia Modern. Jakarta: Pustaka Amani.

Arikunto (1984). Prosedur Penelitian Kependidikan, Jakarta: Bina Aksara Banoe, Pono (2003). “ Kamus Musik” Yogyakarta : Kanisius

Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan (2003). Kamus Besar Bahasa Indonesia.Jakarta: Balai Pustaka

Ginting Pulumun. (2005) . Buku catatan Materi K uliah Musik tradisional II Koentjaraningrat. (1991). Metode-Metode penelitian Masyarakat . Jakarta: PT.

Gramedia.

Koentjaraningrat. (2009). Ilmu Antropologi. Jakarta: RinekaCipta

Purba Rivandi Rikho.(2009). Tinjauan Organologi Arbab Simalungun Buatan Bapak Arsiden Purba di Desa Manik Saribu, Dusun sait Buttu Saribu, Kecamatan Pamatang Sidamanik, Kabupaten Simalungun. Skripsi. Universitas Negeri Medan.

Silitonga, Pita H D. Organologi, Universitas Negeri Medan Diktat Mata Kuliah Organologi

Sumadi (2005:17) . Metode Penelitian, Jakarta: PT. Rajawali

Surakhmad, Winardo. (1985). Pengantar Penelitian Ilmiah; Dasar : metode, dan Teknik, Bandung : Tarsito

Curt Sach” dalam website: www.google.com

http:karokab.go.id/in/index.php?option=comcontent&view=article & id=244&itemid=204

Gambar

Gambar 8 kayu Selantam yang telah dipotong
Gambar 9 melubangi kayu dengan temper Untuk membuat batang Sarune  Setelah kayu tersebut selesai di lubangi, maka dilakukan proses  pembentukan menjadi batang Sarune
Gambar 12 Membuat lubang nada pada batang Sarune
Gambar 16 Mengkeruk Gundal  Sarune
+4

Referensi

Dokumen terkait

Providing powerful instructional leadership through effective school and classroom walk-through

Master and Slave images points extracted and image matched with proposed multi step method using Ranklet.. Discriptor Num of Match

Capaian Program Jumlah cakupan (jenis) layanan administrasi perkantoran yang dilaksanakan sesuai dengan standar dan ketentuan yang berlaku.

Aplikasi yang dibangun memuat proses input data yang berisi data barang, data pelanggan, data penjualan serta cetak data yang berisi cetak data barang, cetak data pelanggan, cetak

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Ahli Madya-D3. Diploma III Program Studi Teknik Mesin

American Cancer Society (2016) How is breast cancer staged..

Audit syariah dapat dimaknai sebagai suatu proses untuk memastikan bahwa aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh institusi keuangan Islam tidak melanggar syariahatau

Pada sekolah SMK 11 Maret Jakarta selama ini sistem informasi tentang sekolah masih disampaikan secara langsung kepada siswa maupun guru atau menggunakan media