• Tidak ada hasil yang ditemukan

BiologiReproduksi-SiklusEstruspadaTikus

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BiologiReproduksi-SiklusEstruspadaTikus"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

File-file yang berkaitan dengan bidang Biologi dan Sains yang lainnya dapat di download melalui:

http://www.praptomowow.blogspot.com/

LAPORAN PRAKTIKUM

BIOLOGI REPRODUKSI

SIKLUS ESTRUS PADA TIKUS

oleh:

Praptomo Dwi Waluyo 0610910043-91

LABORATORIUM FISIOLOGI HEWAN JURUSAN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS BRAWUJAYA

MALANG 2009

(2)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Siklus reproduksi adalah perubahan siklus yang terjadi pada sistem reproduksi (ovarium, oviduk, uterus dan vagina) hewan betina dewasa yang tidak hamil, yang memperlihatkan hubungan antara satu dengan yang lainnya. Siklus reproduksi pada mamalia primata disebut dengan silus menstruasi, sedangkan siklus reproduksi pada non primata disebut dengan siklus estrus.Siklus estrus ditandai dengan adanya estrus (birahi). Pada saat estrus, hewan betin akan reseftif sebab di dalam ovarium sedang ovulasi dan uterusnya berada pada fase yang tepat untuk implantasi untuk fase berikutnya disebut dengan satu siklus estrus. Panjang siklus estrus pada tikus mencit adalah 4-5 hari, pada babi, sapi dan kuda 21 hari dan pada marmut 15 hari. Pada mamalia khususnya pada manusia siklus reproduksi yang melibatkan berbagai organ yaitu uterus, ovarium, mame yang berlangsung dalam suatu waktu tertentu atau adanya sinkronisasi, maka hal ini dimungkinkan oleh adanya pengaturan/koordinasi yang disebut dengan hormon (hormon adalah zat kimia yang dihasilkan oleh kelenjar endokrin yang langsung dialirkan ke dalam peredaran darah dan mempengaruhi organ target). Proses pendeteksian tersebut sangat perlu untuk mengetahui fase-fase yang sedang berlangsung pada organisme betina dan oleh karena itulah praktikum ini dilakukan.

1.2 Tujuan

Tujuan dari praktikum Siklus Estrus ini antara lain untuk mengetahui karakterisitik morfologi sel epitel mencit setelah diperlakukan dengan rangsangan yang dapat memicu estrus.

1.3 Manfaat

Pengetahuan tentang fase-fase dalam estrus sangat penting untuk proses inseminasi buatan pada hewan ternak, sehingga dengan mengetahui siklus estrus yang terjadi maka akan dapat dioptimalkan hasil dari inseminasi buatan tersebut.

(3)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Sistem Reproduksi

Reproduksi adalah kemampuan makhluk hidup untuk menghasilkan keturunan yang baru. Tujuannya adalah untuk mempertahankan jenisnya dan melestarikan jenis agar tidak punah. Pada manusia dan mamalia lainnya untuk mengahasilkan keturunan yang baru diawali dengan peristiwa fertilisasi. Sehingga dengan demikian reproduksi pada manusia dan mamalia lain dilakukan dengan cara generatif atau seksual. Untuk dapat mengetahui reproduksi pada manusia dan mamalia lain, maka harus mengetahui terlebih dahulu organ-organ kelamin yang terlibat serta proses yang berlangsung di dalamnya. Organ reproduksi dalam pada betina antara lain:

1. Ovarium merupakan organ utama pada wanita. Berjumlah sepasang dan terletak di dalam tongga perut pada daerah pinggang sebelah kiri dan kanan. Berfungsi untuk menghasilkan sel ovum dan hormone wanita seperti :

- Estrogen yang berfungsi untuk mempertahankan sifat sekunder pada wanita, serta juga membantu dalam prosers pematangan sel ovum.

- Progesterone yang berfungsi dalam memelihata masa kehamilan. 2. Fimbriae merupakan serabut/silia lembut yang terdapat di bagian

pangkal ovarium berdekatan dengan ujung saluran oviduct. Berfungsi untuk menangkap sel ovum yang telah matang yang dikelurakan oleh ovarium.

3. Infundibulum merupakan bagian ujung oviduct yang berbentuk corong/membesar dan berdekatan dengan fimbriae. Berfungsi menampung sel ovum yang telah ditangkap oleh fimbriae.

4. Tuba fallopi merupakan saluran memanjang setelah infundibulum yang bertugas sebagai tempat fertilisasi dan jalan bagi sel ovum menuju uterus dengan abantuan silia pada dindingnya.

5. Oviduct merupakan saluran panjang kelanjutandari tuba fallopi. Berfungsi sebagai tempat fertilisasi dan jalan bagi sel ovum menuju uterus denga bantuana silia pada dindingnya.

6. Uterus merupakan organ yang berongga dan berotot. Berbentuk sperti buah pir dengan bagian bawah yang mengecil. Berfungsi

(4)

sebagai tempat pertumbuhan embrio.

7. Cervix merupakan bagian dasar dari uterus yang bentuknya menyempit sehingga disebut juga sebagai leher rahim. Menghubungkan uterus dengan saluran vagina dan sebagai jalan keluarnya janin dari uterus menuju saluran vagina.

8. Saluran vagina merupakan saluran lanjutan dari cervic dan sampai pada vagina.

Sistem reproduksi memiliki 4 dasar yaitu untuk menghasikan sel telur yang membawa setengah dari sifat genetik keturunan, untuk menyediakan tempat pembuahan selama pemberian nutrisi dan perkembangan fetus dan untuk mekanisme kelahiran. Lokasi sistem reproduksi terletak paralel diatas rektum. Sistem reproduksi dalam terdiri dari ovari, oviduct, dan uterus (Shearer, 2008).

2.2 Fase dan Siklus Estrus

Pada fase estrus yang dalam bahasa latin disebut oestrus yang berarti “kegilaan” atau “gairah”, hipotalamus terstimulasi untuk melepaskan gonadotropin-releasing hormone (GRH). Estrogen menyebabkan pola perilaku kawin pada mencit, gonadotropin menstimulasi pertumbuhan folikel yang dipengaruhi follicle stimulating hormone (FSH) sehingga terjadi ovulasi. Kandungan FSH ini lebih rendah jika dibandingkan dengan kandungan luteinizing hormone (LH) maka jika terjadi coitus dapat dipastikan mencit akan mengalami kehamilan. Pada saat estrus biasanya mencit terlihat tidak tenang dan lebih aktif, dengan kata lain mencit berada dalam keadaan mencari perhatian kepada mencit jantan. Fase estrus merupakan periode ketika betina reseptif terhadap jantan dan akan melakukan perkawinan, mencit jantan akan mendekati mencit betina dan akan terjadi kopulasi. Mencit jantan melakukan semacam panggilan ultrasonik dengan jarak gelombang suara 30 kHz – 110kHz yang dilakukan sesering mungkin selama masa pedekatan dengan mencit betina, sementara itu mencit betina menghasilkan semacam pheromon yang dihasilkan oleh kelenjar preputial yang diekskresikan melalui urin. Pheromon ini berfungsi untuk menarik perhatian mencit jantan. Mencit dapat mendeteksi pheromon ini karena terdapat organ vomeronasal yang terdapat pada bagian dasar hidungnya. Pada tahap ini vagina pada mencit betinapun membengkak dan berwarna merah. Tahap estrus pada mencit terjadi dua tahap yaitu tahap estrus awal dimana folikel sudah matang,

(5)

sel-sel epitel sudah tidak berinti, dan ukuran uterus pada tahap ini adalah ukuran uterus maksimal, tahap ini terjadi selama 12 jam. Lalu tahap estrus akhir dimana terjadi ovulasi yang hanya berlangsung selama 18 jam.

Pada dasarnya dua jenis siklus yang berbeda ditemukan pada mamalia betina. Manusia dan banyak primata lain mampunyai siklus menstrtuasi (menstrual cycle), sementara mamalia lain mempunya siklus estrus (estrous cycle). Pada kedua kasus ini ovulasi terjadi pada suatu waktu dalam siklus ini setelah endometrium mulai menebal dan teraliri banyak darah, karena menyiapkan uterus untuk kemungkinan implantsi embrio. Satu perbedaan antara kedua siklus itu melibatkan nasib kedua lapisan uterus jika kehamilan tidak terjadi. Pada siklus mnestruasi endometrium akan meluruh dari uterus melalui serviks dan vagina dalam pendarahan yang disebut sebagai menstruasi. Pada siklus estrus endometrium diserap kembali oleh uterus, dan tidak terjadi pendarahan yang banyak (Campbell, 2004).

Gambar 2.1 Aktivitas ovarium saat siklus estrus

Siklus estrus dapat dibagi dalam beberapa tahap yaitu tahap diestrus, proestrus, estrus, dan metestrus. Tahap-tahap siklus dapat ditentukan dengan melihat gambaran sitologi apusan vagina. Paad saat estrus, vagina memperlihatkan sel-sel epitel yang menanduk. Apusan vagina biasanya dibuat pada hewan hewan laboratorium, umpanya mencit dan tikus, sebelum hewan jantan dan betina disatukan, penyatuan sebaiknya dilakukan pada saat estrus awal. Pada saat estrus, vulva hewan betina biasanya merah dan bengkak. Adanya sumbat vagina setelah penyatuan menandakan bahjwa

(6)

kopulasi telah berlangsung, dan hari itu ditentukan sebagai hari kehamilan yang ke nol (Adnan, 2006). Pada fase estrus, terlihat pengaruh estrogen dan dikarakteristikkan oleh sel kornifikasi yang nyata (jelas) dan hilangnya leukosit. Pada akhir fase estrus, lapisan kornifikasi tampak sloughed off dan invasi leukosit terjadi. Selama diestrus, leukosit tampak berlimpah. Fase proestrus, tanpa leukosit dan dikarakteristikkan oleh sel epitel yang dinukleasi. Fase estrus terjadi dengan pengaruh hormon gonadotropin dan sekresi estrogen mempunyai pengaruh yang besar. Fase metestrus, selama fase ini dimana sinyal stimulasi estrogen turun. Uterus dipengaruhi oleh progesteron dan menjadi sikretori. Tipe fase ini adalah jelas dan mungkin berakhir 1-5 hari. Beberapa hewan mengeluarkan akibat penurunan tingkatan estrogen. Pada fase metestrus dimana uterus dipengaruhi oleh progesteron dan menjadi sikretori. Tipe fase ini adalah jelas dan mungkin berakhir 1-5 hari.Fase diestrus dikarakteristikkan oleh aktivitas corpus luteum dimana dalam memproduksi progesteron (Hill, 2006).

Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap estrus adalah histologi dan fungsi hipotalamus serta hipofisis dalam kaitannya dengan proses reproduksi, terjadinya pubertas pada hewan betina termasuk faktor-faktor yang mempengaruhi siklus estrus serta proses pembentukan sel kelamin (gametogenesis). Selain itu terdapat faktor-faktor lain yang lebih berpengaruh yaitu hormon (Taw, 2008).

Gambar 2.1 Penampakan sel-sel di jaringan epitel vagina tikus putih saat siklus estrus

(7)

BAB III

METODE PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat

Praktikum Siklus Estrus ini dilaksanakan pada tanggal 27 Mei sampai 2 Juni 2009, di Laboratorium Fisiologi Hewan, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Brawijaya, Malang.

3.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada praktikum Siklus Estrus ini antara lain mikroskop cahaya, gelas obyek, gelas penutup, pipet, stauning jar, cotton bud, san bahan yang digunakan adalah tikus betina berusia 2-3 bulan, larutan alkohol fiksatif 70%, larutan Phosphat Buffer Saline (PBS) dan larutan pewarna giemsa.

3.3 Cara Kerja

Cotton bud dicelupkan ke dalam PBS dan dimasukkan ke dalam vagina tikus betina dan diusap sebanyak 2-3 kali putaran. Hasil usapan dari cotton bud dibuat preparat apusan. Preparat apusan dimasukkan ke dalam larutan alkohol fiksatif 70% selama 10 menit, kemudian diangkat dan dikeringanginkan. Apusan lalu dimasukkan ke dalam larutan Phosphat Buffer Saline (PBS) selama 5 menit, dimasukkan kembali dalam larutan pewarn giemsa selama 5-10 menit dan dibilas dengan air mengalir dan dikeringanginkan. Diamati morfologi sel epitel pada preparat yang telah dibuat di bawah mikroskop dengan perbesaran lemah (100X) kemudian perbesaran kuat (400X). Pengamatan dilakukan selama 7 hari dan dicatat perbedaan-perbedaan sel yang didapat pada tiap-tiap siklus estrus. Data pengamatan kemudian di catat dalam tabel pengamatan dan di dokumentasikan setiap preparat apusan yang dibuat.

(8)

BAV IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Analisis Prosedur

Phosphate Buffer Saline (PBS) digunakan untuk membasahi cotton buds dan menjaga kondisi fisiologis sel serta agar epitel vagina mencit mudah menempel pada kapas yang telah dibasahi. Pengusapan sebanyak 2-3 kali bertujuan untuk mendapatkan jumlah sel epitel yang optimal. Hasil usapan dari cotton bud dibuat preparat apusan. Preparat apusan dimasukkan ke dalam larutan alkohol fiksatif 70% selama 10 menit, kemudian diangkat dan dikeringanginkan. Larutan alkohol 70% fikastif berfungsi untuk menghentikan aktivitas pembelahan sel tanpa merusak struktur sel dan mempertahankan keadaan sel seperti semula (Iqbal, 2009). Hasil usapan dari cotton bud dibuat preparat apusan. Preparat apusan dimasukkan ke dalam larutan alkohol fiksatif 70% selama 10 menit, kemudian diangkat dan dikeringanginkan. Larutan alkohol 70% fikastif berfungsi untuk menghentikan aktivitas pembelahan sel tanpa merusak struktur sel dan mempertahankan keadaan sel seperti semula (Iqbal, 2009). Larutan PBS digunakan pula untuk menjaga kondisi fisiologis sel epitel pada preparat apusan. Pewarna Giemsa diberikan setelah pemberian inkubasi dalam PBS selama 5 menit selesai. Komponen sel dapat dibedakan satu sama lain pada citra mikroskop menggunakan pewarna giemsa yang bersifat spesifik terhadap komponen darah terutama bagian inti sel. Pengamatan dilakukan selama 7 hari agar dapat dicatat perbedaan-perbedaan sel yang didapat pada tiap-tiap siklus estrus dan mengetahui urutan-urutan dalam siklus estrus tersebut.

4.2 Analsisis Hasil

Berdasarkan pengamatan, diketahui bahwa fase-fase yang teramati dalam praktikum adalah transisi dari diestrus ke proestrus, proestrus, estrus, metestrus, dan diestrus. Fase transisi diestrus ke proestrus terlihat pada hari pertama pengamatan, karakteristik yang dimiliki oleh jaringan epitel pada vagina tikus adalah sel-selnya

(9)

masih terdapat sel basal. Fase yang teramati pada hati berikutnya adalah fase proestrus, yaitu ditunjukkan oleh banyaknya sel-sel yang terkeratinisasi atau mengalami kematian pada jaringan epitel vagina tikus yang digunakan, akan tetapi masih terdapat pula sel-sel basal, namun sel-sel intermediet dan superficial tidak teramati. Pengamatan pada hari ketiga menunjukkan fase estrus dari siklus estrus tikus. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya sel-sel yang terkeratinisasi. Pengamatan pada hari keempat menunjukkan adanya fase transisi dari estrus menuju metestrus, dengan adanya sel-sel leukosit yang mulai terbentuk dan sel basal yang juga mulai terbentuk kembali, dan fase berikutnya adalah fase metestrus, yaitu pada pengamatan hari kelima dengan adanya sel-sel basal dan adanya leukosit yang digunakan untuk sistem imun atau perlindungan terhadap bakteri atau virus yang kemungkinan besar terdapat dalam vagina saat terjadi proses koitus. Pada hari keenam dan ketujuh pengamatan, fase yang teramati adalah fase metestrus menuju diestrus, yaitu ditunjukkan oleh adanya bentukan sel-sel epitel yang kecil-kecil dan hanya berbentuk seperti bercak-bercak rapat dan tanpa adanya sel-sel basal ataupun sel lainnya.

Tabel 2.1 Hasil pengamatan sel epitel vagina tikus

No. Hari ke- Gambar

1. 1 2. 2

a

b

b

a

(10)

No. Hari ke- Gambar 3. 3 4. 4 5. 5 6. 6 7. 7

Ket: a=sel keratin; b=basal; c=sel leukosit

Pada tikus betina yang sudah dewasa, ovulasi terjadi pada fase estrus dari siklus estrus. Siklus estrus terdiri dari beberapa fase yaitu proestrus, estrus, metestrus, diestrus dan anestrus.

- proestrus merupakan periode persiapan yang ditandai dengan pemacuan pertumbuhan folikel oleh FSH sehingga folikel tumbuh dengan cepat . Proestrus berlangsung selama 2-3 hari. Pada fase kandungan air pada uterus meningkat dan mengandung banyak pembuluh darah dan kelenjar-kelenjar endometrial mengalami hipertrofi.

- Estrus adalah masa keinginan kawin yang ditandai dengan keadaaan tikus tidak tenang, keluar lendir dari dalam vulva, pada fase ini pertumbuhan folikel meningkat dengan cepat, uterus mengalami vaskularisasi dengan maksimal, ovulasi terjadi dengan cepat, dan sel-sel epitelnya mengalami akhir perkembangan/terjadi dengan cepat.

- Metestrus ditandai dengan terhentinya birahi, ovulasi terjadi dengan pecahnya folikel, rongga folikel secara berangsur-ansur

c

c

a

(11)

mengecil, dan pengeluaran lendir terhenti. Selain itu terjadi penurunan pada ukuran dan vaskularitas.

- Diestrus adalah periode terakhir dari estrus, pada fase ini corpus luteum berkembang dengan sempurna dan efek yang dihasilkan dari progesteron (hormon yang dihasilkan dari corpus luteum) tampak dengan jelas pada dinding uterus serta folikel-folikel kecil denan korpora lutea pada vagina lebih besar dari ovulasi sebelumnya.

Perbedaan siklus estrus dan menstruasi, diantaranya terletak pada fase-fase yang terjadi. Pada siklus estrus fase yang terjadi, yaitu:

1. Proestrus, folikel mengalami pemasakan akhir. Pada fase proestrus ovarium terjadi pertumbuhan folikel dengan cepat menjadi folikel pertumbuhan tua atau disebut juga dengan folikel de Graaf. Pada tahap ini hormon estrogen sudah mulai banyak dan hormon FSH dan LH siap terbentuk. Pada apusan vaginanya akan terlihat sel-sel epitel yang sudah tidak berinti (sel cornified) dan tidak ada lagi leukosit. Sel cornified ini terbentuk akibat adanya pembelahan sel epitel berinti secara mitosis dengan sangat cepat sehingga inti pada sel yang baru belum terbentuk sempuna bahkan belum terbentuk inti dan sel-sel baru ini berada di atas sel epitel yang membelah, sel-sel baru ini disebut juga sel cornified (sel yang menanduk). Sel-sel cornified ini berperan penting pada saat kopulasi karena sel-sel ini membuat vagina pada mencit betina tahan terhadap gesekan penis pada saat kopulasi. Perilaku mencit betina pada tahap ini sudah mulai gelisah namun keinginan untuk kopulasi belum terlalu besar. Fase ini terjadi selama 12 jam. Setelah fase ini berakhir fase selanjutnya adalah fase estrus dan begitu selanjutnya fase akan berulang.

2. Estrus, terjad ovulasi (mirip periodesexual receptivity pada sebagian besar hewan). Hipotalamus terstimulasi untuk melepaskan gonadotropin-releasing hormone (GRH). Estrogen menyebabkan pola perilaku kawin pada mencit, gonadotropin menstimulasi pertumbuhan folikel yang dipengaruhi follicle stimulating hormone (FSH) sehingga terjadi ovulasi. Kandungan FSH ini lebih rendah jika dibandingkan dengan kandungan luteinizing hormone (LH) maka jika terjadi coitus dapat dipastikan mencit akan mengalami kehamilan.

(12)

korpus luteum dibentuk secara aktif, terdapat sel-sel leukosit yang berfungsi untuk menghancurkan dan memakan sel telur tersebut. Fase ini terjadi selama 6 jam. Pada tahap ini hormon yang terkandung paling banyak adalah hormon progesteron yang dihasilkan oleh korpus leteum.

4. Diestrus, corpus luteum berfungsi optimal. Tahap ini terjadi selama 2-2,5 hari. Pada tahap ini terbentuk folikel-folikel primer yang belum tumbuh dan beberapa yang mengalami pertumbuhan awal. Hormon yang terkandung dalam ovarium adalah estrogen meski kandungannya sangat sedikit.

Monoestrus dalam 1 tahun hanya mengalami 1x siklus estrus (anjing, serigala,beruang). Poliestrus dalam 1 tahun mengalami lebih dari 1x siklus estrus (babi, manusia, sapi). Poliestrus musiman, siklus estrus terjadi lebih dari 1x tetapi hanya pada musim tertentu saja, misalnya pada musim gugur (kambing, domba & rusa), pada musim semi (kuda & hamster). Dalam satu siklus estrus, terjadi perubahan kandungan hormon E2 dan LH, tertinggi dicapai pada fase estrus dan terendah dicapai pada fase diestrus bersamaan dengan terdapatnya folikel antral besaran korpus luteum dalam ovarium. Berat, diameter, tebal dinding dan struktur histologi organ penyusun saluran reproduksi mengalami perubahan yang sejalan dengan perubahan kandungan hormon (Sitasiwi, 2000).

Pada dasarnya terdapat perbedaan yang mendasar antara siklus estrus dan siklus menstruasi. Hewan yang sedang estrus mengalami dorongan seksual yang sangat kuat namun singkat selama pertengahan masa estrus, tetapi tidak reseptif secara seksual di masa-masa lainnya, sementara reseptivitas seksual terjadi sepanjang siklus menstruasi. Secara fisik, estrus mempersiapkan saluran reproduksi betina bagi kopulasi, sedangkan siklus menstruasi melibatkan persiapan yang amat rumit agar endometrium siap bagi implantasi sel telur yang terfertilisasi. Sebagai akibatnya, jika fertilisasi tidak terjadi, penebalan dinding uterus apapun yang telah dipersiapkan pada hewan-hewan yang mengalami estrus akan diserap kembali, dan pada hewan-hewan yang mengalami menstruasi, pelapis-pelapis hipertrofik meluruh sebagai aliran darah menstruasi. Selain itu peristiwa pada siklus estrus lebih mudah terpengaruh oleh lingkungan daripada siklus menstruasi (Schaum's Outlines, )

(13)

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Fase yang teramati pada praktikum siklus estrus ini adalah transisi dari diestrus ke proestrus, proestrus, estrus, metestrus, dan diestrus. Fase transisi diestrus ke proestrus ditandai dengan adanya sel-sel basal pada jaringan epitel vagina tikus, fase proestrus ditunjukkan oleh banyaknya sel-sel yang terkeratinisasi atau mengalami kematian pada jaringan epitel vagina tikus yang digunakan, akan tetapi masih terdapat pula sel basal, namun sel-sel intermediet dan superficial tidak teramati pada praktikum ini, sedangkan fase metestrus ditandai dengan adanya sel-sel leukosit, dan sel-sel superfisial, dan fase diestrus ditandai dengan terjadi pengurangan jumlah sel superfisial dan terjadinya pembentukan awal

(14)

sel-sel basal. 5.2 Saran

Perlu adanya ketepatan jadwal atau waktu dalam pembuatan preparat apusan. Hal ini disebabkan penentuan waktu pembuatan preparat memegang peranan penting terhadap visualisasi tahapan-tahapan atau fase dalam siklus estrus.

DAFTAR PUSTAKA

Adnan, 2006. Reproduksi dan Embriologi. Jurusan Biologi FMIPA UNM. Makassar

Campbell, N. A.2004. Biologi Edisi ke 5 Jilid III. Erlangga. Jakarta Hill, Mark. 2006. Estrous Cycle. The university of new south wales.

Sidney.http://www.lpp.uns.ac.id/web/moodle/moodledata/ 125/3Oogenesis.pdf. Tanggal akses 23 Mei 2009

Schaum's Outline. 2005. TSS Biology Second Edition. Erlangga. Jakarta

Shearer, J. K. 2008. Reproductive Anatomy and Physiology of Dairy Cattle. University Of Florida. Florida

Sitasiwi, A.J. 2000. Siklus reproduksi Petaurus breviceps papuanus (Marsupialia: Petauridae) dalam kondisi penangkaran. http://digilib.bi.itb.ac.id/go.php?id=jbptitbbi-gdl- s2-2004-agungjanik-208. Tanggal akses 9 Juni 2009

(15)

Gambar

Gambar 2.1 Aktivitas ovarium saat siklus estrus
Gambar 2.1 Penampakan sel-sel di jaringan epitel vagina tikus putih  saat siklus estrus
Tabel 2.1 Hasil pengamatan sel epitel vagina tikus

Referensi

Dokumen terkait

, jaringan saraf, jaringan otot, dan jaringan darah. Jaringan epitel terdiri atas.. sel-sel epitel yang saling berhubungan. Jaringan saraf terdiri atas sel saraf yang

Bobot uterus dan ovarium tikus yang dicekok purwoceng pada periode yang berbeda dalam dua siklus berahi yaitu proestrus, estrus, metestrus, dan diestrus disajikan pada Tabel

ekspresi GST).l pada sel hepar, Gambaran basil pengecatan imunohistokimia sel hepar tikus. Keterangan: Banyaknya sel yang mengekspresikan protein GST).l ditunjukkan

1) Mukositis: reaksi mukosa akut terhadap radioterapi akibat dari kematian mitosis sel epitel yang melapisi daerah rongga mulut dan faring. Waktu siklus sel epitel basal

Hasil gambaran histopatologis ginjal tikus pasca induksi Streptokinase menunjukkan adanya kerusakan pada sel-sel epitel glomerulus dan epitel tubulus ginjal serta

Bobot uterus dan ovarium tikus yang dicekok purwoceng pada periode yang berbeda dalam dua siklus berahi yaitu proestrus, estrus, metestrus, dan diestrus disajikan pada Tabel

Reaksi fase lambat ini ditandai dengan infiltrasi eusinofil serta sel peradangan akut dan kronis lainnya yang lebih hebat pada jaringan dan juga ditandai dengan penghancuran

Tikus pada kelompok dosis 3 menunjukkan persentase yang mengalami peningkatan adalah pada fase estrus dan diestrus sedangkan pada fase proestrus dan metestrus