• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPLEMENTASI SISTEM PAKAR DIAGNOSA PENYAKIT EPISTAKSIS PADA MANUSIA MENGGUNAKAN METODE HYBRID CASE BASED DAN RULE BASED REASONING

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "IMPLEMENTASI SISTEM PAKAR DIAGNOSA PENYAKIT EPISTAKSIS PADA MANUSIA MENGGUNAKAN METODE HYBRID CASE BASED DAN RULE BASED REASONING"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

85

IMPLEMENTASI SISTEM PAKAR DIAGNOSA PENYAKIT EPISTAKSIS PADA

MANUSIA MENGGUNAKAN METODE HYBRID CASE BASED

DAN RULE BASED REASONING

Ali Imran

Program Studi Teknik Informatika STMIK Budi Darma. Medan, Indonesia Jl. Sisingamangaraja No. 338 Simpang Limun, Medan

Email : aliimrandrack@gmail.com

Abstrak

Epistaksis diperkirakan sering dijumpai sehari-hari dan dapat terjadi pada semua umur dengan banyak variasi penyebabnya. Epistaksis terbanyak dijumpai pada usia 2-10 dan 50-80 tahun, sering dijumpai pada musim dingin dan kering. Tidak ada perbedaan yang bermakna antara laki-laki dan wanita. Epistaksis anterior sangat umum dijumpai pada anak dan dewasa muda, sementara epistaksis posterior sering pada orang tua. Untuk itu, dibuatlah sebuah sistem pakar yang dapat mendiagnosa lebih dini penyakit epistaksis. Sistem pakar yang merupakan salah satu cabang dari Artificial Intelligence yang berusaha mengadopsi pengetahuan manusia ke komputer, sebuah sistem yang bekerja seperti layaknya seorang ahli di bidangnya sehingga dapat membantu permasalahan yang ada dalam hidup, membuat penggunaan secara luas knowledge yang khusus untuk penyelesaian masalah tingkat manusia yang pakar. Sistem pakar mendiagnosa penyakit epistaksis ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana cara mendiagnosa penyakit epistaksis pada manusia sehingga dapat dilakukan penanganan yang tepat sesuai dengan ciri-ciri yang terdapat pada penyakit epistaksis. Didalam penerapan sistem pakar ini dibantu dengan metode Hybrid cased based. Metode Hybrid case based adalah sebuah sistem atau teknik yang digunakan untuk menggunakan kombinasi (hybrid) metode case-based reasoning dan rule based reasoning dalam pengambilan keputusan yang terbaik dari sejumlah alternatf, pengukuran similaritas digunakan untuk menghitung nilai kesamaan seberapa dekat jarak suatu kasus lama dengan kasus yang baru. Dari hasil yang didapat, dengan menerapkan metode Hybrid cased based dan rule based reasoning didapat akurasi lebih tinggi dan hasil yang lebih baik.

Kata Kunci : Sistem Pakar, Epistaksis, Hybrid, Case Based Reasoning, Rule Based Reasoning.

I. PENDAHULUAN

Sistem pakar adalah suatu program komputer yang dirancang untuk mengambil keputusan seperti keputusan yang diambil oleh seorang atau beberapa orang pakar. Menurut Marimin, sistem pakar adalah sistem perangkat lunak komputer yang menggunakan ilmu, fakta, dan teknik berpikir dalam pengambilan keputusan untuk menyelesaikan masalah-masalah yang biasanya hanya dapat diselesaikan oleh tenaga ahli dalam bidang yang bersangkutan. Dalam penyusunannya, sistem pakar mengkombinasikan kaidah-kaidah penarikan kesimpulan (inference rules) dengan basis pengetahuan tertentu yang diberikan oleh satu atau lebih pakar dalam bidang tertentu. Kombinasi dari kedua hal tersebut disimpan dalam komputer, yang selanjutnya digunakan dalam proses pengambilan keputusan untuk penyelesaian masalah tertentu. [1]

Epistaksis adalah perdarahan akut yang berasal dari lubang hidung, rongga hidung atau nasofaring dan mencemaskan penderita serta para klinisi. Epistaksis sering ditemukan sehari-hari dan mungkin 90% dapat berhenti sendirinya. Epistaksis terbanyak dijumpai pada usia 2-10 tahun dan 50-80 tahun, sering dijumpai pada musim dingin dan kering. Di Amerika Serikat angka kejadian epistaksis dijumpai 1 sampai 7 penduduk. Tidak ada perbedaan yang bermakna antara laki-laki dan wanita. Epistaksis bagian anterior sangat umum dijumpai pada anak dan dewasa muda, sementara epistaksis posterior

sering pada orang tua dengan riwayat penyakit hipertensi atau arteriosklerosis. [2]

Semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan penggunaan teknologi yang begitu pesat, tugas dokter, bidan maupun psikolog dalam melayani masyarakat, untuk konsultasi mengenai mimisan dan untuk mendiagnosa penyakit epistaksis, dapat dibantu oleh sebuah aplikasi komputer sehingga dapat mempermudah pekerjaan mereka.

Penelitian M.Abdurrachman Irfandi terdahulu, yang menggabungkan teknik rule based reasoning dan case based reasoning pernah dilakukan untuk membantu diagnosa penyakit gigi dan mulut pada manusia. Sistem ini menggunakan metode Hybrid Rule Based dan Case Based Reasoning. Dimana rule based akan mengolah gejala tersebut sehingga dapat dideteksi penyakit yang diderita pasien. Gejala tersebut diolah dengan case based reasoning sehingga didapat penyebab dari penyakit tersebut. Solusi penyakit yang didapat dari rule based-case based reasoning akan disaring dengan batasan nilai kesamaan yang ditentukan. Adapun nilai kesamaan yang diterapkan disini adalah dengan tiga metode pengukuran kesamaan yang berbeda yaitu Jeccard

Similarity, Hamming Similarity, dan Cosine

Similarity. [3]

Menurut Edi Faizal dalam jurnal teknologi informasi dan ilmu komputer “Integrasi case based

reasoning dan rule based reasoning untuk

(2)

tumbuh kembang anak”. Metode yang digunakan untuk melakukan diagnosa adalah dengan menggabungkan (hybrid) dua teknik yaitu case based reasoning dan rule based reasoning. Teknik pencocokan antara kasus lama dan kasus baru menggunakan similarity (kedekatan). Pada dasarnya, case based reasoning merupakan salah satu metode yang menggunakan solusi kasus sebelumnya untuk menyelesaikan kasus yang baru. Sedangkan pada teknik rule based reasoning sistem akan melakukan pengecekan data masukan (input) berdasarkan aturan yang telah tersimpan dalam basis aturan (rule base).

Kemudian diproses dengan cara menghitung similaritas dengan kasus sebelumnya yang tersimpan dalam kasus. Bersamaan dengan proses perhitungan similaritas, sistem juga akan melakukan pelacakan berdasarkan belief function and plausible reasoning (fungsi kepercayaan dan pemikiran yang masuk akal). Hasil perhitungan pada masing-masing kasus yang dilakukan berdasarkan teknik case based based reasoning yang diurutkan dari nilai tertinggi ke nilai terendah. [4]

II. TEORITIS A. Sistem Pakar

Salah satu teknik kecerdasan buatan yang menirukan proses penalaran manusia adalah Sistem Pakar. Secara umum, Sistem Pakar (expert system) adalah sistem yang berusaha mengadopsi pengetahuan manusia ke komputer, agar komputer dapat menyelesaikan masalah seperti yang biasa dilakukan oleh para ahli Sistem Pakar yang baik dirancang agar dapat menyelesaikan suatu permasalahan tertentu dengan meniru kerja para ahli. Dengan Sistem Pakar ini, orang awam juga dapat menyelesaikan masalah yang cukup rumit yang sebenarnya hanya dapat diselesaikan dengan bantuan para ahli. Bagi para ahli, Sistem Pakar ini juga akan membantu aktivitasnya sebagai asisten yang sangat berpengalaman. [5]

Ada banyak keuntungan bila menggunakan sistem pakar, diantaranya adalah:

1. Mempermudah pencarian pengetahuan dan nasihat yang diperlukan.

2. Meningkatkan output dan produktivitas.

3. Menyimpan kemampuan dan keahlian seorang pakar.

4. Meningkatkan penyelesaian masalah yang khusus.

5. Meningkatkan reliabilitas.

6. Memberikan respons (jawaban) yang cepat. 7. Merupakan panduan yang cerdas.

8. Dapat bekerja dengan informasi yang kurang lengkap dan mengandung ketidakpastian. 9. Sebagai basis data cerdas, bahwa sistem pakar

dapat digunakan untuk mengakses basis data dengan cara cerdas.

Selain keuntungan di atas, sistem pakar seperti halnya sistem lainnya, juga memiliki kelemahan. Di antaranya adalah:

1. Masalah dalam mendapatkan pengetahuan di mana pengetahuan tidak selalu bisa didapatkan dengan mudah karena kadang kala pakar dari masalah yang kita buat tidak ada, dan kalaupun ada kadang pendekatan yang dimiliki oleh pakar berbeda-beda.

2. Untuk membuat suatu sistem pakar yang benar-benar berkualitas tinggi sangatlah sulit dan memerlukan biaya yang sangat besar untuk pengembangan dan pemeliharaanya.

3. Boleh jadi sistem tidak dapat membuat keputusan.

4. Sistem pakar tidaklah 100% menguntungkan, walaupun seorang tetap tidak sempurna atau tidak selalu benar. Oleh karena itu perlu diuji ulang secara teliti sebelum digunakan. Sehingga dalam hal ini peran manusia tetap merupakan faktor yang dominan. [6]

B. Epistaksis

Epistaksis adalah perdarahan akut yang berasal dari lubang hidung, rongga hidung atau nasofaring dan mencemaskan penderita serta para klinisi. Epistaksis sering ditemukan sehari-hari dan mungkin 90% dapat berhenti sendirinya.

Epistaksis terbanyak dijumpai pada usia 2-10 tahun dan 50-80 tahun, sering dijumpai pada musim dingin dan kering. Di Amerika Serikat angka kejadian epistaksis dijumpai 1 dari 7 penduduk. Tidak ada perbedaan yang bermakna antara laki-laki dan wanita. Epistaksis bagian anterior sangat umum dijumpai pada anak dan dewasa muda, sementara epistaksis posterior sering pada orang tua dengan riwayat penyakit hipertensi atau arteriosklerosis. [2]

Epistaksis atau perdarahan hidung dapat terjadi akibat sebab lokal dan umum atau (kelainan sistemik). Beberapa di antaranya adalah:

1. Etiologi lokal epistaksis dapat berupa:

a. Idiopatik (85% kasus), biasanya merupakan epistaksis ringan dan berulang pada anak dan remaja.

b. Trauma epistaksis dapat terjadi setelah membuang ingus dengan kuat, mengorek hidung, fraktur hidung atau trauma maksilofacial.

c. Iritasi, epistaksis dapat timbul akibat iritasi gas yang merangsang, zat kimia udara panas pada mukosa hidung.

d. Benda asing dan rinolit, dapat menyebabkan epistaksis ringan unilateral disertai ingus yang berbau busuk.

2. Etiologi sistemik epistaksis antara lain:

a. Penyakit kardiovaskuler, misalnya hipertensi dan kelainan pembuluh darah, seperti ateroklerosis, sirosis hepatis, sifilis dan nefritis kronis.

b. Kelainan darah, misalnya leukimia, trombositopenia, dan hemofilia.

c. Infeksi, biasanya infeksi akut pada demam berdarah, influenza, mobili, demam tifoid.

(3)

d. Kelainan endokrin, misalnya kehamilan menarche dan menopause. [7]

Perdarahan pada hidung terdiri dari perdarahan bagian atas, bawah, dan depan. Bagian depan dipendarahi oleh arteri etmoidalis anterior dan

arteri etmoidalis posterior. Arteri tersebut

merupakan cabang dari arteri oftalmika yang berasal dari arteri carotis interna. Bagian bawah hidung dipendarahi oleh arteri palatina mayor dan arteri sfenopalatina, merupakan cabang dari arteri maksilaris interna. Bagian depan dipendarahi oleh cabang-cabang dari arteri fasialis. Pada bagian depan septum terdapat anastomosis dari cabang-cabang arteri sfenopalatina, arteri etmoidalis anterior, arteri labialis superior, dan arteri palatine mayor, yang disebut sebagai pleksus Kiesselbach (Little’s area). Pleksus Kiesselbach letaknya superficial dan mudah cedera oleh trauma, sehingga sering menjadi sumber epistaksis. Vena-vena hidung mempunyai nama yang sama dan berjalan berdampingan dengan arterinya. Vena-vena di hidung tidak memiliki katup, sehingga merupakan faktor predisposisi mudahnya penyebaran infeksi sampai ke intrakranial. [7]

C. Metode Hybrid Cased Based

Hybrid case based adalah sebuah sistem rekomendasi penelitian yang menggunakan kombinasi (hybrid) metode case-based reasoning dan rule based reasoning. CBR merupakan salah satu metode yang menggunkan solusi kasus sebelumnya untuk menyelesaikan kasus yang baru. Sedangkan pada teknik RBR sistem akan melakukan pengecekan data masukan (input) berdasarkan aturan yang telah tersimpan dalam basis aturan (rule base). [4]

Rule Based Reasoning (RBR) merupakan

aturan-aturan logis di mana setiap aturannya didapat dari studi literatur dan informasi dari ahli tanpa melihat kasus yang dihadapi. Selain itu ada beberapa cara alternatif untuk memperoleh aturan tersebut menggunakan metode pembelajaran mesin berdasarkan data empiris yang ada. Satu aturan direpresentasikan dengan: IF <kondisi> THEN <kesimpulan>, di mana setiap kondisi-kondisi dari aturan keaturan yang lainnya terhubung satu dengan yang lain melalui penghubung logika seperti penghubung dan, atau,negasi, serta penghubung lainnya membentuk sebuah fungsi logis.

Implementasi Rule Based Reasoning akan dilakukan saat pencocokan gejala pasien yang terindikasi gejala penyakit. Gejala-gejala tersebut dicocokan dengan literatur berklausa if, dan mendapatkan output binary yang nantinya akan dilihat kecocokannya antara penyakit satu dengan penyakit lainnya.

Case Based Reasoning (CBR) adalah salah satu penyelesaian masalah, di mana masalah tersebut diselesaikan dengan melihat pola atau keadaan yang telah terjadi sebelumnya. Secara formal, CBR

mempunyai 4 langkah utama, yaitu: retrieve, reuse, revise, dan retain. Pada langkah retrieve, kasus yang sebenarnya terjadi diambil. Sebuah kasus terdiri dari permasalahan, solusi dan langkah-langkah bagaimana permasalahan dapat dipecahkan. Permasalahan tersebut mempunyai pola dasar untuk memecahkan masalah yang nantinya bisa dipakai lagi jika menemukan masalah yang mirip dengan masalah ini nantinya. Kemudian pada langkah reuse, kasus yang sudah ada digunakan kembali, dengan cara menyesuaikan masalah dengan keadaan yang terjadi saat ini sehingga permasalahan saat ini mendapatkan solusi yang tepat. Setelah solusi diuji dan kurang memuaskan, solusi akan direvisi sampai menemukan solusi yang diinginkan pada langkah revise. Langkah terakhir adalah retain, di mana kasus akan disimpan bersamaan dengan solusi dan langkah pengerjaannya. Dengan demikian, jika ada permasalahan yang mirip dengan kasus tersebut, solusinya sudah ditemukan.

Implementasi Case Based Reasoning akan dilakukan saat pencocokan gejala pasien yang terindikasi gejala penyakit. Gejala-gejala tersebut dicocokan dengan kasus-kasus sebelumnya dimana kasus tersebut dikumpulkan sebagai binary point,hasil dari Case Based Reasoning ini akan mengeluarkan output binary yang nantinya akan dilihat kecocokannya antara penyakit satu dengan penyakit lainnya.

Langkah-langkah menggunakan metode Hybrid Cased based adalah: [3]

Pengukuran similaritas digunakan sebagai alat dalam basis data seperti clustering dan anova, yang memiliki dua komponen utama pada molekul representasi dan kesamaan koefisien. Pengukuran similaritas merupakan pengambilan fungsi sepasang titik dimana akan ada titik balik pengembalian dari kesamaan nilai. Adapun nilai yang dihasilkan dari pengukuran similaritas adalah nilai similaritas. Nilai similaritas adalah persepsi yang menganut pada satu set prinsip-prinsip yang kesamaannya dapat diterima. Nilai kesamaan merepresentasikan seberapa dekat jarak suatu titik dengan titik lainnya. Terdapat beberapa jenis pengukuran similaritas, di antaranya adalah : jaccard similarity, hamming similarity, dan cosine similarity.

Jaccard adalah suatu indeks yang menunjukkan derajat kesamaan antara suatu himpunan set data dengan himpunan set data yang lain. Dengan demikian nilai dari jaccard dapat diperoleh dari nilai irisan dari kedua himpunan dibagi dengan nilai gabungannya.

Berikut rumus umum Jaccard Similarity: [3] 𝐽 (𝐴, 𝐵) =𝐴∩𝐵

𝐴∪𝐵 Keterangan :

A : Himpunan A B : Himpunan B

A∩B : Irisan himpunan A dengan B A∪B : Gabungan himpunan A dengan B

(4)

Pengukuran kesamaan selanjutnya yang cukup populer adalah Cosine Similarty. Cosine menghitung nilai kosinus sudut antar 2 vektor, yang dalam hal ini text atau biner, dapat dilihat pada formula. Ukuran ini biasa dipakai dalam Information Retrieval, Machine Learning dan Klasifikasi Data Mining. 𝑠𝑖𝑚 (𝐴, 𝐵) =|𝐴|.|𝐵|𝐴 .𝐵 = ∑𝑛𝑖=1(𝐴𝑖.𝐵𝑖)

√∑𝑛𝑖=1𝐴𝑖2 . ∑𝑛𝑖=1𝐵𝑖2

Nilai yang dihasilkan oleh Cosine Similarity berkisar 0 sampai 1, semakin besar nilainya maka sudut yang dihasilkan , Semakin mirip teks yang dibandingkan.

III. ANALISA dan PEMBAHASAN

A. Analisa

Dalam menghadapi suatu permasalahan sering ditemukan jawaban yang tidak memiliki kepastian penuh. Ketidakpastian ini dapat berupa hasil suatu kejadian. Hasil yang tidak pasti disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu aturan yang tidak pasti dan jawaban pengguna yang tidak pasti atas suatu pertanyaan yang diajukan oleh sistem. Hal ini sangat mudah dilihat pada sistem diagnosis penyakit, dimana pakar tidak dapat mendefinisikan hubungan antara gejala dengan penyebabnya secara pasti. Pada akhirnya akan ditemukan banyak kemungkinan diagnosis.

Salah satu cara untuk mendeteksi sejak dini

epistaksis (mimisan) tersebut adalah dengan

memanfaatkan perkembangan bidang study Artificial Intelegence (AI) yang mempelajari serta mampu meniru kecerdasan buatan adalah sistem pakar (Expert System).

Dalam pembangunan sistem berbasis pengetahuan, yang telah diekstrak direpresentasikan ke dalam bentuk yang dapat diproses oleh komputer. Representasi pengetahuan merupakan kombinasi sistem berdasarkan dua elemen , yaitu struktur data penafsiran prosedur yang digunakan sebagai pengetahuan untuk menyimpan struktur data. Maka dari itu konsultasi dengan seorang pakar terdapat beberapa gejala penyakit epistaksis. Dalam basis pengetahuan dimasukan dalam program komputer sehingga komputer berperan sebagai ahli mampu mengidentifikasi gejala penyakit epistaksis.

Metode yang digunakan dalam mendiagnosa penyakit epistaksis yaitu menggunakan metode

hybrid case based. Dimana metode ini

penggabungan antara rule base reasoning dan case based reasoning dimana rule yang sudah ditetapkan oleh pakar sebelumnya dan case berdasarkan kasus yang telah terjadi sebelumnya dari analisa tersebut akan didapatkan hasil diagnosis.

B. Penerapan Metode Hybrid Case Based

Pada sub bab ini terdapat penyelesaian yang mencakup tentang metode Hybrid Case Based yang digunakan dalam sistem pakar pendiagnosaan terjadinya penyakit epistaksis pada masyarakat.

Berikut ini langkah-langkah penyelesaian metode Hybrid Case Based adalah sebagai berikut:

1. Menentukan gejala-gejala dari terjadinya penyakit epistaksis pada manusia.

2. Menyusun gejala-gejala tersebut kedalam sistem dengan pertanyaan yang di ajukan ke user.

3. Menghitung nilai tertinggi atau nilai kepercayaan yang didapat dari setiap gejala-gejala penyakit epistaksis dengan metode Hybrid Case Based.

Hasil akhir berupa Presentase yang dijadikan sebagai nilai kepercayaan dari setiap pertanyaan yang dijawab oleh user, dan kemudian hasil itu menentukan bahwa orang tersebut menderita terjadinya penyakit epistaksis. Nilai 0 menunjukan bahwa user tidak mengalami gejala seperti yang dinyatakan oleh sistem. Semakin pengguna konsultasi yakin bahwa gejala tersebut memang dialami, maka semakin tinggi pula hasil Presentase keyakinan yang diperoleh.

Proses perhitungan Presentase kepercayaan diawali dengan pemecahan sebuah rule yang memiliki premis majemuk, menjadi rule yang memiliki premis tunggal. Kemudian masing-masing aturan baru dihitung Hybrid case based nya, sehingga diperoleh nilai Hybrid case based untuk masing-masing aturan.

Kemudian nilai tersebut dikombinasikan. berikut ini terminologi kepercayaan pengguna konsultasi diberi pilihan jawaban dengan masing-masing bobot:

Tabel 1.Tabel Terminologi Kepercayaan Terminologi Kepercayaan Bobot Kepastian Pasti 1 Hampir Pasti 0.8 Cukup Pasti 0.6 Kurang Pasti 0.4 Ragu 0.2 Tidak Pasti 0

Tabel 2. Tabel Nilai Presentase Kesimpulan

Tingkat

Presentasi Nilai Kemungkinan

0% - 50% Sedikit kemungkinan atau kemungkinan kecil

51% - 79% Kemungkinan 80% - 99% Kemungkinan besar

100% Sangat yakin

Berdasarkan hasil wawancara dengan pakar maka diperoleh data gejala-gejala mengalami Epistaksis yang di terapkan dalam bentuk tabel berikut ini.

(5)

Tabel 3. Gejala-gejala Epistaksis Berdasarkan Aturan Sistem Pakar

Kode Gejala Gejala Nilai Kepastian Nilai Pakar G1 Mimisan dengan volume darah banyak Cukup pasti 0.6 G2 Kulit berubah pucat (wajah) Tidak Pasti 0 G3 Mimisan yang berlangsung lebih dari 30 menit Tidak Pasti 0 G4 Sering mimisan dalam waktu singkat Hampir pasti 0.8 G5 Mimisan yang terjadi setelah operasi didaerah hidung atau sinus Hampir pasti 0.8 G6 Kesulitan bernafas Ragu 0.2 G7 Detak jantung yang tidak beraturan Ragu 0.2 G8 Demam atau mengalami ruam Cukup pasti 0.6 G9 Mimisan yang terjadi setelah mengalami cedera Hampir pasti 0.8 G10 Mimisan yang disertai pendarahan dari lain tubuh, misalnya urine Tidak pasti 0

Dari tabel di atas, sistem dapat memberikan informasi mengenai gejala penyakit epistaksis pada seseorang, jika gejala pada penderita epistaksis sesuai dengan yang di input, maka rule yang dapat digunakan untuk mendiagnosa penyakit epistaksis adalah pada tabel berikut ini.

Tabel 4. Data Gejala-gejala Pada Penyakit Epistaksis Berdasarkan Rule

Rule Gejala Rule 1 IF G1, G4, G5, G8, G9 THEN Epistaksis Rule 2 IF G1, G5, G6, G7, G8 THEN Epistaksis Rule 3 IF G1, G9, G6, G4, G9 THEN Epistaksis Rule 4 IF G4, G8, G9, G5, G7 THEN Epistaksis Rule 5 IF G7, G4, G5, G6, G8 THEN Epistaksis Rule 6 IF G1, G9, G4, G6, G7 THEN Epistaksis Rule 7 IF G1, G5, G4, G9, G8 THEN Epistaksis Rule 8 IF G8, G4, G5, G6, G7 THEN Epistaksis Rule 9 IF G9, G1, G4, G7, G6 THEN Epistaksis Rule 10 IF G8, G4, G5, G8, G1 THEN Epistaksis

Misalkan seorang pasien mengalami suatu jenis gejala dari penyakit epistaksis dengan gejala atau kasus yang baru maka diperoleh sebuah data dalam bentuk sebuah tabel sebagai berikut:

Tabel 5. Input gejala Kasus baru Inputan

Konsultasi Gejala Yang Dinputkan 1 G01, G02, G04, G06, G08, Inputan dari user dicari kemiripan dengan kasus terdahulu, dapat dilihat dari tabel 3.6 sebagai berikut:

Tabel 6. Menentukan Kemiripan Kasus Baru Dengan Kasus Lama

Kode Gejala Gejala Penyakit Epistaksi s Gejala Baru G01 Mimisan dengan volume darah banyak 1 1 G02 Kulit berubah pucat (wajah) 1 1 G03 Mimisan yang berlangsung lebih dari 30 menit 1 G04 Sering mimisan dalam waktu 1 1

(6)

singkat G05 Mimisan yang terjadi setelah operasi didaerah hidung atau sinus 1 G06 Kesulitan bernafas 1 1 G07 Detak jantung yang tidak beraturan 1 G08 Demam atau mengalami ruam 1 1 G09 Mimisan yang terjadi setelah mengalami cedera 1 G10 Mimisan yang disertai pendarahan dari lain tubuh, misalnya urine 1

Tabel 7. Kasus Baru Yang Mirip Terdahulu

Keterangan Gejala

Epistaksis G01, G02, G03, G04, G05,

G06, G07, G08, G09,G10 Kasus Baru G01, G02, G04, G06, G08

Pada sesi penginputan sistem, user diberi jawaban yang masing-masing memiliki bobot sebagai berikut:

Pilihan jawaban “Ya” = 1 Piihan jawaban “Tidak” = 0

Tabel 8. Menghitung Nilai Kemiripan Kasus Lama dan Kasus Baru

Epistaksis Bobot Kpeastian User Penentuan Bobot Kode Gejala Kasus Lama Kode Gejala Kasus Baru G01 G01 0.6 1 G02 G02 0 1 G03 - 0 0 G04 G04 0.8 1 G05 - 0.8 0 G06 G06 0.2 1 G07 - 0.2 0 G08 G08 0.6 1 G09 - 0.8 0 G10 - 0 0

Proses menghitung nilai similarity (kemiripan) kasus terdahulu dengan kasus baru diformulasikan dengan, sebagai berikut:

𝑠𝑖𝑚 (𝐴, 𝐵) = ∑ (𝐴𝑖. 𝐵𝑖) 𝑛 𝑖=1 √∑ 𝐴𝑖2 . ∑ 𝐵 𝑖2 𝑛 𝑖=1 𝑛 𝑖=1 ∑𝑛𝑖=1( 𝐴𝑖 . 𝐵𝑖 ) = (0.6*1) + ( 0 *1) + (0.8 * 1) + (0.2 * 1) + (0.6 * 1) = 2.2 √∑𝑛 𝐴𝑖2 𝑖=1 . ∑𝑛𝑖=1𝐵𝑖2 = (0.62 + 02 + 02 + 0.82 + 0.82 + 0.22 + 0.22 + 0.62 + 0.82 + 02) + (12 + 12 + 12 + 12 + 12 ) = 2.4 𝑠𝑖𝑚 (𝐴, 𝐵) = ∑𝑛𝑖=1(𝐴𝑖.𝐵𝑖) √∑𝑛𝑖=1𝐴2𝑖 . ∑𝑛𝑖=1𝐵𝑖2 = 2.2 2.4 = 0.9166667 = 0.9166667 x 100% = 91.66667%

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa terdapat kemiripan pada kasus terdahulu dengan nilai 91.66667%.

IV. IMPLEMENTASI

1. Form Login

Form login merupakan hak yang diberikan kepada pemakai untuk menggunakan sistem. Pada form login, pemakai harus memilih hak akses mereka, jika pemakai memilih tombol UMUM maka secara langsung pemakai hanya di minta untuk mengisikan username saja tanpa harus mengisikan password.

Gambar 1. Tampilan Form Login 2. Tampilan Form Menu Utama

Menu utama merupakan interface antar

pengguna dan sistem pakar. Dapat dilihat pada gambar 2. berikut ini:

(7)

Gambar 2. Tampilan Form Menu Utama 3. Tampilan Form Data Gejala

Form data gejala hanya dapat di akses oleh admin, form ini berfungsi untuk mengedit data gejala. Dapat dilihat pada gambar 3. berikut ini:

Gambar 3. Tampilan Form Data Gejala 4. Tampilan Form Konsultasi

Didalam form ini, pemakai diminta untuk mengisi biodata dan setelah itu pemakai melakukan konsultasi dengan memilih tombol “Konsultasi” kemudian menjawab pertanyaan yang diajukan oleh sistem. Tampilan form Konsultasi dapat dilihat pada Gambar 4. sebagai berikut:

Gambar 4. Tampilan Form Data User

Gambar 5. Tampilan Form Pertanyaan

5. Tampilan Form Hasil

Setelah pemakai menjawab semua pertanyaan dari sistem, maka secara otomatis form hasil akan muncul seperti gambar 6. berikut

Gambar 6. Tampilan Form Hasil

V. KESIMPULAN

Dari hasil penulisan dan analisa dari sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan-kesimpulan, dimana kesimpulan-kesimpulan tersebut kiranya dapat berguna bagi para pembaca, sehingga penulisan skripsi ini dapat lebih bermanfaat. Adapun kesimpulan-kesimpulan tersebut adalah sebagai berikut :

1. Mengetahui Gejala-gejala yang terdapat pada penderita penyakit epistaksis yaitu dengan wawancara dan observasi dengan pakar. 2. Menerapkan metode Hybrid cased based

dengan cara menentukan gejala-gejala dari penyakit epistaksis, menyusun gejala-gejala tersebut ke dalam sistem dengan pertanyaan yang di ajukan ke user, gejala-gejalanya yaitu mimisan dengan volume darah banyak, kulit berubah pucat, Mimisan yang berlangsung lebih dari 30 menit, sering mimisan dalam waktu singkat, mimisan yang terjadi setelah operasi didaerah hidung atau sinus, kesulitan bernafas, detak jantung yang tidak beraturan, demam atau mengalami ruam, mimisan yang terjadi setelah mengalami cedera, dan mimisan yang disertai pendarahan dari lain tubuh, misalnya urine.

3. Perancangan aplikasi sistem pakar menggunakan Visual basic.Net 2008, form yang dirancang yaitu form Login, form menu utama, form data gejala, form data user, form konsultasi, form hasil dan MysQL yang digunakan untuk menyimpan database untuk menghasilkan sebuah sistem yang dapat melakukan proses mendiagnosa penyakit pada penyakit epistaksis.

(8)

REFERENSI

[1] Marimin, Teori dan Aplikasi Sistem Pakar Dalam Teknologi Manajerial, 1st ed. Bogor: Penerbit : IPB Press, 2007.

[2] D.Munir, "Epistaksis," Majalah Kedokteran Nusantara, vol. 39, pp. 274-275, 2006.

[3] A.Romadhony, S.Saadah M.A.Irfandi, "Implementasi Sistem Pakar Diagnosa Penyakit Gigi dan Mulut Menggunakan Metode Hybrid Case Based dan Rule Based Reasoning," Telkom University, pp. 219-225, 2015.

[4] E.Faizal, "Integrasi Case Based Reasoning dan Rule Based Reasoning Untuk Pengembangan Sistem Pendeteksi Dini Gangguan Tumbuh Kembang Anak," Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer STMIK El Rahma, vol. 13, 2015.

[5] S. Rahayu, "Sistem pakar untuk mendiagnosa penyakit gagal ginjal ," Pelita Informatika Budi Darma, vol. IV, no. 3, p. 2, Agustus 2013.

[6] M. Arhami A. Desiani, Konsep Kecerdasan Buatan. Yogyakarta: Andi, 2006.

[7] N. Handayani, "Pengalaman perawat pada pertolongan pertama penatalaksanaan Epistaksis," 2014.

Gambar

Tabel 2. Tabel Nilai Presentase Kesimpulan  Tingkat
Tabel 4.  Data Gejala-gejala Pada Penyakit
Tabel 8. Menghitung Nilai Kemiripan Kasus Lama  dan Kasus Baru
Gambar 2.  Tampilan Form Menu  Utama  3.  Tampilan Form Data Gejala

Referensi

Dokumen terkait

Agak sulit menentukan nama ulama yang tepat yang menjadi rujukan Syeikh Nawawi, sebab Al-Ghazali yang disebut-sebut dalam Qami’ al-Tugyan tidak menyebut redaksi

Jika komputer Anda dan perangkat yang terpasang tidak mati secara otomatis saat Anda menutup sistem operasi, tekan dan tahan tombol daya selama 6 detik untuk mematikannya1.

Dari beberapa definisi yang dikemukakan oleh para ahli di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang menempatkan

Parameter yang digunakan dalam proses pengujian didapatkan dari proses pembelajaran yang telah dilakukan sebelumnya, yaitu berdasarkan ciri yang telah didapatkan

Pasar Uang Antar bank Ber- dasarkan Prinsip Syariah (PUAS) adalah kegiatan investasi jangka pendek dalam rupiah antar peserta pasar berdasarkan prinsip Mudha- rabah,

akibat hukum atas musnahnya benda bergerak sebagai jaminan fidusia terkait perjanjian kredit pada Bank Nagari Cabang Pasar Raya Padang dan kendala- kendala dalam penyelesaian

✓ ✓ Requirement ini bersifat “Fit” sehingga tidak perlu Customizing/ Developing Sistem memiliki kemampuan untuk melakukan pengurangan stock barang sesuai dengan

Alhamdulillah, dengan segenap kerendahan hati dan ketulusan jiwa, penulis panjatkan puji syukur kepada Allah SWT yang senantiasa melimpahkan rahmat, karunia dan