• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan antara Kualitas dan Kuantitas Tidur dengan Nilai Modul pada Mahasiswa Kedokteran Praklinik Universitas Tanjungpura

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Hubungan antara Kualitas dan Kuantitas Tidur dengan Nilai Modul pada Mahasiswa Kedokteran Praklinik Universitas Tanjungpura"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN ANTARA KUALITAS DAN KUANTITAS TIDUR DENGAN NILAI MODUL PADA MAHASISWA KEDOKTERAN PRAKLINIK

UNIVERSITAS TANJUNGPURA

FRIDAYANA I11108050

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS TANJUNGPURA PONTIANAK

(2)

Hubungan Antara Kualitas dan Kuantitas Tidur dengan Nilai Modul pada Mahasiswa Kedokteran Praklinik Universitas Tanjungpura

Fridayana1; Jojor Putrini Sinaga2; Nawangsari3

Abstrak

Latar Belakang: Beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan hubungan antara tidur dengan konsolidasi memori. Mahasiswa kedokteran memiliki kualitas tidur buruk dan kuantitas tidur kurang dikarenakan tekanan pendidikan dan aktivitasnya yang tinggi. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kualitas dan kuantitas tidur dengan nilai modul. Metode: Penelitian analitik dengan desain

cross-sectional. Sampel diambil dari semester 2, 4, dan 6 dengan jumlah

sebanyak 126 orang. Instrumen yang digunakan adalah Pittsburgh Sleep

Quality Index (PSQI) dan Sleep Timing Questionnaire (STQ). Data

dianalisis dengan uji chi-square. Hasil: Mahasiswa kedokteran praklinik sebesar 72,2% mengalami kualitas tidur buruk dan 70,6% memiliki kuantitas tidur kurang. Responden lebih banyak mendapatkan nilai modul cukup (57,1%) dan lebih sedikit mendapatkan nilai modul baik (19,8%). Responden dengan kualitas tidur baik lebih banyak mendapatkan nilai modul baik (28,6%) dan lebih sedikit mendapatkan nilai modul kurang (8,6%). Responden dengan kuantitas tidur cukup lebih banyak mendapatkan nilai modul kurang (32,4%) dan lebih sedikit mendapatkan nilai modul baik (21,6%). Kesimpulan: Terdapat hubungan yang bermakna antara kualitas tidur dengan nilai modul (p=0,038). Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara kuantitas tidur dengan nilai modul (p=0,197).

Kata kunci: Kualitas tidur, kuantitas tidur, nilai modul

1) Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran, Universitas Tanjungpura, Pontianak, Kalimantan Barat.

2) Departemen Psikiatri, RSUD dr. Rubini, Mempawah, Kalimantan Barat. 3) Departemen Histologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Tanjungpura,

(3)

The Relationship Between Quality and Quantity of Sleep with A Grade of Module in Preclinical Medical Students of Universitas

Tanjungpura

Fridayana1; Jojor Putrini Sinaga2; Nawangsari3

Abstract

Background: Some previous studies had shown a relationship between

sleep and consolidation of memory. Medical students had more tedency in poor quality of sleep and insufficient quantity of sleep due to their education and high activities. Objective: This study aimed to investigated the relationship between the quality and the quantity of sleep with the grade of module that had been achieved. Methods: This research was a cross-sectional analytic study which samples taken from 2nd, 4th, and 6th semesters, with a total of 126 participants. The data were collected used Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI), Sleep Timing Questionnaire (STQ), and analyzed with chi-square test. Results: The medical preclinical students who had a poor quality of sleep was 72.2% and insufficient quantity of sleep was 70.6%. Most of the respondents had an average grade in modul (57,1%) and fewer of the respondents had a high grade in modul (19,8%). The respondents with a good quality of sleep achieved a high grade in modul (28,6%) and fewer had a low grade in modul (8,6%). The respondents with an average quantity of sleep achieved low grade in modul (32,4%) and fewer had a high grade in modul (21,6%).

Conclusion: There is a significant relationship between quality of sleep

and a grade of module (p=0,038) and no significant relationship between quantity of sleep and a grade of module (p=0,197).

Keywords: Quality of sleep, quantity of sleep, a grade of module

1) Medical school, Faculty of Medicine, University of Tanjungpura, Pontianak, West Kalimantan.

2) Department of Psychiatry, doctor Rubini General Hospital, Mempawah, West Kalimantan.

3) Department of Histology, Faculty of Medicine, University of Tanjungpura, Pontianak, West Kalimantan.

(4)

PENDAHULUAN

Tidur merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia dan memiliki pengaruh terhadap kualitas hidup, fisik, serta kesehatan mental.1 Beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan hubungan antara tidur dengan memori. Penelitian oleh Gais dan Born2 dilaporkan bahwa memori deklaratif dibentuk saat tidur gelombang lambat. Penelitian lain oleh Peigneux et al.3 dilaporkan memori diperkuat di hipokampus manusia saat tidur gelombang lambat.

Mahasiswa kedokteran berisiko mengalami gangguan tidur karena pendidikan dan aktivitasnya yang berhubungan dengan stres tingkat tinggi, tekanan pendidikan, dan aktivitas berlebihan di malam hari.1 Penelitian-penelitian dilaporkan di berbagai negara bahwa tingkat distres psikologis, ansietas, dan depresi yang tinggi terdapat pada mahasiswa kedokteran.4,5,6,7

Penelitian di Universitas Nigeria, Di Brazil, di Universitas Kedokteran Internasional Malaysia, dan di Universitas Riau juga dilaporkan bahwa mahasiswa kedokteran memiliki kualitas tidur yang buruk masing-masing sebesar 32,5%, 38,9%, 16,1%, dan 84%.6,8,9,10

Mahasiswa yang tidur lebih lama mempunyai nilai yang lebih baik.11,12 Penelitian oleh Medeiros et al.9 dilaporkan bahwa mahasiswa dengan siklus tidur-bangun yang tidak teratur dan kurang tidur menunjukkan nilai akademik yang lebih rendah. Penelitian oleh Eliasson dan Lettieri13 dilaporkan mahasiswa dengan nilai yang lebih baik mempunyai hubungan yang signifikan dengan tidur lebih awal dan bangun lebih awal. Sebuah penelitian meta-analisis disimpulkan kualitas tidur yang buruk, kurang tidur, dan mengantuk di siang hari secara signifikan berhubungan dengan nilai akademik yang lebih rendah.14

Berdasarkan data sekunder akademik program studi pendidikan dokter pada tahun 2009, rata-rata indeks prestasi kumulatif (IPK) menurun mulai

(5)

dari semester 1 hingga 5, dan sedikit peningkatan pada semester 6 hingga 8.15 Di Fakultas Kedokteran Universitas Tanjungpura, tiap semester terdiri atas modul-modul yang menentukan IPK mahasiswa. Oleh karena tidur berperan dalam konsolidasi memori, faktor yang perlu diketahui adalah bagaimana kualitas dan kuantitas tidur mahasiswa serta hubungannya dengan nilai modul.

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini merupakan studi analitik komparatif dengan metode pengumpulan data cross-sectional. Sampel yang diambil adalah mahasiswa kedokteran praklinik program studi pendidikan dokter Universitas Tanjungpura semester 2, 4, dan 6. Pemilihan sampel dilakukan dengan cara berdasarkan peluang secara stratified sampling. Sampel yang didapatkan berjumlah 126 orang dengan pembagian pada masing-masing semester adalah 42 orang (21 pria dan 21 wanita).

Instrumen penelitian yang digunakan adalah kuesioner yang terdiri atas 3 jenis kuesioner, yaitu Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) atau kuesioner A untuk menilai kualitas tidur, Sleep Timing Questionnaire (STQ) atau kuesioner B untuk menilai kuantitas tidur dengan melihat jam tidur, jam bangun, dan latensi tidur, serta kuesioner yang dirancang sendiri untuk mengetahui faktor-faktor yang dapat mempengaruhi tidur atau kuesioner C. Kuesioner C terdiri atas beberapa pertanyaan yang meliputi masalah yang sedang dihadapi dalam satu bulan terakhir, kondisi akademik yang mengganggu tidur malam, konsumsi kafein, aktivitas yang membuat terjaga di malam hari, keadaan lingkungan dan kondisi fisik yang mengganggu tidur malam.

Pengambilan data dilakukan pada minggu ke-4 modul. Pengisian kuesioner A dilakukan tiap minggu sebanyak 4 kali dimulai pada minggu ke-4 modul. Kuesioner B dan C diisi pada minggu ke-6 modul. Sebelum

(6)

mengisi kuesioner, terlebih dahulu dijelaskan maksud dan tujuan penelitian. Waktu pengisian kuesioner masing-masing 5 menit. Nilai modul didapatkan dari penanggung jawab modul.

Hasil penelitian akan dianalisis secara univariat dan bivariat. Uji hipotesis

chi square dilakukan untuk mengetahui hubungan antara kualitas dan

kuantitas tidur dengan nilai modul.

HASIL DAN PEMBAHASAN Tabel 1. Distribusi Kualitas Tidur

Kualitas Tidur Jumlah Persentase (%)

Baik (PSQI ≤5) 35 27,8

Buruk (PSQI >5) 91 72,2

Total 126 100

Keterangan: PSQI (Pittsburgh Sleep Quality Index)

Berdasarkan hasil penelitian kualitas tidur buruk dialami oleh 72,2% responden (Tabel 1). Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil yang didapatkan di Universitas Nigeria, Universitas Zahedan Iran, dan Universitas Riau (>60% mengalami kualitas tidur buruk).1,8,10 Namun, hasil penelitian ini lebih tinggi dibandingkan dengan mahasiswa kedokteran di negara lain seperti Universitas di Brazil, Universitas di Taiwan, dan Universitas Internasional Malaysia, yaitu 38,9%, 33,8%, dan 16,1%.6,9,16 Kualitas tidur mahasiswa kedokteran secara signifikan lebih buruk daripada orang dewasa normal yang diduga akibat keadaan sosial demografi dan higienitas tidur (sleep hygiene) yang buruk.17 Kualitas tidur pada mahasiswa kedokteran perlu ditingkatkan melalui program edukasi higienitas tidur.18,19,20

Tabel 2. Proporsi Kualitas Tidur dengan Jenis Kelamin

Kualitas tidur Jenis Kelamin Total Pria Wanita

Baik (PSQI ≤5) 21 (60,0%) 14 (40,0%) 35 (100%) Buruk (PSQI >5) 42 (46,2%) 49 (53,8%) 91 (100%)

(7)

Kualitas tidur buruk paling banyak dialami oleh wanita (53,8%) daripada pria (46,2%) (Tabel 2). Penelitian lain juga menyebutkan bahwa wanita mengalami kualitas tidur yang lebih buruk daripada pria.1,8,21 Wanita pada usia reproduksi memiliki kualitas tidur yang lebih buruk dan cenderung mengalami insomnia dibandingkan pria.22,23 Pada wanita, gangguan tidur meningkat pada siklus mentruasi fase luteal.22,24 Namun, tidak ada bukti adanya gangguan tidur dari hasil polisomnografi pada wanita yang mengalami Premenstrual Syndrome (PMS).24

Tabel 3. Distribusi Kuantitas Tidur

Kuantitas Tidur Jumlah Persentase (%)

Kurang (<7 jam) 89 70,6

Cukup (7-9 jam) 37 29,4

Lama (>9 jam) 0 0,0

Total 126 100

Kuantitas tidur kurang dialami oleh 70,6% responden (Tabel 3). Penelitian oleh Brick et al.17 pada mahasiswa dengan usia 21-43 tahun dilaporkan memiliki rata-rata tidur 6 jam 34 menit setiap malamnya. Durasi tidur ini tidak jauh berbeda dengan yang telah dilaporkan oleh National Sleep

Foundation (NSF)25 pada responden usia 18-45 tahun, yaitu rata-rata tidur 6 jam 45 menit tiap malam. Pada penelitian Kang dan Chen16 dilaporkan sebesar 46,9% mahasiswa kedokteran tidur <7 jam dengan rata-rata kuantitas tidur, yaitu 6,7±1,3 jam. Jika dibandingkan dengan mahasiswa hukum dan ekonomi, mahasiswa kedokteran menghabiskan banyak waktu untuk belajar, lebih cemas terhadap pendidikannya, dan kurang puas dengan hasil yang didapatkan.21 Aktivitas yang tinggi dan tekanan pendidikan pada mahasiswa kedokteran dapat menyebabkan terjadinya deprivasi tidur.26

Penelitian pada dewasa muda menunjukkan bahwa dibutuhkan tidur malam 8-9 jam untuk menghilangkan ngantuk yang disebabkan kurangnya waktu tidur.27,28 Kekurangan tidur dapat menyebabkan penurunan

(8)

kewaspadaan, penurunan dalam ingatan jangka pendek, salah pengucapan, mudah tersinggung, dan sulit berkonsentrasi.29

Tabel 4. Distribusi Kuantitas Tidur dengan Jenis Kelamin

Kuantitas tidur Jenis Kelamin Total Pria Wanita

Kurang (<7 jam) 44 (49,4%) 45 (50,6%) 89 (100%) Cukup (7-9 jam) 19 (51,3%) 18 (48,7%) 37 (100%) Lama (>9 jam) 0 (0,0%) 0 (0,0%) 0 (0,0%)

Kuantitas tidur kurang lebih banyak dialami oleh wanita (50,6%) daripada pria (49,4%) (Tabel 4). Wanita lebih sering mengeluhkan gejala insomnia, mudah terbangun pada malam hari dan sulit untuk tertidur lagi beberapa kali dalam seminggu daripada pria.22,30 Faktor lainnya yang mungkin mengurangi durasi tidur adalah obesitas. Pada wanita yang mengalami obesitas dengan IMT ≥35 kg/m2 lebih banyak daripada pria (10,9% pada wanita dan 6,8% pada pria). Tidur yang kurang berhubungan dengan kenaikan berat badan, dan sebaliknya obesitas merupakan faktor risiko insomia.22

Tabel 5. Distribusi Nilai Modul

Nilai Modul Jumlah Persentase (%)

Baik (≥80) 25 19,8

Cukup (70-79) 72 57,1

Kurang (<70) 29 23,0

Total 126 100

Responden lebih banyak mendapatkan nilai cukup (57,1%) pada modul yang diikuti, tetapi yang mendapatkan nilai kurang lebih banyak daripada nilai baik (Tabel 5). Penelitian ini sesuai dengan penelitian oleh Bahammam et al.31 pada mahasiswa kedokteran dengan rata-rata usia 20,37 tahun dilaporkan sebagian besar responden mempunyai prestasi akademik rata-rata (72%).

(9)

Tabel 6. Distribusi Nilai Modul pada Tiap Modul Modul Nilai Modul Total Baik (≥80) Cukup (70-79) Kurang (<70) Neurosains 1 (2,4%) 17 (40,5%) 24 (57,1%) 42 (100%) Kardiovaskular 4 (9,5%) 33 (78,6%) 5 (11,9%) 42 (100%) Hematologi-Onkologi 20 (47,6%) 22 (52,4%) 0 (0,0%) 42 (100%) Berdasarkan hasil penelitian responden paling banyak mendapatkan nilai modul kurang pada modul neurosains (Tabel 6). Hasil penelitian tersebut menunjukkan modul neurosains memiliki tingkat kesulitan paling tinggi dibandingkan kedua modul yang lain. Modul kardiovaskular memiliki tingkat kesulitan lebih tinggi dibandingkan modul hematologi-onkologi. Hal ini dapat dilihat dari jumlah mahasiswa yang memperoleh nilai modul baik lebih banyak dan tidak ada yang memperoleh nilai modul kurang.

Perbedaan tingkat kesulitan tiap modul dapat dikarenakan berbedanya jumlah SKS modul. Modul neurosains berjumlah 6 SKS, modul kardiovaskular dan hematologi-onkologi berjumlah 5 sks. Satuan Kredit Semester (SKS) digunakan sebagai ukuran besarnya beban studi mahasiswa, besarnya pengakuan atas keberhasilan usaha belajar mahasiswa, besarnya usaha belajar yang diperlukan mahasiswa untuk menyelesaikan suatu program semesteran, dan besarnya usaha penyelenggaraan pendidikan bagi tenaga pengajar.32 Jadi, semakin besar SKS, besarnya beban studi dan usaha belajar mahasiswa juga semakin besar. Modul neurosains, kardiovaskular, dan hematologi-onkologi secara berurutan dilaksanakan pada semester 2, 4, dan 6. Penelitian sebelumnya dilaporkan mahasiswa dengan masa studi yang lebih lama telah memiliki strategi coping yang lebih baik terhadap perkuliahan dan kurikulum yang dihadapi.17

(10)

Gambar 1. Distribusi Masalah Satu Bulan Terakhir

Gambar 2. Distribusi Pandangan Subjektif Terhadap Tidur Mengenai Masalah yang Dialami Satu Bulan Terakhir

Masalah yang paling banyak dialami responden dalam satu bulan terakhir adalah masalah perkuliahan (63,2%) dan paling sedikit masalah kesehatan (3%) (Gambar 1). Sebesar 51,9% responden mengaku bahwa masalah tersebut mengganggu tidur (Gambar 2). Masalah dapat menyebabkan gangguan tidur oleh karena ketidakmampuan mengelola stres yang dialami sehingga menjadi suatu distres psikologis. Sebesar 48,1% tidak menganggap masalah tersebut mengganggu tidur. Hal ini mungkin terdapat suatu strategi coping atau adanya pertahanan terhadap

stressor sehingga stressor tersebut tidak mengganggu fungsi kehidupan.33

(11)

Berikut ini adalah kondisi akademik yang paling sering mengganggu tidur malam, yaitu saat akan ujian (33,7%), tugas yang menumpuk (29,4%), jadwal belajar mengajar yang padat (15,0%), jadwal belajar mengajar yang sering berubah (13,3%), dan kegiatan organisasi (8,6%) (Gambar 3). Kondisi akademik tersebut adalah stressor yang dihadapi oleh mahasiswa. Jika stres tersebut menjadi sebuah distres bagi mahasiswa, hal tersebut dapat berdampak pada tidur mahasiswa. Mahasiswa kedokteran lebih banyak menghabiskan waktu yang seharusnya untuk tidur, tetapi digantikan dengan belajar sehingga banyak mahasiswa kedokteran memiliki kualitas tidur buruk dan kuantitas tidur kurang.

Gambar 4. Distribusi Konsumsi Kafein

Kafein biasanya digunakan untuk dapat membantu terjaga di malam hari. Dari 32 mahasiswa (25,4%) sebesar 88,6% mengkonsumsi kopi, sebesar 5,8% teh, serta sisanya minuman bersoda dan minuman berenergi masing-masing 2,8% (Gambar 4). Pada penelitian ini, hanya ditanyakan penggunaan kafein, tidak mencakup frekuensi dan banyaknya kafein yang dikonsumsi. Penelitian oleh Brick et al.17 Secara statistik dari penelitian sebelumnya, penggunaan kafein tidak bermakna dalam memprediksi kualitas tidur buruk. Begitu pula, tidak ada hubungan antara konsumsi kafein dengan prestasi akademik.31 Konsumsi kafein dapat mengganggu tidur pada malam hari. Kafein merupakan antagonis adenosin yang merupakan salah satu senyawa yang dapat memacu terjadinya tidur. Adenosin memiliki efek inhibitor pada sistem modulator asetilkolin, norepinefrin dan serotonin. Kafein dapat menurunkan kualitas tidur

(12)

seseorang dengan menurunkan kuantitas tidur gelombang lambat dan tidur REM serta meningkatkan jumlah keadaan terjaga.34

Gambar 5. Distribusi Aktivitas yang Membuat Terjaga di Malam Hari Aktivitas yang paling banyak membuat terjaga di malam hari antara lain bermain game (31,7%), baca/belajar (23,8%), nonton (20,8%),

browsing/chatting/online (11,9%), mendengarkan musik (8,9%), dan

bermain telepon genggam (handphone) (2,9%) (Gambar 5). Aktivitas di tempat tidur seperti membaca atau menonton berhubungan dengan kualitas tidur yang buruk secara subjektif.35 Mahasiswa kedokteran dilaporkan sebesar 56,1% belajar di tempat tidur.17 Mengerjakan tugas, menonton televisi, dan menggunakan komputer pada saat akan tidur mengganggu kualitas tidur.36 Berdasarkan analisis regresi logistik multipel menunjukkan penggunaan telepon genggam untuk bertelepon dan berkirim pesan pada malam hari setelah lampu dimatikan berhubungan dengan gangguan tidur (durasi tidur berkurang, kualitas tidur buruk,

daytime sleepiness, dan gejala insomnia).37

(13)

Beberapa keadaan berikut ini mengganggu tidur, yaitu suhu ruangan panas (53,3%), keadaan sekitar yang bising/ ribut (20,6%), suhu ruangan dingin (13,9%), tempat tidur yang tidak nyaman (6,7%), kebiasaan tertentu teman tidur (5,4%), dan kabut asap (0,1%) (Gambar 6). Suhu ruangan di atas 24°C dan di bawah 12°C akan mengganggu tidur. Namun, suhu yang mengganggu tidur ini berbeda pada tiap orang tergantung baju atau bahan selimut yang digunakan. Banyak peneliti percaya suhu ruangan yang tidak terlalu dingin berpengaruh terhadap tidur yang baik.36 Penelitian oleh Mizuno dan Mizuno38 dilaporkan pajanan panas meningkatkan kejadian terbangun serta menurunkan tidur gelombang lambat dan tidur REM. Sedangkan, pajanan dingin tidak mempengaruhi stadium tidur. Hal ini karena menyesuaikan suhu internal tubuh yang turun selama malam hari sampai level terendah (pada orang sehat, hal ini terjadi 4 jam setelah tidur). Bising pada tingkat 40-70 desibel akan membuat terjaga. Artinya tetesan air dari keran, suara ribut dari tetangga atau kamar sebelah, dan bunyi detik jam yang keras dapat mengurangi waktu tidur.36 Tempat tidur dan bantal yang empuk, serta tidak sempit dapat membuat tidur malam jadi lebih baik. Selain itu, gangguan tidur pada teman sekamar dapat berefek juga pada tidur seseorang, seperti mengorok dan gerakan kaki teman tidur yang tidur seranjang. Berdasarkan survei NSF tahun 2005, sebesar 67% responden melaporkan teman sekamarnya mengorok, dan 38% teman sekamarnya mengalami gangguan tidur.36 Cahaya terang dapat membantu tetap sadar selama siang hari, tetapi cahaya terang dapat mengganggu saat akan tidur malam.36 Keadaan gelap dapat membantu tidur jadi lebih baik karena hormon melatonin yang merangsang tidur banyak dikeluarkan dalam keadaan gelap.39

(14)

Gambar 7. Distribusi Kondisi Fisik yang Mengganggu Tidur

Gangguan fisik yang sering mengganggu tidur adalah sakit kepala/ pusing (44,0%), nyeri pada punggung/ pinggang (22,7%), nyeri sendi/otot dan sindrom dispepsia masing-masing sebesar 11,9%, batuk/pilek (7,1%), dan nyeri menelan (2,4%) (Gambar 7). Ketika nyeri pertama kali dirasakan, sebagian besar orang tidak mengalami kurang tidur. Namun, ketika nyeri menjadi suatu masalah tidur, masalah tersebut seperti lingkaran yang akan dirasakan makin memburuk tiap malamnya. Penyebab hilangnya tidur akibat nyeri antara lain nyeri punggung/ pinggang, sakit kepala, nyeri pada wajah karena sindrom sendi temporomandibular, artritis, dan fibromialgia. Pada wanita juga sering mengeluhkan nyeri abdominal karena sindrom premenstruasi.40 Nyeri punggung/ pinggang kronik juga meningkatkan prevalensi dan berhubungan dengan insomnia.41 Sebuah percobaan eksperimental dilaporkan bahwa nyeri menginduksi

microarousal dan meningkatkan kejadian terbangun pada subjek

normal.42,43

Tabel 7. Proporsi Kualitas Tidur dengan Nilai Modul Kualitas Tidur Nilai Modul Total Nilai p Baik (≥80) Cukup (70-79) Kurang (<70) Baik (PSQI ≤5) 10 (28,6%) 22 (62,8%) 3 (8,6%) 35 (100%) 0,038 Buruk (PSQI >5) 15 (16,5%) 50 (54,9%) 26 (28,6%) 91 (100%) Keterangan: PSQI (Pittsburgh Sleep Quality Index)

(15)

Tabel 8. Proporsi Kualitas Tidur dengan Nilai Modul pada Tiap Modul Modul Kualitas Tidur Nilai Modul Total Baik (≥80) Cukup (70-79) Kurang (<70) Neurosains Baik 1 (12,5%) 4 (51,6%) 3 (43,9%) 8 (100%) Buruk 0 (0,0%) 13 (38,2%) 21 (61,8%) 34 (100%) Kardiovaskular Baik 2 (14,3%) 12 (85,7%) 0 (0,0%) 14 (100%) Buruk 2 (7,1%) 21 (75,0%) 5 (17,9%) 28 (100%) Hematologi-Onkologi Baik 7 (58,3%) 5 (41,7%) 0 (0,0%) 12 (100%) Buruk 13 (43,3%) 17 (56,7%) 0 (0,0%) 30 (100%) Berdasarkan uji Chi-square terhadap kualitas tidur dan nilai modul didapatkan hasil bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara kualitas tidur dengan nilai modul mahasiswa kedokteran praklinik (p=0,038). Diketahui bahwa mahasiswa dengan kualitas tidur baik lebih banyak mendapatkan nilai modul yang baik (28,6%) dan cukup (62,8%), serta lebih sedikit mendapatkan nilai modul yang kurang (8,6%) (Tabel 7). Sebagian besar mahasiswa mengalami kualitas tidur buruk pada tiap modul dengan jumlah terbanyak pada modul neurosains. Namun, mahasiswa dengan kualitas tidur baik yang mengikuti modul neurosains lebih banyak mendapatkan nilai modul kurang (Tabel 8). Modul neurosains memiliki jumlah sks terbanyak, yaitu 6 SKS dibandingkan kedua modul yang lain sehingga beban studi yang ditanggung mahasiswa lebih banyak. Hal ini mungkin menyebabkan kualitas tidur buruk paling banyak pada modul neurosains. Menurut Brick et al.17 mahasiswa tahun pertama cenderung mengalami kualitas tidur buruk dikarenakan perubahan kondisi sosial dan akademik pada perguruan tinggi sehingga walaupun kualitas tidur baik, masih banyak mahasiswa yang mendapatkan nilai modul kurang.

(16)

Beberapa penelitian sebelumnya juga menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara kualitas tidur dengan nilai modul. Penelitian pada Mahasiswa kedokteran di Estonia menunjukkan terdapat hubungan antara kualitas tidur dengan kemajuan akademik (P<0,001).44 Sebuah penelitian meta-analisis oleh Dewald et al.14 dilaporkan kualitas tidur yang lebih baik berhubungan dengan prestasi akademik yang lebih baik pula (P<0,001). Penelitian pleh Howell et al.45 dilaporkan terdapat korelasi antara kualitas tidur yang buruk dengan prestasi akademik lebih buruk. Akan tetapi, penelitian lain dilaporkan bahwa kualitas tidur subjektif tidak mempunyai hubungan yang bermakna dengan nilai ujian (P=0,832).46

Berdasarkan penjelasan sebelumnya, diketahui bahwa tidur berperan dalam konsolidasi memori dan pembelajaran. Konsolidasi memori deklaratif terjadi pada tidur gelombang lambat (tidur NREM). Sedangkan, memori non-deklaratif terkonsolidasi saat tidur REM. Selama keadaan sadar/ bangun, informasi yang diterima masuk ke hipokampus regio CA3 melewati entorhinal cortex, tempat informasi disimpan sementara tanpa menganggu informasi yang diterima sebelumnya. Selama tidur REM dan tidur NREM, informasi tersebut dibawa ke neokorteks untuk disimpan secara permanen.2 Hubungan antara hipokampus dan neokorteks ini ditunjukkan dengan aktivitas spindel yang terekam pada EEG saat tidur.47 Adanya aktivitas spindel ini berhubungan dengan influks kalsium masif ke dalam sel piramidal melewati calcium-sensitive kinase (CSKII) yang memicu sel menginduksi perubahan sinaps dalam peranan penyimpanan ingatan jangka panjang.48 Penelitian di atas menunjukkan jika kualitas

tidur baik, maka konsolidasi memori yang terjadi saat tidur akan lebih maksimal. Namun, tidur yang baik saja tidak cukup untuk memperoleh nilai yang baik. Tanpa adanya informasi baru yang didapatkan dengan belajar, maka tidak akan ada informasi yang diterima oleh hipokampus untuk dikonsolidasikan saat tidur.

(17)

Tabel 10. Proporsi Kuantitas Tidur dengan Nilai Modul Kuantitas Tidur Nilai Modul Total Nilai p Baik (≥80) Cukup (70-79) Kurang (<70) Kurang (<7 jam) 17 (19,1%) 55 (61,8%) 17 (19,1%) 89 (100%) 0,197 Cukup (7-9 jam) 8 (21,6%) 17 (46,0%) 12 (32,4%) 37 (100%) Lama (>9 jam) 0 (0,0%) 0 (0,0%) 0 (0,0%) 0 (0,0%)

Tabel 10. Proporsi Kuantitas Tidur dengan Nilai Modul pada Tiap Modul Modul Kuantitas Tidur Nilai Modul Total Baik (≥80) Cukup (70-79) Kurang (<70) Neurosains Kurang (<7 jam) 1 (4,2%) 16 (66,7%) 7 (29,1%) 24 (100%) Cukup (7-9 jam) 2 (11,2%) 8 (44,4%) 8 (44,4%) 18 (100%) Lama (>9 jam) 0 (0,0%) 0 (0,0%) 0 (0,0%) 0 (0,0%) Kardiovaskular Kurang (<7 jam) 2 (6,5%) 24 (77,4%) 5 (16,1%) 31 (100%) Cukup (7-9 jam) 2 (18,2%) 9 (81,8%) 0 (0,0%) 11 (100%) Lama (>9 jam) 0 (0,0%) 0 (0,0%) 0 (0,0%) 0 (0,0%) Hematologi-Onkologi Kurang (<7 jam) 16 (48,5%) 17 (51,5%) 0 (0,0%) 33 (100%) Cukup (7-9 jam) 4 (44,4%) 5 (55,6%) 0 (0,0%) 9 (100%) Lama (>9 jam) 0 (0,0%) 0 (0,0%) 0 (0,0%) 0 (0,0%) Pengujian statistik dengan uji Chi-square membuktikan tidak terdapat hubungan yang bermakna antara kuantitas tidur dengan nilai modul mahasiswa kedokteran praklinik (p=0,197). Hal yang perlu diperhatikan mahasiswa dengan kuantitas tidur kurang juga lebih banyak yang

(18)

mendapatkan nilai modul baik dibandingkan pada mahasiswa dengan kuantitas tidur cukup. Hal ini yang menyebabkan hubungan antara kedua variabel tidak bermakna. Pada modul neurosains, mahasiswa dengan kuantitas tidur cukup lebih banyak mendapatkan nilai modul kurang. Pada modul kardiovaskular, mahasiswa dengan kuantitas tidur cukup tidak ada yang mendapatkan nilai modul kurang. Pada modul hematologi-onkologi, mahasiswa dengan nilai kuantitas tidur kurang lebih banyak mendapatkan nilai modul baik. Tidak bermaknanya hubungan antara kuantitas tidur dengan nilai modul pada hasil penelitian dapat disebabkan adanya faktor perancu. Dua faktor perancu yang dapat mengaburkan efek dari kurang tidur pada fungsi kognitif, yaitu variabilitas intersubjek dan variabilitas intrasubjek.49 Sebagai contoh, kondisi terburuk seseorang selama deprivasi tidur mungkin di atas kondisi terbaik seseorang yang tidak mengalami deprivasi tidur. Sama halnya, seseorang mungkin secara kognitif kurang karena kurang tidur tetapi mengalami peningkatan setelah diberi tugas yang sama dikarena efek dari pembelajaran.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Genzel

et al.46 yaitu kuantitas tidur tidak mempunyai hubungan yang bermakna dengan nilai ujian (p=0,450). Penelitian yang dilakukan Rasyid et al.50 pada mahasiswa kedokteran usia 17-22 tahun dilaporkan tidak terdapat hubungan yang bermakna antara kuantitas tidur dan daya ingat (p=0,926) serta tidak terdapat hubungan yang bermakna antara kuantitas tidur dengan tingkat konsentrasi (p=0,084). Beberapa penelitian berikut menunjukkan hubungan yang bermakna antara kuantitas tidur dengan nilai. Penelitian oleh Modeiros9 dilaporkan terdapat hubungan yang bermakna antara kuantitas tidur dengan prestasi akademik (p<0,02). Penelitian oleh Wolfson dan Craskadon51 dilaporkan durasi tidur yang lebih lama berhubungan dengan nilai yang lebih tinggi secara signifikan. Penelitian oleh Pilcher dan Walters52 dilaporkan mahasiswa dengan

(19)

deprivasi tidur memiliki aktivitas kognitif lebih buruk dibandingkan dengan mahasiswa dengan tidur cukup.

Respon elektroensefalogram (EEG) terhadap deprivasi tidur adalah dengan meningkatkan densitas pada gelombang delta dan teta selama tidur non-REM. Peningkatan aktivitas gelombang delta (1,25-3,75 Hz) pada deprivasi tidur secara signifikan terekam di lobus frontal otak daripada lobus parietal pada orang muda (20-31 tahun).53 Lobus frontal otak khususnya korteks prefrontal adalah daerah otak yang rentan efek kekurangan tidur.53,54 Tidur REM cenderung meningkat pada 1/3 akhir tidur malam, deprivasi tidur juga secara signifikan mengurangi persentase tidur REM.52 Efek kurang tidur pada kognitif antara lain terjadinya

microsleeps yang tidak disadari, perhatian terganggu, respon terhadap

waktu lambat, gangguan pada pekerjaan yang melibatkan ingatan jangka pendek, dan working memory performance menurun, gangguan dalam menangkap dan menerima pelajaran baru.54

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan dari penelitian ini adalah terdapat hubungan yang bermakna antara kualitas tidur dengan nilai modul (p=0,038) dan tidak terdapat hubungan yang bermakna antara kuantitas tidur dengan nilai modul (p=197). Saran bagi peneliti selanjutnya adalah menggunakan instrumen yang objektif dalam menilai tidur, seperti elektroensefalogram, polisomnografi, atau aktigrafi, serta melakukan uji statistik terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi tidur. Bagi akademik adalah menyusun jadwal modul (kuliah, diskusi, praktikum, dan ujian) secara terstruktur. Bagi mahasiswa kedokteran adalah membagi waktu tidur dan beraktivitas termasuk belajar dengan lebih baik dan teratur. Meningkatkan higienitas tidur dengan menjaga keteraturan jam tidur dan jam bangun, mengurangi konsumsi kafein pada jam malam, sebaiknya melakukan olahraga minimal

(20)

4 jam sebelum tidur malam, menjaga kenyamanan ruang tidur, serta tidak melakukan kegiatan-kegiatan lain selain tidur di tempat tidur.

DAFTAR PUSTAKA

1. Lashkaripour K, Bakhshani NM, Mafi S. Sleep Quality Assessment of Medicine Students and Physician (Medical) Assistants.

Interdisciplinary Journal of Contemporary Research in Business 2012;

4: 443-450.

2. Gais S, Born J. Declarative Memory Consolidation: Mechanisms Acting during Human Sleep, Learning and Memory. Learn. Mem 2004; 11: 679-685.

3. Peigneux P. Are Spatial Memories Strengthened in the Human Hippocampus during Slow Wave Sleep? Neuron 2004; 44: 535-545. 4. Frank E, Carrera JS, Elon L, Hertzberg VS. Basic demographics,

Health Practices, and Health Status of US Medical Students. Am J

Prev Med 2006; 31(6): 499-505.

5. Chan GC, Koh D. Understanding the Psychosocial and Physical Work Environment in a Singapore Medical School. Singapore Med J 2007; 48(2): 166-171.

6. Zailinawati AH, Teng CL, Chung YC, Teow TL, Lee PN, Jagmohni K. Daytime Sleepiness and Sleep Quality Among Malaysian Medical Students. Medical Journal Malaysia 2009; 64(2): 108-110.

7. Abdulghani HM, Alrowais NA, Bin-Saad N, Al-Subaie NM, Haji AMA, Alhaqwi AI. Sleep Disorder among Medical Students: Relationship to Their Academic Performance. Medical Teacher 2012; 34: S37-S41. 8. James BO, Omoaregba JO, Igberase OO. Prevalence and Correlates

of Poor Sleep Quality among Medical Students at a Nigerian University. Annals of Nigerian Medicine 2011; 5: 1-5.

(21)

9. Medeiros ALD, Mendes DBF, Lima PF, Araujo JF. The Relationships between Sleep-Wake Cycle and Academic Performance in Medical Students. Biological Rhythm Research 2001; 32(2): 263-270.

10. Manalu ARF, Bebasari E, Butar-Butar WR. Hubungan Kualitas Tidur dengan Tekanan Darah pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Riau Angkatan 2012 (Skripsi). Riau: Fakultas Kedokteran Universitas Riau, Riau; 2012.

11. Lowry M, Dean K, Manders K. The Link Between Sleep Quantity and Academic Performance for the College Student. J Psychology.

Sentience 2004; 3: 16-19.

12. Kell Y, Kelly WE, Clanton KE, Robert C. The Relationship Between Sleep Length and Grade-Point Average among College Student. College Student Journal (serial on internet. 2001 (pub 2001 Jan 3): (about 3p).

13. Eliasson AH, Lettieri CJ. Early to Bed, Early to Rise! Sleep Habits and Academic Performance in College Students. Sleep Breath 2010; 14(1): 71-75.

14. Dewald JF, Meijer AM, Oort FJ, Kerkhof GA, Bogels SM. The Influence of Sleep Quality, Sleep Duration and Sleepiness on School Performance in children and adolescents: A Meta-Analytic Review.

Sleep Medicine Reviews 2010; 14: 179-189.

15. Wicaksono A. Hubungan antara Indeks Prestasi Kumulatif dan Nilai Uji Kompetensi Dokter Indonesia pada Dokter Lulusan Universitas Tanjungpura. Jurnal Visi Ilmu Pendidikan 2012; 7(1): 664-674.

16. Kang JH, Chen SC. Effects of an Irregular Bedtime Schedule on Sleep Quality, Daytime Sleepiness, and Fatigue among University Students in Taiwan. BMC Public Health 2009; 9: 248.

17. Brick CA, Seely DL, Palermo TM. Association between Sleep Hygiene and Sleep Quality in Medical Students. Behav Sleep Med 2010; 8(2): 113-121.

(22)

18. Arora VM, Georgitis E, Woodruff JN, Humphrey HJ, Meltzer D. Improving Sleep Hygiene of Medical Interns: Can the Sleep, Alertness, and Fatigue Education in Residency Program Help? Archives of

Internal Medicine 2007; 167: 1738-1744.

19. Ball S, Bax A. Self-Care in Medical Education: Effectiveness of Health-Habits Interventions for First Year Medical Students. Academic

Medicine 2002; 77: 911-917.

20. Buysse DJ, Barzansky B, Dinges D, Hogan E, Hunt CE, Owens J, et

al. Sleep, Fatigue, and Medical Training: Setting an Agenda for

Optimal Learning and Patient Care. Sleep 2003; 26: 218-225.

21. Preišegolavičiūtė E, Leskauskas D, Adomaitiene V. Associations of Quality of Sleep with Lifestyle Factors and Profile of Studies among Lithuanian Students. Medicina (Kaunas) 2010; 46(7): 482-9.

22. Driver HS. Sleepless Women: Insomnia from the Female Perspective.

Insomnia Rounds 2012; 1(6).

23. Zhang B, Wing YK. Sex Differences in Insomnia: A Meta-Analysis.

Sleep 2006; 29(1): 85-93.

24. Baker FC, Kahan TL, Trinder J, Colrain M. Sleep Quality and Sleep Electroencephalogram in Women with Severe Premenstrual Syndrome. Sleep 2007; 30(10): 1283-1291.

25. Sleepfoundation.org (homepage di internet). Arlington: National Science Foundation; (Updated 2005; Citede 2013 Sep 20). Diakses di: http://www.sleepfoundation.org/article/sleep-america-polls/2005-adult-sleep-habits-and-styles.

26. Curcio G, Ferrara M, De Gennaro L. Sleep Loss, Learning Capacity and Academic Performance. Sleep Med Rev 2006; 10: 323-37.

27. Roehrs T, Merlotti L, Petrucelli N, Stepanski E, Roth T. Experimental Sleep Fragmentation (Abstrak). Sleep 1994; 17: 438-443.

28. Roehrs TA, Timms V, Zwyghuizen-Doorenbos A, Roth T. Sleep Extension in Sleepy and Alert Normals (Abstrak). Sleep 1989; 12: 449- 457.

(23)

29. Benca RM, Cirelli C, Tononi G. Basic Science of Sleep. Edisi 9. Di dalam: Sadock BJ, Sadock VA, Ruiz P, Editor. Kaplan and Sadock’s Comprehensive Textbook of Psychiatry. New York: Lippincott Williams and Wilkins; 2009. p. 373-374.

30. Sleepfoundation.org (homepage di internet). Arlington: National Science Foundation; (Updated 2012 Nov 13; Citede 2013 Sep 20).

Diakses di: http://www.

sleepfoundation.org/sites/default/files/2002SleepInAmericaPoll.

31. Bahammam AS, Alaseem AM, Alzakri AA, Almeneessier AS, Sharif MM. The Relationship between Sleep and Wake Habits and Academic Performance in Medical Students: A Cross-Sectional Study. BMC

Medical Education 2012; 12: 61.

32. Universitas Brawijaya. Manual Prosedur Pelaksanaan Kuliah. Malang; 2009.

33. Dimsdale JE, Irwin MR, Keefe FJ, Stein MB. Stress and Psychiatry. Edisi 9. Di dalam: Sadock BJ, Sadock VA, Ruiz P, Editor. Kaplan and Sadock’s Comprehensive Textbook of Psychiatry. New York: Lippincott Williams and Wilkins; 2009. p. 2408-2409.

34. Bear MF, Condors BW, Paradiso MA. Neurosciense: Exploring the Brain. Edisi 3. New York: Lippincott Williams and Wilkins; 2006.

35. Mastin DF, Bryson J, Corwyn R. Assessment of Sleep Hygiene Using the Sleep Hygiene Index (Abstrak). Journal Of Behavioral Medicine 2006; 29: 223-227.

36. Sleepfoundation.org (homepage di internet). Arlington: National Science Foundation; (Updated 2013; Citede 2013 Sep 20). Diakses di: http://www.sleepfoundation.org/article/how-sleep-works/the-sleep-environment.

37. Munezawa T, Kaneita Y, Osaki Y, Kanda H, Minowa M, Suzuki K, et

al. The Association between Use of Mobile Phones after Lights Out

and Sleep Disturbances among Japanese Adolescents: A Nationwide cross-Sectional Survey. Sleep 2011; 34(8): 1013-1020.

(24)

38. Mizuno KO, Mizuno K. Effects of Thermal Environment on Sleep and Circadian Rhythm. Journal of Physiological anthropology 2012; 31: 14. 39. Rahayu RA. Gangguan Tidur pada Usia Lanjut. Edisi 5. Jilid 1. Di Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, Editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: InternaPublishing; 2009. p. 803.

40. Sleepfoundation.org (homepage di internet). Arlington: National Science Foundation; (Updated 2013; Citede 2013 Sep 20). Diakses di: http://www.sleepfoundation.org/article/ask-the-expert/pain-and-sleep. 41. Tang NKY, Wright KJ, Salkovskis PM. Prevalence and Correlates of

Clinical Insomnia Co-occuring with Chronic Back Pain. J Sleep res 2007; 16: 85-95.

42. Lavigne G, Zucconi M, Castronovo C, Manzini C, Marchettini P, Smirne S. Sleep Arousal Response to Experimental Thermal Stimulation during Sleep in Human Subjects Free of Pain and Sleep Problems. Pain 2000; 84: 283-290.

43. Kato T, Montplaisir JY, Lavigne JG. Experimentally Induced Arousal During Sleep: A Cross-Modality Matching Paradigm. J sleep Res 2004; 13: 229-238.

44. Veldi M, Aluoja A, Vasar V. Sleep Quality and More Common Sleep-Related Problems in Medical Students (Abstrak). Sleep Medicine 2005; 6: 269-275.

45. Howell AJ, Jahrig JC, Powell RA. Sleep Quality, Sleep Propensity and Academic Performance (Abstrak). Percept Mot Ski 2004; 99(2): 525-535.

46. Genzel L, Ahrberg K, Roselli C, Niedermaier S, Steiger A, Dresler M,

et al. Sleep Timing is More Important than Sleep Lenght or Quality for

Medical School Performance. Chronobiology International 2013; 1-6. 47. Sirota A, Csicsvari J, Buhl D, Buzsaki G. Communication between

Neocortex and Hippocampus during Slepp in rodents. Proc Natl Acad

(25)

48. Sejnowski TJ, Destexhe A. Why Do We Sleep? Brain Res 2000; 886: 208-223.

49. Dorrian J, Rogers NL, Dinges DF. Psychomotor Vigilance Performance: A Neurocognitive Assay Sensitive To Sleep Loss. Di Dalam: Kushida CA, Editor. Sleep Deprivation. New York: Marcel

Dekker Inc; 2005. p. 39-40.

50. Rasyid HAL, Husna M, Shen BS. The Relationship of Quantity of Sleep, Concentration and Short Term Memory Capability in the Students of Brawijaya University (Skripsi). Malang: Universitas Brawijaya; 2011.

51. Wolfson AR, Carskadon MA. Sleep Schedules and Daytime Functioning in Adolescents. Child Development 1998; 69(4): 875-887. 52. Pilcher JJ, Walters AS. How Sleep Deprivation Affects Psychological

Variables Related to College Students’ Cognitive Performance.

Journal Of American College Health 1997; 46(3): 121-126.

53. Munch M, Knoblauch V, Blatter K, Schroder C, Schnitzler C, Krauchi K, et al. The Frontal Predominance in Human EEG Delta Activity after Sleep Loss Decreases with Age. European Journal of Neuroscience 2004; 20: 1402-1410.

54. Durmer JS, Dinges DF. Neurocognitive Consequences of Sleep deprivation. Seminar in Neurology. 2005.

Gambar

Gambar 2. Distribusi Pandangan Subjektif Terhadap Tidur Mengenai  Masalah yang Dialami Satu Bulan Terakhir
Gambar 4. Distribusi Konsumsi Kafein
Gambar 6. Distribusi Keadaan Lingkungan yang Mengganggu Tidur
Gambar 7. Distribusi Kondisi Fisik yang Mengganggu Tidur
+3

Referensi

Dokumen terkait

Puji syukur kepada Tuhan Yang Esa yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga skripsi dengan judul “Profil Peresepan Polifarmasi pada Pasien Pediatri

Penelitian yang dilakukan oleh Khoirun Nisak bahwa nilai - t hitung &gt; t tabel Artinya “ada pengaruh penggunaan model ARIAS didukung media Benda Konkrit

The atmosphere of diversity and social life—also religious—built by the community, is not just a formal social political camouflage because Haji Ismail Mundu indeed laid the

Hal yang penting dilakukan untuk meningkatkan keandalan dari material pada perbaikan kapal adalah dengan melakukan pencatatan untuk semua kegagalan yang berhubungan

Di samping itu, remaja Jawa juga memaknai sopan santun yang berlaku dalam masyarakat umum sebagai perilaku menghormati orangtua dan orang yang lebih tua serta

Stelsel pemungutan pajak yang menghitung beban pajak berdasar perkiraan penghasilan yang akan diterima

Analisis data dilakukan dengan Regresi Logistik dengan bantuan software statistik SPSS untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi dan yang paling dominan yang menjadi

(Linden EAP) Dehusking Mature Coconut Linden Process Deshelling Coconut Husk Paring Testa Grinding Extraction Water Washing Hot Water Filtrasi Coconut Cake Pasteurizer Coconut