• Tidak ada hasil yang ditemukan

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG"

Copied!
120
0
0

Teks penuh

(1)

ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN KESEIMBANGAN

CAIRAN DAN ELEKTROLIT PADA PASIEN

CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD) DI

RUANG RAWAT PENYAKIT DALAM

RSUP Dr. M. DJAMIL PADANG

KARYA TULIS ILMIAH

Diajukan ke Program Studi DIII Keperawatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Padang Sebagai Salah Satu Satu Syarat Untuk

Memperoleh Gelah Ahli Madya Keperawatan

NURFRIYATNA UTAMI NIM : 143110180

JURUSAN KEPERAWATAN

PRODI D-III KEPERAWATAN PADANG TAHUN 2017

(2)

ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN KESEIMBANGAN

CAIRAN DAN ELEKTROLIT PADA PASIEN

CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD) DI

RUANG RAWAT PENYAKIT DALAM

RSUP Dr. M. DJAMIL PADANG

KARYA TULIS ILMIAH

NURFRIYATNA UTAMI NIM : 143110180

JURUSAN KEPERAWATAN

PRODI D-III KEPERAWATAN PADANG TAHUN 2017

(3)
(4)

Puji syukur peneliti ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya, peneliti dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini dengan judul “Asuhan Keperawatan Gangguan keseimbangan Cairan dan Elektrolit pada Pasien CKD di Ruangan Rawat Penyakit Dalam RSUP Dr. M. Djamil Padang”. Peneliti menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari ibu

Hj.Reflita, S.Kp, M.Kep selaku pembimbing I serta ibu Ns. Idrawati Bahar, S.Kep, M. Kep selaku pembimbing II serta Ka. Prodi D-III Keperawatan Padang yang telah menyediakan waktu, tenaga dan pikiran untuk mengarahkan peneliti dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini. Dan tidak lupa juga peneliti mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Drs. Maswardi M.Kes selaku penguji I dan Ibu Ns. Lola Felnanda Amri S.Kep, M.Kep selaku penguji II.

2. Bapak H. Sunardi, S.KM, M.Kes selaku Direktur Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan RI Padang.

3. Ibu Hj. Murniati Muchtar, S.KM, M.Biomed selaku Ketua Jurusan Keperawatan Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan RI Padang. 4. Bapak/Ibu Staf dan Dosen Program Studi Keperawatan Padang Politeknik

Kesehatan Kementerian Kesehatan RI Padang yang telah memberikan bekal ilmu untuk bekal peneliti.

5. Bapak Dr. dr. Yusirwan Yusuf Sp. B, Sp. BA (K), MARS selaku pimpinan RSUP. Dr. M. Djamil Padang yang telah mengizinkan untuk pengambilan data.

6. Orangtuadankeluargapenulisyangtelahmemberikanbantuandukunganm aterialdanmoral

(5)

pembaca. Akhir kata peneliti berharap Karya Tulis Ilmiah ini bermanfaat khususnya bagi peneliti sendiri dan pihak yang telah membacanya, serta penelitimendoakan semoga segala bantuan yang telah diberikan mendapatkan balasan dari Allah SWT. Amin

Padang, Juni 2017

(6)
(7)
(8)

BAB IV DESKRIPSI DAN PEMBAHASAN KASUS………. 48 A. Deskripsi kasus……… 48 B. Pembahasan ……… 57 BAB V PENUTUP………... 70 A. Kesimpulan……….. 71 B. Saran……….... 72 DAFTAR PUSTAKA ix

(9)

Tabel 2.1 Elektrolit-elektrolit Utama……….……...……… 10

Tabel 2.2 Diagnosadan Intervensi Keperawatan NANDA, NIC-NOC …….. 35

Table 4.1 Pengkajian pada partisipan 1 dan partisipan 2…….……...…….. 47

Table 4.1 Diagnosa pada partisipan 1 dan partisipan 2……….……….. 51

Table 4.1 Intervensi pada partisipan 1 dan partisipan 2……….…….. 52

Table 4.1 Implementasi pada partisipan 1 dan partisipan 2……….. 54

(10)

Lampiran 1 Jadwal Kegiatan Karya Tulis Ilmiah Lampiran 2 Surat Izin Melakukan Penelitian Lampiran 3 Lembar Persetujuan Informed Consent

Lampiran 4 Hasil Pengkajian Asuhan Keperawatan Partisipan 1 dan 2 Lampiran 6 Surat Tanda Selesai melakukan Penelitian

Lampiran 5 Lembar Konsultasi Karya Tulis Ilmiah Prodi Keperawatan Padang Jurusan D-III Keperawatan Poltekkes Kemenkes RI Padang

Lampiran 7 Daftar Hadir Penelitian

xi

(11)

Nama : Nurfriyatna Utami

NIM : 143110180

Tempat/TanggalLahir : Lubuk Alung,18April1996

StatusPerkawinan : BelumMenikah

Agama : Islam

OrangTua : Ayah:Salfami

Ibu :Resmita Mulia

Alamat : Perumnas Kp. Ladang No. 14D Balah Hilir

RIWAYAT PENDIDIKAN

No Pendidikan TahunAjaran

1 TKDharma Wanita 2001-2002

2 SDN27 Lubuk Alung 2002-2008

2 SMPN1 Lubuk Alung 2008-2011

3 SMAN 1 Nan Sabaris 2011-2014

4 ProdiKeperawatanPadang,Jurusan Keperawatan, PoltekkesKemenkes

RIPadang

(12)

A. Latar Belakang

Kebutuhan dasar manusia menurut Maslow secara hirarkhis yang pertama adalah kebutuhan fisiologis (fisiological needs), yang dipandang sebagai kebutuhan paling dasar untuk manusia dalam mempertahankan kehidupannya (survive). Salah satu kebutuhan fisiologis ini adalah kebutuhan akan cairan dan elektrolit yang merupakan cairan kedua setelah oksigen. Bila tidak terpenuhi akan menyebabkan ketidakseimbangan cairan tubuh bahkan bisa menyebabkan kematian (Atoilah dan Kusnadi, 2013).

Cairan dan elektrolit merupakan komponen tubuh yang berperan dalam memelihara fungsi tubuh dan proses homeostasis. Tubuh kita terdiri atas sekitar 60% air yang tersebar didalam maupun diluar sel. Namun demikian, besarnya kandungan air tergantung dari usia, jenis kelamin, dan kandungan lemak (Tarwoto dan Wartonah, 2011). Untuk mejaga keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh harus memiliki jumlah, haluaran air dan distribusi cairan dan elektrolit yang mencukupi, serta pengaturan komponen-komponen tersebut.Sehingga tubuh mampu untuk mempertahankan kesehatan dan kelangsungan hidupnya (Ernawati, 2012). Ketidakseimbangan akan mempercepat proses metabolisme, memperlambat, menghambat penggunaan sari-sari makanan dengan benar, memengaruhi kadar oksigen dalam tubuh, atau menyebabkan tubuh kita menyimpan limbah beracun (Bennita W. Vaughans, 2011).

Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit hipovolume / dehidrasi dapat terjadi pada pasien yang mengalami gangguan pada hipotalamus, klenjar gondok, diare, dan muntah.Hipervolume/ overhidrasi, kelebihan cairan ekstrasel dihubungkan dengan gagal jantung, srosis hepatis, dan kelainan ginjal (Agustina, 2013).

Chronic Kidney Disease atau gagal ginjal kronik merupakan suatu perubahan fungsi ginjal yang progresif dan ireversibel. Pada Gagal Ginjal

(13)

hemodialisa lebih lama, dengan proporsi pasien hemodialisa terbanyak pada usia 45 s/d 64 tahun yaitu 27.31% - 29.46% (PERNEFRI, 2015). Menurut data dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 prevalensi gagal ginjal kronik di Indonesia sekitar 0,2%. Prevalensi kelompok umur ≥ 75 tahun dengan 0,6% lebih tinggi dari pada kelompok umur yang lain. Prevalensi tertinggi di Provinsi Sulawesi Tengah 0,5% dan yang trendah Riau, DKI Jakarta, NTB dan Kalimantan Timur masing-masing 0,1 %. Di provinsi Sumatera Barat prevalensi Gagal Ginjal Kronik ini mencapai 0,2% dari penduduk Indonesia. Prevalensi tertinggi didaerah Tanah Datar dan Kota Solok masing-masing 0,4% diikuti Pesisir Selatan, Sijunjung, dan Kota Padang masing-masing 0,3% yang mencakup pasien mengalami pengobatan, terapi pergantian ginjal, dialysis peritoneal dan hemodialisis pada tahun 2013 (Riskesdas, 2013).

Masalah keperawatan yang biasa timbul pada pasien dengan gagal ginjal kronik adalah kelebihan volume cairan tubuh.Intervensi keperawatan yang spesifik agak bervariasi sesuai dengan kondisi patologis yang mendasarinya dan tingkat kelebihan volume cairan. Rencana tindakan yang dapat dilakukan untuk gangguan kelebihan cairan secara umum adalah pantau jumlah asupan dan pengeluaran cairan serta perubahan status keseimbangan cairan, kurangi asupan garam, letakkan ekstremitas yang lebih tinggi dari jantung (kecuali ada kontra indikasi), dan ubah posisi pasien setidaknya setiap dua jam (Brunner & Suddarth, 2013). Penyokong terapi untuk mencegah kelebihan beban cairan adalah pembatasan asupan cairan dan garam. Untuk memperlambat kebutuhan akan dialysis dapat juga dengan menggunakan diuretic. Saat gagal ginjal kronik memburuk oliguria biasanya akan muncul, merupakan tanda dan gejala kelebihan beban cairan. Pada pasien gagal ginjal kronik, pengkajian status cairan yang berkelanjutan sangatlah penting, yang meliputi melakukan pembatasan asupan dan pengukuran haluaran cairan yang akurat, menimbang berat badan setiap hari dan memantau adanya komplikasi cairan. Bila tidak melakukan pengukuran asupan dan haluaran

(14)

cairan akan mengakibatkan, edema, hipertensi, edema paru, gagal jantung, dan distensi vena jugularis, kecuali akan dilakukan terapi dialysis (Morton, 2014).

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan Arif Rahman di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta tahun 2014 tentang optimalisasi pembatasan cairan pada pasien gagal ginjal kronik yang mendapatkan Hemodialisis, perawatan dilakukan selama 4 hari, dari penelitian tersebut didapatkan setelah dilakukan pengaturan cairan dan dilakukan penimbangan berat badan diantara dua waktu HD di dapatkan penambahan berat badan tidak lebih dari 2% atau 1 Kg BB. Ini dilakukan dengan cara mengukur kenaikan berat badan diantara dua waktu HD.

Pada survey awal yang dilakukan pada tanggal 19 Januari 2017 di Ruang Rawat InapPenyakit Dalam yang menderita CKD atau gagal ginjal didapatkan 4 orang pasien di ruang High Care Unit (HCU), 3 orang pasien di Ruang Rawat Inap Priadan 5 orang pasien di Ruang Rawat Inap Wanita yang mengalami ketidakseimbangan cairan dan elektrolit. Pasien dan keluarga pasien mengatakan bahwa badan terlihat bengkak, pasien mengeluh sesak nafas, dan pengeluaran air kencing sedikit. Hasil wawancara dengan perawat ruangan High Care Unit (HCU), Ruang Rawat Inap PriadanRuang Rawat Inap Wanita, didapatkan semua pasien yang mengalami penyakit gagal ginjal kronik mengalami ketidakseimbangan cairan dan elektrolit karena destruksi stuktur ginjal secara progresif.Hasil dokumentasi status pasien dari 12 status pasien yang mengalami CKD atau gagal ginjal kronik di ruang rawat Inap Penyakit Dalam (HCU, RRIP, dan RRIW),9 status pasien diantaranya perawat mengangkat kelebihan volume cairan dan 3 status pasien lainnya tidak diangkat kelebihan volume cairan tetapi gangguan perfusi jaringan renal. Dari pengamatan yang peneliti lakukan dalam mengatasi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit, terutama kelebihan volume cairan, dalam tindakan pemberian obat dan pembatasan cairan, perawat jarang memberikan edukasi kepada pasien dan keluarga pasien mengenai

(15)

tindakan perawatan yang dilakukan. Serta perawat melibatkan keluarga dalam menghitung output terutama urin pasien. Hasil wawancara yang dilakukan dengan keluarga pasien, keluarga mengatakan tidak mengetahui tujuan obat yang diberikan dan kurang memahami pembatasan cairan yang dimaksudkan oleh perawat seperti banyaknya minum yang boleh diberikan serta tujuan dalam menghitung urin.

Berdasarkan data dan fenomena yang peneliti uraikan diatas peneliti mengangkat judul penelitian tentang “Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Ketidakseimbangan Cairan dan Elektrolit pada Pasien Gagal Ginjal Kronik” di RSUP Dr. M Djamil Padang.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah peneliti uraikan diatas, maka perumusan masalah dari penelitian ini adalah Bagaimana Asuhan Keperawatan dengan Ketidakseimbangan Cairan dan Elektrolit pada Pasien Gagal Ginjal Kronik di Ruang Penyakit Dalam RSUP Dr.M. Djamil Padang tahun 2017

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian adalah mampu mendeskripsikan asuhan keperawatan dengan ketidakseimbangan cairan dan elektrolit pada pasien Gagal Ginjal Kronik di ruang penyakit dalam RSUP.Dr.M. Djamil Padang tahun 2017.

2. Tujuan Khusus

a. Mampu mendeskripsikan hasil pengkajian ketidakseimbangan cairan dan elektrolit pada pasien Gagal Ginjal Kronik di ruang penyakit dalam RSUP Dr. M.Djamil Padang.

b. Mampu mendeskripsikan rumusan diagnosa keperawatan ketidakseimbangan cairan dan elektrolit pada pasien Gagal Ginjal Kronik di ruang penyakit dalam RSUP Dr. M. Djamil Padang.

(16)

c. Mampu mendeskripsikan rencana keperawatan ketidakseimbangan cairan dan elektrolit pada pasien Gagal Ginjal Kronik di ruang penyakit dalam RSUP Dr. M. Djamil Padang.

d. Mampu mendeskripsikan tindakan keperawatan ketidaksembangan cairan dan elektrolit pada pasien Gagal Ginjal Kronik di ruang penyakit dalam RSUP Dr. M. Djamil Padang.

e. Mampu mendeskripsikan evaluasi keperawatan ketidakseimbangan cairan dan elektrolit pada pasien Gagal Ginjal Kronik di ruang penyakit dalam RSUP Dr. M. Djamil Padang.

D. Manfaat Penelitian 1. Aplikatif

a. Peneliti

Kegiatan penelitian ini dapat bermanfaat bagi peneliti untuk menambah wawasan dan pengalaman nyata dalam melakukan Asuhan Keperawatan dengan ketidakseimbangan cairan dan elektrolit pada pasien gagal ginjal dalam menulis karya tulis ilmiah.

b. Direktur RSUP. Dr. M. Djamil Padang

Laporan karya tulis ilmiah ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pikiran dan masukan melalui direktur RSUP.Dr.M. Djamil Padang untuk memotivasi perawat di dalam meningkatkan

pelayanan keperawatan dan asuhan keperawatan

ketidakseimbangan cairan dan elektrolit pada pasien Chronic Kidney Disease (CKD).

2. Pengembangan Keilmuan

a. Melalui Direktur Poltekkes Kemenkes Padang

laporan karya tulis ilmiah ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pembaharuan khususnya mengenai penerapan Asuhan keperawatan ketidakseimbangan cairan dan elektrolit pada pasien gagal ginjal kronik oleh mahasiswa prodi keperawatan Padang. b. Penelitian selanjutnya

(17)

Hasil penelitian laporan karya tulis ilmiah ini, diharapkan dapat memberikan masukan bagi penelitian berikutnya untuk pengembangan penelitian selanjutnya.

(18)

A. Konsep Dasar Cairan dan Elektrolit Tubuh

1. Cairan dan Elektrolit Tubuh

Cairan termasuk dalam kebutuhan dasar manusia secara fisiologis karena memiliki proporsi besar dalam tubuh. Hampir 90% dari total berat badan berbentuk cairan. Air di dalam tubuh tersimpan dalam dua kompertemen utama, yaitu CIS dan CES.

1) Cairan Intraseluler (CIS)

CIS merupakan cairan yang terdapat dalam sel tubuh dan berfungsi sebagai media tempat aktivitas kima sel berlangsung. Cairan ini menyusun sekitar 70% dari total cairan tubuh (total body water TBW) dewasa, CIS menyusun sekitar 40% berat tubuh atau 2/3 TBW.

2) Cairan Ekstraseluler (CES)

CES merupakan cairan yang terdapat diluar sel dan menyusun 30% dari TWB atau sekitar 20% dari berat tubuh. CES terdiri atas cairan intravasikuler, cairan interstisial, dan cairan transeluler. Cairan intravasikuler atau plasma menyusun 5% dari total berat badan, sedangkan cairan interstisial menyusun 10%-15% total berat badan.

Didalam cairan tubuh terdapat elektrolit.Elektrolit tersebut tersusun atas ion elektrolit yang dapat menghantarkan arus listrik. Ion yang bermuatan positif disebut kation, contohnya natrium (Na+), kalium (K+), Kalsium

(Ca2+), dan magnesium (Mg2+). Ion yang bermuatan negative disebut

anion, contohnya klorida (Cl-), sulfat (SO

42-), fosfat (PO43-), dan bikarbonat

(HCO -3).

Untuk mempertahankan keseimbanagan kimia, keseimbangan elektrolit, dan Ph yang normal, tubuh melakukan mekanisme pertukaran dua arah antara CIS dan CES.Kation dan anion berperan dalam pertukaran ini. (Lyndon Saputra, 2013).

2. Fisiologi Pengaturan Cairan, Elektrolit dan Asam-Basa a. Cairan

(19)

Cairan tubuh terdiri atas dua kompertemen utama yang dipisahkan oleh membrane semipermeable.Kedua kompertemen tersebut adalah intraseluler dan ekstraseluler.Sekitar 65% cairan tubuh berada dalam sel, atau intraseluler.Sisanya 35% cairan tubuh berada diluar sel, atau ekstraseluler. Komparemen ekstraseluler selanjutnya dibagi menjadi tiga subdivisi:

1. Interstisial : cairan antara sel dan disekitar pembuluh darah (25%). 2. Intravascular : cairan didalam pembuluh darah; juga disebut plasma

darah (8%).

3. Transeluler: air mata dan juga cairan spinal, synovial, peritoneal, pericardial,dan pleural (25%).

b. Elektrolit

Elektrolit adalah mineral bermuatan listrik yang ditemukan didalam dan diluar sel tubuh. Mineral tersebut dimasukkan dalam cairan dan makanan dan dikeluarkan utamanya melalui ginjal. Elektrolit juga dikeluarkan melalui hati, kulit, dan paru-paru dalam jumlah lebih sedikit.

Table 2.1 Elektrolit-elektrolit Utama

Elektrolit-elektrolit utama Fungsi Lokasi Intraseluler (mEq/L) Ekstraseluler (mEq/L) Sodium ( Na+) Fungsi neuromuscular dan

manjemen cairan (elektrolit ekstraseluler paling banyak)

12 145

Potassium (K+) Fungsi neuromuscular dan

jantung (elektrolit intraseluler paling banyak)

150 4

Kalsium ( Ca++) Struktur tulang, fungsi

neuromuscular dan

penggumpalan darah.

5 <1

Magnesium ( Mg++) Transportasi aktif Na+ dan

K+, fungsi neuromuscular.

40 2

Klorida (Cl-) Osmolalitas, keseimbangan

asam basa.

103 4

Fosfat (HPO4-) Pembentukan ATP,

keseimbangan asam basa.

4 75

Dimodifikasi seizing Johson JY: Fluidsband Electrlytes Demystified. New York: McGraw-Hill,2008:12 dalam Bennita W. Vaughans 2013.

(20)

Kadar elektrolit dalam tubuh diatur melalui penyerapan dan pengeluaran untuk menjaga level yang diharapkan untuk fungsi tubuh optimal. Dalam hal kalsium, hormone paratiroid dan kasitonin disekresikan untuk menstimulasi penyimpanan atau pengeluaran kalsium dari tulang untuk mengatur level dalam darah. Elektrolit lain diserap dari makanan dalam jumlah sedikit atau banyak atau disimpan atau disekresikan oleh ginjal atau lambung dalam jumlah sedikit atau banyak yang diperlukan untuk mengurangi atau menaikkan level elektrolit ke level yang diperlukan untuk fungsi tubuh optimal. Agar mekanisme umpan balik menjadi efektif, organ atau system yang bertanggung jawab untuk penyerapan dan ekskresi (gastrointestinal) atau penyerapan kembali dan ekresi (renal) harus berfungsi dengan baik.

c. Keseimbangan asam basa

Penyangga kimia, system pernapasan, dan system renal merupakan mekanisme kunci untuk mengatur keseimbanagan asam basa dalam tubuh manusia.

Penyangga adalah senyawa yang mengatur pH tubuh dengan menerima atau melepaskan ion H+.Salah satu penyangga terpenting dalam tubuh manusia adalah bikarbonat.

1) Karbondioksida (CO2) dilepaskan dari jaringan tubuh dan diterima oleh sel darah merah (SDM).

2) CO2 dalam sel darah merah, dikombinasikan dengan air dan dibawah pengaruh karbon anhidrasi (suatu enzim) dengan segera dikonversi menjadi asam karbon

3) Asam karbon berionisasi atau memisah menjadi bikarbonat (HCO3-) dan H+.

4) Bikarbonat meninggalkan sel darah merah dan beredar dalam plasma menuju paru-paru.

5) Ion H+ bebas yang tertinggal dalam sel darah merah dengan cepat berinteraksi dengan oksihemoglobin dalam sel dan menyebabkan

(21)

pelepasan oksigen (O2) dari sel darah merah kedalam jaringan untuk respirasi sel (Bennita, 2013).

Hal sebaliknya terjadi di paru-paru:

1) O2 berdifusi dari paru-paru kedalam sel darah merah, dimana selanjutnya dikonversi menjadi oksihemoglobin.

2) Hal ini memicu pergantian bikarbonat kembali ke sel darah merah.

3) Setelah berada dalam sel darah merah, bikarbonat bergabung dengan H+ bebas (dari hasil formasi oksihemoglobin) untuk membentuk asam karbon.

4) Dibawah pengaruh karbon anhidrasi, asam karbon memisah menjadi air dan CO2.

5) CO2 berdifusi keluar dari sel darah merah kedalam paru-paru, dimana ia akan dikeluarkan dari tubuh selama ekshalasi (Bennita, 2013).

System penyangga memfasilitasi keseimbangan asam basa, pengeluaran karbon dioksida dari tubuh, dan transportasi oksigen keberbagai jaringan tubuh untuk digunakan dalam respirasi seluler.

Peran paru-paru dalam mejaga keseimbangan asam basa dalam keadaan normal telah disekripsikan sebelumnya.Jika terdapat kelebihan asam dalam tubuh (asidosis), paru-paru menyumbang dengan menyebabkan pernapasan dalam dan cepat untuk mengeluarkan kelebihan itu.Hal sebaliknya terjadi ketika terjadi kelebihan jumlah basa dalam tubuh (alkalosis) (Bennita, 2013).

Ginjal mengontrol keseimbanagn asam basa dengan mengeksresi atau menahan H+ dan HCO3- dari tubuh untuk melawan asidosis atau alkalosis.Ginjal merespon asidosis dengan meningkatkan pengeluaran H+ dari tubuh melalui eksesi urin dan dengan menahan HCO3-.Bikarbonat yang disimpan oleh ginjal disirkulasikan dalam darah dan tersedia untuk menetralkan ion H+ bebas yang beredar dalam darah.Dalam kasus

(22)

alkalosis, hal sebaliknya terjadi.Ion hydrogen ditahan, dan bikarbonat dikeluarkan melalui urin. Pengaturan renal dari Ph merupakan proses yang lambat, namun hasilnya adalah perbaikan ketidakseimbangan asam basa yang efesien jangka panjang dan, tidak sepert system pernapasan dan memulihkan pH secara total ke kisaran normal (Bennita, 2013).

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keseimbangan Cairan, Elektrolit dan Asam-Basa

Menjaga keseimbangan cairan, elektrolit, dan asam-basa mempengaruhi proses metabolism dalam tubuh. Ketidakseimbangan akan mempercepat proses, memperlambat, menghambat penggunaan sari-sari makanan dengan benar, mempengaruhi kadar oksigen dalam tubuh, atau menyebabkan tubuh kita menyimpan limbah beracun (Bennita, 2013).

1) Usia

Usia seseorang mempengaruhi fungsi organ. Kemampuan organ (missal jantung, ginjal, paru-paru) untuk mengelola keseimbangan cairan, elektrolit dan asam basa secara efisien juga terpengaruh. Dikarenakan usia merupakan faktor pengaruh yang tidak terkontrol, sehingga menjadikannya semakin penting untuk mengatur faktor terkontrol yang telah disebutkan sebelumnya untuk individu yang sangat muda dan sangat tua.

2) Temperature lingkungan

Panas yang berlebihan menyebabkan keringat.Seseorang dapat kehilangan NaCl melalui keringat sebanyak 15-30 gram/hari.

3) Diet

Pada saat tubuh kekurangan nutrisi, tubuh akan memecah cadangan energy, proses ini akan menimbulkan pergerakan cairan dari intersisial ke intraseluler.

4) Stress.

Stress dapat menimbulkan peningkatan metabolism sel, konsentrasi darah dan glikolisis otot, mekanisme ini dapat menimbulkan retensi sodium dan air. Proses ini dapat menimbulkan retensi sodium dan air. 5) Sakit

(23)

Keadaan pembedahan, trauma jaringan, kelainan ginjal, dan jantung, gangguan hormone akan mengganggu keseimbangan cairan (Tarwoto dan Wartonah, 2011).

4. Pengaturan Keseimbangan Cairan a. Rasa Dahaga

Mekanisme rasa dahaga:

1. Penurunan fungsi ginjal merangsang pelepasan rennin, yang pada akhirnya meimbulkan produksi angiostensin II yang dapat merangsang hipotalamus untuk melepaskan substrat neural yang bertanggung jawab terhadap sensai haus.

2. Osmoreseptor dihipotalamus mendeteksi peningkatan tekanan osmotic dan mengaktivasi jaringan saraf yang dapat mengakibatkan sensasi rasa dahaga.

b. Antidiuretik hormone (ADH)

ADH dibentuk dihipotalamus dan disimpan dalam neurohipofisis dari hipofisis posterior.Stimuli utama untuk sekresi ADH adalah peningkatan osmolaritas dan penurunan cairan ekstrasel.Hormone ini meningkatkan reabsorbsi air pada duktus kolingentes sehingga dapat menghemat air. c. Aldosteron

Hormone ini disekresi oleh kelenjr adrenal yang bekerja pada tubulus ginjal untuk meningkatkan absorbs natrium. Pelepasan aldosteron dirangsang oleh perubahan konsentrasi kalium, natrium serium dan system rennin-angiostensin serta sangat efektif dalam mengendalikan hiperkalemia.

d. Prostaglandin

Prostaglandin adalah asam lemak alami yang terdapat dalam banyak jaringan dan berfunsi dalam merespon radang, pengendalian tekanan darah, konstraksi uterus, dan mobilitas gastrointestinal.Dalam ginjal, prostaglandin berperan mengatur sirkulasi ginjal, respons natrium, dan efek ginjal pada ADH.

e. Glukokortiroid

Meningkatkan respon natrium dan air, sehingga volume darah naik dan terjadi retensi natrium. Perubahan kadar glukokortikoid menyebabkan

(24)

perubahan pada keseimbangan volume darah (Tarwoto dan Wartonah,2011).

5. Gangguan Dalam Keseimbangan Cairan, Elektrolit, dan Asam-Basa 1) Ketidakseimbangan cairan

a. Hipovolemia

Hipovolume adalah kondisi ketidakseimbangan yang ditandai dengan defisiensi cairan dan elektrolit diruang ekstraseluler, tetapi proporsi antara keduanya (cairandan elektrolit) mendekati normal.Hipovolume dikenal juga dengan sebutan dehidrasi atau deficit volume cairan (fluid volume deficit atau FVD).

Pada saat tubuh kekurangan cairan dan elektrolit, tekanan osmotic mengalami perubahan sehingga cairan interstisial dapat masuk ke ruang intravaskuler.Hal ini menyebabka ruang interstisial kosong dan cairan intrasel masuk kedalamnya.

Hipovolume dapat disebabkan oleh banyak faktor, misalnya kekurangan asupan cairan dan kelebihan asupan zat terlarut (misalnya protein dan klorida atau natrium).kelebihan asupan zat terlarut dapat menyebabkan eksresi atau pengeluaran urine secara berlebih serta pengeluaran keringat yang banyak dalam waktu yang lama.

Dehidrasi dapat terjadi pada pasien yang mengalami gangguan pada hipotalamus, kelenjar gondok, dan ginjal.Selain itu dehidrasi juga dapat terjadi pada pasien yang mengalami diare dan muntah secara terus menerus.

Secara umum, dehidrasi dapat dibagi menjadi tiga macam, yaitu: 1) Dehidrasi isotonic, yaitu jumlah cairan yang hilang sebanding

dengan jumlah isotonic yang hilang.

2) Dehidrasi hipertonik, yaitu jumlah cairan yang hilang lebih besar daripada jumlah elektrolit yang hilang

(25)

3) Dehidrasi hipotonik, yaitu jumlah cairan yang hilang lebih sedikit daripada jumlah elektrolit yang hilang.

Kehilangan cairan ekstrasel secara berlebihan dapat menyebabkan penurunan volume ekstrasel (hipovolume) dan perubahan hematokrit.

Berdasarkan derajat keparahan, dehidrasi dapat dibagi menjadi: 1) Dehidrasi ringan

Pada dehidrasi ringan, tubuh kehilangan cairan sebesar 5% dari berat badan sekitar 1,5-2 liter. Kehilangan cairan yang berlebihan dapat berlangsung melalui kulit, saluran pencernaan, saluran kemih, paru, atau pembuluh darah.

2) Dehidrasi sedang

Pada dehidrasi sedang, tubuh kehilangan cairan sebesar 5-10% dari berat badan atau sekitar 2-4 liter.Natrium serum dalam tubuh mencapai 152-158 mEq/L. salah satu cirri fisik dari penderita dehidrasi sedang adalah mata cekung.

3) Dehidrasi berat

Pada dehidrasi berat, tubuh kehilangan cairan sebesar 4-6 liter atau lebih dari 10% dari berat badan. Natrium serum mencapai 159-166 mEq/L. Penderita dehidrasi berat dapat mengalami hipotensi, oliguria, turgor kulit buruk, serta peningkatan laju pernapasan.(Lyndon Saputra, 2013).

b. Hipervolemia

Hipervolume adalah kondisi ketidakseimbangan yang ditandai dengan

kelebihan (retensi) cairan dan natrium diruang

ekstraseluler.Hipervolume dikenal juga dengan sebutan overhidrasi atau deficit volume cairan (fluid volume acces atau FVE).Kelebihan cairan didalam tubuh dapat menimbulkan dua manifestasi, yaitu peningkatan volume darah dan edema.

(26)

Edema dapat dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu edema perifer atau edema pitting, edema nonpitting, dan edema anasrka.Edema pitting

adalah edema yang muncul didaerah perifer. Penekanan daerah edema, akan membentuk cekungan yang tidak langsung hilang ketika tekanan dilepaskan. Hal ini disebabkan oleh perpindahan cairan kejaringan melalui titik tekan.Edema pitting tidak menunjukkan kelebihan cairan yang menyeluruh.Edema nonpitting tidak menunjukkan kelebiahan cairan ekstrasel karena umumnya disebabkan oleh infeksi dan trauma yang menyebakan pengumpulan serta pembekuan cairan dipermukaan jaringan. Kelebihan cairan vaskuler meningkatkan tekanan hidrostatik cairan dan akan menekan cairan ke permukaan interstisial.

Edema anasarka adalah edema yang terdapat diseluruh tubuh.Pada edema anasarka, tekanan hidrostatik meningkat sangat tajam sehingga menekan sejumlah cairan hingga ke membrane kapiler paru. Akibatnya,terjadilah edema paru dengan manifestasi berupa penumpukan sputum, dispnea, batuk, dan terdengar suara napas ronki basah.

Kelebihan cairan ekstrasel memiliki manifestasi sebagai berikut. 1) Edema perifer atau edema pitting

2) Asites

3) Kelopak mata bengkak 4) Suara napas ronki basah

5) Penambahan berat badan yng tidak normal (Lyndon Saputra, 2013).

2) Ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa a. Hiponatremia (<134 mEq/L)

Adalah keadaan kekurangan kadar natrium dalam cairan ekstrasel yang menyebabkan perubahan tekanan osmotic. Pada kondisi ini, kadar natrium serum < 136 mEq/L dan berat jenis urin < 1,010.

(27)

Penurunan kadar natrium menyebabkan cairan berpindah dari ruang ekstrasel ke cairan intrasel sehingga menjadi bengkak.

Tanda dan gejala hiponatremia meliputi rasa haus berlebihan, denyut nadi cepat, hipotensi postural, konvulsi, membrane mukosa kering, cemas, postural dizziness, mual, muntah, dan diare.Hiponatremia umumnya disebabkan oleh kehilangan cairan tubuh secara berlebihan, misalnya ketika terjadi diare atau muntah terus menerus dalam jangka waktu lama.

b. Hipernatremia (>146 mEq/L)

Hipernatremia adalah kelebihan kadar natrium dalam cairan ekstrasel yang menyebabkan peningkatan tekanan osmotic ekstrsel. Pada kondisi ini, kadar natrium serum >144 mEq/L dan berat jenis urine > 11,30. Peningkatan kadar natrium menyebabkan cairan intrasel bergerak keluar sel.

Tanda dan gejala hipernatremia meliputi kulit dan mukosa bibir kering, turgor kulit buruk, permukaan kulit membengkak, oliguria atau anuria, konvulsi, suhu tubuh tinggi, dan lidah kering serta kemerahan. Hipernatremia bisa disebabkan oleh asupan natrium yang berlebihan,kerusakan sensasi haus, diare, disfagia, poliuria karna diabetes insipidus, dan kehilangan cairan berlebihan dari paru-paru.

c. Hipokalemia (<3,4 mEq/L)

Hipokalemia adalah keadaan kekurangan kadar kalium dalam cairan ekstrasel yang menyebabkan kalium berpindah keluar sel. Pada kondisi ini, kadar kalium serum < 3,5 mEq/L. pada pemeriksaan EKG terdapat gelombang T datar depresi segmen ST. hipokalemia ditandai dengan kelemahan, keletihan, dan penurunan kemampuan otot. Selain itu kondisi ini juga ditandai denga distensi usus, penurunan bising usus, denyut jantung (aritmia) tidak beraturan, penurunan tekanan darah, tidak napsu makan, dan muntah-muntah.

(28)

d. Hiperkalemia(>5,0 mEq/L)

Hiperkalemia adalah keadaan kelebihan kadar kalium dalam cairan ekstrasel. Pada konsdisi ini, nilai kalium serum > 5 mEq/L. pada pemeriksaan EKG terdapat gelombang T memuncak, QRS melebar, dan PR memanjang.

Tanda dan gejala hiperkalemia meliputi rasa cemas, iritabilitas, hipotensi, parastesia, mual, hiperaktivitas system pencernaan, kelemahan, dan aritmia.Hiperkalemia ini berbahaya karena dapat menghambat transmisi impuls jantung dan dapat menyebabkan serangan jantung.

Hiperkalemia dapat terjadi pada pasien luka bakar, penyakit ginjal, dan asidosis metabolic. Ketika terjadi hiperkalemia, salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk menormalkan kadar kalium adalah dengan pemberian insulin karena insulin dapat membantu mkalium masuk kedalam sel.

e. Hipokalsemia( <8,6 mg/ dL atau 4,5 mEq/L)

Hipokalsemia adalah kondisi kekurangan kalsium dalam cairan ekstrasel. Pada kondisi ini, kadar kalsium serum <4,5 mEq/L serta terjadi pemanjangan interval Q-T pada pemeriksaan EKG. Hipokalsemia ditandai dengan terjadinya kram otot dan kram perut kejang (spasme) dan tetani, peningkatan motilitas gastrointestinal, gangguan kardiovaskuler dan osteoporosis.

f. Hiperkalsemia( >10 mg/Dl atau 5,5 mEq/L)

Hiperkalsemia adalah kondisi kelebihan kadar kalsium pada cairan ekstrasel. Pada kondisi ini, kadar kalsium serum > 5,8 mEq/L serta terjadi peningkatan BUN akibat kekurangan cairan.

(29)

Hiperkalsemia ditandai dengan penurunan kemampuan otot, mual, muntah, anoreksia, kelemahan dan letargi, nyeri pada tulang, dan serangan jantung.Kondisi ini dapat terjadi pada pasien yang mengalami pengangkatan kelenjar ogondok dan mengkonsumsi vitamin D secara berlebihan.

g. Hipomagnesemia (<1,3 mEq/L)

Hipomagnesia adalah kondisi kekurangan kadar magnesium dalam darah. Pada kondisi ini, kadar magnesium serum ≥ 1,4 mEq/L.

Hipomagnesia ditandai dengan iritabilitas, tremor, hipertensi, disorientasi, konvulsi, halusinasi, kejang, dan kram pada kaki dan tangan, reflek tendon profunda yang hiperaktif, serta takikardia. Kondisi ini umunya disebabkan oleh konsumsi alcohol yang berlebihan, malnutrisi, gagal hati, absorbs usus yang buruk, dan diabetes mellitus.

h. Hipermagnesemia (>2,5 mEq/L)

Hipermagnesia adalah kelebihan kadar magnesium dalam darah. Pada kondisi ini, nilai kadar magnesium serum ≥ 3,4 mEq/L. hipermagnesia ditandai dengan depresi pernapasan, aritmia jantung, dan depresi reflex tendon profunda.

i. Hipokloremia (≥95 mEq/L)

Hipokloremia adalah kondisi kekurangan ion klorida dalam serum. Pada kondisi ini, nilai ion klorida ≥ 95 mEq/L. Hipokloremia ditandai dengan gejal yang menyerupai alkalosis metabolic yaitu, kelemahan, apatis, gangguan mental, pusing, dank ram. Kondisi ini dapat terjadi karena tubuh kehilangan sekresi gastrointestinal secara berlebihan, misalnya karena muntah, diare, dieresis, atau pengisapan nasogastrik. j. Hiperkloremia (> 105 mEq/L)

Hiperkloremia adalah kondisi kelebihan ion klorida dalam serum.Pada kondisi ini, nilai ion klorida > 105 mEq/L. hiperkloremia sering

(30)

dikaitkan dengan hipernatremia, terutama pada kasus dehidrasi dan masalah ginjal.

Hiperkloremia menyebabkan penurunan bikarbonat sehingga menyebabkan ketidakseimbanagn asam basa. Jika berlangsung lama, kondisi ini akan menyebabkan kelemahan, letrgi, dan pernapasan kusmaul.

k. Hipofosfatemia(<2,5 mg/Dl)

Hipofosfatemia adalah kondisi penurunan kadar ion fosfat didalam serum. Pada kondisi ini, nilai ion fosfat < 2,8 mg/dl. Hiposfatemia antara lain ditandai dengan anoreksia, parastesia, kelemahan otot, dan pusing. Kondisi ini dapat terjadi karena pengosumsian alcohol secara berlebihan, malnutrisi, hipertiroidisme, dan ketoasidosis diabetes. l. Hiperfosfatemia(>4,5 mg/Dl)

Hiperfosfatemia adalah kondisi peningkatan kadar ion fosfat didalam serum. Pada kondisi ini, nilai ion fosfat > 4,4 mg/dl atau > 3,0 mEq/L. Hiperfosfatemia antara lain ditandai dengan peningkatan eksitabilitas system saraf pusat, spasme otot, konvulsi dan tetani, peningkatan gerakan usus, ganggua kardiovaskuler, dan osteoporosis. Kondisi ini dapat terjadi pada kasus gagal ginjal atau pada saat kadar parathormon menurun.

m. Asidosis respiratorik

Asidosis respiratorik merupakan gangguan keseimbangan asam basa yang ditandai dengan penurunan pH akibat retensi CO2.Oleh karena jumlah CO2 yang keluar melalui paru berkurang, terjadi peningkatan

H2CO3 yang akhirnya menyebabkan peningkatan [H+].Hal ini

menyebabkan pH meurun. Penurunan pH pada asidosis respiratorik dapat disebabkan antara lain oleh penyakit obstruksi paru (misalnya asma dan enfisema), perdarahan, trauma kepala, dan tindakan menahan napas.

(31)

1) Gangguan pernapasan yang menyebabkan hipoventilasi

2) Terdapat tanda-tanda depresi susunan saraf pusat, gangguan kesadaran, dan disorientasi.

3) pH plasma <7,35

4) pCO2 tinggi (>45 mmHg)

ginjal melakukan kompensasi dengan cara : 1) meningkatkan pengeluaran hydrogen 2) mempertahankan kadar bikarbonat

n. Acidosis metabolic (pH<7.35, HCO3- ≤ 20 mEq/L, CO2 ≤23 mEq/L

BE <2 mEq/L)

Asidosis metabolic merupakan gangguan keseimbangan asam basa yang ditandai dengan penurunan pH yang bukan disebabkan oleh kelebihan CO2 dalam cairan tubuh. Kondisi ini ditandai dengan

penurunan HCO3- plasma, sedangkan kadar CO

2 normal. Penurunan

HCO3- ini dapat disebabkan oleh pengeluaran cairan kaya HCO

3-secara berlebihan atau oleh penimbunan asam nonkarbonat.

Asidosis metabolic dapat disebabkan oleh penurunan bikarbonat (misalnya karena diare) dan peningkatan asam karbonat (misalnya karena gangguan fungsi ginjal). Gejala asidosis metabolic antara lain: 1) pH plasma <7,35 dengan nilai HCO3-< 22 mEq/L.

2) PCO2 normal atau rendah jika sudah terjadi kompensasi

3) Pernapasan kusmaul ( pernapasan cepat dan dalam ) 4) Kelelahan (malaise)

5) Disorientasi

Tubuh melakukan kompensasi dengan cara :

1) Ginjal menahan bikarbonat dan mengeluarkan hydrogen

2) Paru meningkatkan pengeluaran CO2 dengan cara bernapas

cepat dan dalam. o. Alkalosis respiratorik

(32)

Alkalosis respiratorik merupakan gangguan keseimbangan asam basa yang ditandai dengan kenaikan ph karena pengeluaran CO2 berlebih

akibat hiperventilasi.Hiperventilasi dapat disebabkan oleh kondisi demam, kecemasan, emboli paru, dan keracunan aspirin.

Gejala klinis alkalosis respiratorik antara lain: 1) pH > 7,45

2) Penglihatan kabur

3) Baal dan kesemutan pada ujung jari tangan dan kaki 4) Kemampuan konsentrasi terganggu

5) Tetani, kejang, dan aritmia jantung (pada kasus yang gawat)

Ginjal melakukan kompensasi dengan cara meningkatkan eksresi bikarbonat dan menahan hydrogen.

p. Alkalosis metabolic (pH>7.45, HCO3->28 mEq/L, BE >2 mEq/L)

Alkalosis metabolic adalah keadaan penurunan jumlah ion hydrogen dalam plasma yang disebabkan oleh defisiensi relative asam-asam non bikarbonat.Pada kondisi ini, peningkatan HCO3- tidak diimbangi

dengan peningktan CO2.

Gejala klinis alkalosis metabolic antara lain:

1) Nilai bikarbonat plasma > 26 mEq/L dan pH> 7,45 2) Apatis

3) Ganggun mental, misalnya letargi, bingung, dan gelisah 4) Lemah

5) Kram 6) Pusing

Tubuh melakukan kompensasi dengan cara :

1) Ginjal menahan ion hydrogen dan mengekskresikan lebih banyak HCO3-.

2) Napas menjadi lambat dan dangkal.

6. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit pada pasien gagal ginjal kronik atau CKD.

Dua adaptasi penting yang dilakukan ginjal sebagai respon terhadap ancaman ketidakseimbangan cairan dan elektrolit :

(a) Sisa nefron yang ada mengalami hipertrofi dalam usahanya untuk melaksanakan seluruh beban kerja ginjal.

(33)

(b) Terjadi peningkatan beban filtrasi, beban solute dan reabsorbsi tubulus dalam setiap nefron, meskipun GFR diseluruh massa nefron turun dibawah normal.

Pada gagal ginjal kronis, fungsi ginjal menurun secara drastis yang berasal dari nefron.Insifisiensi dari ginjal tersebut sekitar 20% sampai 50% dalam hal GFR (Glomerular Filtration Rate).Pada penurunan fungsi rata-rata 50%, biasanya muncul tanda dan gejala azotemia sedang, poliuri, nokturia, hipertensi dan sesekali terjadi anemia.Selain itu, selama terjadi kegagalan fungsi ginjal maka keseimbangan cairan dan elektrolit pun terganggu. (Madara, 2008 dalam Eko prabowo dan Andi eka pranata, 2014).

1) Ketidakseimbangan cairan

Mula-mula ginjal kehilangan fungsinya sehingga tidak mampu memekatkan urine (hipothenuria) dan kehilangan cairan yang berlebihan (poliuria).Hipothenuria tidak disebabkan atau berhubungan degan penurunan jumlah nefron, tetapi peningkatan beban zat tiap nefron.Hal ini terjadi karena keutuhan nefron yang membawa zat tersebut dan kelebihan air untuk nefron-nefron tersebut tidak dapat berfungsi lama.Terjadi osmotic diuretic, menyebabkan seseorang menjadi dehidrasi.

Jika jumlah nefron yang tidak berfungsi meningkat, maka ginjal tidak mampu menyaring urin (isothenurua). Pada tahap ini glomerulus menjadi kaku dan plasma tidak dapat difilter dengan mudah melalui tubulus, maka akan terjadi retensi cairan dengan retensi air dan natrium (Arif Muttaqin, 2011).

2) Ketidakseimbangan Natrium

Ketidakseimbangan natrium merupakan masalah yang serius dimana ginjal mengeluarkan sedikitnya 20-30 mEq natrium setiap hari atau dapat meningkat sampai 200 mEq per hari.Variasi kehilangan natrium berhubungan dengan intact nephron theory. Dengan kata lain, bila terjadi kerusakan nefron, maka tidak terjadi pertukaran natrium.

(34)

Nefron menerima kelebihan natrium sehingga menyebabkan GFR menurun dan dehidrasi.Kehilangan natrium lebih meningkat pada gangguan gastrointestinal, terutama muntah dan diare.Keadaan ini memperburuk hiponatremia dan dehidrasi.

Pada GGK yang berat keseimbangan natrium dapat dipertahankan meskipunterjadi kehilangan yang fleksibel pada natrium. Bila GFR menurun di bawah 25-30 ml/menit, maka ekresi natrium kurang lebih 25 mEq/hari, maksimal eksresinya 150-200 mEq/hari. Pada keadaan ini natrium dalam diet dibatasi yaitu sekitar 1-1,5 gram/hari.

3) Ketidakseimbangan Kalium

Jika keseimbangan cairan dan asidosis metabolic terkontrol, maka hiperkalemia jarang terjadi sebelum stadium IV.Keseimbangan kalium berhubungan dengan sekresi aldosteron. Selama urine output dipertahankan, kadar kalium biasanya terpelihara. Hiperkalemia terjadi karena pemasukan kalium yang berlebihan, dampak pengobatan, hiperkatabolik (infeksi), atau hiponatremia.Hiperkalemia juga merupakan karakteristik dari tahap uremia.

Hipokalemia terjadi pada keadaan muntah atau diare berat, pada penyakit tubuler ginjal, dan penyakit nefron ginjal, dimana kondisi ini akan menyebabkan ekresi kalium meningkat. Jika hipokalemia persisten, kemungkinan GFR menurun dan produksi NH3 meningkat HCO3 menurun

dan natrium bertahan.

4) Ketidakseimbangan Asam Basa

Asidosis metabolic terjadi karena ginjal tidak mampu mengeksresikan ion hydrogen untuk menjaga pH darah normal. Disfungsi renal tubuler mengakibatkan ketidakmampuan pengeluaran ion H dan pada umunya penurunan eksresi H+ sebanding dengan penurunan GFR. Asam yang

secara terus menerus dibentuk oleh metabolism dalam tubuh dan tidak difiltrasi secara efektif, NH3 menurun dan sel tubuler tidak

(35)

berfungsi.Kegagalan pembentukan bikarbonat memperberat ketidakseimbangan.Sebagian kelebihan hydrogen dibuffer oleh mineral tulang.Akibatnya asidosis metabolic memungkinkan terjadinya osteodistrofi.

5) Ketidakseimbangan magnesium

Magnesium pada tahap awal GGK adalah normal, tetapi menurun secara progresif dalam eksresi urine sehingga menyebabkan akumulasi.Kombinasi penurunan eksresi dan intake yang berlebihan pada hipermagnesemia dapat mengakibatkan henti napas dan jantung.

6) Ketidakseimbangan kalsium dan Fosfor

Secara normal kalsium dan fosfor dipertahankan oleh paratiroid hormone yang menyebabkan ginjal mreabsorbsi kalsium, mobilisasi kalsium dari tulang, dan depresi reabsorbsi tubuler dari fosfor.Bila fungsi ginjal menurun 20-25% dari normal, hiperfosfatemia dan hipokalsemia terjadi sehingga timbul hiperparatiroidisme sekunder.Metabolism vitamin D terganggu dan bila hiperpathyroidisme berlangsung dalam waktu lama dapat mengakibatkan osteornal dystrophy.

B. Konsep Asuhan Keperawatan Gangguan Keseimbangan Cairan dan Elktrolit pada Pasien CKD atau Gagal Ginjal Kronik

a. Pengkajian Keperawatan 1) Identitas klien

Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, nomor registrasi, tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian, diagnosa medis.

2) Identitas Penanggung Jawab

Meliputi nama, umur, pendidikan, pekerjaan, alamat dan hubungan dengan klien.

(36)

3) Riwayat Kesehatan a. Keluhan Utama

Keluhan yang sangat bervariasi, terlebih jika terdapat penyakit sekunder yang menyertai. Keluhan bisa berupa urine output yang menurun (oliguria) sampai pada anuria, penurunan kesadaran karena komplikasi pada system sirkulsi-ventilasi, anoreksia, mual dan muntah, diaphoresis, fatigue, napas berbau urea,dan pruritus. Kondisi ini dipicu oleh karena penumpukan (akumulasi) zat sisa metabolism/ toksin dalam tubuh karena ginjal mengalami kegagalan filtrasi (Eko prabowo dan Andi eka pranata, 2014).

b. Riwayat Kesehatan Sekarang

Klien dengan gagal ginjal kronis terjadi penurunan urine output, penurunan kesadaran, perubahan pola napas karena komplikasi dari gangguan system ventilasi seperti pernapasan kussmaul, fatigue, perubahan fisiologi kulit seperti pruritus dan area ekimosis pada kulit, serta bau urea pada napas. Selain itu, karena berdampak pada proses metabolisme (sekunder karena intoksikasi), maka akan terjadi anoreksia, nausea dan vomit sehingga beresiko untuk terjadinya gangguan nutrisi (Eko prabowo dan Andi eka pranata, 2014).

c. Riwayat Kesehatan Dahulu

Gagal ginjal kronik dimulai dengan periode gagal ginjal akut dengan berbagai penyebab (multikausa). Oleh karena itu, informasi penyakit terdahulu akan menegaskan untuk masalah. Biasanya ada riwayat penyakit ISK, payah jantung, penggunaan obat berlebihan (overdosis) khususnya obat

(37)

yang bersifat nefrotoksik, BPH dan lain sebagainya yang mampu mempengaruhi kerja ginjal. Selain itu ada beberapa penyakit yang langsung mempengaruhi/menyebabkan gagal ginjal yaitu diabetes mellitus, hipertensi, dan batu saluran kemih (urolithiasis) (Eko prabowo dan Andi eka pranata, 2014).

d. Riwayat Kesehatan Keluarga

Gagal ginjal kronik bukan penyakit menular dan menurun, sehingga silsilah keluarga tidak terlalu berdampak pada penyakit ini.Namun pencetus sekunder seperti DM dan Hipertensi memiliki pengaruh terhadap kejadian penyakit gagal ginjal kronis, karena penyakit tersebut bersifat herediter.Kaji pola kesehatan keluarga yang diterapkan jika ada anggota keluarga yang sakit, misalnya minum jamu saat sakit.

4) Activity Daily Living (ADL) 1. Pola Nutrisi

Gangguan system pencernaan lebih dikarenakan efek dari penyakit (stress effect).Sering ditemukan anoreksia, nausea, vomit, dan diare.

2. Pola Eliminasi

Dengan gangguan/ kegagalan fungsi ginjal secara kompleks (filtrasi, sekresi, reabsorbsi dan ekskresi), maka manifestasi yang paling menonjol adalah penurunan urin output < 400 ml/hari bahkan sampai pada anuria (tidak adanya urine output).

3. Pola Aktivitas / istirahat

Klien mengalami penurunan tingkat kesadaran dan keadaan umum yang lemah.Didapatkan adanya nyeri panggul, sakit kepala, keram otot, defosit fosfat kalsium dan keterbatasan gerak sendi serta menyebabkan

(38)

keletihan, kelemahan, malaise, dan aktivitas fisik rendah.

5) Riwayat Psikososial

Pada klien gagal ginjal kronis, biasanya perubahan psikososial terjadi pada waktu klien mengalami perubahan struktur fungsi tubuh dan menjalani proses dialisa. Klien akan mengurung diri dan lebih banyak berdiam diri (murung). Selain itu, kondisi ini juga dipicu oleh biaya yang dikeluarkan selama proses pengobatan sehingga klien mengalami kecemasan.

6) Pemeriksaan Fisik a) Keadaan umum

Keadaan umum klien lemah dan terlihat sakit berat.Tingkat kesadaran menurun sesuai dengan tingkat uremia dimana dapat mempengaruhi system saraf pusat.Pada TTV sering didapatkan adanya perubahan; RR meningkat, tekanan darah terjadi perubahan dari hipertensi ringan sampai berat. (Arif Muttaqin, 2011).

b) Kepala

(1)Inspeksi : Biasanya ditemukan normachepal, rambut tipis dan kasar

(2) Palpasi : Biasanya tidak ditemukan benjolan c) Wajah

(1) Inspeksi : Biasanya ditemukan edema

(2) Palpasi : Biasanya ditemukan pitting edema (+) d) Mata

(1)Inspeksi : Biasanya ditemukan konjungtiva anemis e) Telinga

(1) Inspeksi : Biasanya tidak ditemukan lesi

(39)

(1) Inspeksi : Biasanya ditemukan klien bernapas dengan bau urine (fetor uremik) dan pernapasan kusmaul.

g) Mulut

(1)Inspeksi : Biasanya ditemukan klien dengan bau mulut ammonia, dan peradangan mukosa mulut.

h) Leher

(1)Inspeksi : Biasanya tidak ditemukan pembengkakan (2)Palpasi : Biasanya ditemukan distensi vena jugularis i) Thoraks

Paru

(1) Inspeksi : Biasanya terdapat tarikan dinding dada (2) Palpasi : Biasanya premitus kiri dan kanan sama (3) Perkusi : Biasanya terdengar bunyi pekak

(4) Auskultasi : Biasanya terdengar crackles Jantung

(1) Inspeksi : Biasanya ictus cordis tidak tampak (2) Palpasi : Biasanya nadi meningkat

(3) Perkusi : Biasanya terdengar bunyi pekak

(4) Auskultasi : Biasanya ditemukan gangguan irama jantung, friction rub

j) Abdomen

(1) Inspeksi : Biasanya ditemukan asites

(2) Palpasi : Biasanya ditemukan distensi abdomen (3) Perkusi : Biasanya terdengar bunyi timpani (4) Auskultasi : Biasanya bising usus normal k) Ekstremitas :

(1) Inspeksi : Biasanya ditemukan edema ,ptekie, area ekimosis pada kulit.

(2) Palpasi : Biasanya ditemukan pitting edema (+). b. Pemeriksaan Diagnostik

(40)

1. Laju Endap Darah : meninggi yang diperberat oleh adanya anemia, dan hipoalbuminemia, anemia normositer normokrom, dan jumlah retikulosit yang rendah.

2. Ureum dan kreatinin : meninggi, perbandingan antara ureum dan kreatinin kurang lebih 20:1. Ingat perbandingan bisa meninggi oleh karena perdarahan saluran cerna, demam, luka bakar luas, pengobatan steroid, dan obstruksi saluran kemih. Perbandingan ini akan berkurang : ureum lebih kecil dari kreatinin, pada diet rendah protein, dan tes klirens kreatinin yang menurun.

3. Hiponatremi : umumnya karena kelebihan cairan. Natrium normal; 135-145 mEq/lt. Hiperkalemia : biasanya terjadi pada gagal ginjal lanjut bersama dengan menurunnya diuresis. Dilihat dari hasil tes, kadar potassium > 5 mEq/L. Kalium normal dalam tubuh; 3,5-5,3 mEq/lt. 4. Hipokalsemia dan hiperfosfatemia : terjadi karena berkurangnya sintesis

vitamin D3 pada GGK. Ureum dan kreatinin : meninggi, perbandingan antara ureum dan kreatinin kurang lebih 20:1. Ingat perbandingan bisa meninggi oleh karena perdarahan saluran cerna, demam, luka bakar luas, pengobatan steroid, dan obstruksi saluran kemih. Perbandingan ini akan berkurang : ureum lebih kecil dari kreatinin, pada diet rendah protein, dan tes klirens kreatinin yang menurun.

5. Hiponatremi : umumnya karena kelebihan cairan. Natrium normal; 135-145 mEq/lt. Hiperkalemia : biasanya terjadi pada gagal ginjal lanjut bersama dengan menurunnya diuresis. Dilihat dari hasil tes, kadar potassium > 5 mEq/L. Kalium normal dalam tubuh; 3,5-5,3 mEq/lt.

6. Hipokalsemia dan hiperfosfatemia : terjadi karena berkurangnya sintesis vitamin D3 pada GGK. Kalsium normal dalam tubuh 4-5 mEq/lt, fosfat normal dalam tubuh 2,5-4,5 mEq/L dalam serum darah. Phosphate alkaline : meninggi akibat gangguang metabolism tulang, terutama isoenzim fosfate lindi tulang.

7. Hipoalbuminemia dan hipokolesterolemia; umumnya disebkan gangguan metabolism dan diet rendah protein.

(41)

8. Peninggian gula darah, akibat gangguan metabolism karbohidrat pada gagal ginjal (resistensi terhadap pengaruh insulin pada jaringan perifer). 9. Hipertrigliserida, akibat gangguan metabolism lemak, disebabkan

peninggian hormone insulin dan menurunnya lipoprotein lipase.

10. Asidosis metabolic dengan kompensasi respirasi menunjukkan pH yang menurun, pH arteri kurang dari 7,35. BE yang menurun,normalnya -2 sampai +2. HCO3- yang menurun normalnya 22-26 mEq/L. PCO2 yang

menurun,normalnya 35-45 mmHg. Semuanya disebabkan oleh retensi asam-asam organic pada gagal ginjal.

c. Penatalaksanaan Medis

Tujuan penatalaksanaan adalah menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit dan mencegah komplikasi, yaitu sebagai berikut.

1. Dialysis. Dialysis memperbaiki abnormalitas biokomia; menyebabkan cairan, protein dan natrium dapat dikonsumsi secara bebas; menghilangkan kecendrungan perdarahan dan membantu penyembuhan luka.

2. Koreksi hiperkalemi. Mengendalikan kalium darah sangat penting karena dapat menimbulkan kematian mendadak. Bila terjadi hiperkalemia, maka pengobatannya adalah dengan mengurangi intake kalium, pemberian Na bikarbonat, dan pemberian infuse glukosa.

3. Koreksi anemia. Usaha pertama ditujukan untuk mengatasi faktor defisiensi, kemudian mencari apakah ada perdarahan yang mungkin dapat diatasi.

4. Koreksi asidosis. Pemberian asam melalui makanan dan obat-obatan harus dihindari. Natrium bikarbonat dapat diberikan peroral atau parenteral. Pada permulaan mEq natrium bikarbonat diberi intervensi perlahan-lahan, jika diperlukan dapat diulang.

5. Pengendalian hipertensi. Pemberian obat beta bloker, alpa metildopa, dan vasodilator dilakukan.

d. Diagnosis Keperawatan

1. Aktual/risiko kelebihan volume cairan b/d penurunan volume urin, retensi cairan dan natrium, peningkatan aldosteron sekunder dari penurunan GFR.

(42)

2. Aktual/risiko ketidakseimbangan cairan elektrolit b/d destruksi stuktur ginjal secara progrsif.

3. Aktual/risiko tinggi terjadinya penurunan curah jantung b/d ketidakseimbangan cairan dan elekrolit, gangguanfrekuensi, irama, konduksi jantung, akumulasi/ penumpukan urea toksin, kalsifikasi jaringan lunak.

4. ktual/risiko terjadinya kerusakan integritas kulit b/d gangguan status metabolic, penurunan turgor kulit, penurunan aktivitas, akumulasi ureum dalam kulit.

5. Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatan b/d kurangnya informasi. NANDA,2015.

e. Intervensi Keperawatan

Tabel 2.2 Diagnosa dan Intervensi Keperawatan NANDA, 2015; NOC, 2013; NIC 203 N O DIAGNOSA KEPERAWATAN NOC NIC 1 Kelebihan volume cairan

a. Electrolit and acid base balance Indikator : 1) Serum albumin, kreatinin, hematokrit, Blood Urea Nitrogen (BUN), dalam rentang normal 2) pH urine, urine sodium, urine creatinin,urine osmolarity, dalam rentang normal 3) tidak terjadi kelemahan otot 4) tidak terjadi Fluid Management

1. Pertahankan catatan intake dan output yang akurat 2. Pasang urin kateter jika

diperlukan

3. Monitor hasil Hb yang sesuai dengan retensi cairan (BUN, Hmt, osmolaritas urin)

4. Monitor vital sign

5. Monitor indikasi retensi / kelebihan cairan

6. Kaji luas dan lokasi edema

7. Monitor masukan

makanan / cairan dan hitung intake kalori

(43)

disritmia b. Fluid balance Indikator : 1) Tidak terjadi asites 2) Ekstremitas tidak edema 3) Tidak terjadi distensi vena jugularis 9. Kolaborasi pemberian diuretikssuai interuksi 10.Kolaborasikan dokter jika

tanda cairan berlebih muncul memburuk

Fluid Monitoring

1. Tentukan riwayat jumlah dan tipe intake cairan dan eliminasi

2. Tentukan kemungkinan

faktor resiko dari

ketidakseimbangan cairan 3. Monitor berat badan 4. Monitor TD, HR dan RR 5. Monitor tekanan darah

orthostastik dan perubahan irama jantung

6. Monitor parameter

hemodinamik infasif

7. Catat secara akurat intake dan output

8. Monitor tanda dan gejala oedema

9. Beri cairan sesuai keprluan

10.Kolaborasi dalam

pemberian obat yang dapat meningkatkan output urin 2 Ketidakseimbangan

cairan dan elektrolit

Keseimbangan elektrolit dan Asam Basa Indikator : 1. Serum albumin, kreatinin, hematokrit, Blood Urea Nitrogen (BUN), dalam rentang normal 2. Tidak terjadi kelemahan otot, kram otot dan kram perut 3. Tidak terjadi

Manajemen Elektrolit/Cairan

1. Pantau kadar serum

elektrolit yang

abnormal, seperti yang tersedia

2. Monitor peeubahan status paru atau jantung yang menunjukkan kelebihan cairan atau dehidrasi

3. Timbang berat badan harian dan pantau gejala

4. Monitor hasil

(44)

disritmia 4. Tidak terjadi gangguan kesadaran relevan dengan keseimbangan cairan (misalnya, peningkatan BUN, albumin, protein total, dan osmolalitas serum)

5. Jaga pencatatan

intake/asupan dan output yang akurat. 6. Batasi cairan yang

sesuai

7. Monitor tanda-anda vital yang sesuai

8. Konsultasikan dengan dokter jika tanda dan gejala

ketidakseimbangan

cairan dan/atau

elektrolit yang menetap atau memburuk

9. Instruksikan pasien dan keluarga mengenai

alasan untuk

pembatasan cairan, tindakan hidrasi, atau administrasi elektrolit tambahan, seperti yang ditunjukkan. 3 Penurunan curah jantung a. Cardiac Pump effectiveness Indikator : 1) Systolic blood pressure dalam rentang normal 2) Diastolic blood pressure dalam rentang normal 3) Tidak ada disritmia

4) Tidak ada bunyi

Cardiac Care

1. Evaluasi adanya nyeri dada(intensitas, lokasi, durasi).

2. Catat adanya disritmia jantung.

3. Catat adanya tanda dan gejala penurunan cardiac output.

4. Monitor status

kardiovaskuler.

5. Monitor status pernafasan yang menandakan gagal

(45)

jantung abnormal 5) Tidak terjadi

angina

6) Tidak ada edema perifer

7) Tidak ada edema paru 8) Tidak dispnea saat istirahat 9) Tidak dispnea ketika latihan 10) Tidak terjadi hepatomegali 11) Aktivitas toleran 12) Tidak sianosis b. Circulation Status Indikator : 1) Systolic blood pressure dalam rentang normal 2) Diastolic blood pressure dalam rentang normal 3) Pulse pressure dalam rentang normal 4) CVP (Central Venous Pressure) tidak meningkat 5) MAP dalam rentang normal 6) AGD (PaO2 dan

PaCO2) dalam rentang normal 7) Saturasi O2 dalam rentang normal 8) Tidak asites c. Vital signs Indikator : 1) Denyut jantung jantung

6. Monitor abdomen sebagai indicator penurunan fungsi 7. Monitor balance cairan 8. Monitor adanya perubahan

tekanan darah

9. Istirahatkan klien dengan tirah baring optimal

10. Berikan oksigen tambahan sesuai dg indikasi

11. Kolaborasi untuk diit jantung

12. Kolaborasi untuk

pemberian obat diuretik, vasodilator, morfin sulfat, dan antikoagulan

13. Monitor respon pasien terhadap efek pengobatan antiaritmia

14. Atur periode latihan dan istirahat untuk menghindari kelelahan

15. Monitor adanya dispneu, ortopneu, dan takipnue

16. Anjurkan untuk

menurunkan stress

Vital Sign Monitoring

1. Monitor TD, nadi, suhu dan RR

2. Catat adanya fluktuasi tekanan darah

3. Monitor vital sign pasien saat berbaring, duduk atau berdiri 4. Auskultasi tekanan darah

pada kedua lengan dan bandingkan

5. Monitor TD,nadi, RR, sebelum, selama,dan setelah aktivitas

6. Monitor kualitas nadi

7. Monitor adanya pulsus paradoksus

(46)

apikal dalam rentang normal 2) Irama denyut jantung dalam rentang normal 3) Denyut nadi radial dalam rentang normal 4) Tekanan Systole dan Diastole dalam rentang normal jantung

9. Monitor bunyi jantung 10. Monitor suara paru

11. Monitor pola pernapasan abnormal

12. Monitor sianosis perifer 13. Identifikasi penyebab dari

perubahan vital sign

4 Resiko Kerusakan integritas kulit

a. Tissue integrity : Skin and Mucous Membranes

Indikator :

1) Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan ( sensasi, elastic sitas, temperature, hidrasi,

pigmentasi ) 2) Tidak ada luka /

lesi pada kulit 3) Perfusi jaringan baik 4) Menunjukkan pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan mencegah terjadinya cedera berulang 5) Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembaban kulit dan perawatan alami Pressure Management

1. Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaianyang longgar

2. Hindari kerutan pada tempat tidur

3. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering

4. Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien setiap dua jam sekali)

5. Monitor kulit akan danya kemerahan

6. Oleskan lotion atau minyak baby/baby oil pada daerah yang tertekan

7. Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien

8. Monitor status nutrisi pasien

9. Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat

(47)

pengetahuan tentang proses penyakit, diet,

perawatan dan pengobatan process b. knowledge : health behavior 1) pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi, prognosis dan program pengobatan 2) pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara benar 3) pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan perawat/ tim kesehatan lainnya 1) gambarkan tandadan gejala yang biasa muncul pada penyakit 2) gambarkan proses

penyakit

3) diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan

untuk mencegah

komplikasi dimasa yang akan datang dan

atau proses

pengontrolan penyakit

4) diskusikan pilihan terapi atau penanganan

f. Implementasi Keperawatan

Implementasi adalah tahap keempat dalam proses keperawatan. Tahap inimuncul jika perencanaan yang dibuat diaplikasikan pada pasien. Tindakan yang dilakukan mungkin sama, mungkin juga berbeda dengan urutan yang telah dibuat pada perencanaan. Aplikasi yang dilakukan pasien berbeda-beda disesuaikan dengan kondisi pasien saat itu dan kebutuhan yang dirasakan oleh pasien (Debora,2011).

(48)

Evaluasi merupakan tahap akhir dari asuhan keperawatan yang membandingkan hasil tindakan yang telah dilakukan dengan criteria hasil yang sudah ditetapkan serta menilai apakah masalah yang terjadi sudah teratai seluruhnya, hanya sebagian, atau bahkan belum teratasi semuanya (Debora, 2011).

(49)

A. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif, yaitu suatu metode penelitian yang dilakukan dengan tujuan untuk membuat gambaran atau deskriptif tentang suatu keadaan secara objektif dengan pendekatan studi kasus. Hasil yang dilakukan oleh peneliti adalah asuhan keperawatan ketidakseimbangan cairan dan elektrolit pada pasien gagal ginjal kronik di Ruang Rawat Inap Penyakit Dalam RSUP Dr.M. Djamil Padang tahun 2017.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat penelitian dilakukan di Ruang Rawat Inap Penyakit Dalam RSUP Dr. M.Djamil Padang.Waktu penelitian dilakukan pada bulan Januari sampai bulan juni 2017.Studi kasus dilaksanakan tanggal 25 - 31 Juni 2017.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan dari objek yang diteliti atau subjek yang diteliti.Populasi dari penelitian ini adalah seluruh pasien gagal ginjal kronik atau Chronic Kidney Desiaseyang berada di Ruang Rawat Penyakit Dalam Wanita RSUP.Dr. M. Djamil Padang dengan jumlah pasien 8 orang. 2. Sampel

Sampel merupakan bagian populasi yang akan diteliti atau sebagian jumlah dari karakteristik yang dipilih oleh populasi. Teknik sampling merupakan suatu proses seleksi sampel yang digunakan dalam penelitian dari populasi yang ada (Hidayat, 2013).

Sampel penelitian ini diambil sebanyak 2 orang dengan menggunakan teknik dengan teknik simple random sampling Sampel penelitian ini adalah dua orang partisipan gagal ginjal atau CKD yang mengalami ketidakseimbangan cairan dan elektrolit di ruangan Rawat penyakit dalam wanita RSUP. Dr. M. Djamil Padang yaitu Ny. J dan Ny. F.

Adapun kriteria sampel dalam penelitian ini yaitu: a. Kriteria Inklusi

(50)

4. Format rencana asuhan keperawatan terdiri dari: nama pasien, nomor rekam medic, hari dan tanggal, diagnosa keperawatan, intervensi NIC dan NOC.

5. Format catatan perkembangan keperawatan terdiri dari : nama pasien, nomor rekam medic, hari dan tanggal, jam dan implementasi keperawatan serta paraf yang melakukan implementasi keperawatan.

6. Format evaluasi keperawatan terdiri dari : nama pasien, nomor rekam medic, hari dan tanggal, diagnose keperawatan, evaluasi keperawatan dan paraf yang melakukan evaluasi keperawatan.

7. Alat pemeriksaan fisik yang terdiri dari: stetoskop, thermometer,tensi meter, timbangan berat badan dewasa dan jam tangan.

E. Pengumpulan Data 1. Jenis Data

a. Data Primer

Data primer adalah data yang dikumpulkan langsung dari responden dan keluarga berdasarkan format pengkajian asuhan keperawatan dasar.Data primer dari penelitian berikut didapatkan dari hasil wawancara observasi langsung dan pemeriksaan fisik langsung pada responden. Pengumpulan data pada penelitian berikut dilakukan dengan cara pemeriksaan fisik (observasi), pengukuran, anamnesa (pengkakjian dengan wawancara langsung dengan pasien atau keluarga), dan dokumentasi untuk sumber data yang sama secara serempak (Sugiyono,2014).

b. Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari data profil objek yang akan diteliti, serta dokumentasi dari objek tersebut. Data sekunder yang diperoleh oleh peneliti berupa dokumentasi data pasien Chronik Kidney Desease (CKD) yang mengalami ketidakseimbangan cairan dan elektrolit diperoleh dariMedical Record RSUP. Dr. Djamil Padang.

(51)

Teknik pengumpulan data menggunakan multi sumber bukti (triangulasi) dimana pengumpulan data dari berbagai teknik pengumpulan data dan sumber data yang telah ada. Teknik triangulasi digunakan peneliti dengan pengumpulan data yang berbeda-beda ntuk mendapatkan data dari sumber yang sama. Peneliti dalam pengumpulan data ini menggunakan observasi, wawancara, dan dokumentasi untuk sumber data yang sama secara serempak (Sugiyono, 2014).

1. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik merupakan cara pengumpulan data dengan melakukan pemeriksaan secara langsung kepada partisipan penelitian untuk mencari peubahan tau hal-hal yang tidak sesuai dengan keadaan normal. Dalam metode pemeriksaan fisik ini, peneliti melakukan pemeriksaan meliputi : keadaan umum partisipan, tanda-tanda vital dan pemeriksaan head to toe

dan pemeriksaan dilakukan dengan IPPA (Inspeksi, Palpasi, Perkusi dan Auskultasi).

2. Pengukuran

Pengukuran merupakan pemantauan kondisi pasien dengan mengukur menggunakan alat ukur pemeriksaan, seperti mengukur berat badan, suhu, dan tekanan darah serta menghitung frekuensi nafas dan nadi.

3. Wawancara atau anamnesa

Wawancara digunakan apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang diteliti dan juga apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam (Sugiyono, 2014).Didalam penelitian ini, wawancara dilakukan dengan menggunakan pedoman wawancara bebas terpimpin.Artinya, pewawancara diberi kebebasan untuk mengolah sendiri pertanyaan sehingga memperoleh jawaban yang diharapkan dan responden secara bebas dapat memberikan informasi selengkap mungkin (Notoadmojo, 2012).Seperti riwayat kesehatan responden, riwayat kesehatan keluarga responden, keluhan yang

Gambar

Table 2.1 Elektrolit-elektrolit Utama Elektrolit-elektrolit utama Fungsi Lokasi Intraseluler (mEq/L) Ekstraseluler(mEq/L) Sodium ( Na + ) Fungsi   neuromuscular   dan
Tabel 2.2 Diagnosa dan Intervensi Keperawatan  NANDA, 2015; NOC, 2013; NIC 203 N O DIAGNOSA KEPERAWATAN NOC NIC 1 Kelebihan   volume cairan
Tabel 4.1 Pengkajian Pada Partisipan 1 dan Partisipan 2 Asuhan
Tabel 4.2 Diagnosa Pada Partisipan 1 dan Partisipan 2 Asuhan
+4

Referensi

Dokumen terkait

Khususnya dalam kaitan dengan isu hak asasi manusia dalam hukuman mati, pengadilan dari berbagai negara, termasuk Afrika Selatan, Zimbabwe, Kanada, Tanzania dan Inggris juga

Berkaitan dengan kedua pedoman tersebut pada umumnya dalam pengoperasian unit filter media butiran maka operasi filtrasi akan diakhiri apabila padatan tersuspensi telah

Perubahan Anggaran Dasar dapat dilakukan melalui Musyawarah Besar Seluruh Anggota ASURA yang dihadiri oleh sekurang kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari jumlah Anggota yang hadir ,dengan

• Tindakan pemicu tunggal bersama dengan susunan paku keling dengan ring dan blok pemandu baja yang dirancang khusus menjamin penggerakan rivet yang konsisten, menjadikan

pelaporan kecurangan, jenis pelanggaran yang dapat dilaporkan, tindak lanjut atas.. pelaporan, dan belum terdapat tim pengelola

Setelah menggunakan salah satu penyelesaian dinding di atas, ruang pertunjukan tidak hanya selesai pada dinding tersebut, namun setelah keluar dari ruang pertunjukan, masih

Kesimpulan penelitian adalah penambahan asap cair sampai taraf 1,00% dalam air minum memberikan hasil yang optimal terhadap sistem imun dan angka mortalitas ayam

Sedangkan hipotesis minor yang kedua adalah, ada hubungan positif antara kepercayaan nasabah terhadap organisasi dengan loyalitas nasabah.Subyek penelitian berjumlah 70 orang