• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS FASIES LAPISAN BATUPASIR G-4, I-20 DAN I-15 BERDASARKAN DATA WIRELINE LOG DAN DATA SEISMIK PADA LAPANGAN ‘DK’, CEKUNGAN KUTEI, KALIMANTAN TIMUR | Kurnianto | MINDAGI 1918 3995 1 SM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS FASIES LAPISAN BATUPASIR G-4, I-20 DAN I-15 BERDASARKAN DATA WIRELINE LOG DAN DATA SEISMIK PADA LAPANGAN ‘DK’, CEKUNGAN KUTEI, KALIMANTAN TIMUR | Kurnianto | MINDAGI 1918 3995 1 SM"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS FASIES LAPISAN BATUPASIR G-4, I-20 DAN I-15

BERDASARKAN DATA

WIRELINE LOG

DAN DATA SEISMIK PADA

LAPANGAN ‘DK’,

CEKUNGAN KUTEI, KALIMANTAN TIMUR

oleh : Dwi Kurnianto*)

dan Taat Purwanto**)

*) Alumni Prodi Teknik Geologi Usakti **) Dosen Tetap, Prodi T. Geologi

Fakultas Teknologi Kebumian & Energi, Usakti Gedung D, Lantai 1, Jl. Kyai Tapa No.1, Grogol, Jakarta 11440

Abstrak

Lapangan ”DK” merupakan lapangan penghasil hidrokarbon yang masih produktif, yang diendapkan pada

cekungan Kutai, Kalimantan Timur. Pemetaan terhadap kondisi geologi bawah permukaan pada lapangan ini sangat diperlukan guna mengetahui bentukan morfologi bawah permukaannya yang dapat memperlihatkan bentukan struktur yang berkembang, yang difungsikan untuk mengetahui jenis jebakan hidrokarbon pada daerah penelitian serta pemetaan terhadap sedimentasi yang terdapat pada daerah penelitian yang digunakan untuk mengetahui distribusi dari setiap lapisan yang terdapat di lapangan penelitian. Dengan ini dapat di interpretasi fasies, lingkungan

pengendapan dan arah sedimentasi pada lapangan „DK‟.

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metoda pemetaan geologi bawah permukaan berdasarkan korelasi dari setiap data log sumur yang terdapat pada daerah penelitian dan data seismik atribut GAMP 1055Hz. Pemetaan dilakukan pada 3 lapisan batupasir (G-4, I-20 dan I-15 ) dari 3 lapisan yang dianalisis yang terdapat di dalam 4 sikuen. Dari hasil penelitian diintrpretasikan bahwa lapangan “DK” dibentuk oleh struktur antiklin yang terpatahkan. Endapan sedimen pada daerah pemetaan diendapkan pada lingkungan Lowerdelta plain dengan fasies distributary channel yang ditunjukan pada peta net isopach G-4, I-20, dan I-15. Arah pengendapan sedimen pada daerah penelitian berarah Barat ke Timur. Secara keseluruhan interval dari penelitian diendapkan pada fase pengendapan regresi.

I. Pendahuluan

Pengembangan terhadap lapangan penghasil hidrokarbon saat ini terus ditingkatkan, sehubu-ngan desehubu-ngan meningkatnya kebutuhan terhadap hidrokarbon tersebut, baik di bidang industri skala besar maupun untuk kebutuhan rumah tangga. Hal tersebut memicu setiap perusahaan penghasil hidrokarbon untuk meningkatkan produksinya, baik melalui optimalisasi lapangan yang sudah ada maupun mengeksplorasi ladang minyak dan gas baru.

Konsep sikuen stratigrafi merupakan konsep

geologi yang tepat dalam melakukan

pengembangan lapangan hidrokarbon, khususnya dalam menganalisis lingkungan pengendapan. Dengan mempelajari dan menafsirkan karakteristik dari setiap lapisan sedimen yang memiliki potensi untuk menjadi reservoir yaitu dengan menentukan proses sedimentasi yang berlangsung, menetukan arah dari pengendapan sedimen, menentukan arah penyebaran sedimen, baik secara lateral maupun vertikal dan menentukan lingkungan pengendapan sedimentasinya yang kemudian dapat digunakan untuk menentukan arah dari pada pengembangan lapangan yang akan dilakukan berikutnya.

Lapangan ”DK” merupakan lapangan penghasil

hidrokarbon terutama gas yang masih produktif,

yang terletak pada delta Mahakam yang

diendapkan pada cekungan Kutai, Kalimantan Timur.

Pemetaan terhadap kondisi geologi bawah permukaan pada lapangan ini sangat diperlukan guna mengetahui bentukan morfologi bawah

permukaannya yang dapat memperlihatkan

bentukan struktur yang berkembang, yang

difungsikan untuk mengetahui jenis jebakan hidrokarbon pada daerah penelitian. Juga pemetaan terhadap sedimentasi yang terdapat pada daerah penelitian yang digunakan untuk mengetahui geometri dari setiap reservoir yang terdapat di lapangan penelitian. Dengan ini dapat diketahui berapa besarnya potensial hidrokarbon yang

terkandung, juga untuk menentukan arah

pengembangan sumur.

Daerah Penelitian terletak di Lapangan “DK”, Cekungan Kutei, Kalimantan Timur (Gambar 1).

Fisiografi Cekungan Kutei

Cekungan Kutei merupakan cekungan terluas

(60.000 Km2) dan terdalam (15 Km) di Indonesia

yang terletak di pantai Timur Kalimantan dan daerah paparan sebelahnya. Cekungan ini terbentuk dan berkembang akibat proses-proses pemisahan diri akibat regangan di dalam lempeng Mikro Sunda yang menyertai interaksi antara lempeng Sunda dengan lempeng Pasifik di sebelah Timur, lempeng Indo-Australia di Selatan, dan lempeng Laut Cina Selatan di Utara.

(2)

yang terbentuk pada zaman Miosen Tengah. Pada bagian tenggara terdapat Paparan Paternoster dan gugusan Pegunungan Meratus, sedangkan batas Barat dari cekungan adalah daerah Tinggian Kuching (Pegunungan Kalimantan Tengah) yang berumur Pra-Tersier dan merupakan bagian dari inti benua Pulau Kalimantan dimana tinggian ini menghasilkan sedimen-sedimen tebal Neogen. Pada bagian Timur terdapat Delta Mahakam yang terbuka ke Selat Makassar. Sedimentasi Tersier pada Cekungan Kutei berlanjut sejak pertengahan Eosen sampai Eosen Atas (Gambar 2).

Gambar 1. Daerah penelitian Lapangan “DK”, Cekungan

Kutei, Kalimantan Timur

Tatanan Tektonik dan Struktur Geologi

Cekungan Kutei dihasilkan oleh proses

pemekaran (rift basin) yang terjadi pada Eosen

Tengah yang melibatkan pemekaran selat Makassar bagian Utara dan Laut Sulawesi (Chambers dan Moss, 2000). Selama Kapur Tengah sampai Eosen Awal, pulau Kalimantan merupakan tempat terjadinya tumbukan dengan mikro-kontinen, busur

kepulauan, penjebakan lempeng oceanic dan intrusi

granit, membentuk batuan dasar yang menjadi

dasar dari Cekungan Kutei (Moss, 1998 op cit.

Chambers dan Moss, 2000).

Pola struktur yang berkembang di Cekungan Kutei didominasi oleh serangkaian lipatan dan patahan berarah NNE-SSW yang paralel dengan garis pantai Timur. Pola struktur ini mendominasi bagian Timur Cekungan Kutei hingga lepas pantainya. Sedangkan struktur di bagian Barat cekungan Kutei belum begitu diketahui secara

pasti. Bagian Barat cekungan mengalami

pengangkatan hingga terjadi inversi yang

menghilangkan endapan sedimen setebal 1.500 –

3.500 meter.

Stratigrafi Cekungan Kutei

Cekungan Kutei terletak di atas batuan dasar sedimen turbidit yang terendapkan pada cekungan

oceanik sejak jaman Kapur akhir–Paleosen Akhir.

Cekungan oseanik ini terbentuk akibat gerak pemisahan antara lempeng benua Asia dan lempeng benua Australia pada jaman Jurasic Awal

sampai Kapur Akhir (Moss et al., 1997).

Cekungan Kutei berdasarkan sejarah

pembentukannya dapat dibagi menjadi dua bagian (Gambar 3), yaitu:

1. Cekungan Kutei Tengah merupakan

daerah yang dicirikan oleh adanya sedimen Neogen, didominasi oleh volkanoklastik,

konglomerat, batupasir kuarsa dengan

geometri dan struktur sedimen lingkungan pengendapan aluvial-fluvial yang berada pada bagian barat cekungan (Moss dan Chamber, 1998).

2. Cekungan Kutei Bawah berada pada

bagian timur cekungan atau tepatnya pada daerah Delta Mahakam yang saat ini terbentuk dan didominasi oleh endapan delta progradasi, sedimen halus paparan luar dan

sedimen distal flood.

Stratigrafi daerah Cekungan Kutei

merupakan endapan-endapan sedimen Tersier sebagai hasil dari siklus transgresi dan regresi air laut dan memiliki kesebandingan dengan Cekungan Barito serta Cekungan Tarakan

(Gambar 3). Urutan transgresif dapat

ditemukan dengan baik dis epanjang daerah pinggiran cekungan tanpa endapan klastik

yang berbutir kasar dan serpih yang

diendapkan pada lingkungan paralis hingga laut dangkal.

Gambar 2. Fisiografi P. Kalimantan (Nuey, 1987)

Batupasir yang terbentuk di delta plain dan delta

front yang regresif berumur Miosen Tengah

(3)

merupakan reservoir di sejumlah lapangan minyak dan gas bumi di Cekungan Kutei. Batuan tertua yang ada di Cekungan Kutei, berupa batuan metamorf yang menjadi pembentuk batuan dasar dan berumur Paleozoikum dan Mesozoikum

(Satyana et al., 1999). Di atas batuan dasar ini

secara tidak selaras diendapkan Formasi Kiham Haloq, berupa aluvial berumur Paleogen yang terletak dekat dengan batas cekungan bagian barat (Moss dan Chambers, 2000).

Gambar 3. Stratigrafi Cekungan Kutei Tengah dan Cekungan Kutei Bawah (Moss dan Chamber, 1998)

Sedimen siliklastik kasar, kemudian diendapkan di atas Formasi Mangkupa, yaitu Formasi Beriun yang berasosiasi dengan serpih pada beberapa

tempat, hal ini mengindikasikan terjadinya

pengangkatan secara lokal. Setelah pengendapan Formasi Beriun, transgresi terjadi kembali dan diendapkan Formasi Atan, berupa serpih laut dalam, serta Formasi Kedango, berupa batuan karbonat. Di atas Formasi Atan dan Kedango, diendapkan Formasi Pamaluan yang tersusun atas

batulempung, serpih dengan sisipan napal,

batupasir dan batugamping. Formasi ini terbentuk pada kala Oligosen Akhir hingga Miosen Awal dengan lingkungan pengendapan, berupa laut dalam. Formasi Pamaluan adalah fase regresif yang berkembang di Cekungan Kutei dan mengalami progradasi secara cepat ke arah timur. Formasi Bebulu diendapkan di atas Formasi Pamaluan secara selaras, tersusun atas batugamping dengan sisipan batulanau dan napal yang merupakan endapan karbonat fasa regresif. Formasi ini

berumur Miosen Awal dengan lingkungan

pengendapan laut dangkal. Formasi Pulubalang diendapkan secara selaras di atas Formasi Bebulu.

Formasi ini tersusun atas perselingan graywacke dan

batupasir kuarsa dengan sisipan batugamping, batulempung, batubara dan tuf dasit. Umur Formasi Pulubalang adalah Miosen Awal dengan lingkungan pengendapan darat hingga laut dangkal

(Satyana et al., 1999).

Kelompok Balikpapan tersusun atas batupasir dan batulempung dengan sisipan lanau, serpih, batugamping, dan batubara, diendapkan selaras di atas Formasi Pulubalang. Kelompok ini memiliki sifat yang lebih keras sehingga berdasarkan hal tersebut dibedakan dengan formasi yang lebih muda yaitu Formasi Kampung Baru. Kelompok Balikpapan berumur Miosen Tengah bagian bawah hingga Miosen Atas bagian bawah. Kelompok ini terbentuk dari endapan laut dangkal sampai delta. Formasi Kampung Baru diendapkan secara selaras di atas Kelompok Balikpapan dan tersusun atas batupasir kuarsa dengan sisipan lempung, serpih, batubara, dan lanau yang pada umumnya memiliki sifat fisik lunak dan relatif mudah hancur. Formasi ini berumur Miosen Atas sampai Plio-Pleistosen yang diendapkan di lingkungan delta hingga laut dangkal. Endapan kuarter Delta Mahakam tersusun dari pasir, lumpur, kerikil dan

endapan pantai yang terbentuk pada

lingkungan sungai, rawa, pantai, dan delta dengan hubungan yang bersifat tidak selaras terhadap batuan di bawahnya. Endapan ini memiliki penyebaran sepanjang pantai timur dan merupakan produk dari Delta Mahakam modern yang masih berkembang terus hingga sekarang.

II. Metodologi

Studi ini dilakukan dengan menggunakan metoda pemetaan geologi bawah permukaan berdasarkan korelasi dari setiap data log sumur dan

picking horizon dari data seismik 3D yang terdapat pada daerah penelitian. Pemetaan dilakukan pada 3 lapisan reservoir dari 4 sekuen, yang difungsikan

untuk mengetahui fase pengendapan yang

berlangsung. Dari hasil pemetaan tersebut maka arah penyebaran secara lateral maupun vertikal dari setiap reservoir dapat diketahui.

Ada 3 (tiga) tahapan utama yang dilakukan untuk dalam penelitian ini, yakni :

1. Tahap Persiapan. Tahap persiapan yang

dilakukan meliputi studi pendahuluan mengenai metoda yang digunakan, dan studi literatur

yang meliputi: studi geologi regional,

pengenalan Software dan kompilasi data yang

diperoleh. Pada tahap tersebut seluruh data

yang dibutuhkan dikumpulkan selengkap –

lengkapnya, termasuk literatur – literatur dari

peneliti terdahulu mengenai kondisi geologi regional di daerah penelitian. Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data log sumur sebanyak 11 sumur log, data seismik 3D dan data seismik atribut.

2. Tahap Analisis Data. Pada tahap tersebut data

yang telah terkumpul dianalisis, dengan

tahapan – tahapan sebagai berikut:

- Analisis log sumur, dengan menggunakan log

(4)

- Menentukan datum (dalam bentuk marker dan TVDSS) untuk membuat korelasi antar sumur.

- Melakukan korelasi, yaitu dengan

mengkore-lasikan setiap sumur menjadi korelasi stratigrafi.

- Melakukan pemetaan terhadap struktur

bawah permukaan, melakukan pemetaan penyebaran fasies untuk masing-masing lapisan batupasir

Hasil dan Pembahasan

Analisis fasies dan lingkungan pengendapan pada daerah penelitian ini menggunakan data log sumur sebagai data utama. Data log tersebut diinterpretasikan secara kualitatif dan kuantitatif

dengan menggunakan kurva log Gamma Ray (GR),

log Resistivity, log Neutron (NPHI), dan log Density

(RHOB) (Gambar 4). Secara keseluruhan penelitian pada lapangan “DK” ini menggunakan data log sumur sejumlah 11 sumur.

Analisa Elektrofasies

Interpretasi litologi secara kualitatif dilakukan dengan menggunakan data log. Berdasarkan hasil interpretasi kualitatif berdasarkan pola log disetiap interval telitian, litologi pada lapangan ini dipisahkan menjadi 2 (dua) jenis litologi yaitu batupasir dan batulempung hal ini dilakukan untuk mengidentifikasi batupasir yang akan dikorelasikan dengan batupasir lainnya. Karakteristik setiap litologi yang terekam pada data log memperlihat-kan pola log sebagai berikut:

- Interpretasi litologi dengan data log dapat

dilihat dari pola-pola log pada log gamma ray

(GR), log spontanious potential, log densitas maupun log sonik (Adi Harsono,1997).

- Batupasir akan memperlihatkan nilai GR yang

rendah, nilai resistivity dipengaruhi oleh

kandungan fluidanya, nilai neutron dan density

yang sedang sampai tinggi.

- Batulempung akan memperlihatkan nilai GR

yang tinggi, nilai resistivity yang rendah, nilai

neutron yang tinggi, dan nilai density yang rendah

Korelasi Sikuen Stratigrafi

Berdasarkan data yang ada telah dilakukan korelasi dengan menggunakan metode sikuen stratigrafi pada lintasan-1 yang melewati sumur DK-9, DK-1, DK-11, DK-5, DK-10, dan pada lintasan-2 yang melewati sumur 10, 3, DK-8, serta pada lintasan-3 yang melewati sumur DK-DK-8, DK-6 dan DK-2, pada lintasan-4 yang melewati sumur DK-2, DK-4, DK-7, DK-9. Pada (Gambar

5) merupakan base map pada lapangan „DK‟ yang

menjadi obyek penelitian.

Pekerjaan korelasi ditentukan bidang-bidang

stratigrafi sebagai marker yang dianggap memiliki

periode pengendapan yang sama. Marker

ditentu-kan dengan menggunaditentu-kan maximum flooding surface.

Setelah penentuan marker-marker kronostratigrafi,

langkah selanjutnya adalah menentukan system tract

yang ada, di mana dari penentuan pola-pola system

tract ini dapat diinterpretasikan proses sedimentasi yang terjadi di daerah studi. Selain itu, dari hasil penentuan pola-pola tersebut dapat juga diinter-pretasikan sikuen-sikuen pengendapan dan fasies pengendapan. Fokus penelitian terdiri dari 3 lapisan reservoar yang terletak pada SB5 hingga SB9.

Batas Sikuen SB5

SB-5 merupakan kandidat dari batas bawah

sikuen-1. Pada sikuen-1 ini terdapat 2 system track,

yaitu transgresif system track pada bagian bawah,

terbentuk pada saat kecepatan suplai sediment relatif

lebih kecil dibandingkan dengan laju penambahan

ruang akibat tectonic subsidence, sehingga terbentuk

endapan dengan pola retrogradasi, dan highstand

system track pada bagian atas, dimana pada kurva GR system track ini dicirikan dengan harga gamma

ray yang semakin ke atas semakin rendah dengan

bentuk kurva. Bidang ini diperkirakan merupakan bidang kontak erosi ketidakselarasan, dimana secara umum lapisan yang berada di atas SB-5 ini

adalah endapan channel. MFS-5 terletak di antara

SB5 dan SB6 ditandai oleh kontak antara endapan

transgresi system tract (TST) pada bagian bawah dan

highstand system tract ( HST ) pada bagian atas.

Batas Sikuen SB6

Marker SB6 merupakan kandidat dari batas

sikuen kedua. Pada sikuen-2 ini terdapat 2 system

track, yaitu transgresif system track pada bagian bawah terbentuk pada saat kecepatan suplai sedimen relatif lebih kecil dibandingkan dengan laju

penambahan ruang akibat (tectonic subsidence)

sehingga terbentuk endapan dengan pola

retrogradasi, dan Highstand system track pada bagian

atas. Bidang SB6 ini diperkirakan merupakan bidang kontak erosi ketidakselarasan dimana secara umum lapisan yang berada diatas SB-6 ini adalah

endapan Channel. MFS-6 terletak diantara SB-6

dan SB-7 ditandai oleh kontak antara endapan

Transgresi System Tract (TST ) pada bagian bawah dan Highstand System Tract (HST) pada bagian atas.

Batas Sikuen SB7

SB7 merupakan kandidat dari batas bawah

sikuen 3. Pada sikuen 3 ini terdapat 2 system track,

yaitu transgresif system track pada bagian bawah,

terbentuk pada saat kecepatan suplai sedimen relatif lebih kecil dibandingkan dengan laju

penambahan ruang akibat tectonic subsidence,

sehingga terbentuk endapan dengan pola

retrogradasi dan highstand system track pada bagian

atas yang dicirikan oleh pola coarsening upward,

dimana pada kurva GR, system track ini dicirikan

dengan harga gamma ray yang semakin ke atas

semakin rendah. Pada sikuen ini pola log yang

terlihat dominan adalah funnel dan blocky, di

beberapa tempat pola log menunjukan pola bell.

(5)

kontak antara endapan transgresi system tract (TST)

pada bagian bawah dan highstand system tract (HST)

pada bagian atas.

Batas Sikuen SB8

SB8 merupakan kandidat dari batas bawah sikuen 4. Batas sikuen ini terdapat di semua sumur

lapangan “DK”. Pada sikuen 4 ini terdapat 2 system

track, yaitu transgresif system track pada bagian bawah. Pada sikuen ini, pola log yang terlihat

dominan adalah cylindrical (Walker, 1992), di

beberapa tempat pola log menunjukan pola bell,

Bidang SB8 ini diperkirakan merupakan bidang kontak erosi ketidakselarasan. MFS-8 terletak di antara SB8 dan MFS8 ditandai oleh kontak antara

endapan transgresi system tract (TST) pada bagian

bawah dan highstand system tract (HST) pada bagian

atas.

Batas Sikuen SB9

SB9 merupakan kandidat dari batas atas sikuen 4 daerah telitian. Batas sikuen SB9 ini terdapat di

semua sumur lapangan “DK”. Pada sikuen ini pola

log yang terlihat dominan adalah cylindrical

(Walker, 1992), di beberapa tempat pola log

menunjukan pola bell, Bidang SB9 ini diperkirakan

merupakan bidang kontak erosi ketidakselarasan.

Berdasarkan karakter tipe log gamma-ray yang

dominan memperlihatkan bentuk cylindrical pada

sumur DK-10, DK-2, DK-3 dan bentuk bell pada

sumur DK-9, DK-1, DK-7, DK-11, DK-6, DK-8

yang mengindikasikan sikuen finning upward,

lapisan batupasir G-4 dapat diinterpretasikan

sebagai fluvial channel sandstone, korelasi sand G-4

dapat dilihat pada (Gambar 8)

Lapisan Batupasir I-20

Berdasarkan karakter tipe log gamma-ray yang

memperlihatkan bentuk cylindrical (Walker, 1992)

pada sumur DK-9, DK-4, DK-5, DK-10 dan

bentuk bell (Walker,1992) pada sumur DK-1 dan

DK-2 yang mengindikasikan sikuen finningupward,

lapisan batupasir I-20 dapat diinterpretasikan

sebagai distributarychannel sandstone, korelasi sand

I-20 dapat dilihat pada (Gambar 9)

Lapisan Batupasir I-15

Berdasarkan karakter tipe log gamma-ray yang

memperlihatkan bentuk cylindrical (Walker, 1992)

dan bentuk bell (Walker,1992) pada 1 dan

DK-11 yang mengindikasikan sikuen finning upward,

lapisan batupasir I-15 dapat diinterpretasikan

sebagai distributary channel sandstone, korelasi

sand I-15 dapat dilihat pada (Gambar 10).

(6)

Gambar 7. Korelasi Stratigrafi Lintasan-1 flattenning MFS-7

Gambar 8. Korelasi sand G-4 flattenning MFS-7 pada Lintasan-1

Top G-4

Bot G-4

MFS 7

DK-9

DK-11 DK-7

DK-4 DK-5 DK-10 DK-2 DK-3

DK-6

DK-8 DK-1

534000 534400 534800 535200 535600 536000 536400 536800 537200 537600 538000

534000 534400 534800 535200 535600 536000 536400 536800 537200 537600 538000 02004006008001000m

1:16384

WELL SECTION MAP

Country Block License Model name Horizon name Scale Contour inc User name Date Signature 1:16384 dwi k 10/03/2012

(7)

Gambar 9. Korelasi sand I-20 flattenning MFS-6 pada Lintasan-1

Gambar 10. Korelasi sand I-15 flattenning MFS-5 pada Lintasan-1

MFS 6 534000 534400 534800 535200 535600 536000 536400 536800 537200 537600 538000

534000 534400 534800 535200 535600 536000 536400 536800 537200 537600 538000 02004006008001000m

1:16384

534000 534400 534800 535200 535600 536000 536400 536800 537200 537600

534000 534400 534800 535200 535600 536000 536400 536800 537200 537600

9948800

02004006008001000m 1:16384

534000 534400 534800 535200 535600 536000 536400 536800 537200 537600

534000 534400 534800 535200 535600 536000 536400 536800 537200 537600

9948800

02004006008001000m 1:16384

534000 534400 534800 535200535600 536000 536400 536800 537200 537600 538000

534000 534400 534800 535200535600 536000 536400 536800 537200 537600 538000 02004006008001000m

1:16384 534000 534400 534800 535200 535600536000 536400 536800 537200 537600

534000 534400 534800 535200 535600536000 536400 536800 537200 537600

9948800

(8)

Analisis Fasies dan Lingkungan Pengendapan

Berdasarkan hasil korelasi yang telah dilakukan secara rinci memperlihatkan hasil analisis sikuen stratigrafi, dimana pada sumur DK-1 merupakan sumur yang dianggap sebagai sumur kunci pada daerah studi. Berdasarkan hasil analisis sikuen stratigrafi, maka daerah studi difokuskan pada

marker-marker yang telah dibuat, yaitu: SB5-MFS5, MFS5-SB6, SB6-MFS6,MFS6-SB7, SB7-MFS8, MFS8-SB8, SB8-MFS8, MFS8-SB9. Berdasarkan hasil dari analisis yang telah dilakukan pada setiap sumur, maka secara umum fasies pada daerah

penelitian dapat disimpulkan, yaitu distributary

channel, distributary mouth bar dan fluvial channel.

Interpretasi litologi menggunakan jenis data yang mampu memberikan gambaran litologi, yaitu

data wireline log sebagai data primer. Interpretasi

litologi dengan data log dapat dilihat dari pola-pola log pada log GR.

Pada fasies distributary channel merupakan

daerah yang dipengaruhi oleh aktivitas fluvial yang relatif tinggi, yang ditandai dengan diendapkannya

batupasir channel dengan sisipan batulempung,

fasies ini ditunjukkan dengan harga log gamma ray

yang relatif rendah dengan pola log berbentuk bell

dan cylinder, fasies ini diinterpretasikan terbentuk

pada lingkungan lowerdelta plain.

Pada fasies distributary mouth bar merupakan

daerah pengendapan dari endapan mouth bar,

dipengaruhi oleh aktivitas fluvial yang rendah,

dicirikan dengan diendapkannya litologi berukuran butir halus yang terdiri dari perselingan batupasir halus dengan batulempung, perselingan tersebut hadir sebagai lapisan-lapisan batupasir yang tipis dan didominasi oleh endapan batulempung, fasies

ini ditunjukkan dengan harga log gamma ray yang

relatif sedang sampai tinggi, pola log gamma ray

yang terlihat pada lapisan batupasir berbentuk

funnel, fasies ini diinterpretasikan terbentuk pada

lingkungan delta front.

Pada fasies fluvial channel merupakan daerah

pengendapan yang dipengaruhi oleh aktivitas fluvial yang sangat tinggi, yang ditandai dengan

diendapkannya batupasir channel yang relatif tebal

dengan sisipan batulempung yang tipis, batupasir yang terbentuk berukuran halus sampai kasar, fasies

ini ditunjukkan dengan harga log gamma ray yang

rendah dengan pola log berbentuk blocky/cylinder ,

fasies ini diinterpretasikan terbentuk pada

lingkungan fluvial braided.

Gambar 11. Interpretasi Fasies dan Lingkungan Pengendapan berdasarkan Elektrofasies pada Sumur DK-1

Analisis Data Seismik

Pada penelitian ini data seismik yang digunakan adalah data seismik 3D dan data atribut seismik. Interpretasi seismik bertujuan untuk membantu dalam melihat penyebaran reservoar, interpretasi struktur, analisa atribut seismik dan pembuatan peta. Interpretasi seismik yang dilakukan berupa

interpretasi sesar dan interpretasi horison.

Interpretasi sesar dan horison dilakukan terlebih dahulu pada daerah keseluruhan survey data seismik. Setelah gambaran secara luas dapat dipahami, berikutnya dilakukan interpretasi detil pada lapisan reservoar.

Pemodelan Struktur

Pemodelan struktur ini ditujukan untuk

membentuk pola atau model dari lapisan reservoar

yang akan diteliti, yaitu lapisan sand G-4 (Gambar

12), I-20 dan I-15. Data pemodelan struktur

tersebut digunakan dalam slicing ekstrak untuk data

seismik atribut GAMP 1055 Hz yang nantinya hasil

dari slicing ekstrak data seismik atribut ini

digunakan untuk memandu dalam pembuatan peta

(9)

PickingHorizon

Horizon ditentukan dengan data seismik sebagai data utama yang diikatkan dengan data marker sumur sebagai pengikat. Berdasarkan dari analisa sikuen stratigrafi pada penampang seismik inline

2621 yang tepat melewati sumur DK-1 (sumur

cekshote) yang terdapat pada daerah penelitian,

maka marker stratigrafi yang menjadi fokus bahasan

dapat dibagi menjadi 5, yaitu: SB5, SB6, SB7, SB8 dan SB9 (Gambar 13).

Gambar 13. Top sand G-4 pada seismik lintasan inline-2621

Pemodelan Fasies - Sand Shale Ratio

Peta sand shale ratio merupakan perbandingan

antara jumlah ketebalan net sand dan jumlah

ketebalan shale pada satu sikuen, dimana dengan

pengertian bahwa tumpukan lapisan di dalam satu sikuen memiliki hubungan yang selaras dan terjadi atau diendapkan pada genesa dan umur yang sama

dan persentasi perbandingan yang besar

menunjukkan ke arah asal dari material sand

tersebut, jadi SSR semakin kecil menunjukkan arah pengendapan semakin menuju ke arah laut.

Berdasarkan hasil perhitungan sand-shale ratio

SB8-SB9 (Gambar 14), SB7-SB8 (Gambar 15), SB6-SB7 (Gambar 16), SB5-SB6 (Gambar 17), didapatkan peta yang memperlihatkan arah distribusi sand pada sikuen ini, secara umum pada bagian barat memiliki distribusi sand yang tinggi sedangkan semakin kearah timur distribusi sand semakin mengecil sehingga dapat disimpulkan bahwa arah pengendapan pada lapangan ini

adalah relatif barat –timur.

Seismik Attribute

Pada daerah penelitian dilengkapi dengan data

atribut, yaitu berupa data seismik atribut GAMP

1055Hz, dapat terlihat pada penampang seismik inline 2617 yang tepat melewati sumur DK-1

(sumur cekshote) (Gambar 19). Data atribut ini

diekstrak, sehingga menjadi peta, peta ini

dibutuhkan dalam pembuatan peta SSR dan net

isopach, yaitu sebagai pemandu dalam menentukan

pola penyebaran sand, karena data atribut GAMP

1055Hz memperlihatkan perbedaan warna yang

brightnes dan warna yang gelap (biru), warna yang

bightnes tersebut diartikan sebagai daerah yang

porous atau batuan yang memiliki porositas, yaitu batupasir, sedangkan warna yang gelap (biru) diartikan sebagai daerah yang tidak porous atau batuan yang tidak memiliki porositas, yaitu batulempung.

Pemodelan Sand G-4

Distribusi sand G-4 setelah dilakukan analisis,

maka dapat terlihat daerah-daerah yang memiliki porositas, yaitu pada sumur DK-3, DK-2, DK-10, DK-11, DK-7, sedangkan pada sumur DK-9, DK-1,

DK-4, DK-5, DK-6, DK-8 warna brightness tidak

nampak, maka dapat disimpulkan bahwa lapisan

sand G-4 terdapat 2 body sand yang penyebarannya

relatif dari barat ke timur dan membentuk pola

endapan fluvialchannel (Gambar 19).

Pemodelan Sand I-20

Distribusi sand I-20 setelah dilakukan analisis,

maka dapat terlihat daerah-daerah yang memiliki porositas, yaitu pada sumur DK-4,DK-5,DK-10 2,9,1 sedangkan pada sumur DK-7,DK-11,DK-3,DK-6,DK-8 warna brightnes tidak nampak, maka dapat disimpulkan bahwa lapisan

sand I-20 terdapat 2 body sand, sand bagian bawah

529000530000531000532000533000534000535000536000537000538000539000540000541000542000543000

529000530000531000532000533000534000535000536000537000538000539000540000541000542000543000

9941000

Base Map Seismic 3D Inline 2621

(10)

relatif lebih tebal dibandingkan dengan sand pada

bagian atas. Penyebarannya dari sand tersebut

relatif dari barat ke timur dan membentuk pola

endapan distributarychannel (Gambar 20).

Pemodelan Sand I-15

Distribusi sand I-15 setelah dilakukan analisis,

maka dapat terlihat daerah-daerah yang memiliki porositas, yaitu pada sumur DK-4, DK-5, DK-10,

DK-2, DK-9, DK-1, DK-3, DK-1, DK-7, DK-11, DK-3, sedangkan pada sumur DK-6, DK-8 warna brightnes tidak nampak, maka dapat disimpulkan

bahwa lapisan sand I-15 terdapat 2 body sand, sand

bagian bawah dicirikan dengan warna brightness

yang dominan dibandingkan dengan sand pada

bagian atas. Penyebarannya relatif dari barat ke

timur dan membentuk pola endapan distributary

channel (Gambar 21).

Gambar 14. Peta Sand Shale Ratio SB8-SB9 Gambar 15. Peta Sand Shale Ratio SB7-SB8

Gambar 16. Peta Sand Shale Ratio SB6-SB7 Gambar 17. Peta Sand Shale Ratio SB5-SB6

Peta isopach menggambarkan ketebalan dari

lapisan sand. Nilai ketebalan ini merupakan

ketebalan bersih lapisan yang diperoleh dari

pengurangan ketebalan kotor (gross).

Berdasarkan hasil perhitungan lapisan sand G-4,

I-20 dan I-15 didapatkan peta yang

memperli-hatkan arah distribusi sand pada sikuen ini, dimana

pada bagian barat memiliki distribusi sand yang

tinggi, sedangkan semakin ke arah timur distribusi

sand semakin mengecil atau menipis, sehingga

dapat disimpulkan bahwa arah pengendapan pada lapangan ini adalah relatif barat -timur.

Berdasarkan peta net isopach dapat terlihat

bahwa pada lapisan sand G-4 memperlihatkan

kenampakan sebagai endapan fluvial channel

sandstone, pada lapisan sand I-20 memperlihatkan

kenampakan sebagai endapan distributary channel

sandstone dan pada lapisan batupasir I-15

memper-lihatkan kenampakan sebagai endapan distributary

(11)

Isopach Sand G-4

Peta isopach sand G-4 (Gambar 22) distribusi

dari sand G-4 ini menyebar dari barat ke timur

terdapat dua body dari sand G-4 ini, hal ini

didasarkan atas data korelasi log yang

menunjukkan sand G-4 ini menipis terlihat pada

sumur DK-4 dan DK-5, kemudian pada data

attribute yang menunjukkan warna biru (non

brightnes), memiliki ketebalan berkisar 3,63m – 35,31m, arah pengendapan sand G-4 diperkirakan diendapkan dari arah barat ke timur.

Berdasarkan interpretasi data korelasi log menunjukkan pola log pada sand G-4 ini

didominasi oleh pola log cylindrical dan bell yang

menunjukkan pola finning upward, kemudian dari

data ekstrak attribute GAMP 1055HZ sand G-4

menunjukkan pola-pola endapan channel yang

membentuk pola kontur yang memanjang, sehingga dapat disimpulkan bahwa sand G-4 merupakan

endapan fluvialchannel

Isopach Sand I-20

Peta isopach sand I-20 (Gambar 23) distribusi

dari sand I-20 ini menyebar dari barat ke timur

terdapat dua body dari sand I-20 ini, hal ini

didasarkan atas data korelasi log yang

menunjukkan sand I-20 ini menipis terlihat pada sumur DK-7 dan DK-11, kemudian pada data

attribute yang menunjukkan warna biru (no brightness), pada sand I-20 ketebalannya relatif lebih

tipis, terutama pada body sand bagian utara

memiliki ketebalan berkisar 3.63 – 8.25 m, arah

pengendapan sand I-20 diperkirakan diendapkan

dari arah barat ke timur.

Berdasarkan interpretasi data korelasi log

menunjukkan pola log pada sand I-20 ini

didominasi oleh pola log cylindrical dan bell yang

menunjukkan pola finning upward, kemudian dari

data ekstrak attribute GAMP 1055HZ sand I-20

menunjukkan pola-pola endapan channel yang

membentuk pola kontur yang memanjang, sehingga

dapat disimpulkan bahwa sand I-20 merupakan

endapan distributarychannel

Peta isopach sand I-15 (Gambar 24) distribusi

dari sand I-15 ini menyebar dari barat ke timur

terdapat dua body dari sand I-15 ini, hal ini

didasarkan atas data korelasi log yang

menunjukkan sand I-15 ini menipis terlihat pada

sumur DK-4 dan DK-5, kemudian pada data

attribute yang menunjukkan warna biru (no brightness), memiliki ketebalan berkisar 6.93 – 20.46 m, arah pengendapan sand I-15 diperkirakan diendapkan dari arah barat ke timur.

Berdasarkan interpretasi data korelasi log

menunjukkan pola log pada sand I-15 ini

didominasi pola log cylindrical dan bell yang

menunjukkan pola finning upward, kemudian dari

data ekstrak attribute GAMP 1055HZ sand I-15

menunjukkan pola-pola endapan channel yang

membentuk pola kontur yang memanjang, sehingga

dapat disimpulkan bahwa sand I-15 merupakan

endapan distributarychannel.

Gambar 19. Peta Overlay Attribute GAMP 1055Hz dengan Net Isopach pada Sand G-4

Gambar 20. Peta Overlay Attribute GAMP 1055Hz dengan Net Isopach pada Sand 1-20

(12)

-20 -10

534400 534800 535200 535600 536000 536400 536800 537200 537600 538000 538400 538800

534400 534800 535200 535600 536000 536400 536800 537200 537600 538000 538400 538800

9948000

0 200 400 600 800 1000m 1:20480

Peta Isopach sand G-4

Country

Gambar 18. Top Sand G-4 pada Attribute Seismik GAMP 1055 Lintasan Inline 2617

Gambar 22. Peta Net Isopach Sand G-4

Gambar 23. Peta Net Isopach Sand I-20 Gambar 24. Peta Net Isopach Sand I-15

10

534400 534800 535200 535600 536000 536400 536800 537200 537600 538000 538400 538800

534400 534800 535200 535600 536000 536400 536800 537200 537600 538000 538400 538800

9948400

0 200 400 600 800 1000m 1:20480 Peta Isopach sand I-15

Country

534400 534800 535200 535600 536000 536400 536800 537200 537600 538000 538400 538800 539200

534400 534800 535200 535600 536000 536400 536800 537200 537600 538000 538400 538800 539200

9948400

0 200 400 600 800 1000m 1:20480

0 10 20 Depth Peta Isopach sand I-20

(13)

IV. Kesimpulan

- Berdasarkan hasil dari penelitian pada

lapangan “DK”, lingkungan pengendapan sedimen pada daerah studi diendapkan pada

lingkungan fluvial sampai delta front yang

diindikasikan oleh pembentukan fasies yang dominan.

- Lapisan sand G-4 yang terletak di sikuen 4

(empat) dominan dibentuk oleh fasies fluvial

channel yang berdasarkan atas pola log gamma

ray berbentuk blocky yang didukung juga peta

SSR, atribut GAMP 1055Hz dan net isopach

mengindikasikan mempunyai arah

pengen-dapan barat-timur dan diinterpretasikan

sebagai endapan fluvialchannel sand.

- Lapisan sand I-20 yang terletak di sikuen 2

(dua) dominan dibentuk pola log gamma ray

berbentuk blocky yang diinterpretasikan sebagai

endapan fasies distributary channel yang

berdasarkan peta SSR, atribut GAMP 1055Hz dan net isopach mengindikasikan mempunyai arah pengendapan secara lateral berarah barat-timur.

- Lapisan sand I-15 yang terletak di sikuen 2

(dua) dominan dibentuk pola log gamma ray

blocky yang diinterpretasikan sebagai fasies

distributary channel yang berdasarkan peta SSR,

atribut GAMP 1055Hz dan net isopach

meng-indikasikan mempunyai arah pengendapan secara lateral berarah barat-timur.

- Arah pengendapan sedimen pada lapangan

„DK‟ berarah barat-timur. Secara keseluruhan

interval batupasir diendapkan pada fase pengendapan regresi.

Pustaka

Allen, G.P., 1994, Concepts and Application of

Sequence Stratigraphy to Silisiclastic Fluvial and Shelf Deposits, Sequence Stratigraphy Seminar,

Indonesian Petroleum Association (IPA), Jakarta.

Harsono, A., 1997, Evaluasi Formasi dan Aplikasi

Log, Schlumberger Oilfield Services, Jakarta

Moss dan Chamber, 1998. Stratigrafi Cekungan Kutai tengah dan Cekungan Kutai Bawah

Rider, M., 2000, The Geological Interpretation of Well

Logs, 2nd edition, Whittles Publishing, Scotland

Satyana, et al., 1999. Kesebandingan Stratigrafi

Cekungan Barito, Kutai dan Tarakan

Schlumberger, 1974, Log Interpretation Principles/

Applications: Schlumberger Educational Services, Houston, Texas

Selley, R.C., Concepts and Methods of Subsurface Facies

Analysis, 1978, American Association of Petroleum Geologist, Education Course Notes Series #9

Walker, R.G, & James, N.P., 1992, Facies Models :

(14)

Gambar

Gambar 1. Daerah penelitian Lapangan “DK”, Cekungan Kutei, Kalimantan Timur
Gambar 3. Stratigrafi Cekungan Kutei Tengah dan Cekungan Kutei Bawah (Moss dan Chamber, 1998)
Gambar  6. Korelasi Struktur di Lintasan-1
Gambar 7. Korelasi Stratigrafi Lintasan-1 flattenning MFS-7
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Keterlibatan karyawan dalam operasi perusahaan dan pengambilan keputusan akan membuktikan bahwa karyawan diterima dan dihargai yang berdampak pada munculnya perasaan

Berdasarkan hasil regresi pada Tabel IV.1 menunjukkan nilai R 2 sebesar 0.613812, artinya variasi variabel ekspor kopi Indonesia dapat dijelaskan oleh variabel

Sistem Telekomunikasi Operasi adalah keseluruhan tatanan yang teratur dari sistem dan kegiatan komunikasi yang dipersiapkan untuk pengemban fungsi operasional Polri

tNrRot)trcTlo\.

[r]

Type II error by incorrectly failing to reject the null hypothesis that the regression parameters are equal to zero.. Type I error by incorrectly failing to reject the null

Hasil FFT yang telah dinormalisasi digunakan sebagai nada sample, sehingga sistem pengenalan nada alat musik pianika tidak melakukan perhitungan kembali dalam mendapatkan