ANALISIS FASIES LAPISAN BATUPASIR G-4, I-20 DAN I-15
BERDASARKAN DATA
WIRELINE LOG
DAN DATA SEISMIK PADA
LAPANGAN ‘DK’,
CEKUNGAN KUTEI, KALIMANTAN TIMUR
oleh : Dwi Kurnianto*)
dan Taat Purwanto**)
*) Alumni Prodi Teknik Geologi Usakti **) Dosen Tetap, Prodi T. Geologi
Fakultas Teknologi Kebumian & Energi, Usakti Gedung D, Lantai 1, Jl. Kyai Tapa No.1, Grogol, Jakarta 11440
Abstrak
Lapangan ”DK” merupakan lapangan penghasil hidrokarbon yang masih produktif, yang diendapkan pada
cekungan Kutai, Kalimantan Timur. Pemetaan terhadap kondisi geologi bawah permukaan pada lapangan ini sangat diperlukan guna mengetahui bentukan morfologi bawah permukaannya yang dapat memperlihatkan bentukan struktur yang berkembang, yang difungsikan untuk mengetahui jenis jebakan hidrokarbon pada daerah penelitian serta pemetaan terhadap sedimentasi yang terdapat pada daerah penelitian yang digunakan untuk mengetahui distribusi dari setiap lapisan yang terdapat di lapangan penelitian. Dengan ini dapat di interpretasi fasies, lingkungan
pengendapan dan arah sedimentasi pada lapangan „DK‟.
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metoda pemetaan geologi bawah permukaan berdasarkan korelasi dari setiap data log sumur yang terdapat pada daerah penelitian dan data seismik atribut GAMP 1055Hz. Pemetaan dilakukan pada 3 lapisan batupasir (G-4, I-20 dan I-15 ) dari 3 lapisan yang dianalisis yang terdapat di dalam 4 sikuen. Dari hasil penelitian diintrpretasikan bahwa lapangan “DK” dibentuk oleh struktur antiklin yang terpatahkan. Endapan sedimen pada daerah pemetaan diendapkan pada lingkungan Lowerdelta plain dengan fasies distributary channel yang ditunjukan pada peta net isopach G-4, I-20, dan I-15. Arah pengendapan sedimen pada daerah penelitian berarah Barat ke Timur. Secara keseluruhan interval dari penelitian diendapkan pada fase pengendapan regresi.
I. Pendahuluan
Pengembangan terhadap lapangan penghasil hidrokarbon saat ini terus ditingkatkan, sehubu-ngan desehubu-ngan meningkatnya kebutuhan terhadap hidrokarbon tersebut, baik di bidang industri skala besar maupun untuk kebutuhan rumah tangga. Hal tersebut memicu setiap perusahaan penghasil hidrokarbon untuk meningkatkan produksinya, baik melalui optimalisasi lapangan yang sudah ada maupun mengeksplorasi ladang minyak dan gas baru.
Konsep sikuen stratigrafi merupakan konsep
geologi yang tepat dalam melakukan
pengembangan lapangan hidrokarbon, khususnya dalam menganalisis lingkungan pengendapan. Dengan mempelajari dan menafsirkan karakteristik dari setiap lapisan sedimen yang memiliki potensi untuk menjadi reservoir yaitu dengan menentukan proses sedimentasi yang berlangsung, menetukan arah dari pengendapan sedimen, menentukan arah penyebaran sedimen, baik secara lateral maupun vertikal dan menentukan lingkungan pengendapan sedimentasinya yang kemudian dapat digunakan untuk menentukan arah dari pada pengembangan lapangan yang akan dilakukan berikutnya.
Lapangan ”DK” merupakan lapangan penghasil
hidrokarbon terutama gas yang masih produktif,
yang terletak pada delta Mahakam yang
diendapkan pada cekungan Kutai, Kalimantan Timur.
Pemetaan terhadap kondisi geologi bawah permukaan pada lapangan ini sangat diperlukan guna mengetahui bentukan morfologi bawah
permukaannya yang dapat memperlihatkan
bentukan struktur yang berkembang, yang
difungsikan untuk mengetahui jenis jebakan hidrokarbon pada daerah penelitian. Juga pemetaan terhadap sedimentasi yang terdapat pada daerah penelitian yang digunakan untuk mengetahui geometri dari setiap reservoir yang terdapat di lapangan penelitian. Dengan ini dapat diketahui berapa besarnya potensial hidrokarbon yang
terkandung, juga untuk menentukan arah
pengembangan sumur.
Daerah Penelitian terletak di Lapangan “DK”, Cekungan Kutei, Kalimantan Timur (Gambar 1).
Fisiografi Cekungan Kutei
Cekungan Kutei merupakan cekungan terluas
(60.000 Km2) dan terdalam (15 Km) di Indonesia
yang terletak di pantai Timur Kalimantan dan daerah paparan sebelahnya. Cekungan ini terbentuk dan berkembang akibat proses-proses pemisahan diri akibat regangan di dalam lempeng Mikro Sunda yang menyertai interaksi antara lempeng Sunda dengan lempeng Pasifik di sebelah Timur, lempeng Indo-Australia di Selatan, dan lempeng Laut Cina Selatan di Utara.
yang terbentuk pada zaman Miosen Tengah. Pada bagian tenggara terdapat Paparan Paternoster dan gugusan Pegunungan Meratus, sedangkan batas Barat dari cekungan adalah daerah Tinggian Kuching (Pegunungan Kalimantan Tengah) yang berumur Pra-Tersier dan merupakan bagian dari inti benua Pulau Kalimantan dimana tinggian ini menghasilkan sedimen-sedimen tebal Neogen. Pada bagian Timur terdapat Delta Mahakam yang terbuka ke Selat Makassar. Sedimentasi Tersier pada Cekungan Kutei berlanjut sejak pertengahan Eosen sampai Eosen Atas (Gambar 2).
Gambar 1. Daerah penelitian Lapangan “DK”, Cekungan
Kutei, Kalimantan Timur
Tatanan Tektonik dan Struktur Geologi
Cekungan Kutei dihasilkan oleh proses
pemekaran (rift basin) yang terjadi pada Eosen
Tengah yang melibatkan pemekaran selat Makassar bagian Utara dan Laut Sulawesi (Chambers dan Moss, 2000). Selama Kapur Tengah sampai Eosen Awal, pulau Kalimantan merupakan tempat terjadinya tumbukan dengan mikro-kontinen, busur
kepulauan, penjebakan lempeng oceanic dan intrusi
granit, membentuk batuan dasar yang menjadi
dasar dari Cekungan Kutei (Moss, 1998 op cit.
Chambers dan Moss, 2000).
Pola struktur yang berkembang di Cekungan Kutei didominasi oleh serangkaian lipatan dan patahan berarah NNE-SSW yang paralel dengan garis pantai Timur. Pola struktur ini mendominasi bagian Timur Cekungan Kutei hingga lepas pantainya. Sedangkan struktur di bagian Barat cekungan Kutei belum begitu diketahui secara
pasti. Bagian Barat cekungan mengalami
pengangkatan hingga terjadi inversi yang
menghilangkan endapan sedimen setebal 1.500 –
3.500 meter.
Stratigrafi Cekungan Kutei
Cekungan Kutei terletak di atas batuan dasar sedimen turbidit yang terendapkan pada cekungan
oceanik sejak jaman Kapur akhir–Paleosen Akhir.
Cekungan oseanik ini terbentuk akibat gerak pemisahan antara lempeng benua Asia dan lempeng benua Australia pada jaman Jurasic Awal
sampai Kapur Akhir (Moss et al., 1997).
Cekungan Kutei berdasarkan sejarah
pembentukannya dapat dibagi menjadi dua bagian (Gambar 3), yaitu:
1. Cekungan Kutei Tengah merupakan
daerah yang dicirikan oleh adanya sedimen Neogen, didominasi oleh volkanoklastik,
konglomerat, batupasir kuarsa dengan
geometri dan struktur sedimen lingkungan pengendapan aluvial-fluvial yang berada pada bagian barat cekungan (Moss dan Chamber, 1998).
2. Cekungan Kutei Bawah berada pada
bagian timur cekungan atau tepatnya pada daerah Delta Mahakam yang saat ini terbentuk dan didominasi oleh endapan delta progradasi, sedimen halus paparan luar dan
sedimen distal flood.
Stratigrafi daerah Cekungan Kutei
merupakan endapan-endapan sedimen Tersier sebagai hasil dari siklus transgresi dan regresi air laut dan memiliki kesebandingan dengan Cekungan Barito serta Cekungan Tarakan
(Gambar 3). Urutan transgresif dapat
ditemukan dengan baik dis epanjang daerah pinggiran cekungan tanpa endapan klastik
yang berbutir kasar dan serpih yang
diendapkan pada lingkungan paralis hingga laut dangkal.
Gambar 2. Fisiografi P. Kalimantan (Nuey, 1987)
Batupasir yang terbentuk di delta plain dan delta
front yang regresif berumur Miosen Tengah
merupakan reservoir di sejumlah lapangan minyak dan gas bumi di Cekungan Kutei. Batuan tertua yang ada di Cekungan Kutei, berupa batuan metamorf yang menjadi pembentuk batuan dasar dan berumur Paleozoikum dan Mesozoikum
(Satyana et al., 1999). Di atas batuan dasar ini
secara tidak selaras diendapkan Formasi Kiham Haloq, berupa aluvial berumur Paleogen yang terletak dekat dengan batas cekungan bagian barat (Moss dan Chambers, 2000).
Gambar 3. Stratigrafi Cekungan Kutei Tengah dan Cekungan Kutei Bawah (Moss dan Chamber, 1998)
Sedimen siliklastik kasar, kemudian diendapkan di atas Formasi Mangkupa, yaitu Formasi Beriun yang berasosiasi dengan serpih pada beberapa
tempat, hal ini mengindikasikan terjadinya
pengangkatan secara lokal. Setelah pengendapan Formasi Beriun, transgresi terjadi kembali dan diendapkan Formasi Atan, berupa serpih laut dalam, serta Formasi Kedango, berupa batuan karbonat. Di atas Formasi Atan dan Kedango, diendapkan Formasi Pamaluan yang tersusun atas
batulempung, serpih dengan sisipan napal,
batupasir dan batugamping. Formasi ini terbentuk pada kala Oligosen Akhir hingga Miosen Awal dengan lingkungan pengendapan, berupa laut dalam. Formasi Pamaluan adalah fase regresif yang berkembang di Cekungan Kutei dan mengalami progradasi secara cepat ke arah timur. Formasi Bebulu diendapkan di atas Formasi Pamaluan secara selaras, tersusun atas batugamping dengan sisipan batulanau dan napal yang merupakan endapan karbonat fasa regresif. Formasi ini
berumur Miosen Awal dengan lingkungan
pengendapan laut dangkal. Formasi Pulubalang diendapkan secara selaras di atas Formasi Bebulu.
Formasi ini tersusun atas perselingan graywacke dan
batupasir kuarsa dengan sisipan batugamping, batulempung, batubara dan tuf dasit. Umur Formasi Pulubalang adalah Miosen Awal dengan lingkungan pengendapan darat hingga laut dangkal
(Satyana et al., 1999).
Kelompok Balikpapan tersusun atas batupasir dan batulempung dengan sisipan lanau, serpih, batugamping, dan batubara, diendapkan selaras di atas Formasi Pulubalang. Kelompok ini memiliki sifat yang lebih keras sehingga berdasarkan hal tersebut dibedakan dengan formasi yang lebih muda yaitu Formasi Kampung Baru. Kelompok Balikpapan berumur Miosen Tengah bagian bawah hingga Miosen Atas bagian bawah. Kelompok ini terbentuk dari endapan laut dangkal sampai delta. Formasi Kampung Baru diendapkan secara selaras di atas Kelompok Balikpapan dan tersusun atas batupasir kuarsa dengan sisipan lempung, serpih, batubara, dan lanau yang pada umumnya memiliki sifat fisik lunak dan relatif mudah hancur. Formasi ini berumur Miosen Atas sampai Plio-Pleistosen yang diendapkan di lingkungan delta hingga laut dangkal. Endapan kuarter Delta Mahakam tersusun dari pasir, lumpur, kerikil dan
endapan pantai yang terbentuk pada
lingkungan sungai, rawa, pantai, dan delta dengan hubungan yang bersifat tidak selaras terhadap batuan di bawahnya. Endapan ini memiliki penyebaran sepanjang pantai timur dan merupakan produk dari Delta Mahakam modern yang masih berkembang terus hingga sekarang.
II. Metodologi
Studi ini dilakukan dengan menggunakan metoda pemetaan geologi bawah permukaan berdasarkan korelasi dari setiap data log sumur dan
picking horizon dari data seismik 3D yang terdapat pada daerah penelitian. Pemetaan dilakukan pada 3 lapisan reservoir dari 4 sekuen, yang difungsikan
untuk mengetahui fase pengendapan yang
berlangsung. Dari hasil pemetaan tersebut maka arah penyebaran secara lateral maupun vertikal dari setiap reservoir dapat diketahui.
Ada 3 (tiga) tahapan utama yang dilakukan untuk dalam penelitian ini, yakni :
1. Tahap Persiapan. Tahap persiapan yang
dilakukan meliputi studi pendahuluan mengenai metoda yang digunakan, dan studi literatur
yang meliputi: studi geologi regional,
pengenalan Software dan kompilasi data yang
diperoleh. Pada tahap tersebut seluruh data
yang dibutuhkan dikumpulkan selengkap –
lengkapnya, termasuk literatur – literatur dari
peneliti terdahulu mengenai kondisi geologi regional di daerah penelitian. Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data log sumur sebanyak 11 sumur log, data seismik 3D dan data seismik atribut.
2. Tahap Analisis Data. Pada tahap tersebut data
yang telah terkumpul dianalisis, dengan
tahapan – tahapan sebagai berikut:
- Analisis log sumur, dengan menggunakan log
- Menentukan datum (dalam bentuk marker dan TVDSS) untuk membuat korelasi antar sumur.
- Melakukan korelasi, yaitu dengan
mengkore-lasikan setiap sumur menjadi korelasi stratigrafi.
- Melakukan pemetaan terhadap struktur
bawah permukaan, melakukan pemetaan penyebaran fasies untuk masing-masing lapisan batupasir
Hasil dan Pembahasan
Analisis fasies dan lingkungan pengendapan pada daerah penelitian ini menggunakan data log sumur sebagai data utama. Data log tersebut diinterpretasikan secara kualitatif dan kuantitatif
dengan menggunakan kurva log Gamma Ray (GR),
log Resistivity, log Neutron (NPHI), dan log Density
(RHOB) (Gambar 4). Secara keseluruhan penelitian pada lapangan “DK” ini menggunakan data log sumur sejumlah 11 sumur.
Analisa Elektrofasies
Interpretasi litologi secara kualitatif dilakukan dengan menggunakan data log. Berdasarkan hasil interpretasi kualitatif berdasarkan pola log disetiap interval telitian, litologi pada lapangan ini dipisahkan menjadi 2 (dua) jenis litologi yaitu batupasir dan batulempung hal ini dilakukan untuk mengidentifikasi batupasir yang akan dikorelasikan dengan batupasir lainnya. Karakteristik setiap litologi yang terekam pada data log memperlihat-kan pola log sebagai berikut:
- Interpretasi litologi dengan data log dapat
dilihat dari pola-pola log pada log gamma ray
(GR), log spontanious potential, log densitas maupun log sonik (Adi Harsono,1997).
- Batupasir akan memperlihatkan nilai GR yang
rendah, nilai resistivity dipengaruhi oleh
kandungan fluidanya, nilai neutron dan density
yang sedang sampai tinggi.
- Batulempung akan memperlihatkan nilai GR
yang tinggi, nilai resistivity yang rendah, nilai
neutron yang tinggi, dan nilai density yang rendah
Korelasi Sikuen Stratigrafi
Berdasarkan data yang ada telah dilakukan korelasi dengan menggunakan metode sikuen stratigrafi pada lintasan-1 yang melewati sumur DK-9, DK-1, DK-11, DK-5, DK-10, dan pada lintasan-2 yang melewati sumur 10, 3, DK-8, serta pada lintasan-3 yang melewati sumur DK-DK-8, DK-6 dan DK-2, pada lintasan-4 yang melewati sumur DK-2, DK-4, DK-7, DK-9. Pada (Gambar
5) merupakan base map pada lapangan „DK‟ yang
menjadi obyek penelitian.
Pekerjaan korelasi ditentukan bidang-bidang
stratigrafi sebagai marker yang dianggap memiliki
periode pengendapan yang sama. Marker
ditentu-kan dengan menggunaditentu-kan maximum flooding surface.
Setelah penentuan marker-marker kronostratigrafi,
langkah selanjutnya adalah menentukan system tract
yang ada, di mana dari penentuan pola-pola system
tract ini dapat diinterpretasikan proses sedimentasi yang terjadi di daerah studi. Selain itu, dari hasil penentuan pola-pola tersebut dapat juga diinter-pretasikan sikuen-sikuen pengendapan dan fasies pengendapan. Fokus penelitian terdiri dari 3 lapisan reservoar yang terletak pada SB5 hingga SB9.
Batas Sikuen SB5
SB-5 merupakan kandidat dari batas bawah
sikuen-1. Pada sikuen-1 ini terdapat 2 system track,
yaitu transgresif system track pada bagian bawah,
terbentuk pada saat kecepatan suplai sediment relatif
lebih kecil dibandingkan dengan laju penambahan
ruang akibat tectonic subsidence, sehingga terbentuk
endapan dengan pola retrogradasi, dan highstand
system track pada bagian atas, dimana pada kurva GR system track ini dicirikan dengan harga gamma
ray yang semakin ke atas semakin rendah dengan
bentuk kurva. Bidang ini diperkirakan merupakan bidang kontak erosi ketidakselarasan, dimana secara umum lapisan yang berada di atas SB-5 ini
adalah endapan channel. MFS-5 terletak di antara
SB5 dan SB6 ditandai oleh kontak antara endapan
transgresi system tract (TST) pada bagian bawah dan
highstand system tract ( HST ) pada bagian atas.
Batas Sikuen SB6
Marker SB6 merupakan kandidat dari batas
sikuen kedua. Pada sikuen-2 ini terdapat 2 system
track, yaitu transgresif system track pada bagian bawah terbentuk pada saat kecepatan suplai sedimen relatif lebih kecil dibandingkan dengan laju
penambahan ruang akibat (tectonic subsidence)
sehingga terbentuk endapan dengan pola
retrogradasi, dan Highstand system track pada bagian
atas. Bidang SB6 ini diperkirakan merupakan bidang kontak erosi ketidakselarasan dimana secara umum lapisan yang berada diatas SB-6 ini adalah
endapan Channel. MFS-6 terletak diantara SB-6
dan SB-7 ditandai oleh kontak antara endapan
Transgresi System Tract (TST ) pada bagian bawah dan Highstand System Tract (HST) pada bagian atas.
Batas Sikuen SB7
SB7 merupakan kandidat dari batas bawah
sikuen 3. Pada sikuen 3 ini terdapat 2 system track,
yaitu transgresif system track pada bagian bawah,
terbentuk pada saat kecepatan suplai sedimen relatif lebih kecil dibandingkan dengan laju
penambahan ruang akibat tectonic subsidence,
sehingga terbentuk endapan dengan pola
retrogradasi dan highstand system track pada bagian
atas yang dicirikan oleh pola coarsening upward,
dimana pada kurva GR, system track ini dicirikan
dengan harga gamma ray yang semakin ke atas
semakin rendah. Pada sikuen ini pola log yang
terlihat dominan adalah funnel dan blocky, di
beberapa tempat pola log menunjukan pola bell.
kontak antara endapan transgresi system tract (TST)
pada bagian bawah dan highstand system tract (HST)
pada bagian atas.
Batas Sikuen SB8
SB8 merupakan kandidat dari batas bawah sikuen 4. Batas sikuen ini terdapat di semua sumur
lapangan “DK”. Pada sikuen 4 ini terdapat 2 system
track, yaitu transgresif system track pada bagian bawah. Pada sikuen ini, pola log yang terlihat
dominan adalah cylindrical (Walker, 1992), di
beberapa tempat pola log menunjukan pola bell,
Bidang SB8 ini diperkirakan merupakan bidang kontak erosi ketidakselarasan. MFS-8 terletak di antara SB8 dan MFS8 ditandai oleh kontak antara
endapan transgresi system tract (TST) pada bagian
bawah dan highstand system tract (HST) pada bagian
atas.
Batas Sikuen SB9
SB9 merupakan kandidat dari batas atas sikuen 4 daerah telitian. Batas sikuen SB9 ini terdapat di
semua sumur lapangan “DK”. Pada sikuen ini pola
log yang terlihat dominan adalah cylindrical
(Walker, 1992), di beberapa tempat pola log
menunjukan pola bell, Bidang SB9 ini diperkirakan
merupakan bidang kontak erosi ketidakselarasan.
Berdasarkan karakter tipe log gamma-ray yang
dominan memperlihatkan bentuk cylindrical pada
sumur DK-10, DK-2, DK-3 dan bentuk bell pada
sumur DK-9, DK-1, DK-7, DK-11, DK-6, DK-8
yang mengindikasikan sikuen finning upward,
lapisan batupasir G-4 dapat diinterpretasikan
sebagai fluvial channel sandstone, korelasi sand G-4
dapat dilihat pada (Gambar 8)
Lapisan Batupasir I-20
Berdasarkan karakter tipe log gamma-ray yang
memperlihatkan bentuk cylindrical (Walker, 1992)
pada sumur DK-9, DK-4, DK-5, DK-10 dan
bentuk bell (Walker,1992) pada sumur DK-1 dan
DK-2 yang mengindikasikan sikuen finningupward,
lapisan batupasir I-20 dapat diinterpretasikan
sebagai distributarychannel sandstone, korelasi sand
I-20 dapat dilihat pada (Gambar 9)
Lapisan Batupasir I-15
Berdasarkan karakter tipe log gamma-ray yang
memperlihatkan bentuk cylindrical (Walker, 1992)
dan bentuk bell (Walker,1992) pada 1 dan
DK-11 yang mengindikasikan sikuen finning upward,
lapisan batupasir I-15 dapat diinterpretasikan
sebagai distributary channel sandstone, korelasi
sand I-15 dapat dilihat pada (Gambar 10).
Gambar 7. Korelasi Stratigrafi Lintasan-1 flattenning MFS-7
Gambar 8. Korelasi sand G-4 flattenning MFS-7 pada Lintasan-1
Top G-4
Bot G-4
MFS 7
DK-9
DK-11 DK-7
DK-4 DK-5 DK-10 DK-2 DK-3
DK-6
DK-8 DK-1
534000 534400 534800 535200 535600 536000 536400 536800 537200 537600 538000
534000 534400 534800 535200 535600 536000 536400 536800 537200 537600 538000 02004006008001000m
1:16384
WELL SECTION MAP
Country Block License Model name Horizon name Scale Contour inc User name Date Signature 1:16384 dwi k 10/03/2012
Gambar 9. Korelasi sand I-20 flattenning MFS-6 pada Lintasan-1
Gambar 10. Korelasi sand I-15 flattenning MFS-5 pada Lintasan-1
MFS 6 534000 534400 534800 535200 535600 536000 536400 536800 537200 537600 538000
534000 534400 534800 535200 535600 536000 536400 536800 537200 537600 538000 02004006008001000m
1:16384
534000 534400 534800 535200 535600 536000 536400 536800 537200 537600
534000 534400 534800 535200 535600 536000 536400 536800 537200 537600
9948800
02004006008001000m 1:16384
534000 534400 534800 535200 535600 536000 536400 536800 537200 537600
534000 534400 534800 535200 535600 536000 536400 536800 537200 537600
9948800
02004006008001000m 1:16384
534000 534400 534800 535200535600 536000 536400 536800 537200 537600 538000
534000 534400 534800 535200535600 536000 536400 536800 537200 537600 538000 02004006008001000m
1:16384 534000 534400 534800 535200 535600536000 536400 536800 537200 537600
534000 534400 534800 535200 535600536000 536400 536800 537200 537600
9948800
Analisis Fasies dan Lingkungan Pengendapan
Berdasarkan hasil korelasi yang telah dilakukan secara rinci memperlihatkan hasil analisis sikuen stratigrafi, dimana pada sumur DK-1 merupakan sumur yang dianggap sebagai sumur kunci pada daerah studi. Berdasarkan hasil analisis sikuen stratigrafi, maka daerah studi difokuskan pada
marker-marker yang telah dibuat, yaitu: SB5-MFS5, MFS5-SB6, SB6-MFS6,MFS6-SB7, SB7-MFS8, MFS8-SB8, SB8-MFS8, MFS8-SB9. Berdasarkan hasil dari analisis yang telah dilakukan pada setiap sumur, maka secara umum fasies pada daerah
penelitian dapat disimpulkan, yaitu distributary
channel, distributary mouth bar dan fluvial channel.
Interpretasi litologi menggunakan jenis data yang mampu memberikan gambaran litologi, yaitu
data wireline log sebagai data primer. Interpretasi
litologi dengan data log dapat dilihat dari pola-pola log pada log GR.
Pada fasies distributary channel merupakan
daerah yang dipengaruhi oleh aktivitas fluvial yang relatif tinggi, yang ditandai dengan diendapkannya
batupasir channel dengan sisipan batulempung,
fasies ini ditunjukkan dengan harga log gamma ray
yang relatif rendah dengan pola log berbentuk bell
dan cylinder, fasies ini diinterpretasikan terbentuk
pada lingkungan lowerdelta plain.
Pada fasies distributary mouth bar merupakan
daerah pengendapan dari endapan mouth bar,
dipengaruhi oleh aktivitas fluvial yang rendah,
dicirikan dengan diendapkannya litologi berukuran butir halus yang terdiri dari perselingan batupasir halus dengan batulempung, perselingan tersebut hadir sebagai lapisan-lapisan batupasir yang tipis dan didominasi oleh endapan batulempung, fasies
ini ditunjukkan dengan harga log gamma ray yang
relatif sedang sampai tinggi, pola log gamma ray
yang terlihat pada lapisan batupasir berbentuk
funnel, fasies ini diinterpretasikan terbentuk pada
lingkungan delta front.
Pada fasies fluvial channel merupakan daerah
pengendapan yang dipengaruhi oleh aktivitas fluvial yang sangat tinggi, yang ditandai dengan
diendapkannya batupasir channel yang relatif tebal
dengan sisipan batulempung yang tipis, batupasir yang terbentuk berukuran halus sampai kasar, fasies
ini ditunjukkan dengan harga log gamma ray yang
rendah dengan pola log berbentuk blocky/cylinder ,
fasies ini diinterpretasikan terbentuk pada
lingkungan fluvial braided.
Gambar 11. Interpretasi Fasies dan Lingkungan Pengendapan berdasarkan Elektrofasies pada Sumur DK-1
Analisis Data Seismik
Pada penelitian ini data seismik yang digunakan adalah data seismik 3D dan data atribut seismik. Interpretasi seismik bertujuan untuk membantu dalam melihat penyebaran reservoar, interpretasi struktur, analisa atribut seismik dan pembuatan peta. Interpretasi seismik yang dilakukan berupa
interpretasi sesar dan interpretasi horison.
Interpretasi sesar dan horison dilakukan terlebih dahulu pada daerah keseluruhan survey data seismik. Setelah gambaran secara luas dapat dipahami, berikutnya dilakukan interpretasi detil pada lapisan reservoar.
Pemodelan Struktur
Pemodelan struktur ini ditujukan untuk
membentuk pola atau model dari lapisan reservoar
yang akan diteliti, yaitu lapisan sand G-4 (Gambar
12), I-20 dan I-15. Data pemodelan struktur
tersebut digunakan dalam slicing ekstrak untuk data
seismik atribut GAMP 1055 Hz yang nantinya hasil
dari slicing ekstrak data seismik atribut ini
digunakan untuk memandu dalam pembuatan peta
PickingHorizon
Horizon ditentukan dengan data seismik sebagai data utama yang diikatkan dengan data marker sumur sebagai pengikat. Berdasarkan dari analisa sikuen stratigrafi pada penampang seismik inline
2621 yang tepat melewati sumur DK-1 (sumur
cekshote) yang terdapat pada daerah penelitian,
maka marker stratigrafi yang menjadi fokus bahasan
dapat dibagi menjadi 5, yaitu: SB5, SB6, SB7, SB8 dan SB9 (Gambar 13).
Gambar 13. Top sand G-4 pada seismik lintasan inline-2621
Pemodelan Fasies - Sand Shale Ratio
Peta sand shale ratio merupakan perbandingan
antara jumlah ketebalan net sand dan jumlah
ketebalan shale pada satu sikuen, dimana dengan
pengertian bahwa tumpukan lapisan di dalam satu sikuen memiliki hubungan yang selaras dan terjadi atau diendapkan pada genesa dan umur yang sama
dan persentasi perbandingan yang besar
menunjukkan ke arah asal dari material sand
tersebut, jadi SSR semakin kecil menunjukkan arah pengendapan semakin menuju ke arah laut.
Berdasarkan hasil perhitungan sand-shale ratio
SB8-SB9 (Gambar 14), SB7-SB8 (Gambar 15), SB6-SB7 (Gambar 16), SB5-SB6 (Gambar 17), didapatkan peta yang memperlihatkan arah distribusi sand pada sikuen ini, secara umum pada bagian barat memiliki distribusi sand yang tinggi sedangkan semakin kearah timur distribusi sand semakin mengecil sehingga dapat disimpulkan bahwa arah pengendapan pada lapangan ini
adalah relatif barat –timur.
Seismik Attribute
Pada daerah penelitian dilengkapi dengan data
atribut, yaitu berupa data seismik atribut GAMP
1055Hz, dapat terlihat pada penampang seismik inline 2617 yang tepat melewati sumur DK-1
(sumur cekshote) (Gambar 19). Data atribut ini
diekstrak, sehingga menjadi peta, peta ini
dibutuhkan dalam pembuatan peta SSR dan net
isopach, yaitu sebagai pemandu dalam menentukan
pola penyebaran sand, karena data atribut GAMP
1055Hz memperlihatkan perbedaan warna yang
brightnes dan warna yang gelap (biru), warna yang
bightnes tersebut diartikan sebagai daerah yang
porous atau batuan yang memiliki porositas, yaitu batupasir, sedangkan warna yang gelap (biru) diartikan sebagai daerah yang tidak porous atau batuan yang tidak memiliki porositas, yaitu batulempung.
Pemodelan Sand G-4
Distribusi sand G-4 setelah dilakukan analisis,
maka dapat terlihat daerah-daerah yang memiliki porositas, yaitu pada sumur DK-3, DK-2, DK-10, DK-11, DK-7, sedangkan pada sumur DK-9, DK-1,
DK-4, DK-5, DK-6, DK-8 warna brightness tidak
nampak, maka dapat disimpulkan bahwa lapisan
sand G-4 terdapat 2 body sand yang penyebarannya
relatif dari barat ke timur dan membentuk pola
endapan fluvialchannel (Gambar 19).
Pemodelan Sand I-20
Distribusi sand I-20 setelah dilakukan analisis,
maka dapat terlihat daerah-daerah yang memiliki porositas, yaitu pada sumur DK-4,DK-5,DK-10 2,9,1 sedangkan pada sumur DK-7,DK-11,DK-3,DK-6,DK-8 warna brightnes tidak nampak, maka dapat disimpulkan bahwa lapisan
sand I-20 terdapat 2 body sand, sand bagian bawah
529000530000531000532000533000534000535000536000537000538000539000540000541000542000543000
529000530000531000532000533000534000535000536000537000538000539000540000541000542000543000
9941000
Base Map Seismic 3D Inline 2621
relatif lebih tebal dibandingkan dengan sand pada
bagian atas. Penyebarannya dari sand tersebut
relatif dari barat ke timur dan membentuk pola
endapan distributarychannel (Gambar 20).
Pemodelan Sand I-15
Distribusi sand I-15 setelah dilakukan analisis,
maka dapat terlihat daerah-daerah yang memiliki porositas, yaitu pada sumur DK-4, DK-5, DK-10,
DK-2, DK-9, DK-1, DK-3, DK-1, DK-7, DK-11, DK-3, sedangkan pada sumur DK-6, DK-8 warna brightnes tidak nampak, maka dapat disimpulkan
bahwa lapisan sand I-15 terdapat 2 body sand, sand
bagian bawah dicirikan dengan warna brightness
yang dominan dibandingkan dengan sand pada
bagian atas. Penyebarannya relatif dari barat ke
timur dan membentuk pola endapan distributary
channel (Gambar 21).
Gambar 14. Peta Sand Shale Ratio SB8-SB9 Gambar 15. Peta Sand Shale Ratio SB7-SB8
Gambar 16. Peta Sand Shale Ratio SB6-SB7 Gambar 17. Peta Sand Shale Ratio SB5-SB6
Peta isopach menggambarkan ketebalan dari
lapisan sand. Nilai ketebalan ini merupakan
ketebalan bersih lapisan yang diperoleh dari
pengurangan ketebalan kotor (gross).
Berdasarkan hasil perhitungan lapisan sand G-4,
I-20 dan I-15 didapatkan peta yang
memperli-hatkan arah distribusi sand pada sikuen ini, dimana
pada bagian barat memiliki distribusi sand yang
tinggi, sedangkan semakin ke arah timur distribusi
sand semakin mengecil atau menipis, sehingga
dapat disimpulkan bahwa arah pengendapan pada lapangan ini adalah relatif barat -timur.
Berdasarkan peta net isopach dapat terlihat
bahwa pada lapisan sand G-4 memperlihatkan
kenampakan sebagai endapan fluvial channel
sandstone, pada lapisan sand I-20 memperlihatkan
kenampakan sebagai endapan distributary channel
sandstone dan pada lapisan batupasir I-15
memper-lihatkan kenampakan sebagai endapan distributary
Isopach Sand G-4
Peta isopach sand G-4 (Gambar 22) distribusi
dari sand G-4 ini menyebar dari barat ke timur
terdapat dua body dari sand G-4 ini, hal ini
didasarkan atas data korelasi log yang
menunjukkan sand G-4 ini menipis terlihat pada
sumur DK-4 dan DK-5, kemudian pada data
attribute yang menunjukkan warna biru (non
brightnes), memiliki ketebalan berkisar 3,63m – 35,31m, arah pengendapan sand G-4 diperkirakan diendapkan dari arah barat ke timur.
Berdasarkan interpretasi data korelasi log menunjukkan pola log pada sand G-4 ini
didominasi oleh pola log cylindrical dan bell yang
menunjukkan pola finning upward, kemudian dari
data ekstrak attribute GAMP 1055HZ sand G-4
menunjukkan pola-pola endapan channel yang
membentuk pola kontur yang memanjang, sehingga dapat disimpulkan bahwa sand G-4 merupakan
endapan fluvialchannel
Isopach Sand I-20
Peta isopach sand I-20 (Gambar 23) distribusi
dari sand I-20 ini menyebar dari barat ke timur
terdapat dua body dari sand I-20 ini, hal ini
didasarkan atas data korelasi log yang
menunjukkan sand I-20 ini menipis terlihat pada sumur DK-7 dan DK-11, kemudian pada data
attribute yang menunjukkan warna biru (no brightness), pada sand I-20 ketebalannya relatif lebih
tipis, terutama pada body sand bagian utara
memiliki ketebalan berkisar 3.63 – 8.25 m, arah
pengendapan sand I-20 diperkirakan diendapkan
dari arah barat ke timur.
Berdasarkan interpretasi data korelasi log
menunjukkan pola log pada sand I-20 ini
didominasi oleh pola log cylindrical dan bell yang
menunjukkan pola finning upward, kemudian dari
data ekstrak attribute GAMP 1055HZ sand I-20
menunjukkan pola-pola endapan channel yang
membentuk pola kontur yang memanjang, sehingga
dapat disimpulkan bahwa sand I-20 merupakan
endapan distributarychannel
Peta isopach sand I-15 (Gambar 24) distribusi
dari sand I-15 ini menyebar dari barat ke timur
terdapat dua body dari sand I-15 ini, hal ini
didasarkan atas data korelasi log yang
menunjukkan sand I-15 ini menipis terlihat pada
sumur DK-4 dan DK-5, kemudian pada data
attribute yang menunjukkan warna biru (no brightness), memiliki ketebalan berkisar 6.93 – 20.46 m, arah pengendapan sand I-15 diperkirakan diendapkan dari arah barat ke timur.
Berdasarkan interpretasi data korelasi log
menunjukkan pola log pada sand I-15 ini
didominasi pola log cylindrical dan bell yang
menunjukkan pola finning upward, kemudian dari
data ekstrak attribute GAMP 1055HZ sand I-15
menunjukkan pola-pola endapan channel yang
membentuk pola kontur yang memanjang, sehingga
dapat disimpulkan bahwa sand I-15 merupakan
endapan distributarychannel.
Gambar 19. Peta Overlay Attribute GAMP 1055Hz dengan Net Isopach pada Sand G-4
Gambar 20. Peta Overlay Attribute GAMP 1055Hz dengan Net Isopach pada Sand 1-20
-20 -10
534400 534800 535200 535600 536000 536400 536800 537200 537600 538000 538400 538800
534400 534800 535200 535600 536000 536400 536800 537200 537600 538000 538400 538800
9948000
0 200 400 600 800 1000m 1:20480
Peta Isopach sand G-4
Country
Gambar 18. Top Sand G-4 pada Attribute Seismik GAMP 1055 Lintasan Inline 2617
Gambar 22. Peta Net Isopach Sand G-4
Gambar 23. Peta Net Isopach Sand I-20 Gambar 24. Peta Net Isopach Sand I-15
10
534400 534800 535200 535600 536000 536400 536800 537200 537600 538000 538400 538800
534400 534800 535200 535600 536000 536400 536800 537200 537600 538000 538400 538800
9948400
0 200 400 600 800 1000m 1:20480 Peta Isopach sand I-15
Country
534400 534800 535200 535600 536000 536400 536800 537200 537600 538000 538400 538800 539200
534400 534800 535200 535600 536000 536400 536800 537200 537600 538000 538400 538800 539200
9948400
0 200 400 600 800 1000m 1:20480
0 10 20 Depth Peta Isopach sand I-20
IV. Kesimpulan
- Berdasarkan hasil dari penelitian pada
lapangan “DK”, lingkungan pengendapan sedimen pada daerah studi diendapkan pada
lingkungan fluvial sampai delta front yang
diindikasikan oleh pembentukan fasies yang dominan.
- Lapisan sand G-4 yang terletak di sikuen 4
(empat) dominan dibentuk oleh fasies fluvial
channel yang berdasarkan atas pola log gamma
ray berbentuk blocky yang didukung juga peta
SSR, atribut GAMP 1055Hz dan net isopach
mengindikasikan mempunyai arah
pengen-dapan barat-timur dan diinterpretasikan
sebagai endapan fluvialchannel sand.
- Lapisan sand I-20 yang terletak di sikuen 2
(dua) dominan dibentuk pola log gamma ray
berbentuk blocky yang diinterpretasikan sebagai
endapan fasies distributary channel yang
berdasarkan peta SSR, atribut GAMP 1055Hz dan net isopach mengindikasikan mempunyai arah pengendapan secara lateral berarah barat-timur.
- Lapisan sand I-15 yang terletak di sikuen 2
(dua) dominan dibentuk pola log gamma ray
blocky yang diinterpretasikan sebagai fasies
distributary channel yang berdasarkan peta SSR,
atribut GAMP 1055Hz dan net isopach
meng-indikasikan mempunyai arah pengendapan secara lateral berarah barat-timur.
- Arah pengendapan sedimen pada lapangan
„DK‟ berarah barat-timur. Secara keseluruhan
interval batupasir diendapkan pada fase pengendapan regresi.
Pustaka
Allen, G.P., 1994, Concepts and Application of
Sequence Stratigraphy to Silisiclastic Fluvial and Shelf Deposits, Sequence Stratigraphy Seminar,
Indonesian Petroleum Association (IPA), Jakarta.
Harsono, A., 1997, Evaluasi Formasi dan Aplikasi
Log, Schlumberger Oilfield Services, Jakarta
Moss dan Chamber, 1998. Stratigrafi Cekungan Kutai tengah dan Cekungan Kutai Bawah
Rider, M., 2000, The Geological Interpretation of Well
Logs, 2nd edition, Whittles Publishing, Scotland
Satyana, et al., 1999. Kesebandingan Stratigrafi
Cekungan Barito, Kutai dan Tarakan
Schlumberger, 1974, Log Interpretation Principles/
Applications: Schlumberger Educational Services, Houston, Texas
Selley, R.C., Concepts and Methods of Subsurface Facies
Analysis, 1978, American Association of Petroleum Geologist, Education Course Notes Series #9
Walker, R.G, & James, N.P., 1992, Facies Models :