PENINGKATAN KUALIFIKASI AKADEMIK DAN
KOMPETENSI GURU DALAM PENGEMBANGAN
PENDIDIKAN MADRASAH DINIYAH
(Studi Multi Kasus Di Madrasah Diniyah Ponpes. Amanatul Ummah
Surabaya Dan Di Madrasah Diniyah Ponpes. An-Najiyah Surabaya)
TESIS
Diajukan Unutuk Memenuhi Sebagian Syarat
Memperoleh Gelar Magister Dalam Program Studi Pendidikan Islam
Oleh :
Taufiqur Rohman NIM: F. 13213170
PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
▸ Baca selengkapnya: raport madrasah diniyah (doc)
(2)ii
PERNYATAAN KEASLIAN
Yang bertanda tangan di bawah ini saya :
Nama : TAUFIQUR ROHMAN
NIM : F. 13213170
Program : Magister (S2)
Institusi : Program Pascasarjana UIN Sunan Ampel Surabaya
Dengan sungguh-sungguh menyatakan bahwa TESIS ini secara keseluruhan
adalah hasil penelitian atau karya saya sendiri, kecuali pada bagian-bagian yang
dirujuk sumbernya.
Surabaya, 12 Mei 2017
Saya yang menyatakan,
iii
PERSETUJUAN
Tesis ini telah di setujui
Pada tanggal 12 Juni 2017
Oleh
Pembimbing
iv
PENGESAHAN TIM PENGUJI
Tesis ini telah di uji
Pada tanggal, 28 Juli 2017
Tim Penguji :
1. Dr. Hj. Hanun Asrohah, M.Ag. (Ketua) ...
2. Dr. Rubaidi, M.Ag. (Penguji) ...
3. Dr. H. M. Yunus Abu Bakar, M.Ag. (Penguji) ...
Surabaya, 28 Juli 2017
Direktur,
ABSTRAK
Dengan diberlakukannya Undang-Undang Guru dan Dosen No.14/2005 dan diterbitkanya Peraturan Pemerintah No. 55/2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan, maka menjadi tuntutan bagi lembaga pendidikan
Madrasah Diniyah untuk segera melakukan regulasi dan upgrade sistem
pendidikannya agar secara formal ke depan Madin memiliki standard dan kesetaraan yang sesuai dengan UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Sehingga peniliti mengganggap penting untuk melakukan kajian
mendalam tentang usaha yang dilakukan Madrasah Diniyah dalam rangka pengembangan pendidikan madrasah diniyah yang akan di fokuskan di Madrasah Diniyah Pondok Pesantren Amanatul Ummah Surabaya dan di Madrasah Diniyah
Pondok Pesantren An-Najiyah Surabaya melalui bagaimana peningkatan
kualifikasi akademik guru?; bagaimana peningkatan kompetensinya? Serta implikasi adanya peningkatan kualifikasi akademik dan kompetensi guru dalam pengembangan pendidikan Madrasah Diniyah.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologis naturalistic, serta pengumpulan datanya menggunakan wawancara, observasi, dan studi dokumentasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dengan diberlakukanya Undang-Undang guru dan dosen, pendidikan Madrasah Diniyah di Amanatul Ummah dan An-Najiyah sangat selektif dalam melakukan perekrutan guru untuk menjadi pengajar di madrasah Diniyah disesuaikan dengan kualifikasi akademiknya, terlihat 89,3% jumlah tenaga pengajar di Madrasah Diniyah Amanatul Ummah sudah mempunyai kualifikasi akademik yang cukup. Lain halnya dengan di Madrasah Diniyah An-Najiyah yang masih mempertahankan tradisi salafiyahnya sehingga 44% tenaga pengajarnya masih mengunakan ijazah keluarga ndalem, sedangkan 56% sudah berkualifikasi akademik.
Sehingga guru di Madarasah Diniyah Amanatul Ummah dan An-Najiyah kompetensinya-pun berbanding lurus dalam peningkatanya walaupun dalam pengimplementasianya belum maksimal, akan tetapi dalam proses belajar mengajarnya sudah terlihat kreatif dan komunikatif intensif. Bahkan berimplikasi juga terhadap pengembangan kelembagaan Madrasah Diniyah di Amanatul Ummah dan An-Najiyah meliputi : tata kelola manajemen kelembagaan yang semakin baik; tertib dalam administrasinya di Madrasah Diniyah; terciptanya budaya di Madrasah Diniyah yang kokoh; serta prestasi yang membawa nama baik Madrasah Diniyah.
viii
DAFTAR ISI
Halaman Judul i
Halaman Surat Pernyataan Keaslian... ... ii
Halaman Persetujuan Pembimbing Tesis... ... iii
Halaman Pengesahan Tim Penguji... ... iv
Halaman Persembahan... ... v
Halaman Kata Pengantar... ... vi
Halaman Abstrak ... ... viii
Halaman Daftar Isi... ... ix
Daftar Gambar & Tabel... ... xii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 B. Identifikasi Dan Batasan Masalah 4 C. Rumusan Masalah 5 D. Tujuan Penelitian 5 E. Kegunaan Penelitian 6 F. Kerangka Teoritik 7 G. Metode Penelitian 20 H. Sistematika Pembahasan 29 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Tentang Madrasah Diniyah 1. Pengertian Madrasah Diniyah 30 2. Kedudukan Madrasah Diniyah ... 39
3. Karakteristik Madrasah Diniyah ... 48
4. Dasar Pelaksanaan Pendidikan Madrasah ... 53
5. Tujuan Pendidikan Madrasah Diniyah ... 57
B. Kualifikasi Akademik 1. Pengertian Kualifikasi Akademik 59 2. Urgensi Kualifikasi Akademik... 61
3. Model Peningkatan Kualifikasi Akademik ... 67
C. Kompetensi Guru Madrasah Diniyah 1. Pengertian Kompetensi 69 2. Tujuan Kompetensi ... 70
3. Dasar Kompetensi ... 71
4. Macam-Macam Kompetensi ... 72
BAB III PAPARAN DATA A. Profil Lokasi Penelitian 1. Gambaran Umum Madrasah Diniyah Ponpes. Amanatul Ummah Surabaya a. Sejarah Pesantren Dan Madrasah Diniyah...82
b. Visi Dan Misi...85
ix
d. Struktur Organisasi...87
e. Bahan Ajar...88
f. Alokasi Waktu Mata Pelajaran...93
g. Program Pembiasaan Anak...93
h. Data Pendidik Dan Tenaga Pendidikan...94
2. Gambaran Umum Madrasah Diniyah Ponpes. An-Najiyah Surabaya a. Sejarah Madrasah Diniyah...95
b. Visi Dan Misi...98
c. Struktur Kepengurusan...100
d. Sarana-Prasarana...100
B. PAPARAN DATA 1. Peningkatan Kualifikasi Akademik Dan Kompetensi Guru Dalam Pengembangan Pendidikan Madrasah Diniyah Ponpes. Amanatul Ummah Surabaya a. Pelaksanaan Peningkatan Kualifikasi Akademik Guru Madrasah Diniyah Ponpes. Amanatul Ummah Surabaya ...102
b. Implementasi Peningkatan Kompetensi Guru Madrasah Diniyah Ponpes. Amanatul Ummah Surabaya...107
c. Implikasi Adanya Peningkatan Kualifikasi Akademik Dan Kompetensi Guru Dalam Pengembangan Pendidikan Madrasah Diniyah Ponpes. Amanatul Ummah Surabaya...112
2. Peningkatan Kualifikasi Akademik Dan Kompetensi Guru Dalam Pengembangan Pendidikan Madrasah Diniyah Ponpes. An-Najiyah Surabaya a. Pelaksanaan Peningkatan Kualifikasi Akademik Guru Madrasah Diniyah Ponpes. An-Najiyah Surabaya...115
b. Implementasi Peningkatan Kompetensi Guru Madrasah Diniyah Ponpes. An-Najiyah Surabaya...119
c. Implikasi Adanya Peningkatan Kualifikasi Akademik Dan Kompetensi Guru Dalam Pengembangan Pendidikan Madrasah Diniyah Ponpes. An-Najiyah Surabaya...124 BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN
A. Pelaksanaan Peningkatan Kualifikasi Akademik Dan Kompetensi Guru Di Madrasah Diniyah Ponpes. Amanatul Ummah Dan Di Madrasah Diniyah
Ponpes. An-Najiyah Surabaya 128
B. Implementasi Kompetensi Guru Di Madrasah Diniyah Ponpes. Amanatul Ummah Surabaya Dan Di Madrasah Diniyah
Ponpes. An-Najiyah Surabaya 130
C. Implikasi Adanya Peningkatan Kualifikasi Akademik Dan Kompetensi Guru Dalam Pengembangan Pendidikan Madrasah Diniyah Di Ponpes. Amanatul Ummah Surabaya Dan Di Madrasah Diniyah
x
BAB V PENUTUP
xi
DAFTAR GAMBAR & TABEL
Gambar 3.1. Struktur Madrasah Diniyah Amanatul Ummah 87
Gambar 3.2. Struktur Madrasah Diniyah An-Najiyah 100
Tabel 3.1. Jadwal Materi Kelas 1 Wustho 88
Tabel 3.2. Jadwal Materi Kelas 2 Wustho 88
Tabel 3.3. Jadwal Materi Kelas 3 Wustho 89
Tabel 3.4. Jadwal Materi Kelas 4 Ula 90
Tabel 3.5. Jadwal Materi Kelas 5 Ula 91
Tabel 3.6. Jadwal Materi Kelas 6 Ula 92
Tabel 3.7. Jumlah Jam Pelajaran 93
Tabel 3.8. Budaya Santri 93
Tabel 3.9. Data Pengajar 94
Tabel 3.10. Sarana-Prasarana 101
Tabel 3.11. Data Kualifikasi Akademik Guru Madin Amanatul Ummah 104
Tabel 3.12. Data Kualifikasi Akademik Guru Madin An-Najiyah 117
Tabel 3.13. Jadwal Mapel Tingkat Ula 124
Tabel 3.14. Jadwal Mapel Tingkat Wustho 124
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan dalam Islam mempunyai kedudukan yang penting. Sebab,
dengan pendidikan, ilmu pengetahuan, baik itu ilmu agama maupun ilmu
pengetahuan umum, dapat disebarluaskan.1 Madrasah Diniyah adalah lembaga
pendidikan islam yang telah dikenal bersamaan dengan penyiaran agama islam di
nusantara. Madrasah Diniyah adalah salah satu lembaga pendidikan keagamaan
pada jalur luar sekolah yang diharapkan mampu secara terus menerus memberikan
pendidikan agama Islam pada anak didik yang tidak terpenuhi pada jalur sekolah
yang di berikan melalui sistem nasional, serta menerapkan jenjang pendidikan
yaitu : Madrasah Diniyah Awaliyah, Madrasah Diniyah Wustho, dan Madrasah
Diniyah Ulya.2
Dalam catatan sejarah pendidikan, sistem penyelenggaraan pendidikan
Madrasah Diniyah (Madin) di Indonesia selama ini belum pernah mendapatkan
pengakuan yang kongkrit dari pemerintah.Hal ini terjadi, karena selama ini pula
eksistensi pendidikan Madin secara yuridis-formil memang tidak diberikan ruang
apresiasi yang memadahi dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional.
Fakta ini telah terbukti dalam sejarah panjang pemberlakuan Undang-Undang
1
Ninik Masruroh & Umiarso, Modernisasi Pendidikan Islam Ala Azzumyardi Azra(Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), 7.
2Direktorat Pendidikan Keagamaan Dan Pondok Pesantren, Pedoman Penyelenggaraan Dari
2
Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN), mulai UU No. 4/1950, juncto3 UU.
12/1954, sampai dengan UU No.2/1989 yang kesemuanya tidak pernah memuat,
bab, pasal, maupun ayat-ayat yang mengatur tentang sistem penyelenggaraan
pendidikan Marasah Diniyah. Padahal secara defacto dan historis Madin selama
ini juga ikut memiliki andil dan kontribusi yang besar dalam mencerdaskan
kehidupan bangsa bidang pendidikan di masyarakat.
Setelah sekian lama pendidikan Madrasah Diniyah pesantren berada di
luar sistem pendidikan nasional dan kurang lebih satu abad usia Madrasah
Diniyah pesantren di Indonesia ternyata mampu menunjukan eksistensi dan
kemandirianya di tengah-tengah masyarakat, maka pemerintahpun akhirnya
merubah haluan, sikap dan cara pandangnya terhadap pendidikan madin di
Indonesia. Dengan diberlakukanya Undang-Undang Guru dan Dosen Nomer
14/2005 dan PP No. 55/2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan
Keagamaan, maka menjadi tuntutan bagi lembaga pendidikan madrasah diniyah
untuk segera melakukan regulasi dan upgrade sistem pendidikannya agar secara
formal ke depan Madin memiliki standar dan kesetaraan yang sesuai dengan UU
No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.4
Namun demikian, jika dilihat secara obyektif dalam perspetif
formalistik sistem pengelolaan lembaganya, walaupun sudah diberlakukan UU
3
JCT Simorangkir, Rudi T Erwin Dan JT Prasetyo,Kamus Hukum, Jo, Merupakan Kependekan
Dari Kata “Juncto” Yang Ditulis, “Jo” Berarti : “ Bertalian,Berhubungan Dengan”
4Nafiur Rofiq, Eksistensi Kebijakan Pemerintah Provinsi Jawa Timur Terhadap Peningkatan
3
No. 20/20035 dan Peraturan Pemerintah No. 55/2007 yang beberapa
pasal-pasalnya telah memberikan apresiasi positif pada Madrasah Diniyah, ternyata
belumlah cukup untuk mendongkrak keterbatasan sumber daya
manajemen/tatakelola pendidikan Madrasah Diniyah. Hal ini tampak, selain pada
aspek kelembagaannya yang kurang memadahi, juga ketidaksiapan aspek sumber
daya tenaga pendidik atau guru-gurunya yang sebagian besar belum berlatar
belakang pendidikan minimal strata satu (S1) atau Diploma empat (D-4).
Sementara kondisi riil, mayoritas guru-guru Madin masih lulusan sekolah formal
SMP/MTS dan SMA/MA dan bahkan beberapa guru diantaranya hanya lulusan
SD/MI dan sebagian lainya adalah lulusan Madrasah Diniyah non-formal
pesantren. Padahal evidensi formal kualifikasi seorang guru harus ditunjukkan
melalui ijazah yang dimilkinya sebagai bukti bahwa seseorang telah menempuh
jenjang pendidikan tinggi program sarjana (S-1) atau program Diploma empat
(D-4).
Berdasarkan uraian di atas, dengan munculnya perhatian pemerintah
terhadap madrasah seiring dengan semangat otonomi daerah yang digulirkan.
Dalam rangka meningkatkan kualifikasi akademik guru Madin tersebut,
Pemerintah Provisi Jawa Timur mengeluarkan kebijakan untuk bekerjasama
dengan perguruan tinggi dalam rangka memberikan beasiswa program
peningkatan kualifikasi akademik jenjang Strata Satu (S1) bagi guru-guru
Madrasah Diniyah di Jawa Timur. Oleh karenanya, peniliti mengganggap penting
5Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 4310,Undang-Undang No. 20/2003
4
untuk melakukan kajian mendalam tentang usahayang telah dicapai oleh guru
terhadap lembaga Madrasah Diniyah sesuai amanat Undang-Undang Guru dan
Dosen,dalam rangka memenuhi syarat untuk Meningkatkan kualifikasi akademik
dan kompetensi guru dalam pengembangan pendidikan madrasah diniyah yang
akan di fokuskan di Madrasah Diniyah Pondok Pesantren Amanatul Ummah
Surabaya dan di Madrasah Diniyah Pondok Pesantren An-Najiyah Surabaya.
B. Identifikasi Dan Batasan Masalah
Permasalahan penelitian yang penulis dapat identifikasi dan inventarisasi
sebagai berikut:
1. Pendidikan Madrasah Diniyah masih berada di luar sistem pendidikan nasional
2. Keterbatasan sumberdaya manajemen/tatakelola pendidikan Madrasah Diniyah
3. Aspek kelembagaan yang belum memadahi
4. Sumberdaya tenaga pendidik atau guru-gurunya sebagian besar belum berlatar
belakang pendidikan minimal strata satu (S1) atau Diploma empat (D-4)
Agar penelitian terfokus dan tidak melebar maka penulis melakukan
pembatasan masalah, adapun yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah
tentang peningkatan Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru Madrasah
Diniyah di Ponpes Amanatul Ummah Surabaya dan Ponpes An-Najiyah Surabaya,
5
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah di uraikan di atas, maka
dapat di rumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana Peningkatan Kualifikasi Akademik guru Madrasah Diniyah di
Ponpes Amanatul Ummah Surabaya dan Ponpes An-Najiyah Surabaya?
2. Bagaimana kompetensi guru Madrasah Diniyah di Ponpes. Amanatul Ummah
Surabaya dan di Ponpes. An-Najiyah Surabaya?
3. Bagaimana implikasi adanya peningkatan kualifikasi akademik dan kompetensi
Guru dalam pengembangan pendidikan Madrasah Diniyah di Ponpes.
Amanatul Ummah Surabaya dan di Ponpes. An-Najiyah Surabaya?
D. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Mengetahui dan mengidentifikasi peningkatan Kualifikasi Akademik guru
Madrasah Diniyah di Ponpes. Amanatul Ummah Surabaya dan di Ponpes.
An-Najiyah Surabaya
2. Mengetahui kompetensi guru Madrasah Diniyahdi Ponpes. Amanatul Ummah
Surabaya dan di Ponpes An-Najiyah Surabaya.
3. Mengetahui dan memahami implikasi adanya peningkatan kualifikasi
akademik dan kompetensi guru dalam pengembangan pendidikan Madrasah
Diniyah di Ponpes. Amanatul Ummah Surabaya dan di Ponpes. An-Najiyah
6
E. Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi semua pihak baik
secara teoritis maupun praktis
1. Manfaat teoritis
Manfaat secara teoritis adalah diharapkan mampu untuk memperkaya
teori-teori yang berkaitan kualifikasi akademik, kompetensi guru, kelembagaan
Madrasah Diniyah, maupun teori yang berkaitan dengan Undang-Undang guru
dan dosen.
2. Manfaat praktis
Bagi penulis, untuk mengetahui dan memahami tentang kualifikasi
akademik dan kompetensi guru Madrasah Diniyah serta dampak terhadap
perkembangan kelembagaannya,
Bagi lembaga almamater, bahan kajian kelembagaan dan evaluasi kritik
konstruktif sehingga memberikan kontribusi ilmiah yang dapat dijadikan
refrensi dalam upaya pengembangan pendidikan keagamaan khususnya
Madrasah Diniyah.
Bagi peneliti lain, hasil penelitian ini tentunya masih terdapat kekurangan
dan oleh karenanya terbuka lebar bagi peneliti lain melakukan kajian lanjutan
7
F. Kerangka Teoritik
1. Kualifikasi Akademik
Secara etimlogis kata kualifikasi di adopsi dari bahasa inggris
qualification yang berarti training, test, diploma, etc.that qualifies a
person.6Kualifikasi berarti latihan, tes, ijazah, dan lain-lain yang menjadikan
seseorang memenuhi syarat. Menurut kamus besar bahasa Indonesia kualifikasi
adalah pendidikan khusus untuk memperoleh keahlian yang diperlukan untuk
melakukan sesuatu atau menduduki jabatan tertentu.7
Menurut Miarso menyatakan bahwa guru yang berkualifikasi adalah guru
yang memenuhi standart pendidik, menguasai materi/isi pelajaran sesuai
dengan standar isi, dan menghayati serta melaksakan proses pembelajaran
sesuai dengan standar proses pembelajaran. Miarso mengartikan kualifikasi
sebagai kemampuan atau kompetensi yang harus dimilki seorang guru dalam
melaksanakan tugasnya.8
Dari beberapa pengertian kualifikasi di atas, istilah kualifikasi secara garis
besar dipahami dalam dua sudut pandang yang berbeda.Yang pertama,
kualifikasi sebagai tingkat pendidikan yang harus ditempuh oleh sesorang
untuk memperoleh kewenangan dan legitimasi dalam menjalankan
profesinya.Sementara pandangan yang kedua, memaknai kualifikasi sebagai
kemampuan atau kompetensi yang harus dimiliki atau dikuasai seseorang
6
Martin Manser,Oxford Learner’s Pocket Dictionary (Oxford University Press, 1995), 337. 7
Depdikbud,Kamus Besar Bahasa Indonesia(Jakarta: Balai Pustaka, 1996), 533.
8Miarso yusuf hadi, Peningkatan Kualifikasi guru dalam perspektif teknologi pendidikan
8
sehingga dapat melakukan pekerjaannya secara berkualitas.Namun
sesungguhnya terdapat benang merah dari kedua sudut pandang tersebut yakni
keharusan adanya kapasitas yang harus dipenuhi untuk menjalani profesi dan
pekerjaanya.
Undang-undang nomor 14 tahun 2005 tentan Guru dan Dosen pasal 1 ayat
9 menggunakan istilah kualifikasi akademik, yang didefinisikan sebagai ijazah
jenjang pendidikan akademik yang harus dimiliki oleh guru atau dosen sesuai
dengan jenis, jenjang, dan satuan pendidikan formal di tempat penugasan.
2. Kompetensi Guru
Dalam kamus besar bahasa Indonesia, kompetensi berarti kewenangan
(kekuasaan) untuk menentukan (memutuskan) sesuatu.9Sedangkan menurut
Barlow sebagaimana yang dikutip oleh Muhibbin Syah bahwa kompetensi guru
adalah kemampuan seorang guru dalam melaksanakan kewajiban-kewajibanya
secara bertanggungjawab dan layak.10
Sementara Moh. Uzer Usman menjelaskan pengertian kompetensi
sebagaimana yang dikemukakan berikut:
a. Kompetensi adalah suatu hal yang menggambarkan kualifikasi atau
kemampuan sesorang, baik bersifat kuantitatif maupun kualitatif.11
b. Kompetensi juga merupakan prilaku yang rasional untuk mencapai
tujuan yang di persyaratkan sesuai dengan kondisi yang diharapkan.12
9
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan Dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia(Jakarta: Balai Pustaka, 1994), 516.
10Muhibbin Syah,Psikologi Pendidikan (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000), 230. 11
9
Definisi lain tentang kompetensi adalah sebagaimana yang diungkapkan
oleh Richard J. Mirabile, yaitu: competency is knowledge skill, ability or
characteristic associated with high performance an a job. Some definition of
competency include motives, beliefs and values.13Dalam hal ini kompetensi
diartikan sebagai pengetahuan, ketrampilan, kemampuan atau ciri-ciri yang
dihubungkan dengan pengabdian yang tinggi dalam suatu pekerjaan.Dari
pengertian tentang kompetensi diatas, maka yang dimaksud dengan kompetensi
adalah kemampuan/kewenangan guru dalam melaksanakan profesi
keguruanya.
Berkaitan dengan kualifikasi akademik guru, UU nomor 14 tahun 2005
tentang guru dan dosen bab1 pasal 1 menyatakan bahwa guru adalah pendidik
professional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing,
mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada
pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasr, dan
pendidikan menengah. Untuk menjadi guru yang benar-benar profesioanal
tidaklah mudah karena harus mampu menjalankan tugas-tugas diatas dengan
sebaik-baiknya. Dengan demikian seorang guru harus memiliki beberapa
syarat, sebagaimana tercantum pada pasal 8 UU nomor 14 tahun 2005, guru
wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikasi pendidik, sehat
jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan
pendidikan nasional.
12
Ibid., 14.
13Richard J. Mirabile, Everything Yau Wanted To Know About Competency Modelling
10
Syarat kompetensi yang dimaksud meliputi :
a. Kompetensi pedagogik, dalam standar nasional pendidikan, penjelasan
pasal 28 ayat (3) butir a di kemukakan bahwa kompetensi pedagogik
adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik yang
meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan
pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar dan pengembangan
peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang
dimilikinya.14
b. Kompetensi kepribadian, yang dimaksud kompetensi kepribadian
adalah kemampuan dan ciri-ciri yang ada dalam diri guru yang dapat
mengembangkan kondisi belajar sehingga hasil belajar dapat dicapai
dengan efektif.15Ada beberapa ciri kepribadian yang mestinya dimiliki
seorang guru, yaitu kemampuan interaksi sosial yang hangat, memiliki
rasa tanggung jawab, memiliki kejujuran, objektif, tegas, adil, serta
demokrasi.
Setiap orang mempunyai kepribadian yang berbeda antara satu dengan
yang lainya. Kepribadian berarti sifat yang hakiki individu yang
tercantum pada sikap dan perbuatanya yang membedakan dirinya
dengan yang lain. Menurut tinjauan psikologi kepribadian pada
prinsipnya adalah susunan atau kesatuan antara aspek prilaku mental
(pikiran, perasaan, dsb) dengan aspek perilaku behavioral (perbuatan
14E. Mulyasa,Standar Kompetensi Dan Sertifikasi Guru(Bandung: PT. Remaja Rosdakarya), 75. 15
11
nyata).16 Kepribadian dilihat dari pengaruhnya terhadap orang lain,
orang lain yang mempunyai pengaruh besar terhadap orang lain di
pandang berpribadi sedangkan yang kecil atau tidak ada pengaruhnya
dipandang tidak berpribadi.17
c. Kompetensi sosial, guru merupakan makhluk sosial, yang dalam
kehidupanya tidak terlepas dari kehidupan sosial masyarakat dan
lingkunganya, oleh karena itu guru di tuntut untuk memiliki
kompetensi sosial yang memadahi terutama dalam kaitanya dengan
pendidikan, yang tidak terbatas pada pembelajaran di sekolah tetapi
juga pada pendidikan yang terjadi dan berlangsung di masyarakat.
Dalam standar nasional pendidikan, penjelasan pasal 28 ayat (3) butir d
dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan kompetensi sosial adalah
kemampuan guru sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi
dan bergaul secara efekftif dengan peserta didik, sesame pendidik,
tenaga kependidikan, orang tua atau wali peserta didik, dan masyarakat
sekitar.18
d. Kompetensi professional, salah satu kompetensi yang dimiliki oleh
guru adalah kompetensi professional. Dalam standar nasional
pendidikan penjelasan pasal 28 ayat (3) butir c dikemukakan bahwa
yang dimaksud kompetensi professional adalah kemampuan
16
Muhibbin Syah,Psikologi Pendidikan(Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2004), 225. 17
Nana Syaudih Sukmadinata,Landasan Psikologi Proses Pendidikan (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2005), 134.
18
12
penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang
memungkinkan membimbing peserta didik memenuhi standar
kompetensi yang ditetapkan dalam standar nasional.19
3. Pendidikan Madrasah Diniyah
a. Tinjauan Tentang Madrasah Diniyah
Kata madrasah dalam bahasa arab adalah bentuk kata keterangan
tempat (zharaf makan) dari akar kata “darasa”.20Secara harfiyah
“madrasah” diartikan sebagai tempat belajar atau tempat untuk
memberikan pelajaran.21Dari akar kata“darasa” juga bisa diturunkan kata
“midrus” yang mempunyai arti buku yang dipelajari atau tempat belajar,
kata “al-midrus” juga diartikan sebagai rumah untuk mempelajari kitab
taurat.22Dari kedua bahasa tersebut, kata“madrasah”mempunyai arti yang
sama “tempat belajar”, jia di terjemahkan dalam bahasa Indonesia, kata
“madrasah”memiliki arti “sekolah”kendati pada mulanya kata “sekolah”
itu sendiri bukan berasal dari bahasa Indonesia, melainkan dari bahasa
asing, yaitu school atau scola.23 Secara harfiyah madrasahbisa juga
diartikan dengan sekolah, kareana secara teknis keduanya memiliki
kesamaan, yaitu sebagai tempat berlangsungnya proses belajar mengajar
secara formal. Namun demikian istilah madrasahmemiliki makna yang
19
Ibid, 135.
20A.W. Munawwir,Kamus Arab-Indoneia(Surabaya: Pustaka Progresif, 2002), 300.
21Mehdi Nakosten, Kontribusi Islam Atas Dunia Intelektual Barat:Deskripsi Analisis Abad
Keemasan Islam,Edisi Indonesia (Surabaya: Risalah Gusti, 1996), 66. 22
A bu Luwia A l-Y asu>I, A <l-Munjid Fi A l-Lugh>ah W a A l-Munjid Fi A >l-A ’la<m,Cet. 23, Dar Al-Masyriq(Beirut, Tt, H. 221).
23
13
berbeda dengan istilah sekolahkarena keduanya mempunyai karakteristik
atau ciri khas yang berbeda.24Madrasah memiliki karakter tersendiri, yaitu
sangat menonjolkan relegiusitas masyarakatnya.Sementara itu sekolah
merupakan lembaga pendidikan umum dengan pelajaran universal dan
terpengaruh iklim pencerahan barat.
Dalam prakteknya memang ada madrasah yang disamping
mengajarkan ilmu-ilmu keagamaan (al-u>lum a>l-diniyyah), juga mengajarkan
ilmu-ilmu yang diajarkan disekolah-sekolah umum.Selain itu ada madrasah
yang hanya mengkhususkan diri pada pelajaran ilmu-ilmu agama, yang
biasa disebut madrasah diniyah.
Penamaan lembaga pendidikan di Indonesia dewasa ini pada umumnya
merupakan pinjaman dari bahasa barat, seperti Universitas (dari university),
sekolah (dari school), akademi (dari academy), dan lain-lain. Akan tetapi,
tidak demikian halnya dengan madrasah, penerjemahan kata madrasah
kedalam bahasa Indonesia dengan mengaitkan pada bahasa barat dianggap
tidak tepat. Di Indonesia, madrasah tetap dipakai dengan kata aslinya,
madrasah, kendatipun pengertianya tidak lagi persis dengan apa yang
dipahami pada masa klasik, yaitu pendidikan tinggi, karena bergeser
menjadi lembaga pendidikan tingkat dasar sampai menengah. Pergeseran
makna dari lembaga pendidikan tinggi menjadi lembaga pendidikan tingkat
dasar dan menengah itu, tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di
24Karel. A. Steenbrink,Madrasah Dan Sekolah;Pendidikan Islam Dalam Kurun Modern (Jakarta:
14
timur tengah sendiri.25 Madrasah di dunia islam merupakan tahapan ketiga
dari perkembangan lembaga pendidikan, basworth dan kawan-kawan
menjelaskan :26
The madrasa is the product of three stages in the development of the college in islam. The mosque or masjid, partuculary in ist designation as the non congregational mosque, was the first stage, and it functional in this as an instructional centre. The second stage, was the masjid-khan complex, in which the khan or hostelly served as a lodging for out of-town student. The third stage was the madrasa proper, in wich the functions of both masjid and khan were combined in an institution based on a single wakf deed.
Dari kutipan tersebut tampak bahwa masjid merupakan tahapan pertama
lembaga pendidikan islam. Ia tidak saja berfungsi pusat ibadah (dalam arti
sempit), tetapi juga sebagai pusat pengajaran. Tahapan kedua adalah
masjid-khan, dimana merupakan asrama yang berfungsi sebagai pondokan bagi
peserta didik yang berasal dari luar kota. Dan madrasah, sebagaimana telah
disebut merupakan tahapan ketiga yang memadukan fungsi masjid dan khan
dalam satu lembaga pendidikan.
Madrasah diniyah dapat diartikan sebagai lembaga pendidikan
keagamaan pada jalur luar sekolah dan lembaga tersebut diharapkan mampu
secara terus-menerus memberikan pendidikan agama islam kepada anak
didik yang tidak terpenuhi pada jalur sekolah yang diberikan melalui sistem
25
Ali Muhammad Syalabi, T arikh A <l-Ta’lim Fi A<l-Mamlakah A <l-‘A rabiyyah A l-Su>udiyah (Kuwait: Dar Al-Qalam, 1987),
26Abd. Halim Soebahar, Pendidikan Islam Dan Trend Masa Depan Pemetaan Wacana Dan
15
klasikal dengan tingkatan jenjang pendidikan madrasah diniyah awaliyah,
madrasah diniyah wustho, dan madrasah diniyah ulya.
b. Dasar Pelaksanaan Madrasah Diniyah
1) Dasar Relegius
Dasar religius yaitu dasar-dasar yang bersumber dari ajaran islam,
sebagaimana tercantum dalam al-qur’an surat at-taubah ayat 122.27
Artinya :
Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mukmin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan diantara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya. (Qs. At-taubah: 122).
Dari ayat tersebut, sebagaimana seorang mukmin wajib
mempelajari ajaran agama islam secara sistematis baik dan benar dan
mengamalkanya dalam kehidupanya sehari-hari, supaya tidak terbawa
arus kesesatan dalam dunia globalisasi ini. Kemajuan ilmu pengetahuan
dan teknologi dapat ditumpangi dengan pengetahuan agama yang benar,
sehingga penggunaannya hanya untuk kemaslahatan kesejahteraan
manusia.sejarah islam mencatat bahwa studi-studi islam telah
berkembang sejak masa awal dunia islam. Tumbuhnya lembaga
27
16
pendidikan diilhami oleh ajaran islam itu sendiri, yang menyatakan
bahwa pendidikan merupakan kewajiban bagi setiap muslim.
2) Dasar Yuridis (Hukum)
Dasar yuridis adalah dasar-dasar pelaksanaan pendidikan agama
yang berasal dari peraturan perundang-undangan secara langsung
ataupun tidak langsung. Sedangkan dalam pelaksanaan pendidikan
agama secara yuridis meliputi pandangan-pandangan hidup yang asasi
sampai pada dasar yang bersifat operasional, adapun dasar-dasar
tersebut adalah :
a) Dasar ideal, yaitu pancasila. Dalam sila pertama pancasila
berbunyi “ketuhanan yang maha esa”. Ini mengandung arti bahwa
negara dalam perjalanan hidupnya selalu dilandasi oleh nilai-nilai
agama. Karena agama berfungsi sebagai pembimbing sekaligus
keseimbangan hidup;
b) Dasar konstitusional, yaitu UUD 1945. Dalam pasal 31 ayat 1 dan
2 Undang-undang dasar 1945 di sebutkan bahwa: a). tiap-tiap warga
negara berhak mendapatkan pengajaran; b). pemerintah
mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pengajaran
nasional, yang diatur dengan undang-undang. Dari pasal tersebut
jelas bahwa pendidikan yang ada di Indonesia harus berada dalam
satu sistem, dengan demikian maka pendidikan agama adalah
17
merupakan subsitem pendidikan nasional. Kemudian bila
dihubungkan dengan pasal 29 ayat 2 Undang-Undang Dasar 1945
yang berbunyi “Negara Menjamin Kemerdekaan Tiap-Tiap
Penduduk Untuk Memeluk Agamanya Masing-Masing Dan Untuk
Beribadah Menurut Agama Dan Kepercayaanya”. Berdasarkan pasal
tersebut dapat dipahami bahwa, negara menjamin kelangsungan
kehidupan keagamaan dalam segala segi kehidpan, termasuk dalam
kehidupan pendidikan.
3) Dasar operasional, yaitu:
a) UU Sisdiknas nomor 20 tahun 2003. Dalam undang-undang RI
nomor 20 tahun 2003, tentang sistem pendidikan nasional bab II pasal
3 disebutkan bahwa:
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermanfaat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada tuhan yang maha esa, beraklak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab.28
b) Peraturan Pemerintah No. 5 Tahun 2007, tentang pendidikan
agama dan pendidikan keagamaan, yang isinya sebagai berikut:29
Pendidikan Agama, pendidikan agama adalah pendidikan yang memberikan pengetahuan dan membentuk sikap,
kepribadian dan ketrampilan peserta didik dalam
mengamalkan ajaran agamanya, yang dilaksanakan
28Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 4310, 4. 29
18
sekurang-kurangnya melalui mata pelajaran/kuliah pada semua jalur jenjang dan jenis pendidikan. Pendidikan agama berfungsi membentuk manusia Indonesia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia dan mampu menjaga kedamaian dan hubungan inter dan antar umat beragama. Pendidikan agama bertujuan untuk berkembangnya kemampuan peserta didik dalam memahami, menghayati dan mengamalkan nilai-nilai agama yang menyerasikan penguasaanya dalam ilmu pengetahuan teknologi dan seni.
Pendidikan Keagamaan, pendidikan keagamaan adalah pendidikan yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat
menjalankan peranan yang menuntut penguasaan
pengetahuan tentang ajaran agama dan menjadi ahli ilmu agama dan mengamalkan ajaran agamanya.
Menyikapi betapa urgen eksistensi agama dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara, maka pendidikan agama itupun mempunyai
dimensi pokok yang mewarisi masyarakat dalam meningkatkan iman dan
taqwa.Mengingat betapa pentingnya pendidikan agama pada peserta didik,
sehingga banyak kalangan masyarakat maupun negara untuk berusaha
mewujudakn lembaga-lembaga pendidikan yang khusus tentang agama.
Pada hakikatnya tujuan didirikanya lembaga pendidikan madrasah
diniyah adalah untuk memberikan ilmu-ilmu yang cukup kepada para
santri.Eksistensi madrasah diniyah sangat dibutuhkan ketika lulusan
pesantren menyelenggarakan pendidikan formal (sistem kurikulum
nasional) ternyata kurang mumpuni dalam penguasaan ilmu
agama.Dengan kenyataan itu, maka keberadaan madrasah diniyah menjadi
19
ada.30Karenanya tidak berlebihan bila kegiatan belajar mengajar
dilaksanakan di madrasah diniyah perlu di menej dengan sebaik-baiknya.
Ada tiga alasan utama diperlukanya manajemen pendidikan untuk
madrasah diniyah yaitu:
a. Untuk mencapai tujuan pendidikan yang diselenggarakan oleh
madrasah diniyah, yakni memberikan pembekalan ilmu-ilmu agama
yang cukup kepada para santri, dalam upaya mempersiapkan lahirnya
santri-santri yang matang dalam penguasaan ilmu-ilmu agama.
Kebutuhan terhadap manajemen untuk madrasah diniyah terasa
semakin mendesak, mengingat posisinya sebagai lembaga pendidikan
pendukung bagi sistem pendidikan formal yang dilaksanakan pesantren.
b. Untuk menjaga keseimbangan sekaligus memfokuskan tujuan-tujuan
yang ingin dicapai dalam proses pendidikan yang terjadi dalam
Madrasah Diniyah.
c. Untuk mencapai efesiensi dan efektifitas, bagaimanapun setiap kegiatan
yang dilaksanakan dengan menafikan unsur-unsur manajemen, maka
kegiatan itu tidak akan efektif dan efesien.31
30Headri Amin,Peningkatan Mutu Terpadu Dan Madrasah Diniyah,91. 31Ibid.,
20
G. Metode Penelitian
1. Jenis penelitian
Penelitian ini bersifat penelitian kaulitatif.kalau dilihat dari macam
jenisnya, penelitian ini lebih mengarah pada jenis (field risearch), yaitu
prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata
tertulisatau lisan dari orang-orang dan prilaku yang dapat diamati berdasarkan
fakta yang tampak sebagaimana adanya.32
Penelitian ini menggunakan studi multi kasus (multy-case studies),
penggunaan metode ini karena sebuah inquiry secara empiris yang
menginfestigasi fenomena sementara dalam konteks kehidupan nyata (real life
con-text); ketika batas antara fenomena dan konteks tidak tampak secara jelas;
dan sumber-sumber fakta ganda yang digunakan. Sebagaimana ditegaskan oleh
Bogdan dan Biklen bahwa:
When research study two or more subjects, setting or depositories of data they are usually doing what we call multi-case studies. Multi-case studies take a variety of forms. Some start as asingle Multi-case only to have the original work serve as the first in series of studies or as the pilot for a multi-case study. Other studies are primarily single-case studies but include less intense, less extensive observations at other sites for the purpose of addressing the question of generalizability. Other researchers do comparative cas studies. Two or more case
studies are done and then compared and contraseted.33
2. Pendekatan penelitian
Ditinjau dari jenisnya, peneliti melakukan pendekatan penelitian ini adalah
pendekatan kualitatif. Pendekatan penelitian kualitatif yang sesuai dan cocok
32
Moleong, L. J ,Metodologi Penelitian Kualitatif(Remaja: Rosdyakarya Bandung, 2006), 4. 33Robert C. Bogdan dan Sari Knopp Biklen,Qualitative Research For Education: An Introduction
21
adalah fenomologis naturalistis. Penelitian dalam pandangan fenomenologi
bermakna memahami peristiwa dalam kaitanya dengan orang dalam situasi
tertentu. Sebagaiman Bogdan “untuk dapat memahami makna peristiwa dan
interaksi orang, digunakan orientasi teoritis atau perspektif teoritis dengan
pendekatan fenomenologis (phenomenological approach).34 Dan dengan cara
deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang
alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah.35
3. Sumber data
Menurut S. Nasution, untuk mendapatkan data yang tepat maka perlu di
tentukan informan yang memiliki kompetensi dan sesuai kebutuhan data
(purposive). Sumber data dalam penlitian ini dapat dibedakan menjadi dua,
yaitu manusia (human) dan bukan manusia. Sumber data manusia berfungsi
sebagai subjek atau informan kunci (key informants) dan data yang diperoleh
melalui informan bersifat soft data (data lunak).Sedangkan sumber data bukan
manusia berupa dokumen yang relevan dengan fokus penelitian, seperti
gambar, foto, catatan, atau tulisan yang ada kaitanya dengan fokus penelitian,
data yang diperoleh melalui dokumen bersifat hard data (data keras).36Oleh
karena itu, subjek yang dianggap memenuhi tujuan tersebut di atas yaitu
(kepala madrasah diniyah, guru madrasah diniyah, tenaga kependidikan,
Santri).
34Ibid.,31. 35
Moleong, L. J ,Metodologi Penelitian Kualitatif (Remaja: Rosdyakarya Bandung, 2006), 6. 36
22
4. Teknik pengumpulan data
Untuk memperoleh data secara holistik dan integratif, serta
memperhatikan relevansi data dengan fokus dan tujuan, maka dalam
pengumpulan data penelitian ini memakai tiga teknik yang ditawarkan oleh
Bagdan dan Biklen, yaitu:37
a. Wawancara mendalam (Indept interview)
Wawancara merupakan teknik utama dalam metodologi kualitatif, dan
wawancara digunakan untuk mengungkapkan makna secara mendasar
dalam interaksi yang spesifik. Untuk menghindari wawancara yang
melantur dan menghasilkan informasi yang kosong selama wawancara,
topiknya selalu diarahkan pada pertanyaan yang terkait dengan fokus
penelitian. Wawancara dapat dilakukan dengan perjanjian terlebih dahulu,
atau dapat pula secara spontan sesuai dengan kesempatan yang diberikan
oleh informan. Untuk merekam hasil wawancara dengan seijin informan,
peneliti menggunakan alat bantu berupa: buku catatan dan alat perekam
(tape recorder, dan/ handycamp, dan/ kamera).
Langkah-langkah dalam penelitian ini adalah: menetapkan kepada siapa
wawancara itu dilakukan; menyiapkan pokok-pokok masalah yang akan
menjadi bahan pembicaraan; mengawali dan membuka alur wawancara;
melangsungkan alur wawancara; mengonfirmasikan hasil wawancara;
37
23
menulis hasil wawancara kedalam catatan lapangan; mengidentifikasi tindak
lanjut hasil wawancara.38
Wawancara ini dilakukan terhadap kepala Madrasah Diniyah, guru
Madrasah Diniyah, tenaga kependidikan. Isi pokok yang ingin digali dari
wawancara adalah sebagai berikut: 1. Kondisi serta jumlah guru yang sudah
berkualifikasi akademik; 2. Implementasi guru tentang kompetensi yang
dimiliki dalam pengembangan Madrasah Diniyah; 3. Upaya maupun hasil
yang telah dicapai guru melalui kualifikasi akademik dan kompetensi untuk
pengembangan Madrasah Diniyah; 4. Signifikansi perkembangan lembaga
yang dilakukan oleh guru melalui kualifikasi akademik dan kompetensi guru
Madrasah Diniyah.
b. Observasi partisipan(participant observation)
Teknik observasi partisipan ini digunakan untuk melengkapi dan menguji
hasil wawancara yang diberikan oleh informan yang mungkin belum
menyeluruh atau belum mampu mengambarkan segala macam situasi atau
bahkan melenceng. Dalam observasi partisipasi, menggunakan buku
catatan kecil dan alat perekam, buku catatan diperlukan untuk mencatat
hal-halpenting yang ditemui selama pengamatan. Sedangkan alat perekam
digunakan untuk mengabadikan beberapa momen yang relevan dengan
fokus penelitian. Ada tiga tahap observasi, yaitu observasi deskriptif
(untuk mengetahui gambaran umum), observasi terfokus (untuk
38
24
menemukan kategori-kategori), dan observasi selektif (mencari perbedaan
diantara kategori-kategori).
c. Studi dokumentasi (study document)
Data penelitian kualitatif kebanyakan diperoleh dari sumber manusia
melalui observasi dan wawancara, namun dari data sumber non manusia
seperti dokumen, foto, dan bahan statistic perlu mendapat perhatian
selayaknya. Dokumen terdiri atas tulisan pribadi seperti surat-surat, buku
harian, dan dokumen resmi. Dokumen, surat-surat, foto, dan lain-lain
dapat dipandang sebagai “narasumber” yang dapat diminta menjawab
pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh peneliti.39
5. Analisis data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
menggunakan dua tahapan yaitu: a. analisis data kasus individu (individual
case); b. Analisis data lintas kasus(cross case analysis).40
a. Analisis data kasus individu(individual case)
Analisis data kasus individu dilakukan pada masing-masing objek
yaitu: Madrasah Diniyah Pondok Pesantren Amanatul Ummah Surabaya,
dan Madrasah Diniyah Pondok Pesantren An-Najiyah Surabaya. Dalam
menganalisis, peneliti melakukan interpretasi terhadap data yang berupa
kata-kata, sehingga diperoleh makna (meaning). Karena itu analisis
dilakukan bersama-sama dengan proses pengumpulan data, serta setelah
39S. Nasution,Metode Penelitian Naturalistik, p.89. 40Robert K Yin, Case Study Resaerch,
25
data terkumpul. Analisis data penelitian kualitatif ini dilakukan melalui
tiga alur kegiatan yang secara bersamaan,41
1). Reduksi Data (data reduction)
Reduksi data, diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan
perhatian pada penyederhanaan dan transformasi data kasar yang
muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Reduksi dilakukan
sejak pengumpulan data dimulai dengan membuat ringkasan,
mengkode, menelusur tema, membuat gugus, menulis memo dan
sebagainya dengan maksud menyisihkan data /informasi yang tidak
relevan;
2). Penyajian data(data displays)
Display data adalah pendeskripsian sekumpulan informasi tersusun
yang memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan
pengambilan tindakan. Penyajian data kualitatif disajikan dalam
bentuk teks naratif, penyajianya juga berbentuk matrik, diagram, table
dan bagan;
3). Penarikan kesimpulan/verifikasi(conclusion drawing/verification)
Merupakan kegiatan akhir dari analisis data, penarikan kesimpulan
berupa kegiatan interpretasi, yaitu menemukan makna data yang telah
disajikan. Antara display data dan penarikan kesimpulan terdapat
aktivitas analisis data yang ada. Dalam pengertian ini analisis data
41
26
kualitatif merupakan upaya berlanjut, berulang dan
terus-menerus.Masalah reduksi data, penyajian data dan penarikan
kesimpulan/verifikasi menjadi gambaran keberhasilan secara
berurutan sebagai rangkaian kegiatan analisis yang terkait.
Selanjutnya data yang dianalisis, dijelaskan dan dimaknai dalam
bentuk kata-kata untuk mendeskripsikan fakta yang ada dilapangan,
pemaknaan atau untuk menjawab pertanyaan penelitian yang
kemudian diambil intisarinya saja.
Berdasarkan keterangan diatas, maka setiap tahap dalam proses
tersebut dilakukan untuk mendapatkan keabsahan data dengan
menelaah seluruh data yang ada dari berbagai sumber yang telah
didapat dari lapangan dan dokumen pribadi, dokumen resmi, gambar,
foto dan sebagainya melalui metode wawancara yang didukung
dengan studi dokumentasi.
b. Analisis data lintas kasus(cross case analysis)
Analisis data lintas kasus dimaksudkan sebagai proses
membandingkan temuan-temuan yang diperoleh dari masing-masing
kasus, sekaligus sebagai proses memadukan antar kasus. Langkah-langkah
yang dilakukan dalam analisis lintas kasus ini meliputi: 1). Menggunakan
pendekatan induktif konseptualistik yang dilakukan dengan
membandingkan dan memadukan temuan konseptual dari masing-masing
27
konseptual atau proposisi-proposisi lintas kasus; 3). Mengevaluasi
kesesuaian proposisi dengan fakta yang menjadi acuan; 4). Merekonstruksi
ulang proposisi-proposisi sesuai dengan fakta dari masing-masing kasus
individu; dan 5). Mengulangi proses ini sesuai keperluan, sampai batas
kejenuhan.
6. Pengecekan keabsahan data
Pengecekan keabsahan data (trustworthiness) adalah bagian yang sangat
penting dan tidak terpisahkan dari penelitian kualitatif.Pelaksanaan pengecekan
keabsahan data didasarkan pada empat kriteria yaitu derajat kepercayaan
(credibility), keteralihan (transferability), ketergantungan (dependability), dan
kepastian(confirmability).42
a) Kredibitas
Pengecekan kredibilitas atau derajat kepercayaan data perlu dilakukan untuk
membuktikan apakah yang diamati oleh peneliti benar-benar telah sesuai
dengan apa yang sesungguhnya terjadi secara wajar di lapangan. Sedangkan
menurut Lincoln dan Guba bahwa untuk memperoleh data yang valid dapat
ditempuh teknik pengecekan data melalui beberpa hal sebagai berikut: 1)
observasi secara terus menerus (per-sistent observation); 2) trianggulasi
(triangulation) sumber data, metode dan penelitian lain; 3) pengecekan
anggota (member check), diskusi teman sejawat (peer reviewing); 4)
pengecekan mengenai kecukupan referensi (referencial adequacy check)
42
28
transferibilitas atau keteralihan dalam penelitian kualitatif dapat dicapai
dengan cara “uraian rinci”.43
b) Transferablitas
Transferabilitas atau keteralihan dalam penelitian kualitatif dapat dicapai
dengan cara “uraian rinci”. Untuk kepentingan ini peneliti berusaha
melaporkan hasil penelitianya secara rinci. Uraian laporan diusahakan dapat
mengungkap secara khusus segala sesuatu yang diperlukan oleh pembaca,
agar pembaca dapat memahami temuan-temuan yang diperoleh
c) Dependabilitas
Dependabilitas atau ketergantungan dilakukan untuk menanggulangi
kesalahan-kesalahan dalam konseptualisasi rencana penelitian,
pengumpulan data, interpretasi temuan, dan pelaporan hasil penelitan.Untuk
itu diperlukan dependent auditoratau para ahli dibidang pokok persoalan
penelitian ini.
d) Konfirmabilitas
Konfirmabilitas atau kepastian diperlukan untuk mengetahui apakah data
yang diperoleh objektif atau tidak.Hal ini tergantung pada persetujuan
beberapa orang terhadap pandangan, pendapat, dan temuan seseorang.Jika
telah disepakati oleh beberapa atau banyak orang dapat dikatakan obyektif,
namun pelaksanaanya tetap pada datanya.
29
H. Sistematika Pembahasan
Untuk mempermudah dan memahami tesis, penyusun akan menyusun
sistematika pembahasan ini menjadi lima bab, yaitu :
Bab Satu : pendahuluan, terdiri dari latar belakang masalah, identifikasi
dan batasan masalah, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan, kerangka teoritik,
metode penelitian, dan sistematika pembahasan.
Bab Dua : kajian teori, terdiri dari tinjauan tentang pendidikan madrasah
diniyah, pengertian, dasar, dan tujuan madrasah diniyah; pengertian kualifikasi
akademik, urgensi kualifikasi akademik, model peningkatan kualifikasi akademik;
pengertian kompetensi guru, tujuan kompetensi, dasar kompetensi,
macam-macam kompetensi.
Bab Tiga : paparan data tentang gambaran umum Madrasah Diniyah yang
mencakup sejarah dan latar belakang madrasah, letak geografis, struktur lembaga,
jumlah guru dan santri, Kurikulum, kegiatan pembelajaran.
Bab Empat : penyajian data, analisis data, dan pembahasan (1.
Pelaksanaan peningkatan kualifikasi akademik dan kompetensi guru di Madrasah
Diniyah Ponpes. Amanatul Ummah Dan di Ponpes. An-Najiyah Surabaya; 2.
Implementasi kompetensi guru di Madrasah Diniyah; 3. Dampak peningkatan
kualifikasi akademik dan kompetensi guru dalam pengembangan pendidikan
madrasah diniyah di ponpes. Amanatul Ummah Surabaya dan di Ponpes.
An-Najiyah Surabaya.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Tentang Madrasah Diniyah
1. Pengertian Madrasah Diniyah
Kata “madrasah” berasal dari kata “darsa” yang dalam bahasa arab
artinya belajar, sedangkan “madrasah” berarti tempat belajar, atau yang dalam
bahasa Indonesia sering disebut sebagai sekolah. Pada umumnya pemakaian
kata madrasah dalam arti sekolah tersebut mempunyai konotasi khusus yaitu
sekolah-sekolah agama Islam.44Secara harfiah"Madrasah" juga bisa diartikan
sebagai tempat belajar para pelajar, atau tempat untuk memberikan pelajaran.
Dari akar kata "darasa" juga bisa diturunkan kata "midras" yang
mempunyai arti buku yang dipelajari atau tempat belajar, kata"al-midras"juga
diartikan sebagai rumah untuk mempelajari kitab Taurat45.
Menurut Imam Bawani, madrasah adalah kata dalam bahasa arab untuk
“sekolah”, yang lahir karena keinginan untuk diberlakukanya dengan seimbang
antara ilmu umum dan ilmu agama.46 Madrasah juga diartikan sebagai suatu
lembaga pendidikan agama yang menekankan pada pengajaran agama yang
menggunakan sistem kelas.
Sedangkan menurut Surat Kesepakatan Bersama (SKB) tiga menteri
(Menteri Agama, Menteri Pendidikan, dan Menteri Dalam Negeri), madrasah
44
Departemen Agama RI,Ensiklopedia Islam, Jilid 3, 2000, 105.
45
A.W. Munawwir,Kamus Arab-Indonesia (Surabaya: Pustaka Progresif, 2002), 300.
46
31
adalah lembaga pendidikan yang menjadikan mata pelajaran pendidikan agama
Islam sebagai mata pelajaran dasar yang diberikan sekurang-kurangnya 30%
disamping pelajaran umum.47 Zamakhsyari Dhofir dalam buku tradisi
pesantren, mengatakan bahwa madrasah merupakan lembaga pendidikan yang
memberikan pengajaran pengetahuan umum disamping pengetahuan agama
dan menerapkan sistem kelas yang bertingkat-tingkat serta muridnya
mengetahui ketergantungan kepada ijazah-ijazah formal sebagai tanda
keberhasilan pendidikanya.48
Di Indonesia, madrasah tetap dipakai dengan kata aslinya “madrasah”,
kendatipun pengertiannya tidak lagi persis dengan apa yang dipahami pada masa
klasik yaitu lembaga pendidikan tinggi, karena bergeser menjadi lembaga
pendidikan tingkat dasar sampai menengah. Pergeseran makna dari lembaga
pendidikan tinggi menjadi lembaga pendidikan tingkat dasar dan menengah itu
tidak saja terjadi di Indonesia, tetapi juga di Timur Tengah.49 Bosworth dan
kawan-kawan menjelaskan:
The Madrasa is the product of three steges in the development of the college in Islam. The mosque or masjid, partuculary in ist designation as the non congregational mosque, was the first stage, and it fuctional in this as an instructional centre. The second stage was the masdjid-khan complex, in which the khan or hostelly served as a lodging for out-of-town student. The third stage was the madrasa proper, in which the fuctions of
47
A. Timur Jaelani, Peningkatan Mutu Pendidikan Dan Pengembangan Perguruan Agama (Jakarta: Dermaga, 1982), 23.
48
Zamakhsyari Dhofir, Tradisi Pesantren (Jakarta: LP3ES Cet. VI, 1988), 38-39.
49
32
both masdjid and khan were combined in an institution based on a single
wakf deed.50
Dari kutipan tersebut tampak bahwa masjid merupakan tahapan pertama
lembaga pendidikan islam. Ia tidak saja berfungsi sebagai pusat ibadah (dalam
arti sempit) tetapi juga sebagai pusat pengajaran. Tahapan kedua adalah
masjid-khan, dimana merupakan asrama yang berfungsi sebagai pondokan
bagi peserta didik yang berasal dari luar kota. Dan madrasah sebagaimana
telah disebut merupakan tahapan ketiga yang memadukan fungsi masjid dan
khan dalam satu lembaga pendidikan.
Sungguhpun secara teknis yakni dalam proses belajar- mengajarnya secara
formal, Ma drasah tidak berbeda dengan sekolah, namun di Indonesia
Madrasah tidak lantas dipahami sebagai sekolah, melainkan diberi konotasi
yang lebih spesifik lagi, yakni "sekolah agama", tempat dimana anak-anak
didik memperoleh pembelajaran hal-ihwal atau seluk-beluk agama dan
keagamaan (dalam hal ini agama Islam).
Dalam prakteknya memang ada Madrasah yang di samping mengajarkan
ilmu-ilmu keagamaan (al-'ulum al-diniyyah), juga mengajarkan ilmu-ilmu yang
diajarkan di sekolah-sekolah umum. Selain itu ada Madrasah yang hanya
mengkhususkan diri pada pelajaran ilmu-ilmu agama, yang biasa disebut
Madrasah diniyyah. Kenyataan bahwa kata "Madrasah" berasal dari bahasa
Arab, dan tidak diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, menyebabkan
50
33
masyarakat lebih memahami "Madrasah" sebagai lembaga pendidikan Islam,
yakni "tempat untuk belajar agama" atau "tempat untuk memberikan pelajaran
agama dan keagamaan".
Madrasah Diniyah dilihat dari stuktur bahasa arab berasal dari dua kata
Madrasah dan al-Din. Kata Madrasah dijadikan nama tempat dari asal kata
darosa yang berarti belajar. Jadi Madrasah mempunyai makna arti belajar,
sedangkan al-Din dimaknai dengan makna keagamaan. Dari dua stuktur
kata yang dijadikan satu tersebut, Madrasah Diniyah berarti tempat belajar
masalah keagamaan, dalam hal ini agama islam.51
Erat kaitanya dengan penggunaan istilah “Madrasah” yang menunjuk pada
lembaga pendidikan dalam perkembangannya istilah Madrasah juga
mempunyai beberapa pengertian diantaranya: aliran, mazhab, kelompok atau
golongan filosof, dan ahli pikir atau penyelidik tertentu pada metode dan
pemikiran yang sama. Munculnya pengertian ini seiring dengan perkembangan
Madrasah sebagai lembaga pendidikan yang di antaranya menjadi lembaga
yang menganut dan mengembangkan pandangan atau aliran dan mazdhab
pemikiran (school of thought) tertentu.
Pandangan-pandangan atau aliran-aliran itu sendiri timbul sebagai akibat
perkembangan ajaran agama Islam dan ilmu pengetahuan ke berbagai bidang
yang saling mengambil pengaruh di kalangan umat Islam, sehingga mereka dan
berusaha untuk mengembangkan aliran atau mazhabnya masing- masing,
51
34
khususnya pada periode Islam klasik. Maka, terbentuklah Madrasah-Madrasah
dalam pengertian kelompok pemikiran, mazhab, atau aliran tersebut. Itulah
sebabnya mengapa sebagian besar Madrasah yang didirikan pada masa klasik
itu dihubungkan dengan nama-nama mazhab yang terkenal, misalnya
Madrasah Safi'iyah, Hanafiyah, Malikiyah dan Hambaliyah. Hal ini juga
berlaku bagi Madrasah-Madrasah di Indonesia, yang kebanyakan
menggunakan nama orang yang mendirikannya atau lembaga yang
mendirikannya.52
Sebutan Madrasah Diniyah yang terkenal saat ini adalah evolusi dari
sistem belajar yang dilaksanakan pesantren salafiyah. Karena memang pada
awal penyelenggaraanya berjalan secara tradisional yang proses
belajar-mengajarnya menggunakan metodehalaqah.53
Halaqah seperti halnya para pelajar atau thu>labah (tunggal:tha>lib), yang
diterjemahkan sebagai para pencari ilmu, berusaha mendapatkan undangan
(kesempatan) untuk belajar dengan seorang guru senior, yang apabila dia tidak
suka dengan si-pelajar itu dapat dengan sesuka hati mengabaikanya.
Pelajar-pelajar yang lebih tua, lebih dewasa dan berbakat, mengambil posisi semakin
dekat dengan guru dan menerima perhatiannya yang lebih besar dalam forum
diskusi dan pertemuan pribadi.54
52
Haidar Putra Daulay,Dinamika Pendidikan Islam di Asia Tenggara(Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2002), 33.
53
Choirul Fuad Yusuf,Inovasi Pendidikan Agama Dan Keagamaan(Jakarta: Departemen Agama RI, 2005), 276.
54
35
Madrasah Diniyah merupakan salah satu lembaga pendidikan keagamaan
pada jalur luar sekolah yang diharapkan mampu secara terus-menerus
memberikan pendidikan agama islam kepada anak didik yang tidak terpenuhi
pada jalur sekolah yang diberikan melalui sistem klasikal. Sehubungan dengan
perkembangan Madrasah Diniyah yang sedemikian itu, maka untuk
memudahkan pembinaan dan bimbingan Departemen Agama menetapkan
beberapa peraturan tentang jenis-jenis Madrasah Diniyah diatur dalam
Peraturan Menteri Agama RI nomor 13 tahun 1964 yang antara lain dijelaskan:
a. Madrasah Diniyah adalah lembaga pendidikan yang memberikan
pendidikan dan pengajaran secara klasikal dalam pengetahuan agama islam
kepada pelajar bersama-sama sedikitnya berjumlah 10 orang atau lebih,
diantara anak-anak yang berusia 7 tahun sampai dengan 18 tahun.
b. Pendidikan dan pengajaran (pada Madrasah Diniyah) selain bertujuan untuk
memberi tambahan pengetahuan agama kepada pelajar-pelajar yang merasa
kurang menerima pelajaran agama disekolah-sekolah umum.
c. Madrasah Diniya ada 3 tingkatan yakni: 1). Diniyah awaliyah; 2). Diniyah
wustho; dan 3). Diniyah ulya.55
1) Madrasah Diniyah awaliyah adalah Madrasah Diniyah tingkat permulaan
dengan masa belajar 4 tahun dari kelas II sampai kelas IV dengan jam
55
36
belajar sebanyak 18 jam pelajaran dalam seminggu.56Tujuan institusional
umum Madrasah Diniyah awaliyah ialah agar para murid:
a) Memiliki sikap sebagai seorang muslim dan berakhlak mulia
b) Memiliki sikap sebagai warga negara Indonesia yang baik
c) Memiliki kepribadian, percaya pada diri sendiri, sehat jasmani dan
rohani
d) Memiliki pengalaman, pengetahuan, ketrampilan beribadah, dan sikap
terpuji yang berguna bagi pengembangan pribadinya.
2) Madrasah Diniyah wustho adalah Madrasah Diniyah tingkat pertama
dengan masa belajar 2 tahun dari kelas I sampai dengan kelas II dengan
jam belajar 18 jam pelajaran dalam seminggu. Tujuan institusional
Madrasah Diniyah wustho ialah agar para murid:
a) Memiliki sikap sebagai seorang muslim dan berakhlak mulia
b) Memiliki sikap sebagai warga negara Indonesia yang baik
c) Memiliki kepribadian, percaya pada diri sendiri, sehat jasmani dan
rohani
d) Memiliki pengalaman, pengetahuan, ketrampilan beribadah, dan sikap
terpuji yang berguna bagi pengembangan pribadinya
e) Memiliki kemampuan untuk melaksanakan tugas hidupnya dalam
masyarakat, berbakti kepada Tuhan Yang Maha Esa guna mencapai
kebahagiaan dunia dan akhirat.
56
37
3) Madrasah Diniyah ulya adalah Madrasah Diniyah tingkat atas dengan
masa belajar 2 tahun terdiri dari kelas I sampai dengan kelas II dengan
jam belajar 18 jam pelajaran dalam seminggu. Tujuan institusional
Madrasah Diniyah ulya ialah agar para murid:
a) Memiliki sikap sebagai seorang muslim dan berakhlak mulia
b) Memiliki sikap sebagai warga negara Indonesia yang baik
c) Memiliki kepribadian, percaya pada diri sendiri, sehat jasmani dan
rohani
d) Memiliki pengalaman, pengetahuan, ketrampilan beribadah, dan sikap
terpuji yang berguna bagi pengembangan pribadinya
e) Memiliki kemampuan untuk melaksanakan tugas hidupnya dalam
masyarakat, berbakti kepada Tuhan Yang Maha Esa guna mencapai
kebahagiaan dunia dan akhirat.57
Pada hakikatnya tujuan didirikannya pendidikan Madrasah Diniyah adalah
untuk memberikan pendidikan ilmu-ilmu agama yang cukup kepada para
santri. Eksistensi Madrasah Diniyah semakin dibutuhkan tatkala jebolan
pesantren yang menyelenggarakan pendidikan formal (sistem kurikulum
nasional). Dengan kenyataan itu, maka keberadaan Madrasah Diniyah sangat
penting.58
57
Ibid.,238.
58
38
Visi pendidikan Madrasah Diniyah adalah terwujudnya pendidikan
keagaman yang berkualitas, berdaya saing dan kuat kedudukanya dalam sistem
pendidikan nasional sehingga mampu menjadi pusat unggulan pendidikan
agama islam dan pengembangan masyarakat dalam rangka pembentukan watak
dan kepribadian santri sebagai muslim yang taat dan warga negara yang
bertanggung jawab.
Misi merupakan sesuatu yang harus dilaksanakan oleh pilar menejemen
agar tujuan organisasi dapat terlaksana dan berhasil dengan baik. dengan
adanya misi diharapkan seluruh komponen organisasi mampu memahami peran
dan program, sasaran serta hasil yang akan diperoleh dimasa mendatang.
Dengan misi diharapkan pula bahwa pelaksanaan program dapat dilaksanakan
secara terarah, cepat, dan tepat.
Oleh karena itu misi pendidikan Madrasah Diniyah adalah meningkatkan
mutu pendidikan melalui pengembangan sistem pembelajaran serta
peningkatan sumberdaya pendidikan.59dan mengoptimalkan dukungan dan
partisipasi masyarakat dan penyelenggaraan pendidikan keagamaan.60
Dengan diberlakukanya Undang-Undang nomor 20 tahun tahun 1989
tentang sistem pendidikan nasional, maka untuk mengatur lembaga pendidikan
yang beragam di Indonesia dikeluarkan pula peraturan pemerintah yaitu hasil
pendidikan non formal dapat dihargai setara dengan hasil pendidikan formal
setelah melalui proses penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh
59
Pedoman penyelenggaraan Dan Pembinaan Madrasah Diniyah, Pedoman Penulisan Laporan Penelitian (Jakarta: Departemen Agama RI, 2003), 41.
60
39
pemerintah atau pemerintah daerah dengan mengacu pada standar nasional
pendidikan.
Kurikulum Madrasah Diniyah telah mengalami beberapa kali perubahan.
Hal ini bertujuan memenuhi kebutuhan masyarakat dan tujuan pembangunan
nasional, pada tahun 1983 telah disusun kurikulum Madrasah Diniyah sesuai
keputusan Menteri Agama nomor 3 tahun 1983 yang membagi Madrasah
Diniyah menjadi 3 tingkatan, yaitu: Diniyah awaliyah, Diniyah wustho,
Diniyah ulya.
Pada tahun 1991 kurikulum Madrasah Diniyah dikembangkan menjadi 3
tipe yaitu:
a. Tipe A berfungsi membantu dan menyempurnakan pencapaian tema sentral
pendidikan agama pada sekolah umum terutama dalam hal praktek dan
latihan ibadah serta membaca al-qur’an.
b. Tipe B berfungsi meningkatkan pengetahuan agama islam sehingga setara
dengan madrasah. Madrasah ini lebih berorientasi pada kurikulum madrasah
ibtida’iyah, madrasah tsanawiyah, dan madrasah aliyah.
c. Tipe C berfungsi untuk pendalaman agama dengan sistem pondok
pesantren.61
2. Kedudukan Madrasah Diniyah
a. Kondisi Madrasah tinjauan sejarah dan perkembanganya
Madrasah telah muncul sebagai lembaga Pendidikan di dunia sejak
61
40
abad kesebalas masehi dan telah tumbuh berkembang pada masa kejayaan
pendidikan Islam. Di antaranya yang terkenal adalah Madrasah yang
dibangun oleh perdana menteri Nizham Al- Mulk, yang populer dengan
nama Madrasah Nizhamiyah. Pendirian Madrasah ini telah memperkaya
khazanah lembaga pendidikan di lingkungan masyarakat Islam, karena
pada masa sebelumnya masyarakat Islam hanya mengenal pendidikan
tradisional yang diselenggarakan di masjid-masjid,62 pada saat itu Islam
telah berkembang secara luas dalam berbagai macam ilmu pengetahuan,
dengan berbagai macam aliran atau madzab dan pemikirannya.
Pembidangan ilmu pengetahuan tersebut, bukan hanya meliputi
ilmu-ilmu yang berhubungan dengan Al-qur’an dan Hadis, tetapi juga
bidang-bidang filsafat, astronomi, kedokteran, matematika dan ilmu
kemasyarakatan. Lahirnya Madrasah di dunia Islam pada dasarnya
merupakan usaha pengembangan dan penyempurnaan zawiyah-zawiyah
dalam rangka menampung pertumbuhan dan perkembangan ilmu
pengetahuan dan jumlah pelajar yang semakin meningkat.63
Pada abad pertenga