• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kepemimpinan dakwah: studi atas pendekar Mas Mochamad Amien di perguruan silat Chakra V Sukodono Surabaya.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kepemimpinan dakwah: studi atas pendekar Mas Mochamad Amien di perguruan silat Chakra V Sukodono Surabaya."

Copied!
115
0
0

Teks penuh

(1)

1

KEPEMIMPINAN DAKWAH

(Studi atas Pendekar Mas Mochamad Amien di Perguruan Silat Chakra V Sukodono Surabaya)

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat

Memperoleh Gelar Magister dalam Program Studi Dirasah Islamiyah

Oleh:

Ahmad Rido’i F120915280

PASCASARJANA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

vii

ABSTRAK

Silat memiliki falsafah yang tidak bisa dilepaskan dengan ruh agama dan dakwah. Sebagai perguruan silat, perguruan Chakra V yang didirikan oleh Mas Mochamad Amien, juga menghidupkan dakwah dan nilai-nilai kebaikan menurut Islam, disamping kekuatan jurus dan kekuatan fisik. Kepemimpinan dakwah disetiap lembaga dakwah sangat vital, lebih-lebih lembaga yang backgroundnya seni dn budaya. Mas Mochammad Amien bisa menunjukkan kepemimpinn dakwahnya, dengan telah mengantarkan murid-muridnya merasakan nilai dan akhlak Islam, bahkan sebagian dari mereka menjadi muallaf karenanya. Penelitian ini berusaha menggali pola kepemimpinan dakwah Mas Mochammad Amien dengan pola keteladanan yang diterapkan diperguruan Chakra V dilihat dari teorinya Kouzes dan Posner. Teori ini memiliki lima dimensi praktek kepemimpinan pola keteladanan, yakni mencontohkan cara (Model the Way), menginspirasikan visi bersama (Inspire a Shared Vision), menantang proses (Challenge the Process), memungkinkan orang lain bertindak (Enable Others to Act), dan menyemangati jiwa (Encourage the Heart). Metode dalam mengumpulkan data melewati observasi langsung, mewawancarai pendekar Mas Mochamad Amien serta dua muridnya yang telah merasakan nilai-nilai keislaman sehingga ia menjadi manusia yang bisa menata diri, dan yang kemudian memilih memeluk Islam. Rekam jejak komunikasi juga menjadi bahan analisis yang bisa mengungkap pola kepemimpinan sang pendekar. Kepemimpinan dakwah Mas Mochamad Amien dengan pola keteladanan merupakan khas kepemimpinan dakwah ala perguruan Chakra V, mengandung dimensi spiritual dan mental yang berasal dari prinsip-prinsip leluhur, pengalaman panjang dan kebijaksanaan Mas Mochamad Amien. Pola kepemimpinan yang dipraktekkan merupakan usaha antitesa atas kondisi umat Islam sekarang khususnya dalam lingkungan perguruan pencak silat dalam menerapkan dakwah dan kepemimpinan dakwah.

(7)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

1. Misi Dakwah bagi Kaum Muslimin

Manusia diciptakan dibumi bukan tanpa maksud, akan tetapi supaya manusia itu memimpin dan mengelola bumi dengan baik. Manusia tidak lain diciptakan oleh Allah supaya manusia itu beribadah kepada Allah, dengan memakmurkan bumi itu sendiri, membangun dan berguna bagi manusia yang lain.1 Jika manusia dalam prilaku hidupnya bertolak belakang dengan misi penciptaannya, maka manusia bisa melakukan perbuatan-perbuatan yang merusak ataupun merugikan baik kepada dirinya sendiri, orang lain dan masyarakat luas.

Disinilah nilai penting dakwah dan keharusan berdakwah bagi orang-orang yang beriman. Dakwah menjadi kewajiban setiap muslim.2 Tanpa adanya manusia yang bergerak untuk melakukan kegiatan dakwah, maka gerak dan dinamika masyarakat tidak ada yang menyeimbangkan agar supaya kehidupan

1

Lihat QS. Al Baqarah: 30: Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, Padahal Kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."

Dan dalam QS. Adz Dzariyat: 56: “dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku”

2Abu Zahrah, “Dakwah Islamiyah”, Alih Bahasa: Drs. H. Ahmad Subandi (Bandung: PT Remaja

(8)

2

umat manusia tetap pada arah kebaikan. Sebagaimana firman Allah dalam surat Ali Imron ayat 104:

                      

“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.”(QS. Ali Imran: 104)

Itulah mengapa dalam setiap lini kehidupan umat muslim, tidak lepas dan sepi dari yang namanya dakwah. Di masjid, di kampung-kampung (ibu-ibu dan bapak-bapak pengajian), di perusahaan-perusahaan, di sekolah, di komunitas-komunitas profesi misalnya ikatan dokter, ikatan sarjana teknik, komunitas-komunitas migran, misalnya persatuan pelajar Islam Australia, bahkan seperti kelompok hobi misalnya pencinta mobil tertentu, pencinta alam dan sebagainya masih menyisihkan waktu dan kesempatan untuk kegiatan keagamaan misalnya pengajian rutin, acara Peringatan Hari Besar Islam, maupun kegiatan-kegiatan bakti sosial yang dimaksudkan sebagai metode dan sarana dakwah.

(9)

3

perkembangan struktur bawah atau kondisi sosial/material dalam kehidupan manusia.3

Menurut Hisham Ath-Thalib, seorang muslim bukanlah orang yang bertempur melawan setan lewat pedang, lalu masuk surga. Dia harus berinteraksi dengan lingkungannya dan melakukan perubahan demi perubahan.4 Sehingga dapat dipahami bahwa dengan menyadari diri bagaimana posisinya dalam kehidupan sekitarnya, manusia bisa memberikan peran positif bagi tatanan hidup yang lebih baik. Jika ia seorang dokter, bagaimana ia memiliki peran dalam kemajuan umat, dan saling mengingatkan dalam kebenaran dan kesabaran. Jika ia seorang pejabat, bagaimana ia memimpin dan memberikan kerja pelayanan terbaik bagi masyarakat, mengarahkan masyarakatnya pada kemajuan dan rahmat Tuhan. Sejalan dengan Prof. H.M. Arifin menjelaskan tujuan dakwah untuk menumbuhkan pengertian, kesadaran, penghayatan dan pengamalan ajaran agama yang disampaikan oleh pelaksana dakwah atau penerang agama.

Menurut Tarmizi Taher, titik tuju dakwah adalah memberi pengertian kepada umat Islam agar mengambil segala ajaran Allah SWT yang terkandung dalam kitab al-Qur’an dan Sunnah Nabi sebagai pedoman jalan hidupnya.5

2. Ragam Media dan Lembaga Dakwah

Prakteknya dakwah dilaksanakan dengan berbagai media. Ada banyak bentuk media dakwah. Media adalah alat atau wahana yang digunakan untuk

3 Asep Muhyiddin dan Agus, “Metode Pengembangan Dakwah”,

(Bandung, Pustaka Media: 2002), 159.

4

Ibid, 162.

5

(10)

4

memindahkan pesan dari sumber kepada penerima. Media komunikasi dakwah banyak sekali jumlahnya mulai yang tradisional sampai yang modern (dilahirkan dari teknologi). Dulu ada kentongan, beduk, sekarang dengan pesatnya teknologi informasi dan internet kita familiar dengan dengan whatsup, instagram, facebook dan sebagainya (ranah media sosial). Pagelaran kesenian, surat kabar, papan pengumuman, majalah, film, radio dan televisi juga bisa jadi media dakwah. Pada umumnya dapat diklasifikasikan media

tulisan, visual, aural dan audiovisual. Hamzah Ya’qub membagi media dakwah

menjadi lima: Lisan, tulisan, gambar, audio visual dan juga akhlak.

Dari segi sifatnya pesan dakwah, media dakwah dapat dikelompokkan menjadi dua golongan. Pertama, media tradisional, yang kedua media modern. Media tradisional yaitu berbagai seni pertunjukan yang secara tradisional dipentaskan didepan umum (khalayak), terutama sebagai sarana hiburan yang memiliki sifat komunikatif, seperti ludruk, wayang, ketoprak, drama, lenong dan sebagainya. Banyak sekali media dakwah sebagai pertunjukan masyarakat yang memiliki sifat tradisonal di negara kita.6 Implikasinya, jika ada suatu perkumpulan ataupun lembaga masyarakat yang mengembangkan suatu budaya tertentu atau kegiatan yang berbasis tradisi tertentu dan menggunakan tradisi tersebut sebagai media dakwah secara mapan dan terpola, maka dapat kita pandang perkumpulan atau lembaga tersebut sebagai lembaga dakwah.

(11)

5

3. Silat dan Perguruan Silat sebagai Media dan Lembaga Dakwah

a. Budaya dan Falsafah Silat Memiliki Misi Dakwah

Di Indonesia ada suatu budaya dan seni yang dinamakan pencak silat. Secara kamus, pencak silat berarti permainan (keahlian) dalam mempertahankan diri dengan kepandaian menangkis, menyerang dan membela diri, baik dengan atau tanpa senjata. Lebih khusus silat diartikan sebagai permainan yang didasari ketangkasan menyerang dan membela diri, baik dengan atau tanpa senjata, sedangkan bersilat bermakna bermain dengan ketangkasan menyerang dan mempertahankan diri.

Para guru dan pendekar di daerah-daerah, diantaranya menurut guru pencak silat Bawean Abdus Sjukur:7

Pencak adalah gerakan langkah keindahan dengan menghindar, yang disertakan gerakan berunsur komedi. Pencak dapat dipertontonkan sebagai sarana hiburan. Sedangkan, silat adalah unsur teknik bela diri menangkis, menyerang dan mengunci yang tidak dapat diperagakan didepan umum. Sejalan dengan guru besar Hasan Habudin, pendiri perguruan Pamur di Madura:

Pencak adalah seni bela diri yang diperagakan dengan diatur, padahal silat sebagai inti sari dari pencak tidak dapat diperagakan. Dikalangan suku

7

Pengertian-pengertian diatas diambil dari hasil wawacara O’ong Maryono dengan berbagai

pendekar di tanah air. O’ong Maryono sendiri adalah pendekar kenamaan Indonesia. Selama

rentang tahun 1979 sampai 1987 ia memenangkan kompetisi nasional dan internasional pencaksilat yang tak terkalahkan. Beliau juga penulis dunia silat. Hasil wawancara diatas, dikutip dari bukunya yang juga mendunia. Setelah melakukan penulisan intensif di berbagai perpustakaan

dan lapangan, pada tahun 1998 ia menerbitkan buku dengan judul “Pencak Silat Merentang

Waktu”. Buku ini menekankan aspek sosial, budaya, falsafah dan kesejarahan dari pencak silat .

(12)

6

Madura pencak dianggap berakar dari bahasa Madura „apengkarepeng laju

aloncak‟, yaitu bergerak tanpa aturan sambil meloncat. Sedangkan silat berasal dari „se amaen alat mancelat”, yaitu sang pemain berloncat kian kemari seperti kilat.

Tetapi ada juga sebagian pendekar yang memakai kriteria lain untuk mengartikan pencak silat. Misalnya, Holidin, pendekar panglipur di ibu kota Jawa Barat, Bandung, lebih menitikberatkan cara pendidikan.

Menurutnya „pencak’ adalah akan pengetahuan, pengucap dan hak guna

pakai, sedangkan „silat’ berarti silaturahmi. Jika dua arti ini disambungkan,

pencak silat dapat diartikan sebagai pendidikan cara silaturahmi agar menyebarluaskan seni budaya.8

Dalam falsafah pencak silat yang paling ditekankan adalah tujuan mencapai kebaikan sebagai landasan kejiwaan dari amalan budaya rumpun Melayu. Tradisi pencak silat sebagai pendidikan humaniora berlangsung sampai masa kini dan tetap menuntut seorang pesilat agar berperikemanusiaan, jujur, berbudi pekerti luhur, tidak takabur, dan peka terhadap penderitaan orang lain. Jika seluruh sifat ini dikuasai diamalkan dan dilaksanakan, baru insan pencak silat boleh disebut sebagai seorang

„pendekar’.9

Artinya disini penyandang status sebagai seorang pendekar silat didalamnya tidak semata terkandung aspek kemampuan skill bertarung dan bertahan dirinya saja, ataupun aspek jasmani semata. Akan tetapi didalamnya mensyaratkan aspek rohani atau budi pekerti yang baik.

8

Ibid.

(13)

7

Sehingga jenjang seseorang dalam menempuh jalan menjadi seorang pendekar adalah jalan merubah kemampuan (teknik) silat sekaligus merubah budi pekerti dan moralnya.

Falsafah silat diatas sejalan dengan misi dakwah yakni merubah moral. Sebagaimana pernah disampaikan oleh Nabi Muhammad SAW dalam hadist riwayat HR. Ahmad dan Baihaqi:

امّنإ

قا ْخأا مراكم مّمتأ تْثعب

“Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak”

Dalam riwayat HR Ahmad juga disebutkan “Akhlak Rasulullah Saw adalah

Al Qur’an”. Sehingga pencak silat memiliki kedekatan khusus dengan Islam

dan dakwah. Karena kedekatan nilai itulah, seorang pendekar menjadi memiliki fungsi dan peran dakwah, ia sekaligus pemimpin, guru dan teladan

dalam mengarahkan, „me-manage’ aktivitas dakwah dalam lingkungan

perguruan silatnya.

Dalam sebuah acara bedah buku penulisan berjudul Keyakinan dan Kekuatan Seni Bela Diri Silat Banten karya Gabriel Facal10 di Auditorium Surosowan, Rumah Dunia, Ciloang, Kota Serang, Minggu (4/12/2016). Gabriel menyampaikan bahwa pencak silat bukan saja sebagai keahlian melindungi diri. Pencak silat juga mengajarkan nilai-nilai luhur untuk bertahan hidup. Hal tersebut menjadi ciri khas seni bela diri pencak silat yang berbeda dengan bela diri pada umumnya.

10

(14)

8

Menurut hasil penulisan Gabriel pencak silat memiliki ciri khas yang berbeda dengan seni bela diri lain di dunia. “Ada perbedaan silat Banten dan silat di negera lain. Sebagai Antropolog saya melihat silat

memiliki beberapa dimensi seni,” kata Gabriel.

Ciri khas tersebut, menurut Gabriel, silat memiliki dimensi tArion (igelan/kembangan/ibingan), dimensi musik (kendang pencak), kreativitas dalam merespons ruang, gerakan teatrikal, dan digunakan dalam beberapa acara adat di tengah masyarakat.

Tokoh masyarakat Banten yang dikenal dengan dunia persilatan, Embay Mulya Syarief menceritakan bahwa pencak silat diajarkan setelah

mengaji. “Sebelum diajarkan jurus, kita juga diajarkan nilai. Beda silat

dengan bela diri, kita dimatangkan prilaku tidak boleh sombong,” kata

Embay. Selama perjalanan dirinya belajar pencak silat Embay selalu menemukan sisi nilai dan kearifan dalam pencak silat. “Setelah prilaku kita dianggap baik baru diajari pencak silat. Jangan ngaku orang Banten kalau

tidak solat dan jago silat,” tuturnya.11

O’ong Maryono juga telah menyampaikan bahwa memang aspek silat meliputi aspek olah raga yang mengandalkan kekuatan, olah batin, olah napas, perasaan seni dan rasa kebersamaan yang tinggi. Dalam olah batin itulah, penghayatan akan nilai-nilai yang baik12 adalah proses mental yang

11

https://www.bantennews.co.id/silat-mengajarkan-nilai-dan-kekuatan/ (dibuka tanggal 17 Desember 2016)

12

(15)

9

harus dijalankan dan diamalkan sesuai dengan tuntunan, etika dan adat istiadat yang dianut dalam silat tersebut.

b. Perguruan Silat sebagai Lembaga Dakwah

Hakekat lembaga dakwah sebenarnya sangat kental dan melekat pada suatu perguruan silat. Selama perguruan silat tersebut memegang filosofis, karakter silat dan nilai yang terkandung didalamnya, maka seseorang sulit melepaskan dakwah dalam kelembagaan tersebut, terlepas nilai-nilai dakwah Islam yang seperti apa yang diajarkan dalam perguruan tersebut. Ini juga bisa kita lihat dari visi kelembagaan dari perguruan silat Tapak Suci Mochamadiyah13 ataupun perguruan silat Nahdlatul Ulama Pagar Nusa. Pagar Nusa memiliki visi khas dakwah ala nahdliyin, yakni: menjadi wadah berhimpun dan beramal dari warga nahdliyyin yang memiliki bakat dan minat di bidang seni, olah raga dan bela diri pencak silat sehingga tercipta tatanan masyarakat yang sehat jasmani dan rohani, peduli terhadap keamanan, keselamatan, ketertiban dan persatuan bangsa Indonesia berdasarkan nilai-nilai Islam Ahlussunnah wal Jama‟ah ala NU.14

13

Perguruan silat Tapak Suci sendiri memiliki visi-misi sebagai berikut:

Visi : Mewujudkan Sumber Daya Manusia yang Berakhlak Mulia yang Mampu Bersaing Dalam Dunia Kerja Secara Global. Misi : 1. Menciptakan suasana yang kondusif untuk mengembangkan potensi siswa melalui penekanan pada penguasaan kompetensi bidang ilmu pengetahuan dan teknologi serta Bahasa Inggris. 2. Meningkatkan penguasaan Bahasa Inggris sebagai alat komunikasi dan alat untuk mempelajari pengetahuan yang lebih luas. 3. Meningkatkan frekuensi dan kualitas kegiatan siswa yang lebih menekankan pada pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta keimanan dan ketakwaan yang menunjang proses belajar mengajar dan menumbuhkembangkan disiplin pribadi siswa. 4. Menumbuh kembangkan nilai-nilai ketuhanan

dan nilai-nilai kehidupan yang bersifat universal dan mengintegrasikannya dalam kehidupan. 5. Menerapkan manajemen partisipatif dengan melibatkan seluruh warga sekolah, Lembaga Swadaya Masyarakat, stake holders dan instansi serta institusi pendukung pendidikan lainnya.

Lihat: http://www.pimpinanpusattapaksuci.org (dilihat: 4 januari 2017)

14

(16)

10

c. Perguruan Silat Chakra V Surabaya dan Prilaku Dakwahnya

1) Daya Saing Perguruan Silat Chakra V

Salah satu perguruan silat di Jawa Timur, yang cukup terkenal adalah Perguruan Silat Chakra V. Walaupun kecil, tapi perguruan ini sudah mendunia. Jenis pencak silatnya adalah pencak silat tradisional. Banyak para ahli beladiri ataupun para murid baik di nusantara ataupun mancanegara berusaha menimba ilmu atau bahkan hanya sekedar ingin adu tanding dengan guru Chakra V. Daya saing perguruan ini terlihat juga dari sistim pembayaran CV menggunakan sistim pembayaran dengan nilai gram emas yang telah di krus kan ke mata uang rupiah. Misalnya registrasi untuk kelas privat adalah 1 gram emas. Harga emas sekarang kisaran Rp 500.000,- jadi tinggal mengalikan saja. Ini menunjukkan gengsi dan daya saing perguruan, mengingat banyak juga yang berguru di perguruan ini, baik kaum pribumi maupun dari manca negara, baik dari timur seperti Cina, maupun Barat seperti Amerika, Kanada bahkan dari Timur Tengah.

2) Lambang dan Motto Perguruan

(17)

11

Motto dari perguruan ini adalah “Deddih menossah koduh ngasteteh.. Tako‟ ajiah sekebbeh odik.. Mung tero selameddeh, koduh

nonduk, enga‟ ben waspada”

Dimana secara arti adalah: Jadi manusia harus hati-hati dan waspada.. Takut itu senjatanya orang hidup.. Kalau ingin selamat harus merendah, ingat dan waspada. Terkait ingat dan waspada, ini mengingatkan penulis

pada penuturan O’ong Maryono yang menyebutkan bahwa dikalangan pencak silat, ngelmu kasampurnan diajarkan sebagai ilmu keseimbangan lahir dan batin dengan menekankan bahwa manusia sebagai makhluk

Tuhan harus „eling lan waspodo‟ (ingat dan waspada). 15 Mas Amien sendiri pernah menyampaikan bahwa ia pernah pada fase senantiasa berdzikir kepada Allah hampir setiap saat untuk mendapatkan ilmu silat yang ia harapkan. 16 Walaupun Mas Amien memberikan catatan bahwa masa itu sudah berlalu, bahwa yang terpenting adalah prinsip ajaran Tuhan itu sendiri yang selalu kita pegang.

3) Kepemimpinan Dakwah Pendekar Mas Mochamad Amien

Semenjak awal Mas Mochamad Amien memiliki keinginan agar setiap orang dapat ia ubah moral dan keimanannya. Beliau bercerita mengerahkan berbagai upaya agar seseorang bisa berubah, suatu kasus beliau sampai 4 tahun untuk mengubah seseorang, di saat beliau pasrah,

15Ini mengingatkan penulis pada penuturan O’ong Maryono yang menyebutkan bahwa dikalangan

pencak

16

(18)

12

ternyata setelah 4 tahun orang tersebut mau berubah bahkan masuk Islam.17

Sebagai guru dan pendekar, beliau berusha menghidupkan dakwah dilingkungan perguruannya. Perguruan silat Chakra V, sebagai salah satu wadah mengembangkan budaya bangsa, juga sebagai tempat menggantungkan rejeki bagi keluarga Mas Mochamad Amien beserta murid-murid terpercayanya, namun tidak hanya itu, di perguruan ini juga mengimplementasikan dakwah dengan gaya metode dakwahnya yang khas. Ini identik dengan salah satu logo dari chakra V dimana terdapat

tulisan “Pembinaan Mental”. Mas Mochamad Amien hampir selalu memberikan petuah-petuah, prinsip dan pelajaran hidup, ataupun tanggapan-tanggapan Mas Mochamad Amien terhadap berbagai persoalan umat dan kebangsaan, misalnya masalah kriminalitas, masalah korupsi masalah moral anak-anak remaja yang membutuhkan perhatian oleh pemerintah dan ulama. Hal tersebut dilakukan melewati sosial media yang beliau gunakan.18 Para murid, fans, pemburu ilmu silat maupun rekan sejawat dan seperjuangan dalam dunia persilatan senantiasa mengikuti sosmed Mas Mochamad Amien. Petuah dan tanggapannya juga sering ditunggu-tunggu. Sikap beliau tersebut mencerminkan kepemimpinan beliau dalam dakwah, mengingat beliau

17

Wawancara 15 desember 2016, Surabaya.

18

(19)

13

harus memimpin murid-muridnya dengan berbagai latar belakang pemahaman keagamaan bahkan banyak pula murid beliau yang non-muslim.

Kepemimpinan beliau dalam dakwah cukup membuahkan hasil. Banyak muallaf yang kemudian lahir setelah bersentuhan dengan cara dakwah Mas Mochamad Amien. Diantara mereka berasal dari etnis Tionghoa dan kalangan etnis yang lain. Sebagian mereka ada yang sudah kembali keasal mereka, ada yang kembali ke Jerman, ada yang balik China, ke Jakarta, Bandung, Jogja dan Semarang.19

Penulis sendiri memiliki pengalaman mengisi kajian dakwah di perguruan Chakra V ini.20 Beberapa hari sebelumnya, saya dengan Mas Mochamad Amien terlibat dialog, masih ada beberapa muridnya yang mempercayai belajar beladiri dengan menggunakan kekuatan ghaib, berupa bantuan dari jin ataupun malaikat. Bagi beliau hal tersebut adalah tidak benar dan justru bertentangan dengan nilai-nilai ajaran Islam itu sendiri, bahkan jatuh pada kesyirikan. Peserta kajian tersebut sekitar 25 orang, separuh dari murid-murid remaja, dan separuh lainnya berasal dari kalangan muslim tionghoa. Sebagian dari mereka adalah muallaf setelah berinteraksi dengan Mas Mochamad Amien dan Chakra V. Respon mereka juga cukup antusias mendengarkan dari kajian Islam ini. Ada beberapa pertanyaan yang harus penulis layani pasca materi kajian selesai disampaikan. Mereka tidak ragu dan canggung dalam menerima

19

Wawancara 14 desember 2016, Surabaya.

20

(20)

14

informasi kajian Islam, serta cukup bersahabat pula. Percampuran budaya antara China, Madura dan Jawa campur aduk disini dalam mengkaji Islam. Lebih-lebih mereka berlatar dari usaha menggeluti ilmu beladiri itu sendiri. Beliau tahu bagaimana menggerakkan dan mendorong serta menginspirasi semua muridnya agar tetap berada pada jalan yang baik sesuai dengan tuntunan Islam.

(21)

15

ketrampilan beladiri), maupun sifatnya psikis-spiritual (yang harus dibentuk lewat pemahaman keagamaan dan ilmu-ilmu keislaman). Apalah artinya fisik kuat, tapi iman, moral dan spiritual, miskin dan hampa. Sebaliknya bagaimana iman dan spiritual bisa dijaga dan dilestarikan ditunjang dengan fisik dan keahlian beladiri yang memadai. Di lingkungan masyarakat, dalam organisasi formal maupun

nonformal selalu ada seseorang yang dianggap lebih dari yang lain. Seseorang yang memiliki kemampuan lebih tersebut kemudian diangkat atau ditunjuk sebagai orang yang dipercayakan untuk mengatur orang lain.21 Di perguruan Chakra V ini, posisi Mas Mochamad Amien sangat dominan dan memberikan pengaruh pada penyebaran nilai-nilai Islam khususnya pada murid dan pengikut beliau.

Sejalan dengan pengertian dasar mengenai kepemimpinan, sebagian besar definisi kepemimpinan mencerminkan berkaitan dengan proses yang disengaja dari seseorang untuk menekankan pengaruhnya yang kuat terhadap orang lain untuk membimbing, membuat struktur, menfasilitasi aktivitas dan hubungan dalam kelompok atau organisasi.22 Menurut Richards and Eagel (1986), kepemimpinan adalah cara

mengartikulasikan visi, mewujudkan nilai dan menciptakan lingkungan guna mencapai sesuatu.23 Sehingga kepemimpinan bisa mengantarkan orang lain pada tujuan atau filosofis dari kegiatan yang ia jalani.

21

Veithzal Rivai dan Deddy, Kepemimpinan dan Prilaku Organisasi (Jakarta, PT RajaGrafindo Persada: 2012), 1.

22

Gary Yukl, Kepemimpinan dalam Organisasi (Jakarta, PT Indeks: 2005), 3.

23

(22)

16

Pencapaian visi dan nilai dalam konteks perguruan silat, khususnya perguruan Chakra V, kepemimpinan yang ada didalamnya akan mempengaruhi bagaimana para anggotanya bisa mencapai atau menemukan kearifan dari silat itu sendiri, yakni aspek fisik maupun aspek rohani, aspek skill menyerang dan bertahan sekaligus aspek

akhlakul karimah yang diajarkan dalam Islam.

B. Identifikasi dan Batasan Masalah

Perguruan Silat Chakra V sejalan dengan konseptualisasi dan praktek lapangannya tentang silat dan lembaga dakwah maka dapat kita identifikasi sebagaimana uraian berikut:

1. Perguruan Silat Sebagai Lembaga Dakwah

Falsafah dan karakteristik dari silat yang kental dengan ajakan moral dan spiritual, menjadikan perguruan silat dapat dipandang dari sudut pandang lembaga dakwah. Ini bisa ditelaah dari segi teoritis, sejarah dan praktek lapangan diberbagai perguruan silat di Indonesia.

2. Model Kepemimpinan Dakwah pada Lembaga Dakwah

(23)

17

demokratis, kepemimpinan transformasional, kepemimpinan transaksional, kepemimpinan keteladanan dan sebagainya.

3. Kepemimpinan Dakwah Keteladanan Perguruan Silat Chakra V

(24)

18

C. Rumusan Masalah

1. Bagaimana model kepemimpinan dakwah Mas Mochamad Amien sebagai pendekar di perguruan silat Chakra V Sukodono Surabaya?

2. Apa yang melatar belakangi Mas Mochamad Amien menggunakan model kepemimpinan tersebut di perguruan silat Chakra V Sukodono Surabaya?

D. Tujuan Penulisan

1. Mengetahui model kepemimpinan dakwah didunia persilatan yang dijalankan oleh pendekar Mas Mochamad Amien di perguruannya.

2. Mengetahui apa yang melatar belakangi Mas Mochamad Amien menggunakan model kepemimpinan dakwah tersebut.

E. Kegunaan Penulisan

1. Menjadi referensi bagi kajian Islam dan dakwah dilingkungan dunia persilatan Indoesia.

2. Menjadi inspirasi bagi para pendekar dan perguruan-perguruan silat di Indonesia bahkan dunia dalam menjalankan nilai-nilai Islam di lingkungan perguruan silat.

(25)

19

F. Penulisan Terdahulu

Ada berbagai penulisan kepemimpinan dakwah yang sudah diteliti sebelumnya, diantaranya penulisannya penulisan Fatimah yang meneliti gerakan

dakwah Islam dengan menganalisis kepemimpinan dakwah Abu A’la Al -Maududi. Penulisan yang dilakukan bersifat studi referensi dan sumber sejarah.

Subyeknya juga organisasi pergerakan jama’at al-Islami yang dipimpin oleh Al-Maududi (1903-1979) di Pakistan, yang bergerak pada dakwah Islam dan pelurusan aqidah umat. Sementara obyeknya lebih pada bagaimana pemimpin menggunakan metode dakwahnya dalam mewujudkan pergerakannya dibidang dakwah dan perubahan aqidah. Kiprahnya dalam pertarungan pemikiran di Pakistan dan gagasannya tentang negara Islam yang ideal. 24 Hal ini cukup berbeda baik secara sosiologis (subyek penulisannya), maupun pola kepemimpinan yang dibidik (obyek penulisan). Penulisan saya konteks Indonesia kekinian (tahun 2017), dan berfokus pada kepemimpinan yang lebih menekankan keteladanan dalam mewujudkan nilai-nilainya pada suatu lembaga yang bergerak dibidang budaya masyarakat.

Ada juga penulisan Salamet yang meneliti kepemimpinan kharismatik Kyai Ramdlan Siraj Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Islam dan Kyai A. Buya Busyro Karim Pengasuh Pondok Pesantren Al-Karimiyah Kabupaten Sumenep Madura. Namun dalam penulisan tersebut, subyek penulisannya adalah pondok pesantren, sementara obyek penulisannya spesifik pada kepemimpinan yang berpola kharismatik. Berbeda dengan penulisan saya, subyeknya tidak spesifik

24 Fatimah, “Gerakan Dakwah Islam: Analisis Kepemimpinan Dakwah Abu A’la Al

-Maududi”,

(26)

20

lembaga pendidikan keagamaan, tapi pada lembaga budaya masyarakat yakni sebuah perguruan silat, obyeknya juga memiliki perbedaan, karena penulisan saya berfokus pada kepemimpinan berpola keteladanan.25

Penulisan gaya dan tipologi kepemimpinan Kiai di pondok pesantren Babussalam. Fokus permasalahan pada penulisan ini adalah bagaimana gaya dan tipologi kepemimpinan kiai di pondok pesantren Babussalam dan bagaimana interaksi yang dikembangan oleh kiai di pondok tersebut. Namun disini lebih pada mendeskripsikan peran kepemimpinan kyai yang dijalankan dipondok tersebut sebagai pemimpin agama dan masyarakat. Subyeknya juga pada lembaga khusus yang bergerak dibidang dakwah dan keilmuan agama.26 Sementara penulisan saya mencoba mendalami kekhasan pola keteladanan yang diterapkan pada sebuah perguruan silat yang juga memiliki peran dan fungsi dakwah Islam didalamnya. Penulisan yang lain dari M. Zulkarnain tentang pola kepemimpinan dakwah Abah M. Saiful Anwar Zuhri Rosyid. Namun penulisan ini berfokus pada bagaimana sang pemimpin mencetak SDM yang mandiri baik secara tingkah laku maupun secara ekonomi. Pola kepemimpinan yang diangkat juga luas, yakni penggunaan pola otoriter dengan bijak, kharismatik dan keteladanan, sehingga mengambil teori kepemimpinan dakwah secara umum, konsekwensinya analisis

25 Salamet, “Kepemimpinan Kharismatik Kyai dalam Konteks Sosiologi Jawa (Studi Kasus

terhadap Kyai Ramdlan Siraj Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Islam dan Kyai A. Buya Busyro Karim Pengasuh Pondok Pesantren Al-Karimiyah Kabupaten Sumenep Madura” (Tesis --Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati, Bandung, 2015). Data diatas diambil dari sumber internet http://www.uinsgd.ac.id/front/detail/karya_ilmiah/tesis/kepemimpinan-kharismatik-kyai-dalam-konteks-sosiologi-jawa (10 juni 2017).

26

Beti Indah Sari dan M. Turhan Yani, “Gaya dan Tipologi Kepemimpinan Kiai di Pondok

(27)

21

pola kepemimpinannya tidak mendalami satu pola kepemimpinan yang ada. Subyeknya juga dalam konteks pondok pesantren.27

Contoh yang lain adalah penulisan tesis yang dilakukan oleh Nurhadi Prabowo, beliau meneliti model kepemimpinan di pondok pesantren Al-Baqiyatush Shalihat di Jambi. Namun penulisan ini fokusnya untuk memotret apakah pola kepemimpinan yang digunakan cenderung pada pola yang kolektif ataukah individual, serta memotret bahwa penerapan kepemimpinan yang dijalankan adalah khas kharismatik-spiritual.28 Sementara penulisan saya mengambul jalur kepemimpinan teladan dalam menyeroti kepemimpinan yang ada serta media dakwahnya bukan lembaga pendidikan agama. Tentunya secara kesehArionnya, apa-apa yang dilakukan diorganisasi tersebut jauh berbeda, yang satu sudah berfokus pada keagamaan itu sendiri, sementara dipenulisan saya organisasinya tidak berfokus di agama, akan tetapi berusaha memasukkan sentuhan dakwah dan nilai-nilai keagamaan. Sehingga dapat saya simpulkan, sejauh ini belum terdapat penulisan dengan topik kepemimpinan dakwah di sebuah perguruan silat, khususnya pula dari sudut pandang keteladanan.

27 M. Zulkarnain, “Pola Kepemimpinan Dakwah Abah

M. Saiful Anwar Zuhri Rosyid dalam Upaya Pengembangan Kemandirian Santri Pondok Pesantren Az-Zuhri Ketileng Semarang” (Skripsi--Institut Agama Islam Negeri Walisongo, Semarang, 2006), ii.

28Nurhadi Prabowo, “Model Kepemimpinan di Pondok Pesantren Al

-Baqiyatush Shalihat Kuala

(28)

22

BAB II

KERANGKA TEORETIK

A. Kepemimpinan Dakwah

1. Kepemimpinan

Prof Kimball Young membedakan arti kepemimpinan (leadership) yang berbeda dengan perkepalaan (headship). Menurut Prof Kimball, kepemimpinan adalah bentuk dominasi yang didasari kemampuan pribadi yang sanggup mendorong atau mengajak orang lain untuk berbuat sesuatu, atau besifat informal. Sedangkan headship atau pemimpin institusional dikaitkan dengan kekuasaan formal yang bisa dioperkan secara kultural.1 Artinya kemampuan dan keahlianlah yang membuat seseorang pantas

dijadikan pemimpin, dan dari keahlian itu pulalah sesorang bisa mendorong orang lain untuk mengikutinya, bukan faktor-faktor keturunan, faktor kekuasaan, faktor wewenang atau birokratis atau lain-lainnya yang tidak berhubungan dengan kemampuannya. Munir dan Wahyu Ilaihi menjelaskan bahwa kemampuan seorang pemimpin memiliki tingkatan dan tercermin dalam: a. Technical skill adalah kemampuan dan pengetahuannya yang berkaitan langsung dengan pekerjaannya; b. Human skill adalah kemampuan dalam berinteraksi sesama manusia, termasuk

1Sri Praptono, “Kepemimpinan dan Fungsi Integrasi”,

(29)

23

interaksinya dengan kelompok yang berbeda; c. Conceptual skill adalah kemampuan untuk melihat secara utuh dan luas terhadap berbagai masalah, dan kemudian mengaitkannya dengan berbagai perilaku yang berbeda dalam organisasi serta menyelaraskan antara berbagai keputusan yang dikeluarkan oleh berbagai organisasi, yang secara keseluruhan bekerja untuk meraih tujuan yang telah ditentukan.2

2. Dakwah

Dalam Al-Qur’an, dakwah dalam arti mengajak ditemukan sebanyak 46 kali, 39 kali dalam arti mengajak kepada Islam dan kebaikan, dan 7 kali mengajak ke neraka atau kejahatan.3 Menurut para ulama dan ilmuan, Munir dan Wahyu Ilaihi merangkum pengertian dakwah mencakup:4

a. Dakwah adalah suatu aktivitas atau kegiatan yang bersifat menyeru atau mengajak kepada orang lain untuk mengamalkan ajaran Islam.

b. Dakwah adalah suatu proses penyampaian ajaran Islam yang dilakukan secara sadar dan sengaja.

c. Dakwah adalah suatu aktivitas yang pelaksanaanya bisa dilakukan dengan berbagai cara atau metode.

d. Dakwah adalah kegiatan yang direncanakan dengan tujuan mencari kebahagiaan hidup dengan dasar keridhaan Allah.

e. Dakwah adalah usaha peningkatan pemahaman keagamaan untuk mengubah pandangan hidup, sikap batin dan perilaku umat yang tidak

2

M. Munir dan Wahyu Ilaihi, Manajemen Dakwah (Jakarta: Kencana, 2013), 213.

3

Ibid, 17.

4

(30)

24

sesuai dengan ajaran Islam menjadi sesuai dengan tuntutan syAriot untuk memperoleh kebahagiaan hidup didunia dan akherat.

3. Kepemimpinan Dakwah

Kepemimpinan dakwah oleh H. Zaini Muchtarom memberikan pengertian sebagai suatu sifat atau sikap kepemimpinan yang dimiliki oleh seorang yang menyampaikan dakwah yang mendukung fungsinya untuk menghadapi publik dalam berbagai situasi. Dengan demikian kepemimpinan dakwah merupakan suatu kemampuan khusus yang dimiliki oleh pelaksana dakwah untuk mempengaruhi perilaku orang lain sesuai yang diinginkan oleh pelaksana dakwah.5

Sementara Khatib Pahlawan Kayo menjelaskan kepemimpinan dakwah berarti mengemas pengertian kepemimpinan secara utuh dan terpadu oleh setiap pelaksana dakwah dalam melaksanakan dakwahnya, sehingga proses dakwah semakin bermutu dan terarah. Merujuk pada pandangan Abdul Mun’im Mochamad Khallaf, Pahlawan Kayo mengatakan bahwa secara substansial ranah kepemimpinan dakwah harus menyentuh struktur rasio manusia, yang terdiri dari tiga potensi:

Pertama, potensi penalaran. Penalaran meliputi obyek-obyek alam kosmos, psikis, dan rahasia-rahasia maupun penemuan-penemuan yang ada pada kedua alam tersebut. Kemampuan ini melahirkan falsafah hidup dan kebijaksanaan. Kedua, potensi penetapan. Kemampuan ini adalah tahap selanjutnya dari tahap penalaran (global atau umum).

5 Mahmuddin, “Kepemimpinan Dakwah”,

(31)

25

Yakni penalaran khusus, daya nalar indrawi (empiris), yang kemudian melahirkan ilmu pengetahuan. Ketiga, potensi keyakinan. Merupakan tahapan akhir, yakni mencapai hukum yang komprehensif, menemukan sintesa dari pemikiran yang ilmiah dengan ketenangan jiwa (spiritual). Jiwa diajak berproses dan melangkah pada kemantapan hati untuk menjadikan agama sebagai suatu sistem kehidupan.6

Kepemimpinan dakwah merupakan konsep yang kompleks dan dinamis. Kompleks karena melibatkan berbagai komponen baik komponen kepemimpinan ataupun komponen dakwah. Sedangkan dikatakan dinamis karena berkembang secara kesinambungan. Hakekat kepemimpinan dakwah menurut Munir dan Wahyu Ilaihi7 adalah kemampuan untuk mempengaruhi dan menggerakkan orang lain untuk mencapai tujuan dakwah. Dimana ada tiga kekuatan yang turut menentukan tujuan dakwah tersebut tercapai dengan proses kepemimpinannya, yakni: a. Faktor pribadi atau personal dengan kualitas keunggulannya; b. Faktor posisi sehubungan dengan fungsi dan tugas-tugas pemimpin; dan c. Faktor situasi dan tempat yang khusus, yang memerlukan tipe pemimpin pula. Dengan demikian, sifat-sifat dari pemimpin itu harus cocok dan sesuai dengan kebutuhan, serta relevan dengan situasi dan kondisi. 8

6Khatib Pahlawan Kayo, “

Kepemimpinan Islam dan Dakwah” (Jakarta: AMZAH, 2005), 95-96.

7Munir dan Wahyu Ilaihi, “

Manajemen Dakwah”, 215.

8

(32)

26

B. Kepemimpinan Dakwah Pola Keteladanan

Kouzes dan Posner dalam bukunya Leadership the Challenge, menjelaskan bahwa terdapat lima model praktek kepemimpinan yang merupakan hasil penulisan yang telah dilakukannya. Bagaimana para pemimpin mentransformasikan nilai-nilai menjadi tindakan, visi menjadi realitas, rintangan menjadi inovasi, perbedaan menjadi solidaritas dan menumbuhkan kesolidan, serta resiko menjadi penghargaan. Berikut dimensi kepemimpinan teladan menurut Kouzes dan Posner:

1. Mencontohkan cara (Model the Way)

Setiap pemimpin memiliki nilai-nilai dianggap baik dan tinggi. Tiap kepemimpinan memiliki pondasi yakni kemampuannya dan keluhuran pribadinya yang sesuai dengan nilai-nilai yang dianggap baik tadi. Keluhuran nilai yang dimiliki seorang pemimpin, tentunya berangkat dari nilai-nilai atau prinsip-prinsip dasar telah ia pegang untuk mengarungi kehidupan, menjadi manusia yang baik, manusia yang sukses dan meraih cita-cita yang diharapkan. Sehingga setiap pemimpin akan memiliki kata hatinya sendiri yang dengannya pula kepribadian diri akan tampak dipermukaannya dan memberikan kekuatan bagi tindakan-tindakannya, sehingga manusia lain akan mengenali dan memahami nilai-nilai tersebut dan memberikan inspirasi ke yang lain.

(33)

27

tersebut dalam lingkungan dan kesehArion hidupnya. Pemimpin adalah yang diikuti. Sehingga penting bagi seorang pemimpin untuk memahami suara hatinya, menghayatinya dan mengklarifikasi nilai-nilai yang ia pegang apakah memang berasal dari suara hatinya, serta menyatakan nilai tersebut dengan jelas. Sehingga dengan ia berpegang pada suara hatinya, maka ia telah memiliki arah dan tujuan yang jelas yang bisa dijadikan pegangan bagi anak buahnya. Jika tidak demikian, maka yang terjadi justru sebaliknya, pemimpin hanya akan mengikuti keadaan, tuntutan bahkan tekanan dari lingkungan ataupun pihak-pihak lain.

Selanjutnya pemimpin harus menjadikan nilai-nilai tersebut menjadi nyata baik dengan lisan dan perbuatannya, memberikan kepastian bagi setiap orang bahwa yang ia jalankan adalah nilai-nilai yang baik dan sesuatu prioritas yang harus ia jalankan dan perjuangkan. Bagaimana memberi contoh yaitu membangun dan memberi keyakinan terhadap nilai-nilai bersama dan menyelaraskan tindakan-tindakan kita dengan nilai-nilai tesebut. Melalui keterlibatan pribadi dan tindakan secara langsung seorang pemimpin akan memberikan contoh bagaimana semestinya sesuatu itu berlaku dan nilai apa yang menjadi dasar dan bersikap dan bertindak.

2. Menginspirasikan visi bersama (Inspire a Shared Vision)

(34)

28

yang digunakan –apakah itu maksud, misi, warisan, mimpi, tujuan, panggilan atau agenda pribadi- maksudnya adalah sama: para pemimpin ingin melakukan sesuatu yang penting, ingin meraih hal yang belum pernah dicapai oleh siapapun juga.9 Visi tersebut harus datang dari dalam pribadi sang pemimpin. Namun visi tersebut haruslah juga berarti dan bernilai bagi pengikut bukan hanya bagi pemimpinnya saja. Visi haruslah dipahami dengan baik oleh pengikut, sehingga pemimpin perlu mendialogkan visi tersebut kepada pengikutnya, tentunya dalam penyampaian disesuaikan dengan keadaan organisasi dan anggotanya. Anggota organisasi bisa jadi memiliki latar belakang, budaya dan pengondisian yang berbeda-beda sebelum masuk diorganisasi. Mereka tentu memiliki mimpi, harapan dan nilai-nilai yang mereka pegang sebelumnya. Untuk itu pemimpin perlu mengumpulkan dukungan mereka atas visi yang ia tawarkan dengan memahami karakteristik mereka, khususnya nilai-nilai, visi, aspirasi dan harapan mereka. Bagaimana kemudian pemimpin bisa menyatukan visi tersebut dalam kerangka visinya sebagai suatu kebaikan bersama.Visi yang memberi semangat dan membuat antusiasme bersama akan melahirkan organisasi yang siap berjuang bersama.

Pengikut akan merasakan bahwa tujuan organisasi bukan hanya tujuan organisasi, akan tetapi seperti tujuan sudah menjadi tujuannya pula. Setidaknya pengikut merasa sedang mengemban tujuan bersama yang juga

9

James M. Kouzes dan Barry Z. Posner, The Leadership Challenge: Tantangan Kepemimpinan

(35)

29

ia junjung dan ia perlakukan dengan baik. Dalam tahap ini, maka pemimpin perlu melibatkan anggotanya untuk meraih visi tersebut, mensukseskan program-programnya.

Dalam melibatkan anggota, ada tiga hal penting yang harus dilakukan, yakni pemimpin harus mendengarkan orang lain dengan cermat untuk memahami persoalan ataupun hal-hal yang berhubungan dengan visi tersebut, lalu temukan dan ciptakan daya tarik terhadap tujuan bersama, terakhir pemimpin perlu menghidupkan sebuah visi dengan cara mengkomunikasikannya sehingga mereka bisa bercermin dan memposisikan diri dengan baik dalam visi atau dalam gambaran kebaikan bersama yang tampak didepannya. Tugas dari pemimpin yakni berupaya memahami aspirasi anggotanya, memahami karakternya dan mendorongnya pada visi yang sama. Sebesar apapun mimpi kita, jika orang yang kita ajak kerjasama tidak melihat kemungkinan mewujudkan mimpinya dalam mimpi kita, maka mereka akan enggan untuk ikut ambil bagian didalamnya. Pemimpin perlu menggambarkan bayangan masa depan sebagai orientasi bersama, sampai pada tingkat jangka panjang, dengan demikian pengikutnya bisa memiliki ekspektasi yang terukur bahwa dimasa yang akan datang, kebutuhannya juga akan terpenuhi.

3. Menantang Proses (Challange the Process)

(36)

30

ini merupakan ciri organisasi yang sulit berkembang. Menjadi suatu keniscayaan bagi pemimpin untuk menggerakkan pengikutnya untuk menghadapi tiap-tiap tantangan yang ada. Dalam menghadapi tantangan tersebut, pemimpin harus senantiasa berinisiatif, mengidentifikasi setiap peluang yang ada dan mungkin untuk dimanfaatkan meraih tujuan-tujuannya, memunculkan ide-ide baru yang mendobrak kebuntuan dari suatu proses rutinitas yang ada. Sehingga rutinitas itu bisa menjadi tantangan tersendiri, atau melakukan perubahan dan perbaikan dari rutinitas yang ada. Tantangan yang diciptakan dan disampaikan oleh pemimpin itu harusnya menjadikan pengikutnya lebih berarti dan bermakna dalam menjalaninya.

(37)

31

Bagaimana pengikut bisa menikmati proses-proses yang kecil, menciptakan strategi dan teknik dan biarkan mereka secara aktif membuat orang merasa seperti pemenang. Dengan cara demikian mudah bagi pemimpin untuk membuat pengikutnya bergerak dan mengikuti permintaan dari pemimpin.

Dalam memberikan tantangan dan menciptakan keberhasilan-keberhasilan yang kecil, pemimpin perlu memperhatikan kondisi anggota-anggotanya, termasuk karakter personalnya. Pemimpin harus menciptakan suatu iklim yang memberikan rasa kekuatan bagi mereka untuk terus maju dan berkembang. Sehingga tantangan yang diberikan dalam berbagai bentuk tugas dan pemeranan juga dalam batas kemampuan dan kendali anggota. Dengan cara ini pula, maka anggota juga bisa menemukan momentum dan berusaha memanfaatkannya sebaik mungkin, berani dan bertanggungjawab terhadap resiko-resiko yang harus ia menanggungnya. Atas apa yang telah diraih oleh anggota, pemimpin memberikan penghargaan yang perlu. Memimpin dengan menghargai lebih sering dibandingkan hukuman, akan memupuk sikap mental terus berusaha dan selalu mencari berbagai kemungkinan dari setiap tantangan yang ada.

4. Memungkinkan orang lain bertindak (Enable Others to Act)

(38)

32

yang terbaik bagi organisasi. Hal ini tidak akan terwujud tanpa adanya iklim yang mendukung, yakni saling percaya dan saling bertanggungjawab. Rasa saling percaya adalah kunci dari hubungan antar manusia bisa berjalan dengan baik atau tidak. Memupuk rasa saling percaya sangat penting agar suatu kepemimpinan berjalan dengan sukses. Sebaliknya ketiadaan saling percaya akan menghambat kinerja organisasi, puncaknya kegagalan kepemimpinan dan organisasi.

(39)

33

kerjasama yang baik. Semakin kompleks suatu masalah yang dihadapi organisasi, maka semakin membutuhkan interaksi tatap muka. Pemimpin perlu juga menciptakan ruang dan situasi bagi terciptanya tatap muka dan sosialisasi bagi SDM didalam depertemen ataupun antar departemen, baik secara vertikal maupun horisontal keorganisasian.

Memungkinkan orang lain bertindak, artinya berarti memperkuat orang lain. Orang-orang harus merasa dilibatkan dan dipentingkan, dengan jalan itu kita telah berupaya memperkuat orang lain. Tiap orang perlu diberikan ruang dan leluasa untuk bertindak menurut apa yang mereka yakini, tentunya tetap dalam koridor nilai-nilai yang telah disepakati. Lingkungan kerja idealnya bisa menciptakan kemampuan seseorang dalam menjalankan tugas dan menyelesaikan permasalahan. Hasilnya tentu sumber daya manusia yang ada disana, akan lebih memiliki rasa percaya diri sekaligus bertanggungjawab. Mereka akan mengalami rasa puas secara pribadi dalam hidup berorganisasinya karena mereka bisa memiliki dan menikmati pencapaian-pencapaian dalam berorganisasi.

5. Menyemangati Jiwa (Encourage the Heart)

(40)

34

Dengan mengakui kontribusi anggota, sebagai salah satu jalan menjaga energi semangat anggota.

(41)

35

(42)

36

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian sosial yang dilakukan oleh penulis menggunakan format deskriptif kualitatif, artinya penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan, meringkas berbagai kondisi, berbagai situasi, atau berbagai fenomena realitas sosial yang menjadi fokus obyek penelitian dan berupaya menarik realitas itu kepermukaan sebagai suatu ciri, karakter, sifat, model, tanda atau gambaran tentang kondisi, situasi, ataupun fenomena tertentu. Berbeda dengan penelitian kuantitatif yang data-datanya dinyatakan dalam angka-angka dan statistik, sedangkan data kualitatif diungkapkan dalam bentuk kalimat serta uraian-uraian, menjelaskan proses yang terjadi dilapangan.

Penelitian kualitatif dipilih memiliki pertimbangan sebagai berikut:

1. Topik masalah yang ingin diketahui dan didalami adalah proses interaksi yang ada, khususnya dalam penerapan kepemimpinan yang diterapkan di perguruan silat Chakra V.

(43)

37

secara langsung pada pendidikan agama atau berkonsentrasi pada bidang dakwah. Bisa jadi ada banyak interaksi, komunikasi dan prilaku yang mencerminkan kepemimpinan dakwah seseorang, yang tidak bisa dilihat dari tampak luarnya saja dari suatu sikap dan tindakan.

Format deskriptif kualitatif ini merupakan penelitian eksploratif, dengan melakukan kajian yang mendalam pada sasaran fokus penelitian yang dilakukan. Dengan demikian harapannya mampu menjawab dari latar belakang dan tujuan dari penelitian ini yakni memberikan pemahaman tentang proses kepemimpinan keteladanan pendekar Mas Mochamad Amien di perguruan silat Chakra V Surabaya.

B. Pendekatan dan Fokus Penelitian

Pendekatan penelitian bisa studi kasus, grounded theory, etnografi ataupun analisisi wacana dan fenomenologi.1 Namun pendekatan yang digunakan di penelitian tesis ini adalah pendekatan studi kasus karena saya ingin melukiskan suatu penerapan teori, yakni kepemimpinan dakwah keteladanan yang dijalankan oleh suatu organisasi tertentu. Saya berusaha membaca situasi, membaca sudut pandang orang-orang yang terlibat dalam organisasi tersebut serta menganalisisnya menggunakan sudut pandang teori yang menjadi obyek penelitian tesis ini.

Mengingat aspek-aspek kepemimpinan dakwah itu sangat luas dan kompleks, maka penelitian ini perlu difokuskan pada masalah-masalah yang

1 Christine Daymon dan Immy Holloway, “

(44)

38

tertentu.2 Masalah tersebut sejalan dengan rumusan masalah yang ingin didalami, yakni dimensi-dimensi kepemimpinan keteladanan yang dijalankan diperguruan Chakra V yang dianggap bermuatan dakwah Islam. Artinya fenomena-fenomena dilapangan yang terjadi pada subyek Mas Mochamad Amien hubungannya dengan anggota atau simpatisan perguruan silat Chakra V Surabaya pada proses interaktifnya dalam menjalankan kepemimpinan keteladanan. Bagaimana model kepemimpinan keteladanan menurut Kouzes dan Posner dengan lima dimensi kepemimpinannya itu diterapkan dalam perguruan tersebut. Mulai dari mencontohkan cara, menginspirasikan visi bersama, menantang proses, memungkinkan orang lain bertindak, dan menyemangati jiwa. Kerangka teoritik kepemimpinan keteladanan ala Kouzes dan Posner itulah yang digunakan untuk memotret dan menyelami fenomena kepemimpinan dakwah yang terjadi pada perguruan silat itu.

C. Sumber Data

Pada dasarnya sumber data dapat dibagi dalam dua hal, yakni sumber data primer dan sumber data sekunder.

1. Sumber Data Primer Penelitian

Data primer merupakan data yang didapat atau dikumpulkan oleh penulis dengan cara langsung dari sumbernya. Data primer biasanya disebut dengan data asli atau data baru yang mempunyai sifat up to date. Mengingat sumber data primer adalah sumber pertama dimana sebuah data dihasilkan,

2Sugiyono, “

(45)

39

maka yang digali disini adalah Mas Mochamad Amien sebagai pendekar dan pendiri, sekaligus figur yang menjalankan kepemimpinan dakwah dilingkungan perguruannya. Sumber data primer kedua berikutnya adalah para anggota, pengikut ataupun simpatisan yang kemudian merasakan langsung pola kepemimpinan dakwah Mas Mochamad Amien, baik yang memang sejak awal muslim ataupun yang kemudian menjadi muallaf.

2. Sumber Data Sekunder Penelitian

Sedangkan sumber data sekunder merupakan data yang didapat atau dikumpulkan penulis dari semua sumber yang sudah ada, yang tidak langsung menjawab rumusan masalah penelitian, akan tetapi itu menunjang pemahaman dalam melihat situasi dan pendasaran pelaksanaan praktek-praktek kepemimpinan yang sedang dikaji. Dengan kata lain sumber data kedua sesudah sumber data primer. Sumber data tersebut didapatkan dari dokumen baik dalam bentuk foto, video ataupun percakapan di sosial media. Termasuk orang-orang yang berinteraksi dengan Chakra V, murid, keluarga dan rekan praktisi silat yang menunjang pemahaman dalam menjawab rumusan masalah.

D. Pengumpulan Data

(46)

40

sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik tersebut.3 Jenis wawancara yang dilakukan oleh penulis adalah wawancara semi terstruktur, yakni menemukan masalah lebih terbuka, dimana pihak yang diajak wawancara diminta pendapat, dan ide-idenya. Wawancara jenis ini sudah termasuk dalam kategori in-dept interview. Dari teori yang ada penulis akan menurunkan dalam bentuk instrumen-instrumen yang bisa mengungkap dan mengeksplorasi proses kepemimpinan keteladanan yang ada. Wawancara ini diberikan kepada sumber data primer maupun sumber data sekunder.

Sementara observasi yang dilakukan oleh penulis, dengan model observasi moderat, yakni terdapat keseimbangan antara penulis menjadi orang dalam atau orang luar. Penulis dalam mengumpulkan data ikut observasi partisipatif dalam beberapa kegiatan, tapi tidak semua kegiatannya. hal ini jika memungkinkan dilakukan mengingat ada rekam jejak, penulis pernah dilibatkan sebelumnya dalam kegiatan dakwah di perguruan tersebut. Dan observasi ini, juga bersifat terang-terangan dalam arti antara subyek dan obyek yang diteliti, sama-sama mengetahui bahwa telah dilakukan kegiatan penelitian pada sumber-sumber data tersebut. Observasi meliputi aktor, kegiatan/aktivitas, serta tempat di perguruan tersebut dan sekitarnya. Penulis tentu menfokuskan pada observasi yang berkaitan dengan kepemimpinan yang diterapkan oleh Mas Mochamad Amien serta menseleksi hal-hal yang lebih rinci dari aspek kepemimpinan yang ingin didalami tersebut. Metode pengumpulan dokumentasi juga dilakukan. Dokumentasi berasal dari koleksi

3Sugiyono, “

(47)

41

dokumentasi Mas Mochamad Amien sendiri ataupun dalam proses observasi, penulis mendokumentasikan realitas yang diobaservasi.

Triangulasi data juga dilakukan untuk meningkatkan pemahaman penulisa akan fenomena yang ada yang telah penulis temukan, sehingga bukan menguji kebenaran yang ada. Mengingat orientasi penelitian kualitatif bukan semata-mata mencari kebenaran, akan tetapi pemahaman subyek akan dunia sekitarnya.4 Dalam penelitian ini, triangulasi data dilakukan dengan membandingkan data yang bersumber dari wawancara, observasi dan dokumentasi, termasuk wawancara dengan wawancara yang lainnya dari sumber data yang berbeda.

E. Analisis Data

Analisis data dilakukan pada saat pengumpulan data berlangsung, dan setelah selesai pengumpulan data dalam periode tertentu. Menurut Miles dan Huberman, aktivitas dalam analisis data, yaitu data reduction, data display, dan conclusion drawing/verification.5

1. Data Reduction

Data yang diperoleh penulis cukup banyak, semakin banyak, rumit dan kompleks, itulah mengapa dalam penelitian kualitatif perlu melakukan pemilahan dan analisis untuk mereduksi data. Mereduksi data berarti menfokuskan pada hal-hal yang penting yang berkaitan dengan rumusan masalah yang dibuat. Reduksi data yang dilakukan dipandu oleh tujuan

4

Ibid, 399.

5

(48)

42

penelitian yang ada. Termasuk pada hal-hal pendalaman aspek atau dimensi kepemimpinan yang dikenyataannya tidak tercerminkan atau miskin fenomena datanya, maka penulis akan mengabaikannya atau menggunakannya sesuai porsi ketersediaan data, sementara data yang kaya dalam aspek kepemimpinan keteladanan, maka penulis akan mendalaminya sesuai kebutuhan dan tujuan penelitian.

2. Data Display

Setelah reduksi data, dimana data-data yang kurang relevan akan dihindari, penulis kemudian men-display-kan data. Display dilakukan dengan menunjukkan uraian singkat, yakni berupa uraian naratif. Disini penulis juga berhati-hati, karena bisa jadi data yang sederhana jika dianalisis dan digabungkan bisa berkaitan dengan tujuan dan rumusan yang hendak dijawab. Penyajian dilakukan secara runtut dan logis bertujuan menjawab rumusan masalah yang telah dicanangkan.

3. Conclusion

(49)

43

penelitian yang dikaji, maka hasilnya akan menjadi sebuah temuan baru. Temuan bisa berupa deskripsi atau gambaran obyek yang lebih jelas, bisa juga hubungan kausal atau interkatif, hipotesis ataupun teori. Dipenelitian ini akan mengkongkritkan gambaran obyek kepemimpinan dakwah Mas Mochamad Amien. Harapannya menghasilkan kesimpulan yang kredibel.

(50)

44

BAB IV

PEMBAHASAN

A. Profil Lembaga Chakra V

Perguruan Silat Chakra V (Baca: lima) pusatnya bertempat di gang kecil, didekat kawasan wisata religi Ampel Surabaya, tepatnya di Jalan Sukodono IV/12, atau dulunya kampung ini dikenal dengn nama Kapuran dari asal kata pangapuro Surabaya. Chakra adalah singkatan dari Cahaya Hati Karunia Rabbul Alamin. Sementara V bermakna rukun Islam yang lima, yakni: syahadat, shalat, zakat, puasa dan haji. Chakra juga berarti simbol dari trah keluarga Cakraningrat, Madura.

1. Profil Singkat Mas Mochammad Amien

Pada dasarnya beliau tidak ingin mengungkap banyak mengenai silsilah keluarganya. Akan tetapi beliau memiliki dokumen khusus mengenai keluarga beliau, yang tidak ingin beliau ungkap. Beliau berujar bahwa silsilahnya sampai pada Cakraningrat I (Raden Praseno) di Madura dan Sunan Ampel, bahkan sampai pada Rasulullah SAW.1 Kepada penulis beliau hanya menunjukkan beberapa generasi keatasnya. Kata „Mas‟ sendiri adalah gelar

panggilan kepada seseorang yang memiliki darah dan garis keturunan seorang raja. Beliau menunjukkan beberapa garis silsilah keluarganya sebagaimana bagan dibawah ini.

1

(51)

45

Bagan 1: Garis Silsilah Mas Mochamad Amien

Yudonegoro Djoyotruno (Mak Koneng)

Mas Panji Agung Djoyotruno

Mas Hadi Kusumo Djoyotruno

Bindoro Muhammad Hotib (Buju Hotib)

Mas Mochammad Ali Djoyotruno

Bindoro Abdullah Djoyotruno

Mas Marsudin Djoyotruno

Mas Marsidi Djoyotruno - Hj. Saminah (desa Jubesseh/Banyu Besi: (Surabaya) Bangkalan, Madura)

Mas Mochamad Amien

(52)

46

Sementara jika kita lihat dari sumber blog Chakra V cabang Singapura2, terkait silsilah keluarganya, sebelum Gusti Yudonegoro Djoyotruno (Mak Koneng), jika ditarik dari keturunan Senopati Ario Bijjanan (1389-1487) adalah sebagai berikut:

Senopati Ario Bijjanan

Muhammad Soleh Bijjanan

Pangeran Prawira Alit Bijjanan

Gusti Ahmad Yusuf Bijjanan

Gusti Yudonegoro Djoyotruno

Mas Mochamad Amien membuka perguruannya dirumahnya sendiri Jalan Sukodono IV/12, sebagai hasil jerih payahnya menjadi guru silat. Beliau juga aktif mengisi seminar tentang silat, sejarahnya dan berbagai seluk beluknya. Beliau juga aktif mengajar Short Course baik dalam dan luar negeri berkaitan dengan aliran silatnya.

Selain itu beliau juga mengisi waktu dengan menulis, karya tulis beliau yang telah jadi buku diantaranya adalah:

a. “Sukses Finansial jadi Guru Silat”, diterbitkan oleh Bijjanan Publishing dan MMA Foundation tahun 2012. Buku ini menjadi National Best Seller.

2

(53)

47

b. “Jemparingan: Dasar-Dasar Mengenal Jemparingan Jawi Gragat Mataraman”, diterbitkan oleh Semut Rang Rang Production tahun 2017.

c. “Delapan Dasar Silat Chakra V”, diterbitkan oleh MMA Foundation tahun 2012.

d. “Sembilan Belas Teknik Dasar Chakra V Silat Combat System”,

diterbitkan oleh MMA Foundation tahun 2013.

e. “Mengukir Matahari di Arofah”, diterbitkan oleh MMA Foundation tahun

2013. Buku ini merupakan karya novel.

2. Aliran Silat

Perguruan silat Chakra V adalah aliran silat madura warisan Senopati Ario Bijjanan. dan Sultan Adiningrat Bangkalan. Aliran ini merupakan strategi dalam perang kuno untuk menyelamatkan raja. Konsep silat yang diajarkan dikenal dengan MMA Style (gaya Mas Mochamad Amien). MMA style merupakan perpaduan dari ilmu keluarga Senopati Ario Bijjanan (1413 M), setelah meninggal beliau dikenal dengan sebutan Mbah Bujuk Bindoro Ario Bijjanan dan dimakamkan di desa Bijjanan-Jubesseh. MMA Style diramu dari beberapa teknik dan jurus sebagai berikut:

a. Tepok Cok-Kecoan/Pukulan Setekel, diciptakan oleh Mang Cilok-disempurnakan oleh Senopati Ario Bijjanan. Diambil 35%.

(54)

48

c. Todik Bijjanan/Sodduken Gembuh, diciptakan oleh Senopati Ario Bijjanan. Diambil 15%,

d. Are‟ Seka‟/Clurit Rajawali, diciptakan oleh Mas Marsidi Djoyotruno, Mas Marsilan Djoyotruno dan Mbah Ali Gupek. Diambil 10%.

e. Timpa Pukul Hilang, diciptakan oleh Cipto Hasan, Karpoteh Tanah Merah (aliran dari keluarga yang lain), diambil 5%.

Sebelum belajar aliran kuno ini seorang murid harus mencapai tingkatan keluarga. Karena silat ini sangat berbahaya bukan untuk sport tapi murni self defense.

Dalam perkembangan, adanya kebutuhan pasar, maka dibuat silat dengan tujuan prestasi yaitu untuk sport. Sebelum mempelajari jurus inti siswa harus menjadi calon siswa sedangkan tingkatan memperoleh ilmu aliran Bijjanan harus menjadi keluarga. Untuk menjadi keluarga Chakra V tidaklah mudah harus memenuhi syarat diantarnya berbudi pekerti mulia. MMA sendiri pernah belajar Kyukusinkai Kala Hitam. Dia juga petarung MMA undergroud. Lengkaplah aliran ini menjadi aliran baru namun inti dari silat ini adalah aliran kuno.3

3. Program dan Tingkatan

Chakra V memiliki dua macam program, yaitu program reguler dan non-reguler. Program reguler banyak diminati oleh para siswa sekolah, sedangkan program non-reguler biasanya diminati oleh mereka yang sudah

3

(55)

49

memiliki kemampuan beladiri lainnya, bahkan kebanyakan sudah mencapai tingkatan master di disiplin bela diri lainnya.

Pada dasarnya Chakra V tidak memiliki tingkatan, tapi karena jaman modern sekarang menuntut sebuah manajemen yang rapih, maka di buatlah silabus yang dibagi menjadi beberapa tingkatan :

Calon Siswa: Disini dibagi menjadi dua level, di level dasar calon siswa akan mempelajari 19 teknik dasar, lalu level selanjutnya adalah jurus, dimana para calon siswa mempelajari 6 jurus dasar.

Siswa: Di tingkat ini siswa mulai mempelajari teknik patigaman tapi masih dalam bentuk satu lawan satu.

Calon Keluarga : disini juga dibagi menjadi dua calon keluarga luar dan calon keluarga dalam. Disinilah banyak teknik-teknik khas dan tersembunyi Chakra V diajarkan.

Salah satu teknik yang diajarkan adalah Patigaman, sebuah materi yang hanya diajarkan kepada murid – murid Chakra V tingkat lanjut. Teknik patigaman adalah teknik senjata tajam, baik teknik penggunaannya maupun teknik menghadapi serangan menggunakan senjata tajam.

(56)

50

dan memakai senjata. Tata tempur ini juga digunakan sebagai strategi untuk perlindungan dan penyelamatan Raja.

Tata tempur kuno ini diatas dan diajarkan di Chakra V karena Mas Mochamad Amien melihat kejahatan saat ini sudah sangat sadis. Para siswa dipersiapkan untuk dapat menghadapi kejahatan yang berupa keroyokan, bukan berarti dengan menggunakan teknik ini dapat menjadi sakti dan hebat bisa melawan berapapun banyaknya lawan, tapi tata strategi ini diharapkan dapat memberikan peluang untuk melindungi dan menyelamatkan diri. Tak hanya mempelajari strateginya, para siswa juga dilatih manajemen stress ketika berhadapan dengan lawan baik perorangan maupun keroyokan. Semua teknik dan strategi ini dilatih dengan menggunakan sistem drill yang sangat ketat dan repetisi yang berulang – ulang sehingga siswa dapat menyatu dengan tekniknya, setelah itu baru di berikan penjelasan aplikasi lalu pengembangan jurus.

Ketika berbicara tentang keefektifan strategi dan teknik ini, Mas Mochamad Amien bercerita bahwa pada jaman penjajahan dahulu kakeknya menerapkan dan mengajarkan strategi perang ini untuk menghadapi serangan penjajah. Tata strategi patigaman yang unik ini sudah menjadi silabus tetap dalam Chakra V, sebuah perguruan pencak silat tradisional yang menggunakan manajemen modern.

(57)

51

yang harus dipegang oleh orang-orang yang tepat, yang memiliki akhlak baik dan budi pekerti luhur.4

Dalam perkembangan, silat Chakra V juga mengajarkan archery

yang memang diambil dari warisan nenek moyang. Jemparingan adalah seni memanah gaya Mataram yang dulu sering digelar di seluruh wilayah kerajaan kuno Yogyakarta. Didalam jemparingan, tidak semata-mata menempa fisik saja, akan tetapi juga melatih jiwa. Perguruan silat ini selain mengajarkan silat dan bela diri dengan tangan kosong maupun dengan berbagai senjata sebagai inti dan keutamaan programnya, juga ada unit usaha penunjang, seperti teknik healing pada program reflexiology dan

accupunture. Ada juga catering, khas Madura dan leluhur. Selain itu juga ada memberikan bantuan sosial kepada orang-orang yang papa dan membutuhkan. Sehingga khas budaya dan kekuatan pribumi, sekaligus nuansa religius menyatu dalam perguruan silat ini.

4. Cabang Perguruan

Dalam acara syukuran ulang tahun Chakra V dalam usianya yang ke-10 (resmi tahun 2007) Perguruan Chakra V, anggota yang hadir ada 26 orang. Kebanyakan yang hadir waktu itu adalah angkatan dimana siswa-siswa Chakra V, menyabet beberapa juara di beberapa pertandingan bela diri.

Sementara perguruan Chakra V sendiri sampai tahun 2017 telah memiliki 11 cabang khususnya diluar negeri, yakni di Singapura, Malaysia,

4

(58)

52

Timur Leste, Mekkah, Maroko, Austria, London, Jerman, dan beberapa negara di Amerika. Perkembangan cabang ini, menariknya justru banyak diinisiasi oleh anggota atau murid Chakra V sendiri.

Yang terdaftar sebagai anggota sampai pertengahan 2017, diberbagai cabang sebagai berikut:

Singapura : 476 murid Austria : 79 murid London : 124 murid Jerman : 121 murid Timur Leste : 34 murid Malaysia : 17 murid Mekah : 20 murid Maroko : 76 murid Amerika : 114 murid

Indonesia : 6 murid resmi, yang tidak resmi 700 murid. Ini diukur dari tingkat keaktifan murid/siswa.

B. Pola Kepemimpinan Dakwah Mas Mochammad Amien

Kepemimpinan Dakwah Mas Mochammad Amien memiliki

(59)

53

ruhani dan mental, Mas Mochamad Amien berusaha menyeimbangkannya dalam praktek persilatannya. Ini sejalan dengan falsafah dan tujuan silat itu sendiri.

Sisi yang lain, silat sebagai ilmu peperangan, akan terasa sekali diperguruan ini. Selain aliran beladirinya adalah beladiri silat untuk perang, dimana masih ada keturuan dari Raden Chakraningrat Raja Madura, sebagai generasi dan turunan langsung dari sang Senopati Ario Bijjanan dari garis kakeknya Mas Marsuden Djoyotruno dan ayahnya Mas Marsidi Djoyotruno, MMA menemukan satu bentuk keunikan dari sistim kerja tubuh manusia setelah mempelajari metode dril yang diberikan olehnya. Chakraningrat sendiri dikenal perlawanannya dengan Belanda selama masa penjajahan, yang dianggap berlawanan dengan nilai-nilai Islam dan keadilan.

Kepemimpinan dakwah Mas Mochamad Amien telah mewarnai gerak dan ciri perguruan Chakra V Surabaya. Dibawah ini pembahasan penerapan kepemimpinan dakwah Mas Mochamad Amien ditinjau dari keteladanan Kouzes dan Posner.

1. Mas Mochamad Amien dalam Mencontohkan Cara

Sejak awal Mas Amien menyampaikan bahwa dia tidak sempurna. Orang lain j

Referensi

Dokumen terkait