• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peran K.H. Achmad Nashihin dalam mengembangkan Majelis Dzikir Padhang Bulan di Keranjingan-Jember (2007-2016).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Peran K.H. Achmad Nashihin dalam mengembangkan Majelis Dzikir Padhang Bulan di Keranjingan-Jember (2007-2016)."

Copied!
75
0
0

Teks penuh

(1)

PERAN K.H. ACHMAD NASHIHIN DALAM MENGEMBANGKAN MAJELIS DZIKIR PADHANG BULAN DI KERANJINGAN-JEMBER

(2007-2016)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana dalam Program Strata Satu (S-1)

Pada Jurusan Sejarah Peradaban Islam (SPI)

Oleh:

ACHMAD IRSYAD HAMDANI NIM: A02213005

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

UIN SUNAN AMPEL

SURABAYA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

Skripsi ini berjudul “Peran K.H. Achmad Nashihin Dalam Mengembangkan Majelis Dzikir Padhang Bulan Di Keranjingan-Jember (2007-2016)”. Dari judul tersebut muncul beberapa pembahasan yang menjadi kajian skripsi ini sebagaimana tercantum dalam rumusan masalah, yaitu: (1) Bagaimanakah biografi K.H Achmad Nasihin (2) Bagaimana Sejarah dan Perkembangan Dzikir Padhang Bulan di Kranjingan-Jember (3) Bagaimana Peran K.H Achmad Nashihin Dalam Mengembangkan Majelis Dzikir Padhang Bulan di Keranjingan-Jember

Penulisan skripsi ini disusun dengan menggunakan metode penelitian sejarah yaitu heuristik (pengumpulan data), verifiikasi (kritik terhadap data),

interpretasi (penafsiran) dan historiografi (penulisan sejarah). Pendekatan yang

digunakan penulis untuk menjawab permasalahan tersebut menggunakan pendekatan historis dan sosiologis yang bertujuan untuk mendeskripsikan apa saja yang terjadi di masa lampau serta mengungkap segi-segi sosial dari peristiwa yang dikaji seperti peranan sosial, status sosial dan sebagainya. Adapun teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan teori peranan yang mendefinisikan peranan sebagai seperangkat harapan-harapan yang dikenakan pada individu yang menempati kedudukan sosial tertentu.

Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa (1) K.H. Achmad Nashihin merupakan anakyang lahir dari pasangan K.H. Achmad Rofi’i dan Nyai Salima. Ia

lahir di Baratan, Antirogo-Jember pada tanggal 12 januari 1963 Masehi atau

bertepatan dengan 08 Sya’ban 1382 Hijriyah. (2) Dzikir padhang bulan didirikan oleh K.H. Achmad Nashihin pada tahun 2007 atas saran dari Mbakyu Kyai Kholil

As’ad Situbondo, yaitu Nyai Isyaiyyah As’ad dan saran ini didukung oleh K.H.R.

Kholil. (3) Peranan yang dilakukan K.H. Achmad Nashihin dalam majelis dzikir padhang bulan ialah cara-cara yang beliau lakukan untuk mengembangkan majelis

dzikir padhang bulan baik dari segi pendirian, perkembangan jama’ah maupun

(7)

ABSTRACT

This thesis entitled "The Roles of K.H. Achmad Nashihin In Developing The Assembly of Dhikr Padhang Bulan In Keranjingan-Jember (2007-2016) ". From the title appears some of the discussions that become the study of this thesis as stated in the research problems, namely: (1) How does the biography of K.H Achmad Nasihin? (2) How did History and Development of Dhikr Padhang Bulan in Kranjingan-Jember? (3) How are the roles of K.H Achmad Nashihin in Developing the assembly of Dhikr Padhang Bulan in Keranjingan-Jember?

Writing this thesis prepared by using historical research method that is heuristic (data collection), verification (criticism of data), interpretation (interpretation) and historiography (history writing). The approach which used by the researcher to answer the research problems is historical and sociological approach that aims to describe what happened in the past and reveal the social aspects of the events studied such as social role, social status and so on. The theory used in this study is theory of role that defines the role as a set of expectations imposed to individuals who occupy certain social positions.

(8)

DAFTAR ISI

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Kegunaan Penelitian ... 6

E. Pendekatan dan Kerangka Teori ... 7

F. Penelitian Terdahulu ... 8

G. Metode Penelitian ... 11

H. Sistematika Pembahasan ... 17

BAB II BIOGRAFI KH.ACHMAD NASHIHIN ... 20

A. Latar Belakang Keluarga ... 20

B. Pendidikan ... 25

(9)

2. Pembina Dzikir Padhang Bulan ... 32

3. Mengelola PT. Al-Ghazalie ... 35

BAB III SEJARAH DAN PERKEMBANGAN DZIKIR PADHANG BULAN DI KERANJINGAN JEMBER ... 39

A. Definisi Dzikir Padhang Bulan ... 39

B. Latar Belakang Berdirinya Dzikir Padhang Bulan ... 43

C. Perkembangan Dzikir Padhang Bulan di Keranjingan-Jember 1. Jumlah Jamaah ... 46

2. Sarana dan Prasarana ... 48

3. Materi Dzikir Padhang Bulan ... 49

BAB IV PERAN K.H. ACHMAD NASHIHIN DALAM MENGEMBANGKAN MAJELIS DZIKIR PADHANG BULAN ... 53

A. Pendirian Dzikir Padhang Bulan ... 53

B. Publikasi Dzikir Padhang Bulan ... 56

C. Inovasi Materi Dzikir Padhang Bulan ... 59

BAB V PENUTUP ... 61

A.Kesimpulan ... 61

B. Saran ... 62

DAFTAR PUSTAKA

(10)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Peran Ulama’ begitu besar dalam proses islamisasi Indonesia. Mereka

memiliki pengaruh yang sangat luar biasa terhadap perkembangan Islam di

Nusantara. Perjuangan ulama’ terdahulu dilanjutkan oleh ulama’ generasi

sekarang dengan melanjutkan perjuangan mereka dalam syiar islam. Ulama’

juga telah dikenal mengentaskan bangsa ini dari jurang kebodohan dan

perbaikan moral. Perjuangan itu juga dapat dilhat dari sosok K.H. Achmad

Nashihin, pendiri dan pemimpin Dzikir Padhang bulan di Keranjingan-Jember.

Peran beliau dalam mengajak masyarakat sekitar untuk lebih

mendekatkan diri pada Allah amat besar. Selain itu, Ia juga turut andil dalam

menambah pengetahuan tentang agama terhadap jama’ah majelis dzikir yang

beliau pimpin. Majelis dzikir yang beliau pimpin bernama majelis Dzikir

Padhang Bulan. Dzikir sendiri menurut bahasa berasal dari kata dzakaro yang

artinya ingat. Kata dzikir mengambil dari masdarnya dzikron, kemudian

terkenal dengan istilah dzikir.

Sedangkan dzikir menurut syara’ adalah ingat kepada Allah dengan

etika tertentu yang sudah ditentukan dalam Al Qur’an dan Hadits dengan tujuan

mensucikan hati dan mengagungkan Allah. Amatullah Amstrong menjelaskan

definisi dzikir yaitu: mengingat, menyebut, atau mengagungka Allah, dengan

(11)

2

adalah sebuah keadaan spiritual (hal) dimana orang yang mengingat Allah

(dzakir) memusatkan segenap kekuatan fisikal dan spiritualnya kepada Allah

sehingga segenap wujudnya bisa bersatu dan bergabung dengan Yang

Mahamutlak.1

Dzikir memiliki arti yang sangat penting dalam kehidupan manusia dan

memiliki banyak sekali manfaat. Di dalam Al-Qur’an Allah SWT banyak

menyinggung tentang anjuran untuk berdzikir, diantaranya:

-“Ingatlah hanya dengan berdzikir kepada Allah hati akan menjadi tentram”.2

.-“Oleh karena itu, ingatlah kalian kepadaku, niscaya aku akan mengingat

kalian” 3

-“Berdzikirlah kalian (dengan menyebut nama) Allah dengan dzikir yang

sebanyak-banyaknya”4

-“Apabila kalian telah selesai sholat, ingatlah Allah di saat berdiri, duduk dan

berbaring”5

Masih ada beberapa ayat al-qur’an yang menganjurkan agar kita

senantiasa berdzikir pada Allah. Ibnu Abbas menjelaskan tentang ayat an-Nisa’

103 sebagai berikut: “Maksudnya adalah pada malam dan siang hari; di daratan

dan di lautan; dalam perjalanan dan ketika tinggal di rumah; ketika kaya dan

dalam keadaan miskin; ketika sakit dan ketika sehat; serta secara tersembunyi

1 Amatullah Armstrong, Kunci Memasuki Dunia Tasawuf, Terj. M.S. Nasrullah dan Ahmad

Baiquni (Bandung: Mizan, 1996), 62.

(12)

3

dan terang-terangan.6 Rasulullah SAW juga bersabda tentang keutamaan orang

yang senantiasa berdzikir, yaitu: “Orang yang berdzikir kepada Allah di tengah

orang-orang yang lalai adalah seperti pohon hijau di tengah pohon-pohon yang

kering. Orang yang berdzikir kepada Allah di tengah orang-orang yang lalai

seperti orang yang berjuang di tengah-tengah orang-orang yanglari dari medan

peran”.7

Imam ghazali menjelaskan bahwa seorang yang berdzikir itu hendaknya

tidak hanya sibuk di lisan saja. Dzikir yang benar ialah dzikir yang penuh dengan

konsentrasi. Sebab yang dituju ialah kesenangan dengan Allah dan hal itu

terwujud dengan selalu berdzikir dengan khusyuk. Ketika seseorang telah

diliputi perasaan cinta kepada Allah, maka mudah baginya untuk melakukan hal

tersebut.8

Berangkat dari keutamaan-keutamaan dzikir yang telah dikemukakan di

atas, maka banyak bermunculan majelis-majelis dzikir yang didirikan oleh

ustadz, kyai atau pun para da’i lainnya. Mereka menilai bahwa dengan berdzikir,

terlebih dengan berjamaah maka akan mendatangkan keberkahan hidup mereka.

Selain itu, majelis dzikir tersebut juga kerapkali dijadikan sebagai ladang mereka

untuk menyerukan amar makruf nahi munkar dengan penyampaian mau’idhoh

hasanah. Mereka meyakini hal ini akan memeberikan perubahan yang positif

bagi agama, bangsa, dan negara.

6 Imam Al-Ghazali, Menyingkap Hati Menghampiri Ilahi, Terj. Irwan Kurniawan (Bandung:

Pustaka Hidayah, 1999), 68.

7 Ibid.

8 Imam Ghazali, Ringkasan Ihya’ Ulumudin, Terj. Abu Fajar Al-Qalami (Surabaya: Gitamedia

(13)

4

Hal itulah yang juga terlintas dalam benak K.H. Achmad Nashihin,

pendiri dzikir Padhang Bulan di Keranjingan-Jember. Di tengah-tengah

maraknya kemaksiatan yang merajalela, beliau berpikir tentang perlunya

membentuk jamaah yang di dalamnya menyerukan amar makruf nahi munkar.

Itulah salah satu alasan beliau mendirikan majelis dzikir padhang bulan agar bisa

menjadi ladang pahala bagi yang menginginkannya. Sebab, sudah menjadi

keharusan bagi kita untuk menyerukan amar makruf dan nahi munkar.

Beliau mendirikan majelis dzikir padhang bulan pada tahun 2007,

tepatnya ketika penulis masih kelas 2 Mts dan nyantri di tempat beliau. Dzikir

padhang bulan ini dibuka untuk umum dan tidak ada persyaratan khusus untuk

bergabung dalam dzikir tersebut. Dzikir ini disebut padhang bulan karena

dilaksanakan setiap bulan pada malam tanggal 15 hijriah. Dalam dzikir padhang

bulan, jamaah bukan hanya diajak berdzikir semata, namun juga diajak agar

melaksanakan sholat tasbih berjamaah di tanah lapang tanpa penerang lampu.

Mereka memanfaatkan terangnya rembulan sebagai satu-satunya penerang. Hal

ini bisa menambah kekhusyukan jamaah selama acara dimulai. Acara ini juga

diisi dengan siraman rohani oleh K.H. Achmad Nashihin agar iman kita semakin

bertambah. Selain itu, sebelum dan setelah acara Padhang bulan dihelat, yaitu

pada tanggal 13, 14, dan 15 hijriah beliau menganjurkan agar para jamaah

berpuasa. Puasa terebut disebut puasa ayyamul bidh atau puasa hari putih.

Menurut penuturan beliau, puasa ayyamul bidh mempunyai manfaat yang sangat

(14)

5

Kegiatan rutin dzikir padhang bulan ini memiliki perubahan yang sangat

positif terhadap perubahan masyarakat sekitar. Perubahan itu bisa terlihat dari

antusiasme masyarakat sekitar untuk mengikuti kegiatan tersebut. Selain itu,

masyarakat juga tampak antusias memberikan sumbangan konsumsi seikhlasnya

untuk acara ini yang dibagikan setelah acara selesai. Konsumsi itu biasanya

berupa jajanan-jajanan tradisonal yang dibuat sendiri oleh masyarakat, dan

terkadang juga ada yang membawa nasi bungkus juga.

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang tersebut, maka kami susun beberapa rumusan masalah

sebagai berikut:

1. Bagaimanakah biografi K.H Achmad Nasihin?

2. Bagaimana Sejarah dan Perkembangan Dzikir Padhang Bulan di

Kranjingan-Jember?

3. Bagaimana Peran K.H Achmad Nashihin Dalam Mengembangkan Majelis

Dzikir Padhang Bulan di Keranjingan-Jember?

C. Tujuan Penelitian

Berangkat dari rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini

adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui biografi K.H Achmad Nasihin

2. Untuk mengetahui sejarah dan perkembangan Dzikir Padhang Bulan di

(15)

6

3. Untuk mengetahui Peran K.H Achmad Nashihin Dalam Mengembangkan

Majelis Dzikir Padhang Bulan di Keranjingan-Jember

D. Kegunaan Penelitian

Dalam penelitian ini besar harapan kita agar bisa bermanfaat bagi

segenap pembaca, terutama bagi orang-orang yang berkepentingan. Manfaat

yang kita maksud di sini adalah sebagai berikut:

1. Manfaat Akademis

Manfaat pertama yang diperoleh oleh pembaca terkait penelitian ini

adalah bertambahnya informasi dan khazanah keilmuan sehingga

menambah keluasan berfikir. Manfaat berikutnya yaitu sebagai bahan

tambahan refrensi oleh pihak-pihak yang berkepentingan dalam melakukan

penelitian untuk melengkapi penelitian yang sudah ada, atau juga bisa

dijadikan bahan perbandingan dengan penelitian-penelitian sebelumnya

yang serupa.

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan bisa bermanfaat bagi segenap kalangan,

khususnya orang-orang yang rindu terhadap tokoh yang bisa dijadikan suri

tauladan. Penjabaran tentang biografi tokoh pendiri jamaah dzikir padhang

bulan akan menjadi tambahan motivasi bagi kita untuk lebih giat lagi

menyiarkan Islam. Selain itu, dengan penelitian ini penulis berharap Dzikir

Padhang bulan akan lebih dikenal oleh masyarakat luas dan masyarakat bisa

(16)

7

E. Pendekatan dan Kerangka Teori

Pendekatan yang dipilih penulis dalam penelitian ini adalah pendekatan

historis dan pendekatan sosiologis. Dengan Pendekatan historis penulis

bertujuan untuk mendeskripsikan apa saja yang terjadi di masa lampau.

Sedangkan pendekatan sosiologis bila dipergunakan dalam penelitian, maka di

dalamnya terungkap segi-segi sosial dari peristiwa yang dikaji. Konstruksi

sejarah dengan pendekatan sosiologis itu bahkan dapat pula dikatakan sebagai

sejarah sosial, karena pembahasannya mencakup golongan sosial yang berperan,

jenis hubungan sosial, konflik berdasarkan kepentingan, pelapisan sosial,

peranan dan status sosial, dan sebagainya.9

Adapun teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori tindakan

Talcott Parson. Dalam teori tindakan Talcoot parson menjelaskan bahwa

tindakan adalah perilaku yang disertai aspek upaya subjektif dengan dengan

tujuan membawa kondisi-kondisi situasional, atau isi kenyataan, lebih dekat

pada keadaan yang ideal atau yang ditetapkan secara normatif.10 Dalam hal ini

tindakan atau upaya yang telah dilakukan oleh K.H. Achmad Nashihin dengan

tujuan ideal agar keimanan masyarakat sekitar bisa meningkat.

Selain itu, teori yang digunakan dalam kerangka teori penelitian ini

adalah menggunakan teori peranan. Gross, masson dan McEachern

mendefinisikan peranan sebagai seperangkat harapan-harapan yang dikenakan

pada individu yang menempati kedudukan sosial tertentu. Harapan-harapan

9 Dudung Abdurrahman, Metode Penelitian Sejarah (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), 11.

10

(17)

8

tersebut merupakan imbangan dari norma-norma sosial dan oleh karena itu dapat

dikatakan bahwa peranan-peranan itu ditentukan oleh norma-norma di dalam

masyarakat, maksudnya; kita diwajibkan untuk melakukan hal-hal yang

diharapkan oleh masyarakat di dalam pekerjaan kita di dalam keluarga dan di

dalam peranan peranan lainnya.11

Posisi K.H. Achmad Nashihin sebagai tokoh masyarakat di

Keranjingan-Jember tentu memegang peranan yang sangat penting untuk membawa

perubahan yang lebih baik (khususnya di bidang spiritual) untuk masyarakat

sekitar. Namun harapan mulia tersebut juga harus mendapat dukungan dari

masyarakat agar harapan si pemegang peran dapat terwujudkan. K.H. Achmad

Nashihin juga tidak mengenal lelah dalam menjalankan perannya sebagai

pemuka agama karena beliau menganggap itu semua sebagai kewajibannya.

F. Penelitian Terdahulu

Kajian tentang peran tokoh dalam dakwah atau syiar Islam telah banyak

ditulis oleh para peneliti. Untuk itu, sebelum penulis membahas tentang “Peran

K.H. Achmad Nashihin Dalam Dakwah Islam Melalui Dzikir Padhang Bulan di

Keranjingan-Jember (2007-2016)”, penulis sertakan beberapa penelitian

terdahulu yang menulis peneltian serupa, namun memiliki perbedaan dengan

penelitian penulis. Penelitian tersebut antara lain:

11

(18)

9

1. Skripsi berjudul “Peran KH. Khoiron Husain Dalam Mengembangkan

Pondok pesantren putri Salafiyah Kauman Bangil (1977-1987)”. Skripsi ini

ditulis oleh Mar’atus Sholihah, Jurusan Sejarah Dan Kebudayaan Islam,

Fakultas Adab Dan Humaniora, UIN Sunan Ampel Surabaya, 2016. Skripsi

ini membahas tentang bagaimana biografi KH. Khoiron Husain, sejarah,

perkembangan dan usaha-usaha yang dilakukan KH. Khoiron Husain dalam

mengembangkan pondok Pesantren putri salafiyah kauman bangil.

2. Skripsi berjudul “Strategi Dakwah KH. Zainul Arifin di Musholla

Ar-Rahman Desa Sembayat, Kecamatan Manyar, Kabupaten Gresik”. Skripsi

ini ditulis oleh Fitri Laili Hamidah, Program Studi Komunikasi dan

Penyiaran Islam Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Sunan Ampel

Surabaya, 2017. Skripsi ini membahas tentang strategi yang digunakan K.H.

Zainul Arifin dalam menyiarkan agama Islam.

3. Skripsi ini berjudul “Peranan K.H. Mahfudz Ma’shum Dalam Perkembangan Pondok Pesantren Ihyaul Ulum Dukunanyar Dukun Gresik

(1991-2012)”. Skripsi ini ditulis oleh Mega Dusturiyah Jurusan Sejarah Dan

Kebudayaan Islam, Fakultas Adab Dan Humaniora, UIN Sunan Ampel

Surabaya, 2016. Skripsi ini membahas tentang biografi K.H. Mahfudz

selaku pemimpin pondok pesantren Ihyaul Ulum. Selain itu, dijelaskan pula

tentang sejarah Pesantren Ihyaul Ulum serta peran beliau dalam

mengembangkan pesantren tersebut.

4. Skripsi berjudul “Peran KH.Syamsul Arifin Abdullah Dalam

(19)

10

Jember Tahun 1989-2007”. Skripsi ini ditulis oleh Ahmad Khoirurrozi

Jurusan Sejarah Dan Kebudayaan Islam, Fakultas Adab Dan Humaniora,

UIN Sunan Ampel Surabaya, 2016. Skripsi ini membahas tentang biografi

atau profil K.H. Syamsul Arifin Abdullah yang bisa dijadikan sebagai

panutan. Selanjutnya, dibahas pula tentang sejarah dan perkembangan

Pesantren Bustanul ulum serta peran beliau dalam mengembangkan

pesantren.

5. Skripsi berjudul “Metode Dakwah Tarekat Qodiriyah Al Anfasiyah Desa

Kepunten Kecamatan Tulangan Kabupaten Sidoarjo”. Skripsi ini ditulis

oleh Ulfian Dwi Rochani Program Studi Komunikasi Penyiaran Islam

Jurusan Komunikasi Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sunan Ampel

Surabaya, 2016. Skripsi ini membahas tentang bagaimana metode dakwah

yang digunakan oleh Jamaah Tarekat Qodiriyah AlAnfasiyah di Desa

Kepunten Kecamatan Tulangan Kabupaten Sidoarjo dan Faktor apa yang

melatar belakangi Jamaah Tarekat Qodiriyah Al Anfasiyah menggunakan

metode dakwah tersebut.

Judul yang dipilih penulis memiliki sedikit kemiripan dengan

judul-judul di atas, yaitu membahas tentang peran kyai atau tokoh masyarakat.

Perbedaannya terletak pada sosok yang diangkat ialah tidak sama. Selain

itu, penelitian penulis juga membahas tentang media dakwah yang

digunakan oleh sang tokoh berbeda dengan media-media penelitian

(20)

11

memaksimalkan Jamaah Dzikir Padhang Bulan sebagai lahan dakwahnya

dalam amar makruf nahi munkar.

G. Metode Penelitian

Metode penelitian sejarah lazim juga disebut metode sejarah. Metode itu

sendiri berarti cara, jalan, atau petunjuk pelaksanaan atau petunjuk teknis.

Adapun yang disebut penelitian menurut Florence M.A. Hilbish (1952), adalah

penyelidikan seksama dan teliti terhadap suatu masalah atau untuk menyokong

atau menolak suatu teori. Oleh karena itu metode sejarah dalam penegrtiannya

yang umum adalah penyelidikan atas suatu masalah dengan mengaplikasikan

jalan pemecahannya dari persepektif historis.12

Louis Gottchalk menjelaskan bahwa Metode Sejarah sebagai proses

menguji dan menganalisis kesaksian sejarah guna menemukan data yang otentik

dan dapat dipercaya, serta usaha sintesis atas data semacam itu menjadi kisah

sejarah yang dapat dipercaya.13 Secara lebih ringkas, penelitian sejarah

mempunyai empat langakah,yaitu: Heuristik, kritik atau verivikasi, Aufassung

atau interpretasi, dan Darstellung atau historiografi. Sedangkan menurut

Kuntowijoyo, sebelum melangkah terhadap empat ha tersebut, ada tambahan

satu poin, yaitu pemilihan topi dan rencana penelitian.14

1. Heuristik

12 Abdurrahman, Metode Penelitian Sejarah, 43. 13 Ibid., 43-44.

(21)

12

Heuristik berasal dari kata Yunani heurishein, artinya memperoleh.

Heuristik adalah suatu teknik suatu seni, dan bukan ilmu. Heuristik

merupakan tahapan mengumpulkan sebanyak-banyaknya sumber sejarah

yang relevan dengan tulisan yang akan dikaji. Sumber sejarah bahan-bahan

yang digunakan untuk mengumpulan data atau informasi yang nantinya

digunakan sebagai instrumen dalam pengolahan data dan merekonstruksi

sejarah.15 Sartono Kartodirjo menjelaskan heuristik adalah suatu art atau

seni, dalam arti bahwa dalam kecuali perlu ditaati peraturannya, alat-alat

kerjanya, juga dibutuhkan ketrampilan.16 Jadi secara ringkas, heuristik

adalah teknik yang dilakukan oleh sejarawan untuk memperoleh atau

mengumpulkan sumber, baik sumber primer maupun sumber sekunder.

a. Sumber Primer

Sumber primer adalah kesaksian daripada seorang saksi yang

melihat dengan mata kepala sendiri atau saksi dengan panca indera yang

lain, atau dengan alat mekanis seperti diktafon.17 Dalam rangka

memperoleh sumber primer, penulis akan membawa bukti tertulis, yaitu

karya tokoh dan wawancara dengan beberapa nara sumber yang langsung

melihat dengan mata kepala sendiri aktivitas K.H. Achmad Nashihin,

terutama yang berhubungan dengan pengembangan majelis dzikir

padhang bulan. Berikut ini adalah sumber primer tertulis maupun

wawancara:

15 G.J. Renier, Metode dan Manfaat Ilmu Sejarah, (Jakarta: Pustaka Pelajar, 1997),116

16

Sartono Kartodirjo, Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah ( Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2016), 35.

17

(22)

13

1) Karya K.H. Achmad Nashihin yaitu buku kumpulan dzikir dan

doa-doa.

2) KH. Achmad Nashihin (selaku pendiri Dzikir Padhang Bulan di

Keranjingan-Jember).

3) Muhammad Soyan Zidni Mubarok (putra dari K.H. Achamad

Nashihin).

4) Ust. Doifi Amil Azis (ketua pondok pesantren Darul Hikmah).

5) Santri-santri senior.

6) Beberapa jamaah Dzikir Padhang Bulan

b. Sumber Sekunder

Sumber sekunder adalah kesaksian daripada siapapun yang

bukan saksi pandangan mata, atau seseorang yang tidak melihat

kejadian tersebut.18 Untuk sumber sekunder, penulis akan mengambil

dari buku-buku literatur yang berkaitan dengan judul tersebut dan juga

artikel-artikel yang bisa diambil dari internet.

2. Kritik Sumber

Tahap kedua yang harus dilakukan setelah heuristik adalah verifikasi

atau kritik sumber. Setelah sumber sejarah dalam berbagai kategorinya itu

terkumpul, maka peneliti harus melakukan verifikasi terhadap sumber untuk

memperoleh keabsahan sumber. Dalam hal ini peneliti menguji akan

keabsahan tentang keaslian sumber (otentisitas) yang dilakukan melalui

(23)

14

kritik ekstern; dan keabsahan tentang keshahihan sumber (kredibilitas) yang

dielusuri melalui kritik intern.19

a. Kritik Intern

Kritik intern dilakukan peneliti untuk menguji kredibilitas

sumber yang telah didapat. Dalam hal ini kesaksian sejarah merupakan

faktor yang paling menentukan shahih atau tidaknya bukti atau fakta

sejarah itu sendiri. Kritik Intern bertujuan untuk mencapai nilai

pembuktian yang sebenarnya dari sumber sejarah. Kritik intern dilakukan

terutama untuk menentukan apakah sumber itu dapat memberikan

informasi yang dapat dipercaya atau tidak.20

Dalam hal ini peneliti akan membandingkan kesaksian dari

orang-orang yang menyaksikan langsung kehidupan K.H. Achmad

Nashihin, memilah-memilih jika terdapat perbedaan dari keterangan

saksi-saksi dan selanjutnya akan diambil pendapat yang paling banyak.

b. Kritik Ekstern

Peneliti melakukan pengujian atas asli dan tidaknya sumber yang

didapat melalui seleksi dari segi fisik sumber. Bila yang diteliti adalah

sumber tertulis, maka peneliti harus meneliti kertasnya, tintanya, gaya

tulisannya, bahasanya, kalimatnya, ungkapannya, kata-katanya,

hurufnya,dan segi penampilan luarnya yang lain. Otentisitas semua itu

minimal dapat diuji melalui lima pertanyaan antaralain: kapan sumber itu

19 Abdurrahman, Metode Penelitian Sejarah, 59.

20 Nugroho Notosusanto, Norma-norma Dasar Penelitian dan Penulisan Sejarah (Jakarta:

(24)

15

dibuat, dimana sumber itu dibuat, siapa yang membuat, dari bahan apa

sumber itu dibuat, dan apakah sumber itu dalam bentuk asli.21

Dokumen yang dimiliki oleh peneliti merupakan karya dari sang

tokoh yang berupa kumpulan dzikir dan do’a-doa’. Dokumen itu didapat

ketika penulis masih nyantri di Pesantren K.H. Achmad Nashihin. Jadi

dokumen itu tidak diragukan lagi akan keotentitasannya. Selain itu,

peneliti juga mempunyai dokumen-dokumen lain yang mendukung

keabsahan skripsi ini.

3. Interpretasi

Interpretasi adalah upaya sejarawan untuk melihat kembali tentang

sumber-sumber yang didapatkan apakah sumber-sumber yang didapatkan

dan yang telah diuji autentiknya terdapat saling hubungan satu dengan yang

lainnya. Interpretasi atau penafsiran sejarah seringkali disebut dengan

analisis sejarah. Analisis sendiri berarti menguraikan, berbeda dengan

sintesis yang berarti menyatukan. Namun, keduanya dipandang sebagai

metode-metode utama dalam Interpretasi menurut Kuntowijoyo.22 Dengan

demikian sejarawan memberikan tafsiran terhadap sumber yang telah

didapatkan.23

Pada tahapan ini peneliti akan melakukan penafsiran terhadap

sumber-sumber yang telah didapat. Sumber-sumber primer maupun

sekunder yang telah didapakan oleh oleh peneliti akan dianalisis, ditafsirkan

21 Abdurrahman, Metode Penelitian Sejarah, 59-60.

22

Ibid., 64.

23 Lilik Zulaikha, Metodologi Sejarah I (Surabaya: Fakultas Adab IAIN Sunan Ampel Surabaya,

(25)

16

dan selanjutnya akan diproses menjadi rangkaian tulisan yang sistematis

pada tahapan keempat, atau historiografi.

4. Historiografi

Sebagai fase terakhir dalam metode sejarah, historiografi di sini

merupakan cara penulisan, pemaparan atau pelaporan hasil laporan

penelitian sejarah yang telah dilakukan.24. Historiografi adalah menyusun

atau merekontruksi fakta-fakta yang tersusun yang didapatkan penafsiran

sejarawan terhadap sumber-sumber sejarah dalam bentuk tulisan.25 Dalam

proses historiografi ini sejarawan dilarang untuk mengkhayalkan hal-hal

yang menurut akal tidak mungkin terajadi. Untuk tujuan tertentu, ia boleh

mengkhayalkan hal-hal yang mungkin terjadi. Tetapi ia lebih harus

mengkhayalkan hal-hal yang pasti telah terjadi.26

Setelah peneliti melewati tahap heuristik, kritik sumber, dan

interpretasi maka saatnya peneliti untuk menyusun hasil penelitiannya

tentang Peran K.H. Achmad Nashihin Dalam Mengembagkan Majelis

Dzikir Padhang Bulan. Penyusunan penelitian itu berupa berupa tulisan

yang sistematis tentang judul yang dipilih peneliti untuk dijadikan skripsi.

Secara garis besar tulisan itu berisi biografi K.H. Achmad Nashihin, sejarah

dan perkembangan Dzikir Padhang Bulan, dan Peran K.H. Achmad

Nashihin dalam mengembangkan Majelis Dzikir Padhang Bulan.

24

Abdurrahman, Metode Penelitian Sejarah, 67.

25 Ibid., 17.

(26)

17

H. Sistematika Pembahasan

Sistematika penulisan merupakan tata urutan dalam penyusunan suatu

tulisan yang akan memberikan gambaran secara garis besar mengenai isi yang

terkandung dalam suatu penulisan. Adapun secara keseluruhan, karya ilmiah ini

terbagi atas lima Bab.

Bab pertama adalah pendahuluan yang terdiri dari delapan subbab, yaitu;

latar belakang yang menguraikan inti dari pokok bahasan dari penelitian yang

diambil, lalu rumusan masalah yang merupakan pertanyaan dan inti

permasalahan yang hendak diteliti dari pokok bahasan yang diambil. Selanjutnya

adalah Tujuan Penelitian yang bertujuan untuk mengungkapkan ruang lingkup

dan kegiatan yang akan dilaksanakan dan dirujukan kepada masalah yang telah

dibatasi. Lalu subbab Kegunanaan Penelitian yang memberi penjelasan

mengenai nilai dan manfaat penelitian, baik dari segi teoritis maupun dari segi

praktis. Dan juga ada subbab mengenai Pendekatan dan Kerangka Teoritik yang

menjelaskan tentang pendekatan yang digunakan dalam melakukan penelitian

ini, sedangkan teori berfungsi sebagai alat untuk menganalisis fakta-fakta yang

ditemukan.

Selanjutnya subbab menganai penelitian terdahulu yang menjelaskan

tentang karya tulis yang sama atau mirip. Dan subbab Metode Penelitian yang

memuat penjelasan metode yang digunakan dalam melakukan penelitian baik

dari pengumpulan data sampai penulisan. Sistematika pembahasan, atau subbab

terakhir dari Bab pertama menjelaskan tentang alur bahasan sehingga dapat

(27)

18

Bab kedua akan menjelaskan biografi atau profil K.H. Achmad Nashihin.

Bab ini akan menjelaskan tentang riwayat kehidupan beliau dari lahir hingga

sekarang secara singkat. Dalam bab ini akan dijelaskan dari mana beliau berasal,

keturunan siapa, dan hal-hal yang berhubungan dengan riwayat kehidupan

beliau. Penulis juga akan menjelaskan ketika beliau masih menjadi santri atau

pelajar hingga beliau berkeluarga. Perjuangan dalam proses mendirikan

pesantren juga akan sedikit diulas dalam bab I ini.

Bab Ketiga akan membahas tentang sejarah dan perkembangan Dzikir

Padhang Bulan dari awal berdiri hingga tahun 2016. Di sini akan dijelaskan

motivasi atau alasan mendirikan majelis dzikir ini, usaha-usaha yang beliau

lakukan untuk mewujudkan keinginannya serta permasalahan-permasalahan

yang beliau hadapi. Penulis juga akan menjelaskan runtutan acara yang terdapat

dalam Dzikir Padhang Bulan, bacaan-bacaan dzikir yang dibaca oleh jamaah

serta jumlah jamaah yang mengikuti kegiatan ini.

Bab keempat membahas peran K.H. Achmad Nashihin dalam dakwah

Islam melalui Dzikir Padhang Bulan di Keranjingan Jember. Dalam bab ini akan

dijelaskan sepak terjang yang telah beliau lakukan untuk syiar Islam. Strategi

yang beliau lakukan dalam dakwahnya agar mudah diterima oleh semua

kalangan juga akan diulas pada bab ini. Semua perjuangan beliau dan indikator

keberhasilan beliau dalam menarik massa agar selalu menjadi insan anfauhum

linnas seperti pesan yang selalu beliau tekankan juga masuk dalam pembahasan

(28)

19

Bab kelima atau bab terakhir adalah bab penutup yang akan memaparkan

kesimpulan dan saran-saran dari penulis setelah para pembaca selesai membaca

(29)

BAB II

BIOGRAFI KH. ACHMAD NASHIHIN

A. Latar Belakang Keluarga

K.H. Achmad Nashihin merupakan keturunan ulama’ di Jember.

Maka tak heran jika Ia mewarisi kharisma dari para leluhurnya.

Keistmewaannya telah tampak sejak remaja. Jika pemuda seusianya lebih

banyak disibukkan dengan aktifitas yang kurang begitu bermanfaat, maka

beliau menghabiskan waktunya dengan belajar ilmu agama. Ia lahir di

Baratan, Antirogo-Jember pada tanggal 12 januari 1963 Masehi atau

bertepatan dengan 08 Sya’ban 1382 Hijriyah. Ia lahir dari pasangan K.H.

Achmad Rofi’i dan Nyai Salima yang merupakan tokoh masyarakat

setempat. Sekitar umur 2 tahun Ia telah ditinggalkan oleh Ayahnya yang

meninggal di usia muda. Hal ini yang menyebabkannya harus

berpindah-pindah tempat tinggal. Ia tidak hanya tinggal dengan Ibunya, namun Ia juga

sering tinggal dengan kakeknya, yaitu K.H. Ghazali. Nampaknya didikan

dari sang kakek ini juga sangat berpengaruh terhadap kepribadian Achmad

Nashihin kecil.1

Pada usia yang sudah cukup matang, ia melaksanakakan

pernikahahan dengan Ummu Azizah yang kemudian berjuluk Nyai Hj.

Ummu Azizah. Usianya pada saat itu sekitar 24 tahun dan ia masih belum

lulus dari kampus IAIN Jember. Prestasi gemilangnya yang patut diacungi

1

(30)

21

jempol pada masa belia adalah telah merintis mendirikan pesantren pada

usia 25 tahun. Ia mulai dipasrahi menempati tanah waqaf dari H. Abdur

Rahman yang pada mulanya hendak diberikan kepada K.H. Abdus Shomad.

Namun K.H. Abdus Shomad memilih Achmad Nashihin muda untuk

menempati tanah tanah tersebut setelah melalui beberapa proses

(Selengkapnya baca di Poin C nomor 1 dalam bab ini). Sungguh prestasi

yang luar biasa mengingat kala itu beliau masih belum lulus kuliah dan baru

menjadi pengantin baru.2

Kesibukan merintis pesantren sedikit banyak tentu berpengaruh

terhadap kondisi perekonomian keluarganya mengingat pada saat itu

kehidupan ekonominya masih belum mapan. Untuk menghidupi keluarga,

ia juga menjadi guru di beberapa tempat. Menurut penuturannya, ia pernah

mengajar di SD, MI, MAN dan lembaga pendidikan lainnya. Ia juga pernah

sempat hendak mencalonkan diri menjadi PNS namun hal itu dilarang oleh

K.H. Abdul Azis yang merupakan mertua beliau. K.H. Abdul Azis berkata

kepadanya, kurang lebih seperti ini “Jek Alakoh dedih PNS, alakoh ke Allah

beih, mintah bejeren ke Allah”. (“Jangan kerja jadi PNS, kerja ke Allah saja

(dengan mendidik para santri), minta bayaran kepada Allah)”.3 K.H. Abdul

Azis mengatakan hal tersebut agar amanah yang telah diberikan kepadanya

sebagai pendidik santri-santri di tanah waqaf tersebut tidak terbengkalai.

2 Ibid.

(31)

22

Syamsul Hadi selaku santri pertamanya juga pernah menuturkan kisah yang

sama dengan yang disampaikan K.H. Achmad Nashihin4

Dan benar saja, setelah ia benar-benar menekuni aktifitasnya

mendidik para santri dan tentunya dibarengi dengan ikhtiar yang maksimal,

ada saja jalan rejeki yang diberikan Allah kepadanya. Kehidupannya lambat

laun mulai mapan, dan pengaruhnya terhadap masyarakat juga mulai

tampak. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya masyarakat yang

berduyun-duyun menitipkan putera-puterinya ke pesantrennya. Dengan semakin

banyaknya santri, tentu juga memerlukan biaya opersional yang tidak

sedikit untuk pembangunan. Namun ternyata ia selalu diberikan kemudahan

dalam menunaikan hajatnya. Ia kerapkali mendapatkan rejeki tanpa

disangka-sangka, baik ada orang yang dengan tulus hati membantu

perjuangannya atau pun dengan rejeki lainnya. Benarlah yang difirmankan

Allah dalam al-Qur’an. “...Wa man yattaqillaaha yaj’al lahu makhraja.

Wa yarzyuqhu min haitsu layahtasib, Wa man yatawakkal ‘alallahi fahuwa

hasbuh...”. “Barang siapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan

membukakan jalan keluar baginya. Dan dia memberinya rezeki dari arah

yang tidak disangka-sangka. Dan barang siapa yang bertawakkal kepada

Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan) nya”.5

Dari pernikahannya dengan Nyai Hj. Ummu Azizah K.H. Achmad

Nashihin dikaruniai beberapa orang putera, diantaranya: M. Sofyan Zidni

(32)

23

Mubarok, Luluk Fajriah, Hanik, dan Linda. Mereka semua telah berkeluarga

kecuali neng Linda. Neng linda masih duduk di Sekolah Menengah Atas

(SMA) di pesantren Salafiyyah Syafiiyyah Sukorejo Sitobondo. Untuk Gus

Sofyan dan Neng Luluk, mereka berdua dipasarahi duduk di struktural

kepengurusan Yayasan pondok pesantren Darul Hikmah. Gus Sofyan

menjabat sebagai ketua yayasan pondok pesantren Darul Hikmah,

sedangkan Neng luluk menjabat sebagai sekretaris yayasan.

K.H. Achmad bukan hanya memikirkan kehidupan keagamaan

masyarakat, namun ia juga memiki kepedulian terhadap kehidupan

perekonomian mereka. Hal ini terbukti dari rencananya untuk mendirikan

rumah sakit dan perumahan bagi warga yang kurang mampu. Rumah sakit

yang baru dimulai pembangunannya di Desa Baratan, Antirogo-Jember itu

nantinya akan dijadikan tempat berobat secara gratis bagi masyarakat yang

kurang mampu. Ia menyampaikan akan menanggung semua biaya

pengobatan bagi orang yang kurang mampu sebesar apapun biayanya.6

Sedangkan rencana pembangunan perumahan untuk masyarakat

kurang mampu itu dikhususkan bagi orang yang hafal al-qur’an dan guru

ngaji musholla yang belum mempunyai tempat tinggal sendiri. Ia hanya

mengajukan syarat agar mereka shalat jama’ah lima waktu untuk

mendapatkan fasilitas itu. Pembangunan perumahan ini masih dalam tahap

rencana, namun telah ada yang telah menawarkannya tanah untuk dibangun

perumahan itu. Ia tidak langsung menerimanya mengingat aktivitasnya

(33)

24

sekarang yang amat padat, tapi ia telah mempertimbangkan tawaran itu dan

masih akan bermusyawarah dengan orang-orang terdekat.7 Perumahan itu

nantinya akan diberi nama Qaryatun Thayyibah mengacu istilah dalam

Al-Qur’an, yaitu Baldatun Thayyibah.8

Rencana K.H. Achmad Nashihin yang membutuhkan anggaran dana

yang sangat besar itu sempat membuat Gus Sofyan, puteranya menjadi

risau. Kerisauan Gus Sofyan amat beralasan mengingat ia menjabat sebagai

ketua yayasan di pesantren Darul Hikmah yang juga membutuhkan dana

banyak. Ia khawatir rencana K.H. Achmad Nashihin tersebut membuat

operasional di pesantren terbengkalai. Maka ia tanyakan perihal tersebut

kepada ayahnya, “Abi ingin bangun rumah sakit, bangun perumahan, dan

yang lainnya apa abi punya uang?”, ia bertanya. “Abi gak punya uang”,

jawab K.H. Achmad Nashihin singkat. “Trus Abi dapat uang duit dari

mana?”, ia bertanya lagi. “Dari Allah”. Beliau melanjutkan “Jika Allah

berkehendak, tidak ada yang tidak mungkin, cong”. Seketika ia terdiam

setelah mendengarkan penjelasan singkat Abinya. Ia hanya yakin bahwa

Allah akan membantu hamba-hamba-Nya yang berniat baik.9

Selain dua niat mulia di atas, ia juga telah membaiat pesantrennya

untuk memberikan fasilitas gratis secara keseluruhan untuk semua anak

guru ngaji musholla yang kurang mampu. Hal ini untuk memberikan

7 Ibid.

8 Al-Qur’an: 34 (Saba’), 15.

(34)

25

apresiasi terhadap guru ngaji musholla yang turut andil dalam

mencerdaskan anak bangsa, terutama dalam hal kegamaan.

Perjuangannya menyiarkan Islam sejak usia belia patut diapresiasi

dan menjadi tambahan motivasi bagi kita untuk lebih giat lagi menyiarkan

Islam. Harusnya semangat ini yang tertanam dalam hati setiap pemuda

Islam masa kini. Dengan ghiroh inilah Islam akan lebih berkembang dan

dengan semangat ini pemuda bisa menjadi harapan untuk masa depan yang

lebih baik. Seperti yang dikatakan dalam maqalah “Syubbanul yaum

rijaalul ghad”10, Pemuda hari ini adalah pemimpin di hari esok. Imam Ali

juga pernah berkata: “innal fata man yaquulu ha ana dza, wa laysal fata

man yaquulu kana abi”11, pemuda sejati ialah yang berkata, “inilah aku”

Bukan yang berteriak, “inilah ayahku!”. Semoga kita bisa menteladani

semangat beliau dalam dakwah Islam agar pemuda hari ini benar-benar bisa

menjadi pemimpin yang baik untuk hari esok.

B. Pendidikan

Pendidikan K.H. AchmadNashihin diawali dengan belajar di SD

Baratan selama 6 tahun. Setelah lulus SD ia melanjutkan menuntut ilmu di

Pesantren Al-Kholili Kotok Kalisat-Jember selama 2 tahun. Di pesantren ini

ada cerita yang amat berkesan hingga membekas di benaknya sampai saat

ini. Ia menuturkan, ketika belajar di sana ia termasuk santri yang paling

(35)

26

bodoh dari yang lain. Bahkan ia naik kelas pun dengan predikat naik

bersyarat, jika selama 2 bulan ia masih belum mampu menguasai materi,

maka ia akan diturunkan kembali ke kelas sebelumnya. proses ini

berlangsung kurang lebih hampir satu tahun setengah. Setelah satu tahun

lebih di Pesantren Al-Kholili, ia merasakan ada yang aneh dalam dirinya. Ia

tidak mau makan ikan sama sekali, bukan karena punya penyakit, ada yang

melarang atau pun yang lainnya tapi karena memang tidak punya selera

makan ikan. Ia makan hanya dengan lauk kecap dan kerupuk dan tidak mau

makanan lain, padahal ia tidak melakukan aktifitas puasa putih. Selain itu,

setelah setahun lebih di Pesantren Al-Kholili, ia dididik langsung oleh

pengasuh pesantren, yaitu Kyai Kholili atau lebih dikenal dengan julukan

Kyai Asmawa. Hanya tiga orang yang dididik langsung oleh Kyai Asmawa,

dan ia termasuk di dalamnya.

Tak berselang lama setelah itu ia merasakan ingatannya sangat tajam

dan sangat mudah mencerna pelajaran, bahkan ia hafal semua kitab yang

dijadikan mata pelajaran di Pesantren Al-Kholili. Mengetahui hal tersebut,

para ustadzpun mengetes kemampuannya dengan memberikan kesempatan

kepada seluruh santri untuk bertanya semua pelajaran. Hasilnya, ia bisa

menjawab semua pertanyaan dengan lancar dan dengan jawaban yang

benar. Selanjutnya, ia dipersilahkan bertanya kepada semua santri untuk

mengetes kemampuan mereka. Ia hanya menanyakan satu pertanyaan

umum untuk mereka semua dan tidak satupun dari mereka yang mampu

(36)

27

beliau dan barakah tidak makan ikan, sebab ikan-ikan di laut menurutnya

turut memohonkan istighfar untuk orang yang mencari ilmu.12

Setelah nyantri di pesantren Al-Kholili, ia melanjutkan menuntut

ilmu di ponpes Salafiyah Safiiyyah Sukorejo Sitobondo asuhan K.H.R.

As’ad Syamsul ‘Arifin. Di tempat ini ia mengulang kembali dengan duduk

di kelas 5 MI dan ia melanjutkan pendidikan Mts di tempat yang sama.

Uniknya, pendidikan Mts hanya ditempuh dalam waktu satu tahun dan ia

juga tidak bisa memberikan jawaban yang tepat untuk persoalan menjanggal

ini. Kejadian seperti di ponpes Al-Kholili juga ia rasakan di pesantren ini,

ia pernah di tes soal keilmuan dengan santri yang dianggap paling pintar di

pesantren Salafiyah. Hasilnya sudah bisa ditebak, ia kembali memangkan

kompetisi itu. Setelah 5 tahun nyantri di pesantren Salafiyyah, ia

melanjutkan pendidikannya dengan belajar di SMA 2 Jember selama

setahun. Ia juga tidak bisa menjelaskan kenapa pendidikan yang umumnya

ditempuh 3 tahun tersebut dapat ditempuh dalam waktu satu tahun. Dalam

waktu setahun ini ia digembleng secara pribadi oleh Kyai Abdus Shomad

yang menjadi pengasuh pesantren Darus Salam.

Setelah lulus dari SMA 2 Jember, ia melanjutkan rihlah ilmiahnya

dengan melnjutkan ke IAIN Jember sembari nayntri di Pesantren Darus

Salam asuhan Kyai Abdus Shomad. Tidak ada cerita khusus yang ia

sampaikan ketika nyantri di Darus Salam. Namun, yang amat berkesan di

pesantren ini adalah gemblengan Kyai Abdus Shamad yang sangat intens

(37)

28

terhadap Achmad Nashihin muda. Cerita berkesan ketika di kampus IAIN

adalah pernah menjabat sebagai asisten dosen. Selain itu, ketika masih

kuliah ia telah mulai mengajar di sekolah-sekolah. Di IAIN Jember inilah ia

menyelesaikan pendidikan formal terakhirnya hingga mendapat gelar Drs.13

Apa yang kau tanam maka itu yang akan kau tanam. Ini adalah salah

satu kata-kata mutiara yang sering kita dengar. Dan benar memang, karena

hal ini sesuai dengana apa yang difirmankan Allah dalam Al-Qur’an yang

berbunyi “faman ya’mal mitsqala dzarratin khairan yarah, wa man ya’mal

mitsqaala dzarratin syarran yarah”14, “Maka barangsiapa mengerjakan

kebaikan seberat zarrah, niscaya dia akan melihat (balasan) nya. Dan

barangsiapa mengerjakan kejahatan seberat zarrah, niscaya dia akan melihat

(balasan) nya”. Kata-kata mutiara serta ayat qur’an di atas sangat tepat jika

dikaitkan dengan kehidupan Achmad Nashihin muda selama menuntut

ilmu. Ia memiliki ghiroh yang luar biasa dalam menuntut ilmu karena ia

sadar bahwa uang kiriman dari orang tua untuk mencukupi kebutuhannya di

Pesantren diperoleh dari hasil kerja keras orang tuanya. Maka tak heran jika

saat ini ia menuai apa yang telah ia tanam selama menuntut ilmu. Buah yang

ia tuai yaitu wawasan keilmuan yang luas serta menjadi ulama’ yang

disegani karena pengaruhnya.

C. Karir dan Aktivitas

(38)

29

1. Mengasuh Yayasan Pondok Pesantren Darul Hikmah Al-Ghazalie

Awal mula berdirinya pesantren ini lantaran ada salah seorang

warga yang bernama H. Abdur Rahman sowan kepada Kyai Abdus

Shomad dengan tujuan mewaqafkan tanahnya untuk dijadikan

pesantren. Pada mulanya Kyai Abdus Shomad kurang begitu merespon

permintaan orang tersebut. Karena keinginan H. Abdur Rahman begitu

kuat untuk menghibahkan tanah tersebut, maka ia sowan kembali untuk

kedua kalinya, sehingga Kyai Abdus Shomad menerima tawaran hibah

tanah tersebut dan meminta Achmad Nashihin muda untuk menempati

tanah waqaf itu setelah melalui beberapa proses. Proses yang dimaksud

adalah pengamatan yang dilakukan oleh Kyai Abdus Shomad terhadap

beberapa santrinya dan ia menilai bahwa Achmad Nashihin mempunyai

potensi besar untuk menjadi seorang pemimpin yang bisa menjadi

panutan. Hal itu tampak dari keprbadian Achmad Nashihin ketika

nyantri di tempatnya. Peran keluarga juga tidak bisa dinafikan dalam hal

ini, karena ditinjau dari sisi keluarga, Kyai Abdus Shomad masih

merupakan paman dari Achmad Nashihin.15

Proses selanjutnya ialah sholat istikharah untuk meminta

petunjuk kepada Allah dengan harapan ia tidak salah menjatuhkan

pilihannya hingga menyebabkan penyesalan di kemudian hari. Selain

istikharah, Kyai Abdus Shomad juga meminta pendapat K.H. As’ad

syamsul Arifin yang merupakan salah satu kyai besar di Situbondo. K.H.

(39)

30

As’ad mendukung hal tersebut dan menyuruh Kyai Abdus Shomad agar

H. Abdur Rahman menghibahkan tanah waqaf tersebut secara langsung

kepada Achmad nashihin serta mengurus perlengkapannya. Hal ini

dilakukan karena khawatir ada pihak keluarga H. Abdur Rahman tidak

ikhlas jika tanah itu ditempati Achmad Nashihin dan akan menuntutnya

di kemudian hari. Maka makin mantablah Kyai Abdus shomad dan

yakin bahwa pilihan beliau insyaallah tidak akan keliru.

Pada tanggal 28 Februari 1988 K.H. Achmad Nashihin mulai

menempati tanah waqaf tersebut. Sejak saat itu, masyarakat mulai

berdatangan untuk menitipkan anak-anaknya belajar ilmu agama pada

beliau. Karena animo masyarakat yang besar maka dibangunlah

beberapa bangunan untuk santri yang ingin nyantri dan menetap di

Pesantren itu. Selanjutnya Kyai Abdus Shomad memberi nama

pesantren tersebut dengan nama Darul Hikmah. Ketika ia mulai

mengasuh pesantren Darul Hikmah, ia masih memiliki kesibukan di

luar, yaitu kuliah di IAIN Jember.16 Pendamping setianya dalam

berbagai aktivitas ialah Syamsul Hadi, yang juga menyebut dirinya

sebagai santri pertama K.H. Achmad Nashihin. Ia kerap kali menemani

aktifitas K.H. Achmad Nashihin, baik aktifitas pribadi beliau maupun

aktifitas pesantren. Syamsul Hadi ini merupakan sepupu dari istrinya,

yaitu Nyai Ummu Azizah. Maka tidak heran jika Syamsul Hadi

(40)

31

mengabdikan dirinya untuk K.H. Achmad Nashihin karena sejak kecil

Syamsul Hadi dan Nyai Ummu Azizah telah terbiasa hidup bersama.

Seiring dengan perkembangan zaman, pesantren Darul Hikmah

mengalami perkembangan yang sangat pesat, baik perkembangan dari

segi sarana prasarana maupun dari segi banyaknya santri yang mondok

di tempat tersebut. Lembaga pendidikan yang ditawarkan kepada

masyarakat juga sangat beragam, mulai dari tingkat Paud sampai tingkat

SMA. Bahkan dulu sempat dibuka perguruan tinggi namun dibubarkan

karena sepinya peminat karena meyakinkan pentignya pendidikan di

tengah masyarakat itu tidaklah mudah. Untuk lembaga pendidikan di

semua tingkatan dibagi menjadi dua semua, seperti ada SD dan MI, ada

SMP dan MTS, dan selanjutnya ada SMA dan SMK. Pembagian ini

dilakukan karena beragamnya kebutuhan masyarakat sekitar. Untuk

jumlah siswa yang belajar di Pesantren Darul Hikmah kira-kira sekitar

ribuan, namun untuk jumlah santri yang menetap di pesantren sekitar

400-an.

Untuk kesibukan K.H. Achmad Nashihin dalam mengasuh

pesantren salah satunya ialah beliau selalu menjadi imam untuk sholat

berjama’ah lima waktu. Selain itu ia juga mengajar kitab bidayatul

hidayah karya Imam Ghazali yang diikuti oleh semua santri. Ia mengajar

kitab pada hari selasa ba’da isya’ dan tidak mengajar selain hari itu.

Dalam menyampaikan materinya, model pengajaran yang dipilih

(41)

32

membaca beberapa kalimat dan kemudian menerangkannya.

Kadangkala ia juga mengambil refrensi dari kitab lain dalam

menerangkan bidayah dan seringkali mengaitkannya dengan

kondisi-kondisi aktual masa kini.

Selain kesibukan di atas, kesibukannya dengan para santri

adalah memimpin dzikir yang diawali dengan shalat tasbih tiap malam

jum’at dari pukul 21.00-22.30. Pengasuh pesantren Darul Hikmah

memang terkenal sebagai seorang yang ahli ibadah. Maka tidak heran

jika santri-santrinya bukan hanya dituntut agar rajin belajar, namun juga

harus rajin beribadah. Hal ini juga tampak dari aturan yang ia buat, yaitu

mewajibkan santri-santri untuk sholat malam dan sholat dhuha.

2. Pembina Dzikir Padhang Bulan

Kesibukan K.H. Achmad Nashihin dalam membina jamaah dzikir

padhang bulan ini dimulai sekitar tahun 2007. Kesibukan ini bermula

setelah ia mendirikan jamaah dzikir padhang bulan di pesantrennya.

Animo masyarakat yang besar terhadap kegiatan ini mengahruskannya

pintar-pintar membagi waktu mengingat aktifitas beliau yang sangat

padat. Sejak awal berdirinya majelis ini, ia selalu berusaha istiqomah

meluangkan waktunya untuk kegiatan yang diadakan tip bulan ini.17

Posisinya sebagai pembina tentu memegang peranan sentral dalam

kegiatan ini. Ditambah lagi, ia enggan mewakilkan kegiatan ini kepada

orang lain untuk memimpin agenda dzikir, kecuali sangat terdesak,

(42)

33

sebab ia ingin lebih dekat dengan masyarakat sekitar. Kesibukannnya

yang begitu padat seringkali membuatnya kurang memiliki banyak

waktu bersosialisasi dengan masyarakat. Maka dengan adanya kegiatan

ini ia memiliki waktu khusus untuk bersosialisasi dan bercengkrama

dengan masyarakat sekitar. Pengaruh kegiatan ini juga sangat dirasakan

manfaatnya memberikan dampak yang positif terhadap masyarakat,

terutama dengan hal-hal yang berhubungan dengan spiritual

masyarakat.

Kesungguhannya untuk membesarkan majelis ini begitu kuat. Hal

ini dapat dilihat dari publikasi yang dilakukan olehnya begitu getol. Ia

tidak bosan-bosannya mengingatkan masyarakat untuk mengikuti dzikir

ini. Hal ini bukan semata-mata untuk meningkatkan popularitasnya,

terlebih untuk mencari materi. Tanpa acara seperti ini pun namanya

telah harum di kota Jember karena ia sering diundang untuk mengisi

ceramah-ceramah, baik di pemerintahan maupun di tengah-tengah

masyarakat. Cukuplah kekayaannya yang melimpah yang menjawab

bahwa bukan materi yang dicarinya, bahkan ia membagi-bagikan nasi

gratis untuk semua jama’ah. Jika bukan karena mengharap ridha Allah

tentu sangatlah berat untuk melaksanakan tugas mulia ini.

Tapi ibarat sumur yang pasti ada comberannya, begitupun dengan

kedudukannya. Tidak semua orang bisa menerima i’tikad baiknya,

banyak fitnah yang menyerang kehidupan rumah tangganya. Tapi

(43)

34

menghadapi cemohan itu dengan penuh kesabaran karena beliau sadar

bahwa dakwah itu membutuhkan perjuangan yang melelahkan.18

Dzikir ini diikuti sekitar 800-1000 jama’ah dari dalam maupun dari

luar. Jumlah itu tentu tidak terlalu banyak jika dibandingkan dengan

jumlah santri muqim maupun santri kalong yang belajar di tempat beliau

yang mencapai ribuan. Kesadaran masayarakat sekitar untuk mengikuti

agenda seperti ini masih belum terbangun. Rasa malas dan termakan

oleh gosip murahan tentang beliau menjadi salah satu alasan

ketidakhadiran mereka. Namun bukan berarti kegiatan ini tidak

memberikan dampak positif terhadap masyarakat. Jika dibandingkan

dengan kondisi sebelumnya tentu kegiatan ini sangat memberikan

dampak perubahan yang positif terhadap perubahan masyarakat sekitar.

Perubahan itu tampak pada jama’ah yang mengikuti majelis ini

mempunyai pemahaman yang lebih tentang agama dan membawa

pengaruh pada setiap tindak-tanduknya.

Bacaan dzikir yang dibaca oleh jama’ah dzikir Padhang Bulan

adalah dzikir yang telah disusun oleh K.H. Achmad Nashihin dan telah

memiliki ijazah dari para guru beliau. Dzikir-dzikir itu dibaca dengan

bilangan tertentu sesuai yang telah tertera pada lembaran kertas dzikir

yang telah ia susun. Menurutnya bilangan-bilangan itu juga didapatkan

dari guru-gurunya. Untuk fadhilah dzikir-dzikir tersebut menurutnya

(44)

35

memiliki manfaat yang sangat banyak, seperti dimudahkan segala

urusannya dan lain sebagainya.

3. Pengelola PT. Al-Ghazalie Citra Utama

Nama Al-Ghazalie sebenarnya diambil dari nama kakeknya yang

telah banyak menginsiparasinya selama tinggal bersama. PT.

Al-Ghazalie ini pada mulanya hanyalah sebuah kelompok bimbingan

ibadah haji (KBIH) yang mengurusi perjalanan ibadah haji. Inisiatif

untuk mendirikan KBIH inipun tidak serta merta muncul dari K.H.

Achmad Nashihin, namun dari aspirasi masyarakat yang meminta beliau

untuk memberikan bimbingan manasik haji dari tanah air sampai ke

tanah suci Mekkah.

Berangkat dari aspirasi masyarakat tersebut maka beliau sowan ke

guru-guru beliau, diantaranya: Kyai Abdus Shomad, K.H. Muhyiddin

Abdus Shomad, KH. Khotib Umar, Habib Aqil Al-Athas, KHR. Kholil

As’ad dan Gus Mad (Pembimbing KBIH Ar-Rifa’i Malang), mereka

menyarankan agar “haji setiap tahun dengan biaya sendiri dan

membimbing calon jama’ah dengan ikhlas”.

Atas dasar pertimbangan-pertimbangan di atas maka ia memutuskan

untuk mendirikan KBIH yang diberi nama KBIH Al-Ghazalie atas saran

K.H. Muhyiddin Abdus Shomad. Maka pada tanggal 21 Agustus 2003

(45)

36

Saudi.19 KBIH ini mempunyai tujuan untuk membantu masyarakat

sekitar untuk memudahkan mereka melaksanakan ibadah ke tanah suci.

Hal ini terbukti, bahwa semenjak dibentuknya KBIH masyarakat

berduyun-duyun untuk mendaftarkan dirinya bergabung dengan KBIH

Al-Ghazalie hingga KBIH ini menjadi KBIH terbesar di Jember. Selain

melaksanakan kegiatan ibadah haji, ia juga melaksanakan kegiatan

umroh. Animo masyarakat melaksanakan ibadah umroh ternyata juga

cukup besar. Hal ini mengaharuskannya bolak balik Indonesia-Mekkah

berkali-kali hingga pada tahun 2010 ia mengenal salah satu pimpinan

Garuda Indonesia dan PT. Raudhah Amani Wisata (Ramani) hingga

terjadi kesepakatan agar beliau membuka perwakilan PT. Ramani di

Jember dengan nama Ghazalie Citra Utama. Setelah dirasa

Al-Ghazalie Citra Utama mengalami perkembangan yang sangat pesat,

maka pada tahun 2013 PT. Ramani menyarankan agar Al-Ghazalie Citra

Utama menjadi sebuah PT.

Setelah musyawarah dengan keluarga dan melakukan beberapa

pertimbangan, maka diuruslah perijinannya untuk menajdi PT. hingga

pada tahun itu juga Ghazalie Citra Utama resmi menjadi PT.

Al-Ghazalie Citra Utama. PT. Al-Al-Ghazalie ini menjadi satu-satunya PT.

milik masyarakat Jember yang bergerak dalam bidang ibadah haji dan

haji plus serta umroh. Dalam setahun PT. ini bisa melakukan perjalanan

19Ibnu Rofi’i, Bimbingan Praktis Manasik haji, umrah, dan ziarah (t.tp: KBIH Al-Ghazalie,t.th),

(46)

37

tujuh kali ke Mekkah untuk ibadah umroh saja. Sekali perjalanan bisa

memberangkatkan 80 jamaah bahkan lebih.20

Posisinya secara struktural dalam PT. Al-Ghazalie adalah sebagai

komisaris sebagaimana yang tertulis dalam Akta pendirian no. 28

tanggal 22 Maret 2013. Namun secara kultural ia tetap setia

mendampingi jamaah ketika manasik maupun ketika di Mekkah. Sekilas

pandang tentang awal mula berdirinya PT. Al-Ghazali bisa dilihat dari

tulisannya yang penulis peroleh dari blog pesantren darul hikmah yang

ditulis dalam bentuk narasi. Berikut tulisan beliau:

“Pada bulan Romadhon tahun 2003 saya ( Drs. KH. Achmad

Nashihin, AR) melaksanakan ibadah umroh dengan ikut PT. Safiir Amal

Imani yang di ikuti sekitar 23 Jamaah. Saat itu dari Indonesia langsung

menuju Madinah. Menjelang keberangkatan ke Makkah ada

pemantapan manasik dan saya di minta untuk memberi tusiyah dan

sekaligus materi manasik umroh. Dengan penuh senang hati dan rasa

tanggung jawab saya laksanakan amanah itu sebagai pengamalan ilmu

saya. Prosesi seperti ini (ibadah umroh di dalamnya ada pengajian)

rupanya sangat di rasakan manfaatnya oleh masyarakat Jember.

Sehingga masyarakat Jember semakin banyak yang melaksanakan

ibadah umroh bersama saya.

Pada tahun 2010 saya bertemu dengan salah satu pimpinan

Garuda Indonesia dan salah satu pengurus PT. Raudhah Amani Wisata

(47)

38

(RAMANI) yaitu HM. Budi Santoso, saat itulah saya mendapatkan ilmu

tentang pengurusan tiket dan visa. Kemudian keesokan harinya saya di

pertemukan dengan pimpinan Ramani yaitu Djajang Sudrajat. pada saat

itulah terjadi kesepakatan antara saya dan Ramani. Yaitu Ramani

membuka perwakilan di jember dengan nama Al-Ghazaalie Citra

Utama.

Pada awal tahun 2013 Al-Ghazaalie Citra Utama di sarankan

oleh pihak Ramani untuk menjadi PT. Al-Ghazaalie Citra Utama.

Dengan segala pertimbangan dan musyawaroh kami beserta keluarga

besar kami semuanya sepakat untuk meresmikan dan mengurusi

perijinan PT. Al-Ghazaalie Citra Utama dengan pihak-pihak terkait”.21

21Achmad Nashihin, “Sejarah Berdirnya PT. Al-Ghazalie Citra Utama”, dalam

(48)

BAB III

SEJARAH DAN PERKEMBANGAN DZIKIR PADHANG BULAN DI KERANJINGAN JEMBER

A. Definisi Dzikir Padhang Bulan

Dzikir adalah sesuatu yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan

kaum muslim. Di bab pertama telah dijelaskan beberapa manfaat dzikir

yang sangat begitu dahsyat dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu manfaat

dzikir yang disebutkan dalam al-qur’an ialah dzikir bisa membuat hati kita

menjadi tenang.1 Dzikir menurut Imam Ghazali mempunyai pengertian

mengingat Allah. Tidak terikat waktu, hendaknya dilakukan kapan kapan

dan di mana saja. Lebih utama jika ketika duduk sehabis shalat. Atau ketika

duduk di tengah-tengah sebuah majelis.2

Dzikir yang dibaca umat muslim memiliki beraneka ragam corak

dan model. Ada yang membaca dzikir pada setiap gerak-geriknya dan

adapula yang membaca dzikir tertentu dan pada tempat dan waktu tertentu.

Ada seseorang membaca dengan keras, pelan, menangis,dan lain

sebagainya. Hal tersebut merupakan bentuk ekspresif mereka dalam

mengingat Allah. Tidak terhitung jumlah jama’ah dzikir di Tanah air

tercinta ini. Salah satu jama’ah dzikir yang cukup terkenal di daerah Jember

ialah Dzikir Padhang bulan.

1

Al-Qur’an, 13 (ar-Ra’du) : 28.

(49)

40

Dzikir padhang bulan ini tidak jauh berbeda dengan dzikir-dzikir

biasanya. Menurut K.H. Achmad Nashihin dinamai dzikir padhang bulan

karena waktu pelaksanaan dzikir ini berlangsung ketika bulan padang atau

ketika bulan terang benderang, yaitu pada malam 15 bulan hijriah.3 Acara

dzikir padhang bulan ini dihelat di tanah lapang dan tanpa penerangan

lampu apapun, jadi benar-benar mengandalkan sinar rembulan. Hal ini bisa

menambah tingkat kekhusyukan jama’ah dalam melaksanakan dzikir.

Selain itu, biasanya K.H. Achmad Nashihin juga menganjurkan jamaah

untuk berpuasa pada tanggal 13, 14, dan 15 bulan hijriah yang merupakan

puasa ayyamul bidh atau puasa hari putih. Menurutnya, dengan berpuasa

pada tiga hari tersebut sama halnya kita berpuasa selama setahun penuh.

Hal ini sesuai dengan hadits-hadits Nabi berikut ini:

-Diriwayatkan dari Muadzah Al-Adawiyah : Saya pernah bertanya kepada

Aisyah r.a., istri Nabi Saw., “Apakah Rasulullah Saw. biasa berpuasa tiga

hari pada setiap bulannya?” Aisyah menjawab, “Ya.”. Lalu saya bertanya

lagi, “Pada hari-hari apakah yang biasa beliau lakukan dalam berpuasa

setiap bulan itu?” Dia menjawab, “Beliau tidak memedulikan kepada hari

apa saja beliau berpuasa pada setiap bulannya.” (Muttafaq Alaih: 627).4

-“Puasa pada tiga hari setiap bulannya adalah seperti puasa sepanjang

tahun.” (HR. Bukhari no. 1979).5

3 Achmad nashihin, Wawancara, Keranjingan-Jember, 03 Maret 2017.

(50)

41

-“Hai Abu Dzar, Jika engkau ingin berpuasa tiga hari setiap bulannya, maka

berpuasalah pada tanggal 13, 14, dan 15 (dari bulan Hijriyah).” (H.R. Ibnu

Khuzaimah no. 2128 dan An-Nasa’i 4: 192).6

Sebelum melaksanakan dzikir, para jamaah diajak untuk shalat

tasbih terlebih dahulu. Sebagaimana kita ketahui bahwa sholat tasbih

termasuk sholat yang dianjurkan oleh Nabi Muhammad saw, meskipun ada

beberapa ulama’ yang berbeda pendapat terkait hukum melaksanakan shalat

tasbih. Berikut hadits yang menerangkan tentang shalat tasbih:

“Dari Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah bersabda kepada Abbas bin Abdul

Muththalib, “Hai Abbas, hai pamanku, maukah engkau aku beri? Maukah

engkau aku kasih? Maukah engkau aku beri hadiah? Maukah engkau aku

ajari sepuluh sifat (pekerti)? Jika engkau melakukannya, Allah mengampuni

dosamu: dosa yang awal dan yang akhir, dosa yang lama dan yang baru,

dosa yang tidak disengaja dan yang disengaja, dosa yang kecil dan yang

besar, dosa yang rahasia dan terang-terangan, sepuluh macam (dosa).

Engkau shalat empat rakaat. Pada setiap rakaat engkau membaca al-Fatihah

dan satu surat (al-Quran). Jika engkau telah selesai membaca (surat) pada

awal rakaat, sementara engkau masih berdiri, engkau membaca,

‘Subhanallah, walhamdulillah, walaa ilaaha illa Allah, wallahu akbar’

sebanyak 15 kali. Kemudian ruku’, maka engkau ucapkan (dzikir) itu

sebanyak 10 kali. Kemudian engkau angkat kepalamu dari ruku’, lalu

ucapkan (dzikir) itu sebanyak 10 kali. Kemudian engkau turun sujud, ketika

(51)

42

sujud engkau ucapkan (dzikir) itu sebanyak 10 kali. Kemudian engkau

angkat kepalamu dari sujud, maka engkau ucapkan (dzikir) itu sebanyak 10

kali. Kemudian engkau bersujud, lalu ucapkan (dzikir) itu sebanyak 10 kali.

Kemudian engkau angkat kepalamu, maka engkau ucapkan (dzikir) itu

sebanyak 10 kali. Maka itulah 75 (dzikir) pada setiap satu rakaat. Engkau

lakukan itu dalam empat rakaat. Jika engkau mampu melakukan (shalat) itu

setiap hari sekali, maka lakukanlah! Jika engkau tidak melakukannya, maka

(lakukan) setiap bulan sekali! Jika tidak, maka (lakukan) setiap tahun sekali!

Jika engkau tidak melakukannya, maka (lakukan) sekali dalam umurmu.”7

Salah satu ulama’ yang menyatakan bahwa hadits tentang shalat

tasbih tidak bisa dijadikan hujah, yaitu Abul Faraj Ibnul Jauzi rahimahullah.

Ia menyebutkan hadits-hadits shalat tasbih dan jalan-jalannya, di dalam

kitab beliau al-Maudhu’at, kemudian men-dha’if-kan semuanya dan

menjelaskan kelemahannya. Sedangkan salah satu ulama’ yang mendukung

dengan hadits-hadits tentang shalat tasbih, yaitu Ar-Ruyani rahimahullah

berkata dalam kitab al-Bahr, di akhir kitab al-Janaiz, “Ketahuilah, bahwa

shalat tasbih dianjurkan, disukai untuk dilakukan dengan rutin setiap waktu,

dan janganlah seseorang lalai darinya.”8

Dari pemaparan di atas kita bisa memilih pendapat mana yang akan

kita jadikan panutan. Terlepas dari hal itu, shalat tasbih ini bisa membawa

kedamaian tersendiri bagi jamaah dzikir padhang bulan. Suasana hening dan

Referensi

Dokumen terkait