PERAN K.H. ACHMAD NASHIHIN DALAM MENGEMBANGKAN MAJELIS DZIKIR PADHANG BULAN DI KERANJINGAN-JEMBER
(2007-2016)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana dalam Program Strata Satu (S-1)
Pada Jurusan Sejarah Peradaban Islam (SPI)
Oleh:
ACHMAD IRSYAD HAMDANI NIM: A02213005
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UIN SUNAN AMPEL
SURABAYA
ABSTRAK
Skripsi ini berjudul “Peran K.H. Achmad Nashihin Dalam Mengembangkan Majelis Dzikir Padhang Bulan Di Keranjingan-Jember (2007-2016)”. Dari judul tersebut muncul beberapa pembahasan yang menjadi kajian skripsi ini sebagaimana tercantum dalam rumusan masalah, yaitu: (1) Bagaimanakah biografi K.H Achmad Nasihin (2) Bagaimana Sejarah dan Perkembangan Dzikir Padhang Bulan di Kranjingan-Jember (3) Bagaimana Peran K.H Achmad Nashihin Dalam Mengembangkan Majelis Dzikir Padhang Bulan di Keranjingan-Jember
Penulisan skripsi ini disusun dengan menggunakan metode penelitian sejarah yaitu heuristik (pengumpulan data), verifiikasi (kritik terhadap data),
interpretasi (penafsiran) dan historiografi (penulisan sejarah). Pendekatan yang
digunakan penulis untuk menjawab permasalahan tersebut menggunakan pendekatan historis dan sosiologis yang bertujuan untuk mendeskripsikan apa saja yang terjadi di masa lampau serta mengungkap segi-segi sosial dari peristiwa yang dikaji seperti peranan sosial, status sosial dan sebagainya. Adapun teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan teori peranan yang mendefinisikan peranan sebagai seperangkat harapan-harapan yang dikenakan pada individu yang menempati kedudukan sosial tertentu.
Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa (1) K.H. Achmad Nashihin merupakan anakyang lahir dari pasangan K.H. Achmad Rofi’i dan Nyai Salima. Ia
lahir di Baratan, Antirogo-Jember pada tanggal 12 januari 1963 Masehi atau
bertepatan dengan 08 Sya’ban 1382 Hijriyah. (2) Dzikir padhang bulan didirikan oleh K.H. Achmad Nashihin pada tahun 2007 atas saran dari Mbakyu Kyai Kholil
As’ad Situbondo, yaitu Nyai Isyaiyyah As’ad dan saran ini didukung oleh K.H.R.
Kholil. (3) Peranan yang dilakukan K.H. Achmad Nashihin dalam majelis dzikir padhang bulan ialah cara-cara yang beliau lakukan untuk mengembangkan majelis
dzikir padhang bulan baik dari segi pendirian, perkembangan jama’ah maupun
ABSTRACT
This thesis entitled "The Roles of K.H. Achmad Nashihin In Developing The Assembly of Dhikr Padhang Bulan In Keranjingan-Jember (2007-2016) ". From the title appears some of the discussions that become the study of this thesis as stated in the research problems, namely: (1) How does the biography of K.H Achmad Nasihin? (2) How did History and Development of Dhikr Padhang Bulan in Kranjingan-Jember? (3) How are the roles of K.H Achmad Nashihin in Developing the assembly of Dhikr Padhang Bulan in Keranjingan-Jember?
Writing this thesis prepared by using historical research method that is heuristic (data collection), verification (criticism of data), interpretation (interpretation) and historiography (history writing). The approach which used by the researcher to answer the research problems is historical and sociological approach that aims to describe what happened in the past and reveal the social aspects of the events studied such as social role, social status and so on. The theory used in this study is theory of role that defines the role as a set of expectations imposed to individuals who occupy certain social positions.
DAFTAR ISI
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 5
C. Tujuan Penelitian ... 5
D. Kegunaan Penelitian ... 6
E. Pendekatan dan Kerangka Teori ... 7
F. Penelitian Terdahulu ... 8
G. Metode Penelitian ... 11
H. Sistematika Pembahasan ... 17
BAB II BIOGRAFI KH.ACHMAD NASHIHIN ... 20
A. Latar Belakang Keluarga ... 20
B. Pendidikan ... 25
2. Pembina Dzikir Padhang Bulan ... 32
3. Mengelola PT. Al-Ghazalie ... 35
BAB III SEJARAH DAN PERKEMBANGAN DZIKIR PADHANG BULAN DI KERANJINGAN JEMBER ... 39
A. Definisi Dzikir Padhang Bulan ... 39
B. Latar Belakang Berdirinya Dzikir Padhang Bulan ... 43
C. Perkembangan Dzikir Padhang Bulan di Keranjingan-Jember 1. Jumlah Jamaah ... 46
2. Sarana dan Prasarana ... 48
3. Materi Dzikir Padhang Bulan ... 49
BAB IV PERAN K.H. ACHMAD NASHIHIN DALAM MENGEMBANGKAN MAJELIS DZIKIR PADHANG BULAN ... 53
A. Pendirian Dzikir Padhang Bulan ... 53
B. Publikasi Dzikir Padhang Bulan ... 56
C. Inovasi Materi Dzikir Padhang Bulan ... 59
BAB V PENUTUP ... 61
A.Kesimpulan ... 61
B. Saran ... 62
DAFTAR PUSTAKA
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Peran Ulama’ begitu besar dalam proses islamisasi Indonesia. Mereka
memiliki pengaruh yang sangat luar biasa terhadap perkembangan Islam di
Nusantara. Perjuangan ulama’ terdahulu dilanjutkan oleh ulama’ generasi
sekarang dengan melanjutkan perjuangan mereka dalam syiar islam. Ulama’
juga telah dikenal mengentaskan bangsa ini dari jurang kebodohan dan
perbaikan moral. Perjuangan itu juga dapat dilhat dari sosok K.H. Achmad
Nashihin, pendiri dan pemimpin Dzikir Padhang bulan di Keranjingan-Jember.
Peran beliau dalam mengajak masyarakat sekitar untuk lebih
mendekatkan diri pada Allah amat besar. Selain itu, Ia juga turut andil dalam
menambah pengetahuan tentang agama terhadap jama’ah majelis dzikir yang
beliau pimpin. Majelis dzikir yang beliau pimpin bernama majelis Dzikir
Padhang Bulan. Dzikir sendiri menurut bahasa berasal dari kata dzakaro yang
artinya ingat. Kata dzikir mengambil dari masdarnya dzikron, kemudian
terkenal dengan istilah dzikir.
Sedangkan dzikir menurut syara’ adalah ingat kepada Allah dengan
etika tertentu yang sudah ditentukan dalam Al Qur’an dan Hadits dengan tujuan
mensucikan hati dan mengagungkan Allah. Amatullah Amstrong menjelaskan
definisi dzikir yaitu: mengingat, menyebut, atau mengagungka Allah, dengan
2
adalah sebuah keadaan spiritual (hal) dimana orang yang mengingat Allah
(dzakir) memusatkan segenap kekuatan fisikal dan spiritualnya kepada Allah
sehingga segenap wujudnya bisa bersatu dan bergabung dengan Yang
Mahamutlak.1
Dzikir memiliki arti yang sangat penting dalam kehidupan manusia dan
memiliki banyak sekali manfaat. Di dalam Al-Qur’an Allah SWT banyak
menyinggung tentang anjuran untuk berdzikir, diantaranya:
-“Ingatlah hanya dengan berdzikir kepada Allah hati akan menjadi tentram”.2
.-“Oleh karena itu, ingatlah kalian kepadaku, niscaya aku akan mengingat
kalian” 3
-“Berdzikirlah kalian (dengan menyebut nama) Allah dengan dzikir yang
sebanyak-banyaknya”4
-“Apabila kalian telah selesai sholat, ingatlah Allah di saat berdiri, duduk dan
berbaring”5
Masih ada beberapa ayat al-qur’an yang menganjurkan agar kita
senantiasa berdzikir pada Allah. Ibnu Abbas menjelaskan tentang ayat an-Nisa’
103 sebagai berikut: “Maksudnya adalah pada malam dan siang hari; di daratan
dan di lautan; dalam perjalanan dan ketika tinggal di rumah; ketika kaya dan
dalam keadaan miskin; ketika sakit dan ketika sehat; serta secara tersembunyi
1 Amatullah Armstrong, Kunci Memasuki Dunia Tasawuf, Terj. M.S. Nasrullah dan Ahmad
Baiquni (Bandung: Mizan, 1996), 62.
3
dan terang-terangan.6 Rasulullah SAW juga bersabda tentang keutamaan orang
yang senantiasa berdzikir, yaitu: “Orang yang berdzikir kepada Allah di tengah
orang-orang yang lalai adalah seperti pohon hijau di tengah pohon-pohon yang
kering. Orang yang berdzikir kepada Allah di tengah orang-orang yang lalai
seperti orang yang berjuang di tengah-tengah orang-orang yanglari dari medan
peran”.7
Imam ghazali menjelaskan bahwa seorang yang berdzikir itu hendaknya
tidak hanya sibuk di lisan saja. Dzikir yang benar ialah dzikir yang penuh dengan
konsentrasi. Sebab yang dituju ialah kesenangan dengan Allah dan hal itu
terwujud dengan selalu berdzikir dengan khusyuk. Ketika seseorang telah
diliputi perasaan cinta kepada Allah, maka mudah baginya untuk melakukan hal
tersebut.8
Berangkat dari keutamaan-keutamaan dzikir yang telah dikemukakan di
atas, maka banyak bermunculan majelis-majelis dzikir yang didirikan oleh
ustadz, kyai atau pun para da’i lainnya. Mereka menilai bahwa dengan berdzikir,
terlebih dengan berjamaah maka akan mendatangkan keberkahan hidup mereka.
Selain itu, majelis dzikir tersebut juga kerapkali dijadikan sebagai ladang mereka
untuk menyerukan amar makruf nahi munkar dengan penyampaian mau’idhoh
hasanah. Mereka meyakini hal ini akan memeberikan perubahan yang positif
bagi agama, bangsa, dan negara.
6 Imam Al-Ghazali, Menyingkap Hati Menghampiri Ilahi, Terj. Irwan Kurniawan (Bandung:
Pustaka Hidayah, 1999), 68.
7 Ibid.
8 Imam Ghazali, Ringkasan Ihya’ Ulumudin, Terj. Abu Fajar Al-Qalami (Surabaya: Gitamedia
4
Hal itulah yang juga terlintas dalam benak K.H. Achmad Nashihin,
pendiri dzikir Padhang Bulan di Keranjingan-Jember. Di tengah-tengah
maraknya kemaksiatan yang merajalela, beliau berpikir tentang perlunya
membentuk jamaah yang di dalamnya menyerukan amar makruf nahi munkar.
Itulah salah satu alasan beliau mendirikan majelis dzikir padhang bulan agar bisa
menjadi ladang pahala bagi yang menginginkannya. Sebab, sudah menjadi
keharusan bagi kita untuk menyerukan amar makruf dan nahi munkar.
Beliau mendirikan majelis dzikir padhang bulan pada tahun 2007,
tepatnya ketika penulis masih kelas 2 Mts dan nyantri di tempat beliau. Dzikir
padhang bulan ini dibuka untuk umum dan tidak ada persyaratan khusus untuk
bergabung dalam dzikir tersebut. Dzikir ini disebut padhang bulan karena
dilaksanakan setiap bulan pada malam tanggal 15 hijriah. Dalam dzikir padhang
bulan, jamaah bukan hanya diajak berdzikir semata, namun juga diajak agar
melaksanakan sholat tasbih berjamaah di tanah lapang tanpa penerang lampu.
Mereka memanfaatkan terangnya rembulan sebagai satu-satunya penerang. Hal
ini bisa menambah kekhusyukan jamaah selama acara dimulai. Acara ini juga
diisi dengan siraman rohani oleh K.H. Achmad Nashihin agar iman kita semakin
bertambah. Selain itu, sebelum dan setelah acara Padhang bulan dihelat, yaitu
pada tanggal 13, 14, dan 15 hijriah beliau menganjurkan agar para jamaah
berpuasa. Puasa terebut disebut puasa ayyamul bidh atau puasa hari putih.
Menurut penuturan beliau, puasa ayyamul bidh mempunyai manfaat yang sangat
5
Kegiatan rutin dzikir padhang bulan ini memiliki perubahan yang sangat
positif terhadap perubahan masyarakat sekitar. Perubahan itu bisa terlihat dari
antusiasme masyarakat sekitar untuk mengikuti kegiatan tersebut. Selain itu,
masyarakat juga tampak antusias memberikan sumbangan konsumsi seikhlasnya
untuk acara ini yang dibagikan setelah acara selesai. Konsumsi itu biasanya
berupa jajanan-jajanan tradisonal yang dibuat sendiri oleh masyarakat, dan
terkadang juga ada yang membawa nasi bungkus juga.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang tersebut, maka kami susun beberapa rumusan masalah
sebagai berikut:
1. Bagaimanakah biografi K.H Achmad Nasihin?
2. Bagaimana Sejarah dan Perkembangan Dzikir Padhang Bulan di
Kranjingan-Jember?
3. Bagaimana Peran K.H Achmad Nashihin Dalam Mengembangkan Majelis
Dzikir Padhang Bulan di Keranjingan-Jember?
C. Tujuan Penelitian
Berangkat dari rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui biografi K.H Achmad Nasihin
2. Untuk mengetahui sejarah dan perkembangan Dzikir Padhang Bulan di
6
3. Untuk mengetahui Peran K.H Achmad Nashihin Dalam Mengembangkan
Majelis Dzikir Padhang Bulan di Keranjingan-Jember
D. Kegunaan Penelitian
Dalam penelitian ini besar harapan kita agar bisa bermanfaat bagi
segenap pembaca, terutama bagi orang-orang yang berkepentingan. Manfaat
yang kita maksud di sini adalah sebagai berikut:
1. Manfaat Akademis
Manfaat pertama yang diperoleh oleh pembaca terkait penelitian ini
adalah bertambahnya informasi dan khazanah keilmuan sehingga
menambah keluasan berfikir. Manfaat berikutnya yaitu sebagai bahan
tambahan refrensi oleh pihak-pihak yang berkepentingan dalam melakukan
penelitian untuk melengkapi penelitian yang sudah ada, atau juga bisa
dijadikan bahan perbandingan dengan penelitian-penelitian sebelumnya
yang serupa.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan bisa bermanfaat bagi segenap kalangan,
khususnya orang-orang yang rindu terhadap tokoh yang bisa dijadikan suri
tauladan. Penjabaran tentang biografi tokoh pendiri jamaah dzikir padhang
bulan akan menjadi tambahan motivasi bagi kita untuk lebih giat lagi
menyiarkan Islam. Selain itu, dengan penelitian ini penulis berharap Dzikir
Padhang bulan akan lebih dikenal oleh masyarakat luas dan masyarakat bisa
7
E. Pendekatan dan Kerangka Teori
Pendekatan yang dipilih penulis dalam penelitian ini adalah pendekatan
historis dan pendekatan sosiologis. Dengan Pendekatan historis penulis
bertujuan untuk mendeskripsikan apa saja yang terjadi di masa lampau.
Sedangkan pendekatan sosiologis bila dipergunakan dalam penelitian, maka di
dalamnya terungkap segi-segi sosial dari peristiwa yang dikaji. Konstruksi
sejarah dengan pendekatan sosiologis itu bahkan dapat pula dikatakan sebagai
sejarah sosial, karena pembahasannya mencakup golongan sosial yang berperan,
jenis hubungan sosial, konflik berdasarkan kepentingan, pelapisan sosial,
peranan dan status sosial, dan sebagainya.9
Adapun teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori tindakan
Talcott Parson. Dalam teori tindakan Talcoot parson menjelaskan bahwa
tindakan adalah perilaku yang disertai aspek upaya subjektif dengan dengan
tujuan membawa kondisi-kondisi situasional, atau isi kenyataan, lebih dekat
pada keadaan yang ideal atau yang ditetapkan secara normatif.10 Dalam hal ini
tindakan atau upaya yang telah dilakukan oleh K.H. Achmad Nashihin dengan
tujuan ideal agar keimanan masyarakat sekitar bisa meningkat.
Selain itu, teori yang digunakan dalam kerangka teori penelitian ini
adalah menggunakan teori peranan. Gross, masson dan McEachern
mendefinisikan peranan sebagai seperangkat harapan-harapan yang dikenakan
pada individu yang menempati kedudukan sosial tertentu. Harapan-harapan
9 Dudung Abdurrahman, Metode Penelitian Sejarah (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), 11.
10
8
tersebut merupakan imbangan dari norma-norma sosial dan oleh karena itu dapat
dikatakan bahwa peranan-peranan itu ditentukan oleh norma-norma di dalam
masyarakat, maksudnya; kita diwajibkan untuk melakukan hal-hal yang
diharapkan oleh masyarakat di dalam pekerjaan kita di dalam keluarga dan di
dalam peranan peranan lainnya.11
Posisi K.H. Achmad Nashihin sebagai tokoh masyarakat di
Keranjingan-Jember tentu memegang peranan yang sangat penting untuk membawa
perubahan yang lebih baik (khususnya di bidang spiritual) untuk masyarakat
sekitar. Namun harapan mulia tersebut juga harus mendapat dukungan dari
masyarakat agar harapan si pemegang peran dapat terwujudkan. K.H. Achmad
Nashihin juga tidak mengenal lelah dalam menjalankan perannya sebagai
pemuka agama karena beliau menganggap itu semua sebagai kewajibannya.
F. Penelitian Terdahulu
Kajian tentang peran tokoh dalam dakwah atau syiar Islam telah banyak
ditulis oleh para peneliti. Untuk itu, sebelum penulis membahas tentang “Peran
K.H. Achmad Nashihin Dalam Dakwah Islam Melalui Dzikir Padhang Bulan di
Keranjingan-Jember (2007-2016)”, penulis sertakan beberapa penelitian
terdahulu yang menulis peneltian serupa, namun memiliki perbedaan dengan
penelitian penulis. Penelitian tersebut antara lain:
11
9
1. Skripsi berjudul “Peran KH. Khoiron Husain Dalam Mengembangkan
Pondok pesantren putri Salafiyah Kauman Bangil (1977-1987)”. Skripsi ini
ditulis oleh Mar’atus Sholihah, Jurusan Sejarah Dan Kebudayaan Islam,
Fakultas Adab Dan Humaniora, UIN Sunan Ampel Surabaya, 2016. Skripsi
ini membahas tentang bagaimana biografi KH. Khoiron Husain, sejarah,
perkembangan dan usaha-usaha yang dilakukan KH. Khoiron Husain dalam
mengembangkan pondok Pesantren putri salafiyah kauman bangil.
2. Skripsi berjudul “Strategi Dakwah KH. Zainul Arifin di Musholla
Ar-Rahman Desa Sembayat, Kecamatan Manyar, Kabupaten Gresik”. Skripsi
ini ditulis oleh Fitri Laili Hamidah, Program Studi Komunikasi dan
Penyiaran Islam Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Sunan Ampel
Surabaya, 2017. Skripsi ini membahas tentang strategi yang digunakan K.H.
Zainul Arifin dalam menyiarkan agama Islam.
3. Skripsi ini berjudul “Peranan K.H. Mahfudz Ma’shum Dalam Perkembangan Pondok Pesantren Ihyaul Ulum Dukunanyar Dukun Gresik
(1991-2012)”. Skripsi ini ditulis oleh Mega Dusturiyah Jurusan Sejarah Dan
Kebudayaan Islam, Fakultas Adab Dan Humaniora, UIN Sunan Ampel
Surabaya, 2016. Skripsi ini membahas tentang biografi K.H. Mahfudz
selaku pemimpin pondok pesantren Ihyaul Ulum. Selain itu, dijelaskan pula
tentang sejarah Pesantren Ihyaul Ulum serta peran beliau dalam
mengembangkan pesantren tersebut.
4. Skripsi berjudul “Peran KH.Syamsul Arifin Abdullah Dalam
10
Jember Tahun 1989-2007”. Skripsi ini ditulis oleh Ahmad Khoirurrozi
Jurusan Sejarah Dan Kebudayaan Islam, Fakultas Adab Dan Humaniora,
UIN Sunan Ampel Surabaya, 2016. Skripsi ini membahas tentang biografi
atau profil K.H. Syamsul Arifin Abdullah yang bisa dijadikan sebagai
panutan. Selanjutnya, dibahas pula tentang sejarah dan perkembangan
Pesantren Bustanul ulum serta peran beliau dalam mengembangkan
pesantren.
5. Skripsi berjudul “Metode Dakwah Tarekat Qodiriyah Al Anfasiyah Desa
Kepunten Kecamatan Tulangan Kabupaten Sidoarjo”. Skripsi ini ditulis
oleh Ulfian Dwi Rochani Program Studi Komunikasi Penyiaran Islam
Jurusan Komunikasi Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sunan Ampel
Surabaya, 2016. Skripsi ini membahas tentang bagaimana metode dakwah
yang digunakan oleh Jamaah Tarekat Qodiriyah AlAnfasiyah di Desa
Kepunten Kecamatan Tulangan Kabupaten Sidoarjo dan Faktor apa yang
melatar belakangi Jamaah Tarekat Qodiriyah Al Anfasiyah menggunakan
metode dakwah tersebut.
Judul yang dipilih penulis memiliki sedikit kemiripan dengan
judul-judul di atas, yaitu membahas tentang peran kyai atau tokoh masyarakat.
Perbedaannya terletak pada sosok yang diangkat ialah tidak sama. Selain
itu, penelitian penulis juga membahas tentang media dakwah yang
digunakan oleh sang tokoh berbeda dengan media-media penelitian
11
memaksimalkan Jamaah Dzikir Padhang Bulan sebagai lahan dakwahnya
dalam amar makruf nahi munkar.
G. Metode Penelitian
Metode penelitian sejarah lazim juga disebut metode sejarah. Metode itu
sendiri berarti cara, jalan, atau petunjuk pelaksanaan atau petunjuk teknis.
Adapun yang disebut penelitian menurut Florence M.A. Hilbish (1952), adalah
penyelidikan seksama dan teliti terhadap suatu masalah atau untuk menyokong
atau menolak suatu teori. Oleh karena itu metode sejarah dalam penegrtiannya
yang umum adalah penyelidikan atas suatu masalah dengan mengaplikasikan
jalan pemecahannya dari persepektif historis.12
Louis Gottchalk menjelaskan bahwa Metode Sejarah sebagai proses
menguji dan menganalisis kesaksian sejarah guna menemukan data yang otentik
dan dapat dipercaya, serta usaha sintesis atas data semacam itu menjadi kisah
sejarah yang dapat dipercaya.13 Secara lebih ringkas, penelitian sejarah
mempunyai empat langakah,yaitu: Heuristik, kritik atau verivikasi, Aufassung
atau interpretasi, dan Darstellung atau historiografi. Sedangkan menurut
Kuntowijoyo, sebelum melangkah terhadap empat ha tersebut, ada tambahan
satu poin, yaitu pemilihan topi dan rencana penelitian.14
1. Heuristik
12 Abdurrahman, Metode Penelitian Sejarah, 43. 13 Ibid., 43-44.
12
Heuristik berasal dari kata Yunani heurishein, artinya memperoleh.
Heuristik adalah suatu teknik suatu seni, dan bukan ilmu. Heuristik
merupakan tahapan mengumpulkan sebanyak-banyaknya sumber sejarah
yang relevan dengan tulisan yang akan dikaji. Sumber sejarah bahan-bahan
yang digunakan untuk mengumpulan data atau informasi yang nantinya
digunakan sebagai instrumen dalam pengolahan data dan merekonstruksi
sejarah.15 Sartono Kartodirjo menjelaskan heuristik adalah suatu art atau
seni, dalam arti bahwa dalam kecuali perlu ditaati peraturannya, alat-alat
kerjanya, juga dibutuhkan ketrampilan.16 Jadi secara ringkas, heuristik
adalah teknik yang dilakukan oleh sejarawan untuk memperoleh atau
mengumpulkan sumber, baik sumber primer maupun sumber sekunder.
a. Sumber Primer
Sumber primer adalah kesaksian daripada seorang saksi yang
melihat dengan mata kepala sendiri atau saksi dengan panca indera yang
lain, atau dengan alat mekanis seperti diktafon.17 Dalam rangka
memperoleh sumber primer, penulis akan membawa bukti tertulis, yaitu
karya tokoh dan wawancara dengan beberapa nara sumber yang langsung
melihat dengan mata kepala sendiri aktivitas K.H. Achmad Nashihin,
terutama yang berhubungan dengan pengembangan majelis dzikir
padhang bulan. Berikut ini adalah sumber primer tertulis maupun
wawancara:
15 G.J. Renier, Metode dan Manfaat Ilmu Sejarah, (Jakarta: Pustaka Pelajar, 1997),116
16
Sartono Kartodirjo, Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah ( Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2016), 35.
17
13
1) Karya K.H. Achmad Nashihin yaitu buku kumpulan dzikir dan
doa-doa.
2) KH. Achmad Nashihin (selaku pendiri Dzikir Padhang Bulan di
Keranjingan-Jember).
3) Muhammad Soyan Zidni Mubarok (putra dari K.H. Achamad
Nashihin).
4) Ust. Doifi Amil Azis (ketua pondok pesantren Darul Hikmah).
5) Santri-santri senior.
6) Beberapa jamaah Dzikir Padhang Bulan
b. Sumber Sekunder
Sumber sekunder adalah kesaksian daripada siapapun yang
bukan saksi pandangan mata, atau seseorang yang tidak melihat
kejadian tersebut.18 Untuk sumber sekunder, penulis akan mengambil
dari buku-buku literatur yang berkaitan dengan judul tersebut dan juga
artikel-artikel yang bisa diambil dari internet.
2. Kritik Sumber
Tahap kedua yang harus dilakukan setelah heuristik adalah verifikasi
atau kritik sumber. Setelah sumber sejarah dalam berbagai kategorinya itu
terkumpul, maka peneliti harus melakukan verifikasi terhadap sumber untuk
memperoleh keabsahan sumber. Dalam hal ini peneliti menguji akan
keabsahan tentang keaslian sumber (otentisitas) yang dilakukan melalui
14
kritik ekstern; dan keabsahan tentang keshahihan sumber (kredibilitas) yang
dielusuri melalui kritik intern.19
a. Kritik Intern
Kritik intern dilakukan peneliti untuk menguji kredibilitas
sumber yang telah didapat. Dalam hal ini kesaksian sejarah merupakan
faktor yang paling menentukan shahih atau tidaknya bukti atau fakta
sejarah itu sendiri. Kritik Intern bertujuan untuk mencapai nilai
pembuktian yang sebenarnya dari sumber sejarah. Kritik intern dilakukan
terutama untuk menentukan apakah sumber itu dapat memberikan
informasi yang dapat dipercaya atau tidak.20
Dalam hal ini peneliti akan membandingkan kesaksian dari
orang-orang yang menyaksikan langsung kehidupan K.H. Achmad
Nashihin, memilah-memilih jika terdapat perbedaan dari keterangan
saksi-saksi dan selanjutnya akan diambil pendapat yang paling banyak.
b. Kritik Ekstern
Peneliti melakukan pengujian atas asli dan tidaknya sumber yang
didapat melalui seleksi dari segi fisik sumber. Bila yang diteliti adalah
sumber tertulis, maka peneliti harus meneliti kertasnya, tintanya, gaya
tulisannya, bahasanya, kalimatnya, ungkapannya, kata-katanya,
hurufnya,dan segi penampilan luarnya yang lain. Otentisitas semua itu
minimal dapat diuji melalui lima pertanyaan antaralain: kapan sumber itu
19 Abdurrahman, Metode Penelitian Sejarah, 59.
20 Nugroho Notosusanto, Norma-norma Dasar Penelitian dan Penulisan Sejarah (Jakarta:
15
dibuat, dimana sumber itu dibuat, siapa yang membuat, dari bahan apa
sumber itu dibuat, dan apakah sumber itu dalam bentuk asli.21
Dokumen yang dimiliki oleh peneliti merupakan karya dari sang
tokoh yang berupa kumpulan dzikir dan do’a-doa’. Dokumen itu didapat
ketika penulis masih nyantri di Pesantren K.H. Achmad Nashihin. Jadi
dokumen itu tidak diragukan lagi akan keotentitasannya. Selain itu,
peneliti juga mempunyai dokumen-dokumen lain yang mendukung
keabsahan skripsi ini.
3. Interpretasi
Interpretasi adalah upaya sejarawan untuk melihat kembali tentang
sumber-sumber yang didapatkan apakah sumber-sumber yang didapatkan
dan yang telah diuji autentiknya terdapat saling hubungan satu dengan yang
lainnya. Interpretasi atau penafsiran sejarah seringkali disebut dengan
analisis sejarah. Analisis sendiri berarti menguraikan, berbeda dengan
sintesis yang berarti menyatukan. Namun, keduanya dipandang sebagai
metode-metode utama dalam Interpretasi menurut Kuntowijoyo.22 Dengan
demikian sejarawan memberikan tafsiran terhadap sumber yang telah
didapatkan.23
Pada tahapan ini peneliti akan melakukan penafsiran terhadap
sumber-sumber yang telah didapat. Sumber-sumber primer maupun
sekunder yang telah didapakan oleh oleh peneliti akan dianalisis, ditafsirkan
21 Abdurrahman, Metode Penelitian Sejarah, 59-60.
22
Ibid., 64.
23 Lilik Zulaikha, Metodologi Sejarah I (Surabaya: Fakultas Adab IAIN Sunan Ampel Surabaya,
16
dan selanjutnya akan diproses menjadi rangkaian tulisan yang sistematis
pada tahapan keempat, atau historiografi.
4. Historiografi
Sebagai fase terakhir dalam metode sejarah, historiografi di sini
merupakan cara penulisan, pemaparan atau pelaporan hasil laporan
penelitian sejarah yang telah dilakukan.24. Historiografi adalah menyusun
atau merekontruksi fakta-fakta yang tersusun yang didapatkan penafsiran
sejarawan terhadap sumber-sumber sejarah dalam bentuk tulisan.25 Dalam
proses historiografi ini sejarawan dilarang untuk mengkhayalkan hal-hal
yang menurut akal tidak mungkin terajadi. Untuk tujuan tertentu, ia boleh
mengkhayalkan hal-hal yang mungkin terjadi. Tetapi ia lebih harus
mengkhayalkan hal-hal yang pasti telah terjadi.26
Setelah peneliti melewati tahap heuristik, kritik sumber, dan
interpretasi maka saatnya peneliti untuk menyusun hasil penelitiannya
tentang Peran K.H. Achmad Nashihin Dalam Mengembagkan Majelis
Dzikir Padhang Bulan. Penyusunan penelitian itu berupa berupa tulisan
yang sistematis tentang judul yang dipilih peneliti untuk dijadikan skripsi.
Secara garis besar tulisan itu berisi biografi K.H. Achmad Nashihin, sejarah
dan perkembangan Dzikir Padhang Bulan, dan Peran K.H. Achmad
Nashihin dalam mengembangkan Majelis Dzikir Padhang Bulan.
24
Abdurrahman, Metode Penelitian Sejarah, 67.
25 Ibid., 17.
17
H. Sistematika Pembahasan
Sistematika penulisan merupakan tata urutan dalam penyusunan suatu
tulisan yang akan memberikan gambaran secara garis besar mengenai isi yang
terkandung dalam suatu penulisan. Adapun secara keseluruhan, karya ilmiah ini
terbagi atas lima Bab.
Bab pertama adalah pendahuluan yang terdiri dari delapan subbab, yaitu;
latar belakang yang menguraikan inti dari pokok bahasan dari penelitian yang
diambil, lalu rumusan masalah yang merupakan pertanyaan dan inti
permasalahan yang hendak diteliti dari pokok bahasan yang diambil. Selanjutnya
adalah Tujuan Penelitian yang bertujuan untuk mengungkapkan ruang lingkup
dan kegiatan yang akan dilaksanakan dan dirujukan kepada masalah yang telah
dibatasi. Lalu subbab Kegunanaan Penelitian yang memberi penjelasan
mengenai nilai dan manfaat penelitian, baik dari segi teoritis maupun dari segi
praktis. Dan juga ada subbab mengenai Pendekatan dan Kerangka Teoritik yang
menjelaskan tentang pendekatan yang digunakan dalam melakukan penelitian
ini, sedangkan teori berfungsi sebagai alat untuk menganalisis fakta-fakta yang
ditemukan.
Selanjutnya subbab menganai penelitian terdahulu yang menjelaskan
tentang karya tulis yang sama atau mirip. Dan subbab Metode Penelitian yang
memuat penjelasan metode yang digunakan dalam melakukan penelitian baik
dari pengumpulan data sampai penulisan. Sistematika pembahasan, atau subbab
terakhir dari Bab pertama menjelaskan tentang alur bahasan sehingga dapat
18
Bab kedua akan menjelaskan biografi atau profil K.H. Achmad Nashihin.
Bab ini akan menjelaskan tentang riwayat kehidupan beliau dari lahir hingga
sekarang secara singkat. Dalam bab ini akan dijelaskan dari mana beliau berasal,
keturunan siapa, dan hal-hal yang berhubungan dengan riwayat kehidupan
beliau. Penulis juga akan menjelaskan ketika beliau masih menjadi santri atau
pelajar hingga beliau berkeluarga. Perjuangan dalam proses mendirikan
pesantren juga akan sedikit diulas dalam bab I ini.
Bab Ketiga akan membahas tentang sejarah dan perkembangan Dzikir
Padhang Bulan dari awal berdiri hingga tahun 2016. Di sini akan dijelaskan
motivasi atau alasan mendirikan majelis dzikir ini, usaha-usaha yang beliau
lakukan untuk mewujudkan keinginannya serta permasalahan-permasalahan
yang beliau hadapi. Penulis juga akan menjelaskan runtutan acara yang terdapat
dalam Dzikir Padhang Bulan, bacaan-bacaan dzikir yang dibaca oleh jamaah
serta jumlah jamaah yang mengikuti kegiatan ini.
Bab keempat membahas peran K.H. Achmad Nashihin dalam dakwah
Islam melalui Dzikir Padhang Bulan di Keranjingan Jember. Dalam bab ini akan
dijelaskan sepak terjang yang telah beliau lakukan untuk syiar Islam. Strategi
yang beliau lakukan dalam dakwahnya agar mudah diterima oleh semua
kalangan juga akan diulas pada bab ini. Semua perjuangan beliau dan indikator
keberhasilan beliau dalam menarik massa agar selalu menjadi insan anfauhum
linnas seperti pesan yang selalu beliau tekankan juga masuk dalam pembahasan
19
Bab kelima atau bab terakhir adalah bab penutup yang akan memaparkan
kesimpulan dan saran-saran dari penulis setelah para pembaca selesai membaca
BAB II
BIOGRAFI KH. ACHMAD NASHIHIN
A. Latar Belakang Keluarga
K.H. Achmad Nashihin merupakan keturunan ulama’ di Jember.
Maka tak heran jika Ia mewarisi kharisma dari para leluhurnya.
Keistmewaannya telah tampak sejak remaja. Jika pemuda seusianya lebih
banyak disibukkan dengan aktifitas yang kurang begitu bermanfaat, maka
beliau menghabiskan waktunya dengan belajar ilmu agama. Ia lahir di
Baratan, Antirogo-Jember pada tanggal 12 januari 1963 Masehi atau
bertepatan dengan 08 Sya’ban 1382 Hijriyah. Ia lahir dari pasangan K.H.
Achmad Rofi’i dan Nyai Salima yang merupakan tokoh masyarakat
setempat. Sekitar umur 2 tahun Ia telah ditinggalkan oleh Ayahnya yang
meninggal di usia muda. Hal ini yang menyebabkannya harus
berpindah-pindah tempat tinggal. Ia tidak hanya tinggal dengan Ibunya, namun Ia juga
sering tinggal dengan kakeknya, yaitu K.H. Ghazali. Nampaknya didikan
dari sang kakek ini juga sangat berpengaruh terhadap kepribadian Achmad
Nashihin kecil.1
Pada usia yang sudah cukup matang, ia melaksanakakan
pernikahahan dengan Ummu Azizah yang kemudian berjuluk Nyai Hj.
Ummu Azizah. Usianya pada saat itu sekitar 24 tahun dan ia masih belum
lulus dari kampus IAIN Jember. Prestasi gemilangnya yang patut diacungi
1
21
jempol pada masa belia adalah telah merintis mendirikan pesantren pada
usia 25 tahun. Ia mulai dipasrahi menempati tanah waqaf dari H. Abdur
Rahman yang pada mulanya hendak diberikan kepada K.H. Abdus Shomad.
Namun K.H. Abdus Shomad memilih Achmad Nashihin muda untuk
menempati tanah tanah tersebut setelah melalui beberapa proses
(Selengkapnya baca di Poin C nomor 1 dalam bab ini). Sungguh prestasi
yang luar biasa mengingat kala itu beliau masih belum lulus kuliah dan baru
menjadi pengantin baru.2
Kesibukan merintis pesantren sedikit banyak tentu berpengaruh
terhadap kondisi perekonomian keluarganya mengingat pada saat itu
kehidupan ekonominya masih belum mapan. Untuk menghidupi keluarga,
ia juga menjadi guru di beberapa tempat. Menurut penuturannya, ia pernah
mengajar di SD, MI, MAN dan lembaga pendidikan lainnya. Ia juga pernah
sempat hendak mencalonkan diri menjadi PNS namun hal itu dilarang oleh
K.H. Abdul Azis yang merupakan mertua beliau. K.H. Abdul Azis berkata
kepadanya, kurang lebih seperti ini “Jek Alakoh dedih PNS, alakoh ke Allah
beih, mintah bejeren ke Allah”. (“Jangan kerja jadi PNS, kerja ke Allah saja
(dengan mendidik para santri), minta bayaran kepada Allah)”.3 K.H. Abdul
Azis mengatakan hal tersebut agar amanah yang telah diberikan kepadanya
sebagai pendidik santri-santri di tanah waqaf tersebut tidak terbengkalai.
2 Ibid.
22
Syamsul Hadi selaku santri pertamanya juga pernah menuturkan kisah yang
sama dengan yang disampaikan K.H. Achmad Nashihin4
Dan benar saja, setelah ia benar-benar menekuni aktifitasnya
mendidik para santri dan tentunya dibarengi dengan ikhtiar yang maksimal,
ada saja jalan rejeki yang diberikan Allah kepadanya. Kehidupannya lambat
laun mulai mapan, dan pengaruhnya terhadap masyarakat juga mulai
tampak. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya masyarakat yang
berduyun-duyun menitipkan putera-puterinya ke pesantrennya. Dengan semakin
banyaknya santri, tentu juga memerlukan biaya opersional yang tidak
sedikit untuk pembangunan. Namun ternyata ia selalu diberikan kemudahan
dalam menunaikan hajatnya. Ia kerapkali mendapatkan rejeki tanpa
disangka-sangka, baik ada orang yang dengan tulus hati membantu
perjuangannya atau pun dengan rejeki lainnya. Benarlah yang difirmankan
Allah dalam al-Qur’an. “...Wa man yattaqillaaha yaj’al lahu makhraja.
Wa yarzyuqhu min haitsu layahtasib, Wa man yatawakkal ‘alallahi fahuwa
hasbuh...”. “Barang siapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan
membukakan jalan keluar baginya. Dan dia memberinya rezeki dari arah
yang tidak disangka-sangka. Dan barang siapa yang bertawakkal kepada
Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan) nya”.5
Dari pernikahannya dengan Nyai Hj. Ummu Azizah K.H. Achmad
Nashihin dikaruniai beberapa orang putera, diantaranya: M. Sofyan Zidni
23
Mubarok, Luluk Fajriah, Hanik, dan Linda. Mereka semua telah berkeluarga
kecuali neng Linda. Neng linda masih duduk di Sekolah Menengah Atas
(SMA) di pesantren Salafiyyah Syafiiyyah Sukorejo Sitobondo. Untuk Gus
Sofyan dan Neng Luluk, mereka berdua dipasarahi duduk di struktural
kepengurusan Yayasan pondok pesantren Darul Hikmah. Gus Sofyan
menjabat sebagai ketua yayasan pondok pesantren Darul Hikmah,
sedangkan Neng luluk menjabat sebagai sekretaris yayasan.
K.H. Achmad bukan hanya memikirkan kehidupan keagamaan
masyarakat, namun ia juga memiki kepedulian terhadap kehidupan
perekonomian mereka. Hal ini terbukti dari rencananya untuk mendirikan
rumah sakit dan perumahan bagi warga yang kurang mampu. Rumah sakit
yang baru dimulai pembangunannya di Desa Baratan, Antirogo-Jember itu
nantinya akan dijadikan tempat berobat secara gratis bagi masyarakat yang
kurang mampu. Ia menyampaikan akan menanggung semua biaya
pengobatan bagi orang yang kurang mampu sebesar apapun biayanya.6
Sedangkan rencana pembangunan perumahan untuk masyarakat
kurang mampu itu dikhususkan bagi orang yang hafal al-qur’an dan guru
ngaji musholla yang belum mempunyai tempat tinggal sendiri. Ia hanya
mengajukan syarat agar mereka shalat jama’ah lima waktu untuk
mendapatkan fasilitas itu. Pembangunan perumahan ini masih dalam tahap
rencana, namun telah ada yang telah menawarkannya tanah untuk dibangun
perumahan itu. Ia tidak langsung menerimanya mengingat aktivitasnya
24
sekarang yang amat padat, tapi ia telah mempertimbangkan tawaran itu dan
masih akan bermusyawarah dengan orang-orang terdekat.7 Perumahan itu
nantinya akan diberi nama Qaryatun Thayyibah mengacu istilah dalam
Al-Qur’an, yaitu Baldatun Thayyibah.8
Rencana K.H. Achmad Nashihin yang membutuhkan anggaran dana
yang sangat besar itu sempat membuat Gus Sofyan, puteranya menjadi
risau. Kerisauan Gus Sofyan amat beralasan mengingat ia menjabat sebagai
ketua yayasan di pesantren Darul Hikmah yang juga membutuhkan dana
banyak. Ia khawatir rencana K.H. Achmad Nashihin tersebut membuat
operasional di pesantren terbengkalai. Maka ia tanyakan perihal tersebut
kepada ayahnya, “Abi ingin bangun rumah sakit, bangun perumahan, dan
yang lainnya apa abi punya uang?”, ia bertanya. “Abi gak punya uang”,
jawab K.H. Achmad Nashihin singkat. “Trus Abi dapat uang duit dari
mana?”, ia bertanya lagi. “Dari Allah”. Beliau melanjutkan “Jika Allah
berkehendak, tidak ada yang tidak mungkin, cong”. Seketika ia terdiam
setelah mendengarkan penjelasan singkat Abinya. Ia hanya yakin bahwa
Allah akan membantu hamba-hamba-Nya yang berniat baik.9
Selain dua niat mulia di atas, ia juga telah membaiat pesantrennya
untuk memberikan fasilitas gratis secara keseluruhan untuk semua anak
guru ngaji musholla yang kurang mampu. Hal ini untuk memberikan
7 Ibid.
8 Al-Qur’an: 34 (Saba’), 15.
25
apresiasi terhadap guru ngaji musholla yang turut andil dalam
mencerdaskan anak bangsa, terutama dalam hal kegamaan.
Perjuangannya menyiarkan Islam sejak usia belia patut diapresiasi
dan menjadi tambahan motivasi bagi kita untuk lebih giat lagi menyiarkan
Islam. Harusnya semangat ini yang tertanam dalam hati setiap pemuda
Islam masa kini. Dengan ghiroh inilah Islam akan lebih berkembang dan
dengan semangat ini pemuda bisa menjadi harapan untuk masa depan yang
lebih baik. Seperti yang dikatakan dalam maqalah “Syubbanul yaum
rijaalul ghad”10, Pemuda hari ini adalah pemimpin di hari esok. Imam Ali
juga pernah berkata: “innal fata man yaquulu ha ana dza, wa laysal fata
man yaquulu kana abi”11, pemuda sejati ialah yang berkata, “inilah aku”
Bukan yang berteriak, “inilah ayahku!”. Semoga kita bisa menteladani
semangat beliau dalam dakwah Islam agar pemuda hari ini benar-benar bisa
menjadi pemimpin yang baik untuk hari esok.
B. Pendidikan
Pendidikan K.H. AchmadNashihin diawali dengan belajar di SD
Baratan selama 6 tahun. Setelah lulus SD ia melanjutkan menuntut ilmu di
Pesantren Al-Kholili Kotok Kalisat-Jember selama 2 tahun. Di pesantren ini
ada cerita yang amat berkesan hingga membekas di benaknya sampai saat
ini. Ia menuturkan, ketika belajar di sana ia termasuk santri yang paling
26
bodoh dari yang lain. Bahkan ia naik kelas pun dengan predikat naik
bersyarat, jika selama 2 bulan ia masih belum mampu menguasai materi,
maka ia akan diturunkan kembali ke kelas sebelumnya. proses ini
berlangsung kurang lebih hampir satu tahun setengah. Setelah satu tahun
lebih di Pesantren Al-Kholili, ia merasakan ada yang aneh dalam dirinya. Ia
tidak mau makan ikan sama sekali, bukan karena punya penyakit, ada yang
melarang atau pun yang lainnya tapi karena memang tidak punya selera
makan ikan. Ia makan hanya dengan lauk kecap dan kerupuk dan tidak mau
makanan lain, padahal ia tidak melakukan aktifitas puasa putih. Selain itu,
setelah setahun lebih di Pesantren Al-Kholili, ia dididik langsung oleh
pengasuh pesantren, yaitu Kyai Kholili atau lebih dikenal dengan julukan
Kyai Asmawa. Hanya tiga orang yang dididik langsung oleh Kyai Asmawa,
dan ia termasuk di dalamnya.
Tak berselang lama setelah itu ia merasakan ingatannya sangat tajam
dan sangat mudah mencerna pelajaran, bahkan ia hafal semua kitab yang
dijadikan mata pelajaran di Pesantren Al-Kholili. Mengetahui hal tersebut,
para ustadzpun mengetes kemampuannya dengan memberikan kesempatan
kepada seluruh santri untuk bertanya semua pelajaran. Hasilnya, ia bisa
menjawab semua pertanyaan dengan lancar dan dengan jawaban yang
benar. Selanjutnya, ia dipersilahkan bertanya kepada semua santri untuk
mengetes kemampuan mereka. Ia hanya menanyakan satu pertanyaan
umum untuk mereka semua dan tidak satupun dari mereka yang mampu
27
beliau dan barakah tidak makan ikan, sebab ikan-ikan di laut menurutnya
turut memohonkan istighfar untuk orang yang mencari ilmu.12
Setelah nyantri di pesantren Al-Kholili, ia melanjutkan menuntut
ilmu di ponpes Salafiyah Safiiyyah Sukorejo Sitobondo asuhan K.H.R.
As’ad Syamsul ‘Arifin. Di tempat ini ia mengulang kembali dengan duduk
di kelas 5 MI dan ia melanjutkan pendidikan Mts di tempat yang sama.
Uniknya, pendidikan Mts hanya ditempuh dalam waktu satu tahun dan ia
juga tidak bisa memberikan jawaban yang tepat untuk persoalan menjanggal
ini. Kejadian seperti di ponpes Al-Kholili juga ia rasakan di pesantren ini,
ia pernah di tes soal keilmuan dengan santri yang dianggap paling pintar di
pesantren Salafiyah. Hasilnya sudah bisa ditebak, ia kembali memangkan
kompetisi itu. Setelah 5 tahun nyantri di pesantren Salafiyyah, ia
melanjutkan pendidikannya dengan belajar di SMA 2 Jember selama
setahun. Ia juga tidak bisa menjelaskan kenapa pendidikan yang umumnya
ditempuh 3 tahun tersebut dapat ditempuh dalam waktu satu tahun. Dalam
waktu setahun ini ia digembleng secara pribadi oleh Kyai Abdus Shomad
yang menjadi pengasuh pesantren Darus Salam.
Setelah lulus dari SMA 2 Jember, ia melanjutkan rihlah ilmiahnya
dengan melnjutkan ke IAIN Jember sembari nayntri di Pesantren Darus
Salam asuhan Kyai Abdus Shomad. Tidak ada cerita khusus yang ia
sampaikan ketika nyantri di Darus Salam. Namun, yang amat berkesan di
pesantren ini adalah gemblengan Kyai Abdus Shamad yang sangat intens
28
terhadap Achmad Nashihin muda. Cerita berkesan ketika di kampus IAIN
adalah pernah menjabat sebagai asisten dosen. Selain itu, ketika masih
kuliah ia telah mulai mengajar di sekolah-sekolah. Di IAIN Jember inilah ia
menyelesaikan pendidikan formal terakhirnya hingga mendapat gelar Drs.13
Apa yang kau tanam maka itu yang akan kau tanam. Ini adalah salah
satu kata-kata mutiara yang sering kita dengar. Dan benar memang, karena
hal ini sesuai dengana apa yang difirmankan Allah dalam Al-Qur’an yang
berbunyi “faman ya’mal mitsqala dzarratin khairan yarah, wa man ya’mal
mitsqaala dzarratin syarran yarah”14, “Maka barangsiapa mengerjakan
kebaikan seberat zarrah, niscaya dia akan melihat (balasan) nya. Dan
barangsiapa mengerjakan kejahatan seberat zarrah, niscaya dia akan melihat
(balasan) nya”. Kata-kata mutiara serta ayat qur’an di atas sangat tepat jika
dikaitkan dengan kehidupan Achmad Nashihin muda selama menuntut
ilmu. Ia memiliki ghiroh yang luar biasa dalam menuntut ilmu karena ia
sadar bahwa uang kiriman dari orang tua untuk mencukupi kebutuhannya di
Pesantren diperoleh dari hasil kerja keras orang tuanya. Maka tak heran jika
saat ini ia menuai apa yang telah ia tanam selama menuntut ilmu. Buah yang
ia tuai yaitu wawasan keilmuan yang luas serta menjadi ulama’ yang
disegani karena pengaruhnya.
C. Karir dan Aktivitas
29
1. Mengasuh Yayasan Pondok Pesantren Darul Hikmah Al-Ghazalie
Awal mula berdirinya pesantren ini lantaran ada salah seorang
warga yang bernama H. Abdur Rahman sowan kepada Kyai Abdus
Shomad dengan tujuan mewaqafkan tanahnya untuk dijadikan
pesantren. Pada mulanya Kyai Abdus Shomad kurang begitu merespon
permintaan orang tersebut. Karena keinginan H. Abdur Rahman begitu
kuat untuk menghibahkan tanah tersebut, maka ia sowan kembali untuk
kedua kalinya, sehingga Kyai Abdus Shomad menerima tawaran hibah
tanah tersebut dan meminta Achmad Nashihin muda untuk menempati
tanah waqaf itu setelah melalui beberapa proses. Proses yang dimaksud
adalah pengamatan yang dilakukan oleh Kyai Abdus Shomad terhadap
beberapa santrinya dan ia menilai bahwa Achmad Nashihin mempunyai
potensi besar untuk menjadi seorang pemimpin yang bisa menjadi
panutan. Hal itu tampak dari keprbadian Achmad Nashihin ketika
nyantri di tempatnya. Peran keluarga juga tidak bisa dinafikan dalam hal
ini, karena ditinjau dari sisi keluarga, Kyai Abdus Shomad masih
merupakan paman dari Achmad Nashihin.15
Proses selanjutnya ialah sholat istikharah untuk meminta
petunjuk kepada Allah dengan harapan ia tidak salah menjatuhkan
pilihannya hingga menyebabkan penyesalan di kemudian hari. Selain
istikharah, Kyai Abdus Shomad juga meminta pendapat K.H. As’ad
syamsul Arifin yang merupakan salah satu kyai besar di Situbondo. K.H.
30
As’ad mendukung hal tersebut dan menyuruh Kyai Abdus Shomad agar
H. Abdur Rahman menghibahkan tanah waqaf tersebut secara langsung
kepada Achmad nashihin serta mengurus perlengkapannya. Hal ini
dilakukan karena khawatir ada pihak keluarga H. Abdur Rahman tidak
ikhlas jika tanah itu ditempati Achmad Nashihin dan akan menuntutnya
di kemudian hari. Maka makin mantablah Kyai Abdus shomad dan
yakin bahwa pilihan beliau insyaallah tidak akan keliru.
Pada tanggal 28 Februari 1988 K.H. Achmad Nashihin mulai
menempati tanah waqaf tersebut. Sejak saat itu, masyarakat mulai
berdatangan untuk menitipkan anak-anaknya belajar ilmu agama pada
beliau. Karena animo masyarakat yang besar maka dibangunlah
beberapa bangunan untuk santri yang ingin nyantri dan menetap di
Pesantren itu. Selanjutnya Kyai Abdus Shomad memberi nama
pesantren tersebut dengan nama Darul Hikmah. Ketika ia mulai
mengasuh pesantren Darul Hikmah, ia masih memiliki kesibukan di
luar, yaitu kuliah di IAIN Jember.16 Pendamping setianya dalam
berbagai aktivitas ialah Syamsul Hadi, yang juga menyebut dirinya
sebagai santri pertama K.H. Achmad Nashihin. Ia kerap kali menemani
aktifitas K.H. Achmad Nashihin, baik aktifitas pribadi beliau maupun
aktifitas pesantren. Syamsul Hadi ini merupakan sepupu dari istrinya,
yaitu Nyai Ummu Azizah. Maka tidak heran jika Syamsul Hadi
31
mengabdikan dirinya untuk K.H. Achmad Nashihin karena sejak kecil
Syamsul Hadi dan Nyai Ummu Azizah telah terbiasa hidup bersama.
Seiring dengan perkembangan zaman, pesantren Darul Hikmah
mengalami perkembangan yang sangat pesat, baik perkembangan dari
segi sarana prasarana maupun dari segi banyaknya santri yang mondok
di tempat tersebut. Lembaga pendidikan yang ditawarkan kepada
masyarakat juga sangat beragam, mulai dari tingkat Paud sampai tingkat
SMA. Bahkan dulu sempat dibuka perguruan tinggi namun dibubarkan
karena sepinya peminat karena meyakinkan pentignya pendidikan di
tengah masyarakat itu tidaklah mudah. Untuk lembaga pendidikan di
semua tingkatan dibagi menjadi dua semua, seperti ada SD dan MI, ada
SMP dan MTS, dan selanjutnya ada SMA dan SMK. Pembagian ini
dilakukan karena beragamnya kebutuhan masyarakat sekitar. Untuk
jumlah siswa yang belajar di Pesantren Darul Hikmah kira-kira sekitar
ribuan, namun untuk jumlah santri yang menetap di pesantren sekitar
400-an.
Untuk kesibukan K.H. Achmad Nashihin dalam mengasuh
pesantren salah satunya ialah beliau selalu menjadi imam untuk sholat
berjama’ah lima waktu. Selain itu ia juga mengajar kitab bidayatul
hidayah karya Imam Ghazali yang diikuti oleh semua santri. Ia mengajar
kitab pada hari selasa ba’da isya’ dan tidak mengajar selain hari itu.
Dalam menyampaikan materinya, model pengajaran yang dipilih
32
membaca beberapa kalimat dan kemudian menerangkannya.
Kadangkala ia juga mengambil refrensi dari kitab lain dalam
menerangkan bidayah dan seringkali mengaitkannya dengan
kondisi-kondisi aktual masa kini.
Selain kesibukan di atas, kesibukannya dengan para santri
adalah memimpin dzikir yang diawali dengan shalat tasbih tiap malam
jum’at dari pukul 21.00-22.30. Pengasuh pesantren Darul Hikmah
memang terkenal sebagai seorang yang ahli ibadah. Maka tidak heran
jika santri-santrinya bukan hanya dituntut agar rajin belajar, namun juga
harus rajin beribadah. Hal ini juga tampak dari aturan yang ia buat, yaitu
mewajibkan santri-santri untuk sholat malam dan sholat dhuha.
2. Pembina Dzikir Padhang Bulan
Kesibukan K.H. Achmad Nashihin dalam membina jamaah dzikir
padhang bulan ini dimulai sekitar tahun 2007. Kesibukan ini bermula
setelah ia mendirikan jamaah dzikir padhang bulan di pesantrennya.
Animo masyarakat yang besar terhadap kegiatan ini mengahruskannya
pintar-pintar membagi waktu mengingat aktifitas beliau yang sangat
padat. Sejak awal berdirinya majelis ini, ia selalu berusaha istiqomah
meluangkan waktunya untuk kegiatan yang diadakan tip bulan ini.17
Posisinya sebagai pembina tentu memegang peranan sentral dalam
kegiatan ini. Ditambah lagi, ia enggan mewakilkan kegiatan ini kepada
orang lain untuk memimpin agenda dzikir, kecuali sangat terdesak,
33
sebab ia ingin lebih dekat dengan masyarakat sekitar. Kesibukannnya
yang begitu padat seringkali membuatnya kurang memiliki banyak
waktu bersosialisasi dengan masyarakat. Maka dengan adanya kegiatan
ini ia memiliki waktu khusus untuk bersosialisasi dan bercengkrama
dengan masyarakat sekitar. Pengaruh kegiatan ini juga sangat dirasakan
manfaatnya memberikan dampak yang positif terhadap masyarakat,
terutama dengan hal-hal yang berhubungan dengan spiritual
masyarakat.
Kesungguhannya untuk membesarkan majelis ini begitu kuat. Hal
ini dapat dilihat dari publikasi yang dilakukan olehnya begitu getol. Ia
tidak bosan-bosannya mengingatkan masyarakat untuk mengikuti dzikir
ini. Hal ini bukan semata-mata untuk meningkatkan popularitasnya,
terlebih untuk mencari materi. Tanpa acara seperti ini pun namanya
telah harum di kota Jember karena ia sering diundang untuk mengisi
ceramah-ceramah, baik di pemerintahan maupun di tengah-tengah
masyarakat. Cukuplah kekayaannya yang melimpah yang menjawab
bahwa bukan materi yang dicarinya, bahkan ia membagi-bagikan nasi
gratis untuk semua jama’ah. Jika bukan karena mengharap ridha Allah
tentu sangatlah berat untuk melaksanakan tugas mulia ini.
Tapi ibarat sumur yang pasti ada comberannya, begitupun dengan
kedudukannya. Tidak semua orang bisa menerima i’tikad baiknya,
banyak fitnah yang menyerang kehidupan rumah tangganya. Tapi
34
menghadapi cemohan itu dengan penuh kesabaran karena beliau sadar
bahwa dakwah itu membutuhkan perjuangan yang melelahkan.18
Dzikir ini diikuti sekitar 800-1000 jama’ah dari dalam maupun dari
luar. Jumlah itu tentu tidak terlalu banyak jika dibandingkan dengan
jumlah santri muqim maupun santri kalong yang belajar di tempat beliau
yang mencapai ribuan. Kesadaran masayarakat sekitar untuk mengikuti
agenda seperti ini masih belum terbangun. Rasa malas dan termakan
oleh gosip murahan tentang beliau menjadi salah satu alasan
ketidakhadiran mereka. Namun bukan berarti kegiatan ini tidak
memberikan dampak positif terhadap masyarakat. Jika dibandingkan
dengan kondisi sebelumnya tentu kegiatan ini sangat memberikan
dampak perubahan yang positif terhadap perubahan masyarakat sekitar.
Perubahan itu tampak pada jama’ah yang mengikuti majelis ini
mempunyai pemahaman yang lebih tentang agama dan membawa
pengaruh pada setiap tindak-tanduknya.
Bacaan dzikir yang dibaca oleh jama’ah dzikir Padhang Bulan
adalah dzikir yang telah disusun oleh K.H. Achmad Nashihin dan telah
memiliki ijazah dari para guru beliau. Dzikir-dzikir itu dibaca dengan
bilangan tertentu sesuai yang telah tertera pada lembaran kertas dzikir
yang telah ia susun. Menurutnya bilangan-bilangan itu juga didapatkan
dari guru-gurunya. Untuk fadhilah dzikir-dzikir tersebut menurutnya
35
memiliki manfaat yang sangat banyak, seperti dimudahkan segala
urusannya dan lain sebagainya.
3. Pengelola PT. Al-Ghazalie Citra Utama
Nama Al-Ghazalie sebenarnya diambil dari nama kakeknya yang
telah banyak menginsiparasinya selama tinggal bersama. PT.
Al-Ghazalie ini pada mulanya hanyalah sebuah kelompok bimbingan
ibadah haji (KBIH) yang mengurusi perjalanan ibadah haji. Inisiatif
untuk mendirikan KBIH inipun tidak serta merta muncul dari K.H.
Achmad Nashihin, namun dari aspirasi masyarakat yang meminta beliau
untuk memberikan bimbingan manasik haji dari tanah air sampai ke
tanah suci Mekkah.
Berangkat dari aspirasi masyarakat tersebut maka beliau sowan ke
guru-guru beliau, diantaranya: Kyai Abdus Shomad, K.H. Muhyiddin
Abdus Shomad, KH. Khotib Umar, Habib Aqil Al-Athas, KHR. Kholil
As’ad dan Gus Mad (Pembimbing KBIH Ar-Rifa’i Malang), mereka
menyarankan agar “haji setiap tahun dengan biaya sendiri dan
membimbing calon jama’ah dengan ikhlas”.
Atas dasar pertimbangan-pertimbangan di atas maka ia memutuskan
untuk mendirikan KBIH yang diberi nama KBIH Al-Ghazalie atas saran
K.H. Muhyiddin Abdus Shomad. Maka pada tanggal 21 Agustus 2003
36
Saudi.19 KBIH ini mempunyai tujuan untuk membantu masyarakat
sekitar untuk memudahkan mereka melaksanakan ibadah ke tanah suci.
Hal ini terbukti, bahwa semenjak dibentuknya KBIH masyarakat
berduyun-duyun untuk mendaftarkan dirinya bergabung dengan KBIH
Al-Ghazalie hingga KBIH ini menjadi KBIH terbesar di Jember. Selain
melaksanakan kegiatan ibadah haji, ia juga melaksanakan kegiatan
umroh. Animo masyarakat melaksanakan ibadah umroh ternyata juga
cukup besar. Hal ini mengaharuskannya bolak balik Indonesia-Mekkah
berkali-kali hingga pada tahun 2010 ia mengenal salah satu pimpinan
Garuda Indonesia dan PT. Raudhah Amani Wisata (Ramani) hingga
terjadi kesepakatan agar beliau membuka perwakilan PT. Ramani di
Jember dengan nama Ghazalie Citra Utama. Setelah dirasa
Al-Ghazalie Citra Utama mengalami perkembangan yang sangat pesat,
maka pada tahun 2013 PT. Ramani menyarankan agar Al-Ghazalie Citra
Utama menjadi sebuah PT.
Setelah musyawarah dengan keluarga dan melakukan beberapa
pertimbangan, maka diuruslah perijinannya untuk menajdi PT. hingga
pada tahun itu juga Ghazalie Citra Utama resmi menjadi PT.
Al-Ghazalie Citra Utama. PT. Al-Al-Ghazalie ini menjadi satu-satunya PT.
milik masyarakat Jember yang bergerak dalam bidang ibadah haji dan
haji plus serta umroh. Dalam setahun PT. ini bisa melakukan perjalanan
19Ibnu Rofi’i, Bimbingan Praktis Manasik haji, umrah, dan ziarah (t.tp: KBIH Al-Ghazalie,t.th),
37
tujuh kali ke Mekkah untuk ibadah umroh saja. Sekali perjalanan bisa
memberangkatkan 80 jamaah bahkan lebih.20
Posisinya secara struktural dalam PT. Al-Ghazalie adalah sebagai
komisaris sebagaimana yang tertulis dalam Akta pendirian no. 28
tanggal 22 Maret 2013. Namun secara kultural ia tetap setia
mendampingi jamaah ketika manasik maupun ketika di Mekkah. Sekilas
pandang tentang awal mula berdirinya PT. Al-Ghazali bisa dilihat dari
tulisannya yang penulis peroleh dari blog pesantren darul hikmah yang
ditulis dalam bentuk narasi. Berikut tulisan beliau:
“Pada bulan Romadhon tahun 2003 saya ( Drs. KH. Achmad
Nashihin, AR) melaksanakan ibadah umroh dengan ikut PT. Safiir Amal
Imani yang di ikuti sekitar 23 Jamaah. Saat itu dari Indonesia langsung
menuju Madinah. Menjelang keberangkatan ke Makkah ada
pemantapan manasik dan saya di minta untuk memberi tusiyah dan
sekaligus materi manasik umroh. Dengan penuh senang hati dan rasa
tanggung jawab saya laksanakan amanah itu sebagai pengamalan ilmu
saya. Prosesi seperti ini (ibadah umroh di dalamnya ada pengajian)
rupanya sangat di rasakan manfaatnya oleh masyarakat Jember.
Sehingga masyarakat Jember semakin banyak yang melaksanakan
ibadah umroh bersama saya.
Pada tahun 2010 saya bertemu dengan salah satu pimpinan
Garuda Indonesia dan salah satu pengurus PT. Raudhah Amani Wisata
38
(RAMANI) yaitu HM. Budi Santoso, saat itulah saya mendapatkan ilmu
tentang pengurusan tiket dan visa. Kemudian keesokan harinya saya di
pertemukan dengan pimpinan Ramani yaitu Djajang Sudrajat. pada saat
itulah terjadi kesepakatan antara saya dan Ramani. Yaitu Ramani
membuka perwakilan di jember dengan nama Al-Ghazaalie Citra
Utama.
Pada awal tahun 2013 Al-Ghazaalie Citra Utama di sarankan
oleh pihak Ramani untuk menjadi PT. Al-Ghazaalie Citra Utama.
Dengan segala pertimbangan dan musyawaroh kami beserta keluarga
besar kami semuanya sepakat untuk meresmikan dan mengurusi
perijinan PT. Al-Ghazaalie Citra Utama dengan pihak-pihak terkait”.21
21Achmad Nashihin, “Sejarah Berdirnya PT. Al-Ghazalie Citra Utama”, dalam
BAB III
SEJARAH DAN PERKEMBANGAN DZIKIR PADHANG BULAN DI KERANJINGAN JEMBER
A. Definisi Dzikir Padhang Bulan
Dzikir adalah sesuatu yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan
kaum muslim. Di bab pertama telah dijelaskan beberapa manfaat dzikir
yang sangat begitu dahsyat dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu manfaat
dzikir yang disebutkan dalam al-qur’an ialah dzikir bisa membuat hati kita
menjadi tenang.1 Dzikir menurut Imam Ghazali mempunyai pengertian
mengingat Allah. Tidak terikat waktu, hendaknya dilakukan kapan kapan
dan di mana saja. Lebih utama jika ketika duduk sehabis shalat. Atau ketika
duduk di tengah-tengah sebuah majelis.2
Dzikir yang dibaca umat muslim memiliki beraneka ragam corak
dan model. Ada yang membaca dzikir pada setiap gerak-geriknya dan
adapula yang membaca dzikir tertentu dan pada tempat dan waktu tertentu.
Ada seseorang membaca dengan keras, pelan, menangis,dan lain
sebagainya. Hal tersebut merupakan bentuk ekspresif mereka dalam
mengingat Allah. Tidak terhitung jumlah jama’ah dzikir di Tanah air
tercinta ini. Salah satu jama’ah dzikir yang cukup terkenal di daerah Jember
ialah Dzikir Padhang bulan.
1
Al-Qur’an, 13 (ar-Ra’du) : 28.
40
Dzikir padhang bulan ini tidak jauh berbeda dengan dzikir-dzikir
biasanya. Menurut K.H. Achmad Nashihin dinamai dzikir padhang bulan
karena waktu pelaksanaan dzikir ini berlangsung ketika bulan padang atau
ketika bulan terang benderang, yaitu pada malam 15 bulan hijriah.3 Acara
dzikir padhang bulan ini dihelat di tanah lapang dan tanpa penerangan
lampu apapun, jadi benar-benar mengandalkan sinar rembulan. Hal ini bisa
menambah tingkat kekhusyukan jama’ah dalam melaksanakan dzikir.
Selain itu, biasanya K.H. Achmad Nashihin juga menganjurkan jamaah
untuk berpuasa pada tanggal 13, 14, dan 15 bulan hijriah yang merupakan
puasa ayyamul bidh atau puasa hari putih. Menurutnya, dengan berpuasa
pada tiga hari tersebut sama halnya kita berpuasa selama setahun penuh.
Hal ini sesuai dengan hadits-hadits Nabi berikut ini:
-Diriwayatkan dari Muadzah Al-Adawiyah : Saya pernah bertanya kepada
Aisyah r.a., istri Nabi Saw., “Apakah Rasulullah Saw. biasa berpuasa tiga
hari pada setiap bulannya?” Aisyah menjawab, “Ya.”. Lalu saya bertanya
lagi, “Pada hari-hari apakah yang biasa beliau lakukan dalam berpuasa
setiap bulan itu?” Dia menjawab, “Beliau tidak memedulikan kepada hari
apa saja beliau berpuasa pada setiap bulannya.” (Muttafaq Alaih: 627).4
-“Puasa pada tiga hari setiap bulannya adalah seperti puasa sepanjang
tahun.” (HR. Bukhari no. 1979).5
3 Achmad nashihin, Wawancara, Keranjingan-Jember, 03 Maret 2017.
41
-“Hai Abu Dzar, Jika engkau ingin berpuasa tiga hari setiap bulannya, maka
berpuasalah pada tanggal 13, 14, dan 15 (dari bulan Hijriyah).” (H.R. Ibnu
Khuzaimah no. 2128 dan An-Nasa’i 4: 192).6
Sebelum melaksanakan dzikir, para jamaah diajak untuk shalat
tasbih terlebih dahulu. Sebagaimana kita ketahui bahwa sholat tasbih
termasuk sholat yang dianjurkan oleh Nabi Muhammad saw, meskipun ada
beberapa ulama’ yang berbeda pendapat terkait hukum melaksanakan shalat
tasbih. Berikut hadits yang menerangkan tentang shalat tasbih:
“Dari Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah bersabda kepada Abbas bin Abdul
Muththalib, “Hai Abbas, hai pamanku, maukah engkau aku beri? Maukah
engkau aku kasih? Maukah engkau aku beri hadiah? Maukah engkau aku
ajari sepuluh sifat (pekerti)? Jika engkau melakukannya, Allah mengampuni
dosamu: dosa yang awal dan yang akhir, dosa yang lama dan yang baru,
dosa yang tidak disengaja dan yang disengaja, dosa yang kecil dan yang
besar, dosa yang rahasia dan terang-terangan, sepuluh macam (dosa).
Engkau shalat empat rakaat. Pada setiap rakaat engkau membaca al-Fatihah
dan satu surat (al-Quran). Jika engkau telah selesai membaca (surat) pada
awal rakaat, sementara engkau masih berdiri, engkau membaca,
‘Subhanallah, walhamdulillah, walaa ilaaha illa Allah, wallahu akbar’
sebanyak 15 kali. Kemudian ruku’, maka engkau ucapkan (dzikir) itu
sebanyak 10 kali. Kemudian engkau angkat kepalamu dari ruku’, lalu
ucapkan (dzikir) itu sebanyak 10 kali. Kemudian engkau turun sujud, ketika
42
sujud engkau ucapkan (dzikir) itu sebanyak 10 kali. Kemudian engkau
angkat kepalamu dari sujud, maka engkau ucapkan (dzikir) itu sebanyak 10
kali. Kemudian engkau bersujud, lalu ucapkan (dzikir) itu sebanyak 10 kali.
Kemudian engkau angkat kepalamu, maka engkau ucapkan (dzikir) itu
sebanyak 10 kali. Maka itulah 75 (dzikir) pada setiap satu rakaat. Engkau
lakukan itu dalam empat rakaat. Jika engkau mampu melakukan (shalat) itu
setiap hari sekali, maka lakukanlah! Jika engkau tidak melakukannya, maka
(lakukan) setiap bulan sekali! Jika tidak, maka (lakukan) setiap tahun sekali!
Jika engkau tidak melakukannya, maka (lakukan) sekali dalam umurmu.”7
Salah satu ulama’ yang menyatakan bahwa hadits tentang shalat
tasbih tidak bisa dijadikan hujah, yaitu Abul Faraj Ibnul Jauzi rahimahullah.
Ia menyebutkan hadits-hadits shalat tasbih dan jalan-jalannya, di dalam
kitab beliau al-Maudhu’at, kemudian men-dha’if-kan semuanya dan
menjelaskan kelemahannya. Sedangkan salah satu ulama’ yang mendukung
dengan hadits-hadits tentang shalat tasbih, yaitu Ar-Ruyani rahimahullah
berkata dalam kitab al-Bahr, di akhir kitab al-Janaiz, “Ketahuilah, bahwa
shalat tasbih dianjurkan, disukai untuk dilakukan dengan rutin setiap waktu,
dan janganlah seseorang lalai darinya.”8
Dari pemaparan di atas kita bisa memilih pendapat mana yang akan
kita jadikan panutan. Terlepas dari hal itu, shalat tasbih ini bisa membawa
kedamaian tersendiri bagi jamaah dzikir padhang bulan. Suasana hening dan