• Tidak ada hasil yang ditemukan

Humor sebagai alat komunikasi politik Gus Dur.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Humor sebagai alat komunikasi politik Gus Dur."

Copied!
89
0
0

Teks penuh

(1)

HUMOR SEBAGAI ALAT KOMUNIKASI

POLITIK GUS DUR

SKRIPSI

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Akhir Guna Memperoleh Gelar

Sarjana Strata satu (S1) dalam Filsafat Politik Islam

Oleh :

Ahmad Syafi’i Karim E84208036

PROGRAM STUDI FILSAFAT POLITIK ISLAM FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

Karim. Ahmad Syafi’i. E84208036, 2014. Humor Sebagai Alat Komunikasi Politik Gus Dur. Prodi Filsafat Politik Islam Fakultas Ushuluddin dan Filsafat

ini adalah sebuah penelitian yang akan menjawab permasalahan: Bagaimana humor menjadi alat komunikasi politik Gus Dur? Dan Bagaimana implikasi penggunaan humor sebagai alat komunikasi politik Gus Dur bagi para politisi?

Jenis penelitian ini merupakan library research (penelitian pustaka), yaitu suatu uasaha untuk memperoleh data atau informasi yang diperlukan serta menganalisis suatu permasalahan melalui sumber-sumber kepustakaan. Pada penelitian ini penulis akan mengkaji pola komunikasi politik Gus Dur yang sudah dituangkan dalam sebuah teks tertulis. Kemudian melakukan analisa terhadap pemikirannya tersebut. Sehingga metode yang akan digunakan pada kajian ini adalah metode penelitian deskriptif. Pada penelitian ini digunakan tekhnik analisa data content analysis. Pada penelitian ini content analysis digunakan untuk membedah humor sebagai sarana komunikasi politik Gus Dur yang sudah dituangkan dalam sebuah teks tertulis.

Dari penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut: Humor bagi Gus Dur merupakan alat komunikasi politik yang sangat efektif sekali. Faktanya banyak masyarakat Indonesia terpengaruh oleh humor Gus Dur. Sehingga sampailah Gus Dur menjadi presiden Republik Indonesia yang ke empat. Hal ini merupakan contoh keberhasilan dari humor Gus Dur sebagai alat komunikasi politik. Pandangan dari para politisi mengenai humor Gus Dur sangat beragam. Secara umum pandangan mereka tentang humor Gus Dur adalah sebagai berikut: Humor beliau sebagai peredam emosi lawan bicara, Humor beliau mengandung pesan dakwah, Humor beliau menyadarkan masyakat untuk membangun negeri menjadi lebih mandiri, Humor beliau mengandung pesan, bahwa sesuatu yang serius apapun harus dihadapi dengan santai tapi pasti dan Humor beliau mengandung pesan untuk berfikir logis.

(7)

DAFTAR ISI

SAMPUL DEPAN ... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ... ii

PENGESAHAN TIM PENGUJI SKRIPSI ... iii

PERSEMBAHAN ... iv

MOTTO ... v

ABSTRAK ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... viii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 6

E. Definisi Konsep ... 6

F. Tinjauan Pustaka ... 7

G. Kerangka Teoritik ... 9

H. Metode Penelitian... 16

I. Sistematika Pembahasan ... 19

BAB II TEORI KOMUNIKASI POLITIK A. Pengertian Komunikasi Politik ... 20

B. Unsur-unsur Komunikasi Politik ... 27

C. Komunikator Politik ... 34

D. Fungsi Komunikasi Politik ... 38

BAB III HUMORISASI POLITIK GUS DUR A. Biografi Gus Dur ... 40

B. Perjalanan Intelektual ... 42

(8)

D. Pemikiran Gus Dur ... 50

E. Humorisasi Politik Gus Dur ... 53

F. Wafatnya Gus Dur ... 59

BAB IV HUMOR SEBAGAI ALAT KOMUNIKASI POLITIK GUS DUR

A. Humor Politik Gus Dur ... 61

B. Implikasi Humor Gus Dur ... 69

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 76

B. Saran ... 77

(9)

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang

Komunikasi merupakan alat dalam menyampaikan pesan antar manusia

satu pada manusia lainnya. Dalam komunikasi biasanya penerima pesan mencoba

untuk menafsirkan apa yang disampaikan oleh penyampai pesan. Adakalanya

pesan itu disampaikan melalui kata-kata atau bahasa tubuh hingga akhirnya pesan

itu bisa mempengaruhi sikap dan tindakan sang penerima pesan.

Komunikasi bisa masuk ke dalam ranah manapun, termasuk dalam bidang

politik sekalipun. Sejumlah ilmuwan komunikasi menyebutkan bahwa komunikasi

juga mencakupi politik. Maka begitupun sebaliknya, ilmuwan politik memandang

bahwa sesungguhnya politik meliputi komunikasi. Hal ini dikarenakan banyak

definisi komunikasi yang telah ternoda oleh politik atau mengandung makna

politik.1 Hal ini bisa dipahami karena politik dan komunikasi mempunyai sifat

yang sama yaitu bersifat serba hadir,multimakna dan multidefinisi.

Maka dari itu, komunikasi politik merupakan aktivitas yang tidak

terpisahkan dari keseharian manusia di berbagai bidang. Dalam aktivitas politik,

komunikasi memainkan peran yang dominan. Mengutip pendapat Redi Panuju,

apabila politik diartikan sebagai gejala manusia dalam rangka mengatur hidup

bersama, maka esensi politik sebenarnya juga komunikasi2. Komunikasi adalah

hubungan antar manusia dalam rangka mencapai saling pengertian (mutual

1

Anwar Ibrahim, Komunikasi Politik : Filsafat, Paradigma, Teori, Tujuan, Strategi dan Komunikasi Politik Indonesia (Yogjakarta : Graha Ilmu,2011), 6.

2

(10)

2

understanding). Dengan demikian, komunikasi sebagai proses politik, dapat

diartikan sebagai gejala-gejala yang menyangkut pembentukan kesepakatan.

Misalnya, kesepakatan menyangkut bagaimana pembagian sumberdaya kekuasaan

atau bagaimana kesepakatan tersebut dibuat.

Melihat hal tersebut maka komunikasi politik bukanlah fungsi yang berdiri

sendiri, akan tetapi merupakan proses penyampaian pesan-pesan yang terjadi pada

saat keenam fungsi lainnya dijalankan. Keenam fungsi tersebut adalah sosialisasi

dan rekrutmen politik, perumusan kepentingan, penggabungan kepentingan,

pembuatan aturan, penerapan aturan dan keputusan aturan. Hal ini berarti bahwa

fungsi komunikasi politik terdapat secara inheren di dalam setiap fungsi sistem

politik.

Secara harfiah, komunikasi (communication) berasal dari bahasa latin

communicatio yang berarti pemberitahuan, pemberi bagian, pertukaran pendapat

dan ikut mengambil bagian. Kata sifatnya communis artinya bersifat umum atau

bersama-sama. Kata kerjanya communicare artinya berdialog, berunding atau

bermusyawarah. Definisi komunikasi secara sederhana mengacu pada pengalihan

informasi untuk memperoleh tanggapan atau saling berbagi informasi, gagasan

dan sikap3. Sementara definisi politik mengacu pada pendapat Deliar Noer,

sebagai aktivitas atau sikap yang berhubungan dengan kekuasaan dan yang

bermaksud untuk mempengaruhi dengan jalan mengubah atau mempertahankan

suatu bentuk susunan masyarakat.4

3

Anwar Ibrahim, Komunikasi Politik, 6

4

(11)

3

Untuk memperjelas konsep komunikasi politik, menarik kiranya mengkaji

komunikasi politik dari Maswadi Rauf. Menurutnya, komunikasi politik sebagai

kegiatan politik merupakan penyampaian pesan-pesan yang bercirikan politik oleh

aktor-aktor politik kepada pihak lain. Telaah atas substansi komunikasi politik,

selalu menempatkan rumusan komunikasi yang diarahkan kepada pencapaian

suatu pengaruh, baik dilevel orientasi, pemikiran politik atau ideologi tertentu

dalam rangka menguasai dan mempertahankan kekuasaan.5

Jadi, komunikasi politik pada hakikatnya bertemu pada dua titik yaitu,

pembicaraan dan pengaruh atau mempengaruhi. Politik adalah komunikasi karena

sebagian besar kegiatan politik dilakukan dengan pembicaraan sebagai salah satu

bentuk komunikasi. Begitupula sebaliknya, komunikasi adalah politik, karena

hampir semua bentuk komunikasi bertujuan untuk mempengaruhi sebagai salah

satu dimensi politik.

Dalam skripsi ini, penulis mencoba mengkaji model dan gaya komunikasi

politik yang diterapkan oleh mantan Presiden ke empat Republik Indonesia, Alm.

KH.Abdurrahman Wahid atau akrab dipanggil dengan nama Gus Dur. Sebagai

salah satu tokoh sekaligus aktor politik yang sangat berpengaruh pada level politik

kontemporer, Gus Dur mempunyai gaya komunikasi politik yang unik dan

berbeda dengan politisi kebanyakan di Indonesia. Model komunikasi politik Gus

Dur ibarat oase di tengah gersanganya komunikasi para elit negeri ini. Di saat

kebanyakan elit politik kita nyaris seragam didominasi oleh budaya high context

culture yang ditandai dengan politik harmoni, Gus Dur justru kerapkali hadir

5

(12)

4

dengan gayanya yang di luar mainstream. Banyak pesan yang diproduksi Gus

Dur, menghadirkan kedalaman wacana dan mengundang minat untuk menjadi

perbincangan publik. Komunikasi penuh warna ala Gus Dur tidak sekedar

memenuhi formalitas kehadiran sang tokoh di ranah publik, melainkan juga kaya

dengan bahan diskursus mulai dari warung kopi hingga kajian ilmiah di berbagai

kampus maupun pusat-pusat studi.

Mencermati pola komunikasi politik yang digunakan oleh Gus Dur,

tampak jelas bahwa kekuasaan, dalam hal ini politik, tidak selalu menggunakan

pakem-pakem yang mutlak dan kaku, tapi bagaimana membuat manuver dan

meraih dukungan rakyat atau massa. Karena itu, visi, tekad dan keyakinan saja

tidak cukup tanpa dibarengi dengan akomodasi dan trik-trik politik, termasuk

dalam hal ini penyampaian pesan-pesan politik.6

Pemilihan humor sebagai penyampaian pesan oleh Gus Dur menunjukkan

kemampuannya dalam memahami kondisi psikologis masyarakat awam yang

tidak suka dengan bahasa yang rumit dan nasehat yang terlalu kaku.7 Dalam

penyampaian pesan-pesan politik yang terkesan berat, kadangkala hal itu

dilakukan oleh Gus Dur melalui humor atau lelucon yang ringan, sehingga pesan

politik itu mudah diterima dan dipahami. Hal itu bisa dilihat dalam dalam tulisan

Gus Dur yang berjudul “Melawan Melalui Lelucon”.8 Menurut Franz Magnis

Suseno, kebiasaan Gus Dur menyampaikan pesan politik melalui guyonan atau

humor menunjukkan kecerdasannya dalam memahami emosi orang yang

6

Mudjia Rahardjo, Hermeneutika Gadamerian : Kuasa Bahasa Dalam Wacana Politik Gus Dur ( Malang : UIN MalikI Press, 2010), 9.

7

Nur Kholisoh, Demokrasi Aja Kok Repot : Retorika Politik Gus Dur Dalam Proses Demokrasi di Indonesia (Yogjakarta : Pohon Cahaya, 2012), 95

8

(13)

5

diajaknya bicara. Menurut Gus Dur sendiri, pesan politik yang berat sekalipun,

kalau disampaikan dengan humor, akan lebih mudah dipahami dan diterima,

meskipun itu merupakan teguran atau sindiran bagi orang yang diajaknya bicara.

Bahkan di negara yang sangat otoriter sekalipun, seorang politikus boleh

saja memanipulasi pemilihan umum, membungkam pendapat, melumpuhkan

gerakan demokrasi demi alasan stabilitas, subversi, kiri, dan lain-lain. Akan tetapi

terhadap yang namanya humor politik, jelas mereka tidak berdaya. Paling banter

mereka hanya bisa membunuh si tukang cerita, akan tetapi humor itu sendiri

menyelusup jauh di sela jeruji penjara dan lolos dari segenap pengejaran.

Maka dari itu penyusunan skripsi ini berusaha untuk mengupas humor

sebagai sebuah alat komunikasi politik oleh Gus Dur. Humor yang menjadi sarana

mengantarkan Gus Dur pada pergulatan politik tertinggi di negeri ini dengan

menjadi presiden yang diusung oleh faksi Poros Tengah.

B.Rumusan Masalah

1. Bagaimana humor menjadi alat komunikasi politik Gus Dur?

2. Bagaimana implikasi penggunaan humor sebagai alat komunikasi politik

Gus Dur bagi para politisi?

C.Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui motif penggunaan humor sebagai alat

komunikasi politik oleh Gus Dur.

2. Untuk mengetahui konsekuensi penggunaan humor sebagai alat

(14)

6

D.Manfaat Penelitian

Kegunaan penelitian dibagi menjadi dua, yaitu dari segi teoritik dan

praktis. Dengan penjelasan sebagai berikut:

1) Manfaat Teoritis

Penelitian ini dapat menambah khazanah dalam disiplin ilmu

pengetahuan, khususnya disiplin ilmu politik dan sub disiplin ilmu

komunikasi politik. Di sisi lain, bermanfaat untuk mengetahui dan

memahami teori, konsep, maupun metode yang berkembang dalam

bidang ilmu komunikasi politik.

2) Manfaat Praktis

Studi tentang komunikasi politik ini tidak akan bisa ditinggalkan

dalam dinamika pesta politik di tanah air, selain karena penelitian ini akan

memberi manfaat bagi para politisi ataupun sebagian kalangan yang ingin

bergelut dalam dunia politik praktis. Didalamnya politisi dan akademisi

juga akan mengetahui varian-varian serta model-model komunikasi

politik terutama pemilihan humor sebagai sarana komunikasi politik oleh

Gus Dur.

E.Definisi Konsep

Untuk menghindari kesalahpahaman dalam memahami penelitian ini,

maka perlu dijelaskan terlebih dahulu definisi konsep yang digunakan dalam

penelitian ini yaitu: humor, komunikasi politik dan Gus Dur adalah sebagai

(15)

7

Humor : Kemampuan merasai sesuatu yang lucu dan

menyenangkan, keadaan, serta yang menggelikan

hati.9

Komunikasi : Proses dimana suatu ide dialihkan dari sumber

kepada satu penerima atau lebih dengan maksud

untuk mengubah tingkah laku mereka.10

Politik : Usaha untuk menentukan peraturan-peraturan yang

dapat diterima baik oleh sebagian besar warga,

untuk membawa masyarakat ke arah kehidupan

bersam yang harmonis.11

Komunikasi politik : Pembicaraan untuk memengaruhi dalam kehidupan

bernegara.12

F. Tinjauan Pustaka

1. Tesis dari Zainal Ilmi yang berjudul ”Pesan Komunikasi politik

Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dalam Gerakan Demokrasi di Indonesia dan

Pengaruhnya terhadap kalangan Nahdliyin di Samarinda”. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis : pesan komunikasi politik Gus Dur dalam

gerakan demokrasi di Indonesia dan pengaruhnya terhadap kalangan

nahdliyin Samarinda

Metode yang digunakan adalah diskriptif kualitatif dan kuantitatif.

Populasi dan sampel dengan penggunaan quesioner sebagai instrumen

utama adalah 317 responden dari kalangan Nahdliyin Samarinda, terdiri dari

9

Suharso dan Ana Retnoningsih, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Semarang : Widya Karya, 2010), 171.

10

Hafied Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2011), 20.

11

Miriam Budiarjo, Dasar-dasar Ilmu Politik (Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2010), 15.

12

(16)

8

218 responden dari warga pesantren dan 99 responden lainnya dari anggota

Nahdliyin di Samarinda.

Hasil analisa ditemukan bahwa: (1) Pesan komunikasi politik Gus

Dur dikelompokkan dalam empat kategori yaitu pesan kemanusiaan, pesan

keadilan dalam pluralitas masyarakat, pesan kebudayaan dalam pluralitas

masyarakat, dan pesan progrevitas pemikiran ke-Islam-an. (2)Sikap

Nahdliyin Samarinda dalam menerima pesan komunikasi Gus Dur sangat

baik karena disampaikan dengan nuansa keagamaan. (3) Hasil analisis

pengaruh pesan komunikasi politik Gus Dur terhadap perilaku kalangan

Nahdliyin Samarinda menghasilkan variabel pesan komunikasi yang bersifat

kemanusiaan (X1) berpengaruh positif terhadap perilaku kalangan

Nahdliyin Samarinda (Y) sebesar ( 0,5158), variabel pesan komunikasi yang

bersifat keadilan dalam pluralitas masyarakat (X2) berpengaruh positif

terhadap perilaku kalangan Nahdliyin Samarinda (Y) sebesar ( 0,4993),

variabel pesan komunikasi yang bersifat kebudayaan dalam pluralitas

masyarakat (X3) berpengaruh positif terhadap perilaku kalangan Nahdliyin

Samarinda (Y) sebesar ( 0,4157), dan variabel pesan komunikasi yang

bersifat progresivitas pemikiran ke-Islam-an (X4) berpengaruh positif

terhadap perilaku kalangan Nahdliyin Samarinda (Y) sebesar ( 0,4157) .

Dengan demikian variabel pesan politik Gus Dur yang bersifat kemanusiaan

paling berpengaruh terhadap perilaku kalangan Nahdliyin Kota Samarinda.

Tesis Ilmi ini membicarakan pesan komunikasi politik Abdurrahman

Wahid, bukan spesifik membicarakan humor bliau sebagai bentuk

komunikasi politik. Tentunya, hal ini mempertegas distingsi dengan apa

yang akan penulis lakukan dalam penelitian.

2. Humor Politik Sebagai Sarana Demokratisasi Indonesia. Tulisan Adi Bayu

Mahadiyan ini mencoba menelaah perkembangan humor politik di

Indonesia memanfaatkan nuansa budaya demokrasi Indonesia. Penelitian ini

menyimpulkan bahwa humor politik mampu menjadi sarana unjuk rasa dan

(17)

9

bangsa. Humor politik yang berkembang di suatu negara, mampu

menunjukkan derajat demokrasi suatu negara. Bila humor politik dapat

berkembang dengan baik dalam nuansa kebebasan, maka negara tersebut

dapat dikatakan negara yang demokratis pula.

Dari dua kajian terdahulu diatas, jelas bahwa penelitian yang akan dilakukan

penulis memiliki perspektif yang berbeda dengan yang sudah ada.

G.Kerangka Teoritik 1. Humor

Humor adalah sarana paling baik untuk melepaskan segala “unek-unek.”

Orang-orang yang cerdas biasanya melepaskan diri dari himpitan hidup dengan

cara membuat lelucon. Ladang paling subur bagi lelucon adalah negara yang

masyarakatnya sakit dan penguasanya otoriter, korup, dan kejam. Hebatnya

pernah ada suatu masa, orang-orang menjadikan Nasruddin sebagai figur sentral

bagi lelucon mereka. Nasruddin seperti tokoh tidak bersalah yang bisa seenaknya

saja melontarkan kritik, nasihat, sindiran, bahkan ejekan kepada siapa saja

termasuk kepada penguasa yang zalim. Tak jarang juga dia mengejek dirinya

sendiri.13

Humor merupakan aktivitas kehidupan yang sangat digemari. Di sini

humor menjadi bagian hidup sehari-hari. Humor tidak mengenal kelas sosial dan

dapat bersumber dari berbagai aspek kehidupan. Humor adalah cara melahirkan

suatu pikiran, baik dengan kata-kata (verbal) atau dengan jalan lain yang

melukiskan suatu ajakan yang menimbulkan simpati dan hiburan. Dengan

demikian, humor membutuhkan suatu profesi berpikir. Seorang pakar budaya

Jawa, Poerbatjaraka (dalam Vivin, 2003) mengatakan dengan humor orang dibuat

13

(18)

10

tertawa, sesudah itu orang tersebut disuruh pula berpikir merenungkan isi

kandungan humor itu, kemudian disusul dengan berbagai pertanyaan yang relevan

dan akhirnya disuruh bermawas diri. Humor bukan hanya berwujud hiburan,

humor juga suatu ajakan berpikir sekaligus merenungkan isi humor itu.

Humor dapat tercipta melalui berbagai media, yaitu dapat berupa gerakan

tubuh, misalnya pantomim, berupa gambar, contohnya karikatur, komik, berupa

permainan kata-kata seperti tertuang dalam tulisan humor di buku, majalah,

tabloid, maupun sendau gurau di sela-sela percakapan sehari-hari.

Seperti yang telah disebutkan di depan, istilah humor berasal dari bahasa

Latin yang berarti „cairan dalam tubuh’. Cairan itu terdiri atas darah, lendir, cairan

empedu kuning, dan cairan empedu hitam. Seseorang akan sehat jika cairan itu

dalam proposisi seimbang. Dalam Ensiklopedia Nasional Indonesia jilid ke-6

melalui Rozak (2003:10) dikatakan; Keempat cairan dalam tubuh tersebut

dianggap menentukan temperamen seseorang. Temperamen seseorang akan

seimbang apabila keempat cairan tersebut berada dalam proposisi seimbang. Jika

jumlah salah satu cairan berlebih, timbullah ketidakseimbangan temperamen.

Orang yang mempunyai kelebihan salah satu cairan (humor) disebut „humoris’,

dan ia menjadi objek ketawaan orang lain. Tertawa dianggap dapat

menyembuhkan kelebihan tersebut. Kemudian humoris juga berarti orang yang

dapat membuat orang tertawa, yaitu seseorang yang terampil mengungkapkan

humor.

Teori tentang humor banyak dibicarakan dalam ilmu psikologi. Wilson

(19)

11

teori pembebasan, (2) teori konflik, (3) teori ketidakselarasan. Dalam teori

pembebasan humor dipandang sebagai bentuk tipu daya emosional yang tampak

seolah-olah mengancam tetapi pada akhirnya tidak membuktikan apa-apa.

Lihatlah contoh berikut ini.

“Fenomena 'Gila' Gus Dur”

Konon, guyonan mantan Presiden Abdurrahman Wahid selalu

ditunggu-tunggu oleh banyak kalangan, termasuk presiden dari berbagai negara. Pernah

suatu ketika, Gus Dur membuat tertawa Raja Saudi yang dikenal sangat serius dan

hampir tidak pernah tertawa.

Oleh Kiai Mustofa Bisri (Gus Mus), momentum tersebut dinilai sangat

bersejarah bagi rakyat Negeri Kaya Minyak. "Kenapa?" tanya Gus Dur. "Sebab

sampeyan sudah membuat Raja ketawa sampai giginya kelihatan. Baru kali ini

rakyat Saudi melihat gigi rajanya," jelas Gus Mus, yang disambut gelak tawa Gus

Dur.

Melekatnya predikat humoris pada Presiden RI yang keempat itu pun

sempat membuat Presiden Kuba Fidel Alejandro Castro Ruz penasaran. Suatu

ketika, keduanya berkesempatan bertemu. Seperti yang diceritakan oleh mantan

Kepala Protokol Istana Presiden Wahyu Muryadi pada tayangan televisi, Fidel

Castro bertanya kepada Gus Dur mengenai joke teranyarnya.

Dijawablah oleh Gus Dur, "Di Indonesia itu terkenal dengan fenomena

'gila',". Fidel Castro pun menyimak pernyataan mengagetkan tersebut.

"Presiden pertama dikenal dengan gila wanita. Presiden kedua dikenal

(20)

12

yang kemudian terdiam sejenak. Fidel Castro pun semakin serius mendengarkan

lanjutan cerita.

"Kemudian, kalau presiden yang keempat, ya yang milih itu yang gila,"

celetuk Gus Dur. Fidel Castro pun diceritakan terpingkalpingkal mendengar

dagelan tersebut.14

Kelucuan dalam humor di atas terbentuk karena adanya tipu daya

emosional yang dimainkan oleh penutur. Hal yang ada dalam benak lawan tutur

adalah tenggorokan yang sakit atau hilang nafsu makan, tetapi ternyata tidak ada

yang menawarkan makanan pada Nasruddin. Dia adalah seorang ulama miskin

yang kadang susah sekali untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya.

Teori konflik memberikan tekanan pada implikasi perilaku humor, yaitu

konflik antara dua dorongan yang saling bertentangan. Pertentangan yang terjadi

dapat berupa pertentangan antara keramahan dan kebengisan, antara main-main

dan keseriusan, atau antara antusiasme dan depresi. Pertentangan itu merupakan

teka-teki bagi para penikmatnya. Setelah mengetahui maksud percakapan (serius)

yang dideskripsikan secara main-main, barulah lawan tutur atau penikmat humor

merasakan kelucuan humor itu.

14

(21)

13

2. Teori Komunikasi

Dalam kehidupan manusia, komunikasi merupakan hal terpenting untuk

mencapai tujuan. Kegiatan manusia tidak akan bisa berjalan tanpa adanya

komunikasi sebagai alat penyampaian informasi, termasuk dalam kegiatan

pemasaran politik (marketing politic).

Dalam melakukan komunikasi terdapat unsur - unsur sebagai berikut :

Sumber (komunikator)

1. Pesan (message)

2. Sasaran, Penerima, khalayak (komunikan)

3. Alat penyalur (Media)

4. Umpan balik, akibat (Efek)

Masing-masing komponen diatas saling mempengaruhi terhadap kelancaran

proses komunikasi.

Ahli komunikasi menilai bahwa komunikasi adalah suatu kebutuhan yang sangat

fundamental bagi seseorang dalam hidup bermasyarakat. Schramm, Wilbur dalam

Cangara (2004 : 2) menyebutnya bahwa komunikasi dan masyarakat adalah dua kata

kembar yang tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya. Sebab tanpa komunikasi tidak

mungkin masyarakat terbentuk, mengembangkan komunikasi. sebaliknya tanpa

masyarakat maka manusia tidak mungkin dapat mengembangkan komunikasi.

Selain itu komunikasi dapat juga diartikan sebagai proses menghubungi atau

mengadakan perhubungan dengan menggunakan bahasa, gerak-gerik, badan, system

isyarat, kode dan lain-lain. Definisi yang menekankan persamaan arti, ditemukan antara

lain dari rumusan Gode (1969:5) yaitu “komunikasi adalah suatu proses yang membuat

adanya kebersamaan bagi dua atau lebih orang yang semula dimonopoli oleh satu atau

(22)

14

adalah komunikasi yang mampu menciptakan kebersamaan arti bagi orang-orang yang

terlibat. Tanpa persamaan arti, sukar dipikirkan adanya komunikasi.

Shannon dan Weaver (1949:8) menyatakan bahwa komunikasi menyangkut

semua prosedur melalui mana pikiran seseorang dapat mempengaruhi orang lain,

sedangkan Shachter menulis : “komunikasi merupakan mekanisme untuk melaksanakan

kekuasaan. Penggunaan informasi secara bersama atau penggunaan bersama yang

dikemukakan oleh Lawrence Kincaid dan Wilbur Schramm (1977:6) menulis bahwa

komunikasi adalah proses saling membagi atau menggunakan informasi secara bersama

dan bertalian antara para peserta dalam proses informasi.

Proses komunikasi merupakan bagian integral dari proses perkembangan

kepribadian manusia secara individual. Proses komunikasi adalah juga bagian yang utuh

dan menyatu dengan proses perkembangan masyarakatnya. Proses komunikasi

berkembang dalam tahapan-tahapan sebagaimana terjadi dalam laju perkembangan

masyarakatnya. Dalam proses komunikasi terdapat lima unsur dimana kaitan antara satu

unsur dengan unsur lainnya dapat dilihat seperti pada gambar berikut :

Gambar 1. Unsur-unsur dalam Proses Komunikasi

Sumber Pesan Media Penerima Efek

(23)

15

Dari gambar diatas dijelaskan bahwa :

1. Sumber, adalah yang mengeluarkan lambang atau sumber sering juga disebut

pengirim.

2. Pesan, adalah sesuatu yang disampaikan pengirim kepada penerima atau

lambang-lambang yang dioperkan.

3. Media, adalah alat yang digunakan untuk memindahkan pesan dari sumber

kepada penerima.

4. Penerima, adalah pihak yang menjadi sasaran pesan yang dikirim oleh sumber.

5. Efek, adalah pengaruh atau perbedaan antara apa yang dipikirkan, dirasakan, dan

dilakukan oleh penerima sebelum dan sesudah menerima pesan.

6 Umpan balik, adalah pengaruh yang berasal dari penerima.

Peristiwa komunikasi dipandang sebagai suatu kejadian dari dua proses yang

dapat dibedakan, yaitu : proses komunikasi yang dimulai dari pengirim dan proses

informasi yang dimulai dari penerima. Dengan proses informasi dimaksudkan adalah

setiap situasi dimana orang atau penerima mendapat informasi.

Ciri pokok proses komunikasi adalah adanya maksud untuk memberitahukan

tersebut dan oleh sebab itu proses ini menciptakan pesan untuk dapat mengirim

pemberitahuan dimaksud yang dari pihak penerima dipandang sebagai (salah satu)

sumber informasi (pesan) dan adanya sesuatu yang datang pada pengetahuan (pemberian

(24)

16

H.Metodelogi Penelitian

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Pada penelitian ini penulis akan mengkaji pola komunikasi politik

Gus Dur yang sudah dituangkan dalam sebuah teks tertulis. Kemudian

melakukan analisa terhadap pemikirannya tersebut. Sehingga metode yang

akan digunakan pada kajian ini adalah metode penelitian deskriptif.

Metode penelitian deskriptif sendiri adalah suatu metode dalam meneliti

status kelompok manusia, suatu obyek, suatu kondisi, suatu sistem

pemikiran atau suatu peristiwa di masa sekarang.15

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis

penelitian lapangan (field research). Menurut Lexy J. Moleong penelitian

kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomina

tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku,

persepsi, motivasi dan tindakan secara holistik dengan cara deskriptif

dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang

alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah.16

Disamping itu, penelitian kajian ini, merupakan study kepustakaan

(Library Research) yaitu penelitian yang menjadikan bahan atau atau data

pustaka sebagai sebagai sumber data utama pada penelitian.17 Artinya

studi kepustakaan pada penelitian ini adalah penulis melakukan pengkajian

terhadap seluruh gaya dan pola komunikasi politik Gus Dur yang sudah

15

Moh Nazir, Metode Penelitian (Jakarta ; Ghalia Indonesia,2003), 54.

16

Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006), 6.

17

(25)

17

dituangkan dalam sebuah bentuk tulisan,baik dalam bentuk buku, media

massa, dan jurnal.

2. Sumber Data

Sumber data untuk penelitian ini digolongkan menjadi dua bagian

berdasar kebutuhan, sebagai berikut:

a. Sumber Primer

Sumber primer merupakan sumber data utama dalam sebuah

penelitian.18 Dalam penelitian ini sumber primer merupakan informasi

data yang didapatkan secara langsung berupa literatur kepustakaan

yang berupa karya ilmiah, skripsi, buku, majalah, koran, artikel baik

berupa tulisan ataupun pernyataan Gus Dur.

b. Sumber Sekunder

Sumber sekunder adalah data penunjang sumber utama untuk

melengkapi sumber data primer.19 Sumber primer merupakan sumber

informasi data yang telah dikumpulkan pihak lain, peneliti tidak

langsung memperoleh data dari sumbernya, dalam hal ini peneliti

bertindak sebagai pemakai data.20 Pada penelitian ini sumber sekunder

merupakan sumber penunjang yang diperoleh dari literature para

intelektual berupa buku, artikel yang berkaitan dengan humor sebagai

alat komunikasi politik Gus Dur.

18

Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Sosial (Surabaya: Airlangga University Press, 2001), 129.

19

Ibid.

20

(26)

18

3. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data adalah menentukan cara bagaimana

dapat diperoleh data mengenai variabel-variabel tersebut.21 Sesuai dengan

penelitian ini yaitu penelitian kepustakaan maka tekhnik pengumpulan

data dilakukan dengan cara membaca dokumentasi data-data yang sudah

dikumpulkan. Kemudian tahap selanjutnya dilakukan beberapa tahapan

pengumpulan data, yaitu tahap editing. Tahap ini digunakan untuk

memeriksa kembali semua data yang telah diperoleh terutama dari segi

kelengkapan, keterbatasan, dan kejelasan makna, serta kesesuaian dan

keselarasan satu sama lainnya. Kemudian tahap organizing, yaitu tahap

untuk melakukan analisa lanjutan terhadap pengorganisasian data-data

yang telah dikumpulkan.

4. Metode Analisis Data

Tekhnik analisa data adalah tekhnik dimana data tersebut diberi

makna dan arti yang berguna untuk memecahkan persoalan penelitian.22

Pada penelitian ini digunakan tekhnik analisa data content analysis.

Content analysis adalah tekhnik analisa data yang dilakukan dengan cara

mengkaji isi atau materi suatu data atau teks tertulis dengan menggunakan

kerangka berpikir deduktif-verifikatif.23 Pada penelitian ini content

analysis digunakan untuk membedah humor sebagai sarana komunikasi

politik Gus Dur yang sudah dituangkan dalam sebuah teks tertulis.

21

Ibid, 137

22

Moh Nazir, Metode Penelitian (Jakarta ; Ghalia Indonesia,2003), 346

23

(27)

19

I. Sistematika Pembahasan

Untuk mempermudah dalam memahami penulisan skripsi, maka dibuat

dengan sistematika per-bab yang masing-masing bab mengandung sub bab yang

mana satu dan yang lain memiliki hubungan yang erat. Adapun struktur

pembahasan tersebut sebagai berikut:

BAB I: Memuat pendahuluan yang berisi tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, definisi konsep, telaah

pustaka, kerangka teoritik, metode penelitian dan sistematika pembahasan.

BAB II: Bab ini membahas tentang teori komunikasi politik.

BAB III: Pada Bab ini akan secara khusus mendeskripsikan biografi serta humor Gus Dur

BAB IV: Pada bab ini akan diuraikan tentang analisa humor sebagai sarana komunikasi politik Gus Dur.

(28)

BAB II

KOMUNIKASI POLITIK

A.Pengertian Komunikasi Politik

Mendefinisikan komunikasi politik memang tidak cukup hanya dengan

menggabungkan dua definisi, “komunikasi” dan “politik”. Ia memiliki konsep

tersendiri, meskipun secara sederhana merupakan gabungan dari dua konsep

tersebut. Komunikasi dan politik dalam wacana ilmu pengetahuan manusia

merupakan dua wilayah pencarian yang masing-masing dapat dikatakan relatif

berdiri sendiri. Namun keduanya memiliki kesamaan-kesamaan sebab memiliki

objek material yang sama yaitu manusia. Kesamaan objek material ini membuat

kedua disiplin ilmu itu tidak dapat menghindari adanya pertemuan bidang kajian.

Hal ini disebabkan karena masing-masing memiliki sifat interdisipliner, yakni

sifat yang memungkinkan setiap disiplin ilmu membuka isolasinya dan

mengembangkan kajian kontekstualnya. Komunikasi mengembangkan bidang

kajiannya yang beririsan dengan disiplin ilmu lain, seperti sosiologi dan psikologi,

dan hal yang sama berlaku pula pada ilmu politik.1

Komunikasi politik secara keseluruhan tidak bisa dipahami tanpa

menghubungkannya dengan dimensi-dimensi politik serta dengan segala aspek

dan problematikanya. Kesulitan dalam mendefinisikan komunikasi politik

terutama dipengaruhi oleh keragaman sudut pandang terhadap kompleksitas

realitas sehari-hari. Kalaupun komunikasi dipahami secara sederhana sebagai

1

(29)

21

“proses penyampaian pesan”, tetap saja akan muncul pertanyaan, apakah dengan

demikian komunikasi politik berarti “proses penyampaian pesan-pesan politik.”

Lalu apa yang disebut pesan-pesan politik itu?

Berkenaan dengan hal ini, sebelum memahami konsep dasar komunikasi

politik, perlu terlebih dahulu ditelurusi pengertian politik paling tidak dalam

konteks yang menjadi masalah penelitian ini.

Politics, dalam bahasa Inggris, adalah sinonim dari kata politik atau ilmu

politik dalam Bahasa Indonesia, Bahasa Yunani pun mengenal beberapa istilah

yang terkait dengan kata politik, seperti politics (menyangkut warga negara),

polities (seorang warga negara), polis (kota negara), dan politeia (kewargaan).

Pengertian leksikal seperti ini mendorong lahirnya penafsiran politik

sebagai tindakan-tindakan, termasuk tindakan komunikasi, atau relasi sosial dalam

konteks bernegara atau dalam urusan publik. Penafsiran seperti ini selaras dengan

konsepsi seorang antropolog semisal Smith yang menyatakan bahwa politik

adalah serangkaian tindakan yang mengaarahkan dan menata urusan-urusan

publik.2

Selain terdapat fungsi administratif pemerintahan, dalam sistem politik

juga terjadi penggunaan kekuasaan (power) dan perebutan sumber-sumber

kekuasaan. Smith sendiri memahami kekuasaan sebagai pengaruh atas pembuatan

keputusan-keputusan dan kebijakan-kebijakan yang berlangsung secara terus

menerus. Konsep lain yang berkaitan dengan politik adalah otoritas (authority),

yaitu kekuasaan (formal) yang terlegitimasi.

2

(30)

22

Politik berasal dari kata “polis” yang berarti negara, kota, yaitu secara

totalitas merupakan kesatuan antara negara (kota) dan masyarakatnya. Kata

polis” ini berkembang menjadi “politicos” yang artinya kewarganegaraan. Dari

kata “politicos” menjadi ”politera” yang berarti hak-hak kewarganegaraan.3

Secara definitif, ada beberapa pendapat sarjana politik, diantaranya

Nimmo mengartikan politik sebagai kegiatan orang secara kolektif yang mengatur

perbuatan mereka di dalam kondisi konflik sosial. Dalam berbagai hal orang

berbeda satu sama lain – jasmani, bakat, emosi, kebutuhan, cita-cita, inisiatif,

perilaku, dan sebagainya. Lebih lanjut Nimmo menjelaskan, kadang-kadang

perbedaan ini merangsang argumen, perselisihan, dan percekcokan. Jika mereka

menganggap perselisihan itu serius, perhatian mereka dengan memperkenalkan

masalah yang bertentangan itu, dan selesaikan; inilah kegiatan politik.

Bagi Lasswell, ilmu politik adalah ilmu tentang kekuasaan.4 Berbeda

dengan David Easton dalam mendefinisikan politik sebagai berikut:

“Political as a process those developmental processes through which person acquire political orientation and patterns of behavior”5

Dalam definisi ini David Easton menitikberatkan bahwa politik itu sebagai

suatu proses di mana dalam perkembangan proses tersebut seseorang menerima

orientasi politik tertentu dan pola tingkah laku.

Dalam pandangan Surbakti, politik didefinisikan sebagai “the management

of conflict.” Definisi ini didasarkan pada satu anggapan bahwa salah satu tujuan

3

Sumarno AP, Dimensi-dimensi Komunikasi Politik, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1989), 8

4

Varma, S.P. Teori Politik Modern, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1995), 258.

5

(31)

23

pokok pemerintahan adalah untuk mengatur konflik.6 Jadi pemerintahan sendiri

pada dasarnya diperlukan untuk memberikan jaminan kehidupan yang tentram

bagi masayrakatnya, terhindar dari kemungkinan terjadinya konflik diantara

individu ataupun kelompok dalam masyarakat. Pengertian ini memang didasarkan

pada realitas politik di negara-negara bagian di Amerika.

Untuk bisa mengatur konflik tentu tidak bisa menghindari pentingnya

kekuasaan dan otoritas formal. Penguasa yang tidak memiliki kekuasaan tidak

akan pernah mampu mengatasi masalah-masalah yang sewaktu-waktu muncul di

masyarakat. Konsekuensinya, ia dengan sendirinya akan kehilangan legitimasi

dan dianggap tidak berfungsi.

Apabila definisi komunikasi dan definisi politik itu kita kaitkan dengan

komunikasi politik, maka akan terdapat suatu rumusan sebagai berikut:

Komunikasi politik adalah komunikasi yang diarahkan kepada pencapaian suatu

pengaruh sedemikian rupa, sehingga masalah yang dibahas oleh jenis kegiatan

komunikasi ini, dapat mengikat semua warganya melalui suatu sanksi yang

ditentukan bersama oleh lembaga-lembaga politik.7

Mengenai komunikasi politik ini (political communication) Kantaprawira

memfokuskan pada kegunaanya, yaitu untuk menghubungkan pikiran politik yang

hidup dalam masyarakat, baik pikiran intra golongan, institusi, asosiasi, ataupun

sektor kehidupan politik masyarakat dengan sektor kehidupan politik pemerintah.8

Dengan demikian segala pola pemikiran, ide atau upaya untuk mencapai

pengaruh, hanya dengan komunikasi dapat tercapainya segala sesuatu yang

6

Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik, (Jakarta: Gramedia, 1999), 31.

7

S. Soesanto Astrid. Komunikasi Sosial di Indonesia. (Jakarta: Bina Cipta, 1980), 2.

8

(32)

24

diharapkan, karena pada hakikatnya segala pikiran atau ide dan kebijakan (policy)

harus ada yang menyampaikan dan ada yang menerimanya, proses tersebut adalah

proses komunikasi.

Dilihat dari tujuan politik “an sich”, maka hakikat komunikasi politik

adalah upaya kelompok manusia yang mempunyai orientasi pemikiran politik atau

ideology tertentu dalam rangka menguasai dan atau memperoleh kekuasaan,

dengan kekuatan mana tujuan pemikiran politik dan ideology tersebut dapat

diwujudkan.

Lasswell memandang orientasi komunikasi politik telah menjadikan dua

hal sangat jelas: pertama, bahwa komunikasi politik selalu berorientasi pada nilai

atau berusaha mencapai tujuan; nilai-nilai dan tujuan itu sendiri dibentuk di dalam

dan oleh proses perilaku yang sesungguhnya merupakan suatu bagian; dan kedua,

bahwa komunikai politik bertujuan menjangkau masa depan dan bersifat

mengantisipasi serta berhubungan dengan masa lampau dan senantiasa

memperhatikan kejadian masa lalu.9

Dalam hal ini, R.S. Sigel memberikan pandangan sebagai berikut:10

“Political socialization refers to the learning process, by which the political norms and behavior acceptable to an ongoing political system are transmitted from generation to generation.”

Dari batasan Sigel ini menunjukkan bahwa sosialisasi politik bukan hanya

menitikberatkan pada penerimaan norma-norma politik dan tingkah laku pada

sistem politik yang sedang berlangsung, tapi juga bagaimana merwariskan atau

mengalihkan nilai-nilai dari suatu generasi kenegaraan berikutnya.

9

Varma, S.P. Teori Politik Modern, 258.

10

(33)

25

Dalam proses politik, terlihat kemudian posisi penting komunikasi politik

terutama sebagai jembatan untuk menyampaikan pesan-pesan. Proses ini

berlangsung di semua tingkat masyarakat di setiap tempat yang memungkinkan

terjadinya pertukaran informasi di antara individu-individu dengan

kelompok-kelompoknya. Sebab dalam kehidupan bernegara, setiap individu memerlukan

informasi terutama mengenai kegiatan masing-masing pihak menurut fungsinya.

Jadi dalam kerangka fungsi seperti ini, Rush dan Althoff mendefinisikan

komunikasi politik sebagai: Proses di mana informasi politik yang relevan

diteruskan dari suatu bagian sistem politik kepada bagian lainnya, dan diantara

sistem-sistem sosial dengan sistem-sistem politik.11

Karena itu, kata Budiardjo, sistem politik demokrasi selalu mensyaratkan

adanya kebebasan pers (freedom of the press) dan kebebasan berbicara (freedom

of the speech). Dan fungsi-fungsi ini semua secara timbal balik dimainkan oleh

komunikasi politik.12 Itulah sebabnya, Susanto mendefinisikan komunikasi politik

sebagai: komunikasi yang diarahkan kepada pencapaian pengaruh sedemikian

rupa, sehingga masalah yang dibahas oleh jenis kegiatan komunikasi ini, dapat

mengikat semua warganya melalui suatu sanksi yang ditentukan bersama.13

Kerangka yang diberikan ilmu komunikasi bagi komunikasi politik adalah

sebagaimana digambarkan dalam paradigma Laswell: siapa, mengatakan apa,

dengan saluran apa, kepada siapa dan dengan akibat apa. Paradigma ini

mengklaim bahwa unsur-unsur komunikasi tersebut berlaku dalam setiap proses

komunikasi, dan berlaku inheren dalam komunikasi politik. Walaupun dipandang

11

Rush dan Althoff, 1997, Pengantar Sosial Politik. Raja Grafindo, Jakarta), 24.

12

Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, (Jakarta: Gramedia, 1956), 38.

13

(34)

26

sangat “berbau” mekanistik, dan karenanya berimplikasi simplistik dan linier,

penghampiran ini berjasa untuk menelaah komunikasi politik lebih lanjut.

Nimmo melukiskan dengan singkat bahwa politik adalah pembicaraan,

atau kegiatan politik adalah berbicara. Politik pada hakekatnya kegiatan orang

secara kolektif sangat mengatur perbuatan mereka di dalam kondisi konflik

sosial.14 Bila orang mengamati konflik, mereka menurunkan makna perselisihan

melalui komunikasi. Bila orang menyelesaikan perselisihan mereka, penyelesaian

itu adalah hal-hal yang diamati, diinterpretasikan dan dipertukarkan melalui

komunikasi.

Pendapat ini diperkuat oleh Almond dan Powell yang menempatkan

komunikasi politik sebagai suatu fungsi politik, bersama-sama dengan fungsi

artikulasi, agregasi, sosialisasi dan rekrutmen yang terdapat dalam suatu sistem

politik. Komunikasi politik merupakan prasyarat yang diperlukan bagi

berlangsungya fungsi-fungsi yang lain. Sedangkan Galnoor menyebutkan bahwa

komunikasi politik merupakan infrastruktur politik, yakni suatu kombinasi dari

berbagai interaksi sosial di mana informasi yang berkaitan dengan usaha bersama

dan hubungan kekuasaan masuk ke dalam peredaran.15

Dari deskripsi di atas, komunikasi politik memusatkan kajiannya kepada

materi atau pesan yang berbobot politik yang mencakup di dalamnya masalah

kekuasaan dan penempatan pada lembaga-lembaga kekuasaan (lembaga otoritatf).

Hal ini bisa diperkuat oleh pendapat Sumarno yang mengajukan formulasi

14

Dan Nimmo, Komunikasi Politik (Komunikator, Pesan, dan Media). Terjemahan: Tjun Surjaman. Cetakan III, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000), 8.

15

(35)

27

komunikasi politik sebagai suatu proses, prosedur dan kegiatan membentuk sikap

dan perilaku politik yang terintegrasi dalam suatu sistem politik.16 Dalam

ungkapan yang lebih terbuka komunikasi politik menyangkut hal-hal sebagai

berikut: (1) disampaikan oleh komunikator politik, (2) pesannya berbobot politik

yang menyangkut kekuasaan dan negara, (3) terintegrasi dalam sistem politik.

B.Unsur-Unsur Komunikasi Politik

unsur yang ada dalam komunikasi politik tidaklah berbeda dengan

unsur-unsur komunikasi pada umumnya. Dimana secara pokok terdiri dari komunikator

(penyampai pesan), message (pesan), komunikan (penerima pesan). Dan Nimmo

dalam mengkaji komunikasi politik melibatkan unsur- unsur komunikator politik,

pesan politik, media politik, khalayak politik, serta akibat- akibat komunikasi

politik. Komunikasi politik merupakan pembicaraan politik yang melibatkan

unsur-unsur komunikasi dengan akibat-akibat politik tertentu.17

a. Komunikator

Komunikator dalam proses Komunikasi politik memainkan peran sebagai

pembentuk opini publik. Sedangkan pesan adalah pembicaraan-pembicaraan

sebagai proses negosiasi yang bertujaun membentuk pengertian bersama antara

berbagai pihak tentang bagaimana sikap seharusnya yang harus diperankan setiap

pihak dan bagaimana bertindak terhadap sesamanya. Dari sini, isi komunikasi

politik seharusnya tidak hanya berkaitan dengan kekuasaan tetapi juga

kemungkinan terjadinya konflik. Hal itu mengandung pengertian bahwa pesan

politik dimungkinkan mengandung paradoks sebagai bentuk penyelesaian konflik.

16

Sumarno AP, Dimensi-dimensi Komunikasi Politik, 3.

17

(36)

28

Sedangkan media politik dalam proses komunikasi politik dapat dimanfaatkan

sebagai sarana yang tidak hanya berhubungan dengan kepantingan juga mampu

dimanfaatkan untuk berbicara kepada publik dengan sasaran tertentu. Menurut

Novel Ali hal mendasar menjadi pembahasan dalam komunikasi politik adalah

akibat yang ditimbulkan oleh komunikasi politik. Akibat tersebut dapat berbentuk

simpati, partisipasi tetapi juga dapat berwujud sinisme, antipati serta perlawanan

politik Dengan demikian komunikasi politik harus mampu menghasilkan

pembentukan dan perubahan sikap positif tetapi dapat juga bermakna negatif bagi

komunikator politiknya.18

Sebagai opinion leader, komunikator politik memainkan peran sosial yang

utama, terutama dalam proses opini publik. Sosiolog Halloran, menempatkan

komunikator politik dalam posisi utama dalam kegiatan komunikasi. Menurutnya

proses komunikasi ditentukan oleh situasi sosial tempat dimana komuniakasi

bermula, berkembang dan berlangsung terus. Situasi ini mengharuskan

keharmonisan hubungan antara komunikator dan komunikan dan menjadikan

hubungan diantara keduanya sebagai bagian integral dari sistem sosial yang ada.

Selanjutnya, Dan Nimmo, mengidentifikasi terhadap tiga kelompok yang

dapat berperan sebagaai komunikator politik. Ketiga kelompok itu adalah

politikus, profesional dan aktivis. Sebagai komunikator politik, politikus dapat

berperan sebagai wakil dari suatu kelompok, dengan sendirinya pesan-pesan

politikus diarahkan untuk mencapai tujuan politik dari suatu kelompok. Di

18

(37)

29

samping itu politikus juga dapat berperan sebagai ideologi dalam kegiatan

komunikasi politik. Sebagai komunikator politik yang berkecenderungan sebagai

ideolog, politikus mengusahakan tercapainya kebijakan yang berdampak luas,

mengusahakan reformasi dan bahkan mendukung perubahan revolusioner.19

Komunikator profesional dapat berfungsi sebagai manipulator dan makelar

simbol yang menghubungkan pemimpin satu sama lain dengan para pengikut.

Sebagai makelar simbol, profesional bertugas untuk menerjemahkan sikap,

pengetahuan, dan minat suatu komunitas bahasa yang lain yang berbeda tetapi

dapat dimengerti. Komunikator politik dari unsur profesional terdiri atas jurnalis

dan promotor. Yang termasuk dalam kategori promotor diantaranya adalah

makelar-makelar simbol.

Terdapat dua komunikator politik dari kalangan aktivis. Yang pertama

adalah juru bicara bagi kepentingan yang terorganisasi. Komunikator dari

kalangan ini tidak menjadikan komunikasi politik sebagai lapangnan kerja. Tetapi

komunikator cukup baik dalam komunikasi dan politik, dengan demikian dapat

dikatakan sebagai semi profesional. Komunikator ini berbicara untuk kepentingan

terorganisasi, juga mewakili tuntutan keanggotaan suatu organisasi serta

melakukan tawar menawar politik. Sedangkan yang kedua adalah pemuka

pendapat. Komunikator ini mempunyai peran untuk mempengaruhi keputusan

orang lain dengan meyakinkan komunikan politik untuk mengikuti pilihannya

atau sering dikatakan memberikan petunjuk kepada komunikan untuk membuat

19

(38)

30

keputusan yang sama dengannya. Di samping itu pemuka pendapat juga berperan

meneruskan informasi politik dari media berita kepada masyarakat umum.

b.Pesan

Teknik berkomunikasi adalah cara atau “seni” panyampaian suatu pesan

yang dilakuakan oleh komunikator sedemiakian rupa sehingga menimbulkan

dampak tertentu bagi komunikan. Pesan yang disampaikan komunikator adalah

pernyataan sebagai panduan pemikiran dan perasaan, dapat berupa ide, informasi,

keluhan, keyakinan, himbauan anjuran dan sebagainya.Sedangkan pesan dalam

komunikasi politik dimaksudkan untuk mempengaruhi orang lain.20

Pesan dalam kegiatan komunikasi politik diklasifikasikan Nimmo menjadi

tiga hal. Pertama adalah pembicaraan tentang kekuasaan yang dimaksudkan untuk

mempengaruhi orang lain dengan janji dan ancaman. Pembicaraan kekuasaan

adalah suatau usaha untuk mendapatkan kekuasaan dengan jalan menyampaiakan

pesan-pesan politik yang berisi janji-janji atau ancaman dalam suatu kegiatan

komunikasi politik. Kedua, pembicaraan pengaruh. Pesan dalam komunikasi

politik dimaksudakan untuk mempengaruhi khalayak dengan berbagai cara antara

lain: nasehat, dorongan, permintaan, dan peringatan. Tujuan dari pembicaraan

pengaruh adalah berusaha memanipulasi persepsi atau pengharapan orang lain

terhadap kemungkinan mendapat untung atau rugi. Dan ke tiga, pembicaraan

autoritas. Pesan dari pembicaraan autoritas adalah memberi perintah. Pembicaraan

ini mengharuskan munculnya rasa kepatuhan khalayak kepada para pemimpinnya.

Dengan demikian sumber-sumber autoritas sangat berbeda-beda apabila khalayak

20

(39)

31

mempunyai kapabilitas yang tinggi maka pesan akan lebih mudah diterima

apabila disampaikan oleh komunikator yang mempunyai latar belakang sosial

yang sejenis.21

c. Media

Komunikator mempunyai bentuk-bentuk simbolik dan kombinasinya

dengan berbagai teknik dan media: secara lisan melalui perbincangan profesional,

melalui catatan seperti koran dan majalah, dan teknik elektronik seperti radio atau

televisi. Dilihat secara luas, saluran komunikasi terdiri atas lambang-lambang,

kombinasinya, dan berbagai teknik secara media yang digunakan untuk berbicara

dengan khalayak. Dengan demikian maka saluran komunikasi adalah saran yang

memudahkan penyampaian pesan. Maka saluran komunikasi lebih dari sekedar

titik sambungan, tetapi terdiri atas pengertian bersama tentang siapa berbicara

kepada siapa, dalam keadaan bagaiman serta sejauh mana dapat dipercaya.22

Dan Nimmo mengajukan tiga jenis media komunikasi yang digunakan

dalam kegiatan komunikasi politik. Ketiga jenis media tersebut adalah: media

massa, media komunikasi inter personal dan media komunikasi organisasi.Ada

dua bentuk saluran komuniaksi massa, masing-masing berdasarkan tingkat

langsungnya komunikasi satu kepada banyak. Bentuk yang pertama terdiri atas

komunikasi tatap muka seperti bila seorang kandidat politik berbicara di depan

rapat umum atau ketika seseorang berbicara di depan khalayak besar atau

konferensi pers. Bentuk yang kedua terjadi jika ada perantara ditempatkan di

antara komunikator dan khlayak. Di sini media, teknologi, sarana komunikasi

21

Dan Nimmo, Komunikasi Politik Komunikator Pesan Media. 75

22

(40)

32

lainnya turut serta. Batas media massa dari penjelasan bersifat longgar tidak hanya

berhenti pada media elektronik dan cetak, tetapi juga media-media komunikasi

yang berbentuk rapat-rapat besar dan pertemuan-pertemuan.23

Sedangakan media komunikasi inter personal merupakan bentuk hubungan

satu kepada satu. Media (saluran) ini dapat berbentuk tatap muka maupun

perantara. Sedangkan media komunikasi ketiga adalah komunikasi organisasi

yang menggabungkan penyampaian satu kepada satu dan satu kepada banyak.

Akan tetapi komunikasi politik satu kepada satu yang melibatkan organisasi

jarang dilakukan. Oleh sebab itu saluran komunikasi satu kepada banyak dengan

melalui perantara dijadikan alternatif sebagai media komunikasi organisasi.

Bentuk dari komunikasi perantara ini adalah penyebaran pamflet dan tidak jarang

yang sering terjadi di Indonesia adalah penyampaian pesan komunikasi politik

melaui pembagian atribut seperti kaos-kaos maupun sembako kepada khalayak.24

d.Khalayak

Jalaluddin Rakhmat menjelaskan pengertian khalayak dengan sejumlah

orang yang heterogen. Mereka menjadi khalayak komunikasi politik segera

setelah mereka “mengkristal” menjadi opini publik.25

Arthur F. Bentey dalam

bukunya The Process of Government sebagaimana dikutip Dan Nimmo

memberikan pengertian yang mengarah pada pemahaman tentang khalayak

sebagai bagian tertentu dari orang-orang dalam masyarakat yang diperlakukan

23

Ibid, 168

24

Ibid.

25

(41)

33

tidak sebagai massa fisik yang terpisah dari masa yang lain, tetapi sebagai

“kegiatan massa yang tidak menghalangi orang yang berpartisipasi di dalamnya

untuk berpartisipasi juga dalam banyak kegiatan kelompok yang lain”.26

Sedangkan Nimmo memberikan pengertian khlayak dengan sejumlah orang yang

bertindak atau cenderung bertindak yaitu, dalam berbagai tahap tindakan. Bila

didefinisikan sebagai suatu kegiatan, suatu kelompok terdiri atas orang-orang

yang melakukan kegiatan yang dipersatukan tanpa menghiraukan apakah yang

mendasari kegiatan itu berupa organisasi formal atau tidak formal. Artinya orang

bergabung untuk bertindak dalam proses opini meskipun tidak diorganisasi secara

formal membentuk kelompok atau opini publik.27

Khalayak dibagi atas khalayak yang terorganisir, tidak terorganisir dan

khalayak umum (khalayak banyak) serta publik kepemimpinan. Khalayak

terorganisasi terbagi dalam tiga kelompok, publik atentif, publik berpikiran isu

dan publik ideologis.Publik atentif merupakan kumpulan warga negara yang

dibedakan berdasarkan tingkatnya dalam keterlibatan politik, informasi, perhatian

dan berpikiran kewarganegaraan. Publik atentif sering bermain sebagai pemuka

pendapat, yakni orang-orang yang sering dimintai pendapatnya oleh warga negara

lain yang kurang informasi dan kurang keterlibatannya dalam politik. Publik

atentif menempati posisi penting dalam proses opini karena mereka bertindak

sebagai saluran komunikasi interpersonal dalam aliran pesan timbal balik antara

pemimpin politik dan publik umum. Publik atentif juga bergabung dengan

26

Ibid. 42

27

(42)

34

pemimpin politik sebagai pembawa konsensus dan sebagai perantara antara

khalayak umum dengan pimpinan politik.28

Publik berpikiran isu adalah sekumpulan khalayak yang memusatkan

perhatian pada suatu isu tertentu. Sekumpulan khalayak yang memusatkan

perhatian pada isu yang sama kemudian membentuk publik khusus, publik yang

pada akhirnya bisa–tetapi tidak perlu–mengatur diri menjadi kelompok formal.

Sedangkan khalayak (public) ideologis adalah orang yang memiliki kepercayaan

yang relatif tertutup, yang nilai-nilainya adalah suka dan tidak suka dipegang

erat-erat. Sistem kepercayaan yang terdapat dalam publik ideologis konsisten secara

internal. Mereka menganut kepercayaan dan atau nilai yang secara logis melekat,

tidak berkontradiksi satu sama lain.29

e.Efek

Efek adalah dampak sebagai pengaruh dari pesan. Dalam komunikasi

pemilihan umum dan pilkada, efek yang diharapkan dari kegiatan komunikasi

politik adalah pemberian suara kepada partai atau calon yang diusungnya.30

C.Komunikator Politik

Menurut Nimmo, salah satu ciri komunikasi ialah bahwa orang jarang

dapat menghindari dan keturutsertaan. Hanya dihadiri dan diperhitungkan oleh

seorang lain pun memiliki nilai pesan. Dalam arti yang paling umum kita semua

adalah komunikator, begitu pula siapa pun yang dalam setting politik adalah

28

Ibid, 49

29

Ibid.

30

(43)

35

komunikator politik.31 Meskipun mengakui bahwa setiap orang boleh

berkomunikasi tentang politik, kita mengakui bahwa relatif sedikit yang berbuat

demikian, setidak-tidaknya yang melakukannya serta tetap dan sinambung.

Mereka yang relatif sedikit ini tidak hanya bertukar pesan politik; mereka adalah

pemimpin dalam proses opini. Para komunikator politik ini, dibandingkan dengan

warga negara pada umumnya, ditanggapi dengan lebih bersungguh-sungguh bila

mereka berbicara dan berbuat.

Sebagai pendukung pengertian yang lebih besar terhadap peran

komunikator politik dalam proses opini, Leonard W. Dood menyarankan

jenis-jenis hal yang patut diketahui mengenai mereka: ”Komunikator dapat dianalisis

sebagai dirinya sendiri. Sikapnya terhadap khalayak potensialnya, martabat yang

diberikannya kepada mereka sebagai manusia, dapat mempengaruhi komunikasi

yang dihasilkannya; jadi jika ia mengira mereka itu bodoh, ia akan menyesuaikan

nada pesannya dengan tingkat yang sama rendahnya. Ia sendiri memiki

kemampuan-kemampuan tertentu yang dapat dikonseptualkan sesuai dengan

kemampuan akalnya, pengalamannya sebagai komunikator dengan khalayak yang

serupa atau yang tak serupa, dan peran yang dimainkan di dalam kepribadiannya

oleh motif untuk berkomukasi.32

Berdasar pada anjuran Dood, jelas bahwa komukator atau para

komunikator harus diidentifikasi dan kedudukan mereka di dalam masyarakat

harus ditetapkan. Untuk keperluan ini dapat diidentifikasi tiga kategori politikus,

31

Dan Nimmo, Komunikasi Politik (Komunikator, Pesan, dan Media), 28.

32Ibid

(44)

36

yaitu yang bertindak sebagai komunikator pilitik, komunikator profesional dalam

politik, dan aktivis atau komunikator paruh waktu (part time).33

a. Politikus sebagai komunikator Politik

Kelompok pertama ini adalah orang yang bercita-cita untuk

memegang jabatan pemerintah dan memegang pemerintah yang harus

berkomunikasi tentang politik dan disebut dengan politikus, tak peduli

apakah mereka dipilih, ditunjuk, atau jabatan karier, baik jabatan

eksekutif, legislatif, atau yudikatif. Pekerjaan mereka adalah aspek

aspek utama dalam kegiatan ini. Meskipun politikus melayani

beraneka tujuan dengan berkomunkasi, ada dua hal yang menonjol.

Daniel katz menunjukkan bahwa pemimpin politik mengarahkan

pengaruhnya ke dua arah, yaitu mempengaruhi alokasi ganjaran dan

mengubah struktur sosial yang ada atau mencegah perubahan

demikian.34

Dalam kewenangannya yang pertama politikus itu

berkomunikasi sebagai wakil suatu kelompok; pesan-pesan politikus

itu mengajukan dan melindungi tujuan kepentingan politik, artinya

komunikator politik mewakili kepentingan kelompoknya. Sebaliknya,

politikus yang bertindak sebagai ideologi tidak begitu terpusat

perhatiannya kepada mendesakkan tuntutan kelompoknya, ia lebih

menyibukkan diri untuk menetapkan tujuan kebijakan yang lebih luas,

33Ibid

.

34Ibid

(45)

37

mengusahakan reformasi dan bahkan mendukung perubahan

revolusioner.

Termasuk dalam kelompok ini, politikus yang tidak

memegang jabatan dalam pemerintah, mereka juga komunikator

politik mengenai masalah yang lingkupnya nasional dan internasional,

masalah yang jangkauannya berganda dan sempit.

Jadi banyak jenis politikus yang bertindak sebagai komunikator

politik, namun untuk mudahnya kita klasifikasikan mereka sebagai

politikus (1) berada di dalam atau di luar jabatan pemerintah, (2)

berpandangan nasional atau sub nasional, dan (3) berurusan dengan

masalah berganda atau masalah tunggal.

b. Profesional sebagai komunikator politik

Komunikator profesional adalah peranan sosial yang relatif

baru, suatu hasil sampingan dari revolusi komunikasi yang sedikitnya

mempunyai dua dimensi utama: munculnya media massa yang

melintasi batas-batas rasial, etnis, pekerjaan, wilayah, dan kelas untuk

meningkatkan kesadaran identitas nasional; dan perkembangan

serta-merta media khusus yang menciptakan publik baru untuk menjadi

konsumen informasi dan hiburan.35

Seorang komunikator profesional, menurut James Carey

adalah seorang makelar simbol, orang yang menerjemahkan sikap,

pengetahuan, dan minat suatu komunitas bahasa ke dalam

35

(46)

38

istilah komunitas bahasa yang lain dan berbeda tetapi menarik dan

dapat dimengerti.36 Komunikator profesional menghubungkan

golongan elit dalam organisasi atau kominitas mana pun dengan

khalayak umum; secara horizontal ia menghubungkan dua komunitas

bahasa yang dibedakan pada tingkat struktur sosial yang sama.

Bagaimanapun, karena menjadi komunikator profesional,

bukan politikus, profesional yang berkomunikasi menempatkan dirinya

terpisah dari tipe-tipe komunikator politik yang lain, terutama aktivis

politik.

D.Fungsi Komunikasi Politik

Fungsi komunikasi politik dapat dibedakan kepada dua bagian. Pertama,

fungsi komunikasi politik yang berada pada struktur pemerintah (suprastruktur

politik) atau disebut pula dengan istilah the governmental political sphere,

berisikan informasi yang menyangkut kepada seluruh kebijakan yang

dilaksanakan oleh pemerintah. Isi komunikasi ditujukan kepada upaya untuk

mewujudkan loyalitas dan integritas nasional untuk mencapai tujuan negara yang

lebih luas.

Kedua, fungsi yang berada pada struktur masyarakat (infrastruktur politik)

yang disebut pula dengan istilah the socio political sphere, yaitu sebagai agregasi

kepentingan dan artikulasi kepentingan, dimana kedua fungsi tersebut sebagai

proses komunikasi yang berlangsung di antara kelompok asosiasi dan proses

36

(47)

39

penyampaian atau penyaluran isi komunikasi terhadap pemerintah dari hasil

agregasi dan artikulasi tersebut.37

Apabila dilihat secara umum, maka fungsi komuniksi politik pada

hakekatnya sebagai jembatan penghubung antara suprastruktur dan infrastruktur

yang bersifat interdependensi dalam ruang lingkup negara. Komunikasi ini

bersifat timbal balik atau dalam pengertian lain saling merespons sehingga

mencapai saling pengertian dan diorientasikan sebesar-besarnya untuk

kepentingan rakyat.

37

(48)

BAB III

HUMORISASI POLITIK GUS DUR A.Biografi Gus Dur

Abdurrahman Wahid lahir di Jombang, pada tanggal 4 Agustus 1940.

Akan tetapi, hari lahir yang sebenarnya adalah tanggal 4 Sya’ban 1359 H

bertepatan dengan tanggal 7 September 1940.1 Ini terjadi karena kesalahan

administrasi saat mendaftar di sekolah dasar, Gus Dur memberi keterangan dalam

kalender Islam tetapi dipahami dalam kalender masehi oleh pihak sekolah. Beliau

lahir dengan nama Abdurrahman Ad-Dakhil -yang diambil dari nama salah

seorang pahlawan Dinasti Umayyah yang berhasil membawa Islam ke Spanyol

dan mendirikan peradaban di sana- yang secara harfiah berarti “Sang Penakluk”.2

Ia kemudian lebih dikenal masyarakat dengan panggilan Gus Dur. "Gus" adalah

panggilan kehormatan khas pesantren untuk anak laki-laki kyai.

Gus Dur adalah putra pertama dari enam bersaudara keturunan KH. Wahid

Hasyim107 yang merupakan putra KH. Hasyim Asy'ari108, pendiri organisasi

Nahdlatul Ulama (NU) tahun 1926 dan Pondok Pesantren Tebuireng Jombang.

Adapun ibundanya, Hj. Sholihah adalah putri pendiri Pondok Pesantren Denanyar

Jombang, KH. Bisri Syansuri.109 Kakek dari pihak ibunya ini juga merupakan

tokoh NU, beliau juga pernah menjadi Rais 'Am PBNU. Dengan demikian, Gus

Dur merupakan cucu dari dua ulama NU sekaligus, dan dua tokoh bangsa

1

Greg Barton, Biografi Gus Dur; The Authorized Biography of Abdurrahman Wahid,

(Yogyakarta: LKiS, 2008), cet. VIII, 25.

2

Gambar

Gambar 1. Unsur-unsur dalam Proses Komunikasi

Referensi

Dokumen terkait

MENYIMPAN BANYAK KOLEKTOR / BENDA-BENDA ANTIK // MEREKA ADALAH BAPAK IMAN MULYONO / BAPAK IWAN / DAN JUGA BAPAK HENDRO //. BAGAIMANA LIKA-LIKU

Sasaran yang ingin dicapai adalah suatu kondisi parkir yang mampu memenuhi permintaan Ruang Parkir Off Street , apabila dalam Kondisi dimana volume Parkir Kendaraan On Street

*The total number of explanations is less than the number of misconceptions because of student errors in selecting the follow-up item to be answered... 7 ; Table 6, expla na tion 2

yang dapat mengendalikan pertumbuhan akomodasi wisata di Kawasan Wisata Kaliurang Belum tersusunnya insentif dan disinsentif sebagai upaya pengendalian perubahan pemanfaatan

Berdasar- kan hal tersebut hasil pada indikator kinerja dan po- la pikir termasuk pada kategorisasi kuat, sehingga dapat dikatakan bahwa secara kemampuan berpikir dan kinerja

Dari teoriteori yang ada maka penulis berusaha menggambarkan dan menjelaskan tata cara serta langkah-langkah pembuatan website mulai dari pembuatan database, penulisan script,

Tahapan ketiga dari sistem adalah Integration (Integrasi) dimana sistem harus mengatur hubungan yang terjadi antar kelompok. Pola pengaturan hubungan yang terjadi

Pengertian keseimbangan pasar adalah tingkat harga maupun jumlah barang yang diminta dalam keadaan seimbang dan tidak ada kekuatan atau kecenderungan untuk