• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Gong Kayu Rote T1 852004003 BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Gong Kayu Rote T1 852004003 BAB II"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

5 BAB II

LANDASAN TEORI

A. Nama Pulau Rote

Dalam bahasa ibu orang Rote, pulau Rote disebut "Nusa Lote". Selain itu terdapat berbagai istilah tentang nama pulau ini yang dihimpun oleh Ballo1, antara lain: 1) "Lolo Neo do Tenu Hatu" (berarti "gelap"), "Nes do Males" (berarti "layu"), dan "Rotes", selama pendudukan Portugis pada abad XVI dan XVII; 2) "Rotthe" yang dapat dijumpai pada peta-peta produk pemerintah kolonial Belanda yang kemudian dikutip secara salah sebagai "Rotto", kecuali satu peta abad XVII yang menyebutnya "Noesa Dahena" (pulau manusia); 3) "Rottij", yang terdapat dalam dokumen VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie) atau Perserikatan Perusahaan Hindia Timur atau Perusahaan Hindia Timur Belanda), yang dieja "Rotti", "Rotty", dan "Rottij". Istilah resmi ini terus digunakan hingga pada abad XX menjadi "Roti". "Roti" merupakan kesalahan penyebutan dari kata aslinya "Rote" sebagaimana dipakai pertama kali oleh orang-orang Portugis. Inilah sebabnya saat ini terdapat dua istilah resmi, yaitu "Rote" dan "Roti".

B. Lokasi geografis dan Flora-Fauna

Kabupaten Rote Ndao terletak di wilayah paling selatan di Negara Republik Indonesia. Kabupaten ini merupakan daerah pemekaran dari Kabupaten

1

(2)

6

Kupang Propinsi Nusa Tenggara Timur yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2002 setelah Dewan Perwakilan Rakyat mengukuhkannya pada 11 Maret 2002.

Kabupaten ini memiliki luas wilayah 1280,10 kilometer persegi yang terdiri dari sembilan puluh enam pulau. Dari sembilan puluh enam pulau ini, enam pulau dihuni manusia. Pulau-pulau yang dihuni manusia adalah Rote (97.854 Ha), Usu (1.940 Ha), Nuse (566 Ha), Ndao (863 Ha), Landu (643 Ha), dan Do'o (192 Ha.), sementara sembilan puluh pulau lainnya tidak tidak dihuni manusia.

Kabupaten Rote Ndao terletak antara 10 derajat 25' - 11 derajat Lintang Selatan, dan 121 derajat 49 - 123 derajat 26 Bujur Timur. Kondisi geografis kabupaten ini umumnya permukaan tanah berbukit-bukit dan bergunung-gunung (32.625 Ha) dan sebagian terdiri dari dataran rendah (45.250 Ha). Tingkat kemiringan rata-rata mencapai 45%. Kontur pulau Rote bervariasi, pada daerah pantai ketinggian 0 - 10 m di atas permukaan laut, sedangkan di bagian tengah mencapai ketinggian 200-1.500 meter dengan tingkat kemiringan 40-60%.

(3)

7

kecamatan di Kabupaten Rote Ndao. Dari 27.161 Ha kebun yang ada, 20.711 Ha di antaranya adalah kebun tanaman lontar.

Secara klimatologi wilayah ini beriklim kering yang dipengaruhi angin Muson. Musim hujan di daerah ini relatif pendek, yaitu dari bulan Desember hingga April. Kelembaban udara rata-rata mencapai 85%RH arah dan kecapatan angin empat belas knot per jam, tekanan udara rata-rata 966,7 milibar dan curah hujan rata-rata 800-1200mm serta temperatur berkisar antara 23,6 derajat - 27 derajat2.

Angin Muson bertiup di Pulau Rote saat musim kemarau dan musim penghujan. Angin Muson Timur bertiup saat musim kemarau menyebabkan malam hari pada bulan-bulan tertentu udara menjadi sangat dingin. Pada musim penghujan angin Muson Barat bertiup sangat kencang dan dapat menimbulkan bencana.

Angin taufan juga terjadi saat keadaan pancaroba pada akhir musim kemarau dan hujan, yaitu pada musim barat. Angin yang dikenal sebagai siklon tropis ini menjadikan selat Pukuafu (selat antara Pulau Timor dan pulau Rote) berbahaya bagi pelayaran.

Terdapat sembilan pulau kecil yang terletak di dekat pulau Rote. Tiga pulau yang berpenghuni adalah Pulau Nude, Pulau Landu, dan Pulau Usu. Sedangkan empat pulau yang tidak berpenghuni adalah Pulau Heliana, Pulau Manuk, Pulau Do'o, dan Pulau Ndana.

(4)

8

Tumbuhan yang paling banyak dimanfaatkan untuk kehidupan adalah kelapa (cocos nusivera), tuak atau lontar (borassus sundaecus), kusambi (scekeichera oleosa), asam atau tambaring (tamarinda indica), dan pohon gewang (corypha utan).

Hewan-hewan dikelompokkan dalam dua jenis, yaitu hewan peliharaan dan hewan liar. Hewan ternak ternak di pulau Rote meliputi kerbau, sapi (jenis ongole), kuda, kambing, domba, itik, babi, ayam, anjing, dan kucing. Sedangkan, yang termasuk hewan liar adalah rusa, babi hutan, kerang, musang, ular, biawak, tekukur, bangau, elang, belibis, pipit, burung hantu, dan pelikan. Pada musim kemarau, burung pelikan dari Benua Australia dan singgah di Pulau Rote sebelum melanjutkan perjalanan ke Benua Asia.

C. Wilayah Administratif3

Wilayah Rote Ndao semula adalah merupakan bagian dari Wilayah Pemerintahan Kabupaten Daerah Tingkat II Kupang yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 69 Tahun 1958 tentang Pembentukan Daerah - Daerah Tingkat II dalam Wilayah Daerah - daerah Tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur (Lembaran Negara Tahun 1958 Nomor 122, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1655).

Selanjutnya sebagai pelaksanaan dari Undang - Undang tersebut, maka berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Nusa Tenggara Timur masing-masing Nomor Pem.66/1/2, tanggal 28 Pebruari

(5)

9

1962 dan Nomor Pem.66/1/22, tanggal 5 Juni 1962, maka wilayah Rote Ndao dibagi menjadi 3 (tiga) wilayah Pemerintahan Kecamatan yaitu :

 Kecamatan Rote Timur dengan pusat Pemerintahan di Eahun  Kecamatan Rote Tengah dengan pusat Pemerintahan di Baa  Kecamatan Rote Barat dengan pusat Pemerintahan di Oelaba.

Tahun 1963, berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Nusa Tenggara Timur Nomor Pem.66/1/32, tanggal 20 Juli 1963 tentang Pemekaran Kecamatan, maka wilayah pemerintahan yang berada di Rote Ndao dimekarkan menjadi empat wilayah kecamatan yaitu :

 Kecamatan Rote Timur, beribu kota di Eahun  Kecamatan Rote Tengah, beribu kota di Baa  Kecamatan Rote Barat, beribu kota di Busalangga  Kecamatan Rote Selatan, beribu kota di Batutua

Setelah empat tahun berjalan, wilayah di Rote Ndao dimekarkan dari empat kecamatan menjadi delapan Kecamatan. Pembagian ini diatur dalam Surat Keputusan Gubernur Tingkat I Nusa Tenggara Timur Nomor Pem.66/1/44 tanggal 1 Juli 1967 dan Keputusan Nomor Pem.66/2/71, tanggal 17 Juli 1967, yakni :

 Kecamatan Rote Timur dengan pusat Pemerintahan di Eahun  Kecamatan Pantai Baru dengan pusat Pemerintahan di Olafulihaa  Kecamatan Rote Tengah dengan pusat Pemerintahan di Feapopi  Kecamatan Lobalain dengan pusat Pemerintahan di Baa

(6)

10

 Kecamatan Rote Barat Daya dengan pusat Pemerintahan di Batutua.  Kecamatan Rote Selatan dengan pusat Pemerintahan di Daleholu.  Kecamatan Rote Barat dengan pusat Pemerintahan di Nemberala.

Pada saat itu situasi keuangan Negara tidak memungkinkan untuk pembentukan Kabupaten Otonom Rote Ndao, sehingga Kepala Daerah Tingkat I Nusa Tenggara Timur mengeluarkan Surat Keputusan Nomor Pem.66/2/4, tanggal 11 April 1968 agar wilayah Rote Ndao dibentuk sebagai Wilayah Koordinator Schap dalam wilayah hukum Kabupaten Daerah Tingkat II Kupang. Keputusan Guberur Tingkat I Nusa Tenggara Timur Nomor Pem. 66/2/21, tanggal 1 Juli 1968, D.C. Saudale dilantik menjadi bupati yang diperbantukan di Wilayah Koordinator Schap Rote Ndao.

Pada tahun 1979 terjadi perubahan status Wilayah Koordinator Schap Rote Ndao menjadi wilayah pembantu Bupati Kupang untuk Rote Ndao, berdasarkan Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Nusa Tenggara Timur Nomor 25 tahun 1979 tanggal 15 Maret 1979, tentang Pembentukan Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kantor Pembantu Bupati Kupang untuk Rote Ndao, yang telah disahkan pula oleh Menteri Dalam Negeri dengan Keputusan Menteri Dalam Nomor 061.341.63-114 tertanggal 8 April 1980.

Para pejabat yang memimpin di Wilayah Koordinator Schap Rote Ndao maupun di Wilayah Pembantu Bupati Kupang untuk Rote Ndao berdasarkan periode pemerintahannya adalah sebagai berikut :

(7)

11

 1974-1977 adalah DRS. R. Chandra Hasyim sebagai Koordinator Schap Rote Ndao

 1977-1984 adalah DRS. G. Th. Hermanus sebagai Pembantu Bupati Kupang Wilayah Rote Ndao

 1984 - 1988 adalah DRS. G. Bait sebagai Pembantu Bupati Kupang Wilayah Rote Ndao.

 1988 - 1994 adalah Drs. R. Izaac sebagai Pembantu Bupati Kupang Wilayah Rote Ndao.

 1994 - 2001 adalah Benyamin Messakh, BA sebagai Pembantu Bupati Kupang Wilayah Rote Ndao

 2003 - 2008 adalah Christian Nehemia Dillak, SH sebagai Bupati Rote Ndao

Dalam tahun 2000 timbulnya masyarakat Rote Ndao yang berada di Wilayah Pembantu Bupati Kupang Wilayah Rote Ndao mengusulkan agar Wilayah Pemerintahan Pembantu Bupati Rote Ndao ditingkatkan menjadi Kabupaten definitif. Usulan tersebut, yang didukung dengan adanya pernyataan sikap dari tiga ratus tokoh masyarakat yang mewakili masyarakat dari 19 Nusak4, diajukan kepada Pemerintah Pusat dalam hal ini Menteri Dalam Negeri, melalui Pemerintah Kabupaten Kupang sebagai kabupaten induk.

Setelah melalui pengkajian dan mekanisme pembahasan sesuai Peraturan Perundang-undangan yang berlaku, maka pada 10 April 2002 oleh Pemerintah Pusat dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia

4 Para pendatang yang mendiami Pulau Rote hidup secara berkelompok-kelompok

(8)

12

menetapkan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2002 tentang Pembentukan Kabupaten Rote Ndao di Propinsi Nusa Tenggara Timur.

D. Asal-Usul

Gambaran pulau Rote dan penghuninya banyak diperoleh dari cerita rakyat dan sumber luar negeri.

1. Cerita Rakyat

Legenda dan mitologi, Manehelo5, penyair adat, menuturkan asal-usul

orang Rote adalah dari tanah atas (lain doa ata), maksudnya dari sebelah utara. Cerita yang lain mengatakan orang Rote berasal dari Sela do Dai, maksudnya negeri antah berantah.

2. Sumber-Sumber Luar Negeri a. F.Y. Ormeling

Ormeling (dalam Soh dan Indriyana: 2008) mengungkapakan orang Rote berasal Pulau Seram di wilayah Maluku bagian Selatan. Dari Seram mereka datang secara bergelombang menggunakan perahu bercadik, yang disebut Lete-lete.

b. Yaargang

Penghuni pulau Rote berasal dari Dai Laka, suatu tempat di Pulau Seram. Mereka berlayar dari Seram sampai ke Atapupu, lalu

5

(9)

13

menyusuri pantai Timor Kupang, menyeberangi selat Pukuafu dan tiba di Pulau Rote.

E. Sistem Kekerabatan dan Struktur Sosial

Orang Rote merupakan kaum patrilinial. To'o, saudara laki-laki pihak ibu, dengan keponakannya memiliki hubungan yang magis. Biasanya to'o berperan penting dalam hal-hal yang berkaitan dengan peristiwa penting dalam kehidupan keponakannya, antara lain perkawinan, kematian, pembagian warisan, dan lain-lain.

Selain hubungan kekerabatan, garis keturunan juga mengikuti sistem patrilinial. Dalam sistem ini pihak garis ayah berperan dan mempunyai kekuasaan yang lebih besar dibandingkan keluarga pihak ibu.

Masyarakat Rote terdiri atas kelompok-kelompok sosial yang lahir dari satu keturunan tertentu. Kelompok-kelompok ini memiliki peran dan fungsinya masing-masing dalam kehidupan bermasyarakat.

Meski pun laki-laki mendominasi kehidupan masyarakat Rote, perempuan merupakan dasar

F. Kesenian

1. Seni Kriya

(10)

14 a. Batang

Batang lontar digunakan untuk bahan bangunan tiang, balok, papan, dinding, dan lain-lain. Batang lontar juga digunakan untuk membuat kopak (peti mati).

b. Pelepah

Digunakan untuk membuat pagar, dinding rumah, pemikul, kayu bakar.

c. Daun

Berbagai peralatan yang dibuat dari daun lontar adalah atap rumah, pupuk, dan bahan pengganti kertas. Beberapa peralatan yang paling sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari orang Rote:

1) Haik

Tempat untuk menampung bahan-bahan cair, seperti air, tuak, dan gula.

2) Lukak

Tempat untuk menyimpan atau menyajikan makanan-makanan kering.

3) Tonda

(11)

15 4) Oli

Tempat sirih untuk kaum wanita.

5) Kukusak

Peralatan untuk memeras kelapa yang sudah diparut dengan tujuan mendapatkan santannya.

6) Ooko

Menyerupai nyiru yang digunakan untuk menampi beras, jagung, padi-padian, dan lain-lain.

7) Ti’i Langga

Topi yang paling terkenal dari Pulau Rote. Di bagian atas Ti’i Langga terdapat anyaman yang disebut koak. Koak melambangan kejantanan atau keberanian, dalam pengertian siapa yang mengenakan koak merupakan pemimpin saat menghadapi musuh atau perang.

2. Seni Tari

Orang Rote gemar menari.6 Tarian orang Rote pada hakekatnya lebih berorientasi pada fungsi sosial. Dahulu, tarian ditampilkan untuk menyambut para pahlawan yang kembali dari medan perang. Secara

6

(12)

16

sosial, tarian orang Rote merupakan tarian bersama. Tarian-tarian ini ada yang dimainkan oleh laki saja, perempuan saja, atau campuran laki-laki dan perempuan. Tidak ada pembatasan usia dalam tarian-tarian ini.

Dalam perkembangan kesenian, tarian Rote mengalami pergesaran nilai kesakralannya. Saat ini tarian Rote banyak ditampilkan dalam penyambutan tamu dan sebagai hiburan. Tarian pada umumnya diiringi oleh gong dan gendang.7

Estetika suatu tarian Rote ditentukan oleh gerakan pada penarinya. Tarian yang dimainkan oleh perempuan ditentukan oleh gemulai tangan kaki para penari tersebut. Sedangkan tarian yang dimainkan oleh penari pria menitik beratkan pada hentakan gerakan kaki yang kuat diikuti dengan gerakan tangan, misalnya tarian Foti (suatu tarian perang).

3. Seni Sastra

Seni sastra tradisional suku Rote merupakan sastra lisan yang berbentuk syair dan cerita8. Hanya orang-orang tertentu yang menguasai sastra tersebut. Ahli sastra ini disebut Manehelo.

Hehelo disajikan secara lisan dengan cara seperti bernyanyi dan berpusat pada irama. Hal ini dilakukan agar dapat tercipta suatu suasana yang sesuai dengan tujuan dan maksud upacara.

7

Alo Liliweri, Inang Hidup dan Bakhtiku, Tim Penggerak PKK Provinsi NTT, 1989,) 20. 8

(13)

17

Seni sastra suku Rote yang tradisional berbentuk puisi, baik yang berupa pantun, ungkapan-ungkapan, peribahasa, pepatah, syair-syair lagu, teka-teki, mantra, dan ajaran kepercayaan adat. Bentuk seni sastra yang lain adalah prosa. Prosa ini berbentuk dongeng, legenda, dan mitos-mitos. Semua seni sastra ini bersifat sakral. Jika Manehelo sudah menutur, ia tidak boleh berhenti sebelum satu bagian selesai. Ia menuturkan hehelo secara sangat lancar dan tidak terputus.

Tujuan utama hehelo adalah pemujaan leluhur yang menurunkan ajaran-ajaran moral atau sebagai pelipur lara. Jika Manehelo secara sengaja bertutur tidak seperti ajaran yang sebenarnya, maka sangsinya adalah kematian Manehelo tersebut.

G. Gong Kayu Rote

1. Asal-usul Gong Kayu Rote

Alat musik yang mula-mula di pulau Rote adalah Sasando. Sasando merupakan alat musik dari keluarga chordophone9. Sasando dibuat dari ruas bambu pilihan dan dawainya menggunakan serat akar pohon beringin. Sasando menggunakan sistem penalaan pentatonik. Sasando awalnya menggunakan tujuh dawai dan dalam perkembangannya jumlah dawai sasando bertambah menjadi sembilan, mewakili sembilan suku yang ada di Pulau Rote pada saat itu. Dawai-dawai sasando tersusun atas : 3-5-6-1-2-3-5-6-1.

9

Chordophone adalah istilah untuk unstrumen musik yang bunyinya dihasilkan oleh dawai yang bergetar.

. . .

(14)

18

Pada suatu saat yang tidak diketahui kapan tepatnya, orang Makasar datang ke Rote dan menjual satu gong. Orang Rote tertarik dengan alat musik ini, namun untuk menyesuaikan dengan jumlah dawai Sasando, mereka membeli delapan gong berikutnya agar menjadi sembilan. Sembilan gong ini disebut satu kepala atau satu set. Gong ini dibuat menggunakan bahan dasar logam.

Selain memesan gong logam dari luar Pulau Rote, orang Rote juga membuat alat musik perkusi lain yang terbuat dari bambu pilihan. Secara fisik alat musik ini beda dengan gong, namun mengadaptasi dan meniru jumlah nada dan sistem penalaan serta cara memainkan gong. Karena orang Rote tidak memiliki istilah khusus sebagai identitas alat musik tersebut, maka mereka menyebutnya gong kayu. Jadi, pengertian istilah gong kayu ini adalah instrumen yang terbuat dari bahan kayu dengan nada-nada yang sama dengan gong.

Pada perkembangan selanjutnya, sasando yang pada mulanya menggunakan sistem penalaan pentatonik dimodifikasi sehingga mengunakan sistem penalaan diatonik. Tidak diketahui alasan penalaan sasando dijadikan diatonik, namun fakta menunjukkan bahwa sasando diatonik ini kemudian juga digunakan untuk memainkan musik-musik diatonik, misalnya musik Barat. Sasando ini disebut Sasando Biola. Ketika hasil penelitian ini ditulis, sasando yang digunakan dalam kesenian orang Rote dibedakan atas dua jenis, yaitu Sasando Gong dan Sasando Biola.

(15)

19

alasan yang bersifat mistik, gong logam tidak boleh dimainkan bersama sasando.10

2. Bentuk Fisik

Dalam perkembangannya, proses pembuatan gong kayu ini mulai sulit karena bambu yang dibutuhkan sebagai bahan dasar gong kayu ini mulai sulit ditemukan, sehingga diganti dengan kayu merah atau kayu jati.11

Secara umum istilah gong dipahami sebagai instrumen musik idiophone12

berbahan dasar logam yang dimainkan dengan cara ditabuh, berbentuk bulat dengan sedikit cembung dibagian tengah sebagai tempat menabuh gong. Sedangkan gong kayu merupakan instrumen berbahan dasar kayu yang mengadaptasi cara memainkan dan jumlah formasi dalam satu set (orang lokal menyebutnya satu kepala).

Resonator pada gong kayu bersifat manasuka, artinya bisa digunakan atau tidak. Hal ini disebabkan oleh sifat dari bilah gong kayu yang tidak membutuhkan resonator sebagai penguat bunyi karena bunyi dihasilkan langsung oleh bilah tersebut (idiophone).

Gong kayu tersusun dari sembilan bilah bambu atau kayu yang dibetuk sedemikan rupa untuk mendapatkan nada yang diinginkan. Secara visual gong kayu seperti bentuk marimba dan kulintang. Bilah-bilah diletakkan

10 Wawancara dengan Hendrik Pah: 28 April 2012 11

Pada penelitian ini, gong kayu dibuat menggunakan kayu jati

(16)

20

di atas sandaran yang lunak dan disusun berderet. Nada yang terletak paling kiri merupakan nada yang terendah, sedangkan nada kesembilan yang terletak paling kanan merupakan nada yang tertinggi.

3. Susunan Bilah Gong13

Gong dalam bahasa Rote adalah meko. Secara filosofis bilah-bilah gong kayu melambangkan keluarga, yaitu Ina (ibu), Ngasak/Nggasa (ayah), dan Ana (anak-anak). Meko Ina terdiri atas Meko Ina Makamu (mama besar atau sulung), meko inak Tatae (mama tengah), meko ina Laladan (mama kecil atau bungsu). Meko Nggasa terdiri atas Meko Nggasa Laing (bapa besar atau sulung) dan Meko Nggasa Daeng (bapa kecil atau bungsu). Meko Ana terdiri atas Meko Ana Leko (anak pertama), Meko Ana Paiseli (anak kedua), Meko Ana Laladan (anak ketiga), dan Meko Ana Do'odea (anak keempat atau bungsu). Meko Ina Makamu merupakan bilah berukuran terbesar yang memiliki nada paling rendah dan Meko Ana Do'odea merupakan bilah berukuran terkecil yang memiliki nada paling tinggi. Bilah-bilah ini ditabuh menggunakan dua batang kayu kecil yang disebut tutuai meko.

4. Penalaan

Gong Kayu Rote mengadopsi penalaan gong logam, dan gong logam mengadopsi penalaan sasando, yaitu pentatonik. Dengan demikian Gong Kayu Rote menggunakan sistem penalaan pentatonik.

13

(17)

21

5. Fungsi Sosial

Kehidupan masyarakat Rote sangat dekat dengan kesenian. Seni tari dan seni musik digunakan hamper di seluruh aspek kehidupan masyarakat Rote. Tarian-tarian diiringi dengan menggunakan iringan gong logam atau gong kayu.

Dalam penggunaannya, gong kayu seringkali dianggap lebih praktis karena: a) menggunakan bahan baku yang relatif lebih murah dibandingkan gong logam; b) proses pembuatan yang jauh lebih mudah; dan c) secara akustika jauh lebih memungkinkan untuk dipadu dengan sasando.

Instrumen musik ini digunakan dalam berbagai upacara ritual yang meliputi: perkawinan, kematian, penyambutan tamu, pemberkatan rumah baru, dan lain-lain.

6. Fungsi Edukatif

Permainan gong kayu yang diajarkan di Sekolah Dasar, selain mengajarkan dan menanamkan rasa cinta dan tanggung jawab untuk

Ina Makamu Ina Tatae Ina Laladan Nggasa Laing Nggasa Daeng

(18)

22

melestarikan kesenian lokal, juga dapat memupuk jiwa dan semangat bekerjasama dalam diri anak-anak. Demi keberhasilan memainkan suatu lagu, beberapa anak yang bersama-sama memainkan gong kayu dalam satu perangkat, perlu mengatur perpaduan pola ritmik serta nada secara tepat. Hal ini hanya dapat berhasil jika anak-anak dapat melepaskan sikap egonya serta menggantinya dengan sikap saling menghormati demi tujuan yang sama.

Selain itu gong kayu dapat dijadikan media pelatihan dasar untuk memainkan sasando. Bermain sasando membutuhkan penguasaan keterampilan dan koordinasi yang baik antara jari, telinga, dan otak. Oleh sebab itu, menurut Djony Theedens,14 untuk dapat memainkan sasando, dengan baik seseorang dituntut harus dapat memainkan gong Rote terlebih dulu. Gong Rote berfungsi sebagai akses mempelajari pola-pola ritmik serta melodik dalam musik Rote. Kendala mendapatkan gong logam dipecahkan dengan kehadiran gong kayu yang jauh lebih murah dari segi biaya dan relatif mudah untuk didapatkan.

7. Jenis Lagu

Para pemusik menggunakan gong kayu untuk mengiringi tarian rakyat. Tarian-tarian ini dibagi dalam dua kategori, yaitu tarian yang ditampilkan bersama dan tanpa hehelo.

Pola ritmik dan nada yang dimainkan pada gong kayu sama dengan pola ritmik dan nada dimainkan pada gong logam dan sasando gong.

14

(19)

23

Gong kayu digunakan untuk mengiringi tarian- tarian tradisional suku Rote yang meliputi:

a. Te’o Renda

Te’o adalah pangilan untuk saudara perempuan ayah, Renda berarti

menyulam, merenda. Tarian ini menceritakan tentang te’o yang sedang menyulam. Tarian ini berkarakter sedih.

Tarian ini dimainkan pada perkawinan adat, namun bisa juga dimainkan untuk acara umum.

b. Tai Benu

Tai berarti timbangan, sedangkan Taibenu berarti timbangan/neraca yang kurang lebih bermakna duduk sama rendah, berdiri sama tinggi. Tarian ini bersifat senang dan digunakan pada penyambutan tamu atau acara-acara umum.

c. Lelendok

Merupakan tarian untuk menyambut tamu.

d. Batu Matia Telu

(20)

24

Tarian ini dimainkan saat upacara inisiasi anak yang baru lahir dan peresmian gedung atau rumah tinggal.

e. Teotona

Merupakan tarian umum.

f. Manalolobanda

Manalolobanda merupakan musik dan syair seorang gembala ketika tengah menjaga ternak-ternaknya di padang. Musik ini tidak digunakan untuk tarian adat, namun merupakan tarian modern yang berfungsi sebagai tarian persaudaraan.

g. Siolayar

Syair dari lagu ini menceritakan tentang seseorang yang pergi berlayar menggunakan kapal, namun pada akhirnya tersesat di tengah-tengah samudera yang luas.

h. Tete'o

Lagu ini menceritakan tentang seorang anak yang rindu kepada orang tuanya yang sudah meninggal. Intinya bahwa telah terjadi perpisahan antara orang tua dan anak. Lagu ini dapat digunakan untuk mengiringi perpisahan yang bukan disebabkan oleh kematian.

i. Fe'o Nggeok

(21)

25

pergi dan pindah ke rumah sebelah, maksudnya bahwa ada anggota keluarga yang pergi dan menjadi anggota marga lainnya.

j. Bobouk Foti

Foti bearti cepat. Merupakan tarian hiburan yang dimainkan oleh penari pria.

Tarian ini terbagi atas:

1) Bobouk Daek: aksesori yang digunakan hanya selimut. Dimainkan

oleh satu atau dua orang penari.

2) Kakamusu (tarian kemenangan perang): aksesori yang digunakan

adalah selimut dan pedang dan dimainkan oleh dua orang penari. k. Kaka Filanda

Merupakan tarian yang berfungsi mengantar menuju tarian Kakamusu.

l. Manukaka

Merupakan tarian umum bertempo lambat tanpa kehadiran hehelo. Ketika ditarikan, tempo berangsur menjadi cepat hingga berlanjut dengan tarian Foti.

m. Lelendo Ndao

(22)

26

Tarian ini bersifat menghibur dan biasa ditampilkan dalam pernikahan, festival, atau acara yang bersifat meriah.

n. Fila Kapong

Merupakan tarian silat kampung tanpa kehadiran hehelo.

o. Koanini

Koa berarti burung, sedangkan Nini berarti kicau. Cerita tentang burung yang berkicau sekali di pagi hari dan menandakan bahwa pagi telah tiba.

p. Dede Kode

Merupakan tarian monyet

q. Enggalutu

Merupakan tarian yang bersifat umum.

r. Inana Bo'i

Ina berarti mama/ibu, sementara bo’i berarti sayang. Tarian ini menceritakan cinta kasih seseorang kepada kedua orang tua, saudara, dan keluarganya.

s. Ka Ki Na

(23)

27

dalam cerita ini dilambangkan dengan domba yang salah memasuki kandang atau ayam yang naik dan bertengger di pohon yang keliru.

t. Renggus (Li Renggus)

Merupakan tarian tentang burung dara. Burung ini selalu berada di udara, namun tatkala turun ke tanah, itu menandakan bahwa burung tersebut akan mati.

u. Nggafarina Teotona

Tarian umum yang bersifat menghibur.

v. Foti Lurus

Foti Lurus memiliki nama lain yaitu Hela. Tarian ini mempunyai gerakan yang lebih cepat daripada tari Bobouk Daek.

w. Ova Langga

Menceritakan tentang sepasang kekasih yang terpisah dalam jarak yang jauh dan waktu yang lama.

Lagu ini menggambarkan tentang kepedihan yang dirasakan masyarakat Rote pada saat pendudukan tentara Jepang di Rote. Inti lagu ini adalah tentang pengerahan tenaga kerja paksa (romusha) dari Pulau Rote ke Kupang dalam rangka membantu tentara Jepang.15

15

(24)

28 Ova Langga16

Ova Langga adinda soba-soba

Soba sayang kasian susi ana

Lu lemen terlalu susi matan

Setanggung pinu lemen mamboi susah hati

Te nae daeki, daeki tua meko

Tua meko Pantai Baru

Nae lena seli ta' dadi lena seli

Nae nasa fali ta dadi nasa fali

Saduran bebas : Lex Oepura

Lajulah perahuku maju

Kembangkan! Biar layarmu terkembang

O, angin! Kuatlah berhembuskan berdayu

Bawaku balik pada dinda tersayang

Di Pantai Baru

Kola De'a

Di rindang lontar, setia

Dinda menunggu

Nasi ditanak beruraikan air mata

Tersayang kasih di air nan mendidih

Tertanggung derita

Ibunda bersedih

Pulangku ... tanpa mauku ... tertunda-tunda

(25)

29 Keberangkatan tak kunjung terlaksana

Kasihmu, kasihku ...

Dalam laju bersambut madah

Cintamu, cintaku ....

Hanya dalam kenangan setiap kelana

Lajulah perahuku maju

Kiranya bukan sekedar impian

Pelepas rindu ...

Ova Langga ...

Referensi

Dokumen terkait

Sumber Alam dihasilkan bahwa proses query yang terjadi dengan menggunakan pendekatan star schema dimana dibuat empat (4) tabel dimensi, antara lain: dimensi waktu

Pada penelitian ini akan dilakukan evaluasi kinerja Sistem Informasi E-Filing yang digunakan Kantor Pelayanan Pajak Pratama dalam melakukan pelayanan terhadap wajib

Menyampaikan pernyataan/pengakuan tertulis bahwa badan usaha yang bersangkutan dan manajemennya tidak dalam pengawasan pengadilan, tidak pailit, kegiatan usahanya tidak

[r]

Kegiatan berlangsung dengan lancar karena peserta melebihi kuota yang disediakan karena banyaknya simpatisan para relawan yang ada didaerah jawa timur dan sekitarnya..

Demikian disampaikan sebagai bahan selanj ut nya, at as perhat ian dan part i si fasinya di ucapkan t erima kasi h. t

Dalam diskusi tersebut Zulkifli Hasan menyatakan bahwa konversi lahan tersebut dikarenakan adanya kebijakan otonomi daerah, yang mana dalam UU Otoda disebutkan bahwa pemerintah

Be a good figure merupakan jargon dari HMJ Manajemen periode 2011-2012 yang mempunyai makna agar mahasiswa yang tergabung dalam lembaga internal ini dapat menjadi teladan di