• Tidak ada hasil yang ditemukan

Staff Site Universitas Negeri Yogyakarta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Staff Site Universitas Negeri Yogyakarta"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN DAN BUDAYA ORGANISASI

TERHADAP KINERJA MANAJER DAN KEBERHASILAN ORGANISASI

KOPERASI UNIT DESA (KUD) DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Oleh: Sugiharsono

(Staf Pengajar FISE – UNY Yogyakarta)

Abstrak

Kata Kunci: gaya kepemimpinan, budaya organisasi, kinerja manajer, keberhasilan organisasi.

A. Pendahuluan

Pada era pemerintahan orde baru maupun era reformasi, ekonomi kerakyatan masih menjadi prioritas utama dalam pembangunan ekonomi di Indonesia. Hal ini kiranya cukup beralasan, karena masyarakat golongan miskin di Indonesia pada saat ini jumlahnya

Manajer KUD sebagai pemegang manajemen operasional memiliki peran yang sangat penting dalam menggerakkan organisasi KUD. Oleh karena itu, kinerja manajer KUD menjadi penting berkaitan dengan keberhasilan organisasi KUD. Berbagai faktor yang menetukan kinerja manajer seperti kepemimpinan pengurus dan budaya organisasi perlu mendapatkan perhatian agar dapat membentuk kinerja manajer yang baik. Hal ini disebakan manajer merupakan bawahan langsung dan pelaksana kebijakan pengurus. Di sisi lain, manajer akan bekerja pada lingkungan organisasi KUD yang telah memiliki budaya kerja tertentu yang budaya ini mau tidak mau harus diperhatikan oleh manajer sebagai top manajemen opersional organisasi KUD.

Studi tentang keberhasilan organisasi KUD ini bertujuan untuk mendapatkan bukti empiris mengenai pengaruh gaya kepemimpinan pengurus dan budaya organisasi KUD terhadap kinerja manajer, serta dampaknya terhadap keberhasilan organisasi KUD di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Populasi penelitian ini adalah 43 KUD yang ada di DIY yang masih beroperasi secara wajar sampai dengan tahun 2007 dan bersedia dijadikan objek penelitian. Mengingat jumlahnya yang relatif sedikit, maka studi ini menggunakan metode sensus (complete enumeration). Teknik pengumpulan data menggunakan angket yang telah teruji validitas dan reliabilitasnya, serta dokumentasi. Adapun teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis jalur (path analysis).

(2)

mencapai 40% lebih dari jumlah penduduk Indonesia. Oleh karena itu, pembangunan ekonomi bagi masyarakat menengah ke bawah harus tetap mendapat prioritas dari pemerintah. Hal ini tentunya tetap harus memperhatikan kepentingan masyarakat golongan ekonomi atas, sehingga kelompok ini tidak menjadi kurban dari pembangunan ekonomi yang ditujukan pada kelompok masyarakat menengah ke bawah.

Persoalan yang tetap harus dipertimbangkan dalam pembangunan ekonomi nasional adalah bahwa pembangunan harus mampu mendukung distribusi penda-patan ke arah masyarakat bawah (miskin). Hasil pembangunan ekonomi nasional tersebut harus benar-benar dapat dirasakan oleh masyarakat miskin dengan meningkatnya pendapatan riil mereka. Dengan demikian sedikit demi sedikit akan mengurangi kesenjangan sosial-ekonomi antara kelompok masyarakat bawah (miskin) dan masyarakat atas (kaya), yang mana kesenjangan ini dianggap sebagai salah satu sumber masalah sosial yang sedang memanas di Indonesia akhir-akhir ini.

Pada umumnya sumber masalah sosial yang cukup dominan di negara berkembang termasuk Indonesia adalah masalah ekonomi. Oleh karena itu, pembangunan ekonomi nasional yang mengarah pada kelompok masyarakat menengah ke bawah tidak bisa dihindari lagi. Pembangunan ekonomi nasional harus mampu menyentuh lembaga (organisasi) ekonomi tingkat menengah ke bawah. Salah satu organisasi ekonomi yang pada umumnya menjadi wadah kegiatan ekonomi masyarakat kelompok menengah ke bawah adalah UKM dan koperasi.

(3)

dengan berkoperasi, masyarakat diharapkan bisa meningkatkan kesejahteraannya, sehingga sedikit demi sedikiit akan mengurangi kesenjangan sosial-ekonomi yang menjadi sumber masalah sosial di Indonesia.

Penduduk desa merupakan bagian penduduk Indonesia yang terbesar jumlahnya, dan pada umumnya mereka berada pada strata ekonomi menengah ke bawah. Sebagian besar dari mereka hidup dalam kemiskinan. Oleh karena itu, pembangunan ekonomi nasional harus pula diarahkan pada pembangunan ekonomi pedesaan. Salah satu sarana pembangunan ekonomi pedesaan yang telah lama dirancang dan dilaksanakan oleh pemerintah, sejak pemerintahan orde baru hingga pemerintahan reformasi saat ini adalah KUD.

Pada awalnya KUD dicanangkan oleh pemerintah sebagai salah satu pusat kegiatan ekonomi pedesaan untuk membangun ekonomi masyarakat pedesaan. Berbagai undang-undang/peraturan dan kebijakan pemerintah, seperti, UU No. 25/1992, Inpres No. 4/1973, Inpres No. 2/1978, Inpres No. 4/1984, Inpres No. 4/1995, dan Inpres No. 18/1998, telah dikeluarkan untuk mendukung perkem-bangan KUD. Namun dalam perjalanannya, banyak kendala yang dihadapi, sehingga sampai saat ini peran KUD dalam pembangunan ekonomi pedesaan dapat dikatakan masih sangat kecil.

Menurut Deputi Bidang Kelembagaan Menteri Negara Koperasi dan UKM, Kusumo, (2003), Program bantuan pemerintah yang diberikan kepada KUD sebagian besar tidak berjalan sesuai dengan yang telah ditetapkan. Salah satu contoh dalam hal ini adalah kredit usaha tani (KUT) yang disalurkan melalui KUD, telah terjadi kemacetan angsuran (tunggakan) yang tidak sedikit. Berdasarkan data dari Bank Indonesia, tunggakan KUT 1998/1999 per 31 Desember 2005 sebesar Rp5,76 Triliun. Secara rinci tunggakan KUT pada koperasi/KUD dan UKM di Indoensia dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1

Tunggakan KUT Di Indonesia Per 31-12-2005 SUM

BER DANA NILAI ( Rp ) %

Pemerintah 3,30 triliun 57,26

Bank Indonesia (BI) 2,46 triliun 42,74

J u m l a h 5,76 triliun 100,00

Sumber: Bank Indonesia, 2005.

(4)

dan perkoperasian, serta kecenderungan bekerja secara sambilan (tidak profesional). Kenyataan ini sesuai dengan pendapat Suliati (2003) yang menyatakan bahwa pengelola KUD pada umumnya ditunjuk dari atas (pemerintah), bukan dari orang-orang yang benar-benar memiliki jiwa wirausaha (entrepreneurship), Mereka umumnya tidak menjiwai koperasi, dan hanya tahu kucuran dana dari pemerintah. Jadi pada intinya, KUD dipandang belum mampu menjalankan perannya sesuai dengan harapan pemerintah.

Di Daerah Istimewa Yogyakarta pada tahun 2007 terdapat 62 buah KUD yang tersebar di empat kabupaten, yaitu 12 KUD di Kabupaten Kulonprogo, 17 KUD di Kabupaten Bantul, 16 KUD di Kabupaten Gunungkidul, dan 17 KUD di Kabupaten Sleman. Pada umumnya KUD-KUD tersebut didirikan pada era pemerintahan orde baru, sekitar tahun 1970-an. Namun hingga sekarang, perannya dalam membangun ekonomi pedesaan masih dirasa sangat kecil dibanding dengan peran dari sektor ekonomi yang lain. Pada tahun 2004, dengan jumlah anggota KUD sebanyak 290.406 orang dan jumlah modal sendiri sebesar Rp15.048.700.000,00, maka rata-rata per orang (anggota) memiliki modal sendiri Rp51.820,00 (Kantor Dinas Koperasi DIY, 2004). Jumlah ini sangat kecil bila dibandingkan dengan jumlah modal sendiri yang dimiliki oleh swasta yang ada di Daerah Istimewa Yogyakarta. Begitu pula dalam bidang usahanya, jumlah omset usaha, laba (SHU), dan asset seluruh KUD di Daerah Istimewa Yogyakarta, semuanya jauh tertinggal (sangat kecil) dibanding BUMN maupun BUMS yang ada di Daerah Istimewa Yogyakarta, yang sudah mencapai puluhan triliun rupiah. Badan Usaha Perbakan saja di seluruh Daerah Istimewa Yogyakarta telah memiliki total asset sebesar Rp11,85 triliun, dengan omset usaha (kredit yang disalur-kan) sebesar Rp5,13 triliun (Bank Indonesia Daerah Istimewa Yogyakarta, 2004).

Berdasarkan kenyataan, jelaslah bahwa pada umumnya keadaan KUD-KUD di Daerah Istimewa Yogyakarta masih sangat memprihatinkan. Perannya dalam menunjang perekonomian masyarakat DIY masih sangat kecil dibanding dengan BUMN maupun swasta. Dari sini jelaslah bahwa peran KUD yang diharapkan dapat menunjang perekonomian masyarakat pedesaan belum sesuai dengan harapan pemerintah. Hal ini berarti bahwa keberhasilan KUD, baik dari aspek organisasi maupun usahanya masih perlu dipertanyakan.

(5)

memberdayakannya; rendahnya partispasi anggota yang terlihat dari kecilnya jumlah setoran modal anggota dan pemanfaatan anggota terhadap layanan usaha KUD; lokasi KUD yang cenderung kurang/tidak strategis untuk bisnis; serta budaya organisasi KUD yang kurang kondusif untuk mengembangkan usaha. Sementara itu, masalah eksternal antara lain menyangkut faktor kebijakan pemerintah dalam bidang perekonomian, persepsi masyarakat terhadap KUD, pemasok, pelanggan, persaingan usaha dari badan usaha lain, teknologi, sosial, dan politik. Masalah eksternal KUD ini cenderung bersifat ”given” dan tidak bisa dikendalikan oleh para pengelola koperasi. Oleh karena itu penelitian ini lebih memfokuskan pada permasalahan internal KUD. Dengan kata lain, penelitian ini akan membatasi pada permasalahan internal KUD. Dengan membatasi pada masalah internal ini, diharapakan hasil penelitian ini dapat lebih bermanfaat bagi para pengambil kebijakan dan praktisi koperasi.

Mengingat luasnya permasalahan internal yang dihadapi KUD-KUD di Daerah Istimewa Yogyakarta, maka dalam penelitian ini masalah-masalah tersebut dibatasi pada masalah yang berkaitan dengan SDM dan budaya organisasi KUD dalam hubungannnya dengan keberhasilan organisasi KUD. Masalah SDM dibatasi pada masalah gaya kepemimpinan pengurus dan masalah kinerja manajer KUD saja. Dipilihnya kedua masalah SDM koperasi ini, karena menurut teori dan pendapat para pakar koperasi, manajer koperasi merupakan pemegang kunci keberhasilan (key success) organisasi koperasi. Sementara itu kepemimpinan pengurus sebagai pengambil kebijakan operasional tertinggi dalam koperasi memegang peran penting dalam menentukan arah organisasi koperasi. Selanjutnya mengenai budaya organisasi, para pakar juga berpendapat bahwa budaya organisasi memiliki peran yang kuat terhadap keberhasilan organisasi koperasi. Di dalam pengertian koperasi di sini tentu termasuk di dalamnya adalah KUD.

Berdasarkan kenyataan dan pendapat para pakar itulah, maka penelitian ini membatasi pada permasalahan ekstrinsik manajer (faktor gaya kepemimpinan penggurus dan budaya organisasi KUD) dalam kaitannya dengan kinerja manajer KUD dan keberhasilan organisasi KUD, khususnya KUD di Daerah Istimewa Yogyakarta. Adapun rumusan masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah:

1. Apakah gaya kepemimpinan pengurus KUD berpengaruh terhadap kinerja manajer dan keberhasilan organisasi KUD di Daerah Istimewa Yogyakarta?

(6)

3. Apakah kinerja manajer KUD berpengaruh terhadap keberhasilan organisasi KUD di Daerah Istimewa Yogyakarta?

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis dan menguji pengaruh (1) gaya kepemimpinan pengurus KUD terhadap kinerja manajer dan keberhasilan organisasi KUD; (2) budaya organisasi KUD terhadap kinerja manajer dan keberhasilan organisasi KUD; serta (3) kinerja manajer terhadap keberhasilan organisasi KUD, di DIY.

B. Kerangka Teori

1. Keberhasilan Organisasi KUD

Para pakar organisasi sependapat bahwa suatu organisasi dikatakan berhasil apabila organisasi tersebut dapat mencapai tujuannya. Dengan kata lain, keberhasilan suatu organisasi dapat dilihat dari tingkat pencapaian tujuan organisasi tersebut. Semakin tinggi tingkat pencapaian tujuan, semakin tinggi pula tingkat keberhasilan organisasi tersebut, atau sebaliknya.

Tingkat keberhasilan organisasi ini pada dasarnya dapat dilihat dari indikator mikro dan makro yang ditetapkan dalam organisasi tersebut. Sebagai indikator mikro misalnya adalah kepuasan anggota, kesejahteraan anggota, perkembangan jumlah anggota, permodalan, dan perkembangan usahanya (volume usaha, pangsa pasar, harga saham dan laba/ keuntungan). Sementara itu sebagai indikator makro adalah kontribusinya terhadap pemangunan perekonomian nasional.

KUD sebagai suatu organisasi juga memiliki tujuan yang akan dicapai melalui kegiatannya. Sesuai dengan UU No. 25 tahun 1992, pasal 3, tujuan koperasi termasuk KUD adalah: memajukan kesejahteraan anggota khususnya, dan masyarakat pada umumnya, serta ikut membangun tatanan perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil, dan makmur berlandaskan Pancasila dan UUD 1945. Menurut Refrison Baswir. (2000:40) tujuan koperasi/KUD tersebut meliputi tiga aspek pokok yaitu:

1. Peningkatan kesejahteraan anggota koperasi/KUD. 2. Peningkatan kesejahteraan masyarakat umum.

3. Keikut-sertaan koperasi/KUD dalam membangun tatanan perekonomian nasioanl yang demokratis berdasarkan asas kekeluargaan.

(7)

merupakan usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi. Fungsi ini pada dasarnya merupakan salah satu bentuk aktualisasi pasal 33 UUD 1945 oleh koperasi dalam rangka menunjang tatanan perekonomian nasional.

Menurut Sri Edi Swasono (2004; xii), pasal 33 UUD 1945 telah menegaskan bahwa prinsip kebersamaan (mutualism) dan asas kekeluargaan (brotherhood) sebagai dasar dari perikehidupan (tatanan) perekonomian Indonesia. Oleh karena itulah koperasi menempatkan diri sebagai salah satu instrumen untuk membangun perikehidupan (tatanan) perekonomian nasional tersebut. Hal ini diaktualisasikan oleh koperasi di dalam tujuan dan fungsi koperasi, seperti yang termuat pada UU Perkoperasian Indonesia No. 25 Tahun 1992. Berdasarkan tujuan dan fungsi koperasi tersebut, koperasi harus juga berperanserta untuk membangun/ mewujudkan perikehidupan (tatanan) perekonomian nasional yang demokratis berdasarkan pada asas kebersamaan dan kekeluargaan.

Dalam hubungannya dengan keberhasilan organisasi, Ropke dalam Kasmawati (2003:57) menyatakan bahwa konsep keberhasilan organisasi bersifat relatif. Namun demikian keberhasilan suatu organisasi ekonomi (termasuk koperasi) selalu mengimplikasikan pendapatan yang harus lebih besar daripada pengeluarannya. Dalam konteks KUD sebagai suatu organisasi ekonomi, keberhasilan organisasinya dapat diukur dengan ketercapaian sisa hasil usaha (SHU)nya., karena SHU merupakan salahsatu faktor pendukung kesejahteraan anggota. Selanjutnya Hanel (1985:106) menyatakan bahwa keberhasilan organisasi koperasi dapat dilihat dari tiga indikator yaitu: 1) keberhasilan dalam bisnis (business success), 2) keberhasilan dalam keanggotaan (members success), dan 3) keberhasilan dalam pembangunan (development success).

Berdasarkan berbagai pendapat di atas, untuk mengukur keberhasilan organisasi KUD pada dasarnya dapat digunakan indikator:

1. Keberhasilan dalam bisnis (seperti besarnya SHU, peningkatan modal sendiri, peningkatan usaha, dan penignkatan volume usaha).

2. Keberhasilan dalam keanggotaan (seperti peningkatan jumlah anggota, dan peningkatan kesejahteraan anggota,).

(8)

KEBERHASILAN ORGANISASI KOPERASI/KUD FAKTOR INTERNAL:

Kinerja SDM

Manajemen organisasi Budaya organisasi Kemampuan keuangan Kepemimpinan dalam organisasi

FAKTOR EKSTERNAL: Lingkungan sosial-politik Persaingan dari BU lain Kebijakan pemerintah. Iklim perekonomian Lain-lain

Dalam penelitian ini, ketiga indikator keberhasilan tersebut yang dipandang relevan untuk mengukur keberhasilan organisasi KUD sebagai organisasi sosial-ekonomi rakyat pedesaan. Selanjutnya ketiga indikator itu dirinci menjadi empat indikator, yaitu (1) indikator yang menyangkut SHU; (2) indikator yang menyangkut peningkatan kesejahteraan anggota; (3) indikator yang menyangkut kesejahteraan masyarakat sekitar KUD; dan indikator yang menyangkut peranserta KUD dalam membangun tatanan perekonomian nasional yang demokratis berasaskan kekeluargaan.

Keberhasilan organisasi KUD sebagai suatu organisasi ekonomi dipengaruhi oleh banyak faktor seperti halnya faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan organisasi ekonomi yang lain. Alasannya bahwa KUD pada dasarnya juga merupakan suatu bentuk badan usaha (organisasi ekonomi) yang menyelenggrakan kegiatan ekonomi. Dengan kata lain, faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan organisasi ekonomi (badan usaha) pada umumnya dapat pula mempengaruhi keberhasilan orgnanisasi KUD.

Gambar 1

Hubungan Faktor Internal dan Eksternal dengan Keberhasilan Organisasi Koperasi/KUD

(9)

(lihat Gambar 1). Faktor internal antara lain menyangkut kinerja SDM koperasi/KUD, manajemen organisasi, budaya organisasi, kemampuan keuangan dari koperasi yang bersangkutan, dan kepemimpinan dalam organisasi koperasi. Sementara itu itu, faktor eksternal antara lain menyangkut lingkungan sosial-politik, persaingan dari badan usaha lain, kebijakan pemerintah, dan iklim perekonomian.

Mengingat luasnya faktor-faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan organisasi KUD, maka penelitian ini lebih memfokuskan pada faktor internal saja. Hal ini disebabkan faktor internallah yang dapat dikendalikan oleh para pengelola koperasi, sedangkan faktor eksternal cenderung tidak bisa dikendalikan oleh para pengelola KUD. Dengan mengkaji faktor internal tersebut, penelitian ini akan lebih bermafaat bagi pengelola KUD untuk mendapatkan suatu pedoman dalam pengambilan kebijakan berkaitan dengan pengelolaan KUD, tanpa harus menunggu kebijakan dari pihak luar. Faktor internal yang dikaji dalam penelitian ini pun dikhususkan pada faktor kinerja manajer, beserta faktor-faktor ekstrinsik yang berpengaruh terhadap kinerja manajer KUD, yaitu gaya kepemimpinan pengurus, dan budaya organisasi KUD. Faktor gaya kepemimpinan pengurus, dan budaya organisasi KUD ini diduga memliki pengaruh yang signifikan terhadap kinerja manajer KUD dan keberhasilan organisasi KUD.

2. Kinerja Manajer dan Keberhasilan Organisasi KUD

(10)

Gibson et al., (1994: 20) melihat kinerja individu ditandai dengan indikator kepuasan kerja, tingkat kemangkiran , kepindahan, dan produktivitas kerja. Kinerja yang tinggi terlihat degan tercapainya kepuasan kerja yang tinggi, tingkat kemangkiran yang rendah, kecenderungan pindah (kepindahan) yang rendah, serta, produktivitas kerja yang tinggi. Keempat indikator tersebut selajutnya dapat digunakan untuk mengukur tinggi-rendahnya kinerja individu.

Mengenai keterkaitan antara kinerja dan keberhasilan usaha suatu organisasi, Steers and Portter (1977: 9) berpendapat bahwa kinerja yang baik akan menciptakan efektivitas organisasi yang tinggi. Efektivitas organisasi ini menggambarkan tingkat ketercapaian tujuan organisasi tersebut. Semakin tinggi tingkat efektivitas organisasi, semakin tinggi pula tingkat ketercapaian tujuan organisasi tersebut. Ketercapaian tujuan organisasi pada dasarnya menggambarkan keberhasilan kegiatan organisasi tersebut. Artinya semakin tinggi tingkat ketercapaian tujuan, semakin tinggi pula tingkat keberhasilan kegiatan organisasi tersebut. Ini berarti kinerja individu (apalagi individu itu sebagai pimpinan organisasi) pada dasarnya akan berpengaruh terhadap keberhasilan organisasi yang bersangkutan. Selanjutnya Simanjuntak, P.C. (2001: 1) menjelaskan bahwa kinerja SDM (termasuk manajer) merupakan titik sentral dalam masalah-masalah efektivitas organisasi (keberhasilan organisasi). Hal ini berarti bahwa efektivitas/keberhasilan organisasi sangat ditetukan oleh kinerja SDM organisasi tersebut. Teori tersebut tentunya berlaku pula pada KUD sebagai suatu organisasi. Kinerja manajer KUD tentu akan berpengaruh terhadap keberhasilan organisasi KUD tersebut, mengingat manajer merupakan titik sentral pengelolaan organisasi KUD.

(11)

bersifat ekstrinsik atau situasional (berkaitan dengan lingkungan individu, seperti lingkungan kerja dan jenis pekerjaan).

Faktor ekstrinsik yang memiliki pengaruh terhadap kinerja manajer KUD antara lain adalah gaya kepemimpinan pengurus dan budaya organisasi KUD. Kepemimpinan pengurus yang menghasilkan keputusan-keputusan operasional akan menjadi pedoman bagi manajer dalam menjalankan tugasnya. Dengan kata lain, perilaku manajer dalam KUD tidak bisa lepas dari kepemimpinan pengurus KUD. Sementara itu faktor budaya oragnisasi akan mewarnai perilaku manajer, karena manajer mau tidak mau harus mengikuti kebiasaan-kebiasaan atau komitmen oragnisasi yang sudah ada dalam menjalankan tugas dan kegiatannya. Hal itu disebabkan manajer cenderung menjaga agar tidak terjadi konflik yang mungkin justru menghambat pelaksanaan tugas dan kegiatannya. Oleh karena itu, kinerja manajer tentu akan dipengaruhi oleh gaya kepemimpinan pengurus maupun budaya organisasi KUD tersebut.

3. Gaya Kepemimpinan Pengurus dan Kinerja Manajer KUD

Hersey – Blanchard (1992:176) mendefinisikan gaya kepemimpinan sebagai pola perilaku yang dilakukan oleh pemimpin pada saat berupaya mempengaruhi aktiitas orang lain (bawahan) seperti yang dilihat orang lain. Selanjutnya Thoha, M. (1996:265) menjelaskan bahwa gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku yang digunakan oleh seseorang (pemimpin) pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi perilaku orang seperti yang ia lihat. Sementara itu Dharma (1984:37) menyatakan bahwa gaya kepemimpinan adalah perilaku yang ditunjukkan oleh seseorang (pemimpin) pada saat memepengaruhi orang lain. Pengertian-pengertian tersebut pada hakekatnya menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan seseorang (pemimpin) merupakan hasil persepsi orang lain yang melihat terhadap perilaku pemimpin tersebut dalam upaya mempengaruhi aktivitas orang lain. Orang lain yang melihat itu bisa atasannya, bawahannya, atau teman sejawatnya. Oleh karena itu untuk mengetahui atau menilai gaya kepemimpinan seseorang (pemimpin) dapat digunakan persepsi dari orang lain seperti atasan, bawahan, atau teman sejawat orang (pemimpin) tersebut.

(12)

Menurut Meredith (1984:22) dan Praningrum (1998:18), ada dua macam gaya kepemimpinan utama, yaitu 1) gaya kepemimpinan yang berorientasi pada tugas (task oriented) dan 2) gaya kemimpinan yang berorientasi pada karyawan (employee oriented). Gaya kepemimpinan yang berorientasi pada tugas cenderung menetapkan sasaran dan rencana, mengarahkandan mengawasi bawahan secara tertutup, serta lebih menekankan pada pelaksanaan pekerjaan daripada perkembangan dan pertumbuhan karyawan. Sementara itu gaya kepemimpinan yang berorientasi pada karyawan cenderung memotivasi dan membina hubungan dengan bawahan dan anggota kelompoknya untuk melaksanakan tugas dengan memberi kesempatan berpartisipasi dalam pengambilan keputusan, menciptakan suasana persahabatan, saling percaya, saling menghargai dan menghormati.

Berdasarkan hasil studi para pakar organisasi di Ohio State Univercity, Yukl (1994:44) dan Thoha, M. (1996:245) mengidentifikasi adanya dua kelompok perilaku (gaya) kepemimpinan, yaitu: 1) gaya kepemimpinan yang menekankan pada struktur inisiatif (initiating structure) dan 2) gaya kepemimpinan yang menekankan pada pertimbangan (consi-deration). Gaya kepemimpinan initiating structure cenderung mengatur dan menentukan pola organisasi, saluran komunikasi, dan prosedur kerja yang tegas/jelas dalam mencapai tujuan organisasi. Oleh karena itu, gaya kepe-mimpinan initiating structure dikategorikan sebagai gaya kepemimpinan yang berorientasi pada tugas (task oriented). Sementara itu gaya kepemimpinan consideration cenderung menciptakan hubungan yang hangat antara pimpinan dan bawahan, saling percaya, kekeluargaan, kesetiakawanan, serta memberikan penghargaan terhadap pendapat bawahan. Oleh karena itu gaya kepemimpinan consideration ini dikategorikan sebagai gaya kepemimpinan yang berorientsi pada karyawan (employee oriented).

(13)

demikian gaya kepemimpinan yang ideal bagi suatu organisasi adalah kombinasi keduanya (consideration dan initiating structure) yang tinggi. Hal ini tentu akan berakibat kinerja bawahan juga menjadi tinggi.

Apabila kadar gaya consideration rendah (menurun), sedangkan initiating structure tetap tinggi, maka kepuasan anggota akan semakin rendah (menurun) dan keluhan akan semakin tinggi. Hal ini dapat berarti efektivitas kepemimpinan semakin rendah. Apalagi jika kadar gaya initiating structure-nya juga rendah (menurun), maka efektivitas kepemimpinannya tentu akan semakin rendah/menurun. Akibatnya kinerja bawahan juga akan semakin rendah.

Berdasarkan penjelasan tentan gaya kepemimpinan di atas, gaya kepemimpinan konsiderasi dipandang sebagai gaya kepemimpinan yang relevan dengan ideologi dan prinsip-prinsip KUD. Perlu diketahui bahwa karakteristik KUD sebagai koperasi adalah adanya unsur kekeluargaan (kebersamaan dan kerjasama) dan keterbukaan yang demokratis dalam pengelolaan organisasinya. Supriyanto (1997:27-32) mengemukakan secara rinci tentang pola kepemimpinan yang perlu dikembangkan dalam organisasi koperasi termasuk KUD sebagai berikut.

Kepemimpinan yang Demokratis

Dalam hal ini pimpinan KUD harus memiliki memiliki sikap demokratis, dan berfungsi sebagai katalisator sehingga mampu mempercepat proses kegiatan organisasi secara wajar.

Kepemimpinan yang Terbuka

Dalam hal ini pimpinan KUD harus terbuka dalam batas-batas sesuai dengan aturan atau norma-norma yang ditentukan, komunikatif, serta berpandangan luas. Kepimpinan dalam KUD harus memberikan kesempatan pada bawahan (karyawan) maupun anggota untuk mengajukan usul, pendapat, maupun kritikan.

Kepemimpinan yang Menjalin Kerjasama, Adil, dan Mandiri

Dalam hal ini pimpinan KUD harus mampu menjalain kerjasama dengan orang-orang di dalam maupun di luar KUD. Di sini pimpinan juga harus mampu menunjukkan keadilan dalam pelaksanaan kegiatan (mampu memberikan penghargaan), serta mampu bekerja secara mandiri, tanpa bergantung pada kemampuan orang lain.

(14)

ini hanya diungkap gaya kepemimpinan konsiderasi berkaitan dengan kinerja manajer dan keberhasilan organisasi KUD di Daerah Istimewa Yogyakarta.

Analog dengan teori di atas, maka di dalam organisasi KUD dapat dikatakan bahwa apabila gaya kepemimpinan pengurus menunjukkan kadar konsiderasi yang tinggi, efektivitas kepemimpinan pengurus juga akan tinggi, sehingga kinerja manajer (sebagai bawahan pengurus) KUD akan semakin tinggi, dan selanjutnya keberhasilan organisasi KUD pun juga akan semakin tinggi. Sebaliknya apabila kadar konsiderasi rendah, maka efektivitas kepemimpinan pengurus akan semakin rendah, sehingga kinerja manajer akan semakin rendah, selanjutnya keberhasilan organisasi KUD pun juga akan semakin rendah.

4. Budaya Organisasi dan Kinerja Manajer KUD

Schein (1992) dalam Yukl (1994:299) mendefinisikan budaya organisasi sebagai asumsi-asumsi dan keyakinan-keyakinan dasar yang dirasakan bersama oleh para anggota dari sebuah organisasi. Asumsi dan keyakinan tersebut menyangkut pandangan kelompok tentang sifat waktu dan ruang lingkup, serta sifat manusia dan hubungan antarmanusia. Sementara itu Robbins (2003:305) menjelaskan bahwa budaya organisasi merupakan suatu sistem makna dan kendali bersama yang dianut oleh para anggota yang membedakan organisasinya dengan organisasi yang lain. Sistem makna dan kendali bersama itu mengandung seperangkat karakteristik utama yang dihargai oleh anggota organisasi tersebut. Selanjutnya Robbins mengemukan adanya tujuh karakteristik utama budaya organisasi, yaitu: 1. Inovasi dan pengambilan resiko (sejauh mana anggota organisasi didorong untuk

inovatif dan mengambil resiko).

2. Perhatian pada rincian tugas (sejauh mana para anggota organisasi diharapkan memperlihatkan kecermatan, analisis, dan perhatian pada rincian tugas).

3. Orientasi hasil (sejauh mana manajemen memusatkan perhatian pada hasil, bukannya pada proses pencapaian hasil).

4. Orientasi orang (sejauh mana keputusan manajemen memperhitungkan efek hasil pada orang-orang/anggota organisasi).

5. Orientasi tim (sejauh mana kegiatan kerja diorganisasikan pada tim, ukannya pada individu-individu).

6. Keagresifan (sejauh mana anggota organisasi menunjukkan agresifitas dan kompetitif, bukannya santai-santai).

(15)

Ketujuh karateristik budaya organisasi tersebut berlangsung dalam suatu kesatuan dari rendah ke tinggi. Semakin tinggi karakteristik budaya organisasi tersebut, maka akan semakin kondusif budaya organisasi tersebut dalam membetuk perilaku positif (kinerja yang tinggi) bagi para anggota oraganisasinya. Sebaliknya, semakin lemah karakteristik budaya organisasi, maka akan semakin kurang kondusif budaya organisasi tersebut membentuk kinerja para anggotanya, sehingga kinerja para anggota tersebut cenderung semakin rendah.

Dari mana asal budaya organisasi itu? Robbins (2003:315) menjelaskan bahwa para pendiri oraganisasi bisa merupakan sumber utama budaya organisasi. Visi dan misi para pendiri organisasi secara alami memiliki dampak besar terhadap budaya awal organisasi. Budaya awal ini pada umumnya terus berkembang hingga menjadi makna dan kendali bersama yang mencirikan budaya organisasi tersebut. Selanjutnya Robbins menjelaskan bahwa proses penciptaan budaya organisasi terjadi melalui tiga cara, yaitu: Pertama, para pendiri organisasi hanya mempekerjakan dan mempertahankan karyawan yang berpikir dan merasakan strategi yang mereka tempuh; Ke dua, para pendiri mengindoktrinasikan dan mensosialisasikan kepada para anggotanya tentang cara berpikir dan merasakan suatu strategi mereka; Ke tiga, perilaku pendiri sendiri berfungsi sebagai model peran yang mendorong karyawan untuk mengidentifikasi diri terhadap para pendiri, sehingga menginternalisasikan keyakinan, nilai-nilai, dan asumsi pada karyawan. Berdasarkan proses terjadinya itu, nampak bahwa budaya organisasi akan berdampak pada perilaku (kinerja) para anggota (karyawan) yang ada di dalam organisasi tersebut. Hal itu disebabkan para anggota (karyawan) berpikir dan merasakan pentingnya internalisasi budaya organisasi pada perilakunya agar mampu bergerak ke arah yang sama dengan tujuan organisasi.

(16)

mencapai tujuan organisasi. Robbins menggambarkan proses budaya organisasi berdampak pada kinerja dan kepuasan karyawan (anggota organisasi) seperti Gambar 2.3.

Kekuatan

Sumber : Robbins (2003:329)

Gambar 2

Proses Budaya Organisasi Berdampak Pada Kinerja Dan Kepuasan

Apabila teori tersebut diaplikasikan dalam KUD, maka semakin kuat karakteristik (makna dan kendali) budaya oragnisasi yang ada dalam KUD, akan semakin tinggi pula kinerja para karyawan termasuk manajer KUD tersebut. Sebaliknya, semakin lemah karakteristik budaya organisasi KUD, maka akan semakin rendah kinerja karyawan KUD tersebut.

5. Gaya Kepemimpinan Pengurus dan Keberhasilan Organisasi KUD

Para ahli di Universitas Ohio dalam Thoha, M. (1996:247) menjelaskan bahwa kombinasi gaya kepemimpinan consideration yang tinggi dan initiating structure yang tinggi akan menghaslkan efektivitas organisasi yang tinggi pula. Apabila gaya consideration rendah, maka efektivitas orgaanisasi juga akan rendah meskipun didukung oleh gaya initiating structure yang tinggi maupun rendah. Sementara itu Davis dan Newstroom (1996: 166) menjelaskan bahwa kepemimpinan yang efektif dalam mencapai tujuan organisasi akan menampilkan kombinasi gaya kepemimpinan consideration yang tinggi dan intiating structure yang tinggi pula. Namun ia lebih menekankan pada gaya consideration yang lebih tinggi daripada gaya initiating structure. Kedua teori tersebut didukung oleh Praningrum (1998:24) yang meyatakan bahwa kombinasi gaya kepemimpinan consideration yang tinggi dan

Faktor Tujuan: - inovasi dan

penem-patan risiko - perhatian - orientasi hasil - orientasi orang - orientasi tim - keagresifan - kemantapan

Budaya Organisasi

Tinggi

Rendah

Kinerja

(17)

initiating structure yang tinggi memiliki kebenaran untuk mencapai keberhasilan manajemen. Hal ini disebabkan kombinasi gaya cosideration yang tinggi dan initiating structure yang tinggi akan menghasilkan dasar yang kuat untuk mencapai kepemimpinan yang efektif yang mendukung ketercapaian tujuan manajemen.

Berdasarkan berbagai teori dan pendapat tersebut dapat diperoleh suatu kesimpulan bahwa kombinasi gaya kepemimpinan dengan kadar consideration yang tinggi dan initiating structure yang tinggi akan menghasilkan kepemimpinan yang efektif dalam mencapai keberhasilan manajemen atau organisasi. Apabila kadar gaya kepemimpinan consideration rendah (menurun), meskipun kadar gaya initiating structure tinggi, maka efektivitas kepemimpinan juga akan menurun, sehingga tingkat keberhasilan organisasi juga akan menurun. Apalagi jika kadar kedua gaya kepemimpinan tersebut sama-sama rendah (menurun), maka efektivitas kepmimpinan akan semakin rendah/menurun, sehingga tingkat keberhasilan manajemen/organisasi juga akan semakin rendah/menurun.

Analog dengan kesimpulan di atas, maka di dalam organisasi KUD dapat dikatakan bahwa apabila gaya kepemimpinan pengurus menunjukkan kadar consideration yang tinggi, efektivitas kepemimpinan pengurus akan tinggi, sehingga tingkat keberhasilan organisasi KUD pun akan semakin tinggi. Sebaliknya apabila kadar consideration rendah (menurun), maka efektivitas kepemimpinan pengurus akan semakin rendah (menurun), sehingga tingkat keberhasilan organisasi KUD juga akan cenderung semakin rendah (menurun).

6. Budaya Organisasi dan Keberhasilan Organisasi KUD

Budaya organisasi memang perlu diadaptasi oleh segenap karyawan yang ada dalam organisasi, terutama karyawan baru. Gibson (2003: 198) menjelaskan bahwa proses sosialisasi budaya organisasi kepada karyawan baru harus dilakukan secara bertahap, tidak perlu segenap budaya organisasi diindoktrinasikan kepada karyawan baru, karena karyawan baru memliki kemampuan alami untuk mengadaptasi budaya yang baru mereka hadapi. Sosialisasi budaya organisasi kepada karyawan baru ini dimaksudkan agar karyawan baru bisa segera melakukan adaptasi terhadap budaya organisasi. Dengan semakin cepat mereka mengadaptasi budaya organisasi, maka produktivitas kerja, komitmen, dan mobilitasnya akan semakin meningkat.

Dalam proses sosialisasi budaya organisasi Gibson (2003:319-320) menyebutkan tiga tahap sosialisasi, yaitu:

(18)

Dalam tahap ini terjadi proses pembelajaran budaya organisasi yang dilakukan oleh karyawan baru sebelum bergabung dalam organisasi. Dalam tahap ini diharapkan karyawan mengenal budaya organisasi yang ada.

2. Tahap Perjumpaan

Dalam tahap ini karyawan baru melihat budaya apa yang sesungguhnya ada dalam organisasi dan penyimpangan yang mungkin dari kenyataan yang ada. Dalam tahap ini diharapkan terjadi proses adaptasi budaya pada karyawan tersebut.

3. Tahap metamorfosis

Dalam tahap ini karyawan baru telah berubah dan menyesuaikan pekerjaannya dengan pekerjaan kelompok dan organisasi.

Melalui proses sosialisasi yang bertahap ini karyawan baru akan mengadaptasi budaya organisasi secara pelan tapi pasti, sehingga mereka mampu menyerap budaya organisasi secara positif. Adaptasi budaya organisasi ini sangat penting bagi karyawan dalam menjalankan tugas dan pekerjaannya, yang apada akhirnya akan meningkatkan produktivitas kerja, komitmen, dan moblitas mereka dalam organisasi.

Berdasarkan proses sosialisasi budaya organisasi tersebut dapat dijelaskan bahwa setelah melalui tahap akhir sosialisasi, karyawan akan mampu mengadaptasi budaya organisasi secara positif sehingga mampu meningkatkan produktivutas kerja, komitmen, dan mobilitasnya dalam organisasi. Hal ini berarti bahwa keberhasilan adaptasi budaya organisasi pada karyawan akan mendukung ketercapaian tujuan organisasi yang sekaligus akan mendukung keberhasilan organisasi.

Analog dengan teori tersebut, maka dalam organisasi KUD, apabila segenap karyawan termasuk manajer telah mampu mengadaptasi budaya organisasi KUD, maka produktivitas kerja, komitmen, dan mobilitas mereka dalam organisasi akan semakin tinggi. Akibat berikutnya adalah tercapainya keberhasilan organisasi KUD. Dengan demikian dapat dikatakan, semakin tinggi tingkat adaptasi budaya organisasi oleh manajemen, akan semakin tinggi pula tingkat keberhasilan organisasi KUD tersebut, atau sebaliknya.

C. Kerangka Pikir dan Hipotesis Penelitian

(19)

Keterikatan antarvariabel tersebut dapat diilustrasikan seperti gambar 3 yang sekaligus

Gambar 3. Model Diagram Path Penelitian

Berdasarkan kerangka pikir yang diilustrasikan seperti model diagram path penelitian selanjutnya dirumuskan hipotesis penelitian ini sebagai berikut.

1. Gaya kepemimpinan konsiderasi pengurus KUD (X1) berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja manajer KUD (Y1) di Daerah Istimewa Yogyakarta.

2. Budaya organisasi KUD (X2) berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja manajer KUD (Y1) di Daerah Istimewa Yogyakarta.

3. Gaya kepemimpinan konsiderasi pengurus KUD (X1) berpengaruh secara signifikan terhadap keberhasilan organisasi KUD (Y2) di Daerah Istimewa Yogyakarta.

4. Budaya organisasi KUD (X2) berpengaruh secara signifikan terhadap keberhasilan organisasi KUD (Y2) di Daerah Istimewa Yogyakarta

5. Kinerja manajer KUD (Y1) berpengaruh secara signifikan terhadap keberhasilan organisasi KUD (Y2) di Daerah Istimewa Yogyakarta.

D. Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian korelasional yang bersifat kausal (sebab akibat) dengan variabel eksogen (bebas) yang terdiri atas gaya kepemimpinan manajer dan budaya organisasi KUD, variabel intervening yang berupa kinerja manajer KUD, dan variabel endogen

(20)

Kepemim-(terikat) yang berupa keberhasilan organisasi KUD. Variabel keberhasilan organisasi KUD dilihat dari empat indikator yaitu: Partisipasi KUD dalam meningkatan kesejahteraan anggota; Partisipasi KUD dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar KUD; Partisipasi KUD dalam membangun tatanan perekonomian nasional yang demokratis; dan Bagian SHU anggota rata-rata per orang.

Gaya kepemimpinan pengurus merupakan fakta (informasi) nyata yang terjadi pada pengurus, khusunya ketua pengurus KUD. Sementara itu, budaya organisasi KUD merupakan fakta (nformasi) yang telah ada dalam lingkungan organisasi KUD, sedangakan kinerja manajer merupakan fakta (informasi) yang terjadi pada manajer. Begitu pula keberhasilan organisasi KUD merupakan fakta yang telah terjadi pada KUD. Oleh karena itu penelitian ini tidak melakukan manipulasi data variabel yang telah ada. Dengan demikian penelitian ini juga dikategorikan sebagai penelitian expost facto.

Penelitian ini juga merupakan penelitian sensus dengan populasi seluruh KUD yang ada di Daerah Istimewa Yogyakarta yang berjumlah 62 KUD. Ke62 KUD tersebut tersebar di empat kabupaten, yaitu Kabupaten Sleman 17 KUD; Kabupaten Gunungkidul 16 KUD; Kabupaten Bantul 17 KUD; dan Kabupaten Kulonprogo 12 KUD (Sumber: Kantor Dinas Koperasi DIY tahun 2006). Dari 62 KUD tersebut ternyata hanya 43 KUD yang bersedia dan layak dijadikan objek penelitian. Sebagai responden dalam penelitian ini adalah Ketua BP (43 orang), manajer (43 orang), karyawan KUD (215 orang), dan anggota KUD (430 0rang), serta tokoh masyarakat desa sekitar KUD (43 orang).

(21)

Uji validitas instrumen dalam penelitian ini menggunakan validitas konstruk (construct validity) dengan mengkorelasikan skor masing-masing pertanyaan dengan jumlah skor masing-masing variabel. Suatu item angket dikatakan valid apabila koefisien-korelasinya positif dan signifikan, dengan nilai koefisien korelasi ≥0,30 (Azwar, S,1997: 163). Sementara itu untuk uji reliabilitas digunakan rumus Cronbach’s Alpha. Menurut Nunnaly dalam Ghozali (2005:42), instrumen dikatakan reliabel jika nilai koefisien Cronbach’s Alpha ≥0,60. Hasil uji validitas dan reliabilitas instrumen (angket) penelitian ini nampak pada Tabel 2.

Tabel 2

0,3164 – 0,5940 0,8278 Valid dan Reliabel

Budaya organisasi KUD 0,3186 – 0,7477 0,8762 Valid dan Reliabel Kinerja manajer KUD 0,3124 – 0,7718 0,8247 Valid dan Reliabel Parisipasi KUD dalam

meningkatkan kesejah-teraan anggota

0,3565 – 0,8014 0,8834 Valid dan Reliabel

Parisipasi KUD dalam meningkatkan kesejah-teraan masyarakat sekitar KUD

0,3391 – 0,5429 0,7610 Valid dan Reliabel

Parisipasi KUD dalam membangun tatanan perekonomian nasional

0,3257 – 0,6239 0,8177 Valid dan Reliabel

Sumber: Hasil olah data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Path Analysis (Analisis Jalur) sesuai dengan jenis data dan model penelitian ini. Analisis jalur yang dioperasikan dalam penelitian ini menggunakan program SPSS. Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam analisis jalur ini adalah sebagai berikut. (Solimun 2002; 48-56)

1: Pengembangan model berdasarkan konsep dan teori

(22)

1. Y1 = α0 + α1 X1 + α2 X2 + ε1

2. Y2.1 = β0 + β1 X1 + β2 X2 + β3 Y1 + ε2 Y2.2 = β0 + β1 X1 + β2 X2 + β3 Y1 + ε2 Y2.3 = β0 + β1 X1 + β2 X2 + β3 Y1 + ε2 Y2.4 = β0 + β1 X1 + β2 X2 + β3 Y1 + ε2

KETERANGAN:

1. X1 : Gaya Kepemimpinan Konsiderasi Pengurus KUD. 2. X2 : Budaya Organisasi KUD.

3. Y1 : Kinerja Manajer KUD.

4. Y2 : Keberhasilan Organisasi KUD.

Y2.1 : Partisipasi KUD dalam meningkatan kesejahteraan anggota.

Y2.2 : Partisipasi KUD dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar KUD Y2.3 : Partisipasi KUD dalam membangun tatanan perekonomian nasional yang

de-mokratis.

Y2.4 : Bagian SHU anggota rata-rata per orang.

2: Pengujian asumsi yang melandasi path analysis

Langkah ini akan menguji asumsi yang melandasi path analysis. Adapun asumsi tersebut adalah. Berdasarkan hubungan antarvariabel, model yang dikembangkan dalam penelitian ini dapat dikatakan merupakan model rekursif, dan data variabel endogennya pun merupakan data berskala interval. Hal ini berarti menunjukkan bahwa asumsi dasar path analysis telah terpenuhi.

3: Pendugaan Parameter (Penghitungan Koefisien Path)

Penghitungan koefisien pada diagram path dapat dijelaskan melalui arah anak panah. Untuk anak panah satu arah digunakan penghitungan regresi variabel secara parsial pada masing-masing persamaan. Metode yang digunakan adalah OLS (Ordinary Least Square). Dari penghitungan ini diperoleh koefisien path pengaruh langsung (koefisien Pi) dari variabel X1 dan X2 terhadap Y1 maupun Y2. Di samping pengaruh langsung, dalam analisis path ini juga diperoleh koefisien pengaruh tidak langsung dari variabel X1 dan X2 terhadap Y2, dan pengaruh total.

4: Pengujian Validitas Model

(23)

b. Path analysis hanya dapat dilakukan untuk sistem aliran kausal satu arah (model rekursif), sedangkan model yang mengandung kausal resiprokal tidak dapat dilakukan path analysis.

c. Variabel endogen minimal dalam skala ukur interval.

d. Pengukuran oserved variable tidak ada kesalahan (instrumen penelitian harus valid dan reliabel).

e. Model yang dianalisis diidentifikasi dengan benar berdasarkan konsep dan teori yang relevan.

5: Interpretasi Hasil Analisis.

Pada langkah ini, kegiatan pertama adalah memperhatikan validitas model. Kemudian menghitung pengaruh total dari setiap variabel yang memiliki pengaruh kausal ke variabel endogen. Apabila analisis path telah dilakukan berdasarkan sampel, maka nalisis path dapat dimanfaatkan untuk:

1. menjelaskan fenomena yang dipelajari atau permasalahan yang diteliti.

2. memprediksi nilai variabel endogen berdasarkan nilai variabel eksogen, yang mana predikdi dengan path analysis tersebut bersifat kualitatif.

3. menentukan variabel eksogen yang berpengaruh secara dominan terhadap variabel endogennya melalui faktor determinan. Di samping itu juga dapat untuk menelusuri jalur-jalur pengaruh dari variabel eksogen terhadap variabel endogennya.

E. Hasil Penelitian dan Pembahasan 1. Diskripsi Variabel

Hasil analisis deskriptif dalam bentuk skor dari masing-masing variabel disajikan pada Lampiran 2. Adapun variabel yang akan dideskripsikan pada sub bab ini meliputi Gaya Kepemimpinan Konsiderasi Pengurus KUD (X1), Budaya Organisai KUD (X2), Kinerja manajer KUD (Y1) dan Keberhasilan Organisasi KUD (Y2). Secara ringkas hasil analisis deskriptif dari masing-masing variabel eksogen terlihat pada Tabel 3.

Tabel 3

Deskripsi Variabel Eksogen

Variabel Skor Rerata SD Gaya Kepemimpinan Konsiderasi Pengurus

KUD

3,658 4

0,294 7

(24)

6 6

Tabel 3 menunjukkan bahwa seluruh variabel eksogen dipersepsi positif oleh responden. Hal ini ditunjukkan oleh nilai rata-rata skor di atas 3. Gaya Kepemimpinan Konsiderasi Pengurus KUD (skor rerata 3,6584) dalam kriteria tinggi. Budaya Organisasi KUD, dengan skor rerata 3,6456 menurut persepsi responden dalam kriteria baik.

Sementara itu analisis deskriptif dari masing-masing variabel endogen dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4

Deskripsi Variabel Endogen

Variabel Skor Rerata SD

Kinerja Manajer KUD 3,6084 0,39011

Keberhasilan Organisasi KUD 2,9799 0,40325

Tabel 4 menunjukkan bahwa variabel Kinerja Manajer dipersepsi positif oleh responden. Hal ini ditunjukkan oleh skor rerata di atas 3,0. Sedangkan variabel Keberhasilan Organisasi KUD dipersepsi kurang positif oleh responden. Hal ini ditunjukkan oleh skor rerata < 3, (di bawah 3, skor netral/sedang). Kinerja Manajer KUD dengan skor rerata 3,6084, menurut persepsi responden dalam kriteria baik. Sementara itu Keberhasilan Organisasi KUD dengan skor rerata 2,9799 menurut persepsi responden dalam kriteria sedang.

2. Hasil Analisis Faktor Konfirmatori (Loading Factor)

Nilai loading factor menunjukkan bobot dari setiap indikator sebagai pengukur dari masing-masing variabel. Indikator dengan loading factor besar menunjukkan bahwa indikator tersebut sebagai pengukur variabel yang terkuat (dominan). Hasil analisis faktor konfirmatori terhadap indikator-indikator dari variabel Keberhasilan Organisasi KUD (Y2) dapat dilihat pada tabel 5 berikut.

Tabel 5

Loading Factor Indikator Pembentuk Variabel Keberhasilan Organisasi KUD (Y2)

Indikator Loading Factor

PKSA (Y2.1) 0,649

PKMS (Y2.2) 0,743

PTPN (Y2.3) 0,747

(25)

Tabel 5 di atas menunjukkan bahwa indikator pembentuk variabel Keberhasilan Organisasi KUD (Y2) yang dominan adalah variabel SHU (Y2.4).

3. Hasil Analisis Jalur (Path Analysis) 3.1. Hasil Pengujian Asumsi Analisis Jalur

Asumsi yang sangat penting di dalam analisis jalur adalah hubungan linier antar variabel. Pengujian asumsi linieritas dilakukan dengan metode Curve Fit, dihitung dengan bantuan software SPSS. Rujukan yang digunakan adalah prinsip parsimony, yaitu bilamana seluruh model yang digunakan sebagai dasar pengujian signifikan berarti model dikatakan linier. Spesifikasi model yang digunakan sebagai dasar pengujian adalah model linier, kuadratik, kubik, inverse, logaritmik, power, compound, growth, dan eksponensial. Hasil Pengujian Asumsi Linieritas ditunjukkan Tabel 6.

Tabel 6

Hasil Pengujian Asumsi Linieritas

Variabel Bebas Variabel Terikat Hasil Pengujian( = 0,05) Keputusan

Organisasi KUD (Y2) Model linier signifikan Linier

Budaya Organisai

Berdasarkan Tabel 6 dapat diketahui bahwa seluruh hubungan antar variabel adalah linier, sehingga asumsi linieritas terpenuhi.

(26)

3.2. Goodness of fit Hasil Analisis Jalur

Model teoritis pada kerangka konseptual penelitian, dikatakan fit jika didukung oleh data empirik, dan hasil perhitungan goodness of fit model didasarkan pada hasil analisis seperti disajikan pada Lampiran 5. Hasil per-hitunganya adalah:

R

m2

=

1 – ( 1 – 0,594)(1 – 0,622) = 0,8465

Hasil perhitungan di atas menunjukkan bahwa model penelitian dapat menjelaskan model hubungan variabel yang mempengaruhi Keberhasilan Organisasi KUD di DIY sebesar 84,65 %. Fakta empiris tersebut mengindikasikan bahwa model baik (fit), sehingga dapat dilakukan interpretasi dan digunakan untuk pengujian hipotesis.

3.3. Hasil Pengujian Hipotesis

Pengujian hipotesis dilakukan dengan uji t (t test) pada masing-masing jalur pengaruh langsung secara parsial. Secara ringkas hasil analisis jalur pengaruh langsung tersebut dapat dilhat pada Tabel 7.

Tabel 7

Hasil Pengujian Hipotesis Pengaruh Langsung

Variabel Bebas Variabel Terikat Koefisien Jalur p-value Keterangan

(27)

Kepemim-Berdasarkan hasil pengujian koefiien jalur seperti nampak pada Tabel 7 di atas dapat dijelaskan sebagai berikut.

Hipotesis 1: Gaya Kepemimpinan Konsiderasi Pengurus KUD (X1) berpengaruh signifikan terhadap Kinerja Manajer KUD (Y1)

Hasil analisis jalur variabel Gaya Kepemimpinan Konsiderasi Pengurus KUD (X1) terhadap Manajer KUD(Y1) diperoleh koefisien jalur pengaruh langsung 0,260 dan p-value 0,018. Dengan demikan terdapat cukup bukti empiris untuk menerima hipotesis bahwa “Gaya Kepemimpinan Konsiderasi Pengurus KUD (X1) berpengaruh signifikan terhadap Kinerja Manajer KUD (Y1) di DIY”. Oleh karena koefisien jalur bertanda positif (0,260), berarti hubungan kedua variabel ini adalah positif, artinya semakin tinggi Gaya Kepemimpinan Konsiderasi pengurus KUD, semakin baik pula Kinerja Manajer KUD tersebut.

Hipotesis 2: Budaya Organisasi KUD (X2) berpengaruh signifikan terhadap Kinerja Manajer KUD (Y1)

Hasil analisis jalur variabel Budaya Organisasi KUD (X2) terhadap Kinerja Manajer KUD(Y1) diperoleh koefisien jalur pengaruh langsung 0,325 dan p-value 0,005. Dengan demikian terdapat cukup bukti empiris untuk menerima hipotesis bahwa “Budaya Organisasi KUD (X4) berpengaruh signifikan terhadap Kinerja Manajer KUD (Y1) di DIY”. Oleh karena koefisien jalur bertanda positif (0,325), berarti hubungan kedua variabel ini adalah positif, artinya semakin baik Budaya Organisasi KUD, semakin baik pula Kinerja Manajer KUD tersebut.

Hipotesis 3: Gaya Kepemimpinan Konsiderasi Pengurus KUD (X1) berpengaruh signifikan terhadap Keberhasilan Organisasi KUD (Y2)

Hasil analisis jalur variabel Gaya Kepemimpinan Konsiderasi Pengurus KUD (X1) terhadap Keberhasilan Organisasi KUD (Y2) diperoleh koefisien jalur pengaruh langsung -0,079 dan p-value 0,481. Oleh karena itu tidak terdapat bukti empiris untuk menerima hipotesis bahwa “Gaya Kepemimpinan Konsiderasi Pengurus KUD (X3) berpengaruh signifikan terhadap Keberhasilan Organisasi KUD (Y2)”. Dengan kata lain, dapat disebutkan bahwa Gaya Kepemimpinan Konsiderasi Pengurus KUD tidak berpengaruh secara signifikan terhadap Keberhasilan Organisasi KUD di DIY.

Hipotesis 4: Budaya Organisai KUD (X2) berpengaruh signifikan terhadap Keberhasilan Organisasi KUD (Y2)

(28)

Oleh karena itu terdapat cukup bukti empiris untuk menerima hipotesis bahwa “Budaya Organisai KUD (X2) berpengaruh signifikan terhadap Keberhasilan Organisasi KUD (Y2)”. Oleh karena koefisien jalur bertanda positif (0,393), berarti hubungan kedua variabel ini adalah positif, artinya semakin baik Budaya Organisasi KUD, semakin tinggi pula Keberhasilan Organisasi KUD di DIY.

Hipotesis 5: Kinerja manajer KUD (Y1) berpengaruh signifikan terhadap Keberhasilan Organisasi KUD (Y2)

Hasil analisis jalur variabel Kinerja Manajer KUD (Y1) terhadap Keberhasilan Organisasi KUD (Y2) diperoleh koefisien jalur pengaruh langsung 0,447 dan p-value 0,008. Oleh karena itu terdapat cukup bukti empiris untuk menerima hipotesis bahwa “Kinerja Manajer KUD (Y1) berpengaruh signifikan terhadap Keberhasilan Organisasi KUD (Y2) di DIY”. Oleh karena koefisien jalur bertanda positif (0,393), berarti hubungan kedua variabel ini adalah positif, artinya semakin baik Kinerja Manajer KUD, semakin tinggi pula Keberhasilan Organisasi KUD di DIY.

F. Kesimpulan

Berdasarkan analisis hasil studi dan pembahasan mengenai pengaruh kemampuan dan motivasi manajer serta gaya kepemimpinan pengurus dan budaya organisasi KUD terhadap kinerja manajer dan keberhasian organisasi KUD dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut.

1. Secara deskriptif diketahui bahwa kemampuan manajer, maotivasi manajer, gaya kepemimpinan konsiderasi pengurus, dan budaya organisasi KUD sebagai variabel eksogen dalam kategori baik/tinggi. Sementara itu, kinerja manajer KUD sebagai variabel endogen dalam kategori baik, dan keberhasilan organisasi KUDdi DIY sebagai variabel endogen dalam kategori sedang

2. Hipotesis satu (H1) yang menyatakan “gaya kepemimpinan konsiderasi pengurus KUD berpengaruh signifikan terhadap kinerja manajer KUD di DIY” diterima. Dengan demikian dapat dikatakan pula bahwa Gaya kepemimpinan konsiderasi pengurus KUD berpengaruh langsung, positif, dan signifikan terhadap kinerja manajer KUD di DIY. Artinya, semakin tinggi kadar kepemimpinan konsiderasi pengurus KUD, kinerja manajer KUD akan semakin baik.

(29)

kondusif budaya organisasi KUD dalam membentuk perilaku positif manajer, maka akan semakin baik kinerja manajer KUD.

4. Hipotesis tiga (H3) yang menyatakan “gaya kepemimpinan konsiderasi pengurus berpengaruh signifikan terhadap keberhasilan organisasi KUD di DIY” tidak diterima. Gaya kepemimpinan konsiderasi pengurus KUD tidak berpengaruh secara signifikan terhadap keberhasilan organisasi KUD di DIY. Hal ini berarti bahwa gaya kepemimpinan konsiderasi pengurus tidak begitu berperan dalam pencapaian keberhasilan organisasi KUD. Namun secara tidak langsung, malalui kinerja manajer, gaya kepemimpinan konsiderasi pengurus tertap berperan dalam pencapaian keberhasilan organisasi KUD.

5. Hipotesis empat (H4) yang menyatakan “budaya organisasi KUD berpengaruh signifikan terhadap keberhasilan organsiasi KUD di DIY” diterima. Hal ini berarti, budaya organisasi KUD berpengaruh langsung, positif, dan signifikan terhadap keberhasilan organisasi KUD di DIY. Artinya, semakin kondusif budaya organisasi KUD dalam membentuk perilaku positif manajer, maka akan semakin tinggi tingkat keberhasilan organisasi KUD di DIY. 6. Hipotesis lima (H5) yang menyatakan “kinerja manajer KUD berpengaruh signifikan

terhadap keberhasilan organsiasi KUD di DIY” diterima. Hal ini berarti bahwa kinerja manajer KUD berpengaruh langsung, positif, dan signifikan terhadap keberhasilan organisasi KUD di DIY. Artinya, semakin baik kinerja manajer KUD, akan semakin tinggi tingkat keberhasilan organisasi KUD di DIY.

DAFTAR PUSTAKA

Azwar, Syaifudin, 1997, Reliabilitas dan Validitas, Edisi ke tiga, Cetakan ke lima, Yogyakarta, Pustaka Pelajar.

Bandura, Albert, 1977, Social Learning Analysis, N.J. Prentice-Hall, Englewood Cliffs.

Dale Timpe A., 1992, Kinerja (Performance), Jakarta, PT Elex Media Komputindo.

Davis, Keith and Newstroom J.W., 1996, Perilaku Dalam Orgasnisasi, Edisi ke 7 (terjemahan), Jakarta, Erlangga.

Dharma, Agus, 1984, Gaya Kepemimpinan yang Efektif bagi Para Manajer, Bnadung, Sinar Baru.

Ghozali, Imam, 2005, Analisis Multivariate dengan Proses SPSS, Semarang, BP-UNDIP.

(30)

Gibson, James L., J.M. Ivancevich, and J.H. Donnely, 1994, Organization: Behavior, Sructure, and Processes, BPI Plano, Texas.

Hanel, Alfred, 1985, Basic Aspect of Cooperative Organization, Marburg.

Hersey, Paul and Kenneth H.Blanchard, 1992, Manajemen of Organi-zational Behavior Utilizing Human Resource, sixth Edition, USA, Prentice Hall Inc.

Hilataha, Syamsul, 2003, Koperasi Solusi Masalah Sosial, WartaKop, Edisi 129, Maret, 2003, hal. 23-26, Jakarta.

Indrawan, Rully, 1998, Pengaruh Faktor-faktor Pembentuk Kinerja Anggota Pengurus dan Karyawan terhadap Efentivitas Organisasi Koperasi, Desertasi, UNPAD, Bandung.

Kasmawati, 2003, Pengaruh Kewirausahaan Manajer terhadap Keberhasilan Usaha KUD di Kabupaten Buton Sulawesi Tenggara, Tesis, UNPAD, Bandung.

Kusumo, Guritno, 2003, Kelembagaan Titik Kelemahan dan Kekuatan Koperasi, WartaKop, edisi 132, Juni, 2003, hal. 24-26, Jakarta.

Meredith, Geofrey G., 1996, Kewirausahaan (Teori dan Praktek), Terjemahan Andre Asparsayogi, Jakarta, Pustaka Binaman Pressindo.

Praningrum, 1998, Gaya Kepemimpinan dan Budaya Organisasi pada Usaha Kecil Batik di DIY, Tesis, PPM UGM Yogyakarta.

Prawirosentoso, Suryadi, 1999, Kebijaksanaan Kinerja Karyawan, Yogyakarta, , BPFE UGM.

Refrison Baswir, 2000, Koperasi Indonesia, Yogyakarta, BPFE UGM.

Robbins, Stephen P., 1996, Perilaku Organisasi, (Terjemahan), Jakarta, Prenhallindo.

---, 2003, Perilaku Organisasi, Jilid 2 (Terjemahan), Jakarta, Gramedia.

Simanjuntak, Payaman C., 2001, Pengantar Ekonomi Sumber Daya Manusia, Jakarta, Universitas Indonesia.

Solimun, 2002, Multivariate Analysis-Structural Equation Modeling Lisrel dan Amos, Malang, Universitas Negeri Malang.

Sri Edi Swasono, Kebersamaan dan Asas Kekeluargaan (Mutualism & Brotherhood), Jakarta, UNJ Press.

Suliati Suharto, 2003, Koperasi: Jangan Dikelola Sambilan, WartaKop, Edisi 136, Oktober 2003, hal. 23-26, Jakarta.

Steers, M. and Porter L.w., 1977, Motivation and Work Behavior, McGraw-Hill, International Edition.

Supriyanto, 1997, Konsep Kepemimpinan Dalam Organisasi Koperasi, Jurnal Ilmu Pengetahuan Sosial, Tahun ke 31, No. 1, pp.36-43, Juni 1997, FPIPS IKIP Malang.

(31)

Yukl, Gary, 1998, Kepemimpinan dalam Organisasi, (Terjemahan Yusuf Udaya), Jakarta, Prenhalindo.

Gambar

Gambar 2Proses Budaya Organisasi Berdampak Pada Kinerja Dan Kepuasan
Gambar 3. Model Diagram Path Penelitian
Tabel 2Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen
Tabel 3
+4

Referensi

Dokumen terkait

 Pertanggungjawaban kendaraan dinas operasional dan kendaraan dinas operasional teknis/khusus sesuai dengan pemakaian kendaraan setiap bulan berdasarkan Keputusan

(Ergun Özbudun, “Siyasi Parti Kapatma Davalarında Türk Anayasa Mahkemesi İle Avrupa İnsan Hakları Mahkemesi Arasındaki Yaklaşım Farkı”, Türkiye Barolar Birliği &amp;

Daya persuasi atau pengaruh suatu pesan sangat tergan­ tung media apa yang dipilih komunikator untuk memindah­ kan pesan atau informasi kesehatan. Ada berapa media yang

Pada penelitian ini, peneliti akan menggali bagaimana proses pengambilan keputusan yang dilakukan oleh dewasa awal dalam mengambil keputusan untuk belum menikah di

Berdasarkan data potensi sumberdaya ikan dan data sumberdaya manusia yang ada di Pulau Salemo, maka didapatkan kesimpulan untuk mengembangkan kegiatan wirausaha

Penilaian prestasi kerja menurut Wahyudi (2002:101) yaitu Secara umum penilaian prestasi kerja dapat diartikan sebagai suatu evaluasi yang dilakukan.. secara periodik dan