• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dengan Lesehan, Rektor Sambut Sambat Warga

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Dengan Lesehan, Rektor Sambut Sambat Warga"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

Dengan Lesehan, Rektor Sambut

Sambat Warga

UNAIR NEWS – “UNAIR kampus rakyat, UNAIR kampus rakyat, UNAIR

kampus rakyat,” itulah sorakan dari kurang lebih 300 warga Desa Lakardowo, Kecamatan Jetis, Kabupaten Mojokerto, yang disambut Rektor UNAIR dengan lesehan di Hall lantai satu Gedung Rektorat. Kedatangan mereka bertujuan untuk memohon agar UNAIR membantu dalam menangani kasus limbah Bahan Berbahaya Beracun (B3) yang telah mencemari sumber air sumur mereka.

“Lima tahun yang lalu PT Putra Restu Ibu Abadi melakukan penimbunan B3 di lingkungan warga, padahal di Jawa Timur tidak ada perusahaan yang memiliki izin untuk penimbunan,” jelas Prigi Arisandi, alumnus UNAIR yang fokus pada kelestarian lingkungan.

Prigi juga menambahkan bahwa warga sebenarnya telah melakukan berbagai upaya, mulai mengajukan masalah ini ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Badan Lingkungan Hidup (BLH) provinsi dan kabupaten, namun belum ada respon sama sekali.

“Rakyat ini saat mengadu ke mereka dituduh mengada-ada, dan ketika tim ahli mereka datang mengkaji air yang tercemar, kata mereka tidak ada apa-apa, padahal sudah ada kurang lebih 200 anak di lima dusun yang terkena, bahkan lima dusun tersebut setiap hari harus beli air galon,” tegas aktivis lingkungan tersebut.

Sikap warga pun berlanjut dengan menggelar aksi ke Istana Grahadi, Kamis (2/6). Selepas dari Grahadi, warga akhirnya bergerak menuju UNAIR untuk meminta bantuan dari pihak akademisi UNAIR untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. “Kami yakin Rektor akan berpihak pada kepentingan rakyat dan

(2)

UNAIR mau membela kita, karena selama ini tidak ada yang membela kami,” tegasnya.

Warga yang hadir pun juga juga berkesempatan untuk menyampaikan aspirasi. Salah satunya adalah Supriyadi, warga Dusun Kedungpalang, menjelaskan bahwa mulanya warga memang buta mengenai masalah B3. Perlahan tapi pasti, lima tahun berjalan warga mulai terdampak. Hingga melakukan beberapa aksi yang sampai saat ini belum ada tanggapan sama sekali dari pihak berwenang.

“Saya khawatir lima tahun lagi anak-anak kami tidak bisa merasakan sumber air sumur yang bersih lagi, kami sudah lelah dan lelah, pihak terkait tidak pernah merespon sama sekali,” keluhnya.

Senyum Hangat Rektor Saat Menerima Warga Desa Lakardowo Di Hall Lantai 1 Kantor Manajemen UNAIR. (Foto: Nuri Hermawan) Menanggapi penjelasan Prigi dan Supriyadi, Rektor UNAIR, Prof. Dr. Moh. Nasih, SE., MT., Ak., CMA., menjelaskan bahwa

(3)

kewenangan masing-masing pihak berbeda. Prof Nasih juga menekankan bahwa dalam waktu yang dekat, UNAIR akan membentuk dan menerjunkan tim untuk mengkaji sekaligus menganalisis kasus yang ada.

“Secara akademik kami akan menerjunkan tim kami, kami juga punya pakar lingkungan, kesehatan masyarakat, sosial politik, kesemuanya saya berharap bisa melakukan kajian ini dalam waktu yang tidak lama,” ungkap Prof Nasih.

Guru Besar FEB UNAIR tersebut juga menambahkan bahwa dari hasil kajian tersebut nantinya akan disampaikan pada pihak yang terkait.

“Hasil kajian bahaya limbah ini bisa kami teruskan bisa ke pihak yang mempunyai hak, kalau UNAIR nutup pabrik gak mungkin, UNAIR tidak punya kewenangan, ada aparat yang berwenang untuk hal itu,” jelasnya sembari disambut tepukan tangan warga. (*)

Penulis: Nuri Hermawan Editor: Dilan Salsabila

Pakar DBD dan Tifus FK UNAIR

Berpulang

UNAIR NEWS – Universitas Airlangga kembali kehilangan salah

seorang putra terbaiknya. Guru Besar bidang Ilmu Penyakit Dalam sub Tropik dan Infeksi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Prof. Eddy Soewandojo, dr., Sp.PD., K-PTI, FINASIM meninggal dunia pada Kamis (2/6). Almarhum kelahiran Jakarta, 25 November 1940 itu tutup usia pada 76 tahun.

(4)

Sebelum dikebumikan di TPU Keputih Surabaya, jenazah disemayamkan terlebih dulu di Aula FK UNAIR. Sanak keluarga, kerabat, teman sejawat dan para guru besar berkumpul di Aula memberikan penghormatan terakhir, Jumat pagi (3/6).

Direktur RS UNAIR, Prof. Dr. Nasronuddin, dr., Sp.PD., K-PTI, FINASIM turut berbagi pengalaman mengenai sosok almarhum Prof. Eddy semasa hidup. Menurut Prof. Nasron, almarhum dikenal sebagai seorang guru yang baik dan jujur. Dalam bidang penyakit tropik dan infeksi, almarhum menjadi panutan karena dikenal ulet dan amat memiliki perhatian khusus terhadap permasalahan penyakit demam berdarah dengue maupun demam typoid.

Beliau juga banyak menghasilkan karya penelitian sebagai salah satu upaya menanggulangi permasalahan DBD di Indonesia. Bahkan sang profesor juga dikenal banyak berkontribusi dalam inovasi melalui uji klinis obat-obatan penyakit demam berdarah. “Yang selalu beliau tekankan adalah pentingnya upaya pencegahan DBD ketimbang mengobatinya,” ungkap Prof. Nasron.

Selain menaruh perhatian besar pada permasalahan penyakit DBD, Prof. Eddy juga dikenal menonjol dalam penanggulangan demam tifoid atau penyakit tifus. Kala itu, Prof. Eddy menjadi salah satu tokoh kunci dalam pengembangan riset pengobatan tifus pada tahun 2002 bersama Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), lembaga kesehatan dari Hongkong, dan tujuh perguruan tinggi lainnya di Indonesia.

Alhasil, dengan perjuangan bersama dihasilkan sebuah terobosan obat anti-demam tifus bernama Levofloxacin. Antibiotik ini dinilai lebih unggul dibandingkan jenis antibiotik lainnya seperti kelompok Fluoroquinolone, yakni Ciprofloxacin.

Levofloxacin mampu menurunkan panas lebih awal daripada Ciprofloxacin. Selain itu, efek samping seperti mual, muntah,

dan gangguang fungsi hati lebih ringan daripada Ciprofloxacin. Antibiotik ini cukup diberikan selama tujuh hari namun dengan dosis cukup sekali sehari. Sehingga, lebih efektif dalam

(5)

mencegah komplikasi dan memperpendek pengobatan.

Dalam kesempatan yang sama, Wakil Rektor III UNAIR periode 2009 – 2014 Prof. Soetjipto, dr., MS, Ph.D, pun punya pengalaman istimewa tersendiri bersama Prof. Eddy. Selain dikenal sebagai salah satu pakar penyakit tropik dan infeksi, Prof. Tjip juga mengenal Prof. Eddy sebagai guru yang menaruh perhatian cukup besar pada perkembangan kurikulum pendidikan kedokteran.

Karena sama-sama menekuni pendidikan kedokteran, salah satu yang paling dikenang dari sosok Prof. Eddy, adalah kegemaran almarhum untuk selalu berdiskusi mengutarakan berbagai pemikiran kolektif, dan berbagai inovasi perkembangan modul demi meningkatkan kualitas pendidikan kedokteran ke depan.

Pribadi yang ‘lurus’

Prof. Troeboes Poerwadi, dr., Sp.S, adalah salah seorang yang turut menghadiri prosesi persemayaman jenazah Prof. Eddy. Kedatangannya tidak hanya sebagai teman seangkatan di FK UNAIR, tapi juga sekaligus sebagai kawan sepermainan sejak duduk di bangku sekolah menengah atas.

“Prof. Eddy adalah teman dekat saya sejak sama-sama sekolah di SMA 2 Surabaya. Dulu dia ketua kelas. Terkenal pendiam, tekun tapi gampang diakali. Karena saya dengan teman lainnya yang nakal, dia tidak. Kalau saya bolos sekolah, dia yang saya suruh jaga kelas bersama murid perempuan lainnya,” kenang Prof. Troboes.

Pertemanan keduanya pun berlanjut hingga masuk perguruan tinggi FK UNAIR. Selama menempuh pendidikan, Prof. Troeboes dan Prof. Eddy telah melalui banyak suka duka.

“Salah satu yang berkesan adalah kami dulu punya grup namanya ‘Kaipang’. Ini kumpulan mahasiswa konyol dan ndak berduit.

(6)

Jadinya, kami kalau belajar di selasar kampus. Setiap ada perayaan Dies Natalis UNAIR, kami selalu sibuk jadi tukang. Tukang menata meja kursi untuk acara. Seru pokoknya,” kenangnya.

Di mata Prof. Troeboes, Prof. Eddy adalah sosok teman belajar dan teman main yang baik. Prof. Eddy termasuk pribadi yang ‘lurus’ dan tidak suka neko-neko. “Prof. Eddy kala itu anak seorang pejabat gubernur. Setiap kali habis ada acara kunjungan tamu dari luar negeri yang disambut di rumah dinas, beliau selalu telepon saya dan kawan lainnya. Dia meminta kami untuk ke rumahnya. Mreneo, ana panganan neng kene. Tamune wis mulih (Kesinilah, ada banyak makanan disini, karena tamu sudah ndak ada),” kenangnya menirukan ucapan Prof. Eddy kala muda. Kepergian Prof. Eddy tentu menyisakan kesedihan mendalam bagi Prof. Troeboes. Yang lebih menyedihkan lagi, beberapa teman seangkatan tahun 1960an sedikit demi sedikit mendahului dirinya untuk menghadap Sang Khalik.

Belakangan, kondisi kesehatan Prof. Eddy memang menurun. Prof. Troeboes terakhir bertemu dengan Prof. Eddy beberapa bulan lalu di sebuah acara pesta pernikahan.

“Semenjak sakit, Prof Eddy menjadi pelupa. Tapi dia paling ingat dengan saya,dengan istri saya yang juga temannya sejak kecil saja dia malah lupa,” ungkapnya. (*)

Penulis: Sefya Hayu I. Editor: Defrina Sukma S.

(7)

Harmoni Angklung Jagir, Dari

Jalanan Ke Panggung Pentas

UNAIR NEWS – Besar di tengah lingkungan yang marginal bukanlah

pilihan, keadaanlah yang terkadang mengharuskan sebagian dari generasi bangsa ini harus hidup dalam kondisi yang tidak diinginkan. Namun tidak ada suatu hal tanpa hikmah, kondisi masyarakat terutama anak-anak yang tinggal di daerah marginal tersebut sering mengundang rasa kemanusiaan, tak terkecuali bagi Wachidatu Qomariah, mahasiswa S1 Sastra Inggris FIB UNAIR tersebut merasa terpanggil untuk memberikan sebagian ilmunya kepada anak-anak yang tinggal di daerah Jagir Surabaya.

Bermula pada tahun 2015, Icha sapaan mahasiswa angkatan 2013 tersebut berangkat bersama rekan-rekan Urban Care Community untuk melakukan pengabdian masyarakat. Baginya, pengabdian tidak sekedar memberikan materi pelajaran, Icha yang memiliki kemampuan seni akhirnya membentuk sebuah grup musik angklung yang bernama Harmoni Angklung Jagir.

“Untuk pengembangan anak-anak tidak sekedar pelajaran, salah satunya angklung ini, kebanyakan mereka kan anak jalanan yang pada umumnya bisa bermain gitar, jadi sengaja kami kenalkan musik tradisional,” jelasnya.

Bagi Icha, memberikan edukasi seni angklung tidaklah mudah, mulanya ia harus memberikan pengenalan kepada adik binaan mengenai alat musik angklung. Perlahan tapi pasti, selama hampir 3 bulan latihan rutin dalam dua kali tiap pekan akhirnya membuahkan hasil. Meski kerap merusak alat musik dan kerap bandel saat latihan, akhirnya anak-anak binaan yang tergabung dalam Harmoni Angklung Jagir pun siap berlaga di panggung.

(8)

sudah selesai kuliah dan adik-adik pun lebih fokus kalau malam, karena pagi sampai sore buat sekolah, ngaji, dan membantu orang tua,” jelasnya.

Selain mengisi acara di berbagai kegiatan di Surabaya, anak-anak binaan yang rata-rata masih seusia Sekolah Dasar (SD) tersebut juga sering mengisi panggung acara yang diadakan oleh sivitas akademika UNAIR. Setidaknya ada tiga lagu yang dipersembahkan saat pentas tengah berlangsung, mulai lagu-lagu nasional hingga lagu permintaan dari institusi yang mengundang, salah satunya Himne Airlangga.

Aksi Harmoni Angklung Jagir Di Panggung ACC UNAIR Kampus C. (Foto: UNAIR NEWS)

“Kalau tampil di UNAIR sudah sering, mulai acara sekolah kebangsaaan MKWU, acara PPKK, di FH acara debat, dan acara rektorat lainnya,” tandasnya.

Ditemui setelah memandu pentas pada sebuah acara di Airlangga Convention Center (ACC) UNAIR beberapa pekan lalu, Icha

(9)

berharap ke depannya kegiatan pengmas yang dilakukan oleh mahasiswa UNAIR bisa semakin berkembang dan luas. Ia juga menuturkan kesulitan dalam mencari kader penerus dirinya, begitupun sesudah dirinya lulus kuliah. Padahal, pengabdian tersebut selain mendidik juga bisa mengubah nasib hidup adik-adik binaan.

“Dengan adanya komunitas ini, adik-adik penghidupannya tidak lagi bergantung pada ngamen tapi juga melalui pentas angklung ini,”tegasnya.

Ia juga mengungkapkan, bahwa dana yang terkumpul sama sekali tidak ada yang masuk di kantong mahasiswa semester enam tersebut. Dana ataupun donasi yang didapat selalu digunakan untuk kepentingan tim Harmoni Angklung Jagir.

“Jadi saat dapat uang dari pentas, kami gunakan untuk beli seragam, memperbaiki alat-alat, dan keperluan lainnya,” imbuhnya.

Diakhir wawancara, Icha merasa bangga bisa bertemu dan mendidik mereka, selain itu ia juga menekankan bahwa penting bagi pemuda khususnya mahasiswa untuk mengikuti kegiatan sosial apapun untuk membawa perubahan bagi masyarakat. Kepuasan Icha tidak berhenti disitu, respon positif dari keluarga anak-anak binaannya kerap didapat dan hal itulah yang menjadi pemacu baginya untuk terus berkarya.

“Banyak keluarga adik-adik yang sudah saya anggap sebagai keluarga sendiri memberikan tanggapan yang baik, mereka tidak menyangka bahwa anak-anaknya bisa seperti sekarang,” pungkasnya. (*)

Penulis : Nuri Hermawan Editor : Dilan Salsabila

(10)

83 Persen Remaja Tidak Bisa

Lepas dari Media Sosial

Barang Sehari Pun

UNAIR NEWS – Lima “Srikandi” Fakultas Keperawatan (FKp)

Universitas Airlangga merasa prihatin terhadap perkembangan teknologi komunikasi yang sedang berkembang dengan munculnya beragam media sosial (medsos). Sebab pada hakikatnya medsos itu mampu “mendekatkan yang jauh” namun akhir-akhir ini juga “menjauhkan yang dekat”. Karena itulah kelima mahasiswa ini mengkaji tentang psikologi perkembangan manusia dan merasa terpanggil untuk mencari tahu sejauh mana fenomena medsos ini mempengaruhi proses berfikir dan bersosialisasi kaum muda.

Lima mahasiswa Fak. Keperawatan UNAIR tersebut adalah Siska Kusuma Ningsih, Dinda Salmahella, Evi Nur Laili Rahma Kusuma, Fenny Eka Juniarty, dan Fitria Kusnawati. Hasil kajiannya mereka jadikan proposal Program Kreativitas Mahasiswa – Penelitian Sosial Humaniora (PKMP Soshum) berjudul “Pengenyampingan Interaksi Sosial secara Langsung oleh Masyarakat sebagai Dampak Munculnya Jejaring Sosial (Medsos)”. Bahkan hasil kajian tersebut lolos dan meraih dana hibah dari Dirjen Dikti Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristek Dikti) tahun 2016.

Mereka tak bisa memungkiri bahwa hadirnya medsos punya pengaruh luar biasa terhadap proses sosialisasi masyarakat di era global sekarang ini. “Mendekatkan yang jauh” merupakan kalimat yang mencerminkan betapa medsos ini mampu menjadi wadah yang menghubungkan orang-orang dari berbagai belahan dunia menjadi sangat mudah untuk berkomunikasi.

(11)

”Namun bagaimana dengan quote “Menjauhkan yang dekat.” Apakah Anda pernah berpikir lebih lanjut tentang ini? Tentu, ini muncul sebagai momok yang sangat menyakitkan bagi sekelompok yang peduli terhadap sosialnya,” kata Siska Kusuma Ningsih, ketua kelompok tim ini.

KELIMA mahasiswa Fakultas Keperawatan yang meneliti tentang gadget dan lingkungan sosialnya. (Foto: Istimewa)

TAK BISA LEPAS DARI SOSMED

Yang menarik, jawaban atas kuesioner terhadap remaja usia 13-25 di kawasan Kelurahan Mulyorejo Kota Surabaya, dalam intensitas penggunaan medsos selama 24 jam, sebanyak 83% responden menyatakan tidak bisa lepas dari media sosial miliknya, walau hanya sehari saja. Kemudian 57% responden menyatakan sangat setuju dan pernah mengalami “dicuekin” (tidak diperhatikan) oleh teman terdekatnya gara-gara asyik bermain media sosial di gadget-nya.

“Fenomena yang sering terjadi pada saat berkumpul, kebayakan hanya terfokus pada gadget–nya masing-masing tanpa memperhatikan apa yang terjadi dan yang sedang diperbincangkan orang-orang di sekelilingnya. Sungguh memiriskan, namun jelas

(12)

ini banyak terjadi di lingkungan terdekat kita. Artinya, tanpa kita sadari sedikit demi sedikit medsos telah mampu menumbuhkan dampak negatif dan berkembang cepat akhir-akhir ini,” tambah Siska.

Pada orang seperti ini, komunikasi secara langsung tak lagi memiliki esensi yang bermakna. Mereka beranggapan bahwa mengekspresikan sesuatu yang sedang dirasakannya saat ini melalui sosmed, akan jauh lebih nyaman dan menyenangkan jika dibandingkan harus menyatakan secara verbal kepada orang-orang di sekitarnya. Bahkan parahnya, hanya demi melihat sesuatu yang sedang terjadi dan apa yang sedang nge–hit saat ini, mereka rela untuk tidak bersatu dalam lingkungan sosialnya. Dalam konteks lebih lanjut, peneliti tidak menyalahkan penggunaan media sosial bagaimaapun bentuknya. Namun yang menjadi perhatian peneliti adalah bagaimana orang-orang bijak mampu menggunakan sosmed secara bijak pula. Berkomunikasi sesuai yang perlu dikomunikasikan melalui sosmed, namun percayalah bahwa berkomunikasi secara langsung dalam lingkup sosial akan jauh memberikan keterkaitan hubungan yang harmonis.

“Update jejaring sosial boleh sih, tapi tetap ingatlah bahwa Anda hidup dalam suatu lingkungan social,” ujar Evi Nur Laili Rahma Kusuma, menambahkan.

Kelima mahasiswa Fak Keperawatan itu berharap adanya penelitian ini dapat tercapainya keseimbangan sosial dari penggunaan sosmed di era yang sedang berkembang saat ini. Seperti contoh akan lebih memahami arti interaksi sosial yang berintelegensi baik dan dapat mengembangkan kualitas kehidupan, baik untuk dirinya maupun untuk lingkup sosialnya. Selain itu juga dapat menilai pola penggunaan sosmed yang sedang berkembang, sehingga dapat membentuk pola-pola pemikiran yang kreatif dan berpendidikan dalam mengatasi problematika yang muncul. (*)

(13)

Penulis : Tim PKM Sosial Humaniora Editor : Bambang Bes

Pimpinan UNAIR Bahas Capaian

dan Target Universitas

UNAIR NEWS – Sebagai bentuk evaluasi kerja yang telah

dilakukan komponen universitas selama triwulan I 2016, Rektor Universitas Airlangga menggelar rapat pimpinan (rapim). Rapim yang digelar pada Kamis (26/5) bertempat di Aula Kahuripan UNAIR, dihadiri oleh pimpinan, dekan, wakil dekan, ketua pusat, badan, dan lembaga, ketua departemen, serta ketua program studi di lingkungan UNAIR. Dalam rapim tersebut, berbagai capaian universitas serta target-target yang ingin diraih, dibahas oleh peserta rapat.

Pada kesempatan ini, Rektor UNAIR Prof. Dr. H. Mohammad Nasih, MT., SE., Ak, CMA., memaparkan seluruh capaian universitas, baik yang dihasilkan oleh fakultas, badan, dan lembaga. Capaian tersebut baik yang bersumber dari penelitian, pengabdian, maupun kegiatan lain yang diselenggarakan dalam rangka meningkatkan prestasi universitas.

“Kita memiliki tantangan besar dalam bidang publikasi internasional, akreditasi A hingga akreditasi internasional. Kita juga memiliki tantangan besar agar proses hasil penelitian bisa jadi produk dan hak atas kekayaan intelektual (HAKI),” ujar Prof Nasih.

Prof. Ir. M. Amin Alamsjah, M.Si., Ph.D., selaku Wakil Rektor III UNAIR mengajak pimpinan fakultas untuk lebih mendorong seluruh sivitas dalam meningkatkan prestasi dan menciptakan berbagai terobosan.

(14)

“Kita perlu kerja keras dan terobosan yang lebih cerdas agar bisa menggerakkan dosen dan mahasiswa. Kami sangat berharap, dekan dan wakil dekan, khususnya Wakil Dekan III terus mendorong hal tersebut,” kata Prof. Amin.

Pihaknya juga mendorong agar fakultas lebih memperketat pengawasan mengenai jurnal publikasi internasional yang dihasilkan mahasiswa. Ia menegaskan bahwa setiap lulusan S-2 dan S-3 harus menghasilkan jurnal publikasi internasional.

Selain itu, Wakil Rektor IV UNAIR Junaidi Khotib, S.Si, Apt., M.Kes, Ph.D., juga mengatakan agar hilirisasi produk akademik dan produk penelitian terus dikembangkan dan ditingkatkan. Hilirisasi produk akademik universitas adalah bukti bahwa universitas memiliki kebermanfaatan bagi masyarakat luas.

“Harapannya, penelitian dosen dapat dipertanggungjawabkan, dan dapat dimanfaatkan masyarakat. Sehingga produk perguruan tinggi dapat berkontribusi dan dikenali masyarakat. Kita harus dapat mengubah produk lingkungan akademik yang hanya berhenti di fakultas,” ujar Junaidi.

Junaidi yang membawahi bidang university holding dan jejaring alumni juga mengatakan, UNAIR harus meningkatkan kerjasama yang baik dengan para alumni. Saat ini sedang dirancang laman resmi alumni UNAIR yang rencananya akan diluncurkan Juni 2016 nanti. Laman resmi itu merupakan kerjasama antara Badan Perencanaan dan Pengembangan (BPP) UNAIR dan alumni. (*)

Penulis : Binti Q. Masruroh Editor: Defrina Sukma S.

(15)

Manusia

Selayaknya

Menghormati

dan

Tidak

Menyakiti Binatang

UNAIR NEWS – Manusia dan binatang memang sudah selayaknya

hidup berdampingan dan saling mendukung satu sama lain. Maka sudah sepantasnya kalau manusia sebagai makhluk Tuhan yang lebih berakal untuk bersikap menghormati dan tidak menyakiti binatang.

Tetapi dari beberapa kalangan yang bersentuhan langsung dengan binatang, masih banyak yang tidak mengindahkan kesejahteraan hewan, khususnya pada binatang ternak dan binatang kesayangan. Hingga saat ini masih sering terjadi kasus dimana hewan ternak disembelih dalam keadaan tersiksa dan tidak menggunakan tata cara yang seharusnya. Begitu pula yang terjadi pada penelantaran dan penyiksaan hewan peliharaan hingga menyebabkan kematian.

Latar belakang inilah yang mendasari diselenggarakannya Seminar dan Talkshow dengan tema “Pemeliharaan Hewan Ternak dan Hewan Kesayangan Berdasarkan Animal Welfare dalam Perspektif Publik”, yang diselenggarakan oleh Prodi Kedokteran Hewan PDD UNAIR Banyuwangi, di Rumah makan Pondok Wina Banyuwangi, Sabtu (21/5) kemarin.

Dalam acara tersebut menghadirkan pembicara-pembicara yang a h l i p a d a b i d a n g n y a b a i k d i t i n g k a t n a s i o n a l d a n internasional. Antara lain dr. Riska Yulinta Viandini, MMR, salah satu ahli Groomming bersertifikat internasional, dan Prof. Dr. Bambang Sektiari Lukiswanto, drh., DEA., Guru Besar FKH UNAIR yang juga Ketua Badan Penjamin Mutu (BPM) UNAIR.

(16)

PRAKTIK groomming disela seminar tentang “Pemeliharaan Hewan Ternak dan Hewan Kesayangan Berdasarkan Animal Welfare dalam Perspektif Publik”, oleh PDD UNAIR Banyuwangi, Sabtu (21/5). (Foto: A Zakky Multazam)

“Kami berharap dengan diadakannya kegiatan ini kedepan dapat meningkatkan pengetahuan tentang kepedulian terhadap kesejahteraan hewan, khususnya untuk peserta seminar ini dan masyarakat Banyuwangi pada umumnya,” ujar Welly, ketua pelaksana acara ini.

Seminar dan talkshow yang dilaksanakan di sebuah rumah makan di Banyuwangi ini tidak hanya menyajikan materi ilmiah, tetapi juga dilengkapi dengan praktik groomming (pemeliharaan hewan kesayangan) serta pameran hewan yang menghadirkan berbagai komunitas pecinta hewan se-Kabupaten Banyuwangi. (*)

Penulis : A Zakky Multazam Editor : Bambang Bes

(17)

MSHP

UNAIR

Diskusikan

Perspektif Hak Asasi Manusia

Bersama Profesor Asal Jepang

UNAIR NEWS – Program Magister Sains Hukum dan Pembangunan

(MSHP) Universitas Airlangga kembali menggelar diskusi publik bertajuk “Law and International Development: A Human Right

Perspective”. Diskusi kali ini dihadiri langsung oleh Prof.

Yuzuru Shimada, LLM., dari Graduate School of International Development (GSID), Nagoya University, Jepang. Dr. Herlambang P. Wiratraman, Phd., dari Pusat Studi Hak Asasi Manusia, Fakultas Hukum Unair juga turut hadir untuk menjadi pembicara dalam diskusi public tersebut.

Pada diskusi yang diadakan Kamis, (19/5) tersebut, Prof Shimada yang berasal dari Jepang memaparkan materinya menggunakan Bahasa Indonesia. Bahkan tidak jarang ia melontarkan candaan dan gurauan untuk mencairkan suasana diskusi.

Dalam diskusi tersebut, Prof.Shimada menjelaskan materi seputar permasalahan HAM yang disebutnya sebagai dualisme HAM. Ia menyebut berbagai macam permasalahan HAM, diantaranya adalah hak sipil dan politik dan juga hak ekonomi, sosial, dan budaya. Hak yang dimaksud justru menjadi permasalahan kompleks mengenai HAM yang justru dalam prakteknya merugikan masyarakat sipil. Bagi masyarakat miskin khususnya, mereka hanya membutuhkan hak untuk bertahan hidup seperti halnya hak makan. Akan tetapi regulasi membuat hak tersebut tidak terpenuhi.

Menyinggung persoalan good governance, Prof.Shimada merespon mengenai bahasa yang ditawarkan seperti pembangunan, pengurangan kemiskinan dianggap tidak dapat menjamin untuk memenuhi semua hak hidup. “Isu-isu seperti development, poverty reduction selalu menjadi isu utama yang dibawa dalam

(18)

good governance,” ujar Prof.Shimada di awal diskusi.

Selain Prof.Shimada, Dr. Herlambang juga menyinggung mengenai

good governance yang menurutnya menjadi jawaban atas

ketidakberdayaan pemerintah dalam mengelola, merencanakan dan melaksanakan kebijakan. Berbicara mengenai HAM yang telah menjamur di masyarakat, menurutnya itu bukan pelanggaran HAM, melainkan selected human right. Hal tersebut dilihat dari penemuan-penemuan mengenai penerapan HAM yang justru melibatkan kepentingan tertentu dianggap selektif, lalu kemudian dijadikan oleh paradigma HAM sebagai strategi dalam pasar.

“Pentingnya HAM saat ini telah bergeser dan bahkan berhenti oleh good governance (GG). Dalam hal ini disebut bad

governance / poor governance, yang dianggap sangat sinis

terhadap HAM,” pungkas Dr. Herlambang. Penulis: AhallaTsauro

Editor : Dilan Salsabila

Rayakan Waisak, Anggota UKM

Buddha Ajak Masyarakat Donor

Darah

UNAIR NEWS – Hari Raya Tri Suci Waisak ke-2560 yang jatuh pada

tanggal 22 Mei 2016 turut dirayakan oleh para anggota Unit Kegiatan Kerohanian Buddha (UKKB) Universitas Airlangga. Anggota UKKB UNAIR mengadakan aksi sosial dan menarik perhatian pengunjung di Tunjungan Plaza 3, Surabaya. Bekerjasama dengan Young Buddhist Association (YBA),

(19)

‘Selfless’ dipilih sebagai tema perayaan Vesak Festival tahun 2016. ‘Selfless’ dimaknai sebagai bentuk menghargai orang lain, menyayangi makhluk hidup, tidak egois dengan sesama dan menjadi pesan damai bagi umat manusia. Dalam agama Buddha, ada ajaran bernama Amisa Dana yang berarti pemberian dalam bentuk materi.

Dalam perayaan kali ini, para anggota UKKB UNAIR mengajak masyarakat termasuk anggotanya sendiri, untuk memberikan sebagian rambutnya untuk disumbangkan dan dijadikan wig. Selain itu, ada pula donor darah bersama Palang Merah Indonesia untuk meramaikan acara tersebut.

“Ada dua orang dari UKKB yang memberikan sebagian rambutnya untuk dipotong kemudian disumbangkan dan dijadikan wig. Mereka adalah mahasiswa Fakultas Farmasi angkatan 2014 Jolinda Cahyani, dan mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis 2012 angkatan Liza Augustina,” jelas Natasya Andrina Maharani dari Ketua Divisi Media dan Keterampilan UKKB.

Selain aksi sosial, pengunjung juga diajak menikmati Teropong Kardus Digital. Untuk bisa menonton video, pengunjung harus mengintip melalui teropong yang disediakan. Video itu bercerita tentang kesabaran dan cinta kasih sayang. Pada perayaan itu, ada pula patung Buddha tidur bernama Buddha Parinbbana berukuran 6 meter, dan patung Buddha setinggi 8 meter yang dibuat dari 1500 kardus dipajang di pelataran atrium TP 3. Uniknya, semua benda yang dipamerkan dibuat dari kardus bekas, sebagai salah satu karya seni kreatif sekaligus sebagai wujud aksi peduli lingkungan yang sesuai dengan tema festival. (*)

Penulis: Disih Sugianti Editor: Defrina Sukma S.

(20)

FH UNAIR Adakan Diskusi Upaya

Penghapusan Hukuman Mati

UNAIR NEWS – Fakultas Hukum Universitas Airlangga menggelar

diskusi publik mengenai “Upaya Penghapusan Hukuman Mati Dalam Revisi KUHP” pada hari Rabu, (11/5), lalu. Diskusi ini merupakan kerjasama Pusat Studi Hak Asasi Manusia (Human Right

Studies) dan Lembaga Imparsial yang juga bergerak di bidang

HAM.

Pro-kontra mengenai penghapusan hukuman mati memang menjadi polemik di kalangan masyarakat, khususnya bagi para pengambil keputusan undang-undang. Bagaimana tidak, perdebatan sengit tersebut seakan-akan mengkritisi kembali apakah hukuman mati memang sudah tepat ketika hukuman yang selama ini diterapkan tidak mampu memberi jera bagi para pelaku. Diskusi ini juga menjadi respon atas perdebatan yang terjadi di Jakarta beberapa hari yang lalu ketika ada wacana berhembusnya eksekusi mati gelombang ketiga.

Diskusi ini berlangsung menarik, dipimpin langsung oleh para ahli seperti, Woro Winardi dari Lembaga Imparsial, Wachid Habibullah dari LBH Surabaya, Dr. Otto Syamsudin dari Komnas HAM RI dan Prof. Didik Hendro dari Fakultas Hukum UNAIR.

Dalam diskusi ini terdapat pembahasan mengenai sikap pro dan kontra terhadap penghapusan hukuman mati karena hukum pidana sebagai ultimum remidium sebagaimana yang didiskusikan oleh Winardi dan Prof.Didik. Selanjutnya diikuti dengan pendapat setuju maupun sebaliknya.

“Pemidanaan mati memang diperlukan. Namun ada klausul-klausul yang akan meniadakan hukuman mati. Mekanisme bisa melalui undang-undang RUU sendiri. Mekanisme bisa dituangkan dalam PP,

(21)

karena UU tidak boleh mengatur secara kongkret. Salah satu tidak bisa di sahkan RUU, tidak ada sinkronisasi,” ujar Prof. Didik.

Pelanggaran HAM sudah pasti memiliki konsekuensi. Dalam proses pidana, bahkan menyita pun dapat dikategorikan sebagai tindakan pelanggaran HAM. Namun perbuatan mereka diback up dengan Peraturan Perundang-undangan. Di lain sisi, pelaku kejahatan sendiri sudah melanggar HAM, jadi tidak perlu alasan lagi untuk melindungi hak asasi mereka. Yang harus diperhatikan adalah korban: negara, masyarakat, individu.

“Yang menjadi aktor pelanggar HAM adalah negara. Ada aparat, hukum dan kekuasaan, sehingga negara adalah pelanggar ham,” ungkap Dr. Otto.

Dr. Otto berpendapat bahwa sesuatu yang namanya melanggar hak asasi akan menjadi mudah apabila dilihat melalui relasi state

actor, non state actors dan korporasi. Terjadi dalam sebuah

operasi atau tidak, hal utama adalah mempertimbangkan korban. Berbagai kasus telah terjadi, namun belum ada kepastian hukum yang jelas. Banyak sekali proses hukum yang menyulitkan penegakan hukum dan perlindungan HAM di Indonesia.

Terkait bagaimana hukuman mati bisa berjalan dengan baik maka harus dibenahi oleh aparat penegak hukum. Hukum juga harus mempertimbangkan rasa penyiksaan, hal demikian selayaknya diminimalisir supaya penyiksaaan tidak terlalu lama dan masih berperikemanusiaan. Salah satu yang menjadi masalah adalah belum adanya mekanisme didalam RUU KUHP.

Abdul Rahman Usman, mahasiswa Magister Hukum Unair memberikan respon kepada Prof. Didik. Abdul berpendapat bahwa hakim juga manusia, ketika sudah terlanjur memberi vonis mati dan ternyata dikemudian hari terjadi kekeliruan maka akan membawa dampak psikologis. Saat menyamakan konteks hukuman mati sebagai pelanggaran ham, hukuman penjara atau kebiri adalah juga pelanggaran HAM.

(22)

“Supaya tidak salah memidana, maka diperlukan adanya profesionalitas. Polisi dan hakim jaksa agung harus profesional. Harus membedakan norma hukum pidana materiil dan formil (norma kewenangan),” jawab Prof. Didik.

Prof. Didik menyimpulkan bahwa pidana mati akan diperlukan, namun harus dijalankan dengan selektif. Maka dari itu, negara perlu meningkatkan profesionalitas aparat penegak hukum guna memberikan jawaban dan kepastian hukum yang adil bagi para korban dan juga pelaku kejahatan. (*)

Penulis: Ahalla Tsauro Editor : Dilan Salsabila

Peduli Kesehatan Santri Ala

Mahasiswa Ekonomi Islam

UNAIR NEWS – Berbagai bentuk pengabdian masyarakat kini semakin beragam, mulai dengan mengajar di daerah marginal, penyuluhan kesehatan, sosialisasi tentang berbagai masalah kesehatan dan masih banyak ragam lainnya yang kini semakin digalakkan oleh mahasiswa. Dalam menerapkan salah satu dari tri dharma perguruan tinggi, Mahasiswa Ekonomi Islam FEB UNAIR yang tergabung dalam tim 1000 SKS (Sosialisasi Kesehatan Santri) menyelenggarakan kegiatan di beberapa Pondok Pesantren (Ponpes) di Surabaya, Selasa (17/5).

Pondok Pesantren Hidayatullah menjadi salah satu tempat kegiatan tersebut. Acara tersebut ditujukan kepada santri terkait pentingnya menjaga kesehatan santri, dalam praktiknya para santri mendapatkan pemeriksaan langsung kesehatanya baik kesehatan mata, kulit maupun secara umum.

(23)

“Fokus utama dari kegiatan ini adalah mengedukasian pentingnya kesehatan kepada para santri, dan pemeriksaan kesehatan mata, kulit dan umum,” ungkap Muhammad Dinulah, selaku ketua panitia.

Pada acara tersebut, materi sosialisasi kesehatan disampaikan oleh Dian Febrina S,KM. Para santri yang hadir pun antusias merespon dengan baik, bahkan tampak sangat bersemangat serta banyak bertanya tentang pola hidup sehat. Setelah materi selesai disampaikan, dilanjutkan langsung dengan pemeriksaan kesehatan umum oleh pihak rumah sehat BAZNAS dan pemeriksaan mata oleh pihak Optic Visus.

“Santri yang mengikuti acara ini banyak sekali, kurang lebih sekitar 200 anak,” ujar Ricky Nuari, salah satu Mahasiswa Ekonomi Islam UNAIR.

Selain diadakan di Ponpes Hidayatullah, sosialisasi juga akan diadakan di Pondok Pesantren Amanatul Ummah, Siwalankerto Surabaya. Pesantren Ummul Quroo dan Al Fithrah yang akan dikunjungi pada akhir bulan Mei ini. Muhammad Dinullah menambahkan bahwa acara ini diharapkan dapat menjadi ajang untuk mengedukasi para santri untuk selalu menjalankan pola hidup yang sehat.

“Semoga acara ini memberikan kebermanfaatan yang lebih besar kepada semua yang turut andil dalam kegiatan ini, serta sebagai sarana untuk syiar mahasiswa Ekonomi Islam UNAIR dan tolong menolong dalam kebaikan,” tambahnya. (*)

Penulis : Ahalla Tsauro Editor : Nuri Hermawan

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan uji statistik chi square yang dilakukan diketahui ada hubungan antara kelengkapan diagnosa sekunder dan klaim INA-CBGs dengan p value sebesar (0,000). 3)

Judul Ahok: Tidak ada yang salah dengan reklamasi Tanggal Senin, 18 April 2016 Media Investor Daily (Halaman 11). Resume Gubernur DKI Jakarta mengatakan pihaknya sudah

Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basoeki Hadimoeljono berbincang dengan direktur utama PT Bank Tabungan Negara Tbk saat membuka Indonesia Property Expo (IPEX)

Kementrian PUPR menyetujui kenaikan tarif jalan tol jakarta cikampek berkisar 7-11% mulai 22 oktober 2016 pukul 00.00 WIB 3 Investor Daily (Halaman 21) Selasa, 18 Oktober 2016

Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, mengapresiasi upaya pemerintah mempertahankan laju pertumbuhan ekonomi pada level 5 persen 20 Koran Tempo

Serapan anggaran kementrian PUPR pada awal november ini mencapai 58,9% atau sekitar 57 triliun dari total anggaran APBNP 2016 sebesar 98,48 T 14 Bisnis Indonesia (Halaman, 11)

Berdasarkan penelitian yang dilakukan maka didapatkan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa pengetahuan pengemudi terhadap persyaratan kendaraan angkutan bahan bakar minyak