• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit tidak menular (PTM) menyebabkan lebih. dari 36 juta kematian per tahunnya. Data pada tahun

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Penyakit tidak menular (PTM) menyebabkan lebih. dari 36 juta kematian per tahunnya. Data pada tahun"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Penyakit tidak menular (PTM) menyebabkan lebih dari 36 juta kematian per tahunnya. Data pada tahun 2013 menunjukkan bahwa sekitar 80 persen kematian tersebut terjadi di negara berpenghasilan rendah dan negara berpenghasilan menengah (WHO, 2013). Hal ini menunjukkan bahwa pola penyakit di negara berpenghasilan rendah dan menengah berubah dari penyakit infeksius menjadi penyakit-penyakit tidak menular. Di Indonesia, berdasarkan data WHO (2011), PTM telah menyebabkan sekitar 64 persen kematian pada tahun 2008.

Penyakit tidak menular utama dengan prevalensi tertinggi di dunia adalah penyakit kardiovaskuler, penyakit respiratori kronis, kanker, dan diabetes (Kontis et al., 2014; Srivastava et al., 2013). Beberapa faktor risiko perilaku yang sangat berkontribusi pada kejadian PTM diantaranya adalah inaktivitas fisik, perilaku merokok, pola makan tidak

(2)

sehat, dan konsumsi lemak berlebih (Thankappan et al., 2010). Pada tahun 2002, penelitian di Negara Kanada menunjukkan prevalensi yang cukup tinggi tentang inaktivitas fisik pada dewasa yaitu 46,4 persen (Statistics Canada, 2013). Di Indonesia, data Kimura (2011) dalam situs WHO menunjukkan angka prevalensi inaktivitas fisik (29,9%) lebih tinggi dibandingkan prevalensi perilaku merokok (28,2%). Melihat data tersebut, dapat kita simpulkan bahwa aktivitas fisik manjadi salah satu faktor kunci terjadinya PTM.

Aktivitas fisik didefinisikan sebagai setiap gerakan otot skelet yang dapat mengeluarkan energi dari dalam tubuh (William, 2001; WHO, 2014a). Aktivitas fisik dapat berupa bersepeda, berjalan-jalan, berenang, berdansa, berlari, dan berbagai kegiatan sehari-hari. Pada tahun 2008, 31 persen penduduk dewasa dunia memiliki kebiasaan aktivitas fisik yang rendah (pria sebanyak 28% dan wanita sebanyak 34%) (WHO, 2014b). Prevalensi aktivitas fisik terrendah di dunia adalah di Asia Tenggara (15% pada pria dan 19% pada wanita) (WHO, 2008). Tampak wanita memang memiliki kecenderungan untuk mengalami inaktivitas fisik. Di sisi lain,

(3)

aktivitas fisik yang adekuat pada wanita pada usia reproduktif sangatlah penting karena hal tersebut akan mempengaruhi kondisi selama kehamilan dan proses kelahiran (Wojtyła et al., 2011). Aktivitas fisik pada usia reproduktif juga akan menurunkan risiko kanker payudara dengan menurunkan hormon estradiol pada tubuh (Jasienska et al., 2006).

Banyak hal yang mempengaruhi kebiasaan aktivitas fisik tersebut. Humbert (2009) telah melakukan penelitian pada remaja dengan status sosial ekonomi rendah dan remaja dengan status sosial ekonomi tinggi. Ternyata faktor lingkungan (fasilitas, keamanan, biaya, jarak dan lain-lain) sangat penting bagi remaja dengan status ekonomi rendah untuk melakukan aktivitas fisik. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa faktor intrapersonal (kemampuan, kompetensi, waktu, dan lain-lain) serta faktor sosial (teman, dukungan orang tua, dan lain-lain) sebaiknya dipertimbangkan untuk meningkatkan kebiasaan aktivitas fisik pada kedua kelompok remaja.

Parks et al.(2003) juga menyatakan bahwa dukungan sosial adalah salah satu komponen yang sangat

(4)

berpengaruh pada pola aktivitas fisik masyarakat. Melalui kondisi lingkungan, kebiasaan aktivitas fisik seseorang akan terbentuk (Allen dan Morey, 2010). Faktor lingkungan didefinisikan sebagai faktor fisik lingkungan yang bisa dimodifikasi dan berpengaruh secara langsung pada kesempatan seseorang untuk melakukan aktivitas fisik (Gordon-Lansen et al., 2000). Keadaan lingkungan dan sosial tidak dapat dipisahkan dari profil geografis suatu daerah. Telah banyak spekulasi bahwa perbedaan geografis akan mempengaruhi kebiasaan aktivitas fisik. World Health

Organization (2007) memperkirakan pada tahun 2015

setengah dari penduduk dunia akan tinggal di area perkotaan. Report of WHO Meeting di Myanmar tahun 2006, menyatakan bahwa urbanisasi, globalisasi, dan industrialisasi akan menurunkan tingkat aktivitas fisik masyarakat. Aktivitas-aktivitas fisik seperti bekerja, bersepeda, berjalan mulai menurun pada komunitas masyarakat industri dan perkotaan (Ezzati dan Riboli, 2013). Sementara itu, survei yang dilakukan oleh

International Physical Activity Questionnaire (IPAQ)

(5)

menunjukkan bahwa kurangnya aktivitas fisik adalah permasalahan utama pada negara berpendapatan rendah dan negara berpendapatan menengah, terutama pada area perkotaan (Bull & Bauman, 2011).

Adanya berbagai perubahan secara global, seperti globalisasi dan urbanisasi akan mempengaruhi perilaku kesehatan seseorang. Saefuloh (2011) menyatakan bahwa UNES-CAP memprediksi tingkat urbanisasi tertinggi di dunia akan terjadi di kawasan Asia Pasifik. Hugo (2003) menyebutkan bahwa penduduk perkotaan sebesar 56,5 persen dari kawasan Asia tersebut akan berada di Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Lima provinsi di Indonesia yang urbanisasinya di atas angka nasional, yaitu DKI Jakarta, Kalimantan Timur, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Sumatera Utara, dan Jawa Barat (Saefuloh, 2011). Salah satu diantaranya adalah Jawa Barat yang pada tahun 2010 tingkat urbanisasinya telah mencapai 66,2 persen dan diprediksi akan meningkat pada tahun 2015 menjadi 72,4 persen. Sedangkan dari segi aktivitas fisik, berdasarkan data Riskesdas (2008) Jawa Barat merupakan salah satu provinsi dengan prevalensi

(6)

inaktivitas fisik di atas angka nasional yang mencapai 48,2%.

Data-data di atas menunjukkan adanya keterkaitan antara terjadinya perubahan situasi lingkungan dengan perilaku aktivitas fisik masyarakat. Sejauh ini, penelitian mengenai hubungan pola aktivitas fisik terhadap tempat tinggal telah banyak dilakukan dengan berbagai desain, kriteria subjek dan tempat penelitian. Akan tetapi belum ada pembahasan deskriptif mengenai bagaimana pola aktivitas fisik wanita usia reproduktif berdasarkan tempat tinggal di Provinsi Jawa Barat. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar bagi promosi kesehatan mengenai pola aktivitas fisik pada wanita reproduktif.

1.2 Perumusan Masalah

Dengan melihat paparan di atas, perlu diadakan penelitian untuk mengetahui bagaimana pola aktivitas fisik wanita berdasarkan tempat tinggal di Provinsi Jawa Barat. Diharapkan penelitian ini dapat menjadi dasar acuan untuk pembuatan kebijakan dan promosi kesehatan.

(7)

1.3 Tujuan penelitian

Tujuan umum penelitian ini adalah mengetahui pola aktivitas fisik wanita usia reproduktif berdasarkan tempat tinggal.

Tujuan khusus penelitian ini adalah:

1. Mengetahui pola aktivitas fisik wanita usia reproduktif di area perkotaan di Provinsi Jawa Barat.

2. Mengetahui pola aktivitas fisik wanita usia reproduktif di area perdesaan di Provinsi Jawa Barat.

3. Mengetahui perbedaan dari pola aktivitas fisik wanita usia reproduktif di area perdesaan dan perkotaan di Provinsi Jawa Barat.

1.4 Manfaat penelitian

Bagi pemerintah, penelitian ini dapat menjadi acuan dalam perencanaan promosi kesehatan dan intervensi untuk meningkatkan aktivitas fisik masyarakat. Selain itu, diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi referensi untuk mengetahui pola aktivitas fisik wanita usia reproduktif di perkotaan dan perdesaan ataupun sebagai dasar dari penelitian yang

(8)

berkaitan. Bagi peneliti, hasil penelitian ini akan menjadi jawaban dari hipotesis dan sebagai tambahan referensi untuk penelitian selanjutnya.

1.5 Keaslian penelitian

Penelitian ini bertujuan melihat perbedaan antara pola aktivitas fisik masyarakat perkotaan dan perdesaan di Provinsi Jawa Barat. Beberapa penelitian terdahulu yang terkait dengan topic serupa adalah sebagai berikut.

Tabel 1. Keaslian Penelitian

Penulis Metode Hasil

Fan et al. 2014 Desain: kohort Subjek:5056 usia 20-75 tahun Pemeriksaan dilakukan dengan pemeriksaan aktivitas fisik dengan 4 kategori subjektif dan 4 kategori objektif pada sampel representatif dari National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES) sejak 2003-2006. Penduduk perdesaan lebih inaktif daripada penduduk perkotaan pada kategori aktivitas fisik intensitas tinggi. Namun, tidak ada perbedaan pada kategori aktivitas fisik intensitas rendah. Penduduk perdesaan secara total lebih aktif terutama karena aktivitas fisik rumah tangga. Pada daerah perdesaan, penduduk

mikropolitan kurang aktif dibandingkan area perdesaan yang lebih kecil.

(9)

Hariharan, 2010 Desain: kohort Sebanyak 150 kuisioner diberikan pada orang dewasa yang mendatangi klinik deteksi stroke yang berlokasi di dalam Iowa State University

Keragaman campuran penggunaan lahan, Aktivitas Fisik untuk efikasi diri, dukungan sosial dari teman dan kompetensi motivasi untuk kegiatan fisik secara signifikan lebih tinggi (p <0,05) pada subyek perkotaan. Duncan et al., 2009 Desain: potong lintang Sebanyak 1208 orang dewasa di Queensland telah melengkapi survey CATI tentang aktivitas fisik dan persepsi tentang lingkungan pada bulan Juli-Agustus 2005. Meskipun lokasi geografis tidak dikaitkan dengan pencapaian tingkat kecukupan aktivitas fisik atau berjalan, interaksi penting dalam hubungan antara kedua ukuran aktivitas fisik dan adanya jalan setapak

di daerah

metropolitan dan non-metropolitan diamati.

(10)

Evenson & Wen, 2010 Desain: deskriptif National Health and Nutrition Examination Survey melakukan interview pada 1.280 wanita hamil dengan usia ≥ 16 tahun pada tahun 1999-2006.

Dalam satu bulan terakhir, sebanyak 22.8% melakukan aktivitas

transportasi, 54.3% melakukan aktivitas rumah tangga sedang hingga berat, dan 56.6% melakukan aktivitas fisik bebas sedang hingga berat.

Aktivitas fisik

bebas dengan

intensitas sedang hingga berat lebih banyak secara signifikan dilakukan pada trimester pertama dibandingkan trimester ketiga diantara ras putih non-Hispanic

dibandingkan dengan ras lain dan diantara wanita dengan asuransi kesehatan dibandingkan yang tidak memiliki. Sejak tahun 2003-2006, 15.3% dilaporkan menonton televisi lebih dari 5 jam per hari.

Pada penelitian pertama, Fan et al. (2014) melakukan penelitian dengan judul „Rural – Urban Differences in Objective and Subjective Measures of

(11)

Physical Activity : Findings From the National Health

and Nutrition Examination Survey (NHANES)‟. Desain

penelitian yang digunakan adalah kohort pada 5056 orang dewasa berusia 20-75 tahun. Aktivitas fisik para responden ini diperiksa berdasarkan 4 kategori subjektif dan 4 kategori objektif. Penelitian ini dilakukan pada tahun 2003-2006.

Hasil dari penelitian ini adalah penduduk perdesaan lebih kurang aktif daripada penduduk perkotaan pada kategori aktivitas fisik intensitas tinggi. Namun, tidak ada perbedaan pada kategori aktivitas fisik intensitas rendah. Penduduk perdesaan secara total lebih aktif terutama karena aktivitas fisik rumah tangga. Pada daerah perdesaan, penduduk mikropolitan kurang aktif dibandingkan dengan area perdesaan yang lebih kecil.

Penelitian kedua merupakan penelitian milik Haiharan (2010) diberi judul ‘The correlates of

physical activity in rural and urban older adults’.

Penelitian ini dilakukan dengan desain cohort menggunakan 150 sampel. Sampel adalah orang dewasa yang mendatangi klinik deteksi stroke yang berlokasi di

(12)

dalam Iowa State University yang kemudian diberikan kuisioner.

Hasil dari penelitian kedua ini adalah aktivitas fisik untuk efikasi diri, dukungan sosial dari teman dan kompetensi motivasi untuk kegiatan fisik lebih tinggi secara signifikan (p <0,05) pada subyek perkotaan.

Penelitian ketiga adalah penelitian yang dilakukan oleh Duncan et al. (2009) dengan judul ‘Geographic location, physical activity and perceptions

of the environment in Queensland adults’. Penelitian

ini menggunakan desain potong lintang. Sampel yang diambil adalah orang dewasa di Queensland. Sebanyak 1208 responden diminta melengkapi survey CATI tentang aktivitas fisik dan persepsi tentang lingkungan pada bulan Juli-Agustus 2005.

Hasil penelitian ini menunjukkan lokasi geografis tidak dikaitkan dengan pencapaian tingkat kecukupan aktivitas fisik atau berjalan, interaksi penting dalam hubungan antara kedua ukuran aktivitas fisik dan adanya jalan setapak di daerah metropolitan dan non-metropolitan diamati.

(13)

Penelitian keempat membahas mengenai aktivitas fisik pada wanita hamil. Judul penelitian tersebut adalah National trends in self-reported physical activity and sedentary behaviors among pregnant women:

NHANES 1999–2006. Subjek penelitian adalah wanita hamil

berusia ≥ 16 tahun dengan metode wawancara.

Perbedaan penelitian penulis dengan penelitian yang sudah ada terletak pada beberapa hal. Penulis menggunakan data sekunder sedangkan ketiga penelitian di atas menggunakan data primer. Desain penelitian yang dilakukan penulis sama dengan penelitian Duncan et al. (2009) yaitu menggunakan desain cross sectional. Subjek dalam penelitian penulis berbeda dengan keempat penelitian sebelumnya, yaitu wanita usia reproduktif. Penulis menggunakan kriteria inklusi umur 15-49 tahun. Variabel independen yang digunakan adalah klasifikasi tempat tinggal. Dalam penelitian ini variabel independen ini terbagi menjadi dua klasifikasi yaitu perdesaan dan perkotaan. Fan et al. (2014) menggunakan klasifikasi yang sama akan tetapi peneliti tersebut juga menggunakan variabel lain. Hariharan (2010) dan Duncan et al. (2009) juga menggunakan klasifikasi yang

(14)

sama. Keempat penelitian di atas juga memiliki variabel dependen yang sama yaitu pola aktivitas fisik. Akan tetapi, klasifikasi pola tersebut berbeda pada setiap penelitian. Penulis menggunakan klasifikasi WHO dan CDC yaitu kebiasaan aktivitas fisik cukup dan kurang.

Gambar

Tabel 1.  Keaslian Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Oleh karena fenomena yang demikian maka apabila pada suatu survei menggunakan metoda Res-2D mendapatkan bentuk saluran bawah permukaan disarankan untuk

NASRUDIN Akidah Akhlak MAN Denanyar Kab.. FAUZI Akidah

Suku bangsa Bali memiliki potensi alam dan kebudayaan yang sangat tinggi, sehingga Bali tidak hanya dikenal memiliki potensi alam dan kebudayaan yang sangat tinggi, sehingga

 Pengamatan air tanah meliputi dua jenis berikut :  Penentuan kedalaman muka air tanah dan tekanan,  Pengukuran permeabilitas lapisan-lapisan tanah di. bawah

Labiopalatoshizis adalah Suatu kelainan kongenital dimana keadaan terbukanya bibir dan langit –langit rongga mulut dapat melalui palatum durum maupun palatum mole,

Sedangkan untuk memenuhi kebutuhan atas supervisor dan officer telah disiapkan jenjang pendidikan Management Trainee dengan durasi +/- 4 bulan, yang didalamnya mencakup Basic

Percobaan Sandcone (Kerucut Pasir) merupakan salah satu jenis pengujian yang dilakukan di lapangan untuk menentukan berat isi kering (Kepadatan) tanah asli maupun

[r]