• Tidak ada hasil yang ditemukan

GAMBARAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERKEMBANGAN KONSEP DIRI NARAPIDANA REMAJA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS IIA ANAK TANJUNG GUSTA MEDAN TAHUN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "GAMBARAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERKEMBANGAN KONSEP DIRI NARAPIDANA REMAJA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS IIA ANAK TANJUNG GUSTA MEDAN TAHUN"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

GAMBARAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERKEMBANGAN KONSEP DIRI NARAPIDANA REMAJA DI LEMBAGA

PEMASYARAKATAN KLAS IIA ANAK TANJUNG GUSTA MEDAN TAHUN 2012

Oleh :

Marlinang I. Silalahi, SKM, M.Kes

Dosen Kopertis Wilayah I, dpk STIKes Binalita Sudama Abstrak

Masa Remaja adalah peralihan dari masa anak-anak ke dewasa, masa untuk belajar menjadi orang dewasa dalam hubungannya dengan individu lain, dimana sering mengalami kesulitan untuk menemukan konsep dirinya. Ini yang dialami narapidana remaja pada umumnya, dimana tanpa dukungan berbagai pihak, yakni keluarga, lingkungan dan masyarakat mereka akan cenderung memiliki konsep diri yang negatip. Penelitian ini betujuan untuk mengetahui gambaran perkembangan konsep diri para narapidana remaja di Lembaga Pemasyarakatan Klass IIA Anak Tanjung Gusta Medan. Penelitian merupakan penelitian deskriptif, dengan subjek penelitian sebesar 62 orang yang diambil secara total sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa gambaran perkembangan konsep diri positip narapidana remaja berdasarkan reaksi orang lain 47 orang (75,8%), perbandingan dengan orang lain 47 orang (75,8%), peranan individu 35 orang (56,5%), identifikasi terhadap orang 43 orang (69,4%). Maka untuk pembentukan konsep diri positip yang lebih baik lagi, penting untuk memberikan reaksi pada mereka khususnya dari keluarga yang banyak menjadi tidak peduli dengan kondisi mereka, tetap mengikutsertakan mereka dalam kegiatan kemasyarakatan, dan tetap menuntut mereka melakukan perannya sesuai dengan tuntutan lingkungan.

Kata kunci : konsep diri, narapidana remaja

PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

Remaja merupakan sosok yang penuh potensi utama, perlu bimbingan agar dapat mengembangkan apa yang telah dimilikinya untuk perkembangan bangsa dan Negara. Remaja adalah bagian dari masyarakat yang akan bertanggungjawab terhadap kemajuan bangsa (Ali & Asrori, 2005).

Masa remaja adalah masa transisi dari anak ke dewasa. Dalam keadaan sehat maupun sakit para remaja perlu mendapatkan pelayanan kesehatan yang komprehensif. Pelayanan tersebut memerlukan

keterlibatan yang penuh dari para remaja sendiri, orang tua, petugas kesehatan yang professional dan masyarakat (Soetjiningsih, 2004).

Pada hakekatnya inti pelayanan kesehatan kepada remaja meliputi bimbingan yang berlanjut, dimana data menunjukkan bahwa sekitar 75% remaja beresiko melakukan pelanggaran hukum dan sekitar 50% terlibat dalam pelacuran. Dapat dirangkum bahwa pada umumnya terdapat permasalahan yang perlu diwaspadai yaitu : terganggunya nutrisi, penggunaan obat terlarang, kesehatan jiwa, gangguan kesehatan karena hubungan seks dan korban kekerasaan (Soetjiningsih, 2004).

(2)

Kenyataan yang sering kita lihat pada saat perkembangan remaja menuju kedewasaan yakni dimana mereka tidak dapat selalu menunjukkan siapa dirinya dan apa perannya di dalam masyarakat. Hal ini mungkin terjadi karena banyak faktor yang berpengaruh pada diri individu semasa kecil, baik di lingkungan rumah maupun lingkungan masyarakat pada saat dia berkembang. Biasanya para remaja mengalami kebingungan dalam menemukan konsep dirinya, karena remaja belum menemukan status dirinya secara utuh. Sisi lain yang dimiliki para remaja adalah adanya perasaan sudah besar, kuat, pandai dan telah menjadi dewasa. Tetapi mereka tetap memiliki perasaan ketidakpastian dan kecemasan

sehingga membutuhkan

perlindungan dari orang tua (Kartono, 2007).

Pada kasus remaja yang melakukan tindakan kriminal dan dijebloskan ke dalam penjara. Pasti anak tersebut merasa tidak berharga dibandingkan dengan anak seusianya, mendapat celaan dari orang lain, merasa tidak punya harapan, merasa gagal sehingga dapat menimbulkan depresi, dan terlebih kurangnya dukungan dari keluarga, dia akan menyalahkan dirinya sendiri dan menganggap tidak ada yang menyayanginya sehingga jika keadaan ini terus menerus berlanjut anak dapat memliki konsep diri yang negatif, begitu juga dengan anak mantan narapidana saat kembali ke

masyarakat, lingkungan sekitarnya pasti berpengaruh adanya penolakan dan tidak diberi kesempatan untuk memperbaiki diri. Misalnya dalam kegiatan lingkungan anak tersebut tidak diikutsertakan dalam suatu kegiatan pada hal karena anggotanya sudah cukup, maka anak tersebut akan berpikir negatif “mungkin karena saya bekas narapidana, makaya saya tidak diikutsertakan, akibatnya anak selalu memandang dirinya negatif dan akan mengulang tindakan kriminalnya kembali. Dalam kondisi seperti inilah banyak faktor-faktor yang mempengaruhi dan banyaknya remaja yang merespon dengan sikap dan prilaku yang kurang wajar bahkan amoral, penyalahgunaan obat terlarang, tawuran dan pergaulan bebas (Dahlanm, 2004)

Berdasarkan catatan Badan Narkotika Nasional (BNN) dilaporkan tingkat penggunaan dan pengedaran narkoba meningkat dari tahun ke tahun, pada tahun 2005 sampai 2006 khususnya pada anak berusia 16 sampai 19 tahun meningkat sebanyak 52% (Panjaitan, 2006).

Berdasarkan hasil penelitian International Labour Organization (ILO) yang dilakukan pada tahun 2011 terhadap tindakan kriminalitas pada anak ternyata 92% anak usia di bawah 18 tahun menjadi pengguna narkoba bahkan terlibat dalam peredaran narkoba. Dalam penelitiannya itu disebutkan keterlibatan anak-anak tersebut dalam pembuatan dan peredaran

(3)

barang haram itu dimulai sejak mereka usia 13 tahun dan 15 tahun (ILO, 2011).

Berdasarkan Observasi awal pada tanggal 2 Februari 2012 di lembaga Pemasyarakatan klass IIA anak Tanjung Gusta Medan diketahui bahwa jumlah narapidana untuk bulan Januari 2012 berjumlah 413 orang, dimana untuk narapidana yang berusia 18 tahun kasus terbanyaknya adalah pengedar narkoba sebesar 30%, pemakai narkoba 30%, mencuri 16,3%, membunuh 7,5%, serta pelecehan seksual dan penggelapan 16,2%. Oleh sebab itu konsep diri merupakan hal yang paling penting dalam kehidupan remaja karena konsep diri akan menentukan bagaimana seorang berperilaku.

Berdasarkasn latar belakang inilah peneliti tertarik untuk

menganalisa gambaran

perkembangan konsep diri narapidana remaja di Lembaga Pemasyarakatan Tanjung Gusta Medan tahun 2012.

Perumusan Masalah

Bagaimanakah gambaran faktor yang mempengaruhi konsep diri narapidana remaja di Lembaga Pemasyrakatan klass IIA Anak di Medan Tahun 2012.

Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui gambaran faktor yang mempengaruhi konsep diri narapidana remaja di

Lembaga Pemasyarakatan Klass IIA Anak di Medan Tahun 2012. 2. Tujuan Khusus

1 Untuk mengetahui gambaran faktor reaksi dari orang lain yang mempengaruhi konsep diri narapidana remaja di Lembaga Pemasyarakatan Tanjung Gusta Medan Tahun 2012.

2 Untuk mengetahui gambaran factor perbandingan dengan orang lain yang mempengaruhi konsep diri narapidana remaja di Lembaga Pemasyarakatan Tanjung Gusta Medan Tahun 2012.

3 Untuk mengetahui faktor peranan individu yang mempengaruhi perkembangan konsep diri narapidana remaja di Lembaga Pemasyarakatan Tanjung Gusta Medan Tahun 2012.

4 Untuk mengetahui faktor identifikasi terhadap orang lain

yang mempengaruhi

perkembangan konsep diri narapidana remaja di Lembaga Pemasyarakatan Tanjung Gusta Medan Tahun 2012.

LANDASAN TEORITIS Konsep Diri

Cara pandang individu terhadap dirinya akan membentuk suatu konsep dirinya sendiri. Konsep diri merupakan hal-hal yang penting bagi kehidupan individu karena konsep diri menentukan bagaimana individu bertindak dalam berbagai situasi. Konsep diri juga dianggap

(4)

sebagai pemegang peranan kunci dalam pengintegrasian kepribadian individu, didalam memotivasi tingkah laku serta didalam pencapaian kesehatan mental (Calhoun & Acoxcella, 2000).

Konsep diri adalah semua persepsi kita terhadap aspek diri, aspek fisik, aspek sosial dan aspek psikologis yang didasarkan pada pengalaman dan interaksi dengan orang lain dan konsep diri juga merupakan suatu hal yang penting dalam pengintegrasian kepribadian, memotivasi tingkah laku sehingga pada akhirnya akan tercapainya kesehatan mental (Prasetyo,2006).

Perkembangan konsep diri yang digunakan sebagai sumber pokok informasi adalah interaksi individu dengan orang lain sebagai hasil belajar individu melalui hubungannya dengan orang lain, meliputi interaksi dengan orangtua, rekan sebaya dan masyarakat (Baldwin dan Holmes, 2002).

Kemudian Argy dalam Hardy

& Hayes (2001) mengatakan bahwa perkembangan konsep diri remaja dipengaruhi oleh 4 faktor yaitu:

1. Reaksi dari orang lain, dimana dengan mengamati pencerminan perilaku diri sendiri terhadap respon yang diberikan oleh orang lain maka individu dapat mempelajari dirinya sendiri. Orang-orang yang memiliki arti pada diri individu (significant other) sangat berpengaruh dalam pembentukan konsep diri.

2. Perbandingan dengan orang lain, yakni bagaimana cara individu

membandingkan dirinya dengan orang lain.

3. Peranan individu, dimana harapan dan pengalaman yaug berkaitan dengan peran yang berbeda-beda berpengaruh terhadap konsep diri seseorang. 4. Identifikasi terhadap orang lain,

yakni tindakan anak mengagumi seorang dewasa dan mencoba menjadi pengikut orang dewasa tersebut dengan cara meniru beberapa nilai, keyakinan dan perbuatan.

Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa individu tidak lahir dari konsep diri. Konsep diri terbentuk, seiring dengan perkembangan konsep diri yaitu reaksi dari orang lain, perbandingan dengan orang lain, pernanan individu, identifikasi terhadap orang lain serta masyarakat (Hardi & Hayes, 2001).

Menurut Calhoun dan Acocella (2000), dalam perkembangan konsep diri terbagi dua, yaitu konsep diri yang positif dan konsep diri yang negatif.

a. Konsep diri positif, individu yang tahu betul siapa dirinya sehingga dirinya menerima segala kelebihan dan kekurangan, evaluasi terhadap dirinya menjadi postif serta mampu merancang tujuan-tujuan yang sesuai dengan realitas.

b. Konsep diri negatif, yang terbagi dua tipe yakni, pertama adalah individu yang tidak tahu siapa dirinya dan tidak mengetahui

(5)

kelebihannya,dan tipe kedua adalah individu yang memandang dirinya dengan sangat teratur dan stabil.

Remaja

Adolescence atau remaja berasal dari kata latin adolescere

yang berarti “tumbuh” atau tumbuh menjadi dewasa dan berangsur– angsur menuju kematangan secara fisik, akal, kejiwaan dan social serta emosional. Bangsa primitif memandang masa puber dan masa remaja tidak berbeda dengan periode-periode lain dalam rentang kehidupan, anak dianggap sudah dewasa dan mampu mengadakan reproduksi (Mighwar, 2006).

Remaja adalah suatu usia dimana individu menjadi terintegrasi ke dalam masyarakat dewasa, suatu usia dimana anak tidak merasa bahwa dirinya berada di bawah tingkat orang yang lebih tua melainkan merasa sama atau paling tidak sejajar (Hurlock, 1991 dalam Ali dan Asrori, 2005).

Kelompok usia remaja menurut definisi WHO (World

Health Organization) adalah

kelompok umur 10-19 tahun yang tersebut sebagai adolesen. Di Indonesia menurut biro statistik populasi remaja adalah sekitar 22%, yang terdiri dari 50,9% remaja laki-laki dan 49% remaja perempuan (Soetjiningsih, 2004).

Menurut Hurlock, 1991 dalam Ali dan Asrori, 2005 pada masa remaja terdapat kondisi yang

mempengaruhi konsep diri yang dimilikinya, yaitu :

1. Usia kematangan, yang diperlukan hampir setiap orang untuk mengembangkan konsep diri yang menyenangkan sehingga dapat menyesuaikan diri dengan baik.

2. Penampilan diri, yang sangat mempengaruhi dalam pembuatan penilaian tentang ciri kepribadian seorang remaja.

3. Kepatutan seks, dalam minat dan perilaku membantu remaja mencapai konsep diri yang baik. Ketidakpatutan seks membuat remaja sadar hal ini memberi akibat buruk pada perilakunya. 4. Nama dan julukan, dimana

remaja akan merasa malu bila teman-teman sekelompoknya menilai namanya buruk atau bila mereka memberi nama dan julukan yang bernada cemoohan. 5. Hubungan keluarga,

mempengaruhi seorang remaja mengidentifikasi dirinya dengan anggota keluarga tersebut dan juga ingin mengembangkan pola kepribadian yang sama.

6. Teman-teman sebaya, mempengaruhi pola kepribadian remaja dalam dua cara. Pertama, konsep diri remaja merupakan cerminan dari anggapan tentang konsep teman-teman tentang dirinya. Yang kedua seorang remaja berada dalam tekanan untuk mengembangkan ciri-ciri kepribadian yang diakui oleh kelompok.

(6)

7. Kreativitas, dimana remaja yang semasa kanak-kanak didorong untuk kreatif dalam bermain dan dalam tugas-tugas akademis, mengembalikan perasaan individualitas dan identitas yang memberi pengaruh yang baik pada konsep dirinya.

8. Cita-cita, dimana remaja yang realitas pada kemampuannya akan lebih banyak mengalami keberhasilan daripada kegagalan. Hal ini akan menimbulkan kepercayaan diri dan kepuasaan diri yang lebih besar yang memberikan konsep diri.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskripstif yaitu menggambarkan faktor yang mempengaruhi konsep diri pada narapidana remaja di Lapas Klas IIA Anak tanjung Gusta Medan Tahun 2012.

Yang menjadi subjek penelitian adalah seluruh narapidana remaja berusia 18 tahun di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Anak Tanjung Gusta Medan dengan jumlah 62 orang.

Pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner yang terdiri dari data demografi terdiri dari suku, usia, pendidikan, agama, pekerjaan, tindakan kriminal yang dilakukan, dan data gambaran perkembangan konsep diri remaja. Dilakukan uji validitas dimana instrumen dibuat mengacu pada isi yang dikehendaki menurut tujuan tertentu (Danim, 2003). Uji validitas ini akan

dilakukan content validity oleh Psikolog. Uji Reliabilitas menggambarkan stabilitas dan konsistensi jawaban yang diberikan responden atas pertanyaan dari kuesioner dilakukan pada 30 orang responden yang mempunyai karakteristik yang sama sesuai dengan sampel, lalu data diolah secara komputerisasi dengan mencari nilai koefisien realibilitas Alpha Cronbach.

HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan pengumpulan data yang dilakukan, maka di bawah ini ditampilkan distribusi faktor-faktor yang mempengaruhi konsep diri pada narapidana remaja di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Anak Tanjung Gusta Medan Tahun 2012.

(7)

Tabel 1.1

Distribusi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri Narapidana Remaja di Lembaga Pemasyarakatan Klass IIA Anak Tanjung Gusta Medan

Tahun 2012 No. Faktor yang

mempengaruhi konsep diri

Perkembangan Konsep Diri

Positip Negatip Jumlah (orang) Persentase Jumlah (orang) Persentase 1. Berdasarkan reaksi dari

orang lain

47 75,8 15 24,2

2. Berdasarkan perbandingan dengan orang lain

47 75,8 15 24,2

3. Berdasarkan peranan individu

35 56,5 27 43,5

4. Berdasarkan identifikasi terhadap orang lain

43 69,4 19 30,8

Berdasarkan Tabel 1.1 di atas, dapat kita lihat bahwa sebagian besar narapidana remaja memiliki konsep diri yang positip. Hal ini disebabkan karena narapidana di Lembaga Pemasyarakatan tersebut telah diberikan pembinaan, usia mereka juga sudah 18 tahun dan sebagian besar responden menyesali perbuatannya dan ingin memperbaiki diri menjadi lebih baik lagi, dan rata-rata responden memiliki cita-cita dan optimis mau mewujudkan.

Berdasarkan faktor reaksi dari orang lain, diperoleh data bahwa sebagaian besar narapidana remaja memiliki konsep diri positip yakni 47 orang (75,8%), dimana dari perbuatan yang mereka lakukan ternyata mendapat reaksi dari orang lain sehingga mereka dapat menilai diri sendiri. Pada narapidana remaja yang memiliki konsep diri negatip yakni sebanyak 15 orang (24,2%),

diketahui bahwa mereka mendapat perhatian yang kurang dari keluarga yang hanya sesekali datang berkunjung untuk melihat responden ke Lembaga pemasyarakatan, sehingga responden merasa tidak diperhatikan.

Untuk itu diharapkan kepada narapidana yang mendapatkan reaksi negatif harus mendapatkan perhatian, bimbingan, maupun arahan, sehingga dapat mengintropeksi diri dan mampu memahami dan menilai reaksi yang diberikan orang lain, sehingga mampu merubah konsep dirinya menjadi positif. Perlu pula untuk mendapatkan dukungan dan perhatian dari keluarga dengan sering melakukan kunjungan ke Lembaga Pemasyarakatan untuk memberikan dukungan dan semangat kepada responden. Karena bagaimana orang lain

(8)

memperlakukan individu dan apa yang dikatakan orang lain tentang individu akan dijadikan acuan untuk menilai dirinya sendiri (Endah Prasetyo, 2006).

Berdasarkan perbandingan dengan orang lain, sebagian besar narapidana memiliki konsep diri positip yakni sebanyak 47 orang (75,8%). Dimana narapidana remaja tersebut tidak membandingkan diri dengan orang lain khususnya teman sebaya. Namun bagi narapidana remaja yang memiliki konsep diri negatip yakni sebesar 15 orang (24,2%) dikarenakan mereka sangat jarang diikutsertakan dalam kegiatan kemasyarakatan sehingga responden merasa dibandingkan dengan orang lain.

Untuk itu hendaknya setiap narapidana tidak boleh membeda-bedakan dirinya dengan orang lain, karena dengan begitu diharapkan akan menghasilkan adaptasi yang baik pula sehingga sangat membantu dalam pembentukan konsep diri narapidana, khususnya konsep diri yang positif. Diharapkan narapidana untuk lebih membuka diri dengan pergaulan yang baik agar diikutsertakan dalam kegiatan kemasyarakatan yang ada di lingkungan tempat tinggal.

Berdasarkan faktor peranan individu, diperoleh hasil bahwa sebagian besar narapidana remaja memiliki konsep diri positip yakni sebanyak 35 orang (56,5%) dimana mereka menjalani peranannya sesuai dengan tuntutan lingkungannya, sedangkan sisanya yakni sebanyak

27 orang (43,5%) tidak memiliki peranan sesuai tuntutan lingkungannya atau mereka memiliki konsep diri yang negatip, dimana merka juga tidak pernah membenci dirinya, tidak pernah merasa bersalah dengan apa yang sudah dilakukannya, yang sudah merusak kehidupan keluarga dan dirinya sendiri.

Menurut penelitian Maria (2007), bahwa peran persepsi keharmonisan keluarga mempengaruhi terhadap pembentukan konsep diri. Hal ini sama seperti yang dinyatakan oleh Santrock 2000 (dalam Maria, 2007) bahwa faktor yang paling berperan membentuk konsep diri adalah faktor keluarga, lingkungan, terutama teman sebaya. Untuk itu hendaknya setiap narapidana mempunyai peranan yang positif di lingkungan keluarga, masyarakat, dan Lembaga Pemasyarakatan. Adanya rasa penyesalan dalam diri responden terhadap kesalahan yang dilakukan, sehingga nantinya setiap narapidana dapat merubah kehidupannya menjadi lebih baik lagi dan bisa menjadi contoh terhadap orang-orang di sekelilingnya, dan pada akhirnya dapat membentuk konsep diri yang positif.

Berdasarkan faktor identifikasi terhadap orang lain, diperoleh hasil bahwa sebagian besar narapidana remaja memiliki tokoh indentifikasi dalam membentuk konsep dirinya atau mereka memiliki konsep diri positip yakni sebanyak 43 orang (69,4%) dan yang lainnya

(9)

memiliki konsep diri negatip yakni 19 orang (30,6%), dikarenakan kehidupan keluarga yang biasa saja atau terkesan tidak perduli, sehingga responden tidak memiliki tokoh idola yang bisa ditiru untuk membentuk konsep dirinya.

Menurut Gunarsa (2003) menyatakan bahwa tokoh-tokoh identifikasi yang benar-benar dapat dipertanggungjawabkan sangat penting dalam perkembangan konsep diri khususnya identitas diri. Identifikasi hampir dapat disamakan dengan penilaian, aspek-aspek lain dari kepribadian seseorang akan diambilnya dan dijadikan bagian dari kepribadiannya. Diharapkan bahwa nantinya tokoh identifikasi yang menjadi panutan bagi remaja adalah seseorang yang bisa merubah kehidupan remaja menjadi lebih baik, terutama remaja yang sudah mengalami keadaan yang buruk. Tokoh identifikasi itu sendiri bisa saja ditemukan dari keluarga atau teman. Keluarga khususnya orang tua adalah tokoh idola yang sangat penting bagi narapidana, untuk itu hendaknya dibangun kehidupan keluarga yang harmonis dan bahagia agar narapidana mendapatkan tokoh idola yang sangat dekat dengan dirinya yaitu keluarga.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

1. Berdasarkan faktor reaksi dari orang lain, narapidana remaja dengan konsep diri positip sebanyak 47 orang (75,8%) dan

dengan konsep diri negatip sebanyak 15 orang (24,2%). 2. Berdasarkan faktor perbandingan

dengan orang lain, narapidana remaja dengan konsep diri positip sebanyak 47 orang (75,8%) dan dengan konsep diri negatip sebanyak 15 orang (24,2%). 3. Berdasarkan faktor peranan

individu, narapidana remaja dengan konsep diri positip sebanyak 35 orang (56,5%) dan dengan konsep diri negatip sebanyak 27 orang (43,5%). 4. Berdasarkan faktor identifikasi

terhadap orang lain, narapidana remaja dengan konsep diri positip sebanyak 43 orang (69,4%) dan dengan konsep diri negatip sebanyak 19 orang (30,6%). Saran

1. Bagi Lembaga Pemasyarakat hendaknya tetap meningkatkan mutu pembinaan untuk pembentukan konsep diri yang positip bagi narapidana remaja,

agar mereka mampu

memperbaiki dirinya selama dan setelah menjalani masa tahanan, dengan memberikan konseling baik secara psikologi maupun keagamaan.

2. Bagi institusi pendidikan kesehatan agar dapat

meningkatkan upaya

pembentukan konsep diri positip bagi mahasiswa didiknya, juga memperdalam pembelajaran yang lebih lagi di bidang psikologi sosial.

3. Bagi masyarakat agar dapat menghilangkan sikap

(10)

individualisme, demi membentuk konsep diri positip pada para remaja, meningkatkan jiwa kemasyarakatan, khususnya bagi keluarga agar memberikan perhatian yang cukup bagi perkembangan jiwa anak-anaknya.

4. Bagi peneliti selanjutnya agar dapat mengembangkan penelitian ini dari segi lain, khususnya tentang faktor apa yang mempengaruhi konsep diri remaja pengkonsumsi narkoba.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto. S. (2002). Metode Penelitian Kesehatan. (edisi revisi kelima). Jakarta : PT. Renika Cipta.

Azwar. S. (2003). Penyusunan Skala Psikologi. (Edisi pertama). Yogyakarta : Pustaka Belajar. Bawengan, Gerson. W. (2000).

Pengantar Psikologi Kriminal. (edisi I). Jakarta : Praduya Paramita.

Calhoun, F. & Acocella. Joan Ross. (2000. Psikologi Tentang

Penyesuaian Hubungan

Kemanusiaan. (edisi ketiga). Semarang : Ikip Semarang Press

Centi. J.Paul. (2001). Mengapa

Rendah diri? Yogyakarta :

Kansius.

Daslan. S. (2004). Statistikan Untuk Kedokteran Kesehatan. Jakarta : PT. Arkans

Elias, Maurice. J. (2002). Cara-cara efektof Mengasah EQ Remaja. Bandung : Kaifa.

E_psikologi. (2000). Faktor-faktor

penyebab penyalahgunaan

Napza. Dibuka pada 02

Nopember 2011.

Endah, Prasetyo. (2006). Studi Korelasi Konsep Diri dalam Pengolaan dir dengan Perilaku

Agresif pada Narapidan

Remaja. Dibuka pada 04

Nopember, 2011.

Gunarso. (2003). Psikologi Remaja

(Edisi I). Jakarta : PT. Gunung Mulia.

Hardy. Malkcom & Hayes, Steve (2002) Pengantar Psikologi. Edisi kedua. Jakarta: Erlangga. Hurlock, Elizabeth B. (2007).

Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang

Kehidupan (Edisi Kelima).

Jakarta : Erlangga.

International Labour Organization (2006). Penelitian Tindakan

Kriminalitas Pada Remaja.

Dibuka Pada 24 Maret 2011. Kartono, kartini. (2007). Psikologi

(11)

Lukamn, (2007). Mengembangkan Program Pelatihan Remaja

Efektif. Dibuka Pada 02

Nopeber 2011.

Maria Ulfa. (2007). Peran Persepsi Keluarga dan Konsep Diri

terhadap Kecenderungan

Kenakalan Remaja. Dibuka

pada 02 Nopember. 2011. Monks, F.J & Knoers, A.M.P &

Haditono, Siti Rahayu. (2000).

Psikologi Perkembangan

Pengantar Dalam Berbagi

Bagiannya. Yogyak 48 gadjah Mada university Press.

Notoadmodjo. S. (2003). Pendidikan dan Prilaku Kesehatan. Jakarta : PT. Rineka Cipta.

Nursalam. (2001). Konsep &

Penerapan Metodologi

Penelitian Ilmu Keperawatan, (edisi pertama). Jakarta : Salemba Medika.

Panjaitan, Irwan (2006). Lembaga

Pemasyarakatan. (Edisi

kedua). Jakarta: PT. Midas Surya Gafindo.

Ritonga. A.R. (2003) Statistika :

Untuk Penelitan Psikolog dan Pendidikan. Jakarta: Penerbit Fakultas Ekonomi UI.

Sarwono. (2000). Psikologi Remaha (edisi I). Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.

Sobur, Alex (2003). Psikologi Umum. (edisi pertama). Jakarta : Pustaka Setia.

Somantri.S. (2006). Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung : PT. Retika Aditama.

Syamsu. Y. (2004). Psikologi

Perkembangan Anak dan

Remaja (Edisi Kelima). Jakarta : PT. Remaja Rosdakarya. Yoan. (2006). Korelasi Antara

Konsep Diri Dengan Tingkatan Kedisplinan. Dibuka pada 02 Nopember. 2011.

Referensi

Dokumen terkait

Dengan mengamati gambar dan mendengarkan penjelasan guru, siswa dapat mengidentifikasi dan mendemonstrasikan cara memegang dan membalik buku

con®rm the expected form and sign of the two-way interactions (p. Finding a signi®cant three-way interaction does not warrant such speci®c expectations... This is the consequence of

3.3.4 Menunjukkan huruf vokal dalam suatu kata yang terkait dengan tubuhku 3.3.5 Menunjukkan huruf konsonan dalam suatu kata yang terkait dengan tubuhku 4.3 Melafalkan

Carefully de®ning the underlying task require- ments, as well as comparing and contrasting those requirements to tasks previously studied, is a critical event necessary to further

SURAT TUGAS Nomor: 814/IV/SD.05/II/2015 Yang bertanda tangan di bawah ini Kepala SD Negeri Mancagahar 1 UPTD Pendidikan Kecamatan Pameungpeuk Kabupaten Garut dengan ini menugaskan kepada :

1 shows that performance is (1) a positive function of goal setting for both levels of task interdependence, (2) over trials, performance level increases for reciprocal but is

Hal ini didukung oleh hasil penelitian sebelumnya Lihan Rini Puspo (2010) yang menyatakan bahwa investor akan menginvestasikan dananya pada perusahaan yang

PrintWriter adalah class turunan dari Writer yang memiliki metode tambahan untuk menulis tipe data Java dalam karakter yang bisa dibaca manusial.. Queue merupakan model