ANALISIS ALIRAN GAS HELIUM DALAM NOSEL TURBIN UNTUK
REAKTOR DAYA GARAM CAIR
Sri Sudadiyo
PTRKN-BATAN, Kawasan PUSPIPTEK Gd. 80, Serpong, Tangerang, 15310
ABSTRAK
ANALISIS ALIRAN GAS HELIUM DALAM NOSEL TURBIN UNTUK REAKTOR DAYA GARAM CAIR. Dari sudut pandang sistem energi dan lingkungan, konsep Reaktor Garam Cair (Molten Salt Reactor / MSR) adalah salah satu jenis reaktor daya nuklir generasi lanjut yang mempunyai kemampuan baik untuk alat pembangkit listrik. Dalam MSR, bahan bakar garam cair mengalir melalui kanal-kanal dengan inti grafit, untuk memproduksi netron panas. Panas yang diperoleh dari bahan bakar nuklir dipindahkan ke sistem pendingin sekunder melalui penukar kalor menggunakan siklus tertutup turbin helium. Gas helium panas yang dihasilkan dialirkan melalui nosel untuk memutar blade pada rotor turbin. Pada nosel, luas penampang merupakan bagian yang sangat kritis, jika luas penampang terlalu kecil maka aliran helium akan tercekik, dan jika luas penampang terlalu besar maka turbin tidak akan menghasilkan efisiensi terbaiknya. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan karakteristik aliran helium dengan kecepatan supersonik melewati nosel sebagai komponen terpenting dalam sistem turbin gas pada siklus pendingin sekunder untuk menjamin keselamatan operasi instalasi MSR. Metode penyelesaian yang dipakai adalah dengan menerapkan persamaan-persamaan energi, massa, momentum, keadaan, dan proses. Dari hasil yang diperoleh, dapat diketahui bahwa laju alir helium pada luas penampang kritis mempunyai kecepatan 1 M, rasio tekanan kritis 0,49, dan rasio temperatur kritis 0,75, sehingga aliran melalui nosel memiliki karakteristik baik dan dapat diaplikasikan untuk turbin helium pada siklus pendingin sekunder dalam instalasi MSR.
Katakunci :Turbin, nosel, helium
ABSTRACT
ANALYSIS OF HELIUM GAS FLOW THROUGH TURBINE NOZZLE FOR MOLTEN SALT POWER REACTOR. From the viewpoint of energy system and environment, concept for Molten Salt Reactor (MSR) is one type of advanced generation nuclear power reactors which have good potential for electricity generation device. Within MSR, molten salt fuel flows through graphite core channels, to produce thermal neutron. The obtained heat of nuclear fuel was transferred to secondary coolant system through the heat exchanger using closed cycle of helium turbine. The resulted hot helium gas was expanded to the nozzle for running blade at turbine rotor. At the nozzle, crossed area constitutes very critical section, if crossed area was too small then the helium flow will be choked, and if crossed area was too large then turbine cannot yield its best efficiency. This study purposed to determine the characteristic of helium flow with speed of supersonic through nozzle as most important component within gas turbine system in secondary coolant cycle for giving safety on MSR installation operation. The applied solution method was by employed the equations of energy, mass, momentum, state, process. From the obtained results, it can be known that helium flow rate on critical crossed area had the speed of 1 M, critical pressure ratio of 0,49, and critical temperature ratio of 0,75, so that the flow via nozzle had the good characteristic and it could be used to helium turbine at secondary coolant cycle in MSR installation.
Keywords : Turbine, nozzle, helium
▸ Baca selengkapnya: cara memperoleh helium
(2)
2 1. PENDAHULUAN
Dari sudut pandang sistem energi dan
lingkungan, sangat penting bagi kita untuk
meningkatkan pendayagunaan sistem energi
dengan memanfaatkan sumber energi baru dan
terbarukan termasuk energi nuklir seperti reaktor
daya nuklir generasi lanjut (generasi ke IV).
Konsep Reaktor Garam Cair (Molten Salt
Reactor/MSR) [1] yang merupakan salah satu dari
enam jenis teknologi reaktor nuklir generasi yang
dikembangkan oleh Forum Internasional Generasi
ke IV mempunyai kemampuan sebagai alat
pembangkit listrik. Konsep Pembangkit Listrik
Tenaga Nuklir (PLTN) dengan sistem MSR,
seperti diperlihatkan dalam Gambar 1 [2],
mempunyai sistem pendingin sekunder yang
mengaplikasikan helium sebagai media penyerap
panas yang mengalir melalui siklus tertutup turbin
gas. Jadi, panas yang dihasilkan oleh bahan bakar
nuklir diserap oleh garam cair yang bersirkulasi
melalui kanal-kanal struktur teras dengan inti grafit
yang kemudian dipindahkan ke pendingin
sekunder melalui alat penukar kalor.
Komponen utama dari siklus tertutup turbin
gas helium ini adalah kompresor dan turbin yang
diletakkan pada poros tunggal dan ditumpu oleh
bantalan pada kedua ujungnya. Turbin
mengekstrak energi kinetik dari helium yang
berekspansi yang mengalir dari alat penukar kalor.
Gas helium panas yang telah melewati alat
penukar kalor dialirkan melalui nosel untuk
memutar blade pada rotor turbin. Putaran rotor
bisa dimanfaatkan untuk memutar poros sehingga
dapat menghasilkan daya yang berguna untuk
menggerakkan kompresor. Pada nosel, luas
penampang merupakan bagian yang sangat kritis,
jika luas penampang terlalu kecil maka aliran
helium akan tercekik (choked), dan jika luas
penampang terlalu besar maka turbin tidak akan
menghasilkan efisiensi terbaiknya. Secara garis
besar prinsip kerja dari turbin helium dapat
diilustrasikan seperti terlihat dalam Gambar 2 [3, 4].
Gambar 1. Skematik dari siklus pendingin
sekunder pada Reaktor Garam Cair [2]
Dalam makalah ini, penelitian difokuskan
pada analisis karakteristik aliran helium dalam
nosel yang bertujuan untuk mendapatkan
kecepatan tinggi (supersonik) pada kondisi keluar
nosel dengan tipe converging-diverging yang
merupakan komponen terpenting dalam sistem
turbin gas pada siklus pendingin sekunder untuk
menjamin keselamatan dalam pengoperasian
instalasi PLTN jenis MSR. Parameter yang
digunakan adalah tekanan, perbandingan panas
penampang nosel. Metode penyelesaian yang
dipakai yaitu penerapan persamaan-persamaan
energi, massa, momentum, keadaan, dan proses.
Gambar 2. Ilustrasi dari cara kerja turbin gas
helium [3,4]
2. TEORI
Dalam melakukan analisa karakteristik
aliran helium melalui nosel, maka pemahaman
tentang sifat-sifat (properties) gas helium tersebut
mutlak diperlukan. Setiap sifat helium (seperti
massa jenis, temperatur, tekanan, kecepatan, dan
lain sebagainya) merupakan fungsi terhadap posisi
dan waktu pada setiap titik dalam nosel. Secara
matematis sifat helium (η) dapat dituliskan sebagai
berikut :
(
x,y,z,t)
η
η= (1)
Untuk aliran stasioner (steady flow), maka
persamaan (1) diatas secara matematis dapat
dituliskan sebagai berikut :
0
Jadi pada aliran stasioner, sifat gas helium dapat
berubah dari satu titik ke titik lainnya di dalam
nosel, tetapi sifat tersebut harus tetap besarnya di
titik yang sama disetiap saat. Aliran helium yang
mengalir melalui nosel adalah merupakan aliran
kompresibel (compressible flow) karena massa
jenisnya terjadi perubahan besar pada perubahan
kecepatan yang tinggi. Dalam aliran satu dimensi,
maka besaran-besaran yang menyatakan
karakteristik aliran helium merupakan fungsi dari
satu dimensi yang umumnya diambil searah
dengan aliran atau garis lurus, dan tidak
merupakan fungsi dari dimensi yang melintang.
Apabila aliran helium dalam nosel adalah aliran
tak stasioner dan searah sumbu x (satu dimensi),
maka dapat dituliskan kecepatan aliran u = u(x,t),
massa jenis ρ= ρ(x,t), tekanan P = P(x,t), dan luas
penampang A = A(x,t).
Persamaan-persamaan dasar yang
diaplikasikan untuk menganalisa karakteristik
aliran kompresibel dari gas helium yang melewati
4 nosel yang dianggap sebagai aliran stasioner, satu
dimensi, isentropis yaitu :
• Persamaan massa :
ρ u A = konstan (3)
• Persamaan momentum :
0
• Persamaan energi :
0
• Persamaan keadaan :
P = ρ R T (6)
• Persamaan proses :
Pρ-k = konstan (7)
dimana : h adalah enthalpi, R adalah konstanta gas
(untuk helium = 2077 Nm/(kg.K)), dan k adalah
perbandingan panas spesifik (untuk helium =
1,66).
Sedangkan bilangan Mach (M) didefinisikan
sebagai perbandingan antara kecepatan gas helium
(u) dan kecepatan rambat suara (c), dan dapat
Metode yang digunakan dalam penyelesaian
masalah dilakukan dengan menentukan sifat gas
helium yang diuji pada kondisi masuk (inlet
condition) nosel seperti tekanan, temperatur, massa
jenis dan perbandingan panas spesifik. Parameter
ini digunakan untuk menentukan kondisi kerja dari
setiap lokasi medan aliran dalam nosel dengan tipe
converging-diverging sehingga karakteristik aliran
helium dapat diketahui. Temperatur masuk nosel
ditentukan sesuai dengan temperatur keluar teras
reaktor sebesar 973 K pada tekanan 0,5 MPa.
Dengan mengaplikasikan persamaan (1) sampai
dengan persamaan (9), maka angka perbandingan
tekanan, angka perbandingan temperatur, angka
perbandingan massa jenis, dan angka perbandingan
luas penampang nosel dapat ditentukan sehingga
sifat aliran helium pada kondisi kerongkongan
(throat condition) dan pada kondisi keluar (outlet
condition) nosel dapat diketahui. Pada kondisi
keluar nosel, gas helium mempunyai kecepatan
supersonik atau mempunyai bilangan Mach lebih
besar daripada satu agar dapat memproduksi gaya
dorong yang tinggi untuk selanjutnya dipakai
untuk memutar rotor turbin dalam memperoleh
kerja poros yang sangat bermanfaat untuk memutar
5
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
Penyelesaian dalam penelitian ini dimulai
dari kondisi masuk nosel hingga ke kondisi kritis
dari penampang nosel yaitu pada kerongkongan
yang disebut bagian converging. Sedangkan bagian
diverging dimulai dari kerongkongan hingga
kondisi keluar nosel. Setelah diperoleh sifat helium
pada kondisi kerongkongan ini, maka sifat aliran
helium pada kondisi keluar nosel dapat dihitung.
Geometri dari nosel yang dipakai dalam penelitian
ini ditampilkan pada Gambar 3. Selanjutnya,
dalam pembahasan ini didefinisikan keadaan
stagnasi pada aliran helium dalam nosel berupa
aliran kompresibel yaitu keadaan aliran yang
diperlambat sampai berhenti dengan proses tanpa
gesekan dan adiabatis atau aliran diperlambat
sampai berhenti dengan proses isentropis. Untuk
memperoleh hubungan antara sifat aliran helium
selama proses perlambatan isentropis, dapat
dipakai persamaan (1) sampai dengan persamaan
(9) sehingga dapat diperoleh rasio antara tekanan
pada titik tertentu dan tekanan stagnasi, rasio
antara temperatur pada titik tertentu dan
temperatur stagnasi, dan rasio antara massa jenis
aliran helium pada titik tertentu dalam nosel dan
massa jenis stagnasi yang merupakan fungsi dari
bilangan Mach dan perbandingan panas spesifik.
Gambar 3. Kontur dari nosel tipe
converging-diverging yang digunakan
Pada kondisi kritis di kerongkongan,
perbandingan dari sifat aliran helium tersebut
dapat dihitung dan mempunyai harga sebagai
berikut :
- Rasio tekanan (P/Po) sebesar 0,49
- Rasio temperatur (T/To) sebesar 0,75
- Rasio massa jenis (ρ/ρo) sebesar 0,65
Dengan menjabarkan lebih lanjut hubungan-
hubungan dari harga rasio tekanan (P/Po), harga
rasio temperatur (T/To) dan harga rasio massa jenis
(ρ/ρo) pada setiap titik pada kontur nosel untuk gas
helium dapat diplotkan dalam bentuk grafik
dengan interval bilangan Mach antara 0 dan 3.
Gambar 4 menampilkan harga perbandingan
tekanan terhadap bilangan Mach dari aliran helium
yang mengalir melalui nosel tipe
converging-diverging pada sistem turbin gas. Pada kondisi
masuk diperoleh harga (Po/P) = 1,034 dan M =
0,2, sedang pada kondisi keluar nosel didapat
Gambar 4. Kurva besaran isentropik Po/P
terhadap bilangan Mach untuk gas helium
dalam nosel
Gambar 5 menampilkan diagram
perbandingan temperatur versus bilangan Mach
untuk aliran helium melalui nosel. Pada kondisi
masuk diperoleh harga (T/To) = 0,987 dan M =
0,2, sedang pada kondisi keluar nosel didapat
harga (T/To) = 0,291 dan M = 2,72. Dengan
mengaplikasikan persamaan (6), maka harga rasio
temperatur (T/To) dibagi dengan harga rasio
tekanan (P/Po) atau diagram (Po/P) versusM pada
Gambar 4 dikalikan dengan diagram (T/To) versus
M pada Gambar 5 diperoleh harga sama dengan
satu per rasio massa jenis (ρ/ρo) untuk aliran
helium melalui nosel dan hasilnya ditunjukkan
pada Gambar 6.
Gambar 5. Kurva dari besaran adiabatik (T/To)
yang merupakan fungsi bilangan Mach
Gambar 6. Diagram dari besaran isentropik
(ρo/ρ) versus bilangan Mach
Dari hasil yang diperoleh diatas dapat
dilihat bahwa tekanan, temperatur, dan massa jenis
dari karakteristik aliran helium yang mengalir
melalui bagian converging nosel sebagai aliran
yang dipercepat hingga mencapai bilangan Mach
sama dengan satu atau sama kecepatan aliran
helium sama dengan kecepatan rambat suara. Pada
bagian diverging nosel juga terlihat mengalami
percepatan dengan nilai bilangan Mach lebih besar
daripada satu atau tepatnya M = 2,72 pada kondisi
aliran helium keluar nosel. Tekanan pada bagian
keluar ini akan mengalami penurunan walaupun
luas penampangnya bertambah besar.
Untuk keadaan stasioner, aliran satu
dimensi, dan dengan menggunakan aliran
isentropik untuk mengubah kombinasi antara
persamaan massa dan persamaan momentum
menjadi bentuk aljabar yang hanya mengandung
variable luas penampang dan bilangan Mach.
Dengan menyamakan fluks massa disembarang
penampang dengan aliran massa helium dalam
keadaan kritis (M = 1), maka bentuk numerik dari
rasio antara luas penampang nosel pada lokasi
7
kerongkongan (A/A*) dapat dihitung. Rasio luas
penampang nosel tersebut merupakan fungsi dari
bilangan Mach dan perbandingan panas spesifik.
Harga (A/A*) pada setiap titik dari kontur nosel
dapat diperoleh dengan cara memberikan sebuah
nilai bilangan Mach dalam aliran helium pada
kondisi temperatur kerja tertentu atau dengan
mengaplikasikan persamaan (8) dan persamaan
(9). Gambar 7 memperlihatkan variasi dari nilai
(A/A*) dengan bilangan Mach untuk aliran helium
dalam nosel tipe converging-diverging pada sistem
turbin gas. Terlihat bahwa kurva mempunyai nilai
dari (A/A*) yang sama untuk dua nilai bilangan
Mach yang mungkin atau yang berbeda. Hal ini
menggambarkan bahwa nosel dengan tipe
converging-diverging yang mempunyai luas
penampang kritis (minimum) diperlukan untuk
mempercepat aliran helium dari kecepatan rendah
(subsonik) menjadi kecepatan tinggi (supersonik)
agar gaya dorong yang diproduksi menjadi besar
sehingga dapat memutar rotor turbin.
83
Gambar 7. Variasi dari perbadingan luas
penampang (A/A*) dengan bilangan Mach
dalam aliran isentropik untuk helium
Pada kondisi masuk diperoleh harga (A/A*) =
2,89 dan M = 0,2, pada kondisi kritis diketahui
harga (A/A*) = 1 dan M = 1, sedang pada kondisi
keluar nosel didapat harga (A/A*) = 2,50 dan M =
2,72. Dari Gambar 7 diatas, dapat diperoleh
bahasan sebagai berikut :
• Jika kecepatan aliran helium lebih kecil
daripada kecepatan rambat suara, maka
penyusutan luas penampang nosel akan
memperbesar kecepatan aliran. Bagian ini
disebut converging.
• Jika kecepatan aliran helium sama dengan
kecepatan rambat suara, maka tidak terjadi
perubahan luas penampang nosel atau bagian
ini disebut kerongkongan.
• Jika kecepatan aliran helium lebih besar dari
kecepatan rambat suara, maka pembesaran
luas penampang akan memperbesar kecepatan
aliran. Bagian ini disebut diverging.
Dari Gambar 7 diatas, dapat juga dijelaskan
bahwa dengan adanya kenaikan bilangan Mach
didaerah subsonik, luas penampang dari nosel akan
berkurang dan mencapai nilai minimum (kritis)
pada bilangan Mach sama dengan satu. Kenaikan
bilangan Mach pada daerah aliran helium
supersonik menyebabkan luas penampang nosel
akan bertambah besar.
8
Gambar 8 memperlihatkan kurva dari
performa dari nosel terhadap perbandingan luas
penampangnya. Terlihat bahwa variasi dari
koefisien dorong dapat dihitung menggunakan
perbandingan massa helium persatuan waktu yang
mengalir melalui bagian diverging dari nosel. Dari
Gambar 8 tersebut diatas dapat diketahui performa
nosel yang diaplikasikan untuk siklus turbin gas
sebagai system pendingin sekunder pada instalasi
PLTN jenis MSR.
Sebagai contoh, hasil-hasil perhitungan yang
telah dilakukan ditunjukkan pada bagian Lampiran
dalam makalah ini.
5. KESIMPULAN
Dari hasil uraian dapat diambil kesimpulan
bahwa nosel tipe converging-diverging dengan
konfigurasi geometri seperti tersebut diatas
mempunyai performa bagus untuk diaplikasikan
pada turbin helium dalam memproduksi kerja
poros sehingga layak untuk menjamin
beroperasinya sistem pendingin sekunder dalam
memindahkan panas dari teras reaktor agar
keselamatan instalasi PLTN jenis MSR dapat
terjamin. Sebagai hasil, harga-harga temperatur,
tekanan, dan massa jenis gas helium menurun pada
bagian diverging nosel karena kecepatan aliran
helium pada bagian ini ditingkatkan menjadi
kecepatan supersonik. Dikonfirmasi bahwa
performa optimum yang dihitung adalah sekitar
0,965 pada perbandingan luas penampang 1,45,
sedangkan kecepatan helium keluar nosel adalah
2,72 kali kecepatan rambat suara dalam media
yang sama.
UCAPAN TERIMA KASIH
Kegiatan Penelitian ini merupakan bagian
kerja di Pusat Teknologi Reaktor dan Keselamatan
Nuklir (PTRKN). Terima kasih kami sampaikan
kepada semua pihak yang telah membantu dalam
perbaikan makalah yang akan dipresentasikan
dalam Seminar Teknologi PLTN dan Keselamatan
DAFTAR PUSTAKA
1. ABRAMS, B., A Technology Roadmap for
Generation IV Nuclear Energy Systems, U.S.
DOE Nuclear Energy Research Advisory
Committee and the Generation IV
International Forum
Available:http://gif.inel.gov/roadmap/pdfs/gen
_iv_roadmap.pdf, (2002).
2. SUDADIYO, S., Analisis Siklus Tertutup
Turbin Helium Untuk Keselamatan Reaktor
Daya Garam Cair, Prosiding Seminar
Nasional ke-14 Teknologi dan Keselamatan
PLTN serta Fasilitas Nuklir ke 14,
PTRKN-BATAN, (2008).
3. GIAMPAOLO, T., Gas Turbine Handbook,
Principles and Practices, Edisi ketiga, CRC
Press, (2006).
4. BOYCE, MP., Gas Turbine Engineering
Handbook, Edisi ketiga, Butterworth-
Heinemann, (2002).
LAMPIRAN
11