• Tidak ada hasil yang ditemukan

Komunikasi Pasangan Pernikahan Antar Etnis Bugis dan Etnis Tionghoa Di Sengkang Kabupaten Wajo (Studi Komunikasi Antar Budaya) - Repositori UIN Alauddin Makassar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Komunikasi Pasangan Pernikahan Antar Etnis Bugis dan Etnis Tionghoa Di Sengkang Kabupaten Wajo (Studi Komunikasi Antar Budaya) - Repositori UIN Alauddin Makassar"

Copied!
77
0
0

Teks penuh

(1)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Meraih Gelar Sarjana Sosial Jurusan Ilmu Komunikasi

Pada Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Alauddin Makassar

Oleh

FAHRI NATSIR NIM. 50700112079

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI UIN ALAUDDIN MAKASSAR

(2)
(3)
(4)
(5)

v

Alhamdulillah. Segala puji bagi Allah SWT karena atas rahmat dan

hidayah-Nya dapat memenuhi satu lagi tanggung jawab sebagai seorang penuntut ilmu dengan merampungkan penulisan skripsi ini. Tak lupa pula shalawat dan

salam penulis haturkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta sahabat-sahabatnya yang telah menuntun kita menjadi umat yang tercerahkan.

Rasa terima kasih ini akan penulis sampaikan kepada semua yang telah

banyak membantu dalam penyelesaian laporan tugas akhir ini. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi, sangatlah sulit bagi penulis untuk menyelesaikan

skripsi ini. Oleh karena itu, melalui ucapan sederhana ini, penulis ingin menyampaikan terima kasih dan apresiasi setinggi-tingginya kepada

1. Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar Bapak Prof. Dr. H. Musafir Pababari, M.Si, Wakil Rektor I Bapak Prof. Dr. Mardan, M.Ag, wakil Rektor II Bapak Prof. Dr. H. Lomba Sultan, M.A, dan wakil Rektor III Ibu

Prof. Siti Aisyah, M.A., Ph.D dan Wakil Rektor IV Prof. Dr. H. Hamdan Johannis, M.A., Ph.D yang telah memberikan kesempatan kepada penulis

untuk menimba ilmu di UIN Alauddin Makassar.

2. Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Alauddin Makassar Bapak Dr. H. Abd. Rasyid Masri, S.Ag., M.Pd., M.Si., M.M, wakil Dekan I Bapak Dr.

(6)

vi

M.Si dan Bapak Haidir Fitra Siagian, S.Sos., M.Si., Ph.D yang telah banyak meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan dan motivasi selama

penulis menempuh kuliah berupa ilmu, nasehat serta pelayanan sampai penulis dapat menyelesaikan kuliah.

4. Pembimbing I Ibu Dr. Rosmini, M. Th. I dan Pembimbing II Ibu Hartina

Sanusi, S.Pt., M. Ikom yang telah menyediakan waktu, tenaga, pikiran, maupun dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi.

5. Munaqisy I Ibu Ramsiah Tasruddin, S.Ag., M.Si dan munaqisy II Ibu

Rahmawati Haruna, SS., M. Si yang telah memberikan kritik dan saran untuk perbaikan peneliti dalam menyelesaikan skripsi.

6. Dosen-dosen jurusan Ilmu Komunikasi UIN Alauddin Makassar yang telah memberikan ilmu yang sangat bermanfaat bagi penulis dan staf jurusan Ilmu Komunikasi beserta staf akademik Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN

Alauddin Makassar yang banyak membantu dalam pengurusan ujian sarjana penulis

7. Para informan yang sudah membantu secara langsung dan tidak langsung serta ketua komunitas Tionghoa di Sengkang yang telah banyak membantu penulis dalam melakukan penelitian.

(7)
(8)

viii

E. Fokus Penelitian dan Deskripsi Fokus ...7

F. Kajian Pustaka/Penelitian Terdahulu ...10

F. Nilai-Nilai Budaya Etnis Bugis dan Tionghoa...26

(9)

ix

A. Gambaran Lokasi Penelitian ...35

B. Karakteristik Informan Penelitian ...37

C. Proses komunikasi dalam pernikahan pasangan etnis Bugis dan etnis Tionghoa di Sengkang Kabupaten Wajo ...38

D. Faktor-faktor yang memengarui terhadap proses komunikasi antar budaya pasangan pernikahan etnis Bugis dan etnis Tionghoa di Sengkang Kabupaten Wajo ...45

BAB V PENUTUP ...55

A. Kesimpulan ...55

B. Implikasi Penelitian ...56

DAFTAR PUSTAKA ...60

LAMPIRAN-LAMPIRAN ...61

(10)

x

(11)

xi

(12)

xii

Nim : 50700112079

Fak/Jur : Dakwah dan Komunikasi/Ilmu Komunikasi

Judul Skripsi : Komunikasi Pasangan Pernikahan Antar Etnis Bugis dan Etnis Tionghoa Di Sengkang Kabupaten Wajo

(Studi Komunikasi Antar Budaya)

Penelitian ini bertujuan, 1) Untuk mengetahui bagaimana proses komunikasi dalam pernikahan pasangan antara etnis Bugis dan etnis Tionghoa di Sengkang. 2) Untuk mengetahui pengaruh orientasi penghambat dan pendukung nilai budaya, keyakinan dan agama dalam proses komunikasi pasangan pernikahan etnis Bugis dan etnis Tionghoa di Sengkang Kaupaten Wajo.

Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Penelitian ini berfokus pada proses komunikasi dengan latar belakang budaya yang berbeda dalam pernikahan pasangan etnis Bugis dan etnis Tionghoa di Sengkang. Serta pengaruh orientasi penghambat dan pendukung proses komunikasi dari aspek orientasi latar belakang nilai budaya dan agama atau kepercayaan. Informan dalam penelitian ini adalah tiga pasangan pernikahan etnis Bugis dan etnis Tionghoa. Informan dipilih dengan teknik purposive sampling.

Hasil penilitian ini menunjukkan bahwa 1) Proses komunikasi dalam pernikahan pasangan etnis Bugis dan Etnis Tionghoa di Sengkang Kabupaten Wajo berjalan harmonis. Etnis Tionghoa yang bertahun-tahun lamanya menetap tidak mengalami kesulitan dalam beradapatasi dengan pasangannya dari etnis Bugis. Interaksi pelaku dalam pasangan pernikahan beda etnis lebih sering menggunakan bahasa bugis di dalam keluarganya, pesan yang disampaikan juga lebih mudah diterima karena pasangan dari etnis Tionghoa telah fasih menggunakan bahasa bugis, sehingga umpan balik dalam berkomunikasi berjalan lancar, 2). Orientasi budaya dan agama dan kepercayaan menjadi faktor yang mendukung terhadap proses komunikasi pasangan etnis Bugis dan etnis Tionghoa. Perbedaan budaya tidak menjadi penghalang etnis Bugis dan etnis Tionghoa untuk menyatu dalam tali pernikahan

Implikasi hasi penelitian yaitu 1). Proses komunikasi pasangan pernikahan antara etnis Tionghoa dan etnis Bugis yang efektif agar tetap dipertahankan dan ditingkatkan, kondisi harmonis dan rukun dijaga seterusnya agar tidak menimbulkan konflik atau perselisihan di dalam hubungan pernikahan, 2). Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap proses komunikasi pasangan pernikahan etnis Bugis dan etnis Tionghoa yakni perbedaan budaya dan kepercayaan dapat diatasi dengan baik dengan mempertahankan dan menjaganya.

(13)

BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Komunikasi antarbudaya adalah jenis komunikasi yang dilakukan yang dilakukan oleh orang-orang yang memilih latar belakang budaya yang berbeda, komunikasi antarbudaya dapat terjadi apabila komunikator mengirimkan pesan kepada komunikan yang memiliki latarbelakang budaya yang berbeda dengan komunikator1. Umumnya komunikasi antar budaya terjadi bila produsen pesan adalah anggota suatu budaya dan penerima pesannya adalah anggota suatu budaya lainnya

Komunikasi antarbudaya adalah kajian komunikasi yang menempatkan fokus komunikasi pada identitas budaya yang dimiliki oleh para pelaku budaya di dalamnya, dengan kata lain komunikasi antarbudaya lebih menitikberatkan pada cara pandang mengenai fakta bahwa budaya sangatlah beragam dan kerenanya peristiwa komunikasi antarbudaya bisa muncul ketika melibatkan para pelaku komunikasi yang secara signifikan memiliki perbedaan kelompok budaya pada suatu budaya tertentu2

Keanekaragaman budaya bukanlah sesuatu yang akan hilang pada waktu mendatang, yang memungkinkan kita untuk merencanakan strategi berdasarkan

1 Muh.iswarramadhan. “Identitas Etnis Dalam Proses Komunikasi Antarbudaya Mahsiswa Jurusan Ilmu Komuniksi Fakults Dakwa dan Komunikasi Uin Alauddin Makassar”, skripsi. (Makassar: uin alauddin, 2013, h.4).

2 Filosa Gita Sukmono dan Fajar Junaedi. Komunikasi Multikultural, (Yogyakarta:Literal Yogyakarta, 2014), h.43

(14)

asumsi saling memahami. Asumsi itu sendiri merupakan suatu fenomena dengan kekayaannya sendiri, explorasi yang dapat menghasilkan keuntungan yang tak terhitung bagi kita, baik dari segi visi yang lebih luas maupun kebijakan dan kegiatan yang lebih menguntungkan. Orang-orang dari budaya yang berbeda berbagai konsep dasar, tetapi memandang konsep tersebut dari sudut dan persepktif yang berbeda, yang menyebabkan mereka berperilaku dalam suatu cara yang mungkin kita anggap irasional atau bahkan bertentangan langsung dengan apa yang kita anggap sebagai hal yang kramat. Walaupun demikian, kita harus optimis mengenai perbedaan budaya.3

Hubungan yang terjalin antara etnis Tionghoa dengan etnis Bugis tidak sampai disitu saja, di Sengkang terlihat fenomena bahwa etnis Tionghoa dalam berkomunikasi dengan masyarakat pribumi mereka menggunakan bahasa bugis. Keaktifan mereka menggunakan bahasa bugis membuat komunikasi yang berlangsung sangat efektif. Bukan hanya itu hubungan antara etnis Tionghoa dengan etnis Bugis sangat berbaur dan menyatu, keduanya saling menghargai dan saling menunjukkan rasa kebersamaan mereka. Misalkan ada acara perkawinan, hakikah, berduka, pesta rakyat dan lain-lain pasti etnis Tionghoa ikut berpartisipasi dalam kegiatan tersebut. Hal ini menunujukkan bahwa memang etnis Tionghoa dan etnis Bugis sudah menyatu, tidak ada jarak untuk berinteraksi.

Kesulitan-kesulitan komunikasi yang dihadapi oleh individu-individu yang terlibat diakibatkan oleh perbedaan budaya masing-masing. Perbedaan-perbedaan budaya dapat menimbulkan resiko yang fatal. Perbedaan budaya dalam komunikasi

(15)

sekurang-kurangnya menyebabkan komunikasi tidak lancar. Dalam komunikasi berbeda budaya, baik dari tingkat komunikasi antar pribadi maupun bahwa komunikasi yang dilakukan antar negara, umumnya orang-orang yang terlibat di dalamnya tidak bisa lepas dari latar belakang budaya yang sebelumnya dimilikinya. Hal ini bisa menjadi hambatan dalam komunikasi berbeda budaya yang dilakukan. Secara lebih jelas ada tiga problem utama dalam pertukaran antarbudaya yaitu hambatan bahasa, nilai yang berbeda dan pola budaya yang berbeda dalam prilaku.4

Dalam kehidupan keluarga kawin campur akan terjadi suatu kesalah pahaman komunikasi antarbudaya, yang melibatkan seluruh anggota keluarga; suami, isteri, anak, dan bahkan juga anggota keluarga lain yang tinggal dalam satu rumah tersebut. Situasi ini dapat mengakibatkan munculnya kesepakatan untuk mengakui salah satu budaya yang akan mendominasi atau berkembangnya budaya lain yang merupakan peleburan dari dua budaya tersebut (third culture), atau bahkan kedua budaya dapat sama-sama berjalan seiring dalam satu keluarga. Meskipun suatu keluarga kawin campur sering sekali saling melakukan interaksi, bahkan dengan bahasa yang sama sekalipun, tidak berarti komunikasi akan berjalan mulus atau bahwa dengan sendirinya akan tercipta saling pengertian. Hal ini dikarenakan, antara lain, sebagian di antara individu tersebut. Masih memiliki prasangka terhadap kelompok budaya lain dan enggan bergaul5

4 Filosofa Gita Sukmono. komunikasi multicultural :h.10

5Rulliyanti Puspowardhani, “Komunikasi antarbudaya dalam keluarga kawin campur jawa-cina di

(16)

Dalam berkomunikasi antarbudaya yang ideal kita berharap banyak persamaan dalam pengalaman dan persepsi budaya. Tetapi karakter budaya untuk memahami dunia, nilai-nilai dan prilaku orang lain kita harus memahami kerangka persepsinya berkecenderungan memperkenalkan kita kepada pengalaman-pengalaman yang tidak sama atau berbeda. Oleh sebab itu ia membawa persepsi budaya yang berbeda-beda pada dunia di luar budaya itu sendiri. Komunikasi antarbudaya terjadi ketika anggota dari suatu budaya tertentu memberikan pesan kepada anggota dari budaya yang lain. Lebih tepatnya, komunikasi antarbudaya melibatkan interaksi antara orang-orang yang persepsi budaya sistem simbolnya cukup berbeda dalam suatu komunikasi.6

Komunikasi dengan perbedaan budaya, tidaklah mudah untuk menyatukan presepsi atau menerimah budaya yang berbeda dengan kita. Apalagi jika komunikasi beda etnis antara Bugis dan Tionghoa. Perbedaan bahasa menjadi unsur utama yang menjadi kendala untuk melangsungkan komunikasi yang efektif.

Indonesia merupakan salah satu bangsa yang memiliki keanekaragaman budaya yang berbeda yang terdiri dari beribu-ribu suku, ras, dan bahasa yang hetrogen. Keberagaman suku dan budaya yang ada di Indonesia menjadi salah satu ciri khas masyarakat Indonesia. Sehingga dalam kehidupan berbangsa dan bernegara kita tidak terlepas dari adanya konflik antara daerah satu dengan daerah yang lain, hingga konflik kebudayaan antara masing-masing individu dengan latar belakang budaya yang bebeda.

(17)

Selama manusia masih hidup, tidak mungkin kita bisa menghapus konflik, karena konflik merupakan bagian dari kehidupan manusia baik itu konflik intrapersonal maupun konflik interpersonal. Di dalam perbedaan budaya tidak selamanya menghasilkan keharmonisan, akan tetapi perbedaan sering kali menghasilkan konflik baik itu budaya, ras, maupun agama. Di Indonesi konflik agama sering menjadi pemicu terjadinya konflik, contohnya Aceh, Poso dan Tolikara di Papua.

Bugis sebagai suku yang mendominasi di Kabupaten Wajo sebuah kota bernama Siengkang yang berarti tempat berkumpul adalah wilayah subur, tempat dengan sejarah yang tumbuh dalam berbagai dimensi ruang dan waktu. Mayarakat lokal berbaur dengan etnis Tionghoa, India, Arab, maupun masyarakat nusantara lainnya yang datang melakukan perdagangan di tengah kisruh akibat kolonialisasi. Area perdagangan berkembang di belakang Saoraja A. Mangkona di sebelah sungai, dikenal sebagai Toko Lampe’e (Panjang) milik pedagang cina. Hal ini tidak lepas dari peran Kota Sengkang di jaman dahulu sebagai kota lalu lintas perdagangan.7

Menurut pendapat ketua komunitas Tionghoa di Kabupaten Wajo :

“Interaksi yang terjalin antara Etnis Tionghoa dengan Etnis Bugis itu sudah

berlangsung sejak lama, terbukti dengan adanya makam cina kuno yang terdapat di Tosora. Konon sejarahnya pemilik makam itu bernama Chuming disebut juga Chiung yang diperistrikan oleh La Sattung orang bugis. Jadi memang dari dulu sampai sekarang terus berlangsung hubungan interaksi

antara etnis Tionghoa dengan etnis Bugis”.

7 Baso wahyudin H, “Komunikasi etnis tionghoa dan etnis Bugis di Sengkang Kabupaten Wajo”.

(18)

Ini membuktikan bahwa pernikahan etnis Bugis dan etnis Tionghoa itu sudah lama terjadi, sesuai dengan penuturan ketua komunitas Tionghoa di Sengkang. Perkawinan yang terjadi itulah yang kemudian banyak merubah status agama mereka memeluk islam. Kebudayaan mereka pun sudah membaur dengan kebudayaan Etnis Bugis dan sudah sulit untuk dipisahkan, unsur-unsur kebudayaan Tionghoa sudah banyak diserap kedalam kebudayaan Indonesia khusunya di kabupaten Wajo. Hal tersebut membuktikan bahwa hubungan yang terjalin keduanya sangat harmonis dan bahkan dari mereka sudah menganggap dirinya sebagai warga pribumi asli karena nenek leluhur mereka yang sudah ada sejak dulu bermukim di Kabupaten Wajo khusunya di Sengkang .

Latar belakang fenomenologi yang semakin menguatkan mengangkat topik ini dalam sebuah penelitian karena ada sebuah bangunan toko di Sengkang dimulai dari toko lampe’e yang tak lain adalah milik pedagang Tionghoa. Masyarakat menyebutnya lampe’e karena bangunan ini berderet memanjang sepanjang jalan. Toko ini masih berkonstruksi kayu berlantai dua (panggung) dan menggabungkan unsur tradisional melalui penggunaan ornamen-ornamen. Hal ini membuktikan bahwa sejak zaman dahulu telah berlangsung interaksi antara etnis Tionghoa dengan etnis Bugis khususnya dalam pembangunan rumah toko di Sengkang.

B.Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah pada penelitian ini sebagai berikut:

(19)

2. Bagaimana pengaruh orientasi nilai budaya, keyakinan dan agama dalam proses komunikasi pasangan pernikahan etnis Bugis dan etnis Tionghoa di Sengkang Kaupaten Wajo?

C.Fokus Penelitian dan Deskripsi Fokus 1. Fokus Penelitian

Dalam Penelitin ini penulis fokus pada dua hal yakni yang pertama membahas tentang proses komunikasi dengan latar belakang budaya yang berbeda dalam pernikahan pasangan etnis Bugis dan Tionghoa di Sengkang, ke dua faktor-faktor yang menghambat dan mendukung proses komunikasi terutama pada aspek latar belakang orientasi nilai budaya dan agama masing-masing pasangan etnis Bugis dan etnis Tionghoa

2. Deskripsi Fokus

Untuk menghindari kesalahpahaman atau penafsiran dalam memberikan interpretasi dalam penelitian ini, penulis memberikan deskripsi fokus sebagai berikut: a. Komunikasi Antar Budaya adalah

(20)

b. Proses Komunikasi adalah

Cara penyampain pesan komunikator kepada komunikan melalui pesan yang disampaikan. Dalam penelitian ini proses komunikasi pasangan pernikahan etnis Tionghoa dan etnis Tionghoa menggunakan komunikasi primer yakni proses penyampaian pikiran dan perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan lambang-lambang sebagai media, lambang-lambang yang dimaksud yaitu bahasa, kial, isyarat dan gambar.

secara langsung maupun menerjemahkan pikiran dan perasaan komunikator kepada komunikan.8

c. Orientasi Nilai Budaya adalah

Posisi seseorang dengan atau terhadap suatu relasi yang menjadi sasaran atau arah kedekatan dan adaptasi terhadap suatu situasi, lingkungan, objek atau orang9. Rangkaian konsep itu satu sama lain saling berkaitan dan merupakan sebuah sistem nilai-nilai budaya10. Dalam penelitian ini, orientasi nilai budaya terutama dilihat dari nilai-nilai budaya Bugis dan Tionghoa

d. Etnis Bugis adalah

Salah satu bangsa yang mendiami wilayah bagian selatan, yang saat ini dikenal dengan Sulawesi Selatan. Orang Bugis merupakan etnis terbesar dengan

8 Arufuddin Tike. M. dasar-dasar komunikasi, (Yogyakarta:Kota kembang Yogyakarta,2009), h.36

9 Alo Liliweri. Dasar-dasar komunikasi antarbuda :h.150

10

(21)

prosentase 41.90% dari jumlah penduduk Sulawesi selatan..11 Etnis Bugis yang dimaksud dalam penelitian ini adalah orang bugis yang bertempat tinggal di kota Sengkang

Bugis yang di maksud dalam penelitian ini adalah orang Bugis yang menetap di Sengkang Kabupaten Wajo dan asli Bugis Sengkang, bukan keturunan Bugis Makassar atau yang lain..

e. Etnis Tionghao

Etnis Tionghoa yang di maksud dalam penelitian ini adalah keturunan Tionghoa yang menetap di Sengkang Kabupaten Wajo dan melakukan pernikahan dengan penduduk asli Bugis Sengkang

f. Pasangan Pernikahan adalah

Menyatuhnya dua insan dalam sebuah tali pernikahan melalui ijab qabul, yang mengharuskan perhubungan antara sepasang manusia yang diucapkan oleh kata-kata yang ditujukan untuk melanjutkan ke pernikahan, sesusai peraturan yang diwajibkan oleh Islam.

Pasangan Pernikahan dalam penelitian ini adalah etnis Bugis asli Sengkang yang menikah dengan keturunan etnis Tionghoa yang bermukim di Sengkang Kabupaten Wajo.

11 Irwan Abdullah dan Wening udasmoro hasse J. Dinamika Masyarakat dan Kebudayaan

(22)

D.Kajian Pustaka/Penelitian Terdahulu

Di dalam penelitian ini, penulis menggunakan penelitian terdahulu sebagai perbandingan dan tolak ukur serta mempermudah penulis dalam menyusun penelitian ini. Berikut ini merupakan ringkasan tinjauan penelitian terdahulu:

(23)

masing-masing pasangan etnis Bugis dan Tionghoa di Sengkang

Sumber : ola data skunder, januari 2016 E.Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui bagaimana proses komunikasi dalam pernikahan pasangan antara etnis Bugis Sengkang dan etnis Tionghoa

2. Untuk mengetahui pengaruh orientasi penghambat dan pendukung nilai budaya, keyakinan dan agama dalam proses komunikasi pasangan pernikahan etnis Bugis dan etnis Tionghoa di Sengkang Kaupaten Wajo?.

F. Kegunaan Penelitiaan

1. Secara peraktisi penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan serta menjadi pertimbangann demi terbentuknya wawasan dan pengetahuan berpikir dalam proses penyadaran akademik khususnya pada kajian komunikasi antar budaya.

2. Secara praktisi penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi atau bahan literarur dalam rangka pengembangan ilmu penetahuan, khususnya dalam ilmu komunikasi yang membidangi komunikasi antarbudaya.

(24)
(25)

BAB II

TINJAUAN TEORETIS

A.Persepsi dalam Komunikasi

Persepsi adalah proses internal yang kita lakukan untuk memilih, mengevaluasi dan mengorganisasi rangsangan dari lingkungan eksternal. 12Dalam berkomunikasi harus di sertai dengan presepsi, tidak mungkin kita berkomunikasi dengan efektif. Persepsilah yang menentukan kita memilih suatu pesan dan mengabaikan pesan yang lain, semakin tinggi derajat kesamaan persepsi antar individu, semakin mudah dan dan semakin sering mereka berkomunikasi. Dalam presepsi dalam komunikasi dibagi menjadi empat yakni:

1. Persepsi terhadap lingkungan fisik

Persepsi sering mengecoh kita, itulah yang disebut ilusi perseptual, misalnya kita merasa dunia datar, padahal bulat. Kita merasa bumi diam padahal bergerak dengan kecepatan ratusan meter per detik. Dalam mempersepsi lingkungan fisik, kita terkadang melakukan keliruan, indra kita kadang menipu kita. Misalnya, kita mungkin pernah menyaksikan bagaimana tongkat lurus yang dimasukkan ke dalam bak air tampak bengkok, warna langit yang berubah-ubah juga sering menjadi ilusi.

12 Deddy mulyana dan jalaluddin rahmat. Komunikasi Antarbudaya, (Bandung:PT.remaja rosdakarya,2009), h.25

(26)

2. Persepsi Sosial

Persepsi sosial adalah proses menangkap arti objek-objek sosial dan kejadian-kejadian dalam lingkungan yang kita alami dalam lingkungan kita. Ada beberapa persepsi sosial yaitu persepsi berdasarkan pengalaman, persepsi bersifat selektif, persepsi bersifat dugaan, presepsi bersifat evaluative, presepsi bersifat konstekstual. 3. Persepsi dan budaya

Persepsi dalam budaya sering mempengarui perbedaan budaya antara dua orang, semakin besar pula perbedaan persepsi mereka terhadap realitas. Karena tidak ada dua orang yang berbeda budaya mempunyai nila-nilai budaya yang persis sama, maka tidak ada pernah pula ada dua orang yang mempunyai presepsi yang sama. Ada beberapa unsur budaya yang secara langsung mempengarui presepsi kita ketika berkomunikasi dengan orang lain dari budaya yang lain yakni: kepercayaan, nilai, sikap, pandanga dunia, organisasi sosial, tabiat manusia, orientas kegiatan, dan presepsi tentan diri dan orang lain.

4. Kekeliruan dan kagagalan persepsi

Persepsi kita sering tidak cermat, salah satu penyebabnya adalah asumsi atau pengharapan kita mempersepsi sesuatu atau seseorang sesuai dengan pengharapan kita. Beberapa bentuk kekeliruan dan kegagalan persepsi yaitu:

a. Kesalahan atribusi yaitu proses internal dalam diri kita untuk memahami penyebab prilaku orang lain.

(27)

menyeluruh ini cenderung menimblka efek yang kuat atas penilaian kita akan sifat-sifatnya yang spesifik.

c. Stereotip yakni menggeneralisasikan orang-orang berdasarkan sedikit informasi dan membentuk asumsi mengenai mereka berdasarkan keanggotaan mereka dalam suatu kelompok.

d. Prasangka merupakan sikap yang tidak adil terhadap seseorang atau suatu kelompok.13

B.Komunikasi Antar Budaya

Budaya adalah suau pola hidup menyeluruh , budaya bersifat kompleks, abstrak, dan luas sehinga banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif.14

Komunikasi antara manusia terikat oleh budaya, sebagaimana budaya berbeda antara yang satu dengan yang lainnya sehingga praktek dan perilaku komunikasi individu-individu yang dibangun dalam budaya juga akan berbeda. Dapat dikatakan bahwa melalui pengaruh budayalah manusia belajar berkomunikasi dan memandang dunia mereka melalui kategori-kategori, konsep-konsep dan simbol-simbol. Selain itu, terkesan bahwa masing-masing orang dari budaya yang berbeda mempunyai pandangan yang tidak sama dalam memposisikan satu objek ataupun keadaan, begitu pula sebaliknya. Bahkan Liliweri mengatakan bahwa komunikasi antarbudaya akan berkesan apabila setiap orang yang terlibat dalam proses komunikasi mampu

(28)

meletakkan dan memfungsikan komunikasi di dalam suatu konteks kebudayaan tertentu. Selain itu, komunikasi antarbudaya sangat ditentukan oleh sejauhmana manusia mampu mengecilkan salah faham yang dilakukan oleh komunikator dan komunikan antarbudaya.15

Komunikasi antarbudaya adalah komunikasi yang terjadi di antara orang-orang yang memiliki kebudayaan yang berbeda (bisa beda ras, etnik, atau sosioekonomi, atau gabungan dari semua perbedaan ini dan bisa juga komunikasi antara orang-orang yang berbeda budaya (baik dalam arti ras, etnik, atau perbedaan-perbedaan sosio ekonomi). Kebudayaan adalah cara hidup yang berkembang dan dianut oleh sekelompok orang serta berlangsung dari generasi ke generas16 Hal ini dikarenakan setiap orang selalu berbeda budaya dengan orang lain, sekecil apa pun perbedaan tersebut

Komunikasi antar budaya adalah komunikasi yang terjadi di antara orang-orang yang memiliki kebudayaan yang berbeda (bisa beda ras, etnik, atau sosio ekonomi, atau gabungan dari semua perbedaan ini). Seperti kita ketahui bahwa budaya mempengaruhi cara seseorang berkomunikasi. Budaya bertanggung jawab atas seluruh aspek komunikasi yang dilakukan oleh seorang individu atau kelompok, baik secara verbal maupun nonverbal. Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J.Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang

15 Alo Liliweri. Dasar-Dasar Komunikasi Antarbuda, h.256

(29)

dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah untuk pendapat itu adalah Determinism. Herskovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke generasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai superorganic.17

Derajat perbedaan latar belakang pengalaman yang relatif besar antara para komunikator yang disebabkan oleh perbedaan-perbedaan kebudayaan. Sebagai asumsi. dasar adalah bahwa di antara individu-individu dengan kebudayaan yang sama umumnya terdapat kesamaan (homogenitas) yang lebih besar dalam hal latar belakang pengalaman secara keseluruhan dibandingkan dengan mereka yang berasal dari kebudayaan berlainan. Perbedaan-perbedaan kebudayaan antara para pelaku komunikasi ini serta perbedaan-perbedaan lainnya, seperti kepribadian individu, umur, penampilan fisik, menjadi permasalahan yang interen dalam proses komunikasi manusia, komunikasi antarbudaya bisa dianggap merupakan perluasan dari bidang-bidang studi komunikasi manusia, seperti komunikasi antarpribadi, komunikasi organisasi dan lain-lain atau dengan kata lain, komunikasi antarbudaya bisa terdapat dalam semuanya.18

Situasi perbedaan antar budaya, khususnya yang bisa dimasukkan ke dalam pengertian komunikasi sub-subnya (subcultural communication) ke dalam hal-hal berikut:

17http://www.irmanfsp.tk/2015/08/komunikasi-Antar-Budaya, (Diakses 9 Januari 2016)

18 http://int.search.tb.ask.com/search/GGmain.jhtml?searchfor=Pengertian Komunikasi Antar

(30)

a. Interethnic Communication

Interethnic communication, yaitu komunikasi antara dua atau lebih orang dari luar latar belakang etnik yang berbeda. Kelompok etnik adalah kumpulan orang yang dapat dikenal secara unik dari warisan teradisi kebudayaan yang sama, yang sering kali asalnya bersifat nasional.

b. Interracial Communication

Interracial communication, yakni komunikasi antara dua atau lebih orang dari latar belakang ras ynag berbeda. Dalam hal ini, ras diartikannya sebagai ciri-ciri penampilan fisik yang diturunkan dan diwariskan secara genetik.

c. Countercultural Communication

Countercultural communication, melibatkan orang-orang dari budaya asal atau pokok yang berkomunikasi dengan orang-orang dari sub budaya yang terdapat dalam budaya pokok tadi.

d. Social Class Communication

(31)

e. Group Membership

Merupakan unit-unit sub budaya yang cukup menonjol. Berdasarkan homogenitas dalam karakteristik-karakteristik, ditambah dengan loyalitas kelompok banyak perbedaan-perbedaan antar kelompok yang meletus menjadi konflik serius.19 C.Paradigma Interpretatif

Pendekatan interpretif berangkat dari upaya untuk mencari penjelasan tentang peristiwa-peristiwa sosial atau budaya yang didasarkan pada perspektif dan pengalaman orang yang diteliti. Pendekatan interpretatif diadopsi dari orientasi praktis. Secara umum pendekatan interpretatif merupakan sebuah sistem sosial yang memaknai perilaku secara detail langsung mengobservasi. Interpretif melihat fakta sebagai sesuatu yang unik dan memiliki konteks dan makna yang khusus sebagai esensi dalam memahami makna sosial. Interpretif melihat fakta sebagai hal yang cair (tidak kaku) yang melekat pada sistem makna dalam pendekatan interpretatif. Fakta-fakta tidaklah imparsial, objektif dan netral. Fakta merupakan tindakan yang spesifik dan kontekstual yang beragantung pada pemaknaan sebagian orang dalam situasi sosial. Interpretif menyatakan situasi sosial mengandung ambiguisitas yang besar. Perilaku dan pernyataan dapat memiliki makna yang banyak dan dapat dinterpretasikan dengan berbagai cara.20

Paradigma penelitian interpretif berpandangan bahwa realitas sosial secara sadar dan secara aktif dibangun sendiri oleh individu, setiap individu mempunyai

(32)

potensi memberi makna apa yang dilakukan. Realitas itu ada dalam bentuk bermacam-macam konstruksi mental, berdasarkan pengalaman sosial, bersifat lokal dan spesifik serta tergantung pada orang yang melakukannya. Oleh karena itu, suatu realitas yang diamati oleh seseorang tidak bisa digeneralisasi seperti halnya pada paradigma positivisme. Tidak ada social fact yang menunggu observasi kita, yang ada adalah kesiapan peneliti untuk memberi makna atas observasinya. Inti dari paradigma interpretif adalah memahami bentuk fundamental dari dunia sosial pada tingkat pengamatan sosial dan tingkat pengalaman subjektif seseorang yang bersifat nominalis, antipositivis, voluntarisme dan ideografis. Paradigma ini adalah produk langsung dari tradisi pemikir sosial aliran idealis Jerman. Ahli teori dalam paradigma ini adalah Dilthey, Weber, Husserl, dan Schultz yang berlandaskan pada Teori Kant. Metode penelitian dalam paradigma interpretif adalah: Etnografi, Etnometodologi, Fenomenologi, Hermeneutik dan Interaksi Simbolik.21

D.Pernikahan Campuran dalam Komunikasi Antar Budaya

Pernikahan antarbudaya yang berbeda sering menimbulkan sebuah masalah. Masalah sederhana seperti makanan apa yang harus dimakan, di mana tinggal atau liburan apa yan perlu dirayakan. Komunikasi merupakan kunci utama dalam menghadapi tantangan-tantangan tersebut dan mencari keputusan yang saling menguntungkan kedua bela pihak, namun untuk mencapai komunikasi yang efektif dalam pernikahan antarbudaya, setiap pasangan harus menghadapi masalah bahasa.

21 Ikhsan Budi Riharjo, “Memahami Paradigma Penelitian Non-Positivisme dan Implikasinya

(33)

Salah satu keputusan yang harus diambil adalah bahasa apa yang akan digunakan pasangan tersebut dalam komunikasi.22

Pernikahan antara bangsa yang berbeda itu menjadi hal yang biasa terjadi. Kalau kita berpikir optimis. Perbedaan itukan udah anugerah. Jadi diterima aja. Justru di sini seninya menikah dengan orang asing itu, kita tertantang untuk saling memahami dan menyesuaikan diri. Perkawinan beda budaya itu buat saya memang beda dengan nikah sama bangsa sendiri, tapi seperti nikah dengan orang Indonesia sendiri, intermarriage itu juga ada yang sukses dan ada yang gagal23

Terdapat beberapa elemen yang menjadi persoalan dalam hubungan kawin campur yaitu:

1. Elemen verbal

Tidak setiap orang memiliki pemahaman yang sama terhadap kata-kata yang terucap. Setiap orang berasumsi, bahwa orang yang diajak bicara memiliki pengertian yang sama tentang satu hal, juga bahwa manusia cenderung mengungkapkan ekspresi berbeda meskipun dengan maksud yang sama.

2. Elemen nonverbal

Seringkali manusia mengalami kesulitan dalam mengirim dan menterjemahkan kode pesan nonverbal. Dalam kehidupan perkawinan, kebanyakan mengandalkan pesan visual dalam menentukan perasaan pasangan.

22 Larry A. Samovar DKK. Komunikasi Lintas Budaya, h,284

(34)

3. Kecemburuan

Dapat dimaknai sebagi bentuk kecurigaan akan munculnya ketidaksetiaan. Kecemburuan bisa dipicu adanya ketidakpercayaan diri, sehingga justru bisa menyebabkan pasangannya tidak setia.

4. Perbedaan pria dan wanita

Pria dan wanita memiliki peran yang terus menerus melekat, dapat dimaknai sebagai stereotip. Komunikasi dalam perkawinan dapat terjalin harmonis, jika masing-masing keluar dari peran stereotip tersebut dan memiliki keinginan yang sama untuk mengembangkan kemampuan berkomunikasi satu sama lain.24

E.Nilai-Nilai Budaya Etnis Bugis dan Tionghoa

Nilai-nilai budaya Bugis khsusnya di Sengkang sangat kental dengan kejujuran, itu di buktikan oleh pesan salah satu tokoh pahlawan di Sengkang bernama Puang Ri Maggalatung. Beliau mengatakan:

Makkedai Puang Ri Maggalatug, lempu naacca, iyanaritu madeceng riparaddeki riwatakkalee, iyatonaritu temmassarang dewata seuwae. Naiya riasengnge acca, iyanaritu mitae munri gau, naiya nappogau engkapi madeceng napogau. Narekko engkai maja, ajasija mupagaui nrewei matti jana riko”, 25

Terjemahnya:

Berkata Puang Ri Magagalatung, kejujuran dan kepandaian, itulah yang paling baik ditanamkan pada diri kita. Itulah juga yang tak bercerai dengan Dewata

24 Rulliyanti Puspowardhani, “Komunikasi Antarbudaya Dalam Keluarga Kawin Campur Jawa

-Cina di Surakarta”, Tesis, (Surakarta: 2008, h.27) 25

(35)

Tunggal, yang disebut pandai ialah kemampuan untuk melihat akhir (akibat) perbuatan. Dan lakukan, bilamana tidak baik, janganlah hendaknya engkau kerjakan karena kembali juga nanti keburukannya padamu,

Orang-orang Tionghoa dikenal sebagai pekerja yang ulet, di Sengkang Kabupaten Wajo orang Tionghoa kebanyakan berprofesi sebagai pedagang, ada penjual emas, alat-alat elektronik dan lain-lain. Nilai-nilai budaya orang Tionghoa yakni :26

1. Tidak putus asa

Etika Tionghoa menyiratkan bahwa nasib bisa dirubah oleh orang itu sendiri, melalui usaha dan jerih payah tanpa putus asa orang akan mampu mencapai kesuksesan. Tidak ada di dunia ini sesuatu di dapat dengan gratis, melainkan harus

bekerja keras dan mempunyai kemauan yang tinggi.”carilah dan engkau akan

mendapatkan. 2. Maju dan modern

Anggapan bahwa orang Tionghoa Pragmatis (menentang perubahan), statis adalah anggapan yang sempit dan salah. Justru etika Tionghoa dalam konsepnya mendorong manusia untuk reformis dan dinamis. Inovasi baru, pengembangan produk, penataan ruang etalase, pembaharuan managemen, sistem, organisasi harus selalu berubah kearah yang baik. Hari ini harus lebih baik dari pada hari kemarin, hari yang akan datang harus lebih baik dan terus lebih baik.

(36)

3. Konsep Jien, Gie, Lee, Ti dan sin

Konsep Etika Tionghoa meyakini bahwa Tuhan menciptakan manusia dengan

sikap asli, “Tiap bagian tubuh beserta pernannya telah di beri sifat-sifat asli oleh

Tuhan YME. Tetapi hanya seorang Nabi dapat menggunakan semuanya itu dengan sempurna.

F. Komunikasi Pasangan Pernikahan dalam Pandangan Islam

Dalam pandangan Islam pernikahan ialah akad yang menghalalkan pergaulan dan membatasi hak dan kewajiban serta tolong menolong antara seorang laki–laki dan seorang perempuan yang bukan mahram.

Dalam pernikahan Islami ta’aruf adalah anak tangga pertama agar pernikahan

itu mencapai barakah. Dengan ta’aruf kita membuka pintu pertama untuk mengenal

dan mengetahui calon pasangan, mencoba mencari kecocokan, mencoba meneliti keinginan hati masing–masing pihak, serta menggali harapan–harapan dalam menyusun pernikahan.

Pernikahan dalam ajaran Islam bertujuan untuk ibadah, maka Islam menghendaki bahwa perkawinan antara laki – laki dan perempauan hendaknya sesuai dengan tuntutan yang telah diajarkan sesuai dengan syariat dalam agama sehingga pernikahan itu tidak hanya sebagai penyalur keinginan manusiawi tetapi juga bernilai

ibadah. Dalam kehidupan beragama Islam ta’aruf merupakan tuntutan agama

(37)

pilihlah yang memiliki agama, niscaya beruntung kedua tanganmu. ( HR Ahmad ). Islam telah memberikan konsep yang jelas tentang tata cara ataupun proses sebuah pernikahan yang berlandaskan Al-Qur`an dan As-Sunnah yang shahih.27

Dalam kehidupan bermasyarakat, hasrat manusia untuk menyatu dengan yang lainnya dapat berbentuk hubungan persahabatan, tolong menolong, pernikahan dan sebagainya. Dalam berinteraksi manusia senantiasa akan membutuhkan komunikasi, hidup bermasyarakat menjadi sunnatullah.

Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling Taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha mengenal. (QS. Al Hujurat/49: 13)

Apapun sebab nuzulnya, ayat di atas menegaskan kesatuan asal usul manusia dengan menunjukkan kesamaan derajat kemanusian manusia. Tidak wajar seseorang berbangsa dan merasa diir lebih tinggi dari yang lain, bukan hanya antar satu bangsa,

27 http://www.akademik.unsri.ac.id/paper3/download/paper/TA,, Fenomena Ta’aruf Sebelum

Perkawinan dikalangan Aktivitas Dakwah “studi Jamaah Tarbiyah Indaralaya” (Diakses 25 Januari 2016)

(38)

suku, atau warna kulit dengan selainnya, tetapi antara jenis kelamin mereka. Karena kalau seandainya ada yang berkata bahwa Hawa yang perempuan itu bersumber dari tulang rusuk Adam, sedang Adam adalah laki-laki, dan sumber sesuatu lebih tinggi derajatnya dari cabangnya. Sekali lagi seandainya ada yang berkata demikian maka itu hanya khusus terhadap Adam dan Hawa, tidak terhadap semua manusia karena manusia selain mereka berdua, kecuali Isa AS lahir akibat percampuran laki-laki dan perempuan.29

Pernikahan dalam Islam merupakan salah satu cara untuk membentengi seseorang supaya tidak terjerumus ke lembah kehinaan, disamping untuk menjaga dan memelihara keturunan, pernikahan juga merupakan perjanjian suci atau jalinan ikatan yang hakiki antara pasangan suami istri. Hanya melalui pernikahan perbuatan yang sebelumnya haram bisa menjadi halal, yang maksiat menjadi ibadah dan yang lepas bebas menjadi tangung jawab.

Dalam Islam, pernikahan adalah sah bila telah terpenuhi syarat dan rukun sebagaimana diatur dalam al-Qur’an dan hadits, atau yang telah terhimpun dalam khazanah hukum fiqih. Sementara dalam perspektif hukum positif di Indonesia, perkawinan atau pernikahan bagi umat Islam, di samping harus dilakukan menurut hukum Islam, maka setiap perkawinan wajib dilangsungkan di hadapan dan dicatat oleh Pejabat Pencatat Nikah (PPN) menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang dapat dibuktikan dengan akta autentik yang diterbitkan atau dikeluarkan oleh Pegawai Pencatat Nikah sebagai alat bukti tentang telah terjadinya

(39)

suatu peristiwa hukum. Islam sebagai ajaran yang sesuai dengan fitrah manusia telah

mensyari’atkan adanya pernikahan bagi setiap manusia. Pernikahan atau disebut juga

perkawinan merupakan ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dan perempuan untuk memenuhi tujuan hidup berumah tangga sebagai suami isteri dengan memenuhi syarat dan rukun yang telah ditentukan oleh syariat Islam.

(40)

disebabkan telah melaksanakan amal ibadah yang sesuai dengan syari'at Allah SWT.30

Pernikahan dalam pandangan Islam, bukan hanya sekedar formalisasi hubungan suami isteri, pergantian status, serta upaya pemenuhan kebutuhan fitrah manusia. Pernikahan bukan hanya sekedar upacara sakral yang merupakan bagian dari daur kehidupan manusia. Pernikahan merupakan ibadah yang disyari'atkan oleh Allah SWT melalui Rasul-Nya, maka tidak diragukan lagi pernikahan adalah bukti ketundukan seseorang kepada Allah dan Rasul-Nya. Allah tidak membiarkan hamba- Nya beribadah dengan caranya sendiri. Allah yang Maha Rahman memberikan tuntunan yang agung untuk melaksanakan ibadah ini.

30

(41)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A.Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif, penelitian kualitatif mengarahkan sasaran penelitiannya pada usaha menemukan dasar teori, bersifat deskriptif dengan mementingkan proses dari pada hasil, membatasi studi dengan fokus memiliki seperangkat kriteria untuk memeriksa keabsahan data.31

B.Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kota Sengkang Kabupaten Wajo, sekitar 229 km dari kota Makassar. Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan, yakni mulai Maret-Mei 2016. Lokasi penelitian berada di pusat kota Sengkang. Lokasi wawancara lebih banyak dilakukan di toko tempat kerja informan. Peneliti melakukan wawancara ketika informan tidak sibuk melayani pembeli di tokonya.

C.Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan keilmuan yaitu Ilmu Komunikasi (khususnya kajian ilmu) dengan menggunakan tradisi fenomenologi. D. Sumber Data

Dalam penelitian ini penulis akan menggunakan dua sumber data, yakni:

31Lexi J. Moleong. Metodologi Penelitian Kualitatif Cet.25, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya:, 2008), h. 8-13

(42)

1. Data Primer. Data primer adalah berbagai informasi dan keterangan yang diperoleh langsung dari sumbernya, yaitu pihak yang dijadikan informan penelitian. Penelitian ini menggunakan tekni penentuan informan dengan purposive sampling yaitu peneliti memilih orang-orang atau kelompok terbaik untuk dipelajari atau dalam hal ini memberikan informasi yang akurat. Kelompok dalam penelitian ini dipertimbangkan oleh peneliti untuk dipilih sebagai subjek penelitian dan para Informan yang dinilai akan banyak memberikan pengalaman yang unik dan pengetahuan yang memadai yang dibutuhkan peneliti32

Dalam penelitian ini, peneliti mengambil tiga informan pasangan pernikahan beda etnis yakni etnis Bugis dan etnis Tionghoa yaitu :

1. MY (s) dan S (i) 2. MD (s) dan HS (i) 3. GC (s) dan S (i)

2. Data Sekunder. Sumber data sekunder adalah berbagai teori dan informasi yang diperoleh tidak langsung dari sumbernya, yaitu berbagai buku dan referensi terkait dengan judul penelitian33

32

http://www.eurekapendidikan.com/2014/11/teknik-sampling-pada-penelitian.html, (diakses 26 Agustus 2016)

(43)

E.Teknik Pengumpulan Data

1. Wawancara

Dalam penelitian ini, peneliti langsung bertatap muka mewawancarai tiga pasangan beda etnis. Pertanyaan yang diberikan dimulai dari pertanyaan yang sederhana hingga pertanyaan yang sifatnya privasi kepada ketiga pasangan beda etnis. Proses wawancara hanya berlangsung sekitar 15 menit setiap pasangan, terbatasnya waktu wawancara disebabkan sibuknya informan melayani pelanggan ketika ada yang membeli di tokohnya dan informan etnis Tionghoa ada pula yang cuek ketika diajukan pertanyaan, jadi penulis sulit untuk mengembangkan pertanyaan yang diajukan kepada infoman

2. Observasi

Observasi atau pengamatan adalah kegiatan keseharian manusia dengan menggunakan panca indra. Tetapi observasi sebenarnya adalah kegiatan mengumpulkan data yang digunakan untuk menghimpun data dalam penelitian berupa pengamatan dalam pencatatan secara sistematis terhadap gejala yang tampak pada objek penelitian.34

Dalam observasi atau pengamatan peneliti kepada ketiga informan pasangan pernikahan ketika melakukan wawancara secara langsung, adanya ekspresi muka dari etnis Tionghoa yang kurang baik ketika wawancara berlangsung dan berbeda dengan

(44)

etnis Bugis yang selalu memperlihatkan ekspresi wajah yang baik ketiaka wawancara berlangsung

Pengamatan dalam penelitian ini difokuskan pada proses komunikasi merujuk pada pelaku komunikasi, pesan, media, dan efek komunikasi yang terjadi dalam pernikahan pasangan etnis Bugis dan Tionghoa di Sengkang dan Faktor-faktor yang mempengarui proses komunikasi yakni terutama pada aspek latarbelakang orientasi nilai budaya masing-masing pasangan etnis Bugis dan Tionghoa di Sengkang, penulis juga melakukan observasi lapangan dan mengumpulkan data dalam bentuk catatan tentang situasi dan kejadian di lokasi penelitian

3. Dokumentasi

Merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu, dokumentasi yang dilakukan dalam penelitian ini berupa foto serta data-data mengenai informan dalam penelitian peneliti. Hasil penelitian dari hasil observasi dan wawancara akan semakin sah dan dapat dipercaya apabila didukung oleh foto-foto35

F. Validitas Data

Validitas data dalam penelitian ini menggunakan :

1. Credibility meliputi kegiatan-kegiatan untuk meningkatkan kredibilatas hasil peneliti. Tindakan untuk menjamin credibility yang dilakukan oleh peneliti dalam penelitian ini

(45)

2. Dependability dari data kualitatif adalah kestabilan data dari waktu kewaktu dan kondisi hasil peneliti akan konsisten jika peneliti dapat direplikasikan pada subyek dan context yang sama pada penelitian kualitatif.

3. Confirmability adalah proses pengkriteriaan salah satu cara untuk mempertahankan conrfirmability adalah audit trial. Audit trial adalah untuk mengevaluasi keputusan pemilihan dan kepekaan peneliti terhadap data dengan tujuan untuk menghindari bias.

4. Transferability adalah suatu kemungkinan hasil penelitian dapat memberikan arti dan makna yang sama terhadap orang lain pada situasi yang berbeda.36

G.Teknik Pengolahan dan Analisis Data 1. Pengolaan data

Transkip yang dikumpulkan selama penelitian kualitatif adalah hasil wawancara dengan menggunakan observasi berupa catatan lapangan. Sebelum data dianalisis, peneliti harus sangat mengenal data yang dikumpulkan, proses ini dilakukan peneliti dengan membaca catatan lapangan dan transkip berulang kali sampai peneliti mendapatkan data dengan baik.

2. Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan metode fenomenologi, analisi data dilakukan sebagai berikut, yang pertama menyusun studi literatur tentang hasil penelitian terkait dengan pengalaman informan, kedua melakukan wawancara dan menyusun catatan

(46)

lapangan selama wawancara informan tersebut, ketiga membaca berulang-ulang transkrip yang disusun berdasarkan wawancara mendalam dan catatan mendalam dan catatan lapangan, keempat memilih catatan yang bermakna dan dan terkait dengan tujuan penelitian, kelima menyusun kategori berdasarkan kata kunci yang terdapat dalam pernyataan tersebut, keenam menuliskan tema hasil peneliian kepada pada partisipan, dan yang kedelapan menyusun suatu gambaran akhir dari pengalaman individu berupa hasil penelitian.37

(47)

BAB IV PEMBAHASAN

A.Gambaran Lokasi Penelitian 1. Filosofi Masyarakat Wajo

Sengkang adalah ibu kota dari kabupaten wajo, yang lahir pada tanggal 13 Maret 1399. Kemudia memiliki filosofi 3 S ,yaitu Sipakatau, Sipakalebbi, Sipakainge. Filosofi ini menjadi satu tatanan yang terpisahkan satu sama lain yaitu :

a. Sipakatau yaitu menghormati harkat dan martabat kemanusian seseorang sebagai makhluk ciptaan Allah SWT, semua makhluk disisi Allah SWT adalah sama, yang membedakan adalah keimanan dan ketakwaan

b. Sipakalebbi yaitu menghargai posisi dan fungsi masing-masing di dalam struktur kemasyarakatan dan pemerintahan, yang muda menghormati yang tua, dan yang tua menyayangi yang mudah,yang sederajat saling menghormati dan menyayangi, berprilaku dan berbicara sesuai norma (baik) yang di junjung tinggi oleh masyarakat dan pemerintah.

c. Sipakainge yaitu Menghargai nasehat, saran, kritikan, posisi, dari siapapun, pengakuan bahwa manusia adalah tempatnya kekurangan dan kekhilafan., aparatur pemerintah dan masyarakat tidak lupuk dari kekurangan, kekhilafan dan diperlukan kearifan untuk saling mengingatkan dan menyadarkan melalui mekanisme yang tidak lepas dari kearifan Sipakatau dan Sipakalebbi.

(48)

2. Letak Geografis

Kabupaten wajo dengan ibu kotanya Sengkang, terletak dibagian tengah propinsi Sulawesi Selatan dengan jarak 242 km dari ibukota provinsi, memanjang pada arah laut Tenggara dan terakhir merupakan selat, dengan posisi geografis antara 3º 39º - 4º 16º LS dan 119º 53º-120º 27 BT.Batas wilayah Kabupaten Wajo sebagai berikut :

a. Sebelah Utara : Kabupaten Luwu dan Kabupaten Sidrap b. Sebelah Selatan : Kabupaten Bone dan Soppeng,

c. Sebelah Timur : Teluk Bone

d. Sebelah Barat : Kabupaten Soppeng dan Sidra Gambar 1: Peta Kabupaten Wajo

(49)

terbentuk 44 wilayah yang berstatus Kelurahan dan 132 wilayah yang berstatus Desa. Masing-masing wilayah kecamatan tersebut mempunyai potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia yang berbeda meskipun perbedaan itu relatif kecil, sehingga pemanfaatan sumber-sumber yang ada relatif sama untuk menunjang pertumbuhan pembangunan di wilayahnya. Masing-masing wilayah Kecamatan tersebut mempunyai potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia yang berbeda meskipun perbedaan itu relatif kecil, sehingga pemanfaatan sumber-sumber yang ada relatif sama untuk menunjang pertumbuhan pembangunan di wilayahnya.38 B.Karakteristik Infoman Penelitian

Dalam penelitian ini ada tiga pasangan pernikahan etnis Tionghoa dan etnis Bugis, adapun karakteristiknya yaitu informan pasangan pernikanan pertama dari etnis Tionghoa MY (58) merupakan etnis asli Tionghoa. MY dilahirkan di Sengkang dan besar di Sengkang, MY menikahi S (38) dari etnis Bugis. MY dan S menikah di tahun 2005 dan telah dikarunia dua anak. Perkerjaan MY tukang servis elektronik di jalan Andi Mori Sengkang, selanjutnya Informan pasangan pernikahan kedua MD (50) dari etnis Tionghoa bukan merupakan etnis Tionghoa asli. MD dilahirkan di Enrekang. MD menikahi HS (44) dari etnis Bugis. MD dan HS telah dikarunia dua anak dari pernikahannya pada tahun 2009. MD bekerja sebagai penual kain di jalan RA. Kartini Sengkang dan Informan pasangan pernikahan ketiga GC (42) merupakan etnis Tionghoa asli, GC sama dengan informan pertama lahir dan besar di Sengkang.

38

(50)

GC menikahi S (38) dari etnis Bugis. GC dan S menikah di tahun 2009 dan belum dikaruniai anak. GC bekerja sebagai penjual alat elektronik di jalan RA. Kartini kota Sengkang. Untuk lebih jelasnya dari karakteristik ketiga pasangan pernikahan informan etnis Bugis dan etnis Tionghoa di Sengkang bisa dilihat dari tabal berikut :

Table.2 Karakteristik Informan

Sumber : ola data primer, Agustus 2016

C.Proses Komunikasi Dalam Pernikahan Pasangan Etnis Bugis dan Etnis Tionghoa di Sengkang Kabupaten Wajo

Dari wawancara dan pengamatan yang dilakukan oleh peneliti. Proses komunikasi yang terjadi dalam pernikahan etnis Bugis dan etnis Tionghoa tidak medapat kesulitan baik itu dari pesan, media dan efek komunikasi yang terjadi, itu semua dikarenakan etnis Tionghoa sudah lancar berbahasa bugis, karena mereka lahir dan besar di Sengkang. Intraksi pasangan pernikahan beda etnis dari segi bahasa berjalan dengan lancar, hanya saja pelaku komunikasi didalam hubungan pernikahan

(51)

tidak terlepas dari persepsi yang berbeda hingga mengakibatkan kesalapahaman dalam komunikasi ketiga pasangan pernikahan beda etnis tersebut.

Dalam hasil penelitian ini, peneliti akan memaparkakan dari hasil wawancara yang telah dilakukan oleh tiga pasangan perikahan etnis Bugis dan etnis Tionghoa, mulai proses komunikasi menuju pernikahan hingga proses komunikasi dalam pernikahan ketiga pasangan informan tersebut

Dalam pembahasan ini teori Interethnic Communication yakni komunikasi pasangan pernikahan yang memiliki latar belakang budaya yang berbeda dalam proses komunikasi berjalan dengan baik pernikahan ketiga pasangan pernikahan beda etnis kecuali informan pasangan pernikahan ketiga yang sedikit mendapat hambatan dari kedua orang tua masing-masing, seperti yang diungkapkan ketiga pasangan pernikahan sebagai berikut:

Informan Pasangan Pernikahan Pertama MY menikah dengan seorang wanita yang berasal dari etnis bugis sejak 12 tahun yang lalu dan proses perkenalan keduanya tidak membutuhkan waktu yang lama untuk kejenjang pernikahan, Seperti yang diungkapkan informan MY :

“adama 12 tahun menikah dengan istriku dan Alhamdulillah ada mi dua anakku,laki-laki sama prempuan. Yang laki-laki umurnya 7 Tahun, kalau yang perempuan 3 Tahun, Awal pertemuan saya sama istriku, waktu saya pergi shalat jumat di Mesjid Raya Tempe, disituka ketemu ama istriku dan karena saling sama-sama suka. Tidak terlalu lamaja kenalan, langsung saya lamar”39

39

(52)

S yang dinikahi oleh MY tidak menyangka akan mendapatkan suami dari etnis Tionghoa yang berbeda etnis darinya, seperti yang diungkapan S sebagai berikut

“Saya ketemu dengan suami saya itu 12 tahun yang lalu, saya tidak pernah

menyangka bakalan ketemu dengan orang yang beda suku apalagi sampai

mejadi suamiku sekarang. tetapi karena namanya jodoh yah beginimi.”40

Adapun informan pasangan pernikahan kedua MD menikah dengan seorang wanita yang berasal dari etnis bugis sejak 7 tahun yang lalu. Proses perkenalan MD dan HS juga tanpa proses pacaran seperti pasangan yang lain sebelum kejenjang pernikahan. Berikut hasil wawancara dengan MD :

Saya kenal dengan istri saya 7 tahun yang lalu di acara pernikan teman saya, pada saat itu status saya sudah duda, temanku yang kasi kenal ka. Hanya beberapa bulan saya dan istriku pendekatan ya langsung nikah, tidak ada pacaran-pacaran, malu sama umur”41

Status janda dan duda yang dimiliki informan pasangan pernikahan kedua ini tidak menjadi halangan untuk menyatukan mereka, hanya sekitar satu bulan proses perkenalan pasangan ini langsung menuju kejenjang pernikahan, seperti yang diungkapkan informan HS :

Saya ketemu dengan suami saya itu 7 tahun yang lalu, hanya sekitar satu bulan kenalan, langsung nikah, sebelum nikah suamiku tau kalo saya janda, begitu pun juga saya, saya tau kalo dia duda, karena saya dan suami saya juga sudah sama-sama tua, kita tidak pacaran-pacaran lagi”.42

Kemudian, informan pasangan pernikahan ketiga yakni GC dan S mendapatkan hambatan menuju proses kejenjang pernikahan. Pasangan ini

40

Informan pasangan pertama, wawancara 20 Juli 2016 41

Informan pasangan pernikahan kedua, wawancara 26 Juli 2016 42

(53)

membutuhkan waktu sepuluh tahun untuk meyakinkan orang tua kedua pasangan pernikahan GS dan S, seperi yang diungkapan informan GC :

“Setelah saya memutuskan untuk menikah. Banyak sekali Suka dukanya pada saat masih pacaran dengan istriku, awal-awal kita pacaran itu susah sekali karena perbedaan budaya diantara kita, saya dari etnis Tionghoa dan istriku dari etnis Bugis. selama satu dua tahun hubungan saya itu sulit sekali, yah karena masing-masing orang tua awalnya tidak setuju, apalagi pas saya bilang sama orang tua kalo calon istriku orang bugis. jadi saat itu sangat berat. barulah sepuluh tahun kita pacaran akhirnya orang tua saya setuju, karena saya juga sudah terlanjur suka sama istriku”.43

Agama dan budaya menjadi hambatan keluarga S untuk menerimah GC sebagai menantu, tetapi kesabaran GC dan S menjalani hubungan pacaran selama sepuluh tahun menuai hasil yang baik, seperti yang diungkapkan informan S :

“Awal-awal kita pacaran, orang tua tidak setuju karena kita beda etnis. Keluarga saya juga agamanya kuat, jadi berat sekali. Itu saya rasakan pada saat saya pacaran satu dua tahun, tetapi pas sepuluh tahun saya pacaran barumi orang tua setuju dengan syarat suamiku masuk islam. Karena kita

saling suka akhirnya saya menikah dan suamiku akhirnya masuk islam”.44

Hasil penelitian menunjukkan bahwa etnis Tionghoa yang sudah fasih berbahasa bugis tidak menghambat dalam proses komunikasi dengan pasangannya dari etnis Bugis. Dari hasil wawancara informan lebih sering menjawab pertanyaan dengan menggunakan bahasa bugis dan peneliti mencoba menerjemahkan kebahasa yang mudah dipahami oleh pembaca, seperti yang diungkapkan ketiga pasangan pernikahan informan beda etnis sebagai berikut :

43

Informan pasangan pernikahan ketiga, wawancara 27 Juli 2016 44

(54)

Informan Pasangan Pernikahan Pertama MY yang lahir dan besar di Wajo sudah fasih menggunakan bahasa bugis, MY lebih nyaman berkomunikasi berhasa bugis dengan istri dan anaknya, seperti yang diungkapkan informan MY :

“paling sering saya menggunakan bahasa Bugis, kepada istri saya begitu juga

kepada anak saya karena terasa nyamanmi dipake. kalau bahasa Indonesia sekali-sekali ji.”45

S selaku istri MY merasa suaminya sudah lancar berbahasa bugis, logatnya juga sudah seperti orang asli Bugis, seperti yang diungkapkan informan S :

Suami saya itu sudah lancar bahasa bugis, logaknya juga sudah seperti orang bugis, mungkin karena dia lahir di Sengkang, jadi kami paling sering

menggunakan bahasa bugis.”46

Selanjutnya informan pasangan pernikahan kedua. Dalam proses komunikasi MD dan HS berjalan dengan baik, karena HD sudah sangat lancar berbahsa bugis. Bukan hanya dalam keluarga tapi dengan teman-teman HD lebih sering juga menggunakan bahasa Bugis, seperti yang diungkapkan informan HD :

“Kalo bahasa sudah jelas bahasa bugis yah, dari dulu memang sudah lancar

bahasa bugis, bagaimana tidak lancar rata-rata temanku orang bugis semua. Sama anak istriku juga lebih sering pake bahas bugis, ketimbang bahasa Indonesia”.47

Karena suami HS sudah fasih berbahasa bugis, jadi HS lebih sering menggunakan bahasa bugis dalam keluarga, seperti yang diungkapkan informan HS :

“bahasa bugis dipake karena suamiku juga pake bahasa bugis, begitu pun juga dengan anak-anak paling sering pake bahasa bugis”.48

45

Informan pasangan pernikahan pertama, wawancara 20 Juli 2016 46

Informan pasangan pernikahan pertama, wawancara 20 Juli 2016 47

Informan pasangan pernikahan kedua, wawancara 26 Juli 2016 48

(55)

Selanjutnya informan Pasangan Pernikahan Ketiga. Dari penuturan pasangan pernikahan ketiga GC dan S proses komunikasi juga berjalan dengan baik. GC yang dari etnis Tionghoa juga lancar berbahasa bugis walaupun lebih cenderung menggunakan bahsa Indonesia ketimbang bahasa bugis bersama dengan istrinya, seperti yang diungkapkan informan GC sebagai berikut :

“Kalo sehari-hari di keluarga menggunakan bahasa Indonesia, kalo bahasa bugis sekali-lagi ji kita pake, tapi saya dan istriku lancarja juga bahasa

bugis”49

Meskipun suatu keluarga kawin campur sering melakukan interaksi, bahkan dengan bahasa yang sama sekalipun, tidak berarti komunikasi akan berjalan mulus atau bahwa dengan sendirinya akan tercipta saling pengertian. Hal ini dikarenakan, antara lain, sebagian di antara individu tersebut. Masih memiliki prasangka terhadap kelompok budaya lain dan enggan bergaul50

Dari hasil wawancara ketiga informan pasangan pernikahan beda etnis, kesalapahaman dalam berkomunikasi masih sering terjadi. Walaupun dari etnis Tionghoa sudah fasih dalam berbahasa Bugis. Kesalapahaman yang sering muncul yaitu perbedaan pendapat pasangan pernikahan etnis Bugis dan etnis Tionghoa dalam keluarga, seperti yang diungkapkan ketiga pasangan pernikahan sebagai berikut :

Infoman Pasangan Pernikahan Pertama. Dalam 12 tahun pernikahan MY dan S, kesalapahan atau konflik dalam keluarga itu sudah menjadi hal biasa. Salah satu

49

Informan pasangan pernikahan ketiga, wawancara 27 Juli 2016

50 Rulliyanti Puspowardhani. Komunikasi antarbudaya dalam keluarga kawin campur jawa-cina

(56)

penyebabnya adalah adanya kesalapahaman dalam berkomunikasi, sepeti yang diungkapkan informan MY :

Sudah biasami klo konflik, palingan adu mulut ji, istriku biasa ada sy bilang belum pi terlau jelas na dengar marah-marah mi, biasa mi juga ikut emosika

kalau begitumi”.51

Sifat MY yang sering marah-marah membuat komunikasinya dengan istrinya tidak lancar, seperti yang diungkapkan informan S sebagai berikut :

Suamiku itu yang sering marah-marah, baru besar sekali suaranya kalo

marah’i, biasa saya kasi solusi kalo ada masalah, kalo nda na nasukai

langsungmi marah-marah, tapi biasa sembentar ji marahnya”.52

Informan Pasangan Pernikahan Kedua. MD selama berumah tangga dengan istrinya tidak pernah terlibat konflik atau kesalahpahaman yang bisa merusak hubungan yang mereka jalani sekarang. Semuanya bisa diatasi dan diselesaikan dengan cara baik-baik supaya tidak menimbulkan konflik, seperti yang diungkapkan informan MD :

“Saya selama berumah tangga dengan istri saya yang etnis Bugis tidak pernah terlibat cekcok, konflik atau kesalah pahaman yang bisa merusak hubungan, yah sampai sekarang semuanya berjalan baik, biasaji ada perbedaan pendapat tapi itu biasa diatur dan dibicarakan baik-baik, tidak ada itu yang sampai main fisik atau bagaiamana. Kita Saling menghargai satu sama lain jadi hubungan

saya dan istri saya baik sampai sekarang.”53

. Rasa pengertian yang dimiliki oleh MD kepada istrinya HS membuat perbedaan pendapat dapat diselesaikan dengan cepat, seperti yang diungkapkan oleh informan HS :

51

Informan pasangan pernikahan pertama, wawancara 20 Juli 2016 52

Informan pasangan pernikahan pertama, wawancara 20 Juli 2016 53

(57)

Kalo terjadi perbedaan pendapat, kita selesaikan dengan cepat. Suamiku juga pengertian sekali orangnya. Setiap ada masalah kita selesaikan dengan baik.”54

Selanjutnya informan Pasangan Pernikahan Ketiga GW dan S yang sudah 7 tahun menikah dan bermukim di Sengkang, bukan cuma itu GW juga lahir dan besar di Sengkang. Mengenai perbedaan budaya dengan istrinya, tidak menghambat dalam proses komunikasi. GW hanya sedikit memahami budaya etnis Bugis tetapi itu tidak sampai menghambat komunikasi dengan istrinya karena GW sangat menghargai budaya etnis Bugis.

Dalam suatu hubungan pernikahan hendaknya sikap saling menghargai sangat penting, sama hal dengan GC dengan istrinya yang selalu menjunjung sikap saling menghargai satu sama lain. Seperti yang diungkapkannya informan GC sebagai berikut :

walaupun sebelum menikah, banyak sekali hambatan terutamah dari restu dari kedua orang tua kami. Perbedaan etnis bukan penghalang buat kami untuk menyatuh dalam pernikahan. Saling menghargai itu yang saya pegang jadi prinsip kalo saya hargai istriku pasti istriku juga hargai saya, itualah yang

membuat kami bertahan samapai sekarang, biarpun kita beda etnis”.55

D.Faktor-faktor yang Memengarui Proses Komunikasi Antar Budaya Pasangan Pernikahan Etnis Bugis dan Etnis Tionghoa di Sengkang Kabupaten Wajo

1. Orientasi Nilai Budaya

Hambatan komunikasi antar budaya yang sering terjadi antara lain: fisik, budaya, Hambatan komunikasi atau communication barrier adalah segala sesuatu

54

Informan pasangan pernikahan kedua, wawancara 26 Juli 2016 55

(58)

yang menjadi penghalang untuk terjadinya komunikasi yang efektif. Perbedaan budaya sendiri merupakan salah satu faktor penghambat dalam komunikasi antar budaya, karenanya hambatan tersebut juga sering disebut sebagai hambatan komunikasi antar budaya, sebagai hambatan dalam proses komunikasi yang terjadi karena adanya perbedaan budaya antara komunikator dan komunikan. Adapun faktor persepsi, motivasi, pengalaman, emosi, bahasa (verbal), nonverbal, kompetisi56. Dengan proses komunikasi yang efektif pasangan pernikahan etnis Bugis dan etnis Tionghoa, sering berbagi pengetahuan tentang budaya yang mereka miliki kepada pasangannya, seperti yang diungkapkan ketiga pasangan pernikahan beda etnis, sebagai berikut :

Informan Pasangan pertama. MY juga sangat paham dengan kebudayaan etnis Bugis. pengetahuan tentang budaya etnis Bugis didapatkannya dari cerita istrinya dan beradaptasi dengan lingkungan sehari-hari. Seperti yang diungkapkan informan MY sebagai berikut

“Kalau ditanya soal kebudayaan etnis Bugis, saya sudah sangat paham dek. Kenapa saya paham karena memang dari kecil saya sudah berbaur dengan etnis Bugis, ditambah istri saya orang bugis, jadi saya sering bertanya tentang adat yang belum terlau saya paham. Jadi secara tidak langsung saya tahu kebudayaan-kebudayaan etnis Bugis, seperti adat istiadatnya, perilaku, sifat masyarakat Bugis, tulisan lontara, lagu-lagu bugis seperti bulu alauna tempe, festival danau tempe, pesta panen, maccera danau tempe, kalau perkawinan seperti makna dari mappacci saya tau, dalam hal agama saya tau perayaan agama etnis Bugis seperti sebelum masuk ramadhan ada namanya baca-baca dulu, perayaan 1 Muharram, perayaan maulid yang sering identik dengan telur yang berwarna warni, terus perayaan isra miraj dan masih banyak kebudayaan

56 Alvin senjaya. “

Gambar

Tabel 2 Karakteristik Informan .......................................................................38
Gambar 1 Peta Kabupaten Wajo .....................................................................36
Gambar 1: Peta Kabupaten Wajo
Gambar 1: Toko Informan Pertama
+2

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran CT-Scan kepala penderita dengan klinis neoplasma intrakranial di Bagian Radiologi FK Unsrat /SMF Radiologi RSUP Prof..

Selanjutnya kegiatan eksperimen dilakukan sebagai berikut: (a) melaksanakan pretes untuk mengetahui kemampuan awal pemahaman dan penalaran matematis sebelum diberikan

Demikian surat permintaan ini diisi/ dibuat dengan sebenarnya dan apabila dikemudian hari ternyata keterangan-keterangan tersebut tidak benar, kami bertanggung jawab sepenuhnya atas

Tidak hanya pemerintahan Indonesia dan Korea Selatan yang bekerjasama dalam bidang kepariwisataan, pemerintahan provinsi yang didukung oleh pemerintahan negara

Modalitas yang dapat digunakan pada kondisi untuk mengatasi permasalahan yang ada berupa Transncutaneous Electrical Nerve Stimulation (TENS ) dengan Mc Kenzie

Sehubungan dengan telah dilaksanakannya evaluasi kualifikasi terhadap perusahaan saudara untuk paket pekerjaan Pembuatan Trotoar dan Drainase Ruas 2 Pada FKIP Undana Tahun

7) Pendapatan per kapita keluarga transmigran tertinggi Rp 717.500,- berada pada permukiman transmigran di Provinsi Sumatera Selatan sedangkan yang terendah terjadi

Dengan membawa data – data perusahaan sebagaimana yang tercantum dalam lampiran surat ini sehingga anggota pokja dapat melakukan pembuktian sebagaimana perihal tersebut di