• Tidak ada hasil yang ditemukan

TEMUAN PEMERIKSAAN BPK ATAS LKPP DAN LKPD SERTA DANA PERIMBANGAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TEMUAN PEMERIKSAAN BPK ATAS LKPP DAN LKPD SERTA DANA PERIMBANGAN"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

BIRO

ANALISA

ANGGARAN

DAN

PELAKSANAAN

APBN

– SETJEN

DPR

RI

REKOMENDASI DAN CATATAN MENGENAI HASIL PEMERIKSAAN BPK

ATAS PENETAPAN, PENYALURAN DAN PENERIMAAN DANA PERIMBANGAN TAHUN ANGGARAN 2006 DAN 2007 (SEMESTER I)

PENDAHULUAN

1. Dana perimbangan merupakan dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Dana perimbangan dibentuk untuk mendukung pendanaan program otonomi daerah. Dana perimbangan meliputi Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Bagi Hasil (DBH).

2. Sesuai dengan peraturan pemerintah No.105 tahun 2001 pemerintah daerah memiliki kewenangan untuk menetapkan sistem dan prosedur pengelolaan keuangan daerah dalam bentuk peraturan daerah. Sistem tersebut sangat diperlukan dalam memenuhi kewajiban pemerintah daerah dalam membuat laporan pertanggung jawaban keuangan daerah yang bersangkutan.

3. BPK telah melakukan pemeriksaan terhadap penetapan alokasi dan penyaluran dana perimbangan oleh pemerintah pusat serta penerimaan dana perimbangan oleh pemerintah daerah tahun anggaran 2006 dan semester I TA 2007.

4. Badan Pemeriksa Keuangan menyatakan penyaluran dan penerimaan dana

perimbangan pusat dan daerah belum transparan dan akuntabel. Sistem pengendalian internal penyaluran dan penerimaan dana juga belum memadai dan sesuai peraturan perundang-undangan. Untuk itu Diharapkan Pemerintah Pusat menyempurnakan mekanisme penetapan alokasi, monitoring, dan rekonsiliasi dalam pengelolaan Dana Perimbangan, menyempurnakan ketentuan yang saling bertentangan dan tidak konsisten.

TEMUAN PEMERIKSAAN BPK ATAS LKPP DAN LKPD SERTA DANA PERIMBANGAN Temuan dan Opini Pemeriksaan Atas LKPP dan LKPD

Dari segi teknis, setidaknya ada sepuluh kelemahan sistem pengendalian internal keuangan negara yang dtemukan oleh pemeriksaan BPK atas LKPP pada tahun anggaran 2004 sampai dengan 2007 dan LKPD pada tahun anggaran 2004, 2005 dan 2006. Kelemahan tersebut adalah :

1. Masih perlunya perbaikan mendasar sistem akuntansi keuangan negara agar dapat diseragamkan sesuai dengan sistem yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan pada tahun 2003 dan 2005.

2. Perlunya sinkronisasi sitem komputer instansi pemerintah agar menjadi terintegrasi dan kompatible anatara satu dengan lainnya. Hingga sekarang ini

(2)

BIRO

ANALISA

ANGGARAN

DAN

PELAKSANAAN

APBN

– SETJEN

DPR

RI

sistem komputer antar Direktorat Jenderal di Departemen Keuangan pun belum kompatible antara satu dengan lainnya.

3. Perlunya mengimplementasikan sistem perbendaharaan tunggal agar uang negara tidak lagi tersebar diberbagai rekening termasuk rekening individu pejabat negara yang sudah lama meninggal dunia.

4. Perlunya inventarisasi aset dan hutang negara baik di tingkat pusat maupun daerah

5. Pelunya penyediaan tenaga adminstrasi pembukuan pada setiap unit instansi pemerintahan mulai dari tingkat pusat hingga daerah.

6. Perlunya transparansi dan akuntabilitas pemungutan pajak maupun

penyimpanannya sebelum ditransfer ke kas negara

7. Perlunya sinkronisasi penerimaan dan pengeluaran di sektor perminyakan dengan perincian ongkos produksi penambangan migas oleh kontraktor swasta harus dirasionalisir dalam perhitungan cost recovery agar dpat mengoptimalkan penerimaan negara.

8. Tidak dimungkinkannya BPK melaksanakan tugas konstitusionalnya untuk melakukan pemeriksaan atas penerimaan negara

9. Perlunya penertiban dasar pemungutan PNBP , penyimpanan dan

penggunaannya

10. Belum adanya quality assuarance Laporan Keuangan Departemen/Lembaga

maupun Pemda karena belum direviu oleh aparat pengawasan internal

pemerintah sebagaimana diharapkan oleh Undang-Undang sebelum

ditandatangani oleh Menteri/Kepala Instansi maupun Gubernur serta Bupati/Walikota dan diserahkan untuk diperiksa oleh BPK.

Kesepuluh temuan pemeriksaan di atas telah menyebabkan BPK memberikan opini disclaimer pada LKPP selama empat tahun berturut-turut yakni pada tahun 2004-2007. Pemberian pendapat atas pemeriksaan LKPP ke empat tahun anggaran itu adalah didasarkan pada ketentuan pasal 16 ayat (1) UU No.15 Tahun 2004 tentang BPK. Opini pemeriksaan BPK diberikannya berdasarkan tingkat kewajaran informasi yang disajikan dalam laporan keunagan negara berdasarkan keseuaiannya dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) kecukupan pengungkapan, efektifitas sistem pengendalian internal dan kepatuhan kepada perundang-undangan yang berlaku. Ditingkat daerah, hasil pemeriksaan BPK atas 459 Laporan Keuangan Pemeritah Daerah (LKPD) tahun 2006 yang terdiri dari 33 provinsi dan 426 kabupaten/kota memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atas 3 LKPD, Wajar dengan Pengecualian (WDP) atas 326 LKPD, Tidak Memberikan Pendapat (Disclaimer) atas 102 LKPD dan Tidak Wajar (TW) kepada 28 LKPD.

Salah satu sumber penyebab ketidakpastian bagi penyelenggaraan keuangan daerah adalah karena tidak adanya suatu desain yang jelas dari Pemerintah Pusat dalam melaksanakan Paket Tiga UU Keuangan Negara Tahun 2003-2004 dalam kaitannya dengan otonomi daerah. Disatu pihak, departemen teknis belum rela untuk

(3)

BIRO

ANALISA

ANGGARAN

DAN

PELAKSANAAN

APBN

– SETJEN

DPR

RI

menyerahkan kewenangannya yang seharusnya didesentralisasikan kepada pemerintah daerah. Tidak adanya desain dalam pelaksanaan penyelenggaraan keuangan daerah itu tercermin dari adanya rangkaian peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat yag tidak jelas, multi tafsir, rumit , tidak stabil dan sering berubah. Sementara itu, belum semua daerah memiliki peraturan daerah mengenai pengelolaan keuangan daerah. Juga belum semua daerah memiliki peraturan kepala daerah tentang Kebijakan Akuntansi Pemerintah daerah.

Temuan signifikan pemeriksaan BPK atas LKPD tahun 2006 adalah sebagai berikut : 1. Temuan yang berindikasi kerugian negara sebanyak 1.127 temuan senilai Rp6,00

triliun

2. Kekurangan penerimaan sebanyak 722 senilai Rp2,62 triliun

3. Temuan yang bersifat administrasi sebanyak 1.287 temuan senilai Rp40,97 triliun 4. Ketidakhematan/pemborosan dalam pealksanaan anggaran atau inefesiensi

sebanyak 1.131 temuan senilai Rp16,99 triliun

5. Penggunaan anggaran tidak sesuai dengan tujuan yang ditetapkan atau tidak dimanfaatkan sebanyak 1.687 temuan senilai Rp43,60 triliun

Temuan Pemeriksaan BPK Tahun 2007 tentang Dana Perimbangan

Dalam semster II Tahun 2007, BPK melakukan pemeriksaan atas penetapan alokasi dan penyaluran Dana perimbangan Tahun 2006 yang ditransfer dari pemerintah

pusat ke pemerintah daerah. Pemeriksaan ini baru mencakup 210

pemerintahkabupaten/kota, disamping seluruh 33 pemerintah provinsi. Tujuan pemeriksaan adalah untuk menilai apakah (1) sistem pengendalian intern (SPI) atas penetapan alokasi, penyaluran dan penerimaan Dana Perimbangan telah memadai dan (2) penetapan alokasi, penyaluran dan peenrimaan dana perimbangan telah dilakukan secara tepat jumlah, tepat waktu, dan tepat rekening serta sesuai dengan ketentuan undang-undang. Jadi, pemeriksaan belum mencakup penggunaannya yang dilaporkan dalam LKPD.

Adapun temuan hasil pemeriksaan atas penetapan alokasi dan penyaluran dana perimbangan yang signifikan , antara lain adalah sebagai berikut :

1. Tidak adanya harmonisasi dan konsistensi antara ketentuan Pasal 4 ayat (3) Peraturan Presiden Nomor 104 Tahun 2006 tentang Penetapan Alokasi Dana Alokasi Umum (DAU) dengan peraturan yang lebih tinggi sehingga beberapa daerah mendapat alokasi DAU lebih dari yang seharusnya sebesar Rp168,46 miliar.

2. Penghitungan DAU tidak seluruhnya didasarkan pada data dasar yang jelas 3. Data dasar berupa luas wilayah yang digunakan untuk penghitungan DAU belum

sepenuhnya mengacu pada PP Nomor 55 Tahun 2005

4. Penghitungan Alokasi Dana Alokasi Khusus (DAK) tidak mengikuti kriteria umum, kriteria khusus dan kriteria teknis yang ditetapkan sehingga alokasi DAK tahun

(4)

BIRO

ANALISA

ANGGARAN

DAN

PELAKSANAAN

APBN

– SETJEN

DPR

RI

2006 sebesar Rp1,42 triliun dan tahun 2007 sebesar Rp1,07 triliun tidak mempunyai dasar.

5. Terdapat kesalahan penghitungan alokasi DAK sehingga 21 daerah kurang alokasi sebesar Rp4,22 miliar dan 15 daerah kelebihan alokasi DAK sebesar Rp1,26 miliar.

6. Pencairan DAK tahun 2006 tidak sesuai ketentuan dan pada akhir TA 2006 dana tersebut menumpuk pada kas daerah atau kas Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) sehingga berpotensi digunakan di luar tujuan semula.

7. DAK untuk Dana Reboisasi sebesar Rp998,71 juta yang berasal dari TA 2002 s.d. 2005 sudah dikeluarkan dari kas negara tapi masih tersimpan di rekening khusus Dirjen Perbendaharaan.

8. Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam (DBH SDA) terlambat disalurkan dan terdapat DBH SDA tahun 2006 yang belum disalurkan sebesar Rp1,15 triliun

9. Realisasi DBH SDA minyak bumi triwulan I tahun 2007 yang merupakan hak provinsi/kota/kabupaten di povinsi Kaltim kurang disalurkan sebesar Rp71,99 miliar.

10. Penerimaan dana perimbangan pada 45 pemerintah daerah senilai Rp1,54 triliun dilakukan tanpa melalui kas daerah, diantaranya sebesar 71,18 miliar digunakan secara langsung tanpa melalui mekanisme APBD dan sebesar Rp149,34 miliar belom disetor ke kas daerah.

11. Penerimaan dan pengelolaan upah pungut PBB/BPHTB pada 90 pemerintah daerah senilai Rp120,88 miliar dilakukan di luar mekanisme APBD dan diantaranya digunakan langsung sebesar Rp90,77 miliar dan sebesar Rp19,27 miliar belum disetor ke kas daerah.

Hasil pemeriksaan di atas mencerminkan kelemahan dalam cara penetapan dan penyaluran Dana Perimbangan oleh pemerintah pusat dan penerimaannya oleh pemerintah daerah, antara lain sebagai berikut :

1. Belum ada suatu Standar Operating Procedures yang baku dalam proses pelaksanaan penghitungan alokasi DAU dan DAK. Apabila data dasar untuk penghitungan DAU dan DAK tidak lengkap, tidak ada prosedur baku untuk menyelesaikan permasalahan dalam penyediaan data dan proses penghitungan penetapan alokasi DAU dan DAK.

2. Pelaksanaan rekonsiliasi dalam penyaluran DBH SDA tidak dapat dijalankan secara efektif karena tidak ada prosedur yang memungkinkan Pemerintah Daerah untuk memiliki data pembanding mengenai besaran penerimaan DBH SDA yang seharusnya dibagikan kepada daerah. Secara umum belum ada ketentuan yang mewajibkan setiap perusahaan pengelola SDA menyampaikan tembusan laporan realisasi produksi atau pembayarannya setiap triwulan kepada daerah penghasil

3. Walaupun telah diatur bahwa DBH SDA disalurkan secara triwulanan, tetapi tidak jelas diatur apakah penyalurannya dilakukan pada triwulan saat penerimaan SDA dibayarkan oleh perusahaan atau pada triwulan lain

(5)

BIRO

ANALISA

ANGGARAN

DAN

PELAKSANAAN

APBN

– SETJEN

DPR

RI

4. Pelaksanaan rekonsiliasi DBH SDA tidak jelas diatur saat pelaksanaannya.

Ketidakjelasan tersebut mengakibatkan tidak jelasnya waktu penerimaan DBH SDA walaupun telah dianggarkan oleh pemerintah daerah. Sementara itu, sebagian besar rekening kas daerah belum ditetapkan dengan surat keputuasn kepala daerah.

5. Walaupun telah ditetapkan bahwa rekening penerimaan Dana Perimbangan adalah rekening kas daerah, mekanisme yang ada tidak menjamin bahwa dana perimbangan yang disalurkan benar-benar di terima kas daerah, Karena tidak ada kewajiban bagi KPPN atau Departemen Keuangan untuk meminta nomor rekening koran milik Pemerintah Daerah (rekening Kas Daerah) yang sudah mendapat penetapan dari kepala daerah. Apabila ada permintaan pencairan Dana Perimbangan ke rekening yang bukan merupakan rekening kas daerah maka KPPN atau Departemen Keuangan tetap melakukan pencairan tersebut 6. Tidak efektifnya mekanisme rekonsiliasi antara unit organisasi pengelolaa Dana

Perimbangan baik di Departemen Keuangan, departemen teknis, dan pemerintah daerah dalam menentukan besarnya DBH SDA. Pemerintah daerah , khususnya daerah penghasil tidak dapat mengetahui berapa besar hak DBH yang seharusnya dierima karena tidak memiliki data penerimaan negara yang dibayar oleh perusahaan di daerah. Di lain pihak, departemen keuangan dan departmen teknis mengalami kesulitan untuk mengedentifikasi daerah penghasil karena penerimaan negara yang tidak menyebutkan daerah penghasilnya dan kurang nya informasi dari daerah. Sebagai contoh, tidak ada keharusan untuk melakukan rekonsiliasi /konfirmasi penerimaan pajak antara Direktorat Jenderal Pajak dengan Pemerintah Daerah terkait sehingga setiap pemerintah daerah penerima DBH pajak tidak pernah tahu berapa hak DBH pajak mereka sebenarnya.

7. Walaupun telah diatur bahwa DAK harus habis, tetapi dalam kenyataannya, rekening kas daerah untuk DAK pada akhir tahun masih bersaldo. Sementara itu belum ada pengaturan tentang mekanisme pengelolaan saldo DAK di daerah yang masih bersisa pada akhir tahun anggaran.

8. Belum ada mekanisme yang jelas mengenai peruntukkan/penggunaan DBH PBB

khususnya biaya pemungutan PBB.Tidak adanya kejelasan ini mengakibatkan bervariasinya penggunaan biaya pemungutan PBB pada setiap daerah bahkan terdapat pihak-pihak yang memanfaatkan biay apemungutan PBB tersebut tanpa melalui mekanisme APBD

Beberapa Permasalahan Mengenai Dana Perimbangan Berdasarkan Pengamatan Biro di Beberapa Daerah :

1. Adanya tumpang tindih peraturan antara Departemen Keuangan , Departemen

Dalam Negeri dan peraturan yang diterbitkan daerah dalam hal penggunaan DAK.

2. Tidak adanya mekanisme pengawasan pencairan Dana Perimbangan sehingga penyaluran Dana Perimbangan tidak tepat waktu, tepat jumlah dan tepat sasaran

(6)

BIRO

ANALISA

ANGGARAN

DAN

PELAKSANAAN

APBN

– SETJEN

DPR

RI

3. Penggunaan single treasury account berpotensi menimbulkan masalah jika tidak

disertai sistem pencatatan pembukuan yang memadai

REKOMENDASI

1. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan BPK Perwakilan melakukan koordinasi

dalam hal memantau alokasi dan penggunaan dana perimbangan dan pelaksanaan tindak lanjut pemerintah daerah atas temuan-temuan BPK Perwakilan.

2. Pembentukan Badan Akuntabilitas Keuangan Daerah (BAKD) yang memiliki tugas yang hampir sama dengan Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) di tingkat pusat, merupakan salah satu langkah yang dapat ditempuh untuk mengawal temuan-temuan BPK perwakilan terhadap dana perimbangan dan laporan keuangan daerah pada umumnya. Pembentukan BAKD oleh DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota menjadi semakin penting untuk mendorong Pemerintah mempercepat pembangunan sistem keuangan sesuai dengan Paket tiga UU Keuangan Negara Tahun 2003-2004.

3. DPRD dapat melakukan koordinasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat RI (DPR RI) dalam hal sosialisasi alokasi dana perimbangan kepada tiap-tiap daerah. Dengan demikian DPRD dapat mengetahui besaran dana perimbangan yang diperoleh daerahnya dan pada akhirnya berhubungan dengan pengawasan yang harus dilakukan.

4. Perlu adanya transparansi dan sosialisasi atas data dasar dimana pemerintah sebaiknya menyerahkan kepada DPR data-data dasar yang akan digunakan dalam penghitungan DAU dan DAK sebelum pembahasan kebijakan transfer ke daerah. Selain itu, dasta dasar serta kebijakan transfer ke daerah yang sudah disepakati oleh DPR perlu juga disosialisaikan kepada provinsi dan kabupaten/kota. Perlu dilakukan pengawasan atas input data dasar untuk penghitungan Dana Perimbangan. Hal ini dilakukan untuk mengurangi kesalahan input. Selain itu perlu dibuat berita acara serah terima data dasar untuk peghitungan Dana Perimbangan yang menjamin validitas dataPerlu dibuat prosedur yang memungkinkan pemerintah daerah untuk memiliki data pembanding sehingga dapat dilakukan rekonsiliasi penyaluran DBH. Prosedur tersebut antara lain dengan mewajibkan setiap perusahaan pengelola SDA untuk menyampaikan tembusan laporan realisasi produksi atau pembayarannya setiap triwulan kepada daerah penghasil

5. Perlu diatur waktu yang jelas atas pelaksanaan rekonsiliasi DBH SDA.

6. KPPN dan Departemen Keuangan sebaiknya melakukan pengawasan atas kebenaran

rekening tujuan pengiriman transfer Dana Perimbangan apakah merupakan Rekening Kas Umum Daerah atau bukan.

(7)

BIRO

ANALISA

ANGGARAN

DAN

PELAKSANAAN

APBN

– SETJEN

DPR

RI

7. Perlu dibuat mekanisme yang efektif antara Departemen Keuangan, departemen

teknis dan daerah penghasil SDA dalam penentuan besaran DBH. Perlu dibuat suatu ketentuan yang mengatur bahwa daerah penghasil SDA wajib memberikan data-data mengenai perusahaan pengelolaa SDA di daerahnya kepada depertemen teknis dan Departemen Keuangan. Selain itu, perusahaan pengelola SDA juga wajib menyampaikan tembusan laporan pembayaran kepada pemerintah daerah.

8. Perlu dibuat suatu mekanisme bagi daerah yang DAK nya masih bersisa pada akhir tahun dan juga mekanisme untuk penggunaan biaya pemungutan PBB.

9. Perlunya rekonsiliasi antara peraturan yang diterbitkan oleh Depkeu , Depdagri dan daerah

10. DPR melalui BAKN segera menindaklanjuti temuan-temuan BPK yang berkaitan dengan Dana Perimbangan.

11. Menambah/ merekrut tenaga yang memahami akuntansi,

& memberikan pendidikan atau pelatihan mengenai akuntansi kepada sumber daya manusia yang tersedia.

DAFTAR PUSTAKA

1. Prof. Dr. Anwar Nasution “Perbaikan Pengelolaan Keuangan Negara dan Keuangan Daerah” , Badan Pemeriksa Keuangan, 16 Juli 2008

2. Laporan Hasil Pemeriksaan Atas Penetapan, Penyaluran dan Penerimaan Dana Perimbangan Tahun Anggaran 226 dan 2007 (Semester I), Badan Pemeriksa Keuangan , Jakarta 2008.

3. Laporan Kunjungan ke BPK Perwakilan dalam rangka kajin terhadap Usaha Peningkatan Akuntabilitas Kebijakan Perimbangan Keuangan antara Pemrintah Pusat dan Pemerintah Daerah , 2008

4. Dr. H. Chris Kuntadi CPA “Analisis Kebijakan Publik terhadap Pengelolaan Keuangan Daerah”

Referensi

Dokumen terkait

Faktor penyebab kawasan hutan di Kecamatan Margorejo didominasi oleh lahan kritis karena banyak pembukaan ladang berpindah oleh penduduk setempat di bagian hutan

bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan pada perusahaan property dan real estate yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2010-2014 dimana

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai variasi bahan baku yang memudahkan pada proses pembakaran briket arang dan biopelet sehingga tidak lagi

Diktat yang tidak diikuti oleh seluruh Pamong Belajar diantaranya Diktat Pengelola Taman Bacaan Masyarakat dan Rumah Pintar, Diklat Tutor KUM (Keaksaraan

· Borang Penilaian Program Literasi Maklumat : Post Test 2 ((OPR/PSAS/BR06/PT2/atas talian) bagi kelas Strategi Pencarian Maklumat (pelajar pascasiswazah baharu) Pembatalan

Antara kesilapan-kesilapan yang terdapat dalam periwayatan Asbab al-Nuzul di dalam Tafsir Nurul Ihsan. Pertama: Per’anggahan antara sebab turun dan ayat al-Qur’an dari sudut

ini untuk memecahkan masalah tersebut adalah model Problem Based Learning (PBL) melibatkankeaktifan siswa dalam bentuk kerja dalam tim karena memberikan kesempatan siswa

Dari hasil pengukuran TEM dapat dilihat bahwa nanopartikel ZnO pada pelarut 2-propanol memiliki bentuk nano-rod dengan dimensi 20 nm  9 nm yang lebih jelas (Gambar