Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian
Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan
Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota, diamanatkan bahwa kewenangan
pembangunan bidang Cipta Karya merupakan tanggung jawab Pemerintah
Kabupaten/Kota. Oleh karena itu, Pemerintah Kabupaten/Kota terus didorong
untuk meningkatkan belanja pembangunan prasarana bidang Cipta Karya agar
kualitas lingkungan permukiman di daerah meningkat. Di samping membangun
prasarana baru, pemerintah daerah perlu juga mengalokasikan anggaran belanja
untuk pengoperasian, pemeliharaan dan rehabilitasi prasarana yang telah
terbangun. Namun, seringkali pemerintah daerah memiliki keterbatasan fiskal
dalam mendanai pembangunan infrastruktur permukiman.
Pemerintah daerah cenderung meminta dukungan pendanaan dari pemerintah
pusat, namun perlu dipahami bahwa pembangunan yang dilaksanakan Ditjen.
Cipta Karya dilakukan sebagai stimulan dan pemenuhan standar pelayanan
minimal. Oleh karena itu, alternatif pembiayaan dari masyarakat dan sektor
swasta perlu dikembangkan untuk mendukung pembangunan bidang Cipta Karya
yang dilakukan pemerintah daerah. Dengan adanya pemahaman mengenai
keuangan daerah, diharapkan dapat disusun langkah-langkah peningkatan
investasi pembangunan bidang Cipta Karya di daerah.
Pembahasan aspek pembiayaan dalam RPI2-JM pada dasarnya bertujuan untuk:
a. Mengidentifikasi kapasitas belanja pemerintah daerah dalam
melaksanakan pembangunan bidang Cipta Karya;
b. Mengidentifikasi alternatif sumber pembiayaan antara lain dari masyarakat
BAB
IX
ASPEK PEMBIAYAAN
PEMBANGUNANAN
BIDANG CIPTA KARYA
dan sektor swasta untuk mendukung pembangunan bidang Cipta Karya;
c. Merumuskan rencana tindak peningkatan investasi pembangunan bidang
Cipta Karya.
9.1 Arahan Kebijakan Pembiayaan Bidang Cipta Karya
Pembiayaan pembangunan bidang Cipta Karya perlu memperhatikan arahan
dalam peraturan dan perundangan terkait, antara lain:
1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004.
Tentang Pemerintah Daerah: Pemerintah daerah diberikan hak otonomi
daerah, yaitu hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan
masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundangundangan.
Dalam hal ini, Pemerintah Daerah menyelenggarakan urusan pemerintahan
yang menjadi kewenangannya, kecuali urusan pemerintahan yang menjadi
urusan Pemerintah Pusat yaitu politik luar negeri, pertahanan, keamanan,
yustisi, moneter dan fiskal nasional, serta agama.
2. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004.
Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah:
untuk mendukung penyelenggaraan otonomi daerah, pemerintah daerah
didukung sumber-sumber pendanaan meliputi Pendapatan Asli Daerah,
Dana Perimbangan, Pendapatan Lain yang Sah, serta Penerimaan
Pembiayaan. Penerimaan daerah ini akan digunakan untuk mendanai
pengeluaran daerah yang dituangkan dalam Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah (APBD) yang ditetapkan melalui Peraturan Daerah.
3. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005.
Tentang Dana Perimbangan: Dana Perimbangan terdiri dari Dana Alokasi
Umum, Dana Bagi Hasil, dan Dana Alokasi Khusus. Pembagian DAU dan
DBH ditentukan melalui rumus yang ditentukan Kementerian Keuangan.
khusus yang ditentukan Pemerintah atas dasar prioritas nasional.
Penentuan lokasi dan besaran DAK dilakukan berdasarkan kriteria umum,
kriteria khusus, dan kriteria teknis.
4. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007.
Tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah,
Pemerintahan Daerah Provinsi, Dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota:
Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah,
terdiri atas urusan wajib dan urusan pilihan. Urusan wajib yang menjadi
kewenangan pemerintahan daerah untuk kabupaten/kota merupakan
urusan yang berskala kabupaten/kota meliputi 26 urusan, termasuk bidang
pekerjaan umum. Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang bersifat
wajib yang berpedoman pada standar pelayanan minimal dilaksanakan
secara bertahap dan ditetapkan oleh Pemerintah. Urusan wajib
pemerintahan yang merupakan urusan bersama diserahkan kepada daerah
disertai dengan sumber pendanaan, pengalihan sarana dan prasarana,
serta kepegawaian sesuai dengan urusan yang didesentralisasikan.
5. Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2011.
Tentang Pinjaman Daerah: Sumber pinjaman daerah meliputi Pemerintah,
Pemerintah Daerah Lainnya, Lembaga Keuangan Bank dan Non-Bank, serta
Masyarakat. Pemerintah Daerah tidak dapat melakukan pinjaman langsung
kepada pihak luar negeri, tetapi diteruskan melalui pemerintah pusat.
Dalam melakukan pinjaman daerah Pemda wajib memenuhi persyaratan:
a. Total jumlah pinjaman pemerintah daerah tidak lebih dari 75%
penerimaan APBD Tahun sebelumnya;
b. Memenuhi ketentuan rasio kemampuan keuangan daerah untuk
mengembalikan pinjaman yang ditetapkan pemerintah paling sedikit
2,5%;
c. Persyaratan lain yang ditetapkan calon pemberi pinjaman;
d. Tidak mempunyai tunggakan atas pengembalian pinjaman yang
e. Pinjaman jangka menengah dan jangka panjang wajib mendapatkan
persetujuan DPRD.
6. Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2005.
Tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan
Infrastruktur (dengan perubahan Perpres 13/2010 dan Perpres 56/2010):
Menteri atau Kepala Daerah dapat bekerjasama dengan badan usaha
dalam penyediaan infrastruktur. Jenis infrastruktur permukiman yang dapat
dikerjasamakan dengan badan usaha adalah infrastruktur air minum,
infrastruktur air limbah permukiman dan prasarana persampahan.
7. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006.
Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah (dengan perubahan
Permendagri 59/2007 dan Permendagri 21/2011): Struktur APBD terdiri
dari:
a. Pendapatan daerah yang meliputi: Pendapatan Asli Daerah, Dana
Perimbangan, dan Pendapatan Lain yang Sah.
b. Belanja Daerah meliputi: Belanja Langsung dan Belanja TidakLangsung.
c. Pembiayaan Daerah meliputi: Pembiayaan Penerimaan dan Pembiayaan
Pengeluaran.
8. Peraturan Menteri PU Nomor 15 Tahun 2010.
Petunjuk Teknis Penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) Bidang
Infrastruktur: Kementerian PU menyalurkan DAK untuk pencapaian sasaran
nasional bidang Cipta Karya. Adapun ruang lingkup dan kriteria teknis DAK
bidang Cipta Karya adalah sebagai berikut:
a. Bidang Infrastruktur Air Minum
DAK Air Minum digunakan untuk memberikan akses pelayanan sistem
penyediaan air minum kepada masyarakat berpenghasilan rendah di
kawasan kumuh perkotaan dan di perdesaan termasuk daerah pesisir
dan permukiman nelayan. Adapun kriteria teknis alokasi DAK
diutamakan untuk program percepatan pengentasan kemiskinan
(MDGs) yang mempertimbangkan:
- Jumlah masyarakat berpenghasilan rendah;
- Tingkat kerawanan air minum.
b. Bidang Infrastruktur Sanitasi
DAK Sanitasi digunakan untuk memberikan akses pelayanan sanitasi
(air limbah, persampahan, dan drainase) yang layak skala kawasan
kepada masyarakat berpenghasilan rendah di perkotaan yang
diselenggarakan melalui proses pemberdayaan masyarakat. DAK
Sanitasi diutamakan untuk program peningkatan derajat kesehatan
masyarakat dan memenuhi sasaran/target MDGs yang dengan
kriteria teknis:
- Kerawanan sanitasi;
- Cakupan pelayanan sanitasi.
9. Peraturan Menteri PU Nomor 14 Tahun 2011.
Tentang Pedoman Pelaksanaan Kegiatan Kementerian Pekerjaan Umum
yang merupakan Kewenanangan Pemerintah dan dilaksanakan sendiri:
Dalam menyelenggarakan kegiatan yang dibiayai dana APBN, Kementerian
PU membentuk satuan kerja berupa Satker Tetap Pusat, Satker Unit
Pelaksana Teknis Pusat, dan Satuan Non Vertikal Tertentu. Rencana
program dan usulan kegiatan yang diselenggarakan Satuan Kerja harus
mengacu pada RPI2-JM bidang infrastruktur ke-PU-an yang telah
disepakati. Gubernur sebagai wakil Pemerintah mengkoordinasikan
penyelenggaraan urusan kementerian yang dilaksanakan di daerah dalam
rangka keterpaduan pembangunan wilayah dan pengembangan lintas
sektor.
1. Dana APBN, meliputi dana yang dilimpahkan Ditjen Cipta Karya kepada
Satuan Kerja di tingkat provinsi (dana sektoral di daerah) serta Dana
Alokasi Khusus bidang Air Minum dan Sanitasi.
2. Dana APBD Provinsi, meliputi Dana Daerah untuk Urusan Bersama
pembangunan infrastruktur permukiman dengan skala provinsi/regional.
3. Dana APBD Kabupaten/Kota, meliputi dana daerah untuk urusan
bersama (DDUB) dan dana lainnya yang dibelanjakan pemerintah
kabupaten untuk pembangunan infrastruktur permukiman dengan skala
kabupaten/kota.
4. Dana Swasta meliputi dana yang berasal dari skema Kerjasama
Pemerintah dan Swasta (KPS), maupun skema Corporate Social
Responsibility (CSR).
5. Dana Masyarakat melalui program pemberdayaan masyarakat.
6. Dana Pinjaman, meliputi pinjaman dalam negeri dan pinjaman luar
negeri.
Dana-dana tersebut digunakan untuk belanja pembangunan, pengoperasian dan
pemeliharaan prasarana yang telah terbangun, serta rehabilitasi dan peningkatan
prasarana yang telah ada. Oleh karena itu, dana-dana tersebut perlu dikelola dan
direncanakan secara terpadu sehingga optimal dan memberi manfaat yang
sebesar-besarnya bagi peningkatan pelayanan bidang Cipta Karya.
9.2 Profil APBD Kabupaten
Tapanuli Utara
Bagian ini menggambarkan APBD Kabupaten Tapanuli Utara selama 5 Tahun
terakhir dengan sumber data berasal dari dokumen Realiasasi APBD dalam 5
Tahun terakhir. Komponen yang dianalisis berdasarkan format Permendagri
Nomor 13 Tahun 2006 adalah Belanja Daerah, Pendapatan Daerah, dan
Pembiayaan Daerah.
Sistem pengelolaan keuangan atau sistem penganggaran pemerintah termasuk
didalamnya pemerintah daerah juga mengalami reformasi dan penguatan
dengan terbitnya Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan
Negara. Struktur Pendapatan daerah berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang baru tersebut terdiri dari:
1) Pendapaan Asli Daerah;
3)
Lain-lain Penerimaan yang sah. Pendapatan Asli Daerah, terdiri dari:a) Pajak Daerah;
b) Retribusi Daerah;
c) Bagian Laba BUMD, dan;
d) Lain-lain PAD yang sah. Dana Perimbangan terdiri dari:
Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak;
Dana Alokasi Umum (DAU), dan (3) Dana Alokasi Khusus (DAK).
Rasio perbandingan antara jumlah realisasi dan anggaran pendapatan daerah
atau sering disebut sebagai rasio pengumpulan (collection ratio) menunjukkan
bahwa upaya penggalian pendapatan daerah masih belum efisien dan efektif. Hal
itu nampak pada rasio pengumpulan pendapatan daerah yang rata-rata masih di
bawah 100 persen, artinya realisasi belum dapat melampauai target yang
direncanakan. Pengelolaan dan pengembangan pendapatan daerah terutama
yang bersumber dari Pendapatan Asli Daerah masih menghadapi beberapa
permasalahan antara lain:
a. Penentuan target atau anggaran pendapatan dari Tahun ke Tahun lebih
didasarkan pada kaidah incremental (dinaikkan persentase tertentu dari
pencapaian Tahun sebelumnya), dan kurang didasarkan pada kondisi potensi
masing-masing jenis pendapatan;
b. Ketersediaan dan pengelolaan data base potensi untuk masing-masing jenis
pendapatan masih belum optimal dilakukan oleh masing-masing
instansi/dinas penghasil;
c. Penilaian tingkat keberhasilan dan kinerja instansi/dinas penghasil lebih pada
ukuran rasio pengumpulan (collection ratio), dan kurang dipadukan dengan
rasio cakupan (coverage ratio), sehingga tingkat keberhasilan yang
didapatkan masing-masing instansi masih relative semu;
d. Upaya peningkatan dan pengembangan pendapatan lebih dianggap sebagai
kegiatan rutin yang dilakukan oleh masing-masing instansi/dinas penghasil,
dan bukan merupakan program atau kegiatan yang dilakukan secara terpadu
dan berkesinambungan dari waktu ke waktu;
e. Upaya peningkatan dan pengembangan pendapatan masih sering terkendala
karena alasan agar tidak terjadi kontra produktif terhadap dunia usaha,
upaya peningkatan pendapatan lebih dikesampingkan.
Belanja Daerah
Belanja Daerah terdiri dari Belanja Langsung dan Belanja Tidak Langsung.
Belanja Daerah (local expenditure) diprioritaskan untuk melindungi dan
meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat dalam upaya memenuhi kewajiban
daerah. Perlindungan dan peningkatan kualitas kehidupan masyarakat
diwujudkan dalam bentuk peningkatan pelayanan dasar, pendidikan, penyediaan
fasilitas pelayanan kesehatan, fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak, serta
mengembangkan sistim jaminan sosial.
Belanja daerah mempertimbangkan analisis standar belanja, standar harga dan
pelayanan umum minimal yang ditetapkan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. Belanja Kepala Daerah dan Wakil Daerah serta pimpinan dan anggota
DPRD diatur dalam Perda (Peraturan Daerah) yang berpedoman pada
undang-undang dan peraturan pemerintah.
Untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah kalau memang
dibutuhkan dapat melakukan pinjaman yang bersumber dari Pemerintah,
pemerintah daerah lain, lembaga keuangan bank, lembaga keuangan bukan bank
dan masyarakat. Pemerinatah dalam persetujuan DPRD dapat menerbitkan
obligasi daerah untuk membiayai investasi yang menghasilkan penerimaan
daerah. Selain itu bahwa pemerintah daearah juga dapat melakukan pinjaman
yang berasal dari penerusan pinjaman hutang luar negeri dan Menteri Keuangan
atas nama Pemerintah setelah memperoleh pertimbangan Menteri dalam Negeri.
Tabel 9.1. Perkembangan Pendapatan Daerah di Kabupaten Tapanuli UtaraTahun 2010-2014
PENDAPATAN DAERAH Tahun 2010 Tahun 2011 Tahun 2012 Tahun 2013 Tahun 2014
Rp. % Rp. % Rp. % Rp. % Rp. %
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11)
Pendapatan Asli Daerah 15,499,925,147.47 2.78 23,104,103,678.54 3.42 34,023,120,252.85 4.69 37,952,077,661.95 4.45 6,211,733,472.83 2.17
a. Pajak Daerah 3,317,407,499.00 0.59 4,693,287,500.00 0.69 5,097,600,087.50 0.70 6,022,333,998.00 0.71 1,974,615,341.00 0.69
b. Retribusi Daerah 2,557,071,842.00 0.46 3,910,588,519.00 0.58 16,448,581,542.00 2.27 17,636,231,882.00 2.07 1,450,755,820.00 0.51
c. Hasil Pengolahan
Kekayaan Daerah yang dipisahkan
4,009,384,307.00 0.72 6,923,114,521.87 1.02 6,566,169,608.00 0.90 7,195,245,251.00 0.84 0 0.00
d. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah
5,616,061,499.47 1.01 7,577,113,137.67 1.12 5,910,769,015.35 0.81 7,098,266,530.95 0.83 2,786,362,311.83 0.98
Dana Perimbangan 445,304,912,221.00 79.78 488,402,686,687.00 72.23 567,953,425,913.00 78.27 637,547,710,918.00 74.81 257,000,705,000.00 89.94
a. Dana Bagi Hasil
Pajak/Bagi Hasil bukan Pajak
28,011,295,221.00 5.02 25,788,562,258.00 3.81 30,387,273,913.00 4.19 29,306,489,918.00 3.44 0 0.00
b. Dana Alokasi Umum 369,275,117,000.00 66.16 405,822,524,429.00 60.02 487,345,532,000.00 67.16 552,463,211,000.00 64.83 248,683,845,000.00 87.03
c. Dana Alokasi Khusus 48,018,500,000.00 8.60 56,791,600,000.00 8.40 50,220,620,000.00 6.92 55,778,010,000.00 6.54 8,316,860,000.00 2.91
Lain-Lain Pendapatan
Daerah yang sah
97,326,948,579.00 17.44 164,665,391,934.00 24.35 123,633,852,011.00 17.04 176,733,922,612.00 20.74 22,523,019,600.00 7.88
a. Pendapatan Hibah 16,339,871,096.00 2.93 12,959,052,030.00 1.92 2,628,113,670.00 0.36 5,564,966,194.00 0.65 1,289,259,600.00 0.45
b. Dana Bagi Hasil Pajak dari Provinsi dan Pemerintah Daerah Lainnya
PENDAPATAN DAERAH Tahun 2010 Tahun 2011 Tahun 2012 Tahun 2013 Tahun 2014
Rp. % Rp. % Rp. % Rp. % Rp. %
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11)
c. Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus
60,866,679,931.00 10.91 130,216,075,080.00 19.26 65,514,039,000.00 9.03 116,344,568,000.00 13.65 21,233,760,000.00 7.43
d. Bantuan Keuangan dari Provinsi atau Pemerintah Daerah Lainnya
9,368,480,000.00 1.68 6,699,711,731.00 0.99 45,191,438,000.00 6.23 47,053,594,000.00 5.52 0 0.00
Total Pendapatan 558,131,785,947.47 100 676,172,182,299.54 100 725,610,398,176.85 100 852,233,711,191.95 100 285,735,458,072.83 100
Tabel 9.2. Perkembangan Pendapatan Daerah di Kabupaten Tapanuli UtaraTahun 2010-2014
BELANJA DAERAH Tahun 2010 Tahun 2011 Tahun 2012 Tahun 2013 Tahun 2014
Rp. % Rp. % Rp. % Rp. % Rp. %
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11)
Belanja Tidak langsung 337,599,107,824.00 61.59 367,495,767,623.71 52.12 422,893,049,403.00 57.33 471,481,408,239.00 56.51 140,818,835,627.00 86.91
a. Belanja Pegawai 317,571,086,912.00 57.93 343,495,627,792.00 48.71 398,850,040,853.00 54.07 428,183,336,252.00 51.32 127,291,773,917.00 78.56
b. Belanja bunga 1,212,120.00 0.00 1,225,513.71 0.00 0 0.00 0 0.00 0 0.00
c. Belanja Subsidi 995,135,000.00 0.18 935,510,000.00 0.13 1,067,444,000.00 0.14 0 0.00 0 0.00
d. Belanja Hibah 3,416,258,142.00 0.62 6,724,945,700.00 0.95 8,552,199,000.00 1.16 24,572,248,119.00 2.94 11,690,355,210.00 7.22
e. Belanja Bantuan Sosial 3,010,669,150.00 0.55 3,631,658,268.00 0.52 788,158,000.00 0.11 3,147,781,000.00 0.38 272,266,000.00 0.17
f. Bantuan keuangan dari
provinsi/pemerintah daerah lainnya
9,999,950,000.00 1.82 10,056,674,350.00 1.43 11,237,812,550.00 1.52 11,528,994,868.00 1.38 1,521,340,500.00 0.94
g. Belanja Tidak Terduga 2,604,796,500.00 0.48 2,650,126,000.00 0.38 2,397,395,000.00 0.32 4,049,048,000.00 0.49 43,100,000.00 0.03
Belanja Langsung 210,567,683,736.00 38.41 337,627,372,972.00 47.88 314,807,001,646.00 42.67 362,903,291,344.15 43.49 21,207,863,791.00 13.09
a. Dana Bagi Hasil Pajak/Bagi Hasil bukan Pajak
19,231,613,644.00 3.51 38,571,007,671.00 5.47 21,794,016,012.00 2.95 23,851,993,447.00 2.86 2,110,126,156.00 1.30
b. Dana Alokasi Umum 95,570,145,655.00 17.43 110,912,757,726.00 15.73 121,504,815,422.00 16.47 132,155,775,281.00 15.84 11,219,563,785.00 6.92
c. Dana Alokasi Khusus 95,765,924,437.00 17.47 188,143,607,575.00 26.68 171,508,170,212.00 23.25 206,895,522,616.15 24.80 7,878,173,850.00 4.86
Total Pendapatan 548,166,791,560.00 100 705,123,140,595.71 100 737,700,051,049.00 100 834,384,699,583.15 100 162,026,699,418.00 100
Tabel 9.3. Perkembangan Pembiayaan Daerah Kabupaten Tapanuli Utara dalam 5 Tahun Terakhir
PEMBIAYAAN DAERAH Tahun 2010 Tahun 2011 Tahun 2012 Tahun 2013 Tahun 2014
Rp. % Rp. % Rp. % Rp. % Rp. %
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11)
Surflus/devisit(Pendapatan Daerah-Belanja Daerah)
(-28.935.958.296,17)
Penerimaan Pembiayaan 17.000.705.534,60 59.927.980.644,83 69.927.154.364,56 37.831.305.879,63 35.491.051.138,58
a. Sisa Lebih Perhitungan
Anggaran Tahun
Anggaran Sebelumnya
(SILPA)
17.000.705.534,60 59.027.980.664,83 53.927.154.364,56 36.831.305.879,63 24.687.881.729,48
b. Pencairan Dana
d. Penerimaan Pinjaman
Daerah
- - - - -
e. Penerimaan Kembali
Pemberian Pinjaman
- - - - -
f. Penerimaan Piutang
Daerah
- - - 1.000.000.000,00 10.803.169.409,10
Pengeluaran Pembiayaan 1.563.134.547,48 20.575.572.042,63 4.112.081.386,76 720.000.000,00 2.973.912.050,00
a. Pembentukan Dana Cadangan
- 16.000.000.000,00 - - -
b. Penyertaan Modal (Investasi) Daerah
PEMBIAYAAN DAERAH Tahun 2010 Tahun 2011 Tahun 2012 Tahun 2013 Tahun 2014
Rp. % Rp. % Rp. % Rp. % Rp. %
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11)
c. Pembayaran Pokok Utang 259.153.247,48 8.687.735,63 17.375.469,26 20.000.000,00 38.463.000,00
d. Pemberian Pinjaman daerah
- - - - -
e. Lainnya (Pembayaran Hutang atas Barang dan Jasa)
803.981.300,00 - - - -
Sisa Lebih Pembiayaan
Anggaran Tahun
Berkenaan
59.027.980.664,83 53.927.154.364,56 36.831.305.883,63 - -
Pos-pos pendapatan dan belanja perlu diolah ke dalam bentuk grafik proporsi
untuk melihat perkembangan proporsi sumber penerimaan dan pengeluaran
selama lima Tahun terakhir berdasarkan Standar Akuntasi Pemerintah (PP Nomor
71 Tahun 2010). Berikut gambar 9.1. Grafik Perkembangan Proporsi Pendapatan
dan Belanja dalam APBD Kabupaten Tapanuli Utara.
Gambar 9.1. Grafik Perkembangan Proporsi
9.3 Profil Investasi Pembangunan Bidang Cipta Karya di Kabupaten
Tapanuli Utara
9.3.1 Perkembangan Investasi Pembangunan Bidang Cipta Karya
Bersumber Dari APBN
Meskipun pembangunan infratruktur permukiman merupakan tanggung jawab
Pemerintah Daerah, Ditjen. Cipta Karya juga turut melakukan pembangunan
infrastruktur sebagai stimulan kepada daerah agar dapat memenuhi Standar
Pelayanan Minimum (SPM). Setiap sektor yang ada di lingkungan Ditjen. Cipta
Karya menyalurkan dana ke daerah melalui Satuan Kerja Non Vertikal (SNVT)
sesuai dengan peraturan yang berlaku (Permen PU Nomor 14 Tahun 2011).
Data dana yang dialokasikan pada suatu kabupaten/kota perlu dianalisis untuk
melihat trend alokasi anggaran Ditjen. Cipta Karya dan realisasinya di daerah
tersebut.
Tabel 9.4. Perkembangan APBN Bidang Cipta Karya di Kabupaten
Tapanuli Utara dalam 5 Tahun Terakhir
Rp. X 1000
2.567.780. 1.328.680. 1.183.350. 1.213.220. 1.781.990.
2 Kantor Lingkungan
Hidup
644.450. 646.560. 697.900. 917.060. 1.003.600.
Total 3.212.230. 1.975.240. 1.881.250. 2.130.280. 2.785.590.
Sumber: Buku Putih Sanitasi (BPS) Kabupaten Tapanuli Utara 2014
Di samping APBN yang disalurkan Ditjen. Cipta Karya kepada SNVT di daerah,
untuk mendukung pendanaan pembangunan infrastruktur permukiman juga
APBN yang dialokasikan ke daerah tertentu dengan tujuan mendanai kegiatan
khusus yang merupakan urusan daerah sesuai prioritas nasional.
Prioritas nasional yang terkait dengan sektor Cipta Karya adalah pembangunan
air minum dan sanitasi. DAK Air Minum digunakan untuk memberikan akses
pelayanan sistem penyediaan air minum kepada masyarakat berpenghasilan
rendah di kawasan kumuh perkotaan dan di perdesaan termasuk daerah pesisir
dan permukiman nelayan. Sedangkan DAK Sanitasi digunakan untuk
memberikan akses pelayanan sanitasi (air limbah, persampahan, dan drainase)
yang layak skala kawasan kepada masyarakat berpenghasilan rendah di
perkotaan yang diselenggarakan melalui proses pemberdayaan masyarakat.
Besar DAK ditentukan oleh Kementerian Keuangan berdasarkan Kriteria Umum,
Kriteria Khusus dan Kriteria Teknis. Dana DAK ini perlu dilihat alokasi dalam 4
(empat) tahun terakhir sehingga bisa dianalisis perkembangannya.
Tabel 9.5. Perkembangan DAK Infrastruktur Cipta Karya di Kabupaten
Tapanuli Utara dalam 4 Tahun Terakhir
Rp. X 1000
No. Jenis DAK Alokasi 2009
Alokasi 2010
Alokasi 2011
Alokasi 2012
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
1 DAK Air Minum 717.683 1.212.300 875.900 1.069.810
2 DAK Sanitasi 478.149 1.065.000 1.091.890 712.180
9.3.2 Perkembangan Investasi Pembangunan Cipta Karya Bersumber d ari
APBD Kabupaten Tapanuli Utara dalam 5 Tahun Terakhir
Pemerintah Kabupaten Tapanuli Utara memiliki tugas untuk membangun
prasarana permukiman di daerahnya. Untuk melihat upaya pemerintah daerah
dalam melaksanakan pembangunan bidang Cipta Karya perlu dianalisis
proporsi belanja pembangunan Cipta Karya terhadap total belanja daerah
dalam 3-5 tahun terakhir. Proporsi belanja Cipta Karya meliputi pembangunan
infrastruktur baru, operasional dan pemeliharaan infrastruktur yang sudah ada.
Perlu disusun tabel proporsi berdasarkan sektor-sektor Cipta Karya yang ada.
Untuk lebih jelas dapat dilihat tabel 9.6. Perkembangan Alokasi APBD untuk
Pembangunan Bidang Cipta Karya dalam 5 (lima) Tahun Terakhir di Kabupaten
Tabel 9.6. Perkembangan Alokasi APBD untuk Pembangunan Bidang Cipta Karya dalam 5 Tahun Terakhir
Kabupaten Tapanuli Utara
No. Sektor (SKPD) Tahun 2009 Tahun 2010 Tahun 2011 Tahun 2012 Tahun 2013 Alokasi (Rp) % Alokasi (Rp) % Alokasi (Rp) % Alokasi (Rp) % Alokasi (Rp) %
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12)
1 Pengembangan Air
Minum
2 Pengembangan PPLP
3 Pengembangan
Permukiman
4 Penataan Bangunan
dan Lingkungan
5 Total Belanja APBD
Bidang Cipta Karya
Total Belanja APBD Bidang Cipta Karya
Selain itu, pemerintah daerah juga didorong untuk mengalokasikan Dana
Daerah untuk Urusan Bersama (DDUB) sebagai dana pendamping kegiatan
APBN di kabupaten/kota. DDUB ini menunjukan besaran komitmen pemerintah
daerah dalam melakukan pembangunan bidang Cipta Karya.
Untuk lebih jelas dapat dilihat tabel 9.7. Perkembangan DDUB dalam 5 (lima)
Tahun Terakhir di Kabupaten Tapanuli Utara berikut.
Tabel 9.7. Perkembangan DDUB dalam 5 Tahun Terakhir Kabupaten Tapanuli Utara
No. Sektor (SKPD) Tahun 2009 Tahun 2010 Tahun 2011 Tahun 2012 Tahun 2013 Alokasi APBN DDUB Alokasi APBN DDUB Alokasi APBN DDUB Alokasi APBN DDUB Alokasi APBN DDUB
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12)
1 Pengembangan Air
Minum
2 Pengembangan PPLP
3 Pengembangan
Permukiman
4 Penataan Bangunan
dan Lingkungan Total
9.3.3 Perkembangan Investasi Perusahaan Daerah Kabupaten Tapanuli
Utara Bidang Cipta Karya Dalam 5 Tahun Terakhir
Perusahaan daerah yang dibentuk pemerintah daerah memiliki dua fungsi, yaitu
untuk menyediakan pelayanan umum bagi kesejahteraan sosial (social
oriented) sekaligus untuk menghasilkan laba bagi perusahaan maupun sebagai
sumber pendapatan pemerintah daerah (profit oriented). Ada beberapa
perusahaan daerah yang bergerak dalam bidang pelayanan bidang Cipta Karya,
seperti di sektor air minum, persampahan dan air limbah. Kinerja keuangan dan
investasi perusahaan daerah perlu dipahami untuk melihat kemampuan
perusahaan daerah dalam meningkatkan cakupan dan kualitas pelayanan
secara berkelanjutan. Pembiayaan dari perusahaan daerah dapat menjadi salah
satu alternatif dalam mengembangkan infrastruktur Cipta Karya.
Dalam bagian ini disajikan kinerja perusahaan daerah yang bergerak di bidang
Cipta Karya berdasarkan aspek keuangan, aspek pelayanan, aspek operasi dan
aspek sumber daya manusia. Khusus untuk PDAM, indikator tersebut telah
ditetapkan BPP- SPAM untuk diketahui apakah perusahaan daerah memiliki
status sehat, kurang sehat atau sakit. Di samping itu, pada bagian ini
dicantumkan juga nilai dan volume kegiatan pembangunan, operasi dan
pemeliharaan prasarana secara umum yang dilaksanakan oleh perusahaan
daerah yang ada di kabupaten dalam 3-5 tahun terakhir.
9.3.4 Perkembangan Investasi Pembangunan Cipta Karya Bersumber
dari Swasta Dalam 5 Tahun Terakhir
Sehubungan dengan terbatasnya kemampuan pendanaan yang dimiliki
pemerintah, maka dunia usaha perlu dilibatkan secara aktif dalam
pembangunan infrastruktur Cipta Karya melalui skema Kerjasama Pemerintah
dan Swasta (KPS) untuk kegiatan yang berpotensi cost-recovery atau Corporate
Social Responsibility (CSR) untuk kegiatan non-cost recovery. Dasar hukum
pembiayaan dengan skema KPS adalah Perpres Nomor 67 Tahun 2005 Tentang
serta Permen PPN Nomor 3 Tahun 2012 Tentang Panduan Umum Pelaksanaan
Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur.
Sedangkan landasan hukum untuk pelaksanaan CSR tercantum dalam UU
Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT) dan UU Nomor 25
Tahun 2007 tentang Penanaman Modal.
Di Kabupaten Tapanuli Utara, belum adanya kerja sama antara Pemerintah
Daerah dengan pihak swasta khususnya bidang Cipta Karya. Untuk ke
depannya diharapkan agar terjalin kerja sama dalam menanggulangi kebutuhan
masyarakat Tapanuli Utara dalam bidang Cipta Karya melalui skema Kerjasama
Pemerintah dan Swasta (KPS) untuk kegiatan yang berpotensi cost-recovery
atau Corporate Social Responsibility (CSR) untuk kegiatan non-cost recovery.
Berikut tabel 9.8 Perkembangan KPS Bidang Cipta Karya dlam 5 Tahun Terakhir
Tabel 9.8. Perkembangan KPS Bidang Cipta Karya dalam 5 Tahun Terakhir di Kabupaten Tapanuli Utara
Kegiatan Tahun Komponen KPS Satuan Volume Nilai (Rp) Skema KPS Ket.
(2) (3) (4) (5) (6)
Pengembangan Air Minum
a. -
b. -
Pengembangan PPLP
a. -
b. -
Pengembangan Permukiman
a. -
b. -
Penataan Bangunan dan Lingkungan
a. -
b. -
9.4 Proyeksi dan Rencana Investasi Pembangunan Bidang Cipta Karya
Kabupaten Tapanuli Utara
Untuk melihat kemampuan keuangan daerah dalam melaksanakan
pembangunan bidang Cipta Karya dalam lima tahun ke depan (sesuai jangka
waktu RPI2-JM) maka dibutuhkan analisis proyeksi perkembangan APBD
Kabupaten.
9.4.1 Proyeksi APBD 5 Tahun ke Depan
Proyeksi APBD Kabupaten Tapanuli Utara dalam lima tahun ke depan dilakukan
dengan melakukan perhitungan regresi terhadap kecenderungan APBD dalam
lima tahun terakhir menggunakan asumsi atas dasar trend historis. Setelah
diketahui pendapatan dan belanja maka diperkirakan alokasi APBD terhadap
bidang Cipta Karya dalam lima tahun ke depan dengan asumsi proporsinya
sama dengan rata-rata proporsi tahun-tahun sebelumnya.
Adapun langkah-langkah proyeksi APBD ke depan adalah sebagai berikut
sebagai berikut:
1. Menentukan presentase pertumbuhan per pos pendapatan
Setiap pos pendapatan dihitung rata-rata pertumbuhannya dengan
menggunakan rumus sebagai berikut:
Keterangan:
Y0 = Nilai tahun ini
Y-1 = Nilai 1 tahun sebelumnya
Y-2 = Nilai 2 tahun sebelumnya
Dalam menentukan presentase pertumbuhan dihitung setiap pos
pendapatan yang terdiri dari PAD, Dana Perimbangan (DAU, DAK, DBH),
2. Menghitung proyeksi sumber pendapatan dalam 5 tahun ke depan:
Yn=Y0 (1+r) n
Setelah diketahui tingkat pertumbuhan pos pendapatan maka dapat
dihitung nilai proyeksi pada 5 tahun ke depan dengan menggunakan
rumus proyeksi geometris sebagai berikut:
Keterangan:
Yn = Nilai pada tahun n
Y0 = Nilai pada tahun ini
r = % pertumbuhan
n = tahun ke n (1-5)
3. Menjumlahkan Pendapatan dalam APBD tiap tahun dan menghitung
kapasitas daerah dalam pendanaan pembangunan bidang Cipta Karya.
Untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel 9.9. Proyeksi Pendapatan APBD
Tabel 9.9. Proyeksi Pendapatan APBD dalam 5 Tahun ke Depan
Komponen APBD
Realisasi (Rp.) %
Pertum buhan
Proyeksi (Rp.)
2012 (Y-2) 2013 (Y-1) 2014 (Y0) 2015 (Y1) 2016 (Y2) 2017 (Y3) 2018 (Y4) 2019 (Y5)
(1) (2) (3) (4) (6) (7) (8) (9) (10) (11)
1. Pendapatan Asli 34,023,120,252.85 37,952,077,661.95 6,211,733,472.83
2. Dana Perimbangan:
a. DAU 487,345,532,000.00 552,463,211,000.00 248,683,845,000.00
b. DBH 30,387,273,913.00 29,306,489,918.00 0
c. DAK 50,220,620,000.00 55,778,010,000.00 8,316,860,000.00
- DAK Air Minum - DAK Sanitasi 3. Lain Lain Pendapatan
yang Sah
123,633,852,011.00 176,733,922,612.00 22,523,019,600.00
Total APBD
Dari data proyeksi APBD tersebut, dapat dinilai kapasitas keuangan daerah
dengan metode analisis Net Public Saving dan kemampuan pinjaman daerah
(DSCR).
Net Public Saving (NSP)
Net Public Saving atau Tabungan Pemerintah adalah sisa dari total penerimaan
daerah setelah dikurangkan dengan belanja/pengeluaran yang mengikat.
Dengan kata lain, NPS merupakan sejumlah dana yang tersedia untuk
pembangunan. Besarnya NPS menjadi dasar dana yang dapat dialokasikan
untuk bidang Cipta Karya. Berdasarkan proyeksi APBD, dapat dihitung NPS
dalam 3-5 tahun ke depan untuk melihat kemampuan anggaran pemerintah
berinvestasi dalam bidang Cipta Karya. Adapun rumus perhitungan NPS adalah
sebagai berikut:
Net Public Saving = Total Penerimaan Daerah - Belanja Wajib
NPS = (PAD+DAU+DBH+DAK) - (Belanja mengikat + Kewajiban
Daerah)
Belanja Mengikat adalah belanja yang harus dipenuhi/tidak bisa dihindari
oleh Pemerintah Daerah dalam tahun anggaran bersangkutan seperti belanja
pegawai, belanja barang, belanja bunga, belanja subsidi, belanja bagi hasil
serta belanja lain yang mengikat sesuai peraturan daerah yang berlaku.
Kewajiban Daerah antara lain pembayaran pokok pinjaman, pembayaran
kegiatan lanjutan, serta kewajiban daerah lain sesuai dengan peraturan
daerah yang berlaku.
Analisis Kemampuan Pinjaman Daerah (Debt Service Coverage Ratio)
Pinjaman Daerah merupakan alternatif pendanaan APBD yang digunakan untuk
menutup defisit APBD, pengeluaran pembiayaan atau kekurangan arus kas.
Pinjaman Daerah dapat bersumber dari Pemerintah, Pemerintah Daerah lain,
lembaga keuangan bank, lembaga keuangan bukan bank, dan Masyarakat
(obligasi). Berdasarkan PP Nomor 30 Tahun 2011 Tentang Pinjaman Daerah,
a. Jumlah sisa Pinjaman Daerah ditambah jumlah pinjaman yang akan
ditarik tidak melebihi 75% dari jumlah penerimaan umum APBD tahun
sebelumnya;
b. Memenuhi ketentuan rasio kemampuan keuangan daerah untuk
mengembalikan pinjaman yang ditetapkan oleh Pemerintah;
c. Persyaratan lainnya yang ditetapkan oleh calon pemberi pinjaman;
d. Dalam hal Pinjaman Daerah diajukan kepada Pemerintah, Pemerintah
Daerah juga wajib memenuhi persyaratan tidak mempunyai tunggakan
atas pengembalian pinjaman yang bersumber dari Pemerintah.
Salah satu persyaratan dalam permohonan pinjaman adalah rasio kemampuan
keuangan daerah untuk mengembalikan pinjaman atau dikenal dengan Debt
Service Cost Ratio (DSCR). Berdasarkan peraturan yang berlaku, DSCR minimal
adalah 2,5. DSCR ini menunjukan kemampuan pemerintah untuk membayar
pinjaman, sekaligus memberikan gambaran kapasitas keuangan pemerintah.
Oleh karena itu, DSCR dalam 3-5 tahun ke depan perlu dianalisis dalam
RPI2-JM dengan rumus sebagai berikut:
9.4.2 Rencana Pembiayaan Perusahaan Daerah
Beberapa kabupaten/kota memiliki perusahaan daerah yang bergerak dalam
bidang pelayanan bidang Cipta Karya seperti air minum, air limbah maupun
persampahan. Dalam hal ini, perusahaan daerah tersebut umumnya memiliki
rencana dalam lima tahun ke depan dalam bentuk business plan. Informasi ini
dibutuhkan untuk mengetahui kontribusi perusahaan daerah untuk pendanaan
pembangunan bidang Cipta Karya dalam lima tahun ke depan sesuai jangka
waktu RPI2-JM.
9.4.3 Rencana Kerjasama Pemerintah dan Swasta Bidang Cipta Karya
Dalam menggali sumber pendanaan dari sektor swasta, Pemerintah Daerah
perlu menyusun daftar proyek potensial yang dapat dikerjakan dengan skema
kerjasama pemerintah dan swasta di bidang Cipta Karya untuk ditawarkan ke
pihak swasta. Daftar proyek potensial tersebut disusun berdasarkan identifikasi
usulan program dan kegiatan setiap sektor serta tingkat kelayakan ekonomi
dan finansial dari program tersebut.
Tabel 9.10. Proyek Potensial yang dapat dibiayai dengan KPS
dalam 5 Tahun Ke Depan
Nama
Keterangan: IRR: Internal Rate of Return
9.5 Analisis Tingkat Keterpaduan Strategi Peningkatan Investasi
Pembangunan Bidang Cipta Karya
Sebagai kesimpulan dari analisis aspek pembiayaan, dilakukan analisis tingkat
ketersediaan dana yang ada untuk pembangunan bidang infrastruktur Cipta
Karya yang meliputi sumber pemerintah pusat, pemerintah daerah, perusahaan
daerah, serta dunia usaha dan masyarakat. Kemudian, perlu dirumuskan
strategi peningkatan investasi pembangunan bidang Cipta Karya dengan
mendorong pemanfaatan pendanaan dari berbagai sumber.
9.5.1 Analisis Kemampuan Keuangan Daerah
Ketersediaan dana yang dapat digunakan untuk membiayai usulan program
dan kegiatan yang ada dalam RPI2-JM dapat dihitung melalui hasil analisis
yang telah dilakukan dengan penjabaran sebagai berikut:
a. Proyeksi dana dari pemerintah pusat (APBN) dengan menggunakan
asumsi trend historis maksimal 10% dari tahun sebelumnya;
b. Proyeksi dana dari pemerintah daerah (APBD) berdasarkan hasil
perhitungan;
c. Rencana pembiayaan dari perusahaan daerah berdasarkan analisis;
d. Hasil identifikasi kegiatan potensial untuk dibiayai melalui skema Kerjasama
Pemerintah dan Swasta (KPS).
9.5.2 Strategi Peningkatan Investasi Bidang Cipta Karya
Dalam rangka percapatan pembangunan bidang Cipta Karya di daerah dan
untuk memenuhi kebutuhan pendaanan dalam melaksanakan usulan program
yang ada dalam RPI2-JM, maka Pemerintah Daerah perlu menyusun suatu
set strategi untuk meningkatkan pendanaan bagi pembangunan infrastruktur
permukiman. Oleh karena itu pada bagian ini, Satgas RPIJM daerah agar
Cipta Karya, yang meliputi beberapa aspek antara lain:
1. Strategi peningkatan DDUB oleh kabupaten dan provinsi;
2. Strategi peningkatan penerimaan daerah dan efisiensi penggunaan
anggaran;
3. Strategi peningkatan kinerja keuangan perusahaan daerah;
4. Strategi peningkatan peran masyarakat dan dunia usaha dalam
pembiayaan pembangunan bidang Cipta Karya;
5. Strategi pendanaan untuk operasi, pemeliharaan dan rehabilitasi
infrastruktur permukiman yang sudah ada;
6. Strategi pengembangan infrastruktur skala regional.
Dalam mencapai target Millenium Development Goals (MDGs) merupakan
komitmen bersama internasional yang bersifat umum dan global dalam rangka
mempercepat pencapaian kesejahteraan masyarakat yang salah satunya adalah
menambah pelayanan kemudahan akses air minum dan sanitasi untuk 50%
penduduk yang belum mendapatkannya serta berbagi bidang ke Cipta Karya-an
lainnya seperti pengembangan pemukiman, pengelolaan sampah, drainase
hingga manajemen sumber daya manusia. Untuk mencapai sasaran ayang
termuat dalam MDGs, selain adanya ketersediaan dan kelayakan program serta
kegiatan dengan ketersediaan pendanaan yang tidak sedikit jumlahnya, akan
diperlukan berbagai alternatif sumber pembiayaan yang potensial yang dapat
digunakan dalam rangka mencapai sasaran yang ditetapkan dalam Renstra
Cipta Karya 2015-2019 sebagai garis besar program Direktorat Jenderal Cipta
Karya untuk mendukung pencapaian sasaran yang termuat dalam MDGs.
Regulasi yang ada, baik yang berbentuk UU, PP, Perpres maupun Permen
memberi kesempatan bagi masyarakat dan swasta untuk terlibat aktif dalam
pengembangan pembangunan dan pengelolaan bidang air minum dan sanitasi.
Menurut Husnan (1996) proyek investasi merupakan suatu rencana untuk
menginvestasikan sumber-sumber daya baik proyek raksasa ataupun proyek
kecil untuk memperoleh manfaat pada masya akan datang. Pada umumnya
manfaat ini dalam bentuk nilai uang. Sedang modal, bisa saja berbentuk bukan
berdasarkan teori ekonomi, investasi berarti pembelian (dan produksi) dari
modal barang yang tidak dikonsumsi tetapi digunakan untuk produksi yang
akan datang.
Skema investasi pada dasarnya disusun untuk melihat berbagai kemungkinan
sumber pendanaan, model kelembagaan dan sistem operasional yang bisa
digunakan dalam kegiatan pengembangan pembangunan di Bidang Cipta
Karya. Skema pendanaan disusun dengan asumsi bahwa infrastruktur di bidang
Cipta Karya merupakan obyek bisnis yang mempunyai daya jual dan
menguntungkan secara finansial.
A. Air Minum dan Sanitasi
Investasi bidang air minum dan sanitasi yang saat ini sudah terlaksana
adalah menggunakan sumber pendanaan dari pemerintahan, pihak swasta
dan masyarakat ataupun kesinergisan di antara ke 3 pelaku sumber
pendanaan tersebut yaitu pendanaan dari Pemerintah dan Swasta,
Pemerintah dan masyarakat atau swasta dan masyarakat. Sumber
pendanaan dari Pemerintah biasanya digunakan mendanai investasi untuk
proyek yang bersifat non cost recovery sedangkan pendanaan dari sumber
swasta untuk proyek yang bersifat cost recovery. Kerjasama swasta pada
pelaksanaan pembangunan air minum dan sanitasi dapat terselenggara di
seluruh tahapan pengelolaan ataupun hanya sebagian saja.
Investasi bidang air minum dan sanitasi merupakan sebuah pola yang
menggambarkan berlangsungnya pelaksanaan investasi yang dimulai dari
tahap pra konstruksi, konstruksi dan paska konstruksi. Terdapat 3 (tiga)
pemangku kepentingan dalam skema pendanaan ini, yaitu Pemerintah,
swasta dan masyarakat, dimana masing-masing mempunyai peran yang
Tabel 9.11. Skema Pendanaan Air Minum dan Sanitasi
No. Pemangku
Kepentingan Pra Konstruksi Konstruksi Pasca Konstruksi
1 Pemerintah Menawarkan kepada
pihak swasta proyek
pengembangan,
pembangunan dan
pengelolaan infrastruktur air minum dan sanitasi yang mempunyai nilai bisnis.
Menyiapkanlahan untuk
pelaksanaan proyek,
yang selanjutnya dapat diakui sebagai (1) capital sharing pemerintah atau
(2) subsidi kepada
Monitoring dan evaluasi
penyelenggaraan kerjasama investasi.
Merencanakan tarif
yang akan diberlakukan. air minum dan sanitasi.
Menyiapkan dana sebagai
capital sharing untuk
proyek pengembangan,
pembangunan dan
pengelolaan infrastruktur air minum dan sanitasi.
Melaksanakan
Merencanakan tarif
yang akan diberlakukan.
Masyarakat Menyiapkan dana untuk
pengembangan dan
perawatan terhadap
No. Pemangku
Kepentingan Pra Konstruksi Konstruksi Pasca Konstruksi
infrastruktur air minum
dan sanitasi skala
komunal, misalnya untuk
pembangunan instalasi
air limbah, gerobak
sampah, perlengkapan
pengolahan sampah dan sebagainya. khususnya untuk lokasi
instalasi air limbah
komunal dan
pembangunan dan
pengelolaan infrastruktur air minum dan sanitasi khususnya untuk lokasi
instalasi air limbah
komunal.
pelayanan air minum dan sanitasi seperti instalasi air limbah,
gerobak sampah,
Alternatif pendanaan bidang air minum meliputi:
SPAM MBR Perkotaan;
SPAM Perdesaan;
SPAM Kawasan Khusus;
SPAM IKK.
Untuk skema pendanaan dibagi dalam 2 (dua) kelompok, yaitu pendanaan
B. Penataan Bangunan Lingkungan dan Pembangunan Pemukiman
Kemampuan Pemerintah untuk berbagai kegiatan PBL dan Bangkim baik
pada saat pra konstruksi, kontruksi dan paska konstruksi melalui APBN
tidak mencukupi. Diperlukan berbagai alternatif pembiayaan potensial,
khususnya dari masyarakat dan dunia usaha (swasta). Pengembangan,
pembangunan dan pengelolaan infrastruktur PBL dan Bangkim saat ini
sudah banyak yang mensinergikan peran pemerintah, masyarakat dan
swasta. Keterlibatan masyarakat dan swasta tersebut karena beberapa
infrastruktur PBL dan Bangkim memang mempunyai daya jual yang relatif
tinggi, sehingga masyarakat dan swasta mempunyai keyakinan bahwa
investasi yang ditanamkannya akan memberikan return yang layak atas
modal yang dipakai dalam bisnis pengembangan, pembangunan dan
pengelolaan infrastruktur PBL dan Bangkim. Sinergi antara pemerintah,
masyarakat dan swasta dalam pengembangan pembangunan dan
pengelolaan infrastruktur PBL dan Bangkim dimulai dari tahap pra
konstruksi, konstruksi sampai dengan pasca konstruksi. Hal tersebut
mengindikasikan bahwa kegiatan pengembangan, pembangunan dan
pengelolaan infrastruktur PBL dan Bangkim mempunyai potensi bisnis yang
menguntungkan.
Tabel 9.12. Skema Pendanaan Kegiatan PBL dan Bangkim
No. Kegiatan Pra Konstruksi Konstruksi Paska Konstruksi
1 Pemerintah Menyediakan lahan yang
dibutuhkan untuk
pelaksanaan kegiatan
pengembangan,
pembangunan dan
pengelolaaan infrastruktur
PBL dan Bangkim sebagai (1) Capital sharing dengan
sektor swasta atau (2)
subsidi pemerintah kepada masyarakat.
Menyiapkan sumber daya
keuangan dan/atau
sumber daya non
keuangan untuk kegiatan pengembangan,
pembangunan dan
pengelolaaan infrastruktur PBL dan Bangkim sebagai (1) Capital sharing
dengan sektor swasta
atau (2) subsidi
pemerintah kepada
masyarakat.
Melakukan perawatan
secara kontiniu terhadap
infrastruktur pendukung
No. Kegiatan Pra Konstruksi Konstruksi Paska Konstruksi
Mendukung Law
Enforcement sesuai dengan
peraturan
perundang-undangan bagi sektor swasta yang terlibat dalam kegiatan pengembangan,
pembangunan dan
pengelolaan infrastruktur PBL
dan Bangkim untuk
menjamin kepastian hukum dan kelancaran usaha yang dijalankan sektor.
Menyiapkan dan
menanggung semua
kebutuhan sumber daya
keuangan dan/atau
komunikasi, listrik, parkir dan sebagainya, sejalan
dengan perkembangan
infrastruktur PBL dan
Bangkim bersangkutan.
Menyiapkan Master Plan,
Feasibility Study, Detail Engineering Desain (DED),
Kajian Analisis Dampak
Lingkungan (Amdal), Ijin
kegiatan pengembangan,
pembangunan dan
pengelolaan infrastruktur
PBL dan Bangkim.
Menyiapkan sumber daya
keuangan dan/atau
Bangkim tergantung pada
pola kerjasama yang
digunakan dan modal yang disetorkan (capital sharing) setiap pihak yang terlibat.
Menyiapkan kajian
konservasi kegiatan
pengembangan,
pembangunan dan
pengelolaan infrastruktur PBL
dan Bangkim khususnya
untuk gedung dan bangunan
tua dan bersejarah
(heritage).
Menawarkan kepada sektor
swasta kegiatan
pengembangan,
pembangunan dan
pengelolaan infrastruktur PBL
dan Bangkim yang
mempunyai nilai bisnis yang menguntungkan.
No. Kegiatan Pra Konstruksi Konstruksi Paska Konstruksi
Menyiapkan FS sebagai
pembanding FS yang dibuat oleh pemerintah.
Menyiapkan sumber daya
keuangan dan/atau
sumber daya non
keuangan sebagai capital
sharing dengan
secara kontiniu terhadap
infrastruktur PBL dan
bangkim yang dikelolanya.
Menyiapkan DED, kegiatan Analisis Dampak Lingkungan
dan IMB Lingkungan
kebutuhan sumber daya
keuangan dan/atau
tergantung pada pola
kerjasama.
Menyiapkan sumber daya keuangan dan/atau sumber daya non keuangan sebagai capital sharing dengan
pemerintah dalam
No. Kegiatan Pra Konstruksi Konstruksi Paska Konstruksi
dan Bangkim khususnya
untuk gedung dan bangunan
tua dan bersejarah
(heritage).
Menyiapkan proposal
kelayakan usaha (FS) untuk
pengajuan pendanaan
kegiatan pengembangan,
pembangunan dan
pengelolaan infrastruktur PBL dan Bangkim kepada bank
atau lembaga keuangan