BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A.Kemandirian
1. Pengertian Kemandirian
Menurut Seifert dan Hoffnung (1994) mendefinisikan kemandirian adalah sebagai “the ability to govern and regulate one’s ownthoughts,feelings, and actions freely and responssibly while overcoming feelings of shame and
doubt”. Yang artinya bahwa kemandirian atau otonomi adalah kemampuan
untuk mengendalikan dan mengatur pikiran, perasaan dan tindakan sendiri secara bebas serta berusaha sendiri untuk mengatasi perasaan-perasaan malu dan keragu-raguan.
Kemandirian, menurut Slavin(2011)adalah suatu tugas atau pekerjaanyang dilakukan sendiri oleh siswa dikelas untuk melatih atau mengungkapkan kemampuan atau pengetahuan yang baru dipelajari. “Kemandirian adalah “hasrat untuk mengerjakan segala sesuatu bagi diri sendiri”, (Kartini dan Dali, 1987). “Mempunyai peserta didik yang mandiri memang merupakan dambaan setiap guru. Sebab, dengan sikap itu, proses belajar yang dijalani oleh peserta didik akan menjadi lancar sehingga guru juga dapat menikmati tugas mengajarnya. Peserta didik yang mandiri bisa melayani kebutuhannya sendiri”,(Aunillah, 2011).
Langkah-langkah untuk membentuk peserta didik agar tumbuh menjadi sosok yang berkarakter mandiri, diantaranya :
1. Berilah bekal untuk mengurus diri sendiri.
Guru bisa menerapkan prinsip ini, misalnya dengan meminta peserta didik untuk membuat jadwal hariannya dirumah dan sekolah. Setelah itu arahkan ia agar menaati jadwal yang telah dibuatnya sendiri.
2. Bentuklah kegiatan-kegiatan sekolah yang merangsang sikap mandiri.
Guru perlu membuat berbagai kegiatan sekolah yang bisa merangsangtumbuhnya sikap mandiri pada peserta didik, seperti berkemah dan lain sebagainya.
4. Biarkan peserta didik mengatur waktunya sendiri.
Bila semuanya berlangsung dengan baik, sebaiknya peserta didik dibiarkan mengatur waktunya sendiri dalam urusan sekolah dan pergaulannya. Guru hanya boleh ikut campur jika ia sudah mulai keluar dari jalur yang sudah ditetapkan.
5. Peserta didik diberi tanggung jawab.
Guru juga harus memberikan tanggung jawab kepada peserta didik, dan peserta didik pun mesti dimintai pertanggung jawabannya bila ia tidak memenuhi tugasnya. Ini akan menumbuhkan perasaan bahwa peserta didik dipercaya oleh sang guru untuk melakukan suatu tugas.
6. Menunjukan kondisi badan yang sehat dan kuat.
Kondisi badan yang sehat dan kuat merupakan bagian penting dari kompetensi dan kemandirian. Oleh karena itu, sekolah harus membuat suatu kegiatan guna mewujudkan kondisi seperti itu, misalnya olahraga dan kegiatan dialam terbuka.
7. Berilah kebebasan kepada peserta didik untuk menentukan tujuannya sendiri.
8. Menyadarkan peserta didik bahwa guru tidak selalu ada disisinya.
Peserta didik perlu diberikan kesadaran bahwa guru tidak senantiasa berada disampingnya sekaligus melindunginya saat menghadapi cobaan dalam hidupnya. Perasaan inilah yang dapat mendorong guru untuk selalu membantu peserta didik menjadi orang yang mandiri, (Aunillah, 2011).
Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa kemandirian adalah kemampuan individu untuk memilih, menentukan dirinya sendiri, kemampuan untuk mengendalikan dan mengatur pikiran, perasaan dan tindakan sendiri secara bebas serta berusaha sendiri untuk mengatasi perasaan-perasaan malu dan keragu-raguan, dan usaha untuk melepaskan diri dari orang tua untuk menuntun dirinya melalui proses mencari identitas ego, yang merupakan perkembangan kearah individualitas yang mantap dan berdiri sendiri.
2. Bentuk-bentuk kemandirian
Havighurst (dalam Desmita, 2009), membedakan kemandirian atas tiga bentuk kemandirian, yaitu :
a. Kemandirian emosi, yaitu kemampuan mengontrol emosi sendiri dan tidak tergantungnya kebutuhan emosi pada orang lain.
b. Kemandirian ekonomi, yaitu kemampuan mengatur ekonomi sendiri dan tidak tergantungnya kebutuhan ekonomi pada orang lain,
d. Kemandirian sosial, yaitu kemampuan untuk mengadakan interaksi dengan orang lain dan tidak tergantung pada aksi orang lain.
Sementara itu Steiberg (dalam Desmita, 2009) membedakan karakteristik kemandirian atas tiga bentuk, yaitu :
a. Kemandirian emosional (emotional autonomy) b. Kemandirian tingkah laku ( behavioral autonomy) c. Kemandirian nilai ( value autonomy )
Kutipan diatas menunjukan karakteristik dari ketiga aspek kemandirian, yaitu :
1. Kemandirian emosional, yakni aspek kemandirian yang menyatakan perubahan kedekatan hubungan emosional peserta didik dengan guru atau dengan orang tuanya.
2. Kemandirian tingkah laku, yakni suatu kemampuan untuk membuat keputusan-keputusan tanpa tergantung pada orang lain dan melakukannya secara bertanggung jawab.
3. Kemandirian nilai, yakni kemampuan memaknai seperangkat prinsip tentang benar dan salah, tentang apa yang penting dan apa yang tidak penting.
kemampuan untuk mengatur ekonomi sendiri, bentuk intelektual adalah mampu menghadapi msalah sendiri, bentuk kemandirian sosial yaitu mampu mengadakan interaksi sendiri dengan orang lain, kemudian bentuk tingkah laku kemampuan untuk membuat keputusan secara tanggung jawab, dan bentuk kemandirian nilai kemampuan memakai seperangkat prinsip benar salah penting dan tidak penting
3. Tingkat dan Karakteristik Kemandirian
Karakteristik anak usia sekolah dasar (SD/MI), usia rata-rata anak indonesia saat masuk sekolah dasar adalah 6 tahun dan selesai pada usia 12 tahun. Kalau mengacu pada pembagian tahapan perkembangan anak, berarti anak usia sekolah berada dalam dua masa perkembangan, yaitu masa kanak-kanak tengah (6-9 tahun), dan masa kanak-kanak-kanak-kanak akhir (10-12 tahun). Anak-anak usia sekolah ini memiliki karakteristik yang berbeda dengan Anak-anak-Anak-anak yang usianya lebih muda. Ia senang bermain, senang bergerak, senang bekerja dalam kelompok, dan senang merasakan atau melakukan sesuatu secara langsung. Oleh sebab itu, guru hendaknya mengembangkan pembelajaran yang mengandung unsur permainan, mengusahakan siswa berpindah atau bergerak, bekerja atau belajar dalam kelompok, serta memberikan kesempatan untuk terlibat langsung dalam pembelajaran. (Desmita, 2009).
kemandirian tersebut. Lovinger (dalam Kartadinata, 1988), mengemukakan tingkatan kemandirian dan karakteristiknya, yaitu :
1. Tingkat pertama, adalah tingkat impulsif dan melindungi diri. Ciri-cirinya : a. Peduli terhadap kontrol dan keuntungan yang dapat diperoleh dari
interaksinya dengan orang lain.
b. Mengikuti aturan secara spontanistik dan hedonistik.
c. Berfikir tidak logis dan tertegun pada cara berfikir tertentu (stereotype). d. Cenderung melihat kehidupan sebagai zero-sum games.
e. Cenderung menyalahkan dan mencela orang lain serta lingkungannya. 2. Tingkat kedua, adalah tingkat konformistik. Ciri-cirinya :
a. Peduli terhadap penampilan diri dan menerima sosial. b. Cenderung berfikir stereotype dan klise.
c. Peduli akan konformitas terhadap aturan eksternal.
d. Bertindak dengan motif yang dangkal untuk memperoleh pujian. e. Menyamakan diri dalam ekspresi emosi dan kurangnya introspeksi. f. Perbedaan kelompok didasarkan atas ciri-ciri eksternal.
g. Takut tidak diterima kelompok.
h. Tidak sensitif terhadap keindividualan. i. Merasa berdosa jika melanggar aturan. 3. Tingkat ketiga adalah tingkat sadar diri.
a. Mampu berfikir alternatif.
b. Melihat harapan dan berbagai kemungkinan dalam situasi.
d. Menekankan pada pentingnya memecahkan masalah. e. Memikirkan cara hidup
f. penyesuaian terhadap situasi dan peranan
4. Tingkat keempat, adalah adalah tingkat saksama / conscientious, ciri- cirinya :
a. Bertindak atas dasar nilai-nilai internal
b. Mampu melihat diri sendiri sebagai pembuat pilihan dan pelaku tindakan
c. Mampu melihat keragaman emosi, motif, dan perspektif diri sendiri maupun orang lain
d. Sadar akan tanggung jawab
e. Mampu melakukan kritik dan penilaian diri. f. Peduli akan hubungan mutualistik
g. Memiliki tujuan jangka panjang.
h. Cenderung melihat peristiwa dalam konteks sosial. i. Berpikir lebih kompleks dan atas dasar pola analitis. 5. Tingkat kelima, adalah tingkat individualitas, ciri-cirinya :
a. Peningkatan kesadaran individualitas.
b. Kesadaran akan konflik emosional antara kemandirian dan keterganmtungan
c. Menjadi lebih toleran terhadap diri sendiri dan orang lain. d. Mengenal eksistensi perbedaan individual.
f. Membedakan kehidupan internal dengan kehidupan luar dirinya. g. Mengenal kompleksitas diri.
h. Peduli akan perkembangan dan masalah-masalah sosial. 6. Tingkat keenam, adalah tingkat mandiri. Ciri-cirinya :
a. Memiliki pandangan hidup sebagai suatu keseluruhan.
b. Cenderung bersikap realistik dan objektif terhadap diri sendiri dan orang lain
c. Peduli terhadap pemahaman abstrak, seperti keadilan sosial. d. Mampu mengintegrasikan nilai-nilai yang bertentangan. e. Toleran terhadap ambiguitas.
f. Peduli akan pemenuhan diri (self-fulfilment)
g. Ada keberanian untuk menyelesaikan konflik internal. h. Responssif terhadap kemandirian orang lain.
i. Sadar akan adanya saling ketergantungan dengan orang lain.
j. Mampe mengekspresikan perasaan dengan penuh keyakinan dan keceriaan.
B.Kanak-Kanak Tengah (6-9) Tahun
1. Proses Perkembangan Kemandirian Usia Kanak-Kanak Tengah
Syafaruddin (2012), Peningkatan mutu pendidikan merupakan prioritas utama dalam menyelenggarakan pendidikan nasional. Berbagai upaya telah dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan melalui penyelenggaraan pendidikan yang ada bisa menghasilkan sumberdaya yang berkualitas. Sumber daya manusia dikatakan berkualitas bilamana mereka mampu mandiri. Kemandirian banyak memberikan dampak yang positif bagi perkembangan individu, maka sebaiknya kemandirian diajarkan pada anak sejak dini mungkin sesuai kemampuannnya. Seperti telah diakui segala sesuatu yang dapat diusahakan sedini mungkin akan dapat dihayati dan akan semakin berkembang menuju kesempurnaan. Latihan kemandirian yang diberikan pada anak harus disesuaikan dengan usia anak. Contoh untuk anak-anak usia 3-4 tahun, latihan kemandirian dapat berupa membiarkan anak memasang kaos kaki dan sepatu sendiri, membereskan mainan setiap kali selesai baermain dan lain-lain.
Piaget (dalam Slavin, 2011), Usia 7-11 tahun adalah kemampuan berpikir logis. Adanya suatu kemampuan baru yang meliputi penggunaan pengoprasian yang dapat dibalik. Pemikirannya tidak terpusat dan pemecahan masalah kurang dibatasi oleh egosentrisme. Usia ini pemikiran abstrak tidak mungkin.
Desmita (2009), Kemandirian adalah kecakapan yang berkembang sepanjang rentang kehidupan individu, yang sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor pengalaman dan pendidikan. Oleh sebab itu, pendidikan disekolah perlu melakukan upaya-upaya pengembangan kemandirian peserta didik, diantaranya :
1. Mengembangkan proses belajar mengajar yang demokratis, yang memungkinkan anak merasa dihargai.
2. Mendorong peserta didik untuk berpartisipasi aktif dalam pengambilan keputusan dan dalam berbagai kegiatan sekolah.
3. Memberikan kebebasan kepada peserta didik untuk mengeksplorasikan lingkungan, mendorong rasa ingin tahu mereka.
4. Penerimaan positif tanpa syarat kelebihan dan kekurangan peserta didik, tidak membeda-bedakan peserta didik yang satu dengan yang lain.
5. Menjalin hubungan yang harmonis dan akrab dengan peserta didik
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa perkembangan kemandirian yang baik adalah diajarkan sedini mungkin supaya dewasa nanti tidak selalu tergantung dengan orang lain. Kemudian adanya upaya-upaya yang dapat dikembangkan pada setiap individu untuk hidup mandiri.
2. Pentingnya Kemandirian Usia KanaKanak Tengah (6-9) Tahun
Kartadinata (1988) menyebutkan beberapa gejala yang berhubungan dengan permasalahan kemandirian yang perlu mendapat perhatian dunia pendidikan, yaitu :
1. Ketergantungan disiplin kepada kontrol luar dan bukan karena niat sendiri yang ikhlas. Perilaku seperti ini akan mengarah pada perilaku formalistik, ritualistik, dan tidak konsisten, yang pada gilirannya akan menghambat pembentukan etos kerja dan etos kehidupan yang mapan sebagai salah satu ciri dari kualitas sumber daya dan kemandirian manusia.
2. Sikap tidak peduli terhadap lingkungan hidup. Manusia mandiri bukanlah manusia yang lepas dari lingkungannya, melainkan manusia yang bertransender terhadap lingkungannya. Ketidak pedulian terhadap lingkungan hidup merupakan gejala perilaku impulsif, yang menunjukan bahwa kemandirian masyarakat masih rendah.
3. Sikap hidup konformistis tanpa pemahaman dan konformistik dengan mengorbankan prinsip. Mitos bahwa segala sesuatunya bisa diatur yang berkembang dalam masyarakat menunjukan adanya ketidak jujuran dalam berfikir dan bertindak serta kemandirian yang masih rendah.
Adanya ciri kemandirian pada usia kanak-kanak tengah menurut Suparmi (dalam Ariyanti, 2009) yakni:
a. Lebih berani memutuskan hal-hal yang berkenaan dengan dirinya. b. Bebas dari pengaruh orang lain.
c. Mampu berinisiatif.
d. Dapat mengembangkan kreativitas
e. Dapat merangsang untuk berprestasi lebih baik
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pentingnya kemandirian bagi anak, serta pentingnya mengetahui permasalahan kemandirian, maka anak akan lebih mengacu dirinya untuk lebih mandiri dengan melihat ciri-ciri kemandirian yang ada.
C.Aspek–AspekKemandirian Usia Kanak-Kanak Tengah (6-9) Tahun
a. Aspek kemandirian Usia kanak-kanak tengah menurut Kristiyani (dalam Syafaruddin 2012) adalah:
1. Aspek intelektual, yaitu kemauan untuk berfikirdan menyelesaikan masalah sendiri
b. Aspek kemandirian usia kanak-kanak tengah menurut Havighursth (dalam Syafaruddin 2012) yakni :
1. Aspek emosi, yaitu aspek yang ditinjukan dengan kemampuan untuk menontrol emosi dan tidak tergantungnya kebutuhan emosi dari orang tua. 2. Aspek sosial, yaitu aspek yang ditunjukan dengan kemampuan untuk
mengadakan interaksi dengan orang lain dan tidak tergantung atau menunggu aksi dari orang lain
Dari aspek-aspek kemandirian diatas dapat disimpulkan bahwa, aspek kemandirian usia kanak-kanak tengah adalah aspek intelektual, aspek sosial, aspek emosi dan aspek ekonomi. Aspekintelektual adalah mempu berfikir dan menyelesaikan msalah sendiri, aspek sosial yaitu mampu membina relasi sendiri, aspek emosi adalah mampu mengelola emosi sendiri dan aspek ekonomi yaitu mampu mengatur keuangan diri sendiri.
D.Faktor–Faktor Yang Mempengaruhi Kemandirian Usia Kanak-Kanak Tengah (6-9) Tahun
Menurut Basri (1994) kemandirian belajar siswa dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor yang terdapat di dalam dirinya sendiri (faktor endogen) dan faktor-faktor yang terdapat di luar dirinya (faktor eksogen).
a. Faktor endogen (internal)
dilahirkan dengan segala perlengkapan yang melekat padanya. Segala sesuatu yang dibawa sejak lahir adalah merupakan bekal dasar bagi pertumbuhan dan perkembangan individu selanjutnya. Bermacam-macam sifat dasar dari ayah dan ibu mungkin akan didapatkan didalam diri seseorang, seperti bakat, potensi intelektual dan potensi pertumbuhan tubuhnya.
b. Faktor eksogen (eksternal)
Faktor eksogen (eksternal) adalah semua keadaan atau pengaruh yang berasal dari luar dirinya, sering pula dinamakan dengan faktor lingkungan. Lingkungan kehidupan yang dihadapi individu sangat mempengaruhi perkembangan kepribadian seseorang, baik dalam segi negatif maupun positif.Lingkungan keluarga dan masyarakat yang baik terutama dalam bidang nilai dan kebiasaan-kebiasaan hidup akan membentuk kepribadian, termasuk pula dalam hal kemandiriannya.
Thoha (1996) faktor-faktor yang mempengaruhi kemandirian usia kanak-kanak tengah dapat dibedakan dari dua arah, yakni :
1. Faktor dari dalam
Faktor dari dalam diri anak adalah antara lain faktor kematangan usia dan jenis kelamin. Di samping itu inteligensia anak juga berpengaruh terhadap kemandirian anak.
2. Faktor dari luar
a. Kebudayaan, masyarakat yang maju dan kompleks tuntutan hidupnya cenderung mendorong tumbuhnya kemandirian dibanding dengan masyarakat yang sederhana.
b. Keluarga, meliputi aktivitas pendidikan dalam keluarga, kecenderungan cara mendidik anak, cara memberikan penilaian kepada anak bahkan sampai cara hidup orang tua berpengaruh terhadap kemandirian anak.
Ali dan Asrori (2002) menyebutkan sejumlah faktor yang mempengaruhi perkembangan kemandirian usia kanak-kanak tengah, yaitu :
a. Gen atau keturunan orangtua. Orang tua memiliki sifat kemandirian tinggi sering kali menurunkan anak yang memiliki kemandirian juga. b. Pola asuh orang tua. Cara orang tua mengasuh dan mendidik anak akan
mempengaruhi perkembangan kemandirian anak remajanya.
c. Sistem pendidikan di sekolah. Proses pendidikan di sekolah yang tidak mengembangkan demokrasi pendidikan dan cenderung menenkankan indoktrinasi tanpa argumentasi akan menghambat perkembangan kemandirian remaja sebagai siswa.
remaja dalam kegiatan produktif dapat menghambat kelancaran perkembangan kemandirian remaja atau siswa.
E.Kerangka Berfikir
Dilihat dariadanya masalah-masalah diatas secara keseluruhan, banyak yang terlihat kurangnya kemandirian usia kanak-kanak tengah MI Ma’arif 09 Kroya, Cilacap, Tahun ajaran 2012/2013.
Keterangan :
Dari kerangka berfikir diatas, maka dapat disimpulkanbahwa ketika anak dan guru melakukan suatu proses belajar mengajar, maka terjadilahadanya permasalahan-permasalahan yang timbul, dimana anakakan menjadi terlihat tingkah dan polah saat adanya banyak kegiatan pembelajaran yang diberikan oleh
SISTUASI DAN PROSES BELAJAR MENGAJAR
PERMASALAHAN USIA KANAK-KANAK TENGAH
KEMANDIRIAN