A. Latar Belakang
Penghentian pengobatan sebelum waktunya (drop out) di Indonesia
merupakan faktor terbesar dalam kegagalan pengobatan penderita
tuberkulosis yang besarnya 50%. Drop out adalah pasien yang telah
berobat dan putus berobat selama 2 bulan atau lebih dengan BTA positif.
Masalah yang timbul oleh drop out tuberkulosis adalah penyakit akan sulit
disembuhkan, kuman tuberkulosis mengalami kekebalan sehingga
berdampak pada pengobatan yang lebih lama dan mahal tentunya, karena
butuh obat yang lebih kuat dosisnya dari biasanya, Penderita juga beresiko
menularkan pada orang lain yang belum terinfeksi (Kusumo, 2010). Pasien
tuberkulosis dapat mengalami resistensi obat hal ini disebabkan karena
pengobatan tidak sempurna, putus berobat, atau karena kombinasi obat
anti tuberkulosis yang tidak adekuat (Mukhsin, 2006).
Tuberkulosis paru (TB Paru) adalah suatu penyakit infeksi kronik
yang sudah sangat lama dikenal pada manusia, dibuktikan dengan adanya
penemuan kerusakan tulang veterbra torak yang khas dari kerangka yang
di gali Heidelberg dari kuburan zaman neolitikum. Fosil tulang tersebut
menunjukan adanya Pott’s disease / abses paru yang berasal dari
tuberkulosis. begitu juga penemuan yang berasal dari mumi dan ukiran
lukisan orang-orang dengan bongkok tulang belakang karena sakit
spondilitis TB. Baru dalam tahun 1882 Robert Koch menemukan kuman
penyebab TB, semacam bakteri berbentuk batang dan dari sinilah
diagnosis secara mikrobiologis dimulai dan penatalaksanaanya lebih
terarah. Apalagi pada tahun 1896 Rontgen menemukan sinar X sebagai
alat bantu menegakan diagnosis lebih tepat (Sudoyo dkk, 2009).
World Health Organization (WHO) Menyatakan tuberkulosis sebagai
global health emergency. Tuberkulosis dianggap sebagai masalah
kesehatan dunia yang penting karena kurang lebih 1/3 penduduk dunia
terinfeksi oleh mycobacterium tuberculosis dan diperkirakan ada 9 Juta
pasien TB baru dan 3 juta kematian akibat TB di seluruh dunia.
Diperkirakan 95% Kasus TB dan 98% Kematian akibat TB di dunia,
terjadi pada negara-negara berkembang (Sudoyo dkk, 2009).
Pada tahun 2011, diperkirakan terdapat 8,7 juta kasus insiden TB
secara global, setara dengan 125 kasus per 100.000 penduduk. Sebagian
besar dari perkiraan jumlah kasus pada tahun 2011 terjadi di Asia (59%)
dan Afrika (26%). Proporsi kecil dari kasus terjadi di wilayah Mediterania
Timur (7,7%), wilayah Eropa (4,3%) dan daerah Amerika (3%)
(Anonim, 2012).
Tuberkulosis paru adalah penyakit yang disebabkan oleh
mycobacterium tuberculosis (Tabrani, 2010). Target dari millenium
development goals pada tahun 2015 salah satunya adalah menghentikan
penyakit tuberkulosis yang tinggi dan Indonesia merupakan salah satu
negara yang masuk dalam 22 negara tersebut (Anonim, 2012).
Frekuensi penyakit TB paru di Indonesia masih tinggi Indonesia
menduduki urutan ke-3 di dunia setelah India dan Cina. Diperkirakan
jumlah pasien TB paru di Indonesia sekitar 10 % dari total jumlah pasien
TB paru di dunia (Icksan dan Luhur, 2008) Kondisi saat ini jumlah kasus
TB Per 100.000 penduduk adalah 235 kasus (Kemenkes RI, 2011).
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas, 2010). Memaparkan bahwa
ada 28 propinsi yang belum dapat mencapai angka (CDR). Beberapa
propinsi yang diantaranya mempunyai angka prevalensi di atas angka
Nasional yaitu propinsi : Nangro aceh darusalam, Sumatra Barat, Riau,
DKI Jakarta, Jawa Tengah, Yogyakarta, Banten, Gorontalo, NTB, NTT,
Papua Barat. Jawa Tengah termasuk propinsi yang masih tinggi kasus
tuberkulosinya.
Data dari buku profil kesehatan Banyumas (Dinkes Banyumas, 2013)
Pada tahun 2013 kasus tuberkulosis paru di Banyumas mencapai 3.131
jumlah ini meningkat dibandingkan kasus tahun 2012 sebanyak 1249,
jumlah tersebut adalah data dari Puskesmas dan Rumah Sakit di
Banyumas, Prevalensi TB paru tahun 2013 di Banyumas mencapai 160 per
100.000 penduduk, prevalensi ini meningkat di bandingkan tahun 2012
Drop out pada penderita tuberkulosis paru merupakan permasalahan
yang cukup serius karena memiliki dampak negatif terhadap individu,
masyarakat. Memang angka drop out tidak di munculkan dalam buku
profil tahunan dinas kesehatan Banyumas, angka drop out hanya bisa di
temukan langsung di tempat pelayanan baik di Puskesmas, Rumah sakit,
maupun Klinik penanganan TB paru. Hampir 98% puskesmas di Indonesia
terlibat dalam penanggulangan tuberkulosis paru di tingkat Kecamatan. hal
ini menunjukan bahwa tingkat keberhasilan pengobatan tuberkulosis paru
akan sangat dipengaruhi oleh Puskesmas.
Menurut data profil kesehatan Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota
Banyumas tahun 2013, Puskesmas Jatilawang termasuk wilayah dengan
jumlah pasien TB Paru terbanyak setelah Puskesmas Kembaran II Hasil
survey pendahuluan pada 27 Oktober 2014 terhadap petugas
penanggulangan TB di Puskesmas Jatilawang diperoleh data bahwa ada
32 orang yang drop out atau sekitar 43,83 % selama tahun 2013-2014.
Angka drop out tidak boleh lebih dari 3% dari angka yang di tetapkan oleh
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
Hasil wawancara dan observasi dengan pengambilan sampel
sebanyak 6 pasien TB paru di desa Gunungwetan Kecamatan Jatilawang
Kabupaten Banyumas. Bahwa pasien TB paru 3 (50%) diantaranya kurang
pengetahuan tentang penyakit TB paru dan mereka mengaku bahwa TB
paru adalah penyakit biasa, 3 (50%) diantaranya mereka mengalami efek
gatal dan kulit terlihat kemerahan, bahkan ada yang pusing kemudian mual
dan muntah.
Berdasarkan masalah tersebut peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi berhentinya
pengobatan (drop out) pada penderita tuberkulosis paru di puskesmas
Jatilawang Kabupaten Banyumas.
B. Rumusan Masalah
Melihat uraian di atas, maka dapat di rumuskan masalah pada
penelitian ini yaitu : Apa sajakah faktor-faktor yang mempengaruhi
berhentinya pengobatan (drop out) pada penderita tuberkulosis paru di
puskesmas Jatilawang kabupaten Banyumas.
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum:
Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui faktor-faktor yang
mempengaruhi berhentinya pengobatan (drop out) pada penderita
tuberkulosis paru di puskesmas Jatilawang kabupaten Banyumas.
2. Tujuan Khusus:
a) Mengetahui gambaran karakteristik responden.
b) Mengetahui gambaran pengetahuan penderita tentang penyakit TB
c) Mengetahui gambaran keberadaan PMO terhadap kejadian drop
out.
d) Mengetahui gambaran efek samping obat terhadap kejadian drop
e) Mengetahui gambaran biaya ke puskesmas terhadap kejadian drop
out.
f) Mengetahui gambaran tingkat pendidikan pasien terhadap kejadian
drop out.
g) Mengetahui gambaran jarak ke tempat pelayanan kesehatan
terhadap kejadian drop out
D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Peneliti
Dapat menambah wawasan, pengetahuan, serta pemahaman tentang
ketrampilan menulis karya ilmiah, serta menganalisis permasalahan
dan memecahkan masalah tentang faktor-faktor yang mepengaruhi
drop out pada penderita tuberkulosis paru.
2. Bagi Responden
Hasil penelitiaan ini di harapkan bisa menjadi masukan dan informasi
yang benar tentang tuberkulosis dan faktor-faktor drop out, terutama
bagi penderita supaya mereka tidak drop out dari pengobatan.
3. Bagi Institusi Pendidikan
Hasil penelitian dapat digunakan sebagai bahan bacaan dan kajian
E. Penelitian terkait
1. Randy (2013) dengan judul : “Studi kualitatif faktor yang melatar
belakangi drop out pengobatan tuberkulosis paru di balai pengobatan
penyakit paru-paru (BP4) Tegal, Variabel bebas penelitian randy adalah
Motivasi, dukungan keluarga, presepsi penderita jika melakukan
pengobatan, lama pengobatan melatarbelakangi drop out, Perbedaan
penelitian ini adalah pada pendekatan desainya, Penelitian Randy
menggunakan pendekatan kualitatif adapun penelitian ini menggunakan
desain kuantitatif. Desain penelitian randy exploratory research,
sedangkang desain penelitian ini adalah deskriptif.
2. Sholikhah, Listyorini (2011) melakukan penelitian dengan judul
Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan dan Mutu Pelayanan Kesehatan
Terhadap Kepatuhan Minum Obat Penderita Tuberkulosis Paru di
Puskesmas Gatak. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif
dengan desain penelitian survey analitik dengan menghubungkan antara
mutu pelayanan kesehatan terhadap kepatuhan minum obat dengan
rancangan cross sectional. Penelitian ini menggunakan teknik
pengambilan sampel probability sampling. Jumlah sampel dalam
penelitian ini 40 responden. Analisis menggunakan Uji Kolmogorov
Smirnov. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan
antara pengetahuan terhadap kepatuhan minum obat penderita TB Paru
di Puskesmas Gatak (p value=0,000<0,05). Tidak ada hubungan antara
TB Paru di Puskesmas Gatak (p value=0,498>0,05). Perbedaan dengan
penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian ini menggunakan
teknik Total sampling yaitu mengambil sejumlah 32 penderita TB Paru
yang drop out dan tidak menghubungkan antar variabel hanyya mencari
gambaranya saja.
3. Erawatyningsih (2009) dengan judul : “Faktor yang mempengaruhi
ketidakpatuhan berobat pada penderita tuberkulosis paru”, pada
penelitian Erni menggunakan case control sebagai pendekatanya,
variabel yang diambil adalah pengetahuan tingkat pendidikan dan
kualitas pelayanan, Adapun penelitian ini menggunakan pendekatan
deskriptif. Faktor dominan penyebab drop out dalam penelitian Erni
adalah faktor tingkat pendidikan P<0.05 untuk itu peneliti ingin
mengetahui gambaran hasil ini dengan memasukan pendidikan sebagai