• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Kitosan Terhadap Struktur dan Kadar Residu Pb pada Ginjal Tikus Putih (Rattus sp.) Jantan yang Dipapari Plumbum Asetat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Kitosan Terhadap Struktur dan Kadar Residu Pb pada Ginjal Tikus Putih (Rattus sp.) Jantan yang Dipapari Plumbum Asetat"

Copied!
77
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH KITOSAN TERHADAP STRUKTUR DAN

KADAR RESIDU Pb PADA GINJAL TIKUS PUTIH (

Rattus

sp.)

JANTAN YANG DIPAPARI PLUMBUM ASETAT

TESIS

Oleh

ULINA CATARINA SIMATUPANG

117030032/BIO

PROGRAM PASCASARJANA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

PENGARUH KITOSAN TERHADAP STRUKTUR DAN

KADAR RESIDU Pb PADA GINJAL TIKUS PUTIH (

Rattus

sp.)

JANTAN YANG DIPAPARI PLUMBUM ASETAT

TESIS

Oleh

ULINA CATARINA SIMATUPANG

117030032/BIO

PROGRAM PASCASARJANA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

PENGARUH KITOSAN TERHADAP STRUKTUR DAN

KADAR RESIDU Pb PADA GINJAL TIKUS PUTIH (

Rattus

sp.)

JANTAN YANG DIPAPARI PLUMBUM ASETAT

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains dalam Program Studi Magister Biologi pada

Program Pascasarjana Fakultas MIPA Universitas Sumatera Utara

Oleh

ULINA CATARINA SIMATUPANG

117030032/BIO

PROGRAM PASCASARJANA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(4)

PENGESAHAN TESIS

Judul Tesis :

PENGARUH KITOSAN TERHADAP

STRUKTUR DAN KADAR RESIDU Pb

PADA GINJAL TIKUS PUTIH (

Rattus

sp.) JANTAN YANG DIPAPARI

PLUMBUM ASETAT

Nama Mahasiswa : ULINA CATARINA SIMATUPANG Nomor Induk Mahasiswa : 117030032

Pogram Studi : Magister Biologi

Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara

Menyetuju Komisi Pembimbing

Pembimbing I

NIP. 19660209 199203 1 003 (Prof. Dr. Syafruddin Ilyas, M.Biomed)

Pembimbing II

NIP. 19651011 199501 1 001 (Dr. Salomo Hutahaean, M.Si)

Ketua Program Studi,

NIP. 19660209 199203 1 003 (Prof. Dr. Syafruddin Ilyas, M.Biomed)

Dekan,

(5)

PERNYATAAN ORISINALITAS

PENGARUH KITOSAN TERHADAP STRUKTUR DAN

KADAR RESIDU Pb PADA GINJAL TIKUS PUTIH (

Rattus

sp.)

JANTAN YANG DIPAPARI PLUMBUM ASETAT

TESIS

Dengan ini saya nyatakan bahwa saya mengakui semua karya tesis ini adalah hasil kerja saya sendiri kecuali kutipan dan ringkasan yang tiap satunya telah dijelaskan sumbernya dengan benar.

Medan, Agustus 2013

(6)

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH

UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademika Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Ulina Catarina Simatupang

NIM : 117030032

Program Studi : Magister Biologi Jenis Karya Ilmiah : Tesis

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Non-Eksklusif (Non-Exclusive Royalty Free Right) atas Tesis saya yang berjudul:

PENGARUH KITOSAN TERHADAP STRUKTUR DAN KADAR RESIDU Pb PADA GINJAL TIKUS PUTIH (Rattus sp.) JANTAN YANG DIPAPARI PLUMBUM ASETAT

Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Non-Eksklusif ini, Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan, mengalih media, memformat, mengelola dalam bentuk data-base, merawat dan mempublikasikan Tesis saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis dan sebagai pemegang dan atau sebagai pemilik hak cipta.

Demikian pernyataan ini dibuat dengan sebenarnya.

Medan, Agustus 2013

(7)

Telah diuji pada

Tanggal : Agustus 2013

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Syafruddin Ilyas, M.Biomed.

Anggota : 1. Dr. Salomo Hutahaean, M.Si.

: 2. Dr. Suci Rahayu, M.Si.

(8)

RIWAYAT HIDUP

DATA PRIBADI

Nama lengkap berikut gelar : Ulina Catarina Simatupang, S.Pd Tempat dan Tanggal lahir : Balige, 07 Nopember 1979

Alamat Rumah : Jl. Bangau no. 554. Perumnas Mandala. Medan HP : +6282160093908

e-mail :

Instansi Tempat Bekerja

Cat07lala@yahoo.co.id

Kutipan

:

:

- Universitas Dian Nusantara (UNTARA) - BT/BS MEDICA

Tidak tahu, belajarlah. Tidak bisah, bersungguh-sunggulah dan jika semuanya terlihat mustahil, cobalah (Napoleon)

DATA PENDIDIKAN

(9)

PENGHARGAAN

Pertama, penulis panjatkan puji syukur kepada Bapa di Surga atas karunia dan kebaikan-Nya sehingga dapat menyelesaikan penulisan tesis dengan judul “Pengaruh Kitosan Terhadap Struktur dan Kadar Residu Pb pada Ginjal Tikus Putih (Rattus sp.) Jantan yang Dipapari Plumbum Asetat”.

Dengan selesainya tesis ini, perkenankanlah penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada;

Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp. A(K) atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Megister di Universitas Sumtera Utara. Ketua Program Studi Magister Biologi, Prof. Dr. Syafruddin Ilyas. M. Biomed. Sekertaris program studi, Dr, Suci Rahayu. M. Si, beserta seluruh Staf Pengajar pada Program studi Magister Program Pasca Sarjana Fakultas MIPA Universitas Sumatera Utara.

Penulis juga mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Prof. Dr. Syafruddin Ilyas. M. Biomed selaku pembimbing pertama yang dengan penuh perhatian, memberikan waktu, dorongan dan semangat, demikian juga kepada Dr. Salomo Hutahaean. M. Si. Selaku pembimbing kedua penulis juga mengucapkan terimakasih atas kesabaran dan bimbingannya sehingga penelitian ini dapat diselesaikan dengan baik. Komisi penguji. Dr. Suci Rahayu. M. Si dan Dr. Miswar Budi Mulya. M. Si, yang sudi memberikan waktu dan saran bagi hasil penelitian ini. Karena penulis menyadari bahwa penelitian ini masih memerlukan koreksi dan kritik yang membangun demi kesempurnaan hasil penelitian ini.

Kepada kedua orangtua terkasih (M. Simatupang. SmHk dan N br. Tompul), keenam saudara tercinta, terimakasih atas doa, semangat dan dorongan yang diberikan selama ini. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada teman-teman seperjuangan: Hilda Sinaga, Elvida, Zuwanna, Lanni, kakak Suharshi, Susan Tarigan, Dosen dan pegawai UNTARA serta rekan-rekan Mahasiswa/i Pascasarjana Biologi 2011. Semoga Tuhan Yang Maha Esa membalas segala kebaikan ini.

Medan, Agustus 2013 Penulis

(10)

PENGARUH KITOSAN TERHADAP STRUKTUR DAN KADAR RESIDU Pb PADA GINJAL TIKUS PUTIH (Rattus sp.) JANTAN

YANG DIPAPAR PLUMBUM ASETAT

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kitosan dalam menurunkan derajat kerusakan makrostruktur, mikrostruktur dan penurunkan kadar residu Pb pada organ ginjal tikus putih (Rattus sp.) jantan yang dicekoki Pb. Penelitian ini menggunakan 35 tikus tikus putih jantan (Rattus sp.) dengan berat badan 250g. Sampel di bagi menjadi 7 kelompok, K (kontrol) diberikan Mb dan aquadest, (P1) diberikan Pb, P2, P3, P4 diberikan Pb dan kitosan dengan konsentrasi berbeda yaitu (0,5%; 0,75%; dan 1%). P5 diberikan kitosan 1% dan P6 diberikan asam asetat. Organ ginjal tikus, diambil pada minggu ketujuh setelah perlakuan untuk melihat derajat penurunan kerusakan sekaligus penurunan residu Pb setelah pemberian kitosan. Data yang di peroleh dari penelitian diolah dengan menggunakan program SPSS 18, untuk data makrosruktur dan mikrostruktur maka diuji menggunakan Kruskal Wallis dan Mann Whitney. Sedangkan data residu Pb dalam ginjal tikus dilakukan dengan uji parametrik dan nonparametrik (uji Kruskal Wallis dan Mann Whitney). Dari hasil analisa di peroleh; 1. Pemberian Pb sebesar 40mg/KgBB/hari pada tikus putih (Rattus sp.) terbukti dapat merusak makrostruktur dan mikrostruktur ginjal, 2. Kemampuan kitosan sebagai pengkelat Pb, terbukti dapat mengurangi derajat kerusakan makrostruktur dan mikrostruktur ginjal tikus putih (Rattus sp.), 3. Pemberian kitosan pada tikus putih (Rattus sp.) yang dipapari Pb menunjukkan adanya penurunan residu Pb. Kesimpulan, kitosan memiliki kemampuan menurunkan derajat kerusakan marostruktur, mikrostruktur dan residu Pb dalam ginjal. Keefektifan kitosan sebagai pengkelat Pb dalam organ tubuh terutama ginjal masih perlu diteliti lebih lanjut.

(11)

THE EFFECT OF CHITOSAN AND AMOUNT OF RESIDU OF Pb IN THE KIDNEY OF RAT (Rattus sp.) EXPOSED TO LEAD ACETATE

ABSTRACT

The study aimed to determine the effect of chitosan on the kidney of rats (Rattus sp.) exposed to lead acetate. Thirty five male animals weighing 250g were divided into 7 groups: K group as a control (without treatment), P1 received Pb (40 mg/kg bw as lead acetate), while P2, P3, and P4, all received Pb (40 mg/kg bw) and chitosan (0,5%, 0,75%, and 1% respectively). P5 group received only chitosan (1%) and P6 group received acetic acid. After 7 weeks of treatment, the animals were sacrificed and the kidneys were isolated. Kidney damage was observed macro and microscopically, and the residue of Pb in kidney tissue was evaluated using Atomic Absorption Spectrophotography. Result showed, treatment of Pb (40 mg/kg bw) in male rats caused kidney damage macro and microscopically. Chitosan able to decrease kidney damage resulted from Pb treatment. Residue of Pb in the kidney of rat exposed to Pb acetate was decreased after chitosan treatment. In conclusion, chitosan has the ability to reduce residue of Pb as well as macro- and microstructure damage of rat kidney exposed to Pb. The effectiveness of chitosan as a chelating agent for Pb in the organs, especially in the kidneys is important for further investigated.

(12)

DAFTAR ISI

PENGHARGAAN i

ABSTRAK ii

ABSTRACT iii

DAFTAR ISI iv

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR LAMPIRAN viii

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang 1 1.2. Perumusan Masalah 3 1.3. Tujuan Penelitian 4

1.4. Hipotesis 4

1.5. Manfaat Penelitian 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Ginjal 5

2.1.1. Anatomi Ginjal 5 2.1.2. Mikrostruktur Nefron Ginjal 6 2.1.3. Fungsi Ginjal 8

2.2. Plumbum (Pb) 9

2.2.1. Sifat Pb 9

2.2.2. Toksisitas Pb Bagi Organ Tubuh 10 2.2.3. Ekskresi Pb 11

2.3. Kitosan 11

2.3.1. Struktur Kimia Kitosan

11 2.3.2. Manfaat Kitosan 13 BAB III METODE PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian 14 3.2. Alat dan Bahan Penelitian 14 3.3. Rancangan Percobaan 15 3.3.1. Jenis dan Rancangan Percobaan 15 3.3.2. Pemeliharaan Hewan Percobaa 15

3.3.3. Pb 16

3.3.4. Kitosan 16

3.3.5. Persiapan Pembuatan Zat Warna

Hematoxylin-Eosin (Suntoro, 1983) 16 3.3.6. Pengambilan Organ Ginjal 17

3.4. Prosedur Kerja 17 3.4.1. Pengamatan Ginjal Secara Makrostruktur 17 3.4.2. Pembuatan Sediaan Histologi Ginjal Dengan

(13)

3.4.3. Pengamatan Ginjal Secara Mikrostruktur 19 3.4.4. Pemeriksaan Kadar Pb Dalam Ginjal 20

3.5 Analisa Data 20

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Pengaruh Pb dan Kitosan Terhadap

Makrostruktur Ginjal 22 4.1.1. Hasil Pengamatan Makrostruktur Ginjal 22 4.2. Pengaruh Pb dan Kitosan Terhadap

Mikrostruktur Ginjal 25 4.2.1. Hasil Pengamatan Mikrostruktur Ginjal 25 4.3. Residu Pb Pada Organ Ginjal 29 4.3.1. Analisa Residu Pb Pada Organ Ginjal 31

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 34

DAFTAR PUSTAKA 35

(14)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Gambar

Judul Halaman

2.1 Anatomi Ginjal Secara Umum 5 2.2. Gambaran Mikrostruktur Nefron Ginjal 6 2.3 Struktur Kimiawi Kitin dan Kitosan 12 4.1.1 Makrostruktur Ginjal Tikus Putih (Rattus sp.) Setelah Perlakuan Pb dan

Pb+Kitosan Dengan Konsentrasi Berbeda

23

4.2.1 Mikrostruktur Ginjal Tikus Puti (Rattus sp.) Setelah Perlakuan Pb dan Pb+Kitosan Dengan Konsentrasi Berbeda

28

(15)

DAFTAR TABEL

Nomor Tabel

Judul Halaman

4.1.1 Derajat Kerusakan Makrostruktur Ginjal Tikus Putih (Rattus sp.)

Setelah Perlakuan Pb dan Pb+Kitosan Dengan Konsentrasi Berbeda

21

4.1.2. Morfologi Makrostruktur Ginjal Tikus Putih (Rattus sp.) Setelah Perlakuan Pb dan Pb+Kitosan Dengan Konsentrasi Berbeda

24

4.2.1 Derajat Kerusakan Mikrostruktur Ginjal Tikus Putih (Rattus sp.) Setelah Perlakuan Pb dan Pb+Kitosan Dengan Konsentrasi Berbeda

25

4.3 Jumlah Residu Pb Pada Ginjal Tikus Putih (Rattus sp.) Setelah Pemberian Pb dan Pb+Kitosan Dengan Konsentrasi Berbeda

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Lampiran

Judul Halaman

A Berat Ginjal Tikus Putih (Rattus sp.) Setelah Perlakuan Pb dan

Pb+Kitosan Dengan Konsentrasi Berbeda

L-1

B Berat Tubuh Tikus Putih (Rattus sp.) Setelah Perlakuan Pb dan Pb+Kitosan Dengan Konsentrasi Berbeda

L-2

C Hasil Uji Kruskal-Wallis Dari Kerusakan Makrostruktur Ginjal

L-3

D Hasil Uji Mann-Whitney Kerusakan Makrostruktur Ginjal

L-4

E Hasil Uji Kruskal-Wallis Kerusakan Mikrostruktur Ginjal

L-5

F Hasil Uji Mann-Whitney Kerusakan Mikrostruktur Ginjal

L-6

G Hasil Uji Normalitas Residu Pb dari Ginjal L-7 H Hasil Uji Homogenitas Residu Pb Pada Ginjal L-8 I Hasil Uji Kruskal-Wallis Residu Pb Pada Ginjal L-9 J Hasil Uji Mann-Whitney Residu Pb Pada Ginjal L-10 K Nilai Mean dan Std Dev dari Residu Ginjal Pada

Tikus

(17)

PENGARUH KITOSAN TERHADAP STRUKTUR DAN KADAR RESIDU Pb PADA GINJAL TIKUS PUTIH (Rattus sp.) JANTAN

YANG DIPAPAR PLUMBUM ASETAT

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kitosan dalam menurunkan derajat kerusakan makrostruktur, mikrostruktur dan penurunkan kadar residu Pb pada organ ginjal tikus putih (Rattus sp.) jantan yang dicekoki Pb. Penelitian ini menggunakan 35 tikus tikus putih jantan (Rattus sp.) dengan berat badan 250g. Sampel di bagi menjadi 7 kelompok, K (kontrol) diberikan Mb dan aquadest, (P1) diberikan Pb, P2, P3, P4 diberikan Pb dan kitosan dengan konsentrasi berbeda yaitu (0,5%; 0,75%; dan 1%). P5 diberikan kitosan 1% dan P6 diberikan asam asetat. Organ ginjal tikus, diambil pada minggu ketujuh setelah perlakuan untuk melihat derajat penurunan kerusakan sekaligus penurunan residu Pb setelah pemberian kitosan. Data yang di peroleh dari penelitian diolah dengan menggunakan program SPSS 18, untuk data makrosruktur dan mikrostruktur maka diuji menggunakan Kruskal Wallis dan Mann Whitney. Sedangkan data residu Pb dalam ginjal tikus dilakukan dengan uji parametrik dan nonparametrik (uji Kruskal Wallis dan Mann Whitney). Dari hasil analisa di peroleh; 1. Pemberian Pb sebesar 40mg/KgBB/hari pada tikus putih (Rattus sp.) terbukti dapat merusak makrostruktur dan mikrostruktur ginjal, 2. Kemampuan kitosan sebagai pengkelat Pb, terbukti dapat mengurangi derajat kerusakan makrostruktur dan mikrostruktur ginjal tikus putih (Rattus sp.), 3. Pemberian kitosan pada tikus putih (Rattus sp.) yang dipapari Pb menunjukkan adanya penurunan residu Pb. Kesimpulan, kitosan memiliki kemampuan menurunkan derajat kerusakan marostruktur, mikrostruktur dan residu Pb dalam ginjal. Keefektifan kitosan sebagai pengkelat Pb dalam organ tubuh terutama ginjal masih perlu diteliti lebih lanjut.

(18)

THE EFFECT OF CHITOSAN AND AMOUNT OF RESIDU OF Pb IN THE KIDNEY OF RAT (Rattus sp.) EXPOSED TO LEAD ACETATE

ABSTRACT

The study aimed to determine the effect of chitosan on the kidney of rats (Rattus sp.) exposed to lead acetate. Thirty five male animals weighing 250g were divided into 7 groups: K group as a control (without treatment), P1 received Pb (40 mg/kg bw as lead acetate), while P2, P3, and P4, all received Pb (40 mg/kg bw) and chitosan (0,5%, 0,75%, and 1% respectively). P5 group received only chitosan (1%) and P6 group received acetic acid. After 7 weeks of treatment, the animals were sacrificed and the kidneys were isolated. Kidney damage was observed macro and microscopically, and the residue of Pb in kidney tissue was evaluated using Atomic Absorption Spectrophotography. Result showed, treatment of Pb (40 mg/kg bw) in male rats caused kidney damage macro and microscopically. Chitosan able to decrease kidney damage resulted from Pb treatment. Residue of Pb in the kidney of rat exposed to Pb acetate was decreased after chitosan treatment. In conclusion, chitosan has the ability to reduce residue of Pb as well as macro- and microstructure damage of rat kidney exposed to Pb. The effectiveness of chitosan as a chelating agent for Pb in the organs, especially in the kidneys is important for further investigated.

(19)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Ginjal merupakan salah satu organ tubuh yang sangat penting bagi manusia karena organ ini bekerja sebagai alat ekskresi utama untuk zat-zat yang tidak dibutuhkan oleh tubuh lagi. Dalam melaksanakan fungsi ekskresi, ginjal mendapat tugas yang berat mengingat hampir 25% dari seluruh aliran darah mengalir ke ginjal. Besarnya aliran darah yang menuju ginjal menyebabkan keterpaparan ginjal terhadap bahan/zat-zat yang beredar dalam sirkulasi cukup tinggi. Akibatnya, bahan-bahan yang bersifat toksik akan mudah menyebabkan kerusakan jaringan ginjal dalam bentuk perubahan struktur dan fungsi ginjal. Keadaan inilah yang disebut sebagai nefropati toksik dan dapat mengenai glomerulus, tubulus, jaringan veskuler, maupun jaringan interstial ginjal (Alatas

et al., 2002). Dari data Indonesia Renal Registry (IRR) pada tahun 2007-2008 didapat urutan etiologi pasien penderita penyakit ginjal terbanyak sebagai berikut glomerulonefritis (25%), diabtes militus (23%), hipertensi (20%) dan ginjal polikistik (10%) (Roesli, 2008).

Plumbum (Pb) adalah logam toksis yang paling popular di antara logam toksik lainnya, karena logam ini banyak digunakan dalam proses industri dan campuran logam dalam peralatan rumah tangga (Darmono, 2009). Senyawa yang berbentuk PbCrO digunakan dalam industri cat, senyawa Pb-silikat digunakan secara luas sebagai bahan pengkilap keramik. Senyawa Pb oksida (PbO4) digunakan dalam industri baterai. Dalam perkembangan industri kimia, dikenal pula aditif yang ditambah kedalam bahan bakar kendaraan bermotor untuk anti

(20)

Absorpsi Pb yang dihirup berbeda-beda tergantung dari bentuk, dapat berupa bentuk uap atau partikel dan kadar Pb kira-kira 90% partikel di udara diabsorpsi melalui saluran napas (Syarif, 2007). Di dalam tubuh manusia, Pb dapat menghambat aktivitas enzim yang terlibat dalam pembentukan hemoglobin (Hb), sebagian kecil Pb akan diekskresikan lewat urin maupun feses dan sebagian kecil lagi Pb diikat oleh protein, sisanya yang lainnya terakumulasi dalam ginjal, hati, kuku, jaringan lemak dan rambut.

Dalam eritrosit waktu paruh Pb adalah selama 35 hari, dalam jaringan ginjal dan hati selama 40 hari, sedangkan waktu paruh dalam tulang adalah selama 25 tahun. Pb akan diekskresikan melalui sistem urinaria adalah sebesar 76 %, gastrointernal 16% dan pada rambut, kuku serta keringat 8% (Klassaen et al., 1986). Pada umumnya ekskresi Pb dari dalam tubuh berjalan sangat lambat. Ekskresi yang lambat ini menyebabkan Pb mudah terakumuasi dalam tubuh, baik pajanan yang okupasional maupun non-okupasional (Nordberg, 1998).

Pb akan diekskresikan ginjal melalui glomerulus atau diekskresikan langsung oleh kapiler tubulus melalui sel tubulus. Dalam prosesnya logam berat yang difiltrasi melalui glomerulus dapat direabsopsi kembali oleh sel tubulus sehingga sel tubuluslah yang paling sering mengalami kerusakan (Alatas et al., 2002).

Kitosan pertama kali ditemukan oleh ilmuwan Prancis Ojier, pada tahun 1823. Ojier meneliti kitosan hasil ekstrak kerak binatang berkulit keras, seperti udang, kepiting dan serangga. Kitosan yaitu poly-D-glucosamine (tersusun lebih dari 5000 unit glukosamin dan asetilglukosamine) dangan berat molekul lebih dari 1 juta Dalton, merupakan dietary fiber (serat yang bisah dimakan) kedua setelah

selulosa, (Dwiyatmoko, 2008).

(21)

maka perlu pengkajian dan pengembangan dari limbah ini sebagai bahan penyerap terhadap logam-logam berat di perairan (Hargono et al., 2008).

Kitosan memiliki kemampuan untuk membentuk sebuah membran yang berfungsi sebagai adsorben/penjerap yang dapat menyerap logam-logam berat, seperti Zn, Cd, Pb, Mg dan Fe (Knorr, 1984). Kitosan yang memiliki senyawa kimia NH2 ataupun dalam keadaan terprotonasi NH3+ mampu mengadsorbsi logam-logam berat melalui mekanisme pembentukan khelat dan penukaran ion. Keuntungan adsorben kitosan adalah dapat digunakan untuk penanganan limbah secara berulang-ulang (Muzzarelli et al., 1997). Kitosan juga diusulkan untuk digunakan sebagai bahan pembuat membran ginjal buatan (Shahidi et al., 1999). Lebih lanjut lagi Hardjito & Linawati (2006) menjelaskan, pada manusia kitosan belum memiliki dampak negatif dan toleransi tubuh manusia terhadap kitosan adalah 1,333 g/kg berat badan.

1.2.Perumusan Masalah

Telah banyak penelitian tentang pengaruh pemberian Pb terhadap fungsi organ tubuh terutama bagaimana pengaruh Pb terhadap kinerja organ ginjal sebagai organ ekskresi (Pringgoutomo et al., 2002; Hariono, 2006; Anggraini, 2008; Sinaga, 2009). Kemampuan kitosan sebagai khelator bagi logam berat seperti Pb juga telah banyak diteliti (Knorr, 1984; Kawamura et al., 1993; Shahidi et al., 1999; Hargono et al., 2008; Daniel, 2009) Meskipun demikian, informasi mengenai bagaimana pengaruh kitosan dapat mengurangi kerusakan ginjal terutama pada bagian struktur jaringan ginjal dan bagaimana kemampuan perlindungan kitosan terhadap Pb yang masuk ke dalam tubuh terutama pada bagian organ ginjal masih terbatas.

(22)

1.3. Tujuan

1. Untuk mengetahui gambaran makrostruktur dan mikrostruktur perubahan struktur histologi ginjal akibat pemberian Pb.

2. Untuk mengetahui gambaran makrostruktur dan mikrostruktur perubahan struktur histologi ginjal setelah pemberian kitosan pada ginjal yang terpapar Pb

3. Untuk mengetahui penurunan residu Pb pada ginjal setelah pemberian kitosan.

1.4. Hipotesis

Yang menjadi hipotesis pada penelitian ini adalah;

1. Pemberian Pb pada tikus dapat menyebabkan terjadinya kerusakan makrostruktur dan mikrostruktur ginjal.

2. Pemberian kitosan pada ginjal dapat mengurangi efek kerusakan makrostruktur dan mikrostruktur dari histologi ginjal tikus putih yang terpapar Pb

3. Pemberian kitosan dapat mengurangi residu Pb pada organ ginjal tikus putih.

1.5. Manfaat Penelitian

1. Sumber acuan bagi masyarakat pada umumnya, kalangan akademisi dan bagi penelitian selanjutnya tentang pengaruh negatif Pb terhadap kesehatan organ tubuh manusia terutama organ ginjal.

2. Sumber informasi kepada masyarakat pada umumnya, kalangan akademisi dan bagi peneliti bahwa kulit udang mengandung kitin yang dapat di destilisasi menjadi kitosan dimana kitosan ini sangat berguna untuk mengurangi efek toksik Pb guna mencegah kerusakan ginjal.

(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Ginjal

2.1.1. Anatomi Ginjal

(24)

Nabib (1987) menjelaskan secara histologi ginjal terdiri atas tiga unsur utama, yaitu (1). Glomerulus, yakni suatu gulungan pembuluh darah kapiler yang masuk melalui aferen, (2). Tubuli sebagai parenkim yang bersama glomerulus membentuk nefron, suatu unit fungsional terkecil dari ginjal, dan (3).Interstisium berikut pembuluh-pembuluh darah, limfe dan syaraf.

2.1.2. Mikrostrukrur Nefron Ginjal

Unit kerja fungsional ginjal disebut sebagai nefron. Didalam setiap ginjal terdapat sekitar 1 juta nefron yang pada dasarnya mempunyai struktur dan fungsi yang sama. Setiap nefron terdiri dari kapsula bowman, tubulus kontraktus proksimal, lengkung henle dan tubulus kontraktus distal yang mengosongkan diri ke duktus pengumpul. Glomerulus bersama Kapsul Bowman juga disebut badan Malpigi.

Gambar 2.2. Gambaran Mikrostruktur Nefron Ginjal Tikus (Christensen et.al.,2002)

Jalinan glomerulus merupakan kapiler-kapiler khusus yang berfungsi sebagai penyaring. Kapiler glomerulus dibatasi oleh sel-sel endotel mempunyai sitoplasma yang sangat tipis, yang mengandung banyak lubang disebut fenestra dengan diameter 500-1000A0

Setiap korpus renal berdiameter 200 μm dan terdiri atas seberkas kapiler yaitu glomerulus, dikelilingi oleh kapsul epitel berdinding ganda yang disebut

(25)

kapsula Bowman. Lapisan luar membentuk batas luar korpuskulus renal (lamina parietalis) yang terdiri atas epitel selapis gepeng yang ditunjang lamina basalis dan selapis tipis serat retikulin. Lapisan dalam (lamina visceralis) meliputi kapiler glomerulus yang terdiri dari sel-sel podosit. Pada kutub urinarius dari korpuskulus renal, epitel gepeng dari lapisan parietal kapsula Bowman, berhubungan langsung dengan epitel selindris dari tubulus kontraktus proksimal. Tubulus ini lebih panjang dari tubulus kontraktus distal dan karenanya tampak lebih banyak dekat korpuskulus renalis dalam labirin korteks.

Lengkung henle adalah struktur berbentuk U terdiri atas ruas tebal

descenden dengan struktur yang sangat mirip tubulus kontraktus proksimal; ruas tipis descenden dan ruas tebal ascenden strukturnya sangat mirip dengan tubulus kontraktus distal. Lebih kurang sepertujuh dari semua nefron terletak dekat batas korteks-medula yang disebut dengan nefronjukstamedula. Nefron lainnya disebut

nefron kortikal. Semua nefron turut serta dalam proses filtrasi, absorpsi dan sekresi.

Bila ruas tebal ascend lengkung henle menerobos korteks, struktur histologisnya tetap terpelihara tetapi menjadi berkelok-kelok dan disebut tubulus kontortus distal, yaitu bagian terakhir nefron yang dilapisi oleh epitel selapis kuboid. Lumen tubulus distal lebih besar dan karena sel-sel tubulus distal lebih gepeng dan lebih kecil dari tubulus proksimal, maka tampak lebih banyak sel dan inti dinding tubulus distal.

Urin mengalir dari tubulus kontortus distal ke tubulus koligens, yang saling bergabung dan membentuk duktus koligens yang lebih besar dan lebih lurus yaitu duktus papilaris Bellii yang berangsur-angsur melebar sewaktu mendekati puncak piramid. Tubulus koligens yang lebih kecil dilapisi oleh epitel kuboid dan berdiameter kurang lebih 40μm. Dalam medulla, duktus kolagens merupakan komponen utama dari mekanisme pemekatan urine (Junquera, 1995).

2.1.3. Fungsi Ginjal

(26)

menjaga komposisi cairan ekstraselular. Untuk melaksakan hal itu sejumlah besar cairan difiltrasi di glomerulus dan kemudian direabsopsi dan disekresi di sepanjang nefron sehingga zat-zat yang berguna diserap kembali dan sisa-sisa metabolisme dikeluarkan sebagai urin, lebih lanjut lagi dijelaskan fungsi ginjal secara keseluruhan, yaitu;

1. Fungsi Ekskresi

Ginjal dapat berfungsi untuk sisa metabolisme protein (ureum, kalium, fosfat, sulfur anorganik dan asam urat), regulasi volume cairan tubuh dikarenakan aktivitas anti-duaretik (ADH) yang akan mempengaruhi volume urin yang akan dikeluarkan tubuh dan ginjal yang bermanfaat dalam menjaga keseimbangan asam dan basa.

2. Fungsi Endokrin

Sebagai fungsi endokrin ginjal memiliki tiga fungsi, yaitu; 1. Memiliki partisipasi dalam eritropoesis yaitu sebagai penghasil zat eritropoetin yang dibutuhkan dalam pembentukan sel darah merah. 2. Pengaturan tekanan darah, hal ini dikarenakan terlepasnya granula rennin dari jukstaglomerulus yang merangsang angiotensinogen di dalam darah menjadi angitensi I kemudian diubah kembali menjadi angiotensi II oleh enzim konvertase di paru. Hal ini mengakibatkan terjadinya vasokonstriksi pembuluh darah perifer dan merangsang kelenjar adrenal untuk memperoduksi aldosteron.Kombinasi kedua inilah yang mengakibatkan terjadinya hipertensi. 3. Ginjal bertugas menjaga keseimbangan kalsium dan fosfor dikarenakan ginal mempunyai peranan dalam metabolism vitamin D.

(27)

sitostatik dan 4. Zat radiokontras (zat yang dapat menyerap dan memantulkan sinar X). Dari keempatnya yang paling sering menyebabkan efek toksik pada nefron ginjal sehingga menyebabkan kerusakan pada ginjal adalah obat-obatan dan bahan kimia (Alatas et al., 2002).

2.2. Plumbum (Pb) 2.2.1. Sifat Pb

Pb adalah senyawa organometalik yang ditemukan dalam bentuk senyawa tetra ethyllead/TEL dan Tetra metil lead/TML). Pb adalah logam lunak berwarna abu-abu kebiruan mengkilat serta mudah dimurnikan dari pertambangan. Pb memiliki titik lebur yang rendah, meleleh pada suhu 3280C (6620F) ; titik didih 17400C (31640

Pringgoutomo et al., (2002), menjelaskan sumber Pb yang okupasional

ialah; pengecatan dengan semprotan, pekerjaan bengkel besi, pekerjaan di tambang, pembakaran aki, alat masak, makanan dalam kaleng. Sedangkan sumber Pb yang non-okupasional ialah pipa air minum, cat tua yang mengelupas, debu rumah, tanah di perkotaan, percetakan dan asap kendaraan bermotor.

F); memiliki nomor atom 82 dengan berat atom 207,20. Pb juga mudah dibentuk, memiliki sifat kimia yang aktif, sehingga bisah digunakan untuk melapisi logam agar tidak timbul perkaratan. Apabila dicampur dengan logam lain akan terbentuk logam campuran yang lebih bagus dari logam murninya (Widowati

et al., 2008).

2.2.2. Toksisitas Pb Bagi Organ Tubuh

(28)

masuknya Pb kedalam tubuh dapat menyebabkan terjadinya nefritis kronik

tubulointerstisiat atau sindrom Fanconi, yang ditandai oleh glikosuria, aminoasiduria, fosfaturia, proteinuria. Lesi ginjal dapat berlanjut sampai terjadi gagal ginjal.

Pada penelitian Hariono (2006) pada pemberian senyawa 1,5 mg trietil Pb asetat/kg BB/oral/hari/tikus yang dilakukan selama 10 minggu menunjukan gambaran histopatologik pada ginjal terlihat vakuolisasi, pelebaran lumen tubulus, banyak mengandung runtuhan sel dan ekskret debris dan pada pemeriksaan mikroskopik elektron ditemukan adanya pembengkakan lisosom dan mitokondria.

Pada penelitian Anggraini (2008), menuliskan pada pemberian Pb sebesar 100mg/kgBB/oral/hari yang dilakuakan selama 16 minggu memperlihatkan naiknya berat rata-rata ginjal yang disebabkan adanya subtansi air dan lemak yang terjadi di dalam sel sehingga volume sel akan bertambah. Secara mikroskopis pada ginjal terjadi lesi pada glomerulus ginjal yaitu terjadi vakuolisasi. Pada pengamatan minggu ke-8 terjadi pelebaran pada lumen tubulus, akumulasi sel debris dalam lumen, karyomegali disertai hiperplasi dan kerusakan ini semakin bertambah pada semakin lamanya pemberian Pb.

Penelitian Sinaga (2009), yang menganalisa kandungan residu Pb dan Cd pada hati dan ginjal babi menemukan bahwa jumlah logam berat Pb yang terdeteksi pada ginjal sebesar 0,7921 ppm dengan rata-rata sebesar 0,1153 ppm. Namun lebih lanjut lagi dijelaskan bahwa kandungan logam Pb yang tersimpan pada ginjal tersebut masih dibawah batas maksimum residu (BMR) yang direkomendasikan oleh pengawas makanan dan minuman (POM) pada tahun 1998 yaitu sebesar 2,000 ppm.

2.2.3. Ekskresi Pb

(29)

untuk pajanan okupasional, hal ini juga dituliskan oleh Goldstein dan Kippen (Ardyanto, 2005)

2.3. Kitosan

2.3.1. Struktur Kimia Kitosan

Dwiyatmoko (2008) menuliskan Kitosan pertama kali ditemukan oleh ilmuwan Prancis Ojier, pada tahun 1823. Ojier meneliti kitosan hasil ekstrak kerak binatang berkulit keras, seperti udang, kepiting dan serangga. Kitosan merupakan turunan dari kitin.Kitin tidak mudah larut dalam air, sehingga penggunaannya terbatas. Namun dengan modifikasi kimiawi dapat diperoleh senyawa turunan kitin yang mempunyai sifat kimia yang lebih baik yaitu kitosan. Volume produksi kitosan di alam bebas menempati peringkat kedua setelah serat, diperkirakan volume total mahluk laut diatas 100 juta ton/tahun. Kitosan merupakan biopolymer alami turunan dari kitin, homopolymer dari (1-4)-amino-2-deoksi-β-D-glukosa

merupakan hasil dari deasetilisasi sebanyak mungkin dari kitin dengan menggunakan larutan NaOH pekat.

Proses pembuatan kitosan dari kitin dilakukkan dengan tiga tahapan, yaitu; Pertama proses deprotenisasi dengan melepaskan ikatan-ikatan protein dan kitin dengan menggunakan larutan NaOH, yang bertujuan untuk mengubah gugus asetil dari kitin menjadi gugus amina pada kitosan. Kedua, proses demineralisasi yang bertujuan untuk menghilangkan garam-garam organik atau kandungan mineral yang terdapat didalam kitin. Proses terakhir, yaitu deasetilisasi dengan melepaskan gugus amina (-NH) agar kitosan memiliki kareteristik sebagai kation (Suhardi, 1992).

(30)

dan lemak). Interaksi kation logam dan kitosan adalah melalui pembentukan kelat koordinasi oleh atom N gugus amino dan O gugus hidroksil (Lee et al., 2001).

[image:30.595.168.451.218.494.2]

Struktur kimia dari kitin dan Kitosan dapat dilihat pada gambar 2.3.1.dibawah ini;

Gambar 2.3. Struktur Kimiawi Kitin dan Kitosan (Fernandez-Kim, 2004)

2.3.2. Manfaat Kitosan

Seperti selulosa dan kitin, kitosan merupakan polimer alamiah yang sangat melimpah keberadaannya di alam. Oleh karena itu, kitosan dapat digunakan sebagai material alami, sebab kitosan sebagai polimer alami mempunyai karesteristik yang baik.

(31)

Konsentrasi ion logam bebas dalam cairan ekstra sel menurun karena pengikatan ion ini oleh pembentuk kelat, karena itu ion logam dapat juga ditarik (diserap) dari jaringan. Pembentukan kelat melalui reaksi antara pembentuk kelat dengan ion logam dapat menyebabkan ion logam tersebut kehilangan sifat ionnya, hal inilah yang menyebabkan logam kehilangan sebagian besar sifat toksiknya (Kawamura

et al., 1993).

Kitosan dapat digunakan untuk bahan pembuatan lensa kontak (soft lens) maupun hard lens karena lebih murah dan awet, dapat digunakan sebagai obat anti kolesterol, kitosan tidak menggumpalkan darah dan kitosan juga baik untuk digunakan sebagai agent anti tumor (Shahidi et al., 1999)

(32)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Tempat Dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari 2013 sampai Juni 2013 di Laboratorium Fisiologi Hewan dan Struktur Perkembangan Hewan, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara Medan. Pengukuran kadar Pb pada organ ginjal dilakukan pada Balai Riset dan Standarisasi Industri Medan (Baristan) Kementrian Perindustrian RI.

3.2. Alat dan Bahan Penelitian.

Alat dan bahan yang digunakan untuk memelihara hewan uji adalah; kandang hewan, jarum gavage, timbangan digital, Pb, serbuk kitosan, asam asetat 1%. Alat dan bahan digunakan untuk mengisolasi organ pengamatan adalah; bak bedah, dissecting set, botol filim, camera digital, kertas milimeter blok, NaCl 0,9%, larutan boin. Alat dan bahan yang digunakan untuk memeriksa kadar residu Pb dalam ginjal tikus; sentrifuge, alat Atomic Absorption Spectrophotometer

(33)

3.3. Rancangan Percobaan

3.3.1. Jenis dan Rancangan Percobaan

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan menggunakan

Rancangan Acak Lengkap (RAL). Besar sampel yang digunakan pada penelitian

ini berdasarkan rumus Federer (1963):

t = kelompok perlakuan

n = jumlah sampel tiap kelompok

Jumlah sampel pada penelitian ini terdiri dari 35 ekor tikus putih jantan yang dibagi secara acak dalam 7 kelompok yaitu 5 ekor tiap kelompok. Semua tikus perlakuan diberi makanan biasa dan minum secara oral selama 7 minggu, dimana perlakuannya sebagai berikut:

K = tanpa perlakuan (kontrol).

P1 = perlakuan plumbum asetat 40 mg/kgBB/hari selama 7 minggu. P2 = perlakuan plumbum asetat 40 mg/kgBB/hari selama 7 minggu

dan kitosan 0,5% selama 5 minggu terakhir.

P3 = perlakuan plumbum asetat 40 mg/kgBB/hari selama 7 minggu dan kitosan 0,75% selama 5 minggu terakhir.

P4 = perlakuan plumbum asetat 40 mg/kgBB/hari selama 7 minggu dan kitosan 1% selama 5 minggu terakhir.

P5 = perlakuan kitosan 1% selama 7 minggu.

P6 = perlakuan pelarut asam asetat 1% selama 7 minggu.

3.3.2. Pemeliharaan Hewan Percobaan

Tikus ditempatkan d idalam kandang yang terbuat dalam bahan plastik ukuran 30x20x10 cm, ditutup dengan kawat kasa. Dasar kandang dilapisi dengan sekam padi setebal ± 0,5 cm – 1 cm dan diganti setiap tiga hari. Cahaya ruangan dikontrol persis 12 jam terang (pukul 06.00 sampai dengan pukul 18.00) dan 12 jam gelap (pukul 18.00 sampai dengan pukul 06.00), sedangkan suhu dan kelembapan ruangan dibiarkan pada kisaran alamiah. Tikus diberi makan dan

(34)

minum secara bebas atau ad-libitum. Pemeliharaan hewan percobaan selama berlangsungnya penelitian ini ditempatkan di laboratorium Biologi FMIPA USU Medan.

3.3.3. Pb

Plumbum asetat diberikan dalam bentuk cairan sebanyak 40mg/KgBB/hari (Napitupulu, 2008) yang dilarutkan dalam aquades 0,5 ml dan diberikan secara oral dengan menggunakan jarum gavage.

3.3.4. Kitosan

Kitosan yang diberikan pada tikus jantan adalah kitosan yang memiliki derajat destilisasi (DD) sebesar 80% (Kusumawati, 2009) dan dalam bentuk larutan dengan pelarut asam asetat sebesar 1% (Knoor, 1982; Purwoningsih, 2008). Kitosan diberikan secara oral dengan menggunakan jarum gavage

sebanyak 0,5 ml dan diperoleh dari Laboratorium FMIPA terpadu.

3.3.5. Persiapan Pembuatan Zat Warna Hematoxylin-Eosin (Suntoro, 1983) a. Zat Warna Hematoxylin Ehrlic

Terlebih dahulu dilarutkan 0,67g hematoxylin dalam 33ml alkohol absolut, kemudian ditambahkan 33ml aquadest, 33ml gliserol, 3,3ml asam asetat glasial. Setelah itu, larutan hematoxylin ini dapat digunakan setelah dibiarkan beberapa waktu (bahkan hasilnya akan lebih baik jika dibiarkan beberapa tahun).

b. Zat Warna Eosin Y.

Bahan yang digunakan untuk membuat larutan eosin adalah; 1 gram eosin Y, 80 ml alkohol 95%, 20 ml aquadest dan 80 ml alkohol 80 %. Keempat bahan tersebut dicampur dan diaduk hingga homogen dalam gelas ukur lalu disimpan sebagai persediaan.

(35)

dengan jumlah alkohol 80% yaitu 1:3 artinya jika diambil 10 ml persediaan maka ditambahkan 30 ml alkohol 80% kemudian dimasukkan 0,5 ml asam asetat.

3.3.6.Pengambilan Organ Ginjal

Tikus yang telah diperlakukkan selama 7 minggu (42 hari) kemudian dilakukkan pembedahan satu hari sesudahnya yang waktu pembedahannya disesuaikan dengan waktu masing-masing pada tiap perlakuan. Berat tikus yang akan dibedah ditimbang terlebih dahulu, kemudian tikus di anestesi dengan cara memasukkannnya ke dalam botol besar yang berisi cairan eter sampai tikus kehilangan kesadaran dan pingsan. Dalam keadaan terbius maka dilakukan dislokasi pada leher tikus, setelah iu dilakukkan pembedahan untuk pengambilan organ ginjal. Organ ginjal tikus ditimbang kemudian dilakukkan pengamatan secara makrostruktur dan mikrostruktur dengan metode baku histologi.

3.4. Prosedur Kerja

3.4.1. Pengamatan Ginjal Secara Makrostruktur

Dari setiap ginjal yang telah dibedah dilakukkan pengamatan secara makrostruktur dengan kriteria normal bila tidak ditemukan: Perubahan warna, perubahan struktur permukaan, perubahan berat ginjal dan tidak ada perubahan konsistensi pada ginjal tikus hasil bedahan.

Derajat kerusakan ginjal, dihitung dengan metode skoring, yaitu : 0 = jika tidak ditemukan kriteria diatas

1 = jika ditemukan 25% perubahan dari kriteria diatas 2 = jika ditemukan 25%-50% perubahan dari kriteria diatas 3= jika ditemukan perubahan lebih dari 50%, (Danuari, 2009).

3.4.2. Pembuatan Sediaan Histologi Ginjal Dengan Menggunakan Metode Parafin (Suntoro, 1983)

(36)

a. Persiapan Organ

Organ ginjal tikus yang telah diambil dan ditimbang kemudian dicuci dengan larutan NaCl 0,9%, dan difiksasi selama 1 malam dengan larutan bouin. Setelah difiksasi, organ ginjal dicuci dengan alkohol 70% minimal 7 kali pengulangan dan direndam 1 jam . Kemudian ginjal didehidrasi dengan merendam organ ginjal dengan alkohol 70%, 80%, 85%, 90%, 96% dan 100% masing-masing selama 1 jam dengan 2 kali pengulangan. Tahapan selanjutnya organ dijernihkan (Clearing) dengan merendam organ ginjal ke dalam perbandingan alkohol : xylol, yaitu 3:1, 1:1, 1:3 selama masing-masing 1 jam serta merendam organ ke dalam xylol selama 1 malam. Pada tahapan Infiltrasi

organ ginjal direndam ke dalam xylol yang berada di dalam oven pada suhu 56 0C selama 1 jam. Dilanjutkan dengan merendam ginjal ke dalam parafin murni I, II, III masing-masing selama 1 jam pada suhu 560C. Setelah itu organ di tanam (Embedding) padacairan parafin yang telah disiapkan terlebih dahulu pada kotak cetakan yang tersedia. Organ ginjal dimasukkan perlahan diatas cairan parafin dengan tujuan organ ginjal akan menempel dengan baik dengan cairan parafin selanjutnya kotak yang berisi organ ginjal diberi label. Dibiarkan sampai dingin sehingga membentuk blok parafin dan dimasukkan ke dalam kulkas. Kemudian dilakukan penempelan blok-blok parafin pada holder yang terbuat dari kayu yang berbentuk persegi.

b. Pembuatan Pita Parafin

(37)

c. Pewarnaan Sediaan Ginjal (Suntoro, 1983).

Cara mewarnai sediaan ginjal dengan Hematoxilin Eosin adalah sebagai berikut:Sediaan direndam dalam Xylol I selama 15 menit kemudian berturut-turut dilakukan perendaman dalam xylol II selama 15 menit. Kemudian dialkoholisasi secara bertingkat dengan konsentrasi alkohol menurun, berturut-turut alkohol 100%, 90%, 96%, 80%,70%, 60%, 50%, 40%, 30% yang masing-masing dilakukkan selama 15 menit kemudian dibilas dengan aquadest selama 15 menit. Pewarnaan sediaan ginjal dilakukan dengan cara objek gelas dimasukkan ke dalam larutan pewarna Ehrilich’s haemotoxylin selama 7 menit, kemudian dibilas air mengalir selama 10 menit. Kemudiaan dicelupkan pada eosin selama 15 menit. Pada tahap dehidrasi sediaan dicelupkan dalam alkohol 50%, 60%, 70%, 80%, 90%, 96% dan 100% masing-masing 30 menit. Disimpan pada xylen selama 10 menit. Kemudian dilakukan Mounting dengan menutup preparat dengan canada balsam kemudian ditutup dengan gelas penutup sediaan (cover glass). Sedian kemudian diberi label dan disimpan beberapa jam sampai zat perekatnya kering.

3.4.3. Pengamatan Ginjal Secara Mikrostruktur

Dari ginjal tikus putih (Rattus sp.) yang telah dibuat menjadi preparat maka dilakukan pengamatan histologis sediaan ginjal. Pengamatan dilakukkan dengan melakukkan pembacaan pada lima lapang pandang pada daerah sediaan jaringan ginjal, yaitu pada empat sudut preparat berbeda dan ditengah preparat pengamatan dengan menggunakan mikroskop pada perbesaran 400x. Sasaran yang diamati berupa pembengkakan sel-sel epitel tubulus (hyperplasia), pelebaran lumen tubulus, pelebaran ruang bowman, piknosis (pengerutan inti), karyomegali

(Pembesaran inti), pembentukan intranuclear inclusioan bodies (benda-benda inklusi), adanya runtuhan sel dan vakuolisasi lumen tubulus (Hariono, 1991; Alatas, 2002; Anggraeni, 2008).

(38)

0 = Tidak ada kerusakan jaringan ginjal 1 = Bila ditemukan 0-25% keriteria diatas 2 = Bila ditemukan 25%-50% kriteria diatas

3 = Bila ditemukan > 50% kriteria diatas, (Danuari, 2009)

3.4.4. Pemeriksaan Kadar Pb Dalam Ginjal

Pembuatan preparasi untuk pemeriksaan kadar Pb dalam organ ginjal (Hyde et al, 1977), dengan langkah sbb: Jaringan ginjal diambil seberat 0,5g, dimasukkan kedalam belender, lalu ditambahkan 5ml aquadest, jaringan dan aquadest kemudian diblender halus hingga jaringan homogen, kemudian diberi 0,5ml larutan 1mg/0,5 ml magnesium asetat. Kemudian jaringan dibakar sampai menjadi abu dengan menggunakan muffle furnace pada suhu 500 – 550⁰C selama 4–5 jam. Setelah menjadi abu ditambah larutan 2M asam nitrat sebanyak 5ml kemudian larutan disentrifuge selama 5–10 menit pada kecepatan 2000rpm. Larutan yang telah disentrifuge diperiksa dengan alat Atomic Absorbtion Spectrophotometer (AAS). Alat AAS yang digunakan adalah Simadzu AA 6200 (Anggraini, 2008) yang proses pengukuran residu Pb-nya dilakukan di Balai Riset dan Standarisasi Industri Medan (Baristan) Kementrian Perindustrian RI.

3.5.Analisa Data

Data yang terkumpul dianalisis menggunakan program komputer SPSS versi 18. Untuk menguji perbedaan masing-masing data makrostruktur dan mikrostruktur dari kelompok percobaan maka analisa data dilakukan dengan uji nonparametrik Kruskal-Wallis. Pada data yang bernilai p<0,05 maka dilanjutkan dengan uji Man-Whitney untuk membandingkan data antar kelompok perlakuan. Tetapi jika data yang ditemukan p>0,05 maka pengujian tidak dilanjutkan lagi.

(39)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dari penelitian yang telah dilakukkan pada pengaruh pemberian kitosan terhadap struktur ginjal dan jumlah residu Pb pada ginjal tikus putih (Rattus sp.) yang dipapar plumbum asetat, maka diperoleh hasil penelitian sebagai berikut:

4.1.Pengaruh Pb dan Kitosan Terhadap Makrostruktur Ginjal 4.1.1. Hasil Pengamatan Makrostruktur Ginjal

(40)

Dari Tabel 4.1.1. memperlihatkan bahwa perubahan makrostruktur ginjal setelah pemberian Pb dan Kitosan dengan konsentrasi yang berbeda menunjukkan kelompok K mengalami perubahan bernilai 1 sebanyak 100% berupa perubahan berat ginjal dari tikus putih (Rattussp.). Pada kelompok P1 menunjukkan tingkat perubahan yang bernilai tinggi sebanyak 40% pada nilai kerusakan 3 dan bernilai 2 sebanyak 60%. Pada kelompok P2 rentangan kerusakan pada makrostruktur ginjal tersebar hampir pada nilai yang berbeda yaitu bernilai 1 sebanyak 60%, bernilai 2 dan bernilai 3 dengan presentase yang sama yaitu 20% hal ini mungkin terjadi karena pada kelompok P2 konsentrasi kitosan yang diberikan sangat rendah yaitu sebesar 0,5% sehingga proses perbaikan jaringan akibat pemberian Pb belum jelas terlihat. Pada pemberian Pb+kitosan 1% dan kitosan 1% memberikan presentase perbaikan makrostruktur ginjal dengan jumlah yang sama yaitu sebesar 100%.

Dari Tabel 4.1.1. juga memperlihatkan bahwa pemberian asam asetat pada kelompok P6 tidak menunjukkan perubahan akan adanya kerusakan jaringan ginjal secara makrostruktur yang signifikan hal ini menjelaskan bahwa asam asetat aman jika digunakan sebagai bahan makanan, seperti pernyataan yang diberikan peneliti sebelumnya bahwa asam asetat adalah asam organik yang aman digunakan sebagai bahan tambahan pada makanan (Andriani et al., 2007).

(41)

makrostruktur ginjal yang paling baik setelah pemberian Pb yaitu pada pemberian kitosan sebesar 1%.

Pada pengamatan makrostruktur ginjal, ditemukan adanya perbedaan warna ginjal pada beberapa kelompok perlakuan. Perbedaan warna ginjal tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.1.1. dibawah ini:

(42)

P6 ditemukan adanya garis putih pada permukaan ginjal. Keadaan tersebut juga ditemukan pada penelitian yang telah dilakukkan Anggraini (2008).

Perubahan morfologi keseluruhan pada pengamatan makrostruktur ginjal tikus putih (Rattus sp.) setelah perlakuan dari setiap kelompok pada minggu ketujuh, dapat dilihat pada Tabel 4.1.2. dibawah ini :

Dari Tabel 4.1.2. pada pengamatan berat ginjal tikus putih (Rattus sp.) yang diperoleh dari pembedahan, menunjukkan semua kelompok perlakuan memiliki berat ginjal yang beragam. Kemudian berat ginjal tikus yang diperoleh dirata-ratakan dan diperoleh hasil berat ginjal tikus putih (Rattus sp.) yang paling tinggi berada pada kelompok P1 hal ini membuktikan bahwa masuknya Pb kedalam tubuh dapat menyebabkan naiknya berat dari ginjal, namun hasil dari penimbangan bobot badan tikus dan penimbangan berat ginjal tikus didapati bahwa pertambahan berat ginjal tikus pada penelitian ini tidak selalu diikuti pertambahan bobot badan tikus putih (Rattus sp.).

(43)

baik memprediksi adanya Pb dalam tubuh (Baileyet et al., 2004). Kemungkinan bertambahnya berat ginjal karena adanya replikasi DNA dan proliferasi tubulus proksimal yang disebabkan oleh masuknya Pb kedalam tubuh tikus putih (Rattus

sp.) (Amzad et al., 2013) dan Anggaraini (2008), menyatakan peningkatan berat organ ginjal terjadi akibat terjadinya degenerasi lemak dan meningkatnya subtansi air yang terjadi dalam sel.

4.2. Pengaruh Pb dan Kitosan Terhadap Mikrostruktur Ginjal 4.2.1. Hasil Pengamatan Mikrostruktur Ginjal

Hasil pengamatan mikrostruktur, menunjukkan mikrostruktur ginjal tikus putih (Rattus sp.) yang tidak diberikan perlakuan apapun (kontrol) ternyata tetap menunjukkan adanya perubahan pada sel-sel nefron ginjal secara mikrostruktur. Pada kelompok K, ditemukan beberapa sel yang mengalami piknosis (pengecilan inti), pelebaran ruangan Bowman dan adanya benda-benda inklusi (intranuclear inclusion bodies). Ditemukannya struktur sel yang mengalami kerusakaan pada kelompok K mungkin terjadi karena adanya ditemukannya sejumlah kecil residu Pb di dalam ginjal tikus putih (Rattus sp.) kelompok K (kontrol).

(44)

Dari Tabel 4.2.1. menunjukkan kelompok P1 memiliki struktur mikrostruktur ginjal yang mengalami kerusakan yang paling banyak. Pada kelompok P1 pada pemberian Pb ditemukan mikrostruktur yang sel-sel tubulusnya mengalami pelebaran lumen tubulus, pelebaran pada ruang kapsul Bowman, adanya benda-benda inklusi pada inti sel (intranuclear inclusion bodies), inti sel yang mengalami pembesaran (Karyomegali), inti sel yang mengecil (piknosis) yang akan dapat menyebabkan terjadinya nekrosis padasel-sel tubullus, runtuhan sel dan adanya vakuolisasi. Menurut Chang (1986) dan Underwood (1992) masuknya air akan membentuk vakuola-vakuola jernih, kecil dan banyak selanjutnya vakuola tersebut satu dapat bersatu dan menghasilkan vakuola yang lebih besar menggantikan inti sel. Pada kejadian edema, intraseluler yang ringan sering disebut pembengkakan berawan/keruh, akan menyebabakan peningkatan cairan dan pembengkakan organel pada sitoplasma sehingga berpenampakan seperti bervakuola.

Perubahan mikrostruktur ginjal pada tikus putih (Rattus sp.) yang ditemukan pada penelitian ini juga sesuai dengan pernyataan Alatas (2002), bahwa masuknya logam berat kedalam ginjal dapat mengenai hampir semua strukrur subselular dari ginjal, seperti kerusakan pada membran sel, inti sel (pembentukan intranuclear inclusion bodies).

Pada penelitian ini, pada semua kelompok perlakuan dapat ditemukkan benda-benda inklusi (intranuclear inclusion bodies) dengan jumlah yang berbeda, pada kelompok perlakuan pemberian P1 memiliki jumlah yang lebih banyak dibandingkan dengan kelompok lainnya. Banyaknya ditemukan benda-benda inklusi (intranuclear inclusion bodies) pada kelompok P1 menunjukkan terjadinya akumulasi Pb pada tubullus ginjal (Amzad et al., 2013).

(45)

membran kitosan dapat menghambat proses difusi makromelekul seperti albumin dari dalam ginjal, hal ini dikarenakan berat molekul dari albumin yang lebih besar dari kitosan, sehingga albumin tidak akan dapat menembus membran dari kitosan.

Jika dibandingkan antara mikrostruktur kelompok tikus yang diberikan Pb dengan kontrol juga kelompok tikus yang diberikan Pb dengan kelompok tikus yang diberikan Pb+kitosan dengan konsentrasi yang berbeda, maka ditemukan tingakatan kerusakan mikrostruktur yang berbeda. Pada kelompok P1 banyak ditemukan bentuk glomerulus yang ukurannya mengecil sehingga membentuk ruang yang lebar antara glomerulus dan kapsul Bowmannya. Pada mikrostruktur sel tikus putih (Rattus sp.) yang diberikan Pb ditemukan distribusi glomerulus yang tersisa berbentuk tidak teratur dengan kelainan yang tidak spesifik seperti sesekali terjadi pembengkakan, adanya distorsi organell dalam sitoplasma tetapi masih memiliki membran basement normal (Missoun et al.,

2010).

Menurut Seely (1999), dalam keadaan normal, glomerulus akan memfiltrasi molekul-molekul protein yang berukuran besar. Akan tetapi, pada keadaan disfungsi glomerulus akibat bahan toksik, bahan-bahan asing akan lolos dengan mudah dan memasuki tubullus dalam jumlah berlebih. Hal ini akan memacu terjadinya kerusakan pada tubullus ginjal.

Hariono (2006) menyatakan bahwa pemberian Pb pada tikus putih menunjukkan terjadinya pelebaran konvulatus tubulus proksimal, terjadinya runtuhan sel, pelebaran ruangan Bowman dan menurut Salah et al (2013) perubahan yang paling penting bagi ginjal yang terpapat Pb adalah ditemukan petunjuk berupa kerusakan sel yang parah juga adanya penemuan pengurangan jumlah glomerulus sehingga terjadi pelebaran ruang Bowman pada mikrostruktur sel ginjal yang diamati, degenerasi dari beberapa sel epitel yang melapisi tubulus serta terjadinya penyempitan pada tubulus.

(46)
[image:46.595.129.502.116.626.2]

Gambar 4.2.1. Mikrostruktur Ginjal Tikus Putih (Rattus sp.) Setelah Perlakuan Pb dan Pb+Kitosan Dengan Konsentrasi Berbeda.

(47)

Pada pengujian statistik Kruskal-Wallis diperoleh p=0,002 (p<0,05) hal ini menunjukkan adanya perbedaan bermakna pada tiap perlakuan, kemudian dilanjutkan dengan uji Man-Whitney, dengan uji ini diperoleh ada perbedaan yang bermakna pada kelompok K dengan P1, kelompok K dengan P2, Kelompok P1 dengan P2, kelompok P1 dengan P3, kelompok P1 dengan P4, kelompok P1 dengan P5, kelompok P1 dengan P6, kelompok P2 dengan P5 dan kelompok P2 dengan P6. Hal ini membuktikan bahwa pemberian Pb dapat menyebabkan kerusakan mikrostruktur ginjal tikus putih (Rattus sp.) dan pemberian kitosan dengan konsentrasi yang berbeda akan menurunkan derajat kerusakan mikrostruktur ginjal tikus putih (Rattus sp.). Namun derajat penurunan kerusakan mikroskopis ginjal tikus putih (Rattus sp.) setelah pemberian kitosan dengan konsentrasi berbeda tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna (p>0,05).

4. 3. Residu Pb Pada Organ Ginjal

Penghitungan jumlah Residu Pb yang terdapat pada ginjal tikus putih (Rattus sp.) setelah perlakuan selama 7 minggu dilakukan di Baristan Medan, dengan menggunakan metode AAS. Jumlah residu Pb pada ginjal tikus putih (Rattus sp.) dapat dilihat pada Tabel 4.3. dibawah ini ;

(48)

dengan jumlah awal Pb yang dimasukkan kedalam tubuh tikus putih (Rattus sp.) mengalami penurunan yang sangat tinggi. Jumlah residu Pb yang ditemukan dalam ginjal setelah perlakuan selama 7 minggu pada kelompok P1 adalah yang tertinggi. Pada kelompok P2,P3 dan P4 menunjukkan penurunan jumlah residu secara bertahap ketingkat terendah hampir mencapai 2mg/Kg.

Berdasarkan batas maksimum residu (BMR) yang direkomendasikan oleh pengawas makanan dan minuman masih tidak memuaskan sebab batas maksimum residu (BMR) yang direkomendasikan oleh pengawas makanan dan minuman (BPOM) pada tahun 1998 adalah sebesar 2,000 ppm (Sinaga, 2009). Tingginya jumlah residu Pb pada organ ginjal menunjukkan adanya akumulasi Pb dalam organ ginjal. Menurut Heath (1987), proses ekskresi logam berat melalui organ ginjal tidak terjadi dalam waktu singkat melainkan akan diakumulasikan terlebih dahulu dan lambatnya proses ekskresi Pb berkaitan dengan berat molekul logam berat itu sendiri yang cendrung akan membuat kinerja ginjal meningkat (Banks, 1986).

Walaupun penurunan residu Pb dari dalam ginjal belum dibawah standart yang ditentukkan oleh BPOM, namun berdasarkan waktu paruhyang dibutuhkan ginjal untuk menurunkan jumlah Pb, maka kemapuan kitosan menurunkan residu Pb dari dalam ginjal sangat memuaskan, menurut Ardyanto (2005), untuk menguraikan Pb sekurangnya setengah dari jumlah awal Pb yang masuk kedalam jaringan lunak memerlukan waktu 40 hari dan pada penelitian Hariono (2006), organ ginjal berada pada urutan kedua sebagai tempat yang dapat menyimpan residu Pb dalam jumlah sangat tinggi setelah organ hati hal ini berkaitan dengan fungsi ginjal sebagai organ ekskresi.

(49)

glomerular sebanyak 60.000 ml darah akan disaring setiap harinya. Dalam proses ini subtansi yang tidak tersaring pada filtrasi glomerulus akan diserap kembali oleh ginjal secara aktif melalui transpor aktif maupun transpor pasif.

Pada uji statistik Kruskal Wallis pada jumlah residu Pb diperoleh p=0.00 (p<0,05), hal ini menunjukkan akumulasi residu Pb ginjal tikus antar kelompok percobaan ini ada perbedaan yang nyata, kemudian dilanjutkan dengan uji Mann-Withny. Data hasil uji Mann-Whitney pada kelompok perlakuan memperlihatkan bahwa nilai residu Pb pada kelompok P1 dengan kelompok perlakuan lainnya menunjukkan ada perbedaan bermakna, artinya pemberian Pb pada tikus putih (Rattus sp.) menyebabkan akumulasi Residu Pb yang tinggi pada ginjal tikus putih dan pemberian kitosan akan mengurangi jumlah residu Pb pada ginjal tikus putih. Sedangkan pada kelompok K dengan P5 dan kelompok P3 dan P4 dalam uji Man-Whitney tidak menunjukkan perbedaan bermakna (p>0,05), hal ini mungkin disebabkan kelompok K(kontrol) dan P5(pemberian kitosan 1%) merupakan kelompok spesimen yang tidak diberikan Pb dengan sengaja, sehingga jumlah residu Pb yang diperoleh sangat kecil (proses kontaminasi terhadap Pb terjadi secara alamia).

4.3.1. Analisa Residu Pb Pada Organ Ginjal

(50)
[image:50.595.147.512.364.531.2]

Dari data yang diperoleh dari penelitian ini menunjukkan pemberian kitosan pada tikus putih (Rattus sp.) yang terpapar Pb ternyata dapat mengurangi jumlah residu Pb pada organ ginjal. Walaupun penurunan yang ditunjukkan sangat kecil dari setiap kelompok, hal ini mungkin karena rendahnya jumlah konsentrasi kitosan yang yang diberikan. Menurut Rahmadani et al., (2011) semakin banyak konsentrasi kitosan yang diberikan maka akan semakin banyak ion logam yang akan diserap dan sebaliknya dengan semakin kecilnya konsentrai logam akan memudahkan kitosan untuk menyerapnya. Hal ini mungkin dengan semakin banyaknya adsorben yang digunakan maka akan semakin luas permukaan adsorben tersebut, sehingga semakin banyak logam yang akan terjerap. Gambaran penurunan jumlah residu Pb pada ginjal dapat dilihat pada Gambar 4.3.1. dibawah ini;

Gambar 4.3.1.: Diagram Batang Residu Pb setelah Perlakuan

Keterangan :K= Kontrol; P1= Perlakuan Pb; P2= Perlakuan Pb+Kh 0,5%; P3= Perlakuan Pb+Kh 0,75%; P4= Perlakuan Pb+Kh 1%; P5= Perlakuan Kh 1%; P6= Perlakuan asam asetat.

Dari Gambar 4.3.1. diatas, kelompok P6 (pemberian asam asetat) tidak menunjukkan pengaruh negatif bagi ginjal, hal ini mungkin karena sifat asam asetat yang merupakan pelarut paling sesuai bagi kitosan (Rhoman et al., 2009). Asam asetat juga dapat bersifat sebagai pelarut yang baik bagi Pb (Ardyanto, 2005) dan juga mampu untuk menurunkan kadar logam berat seperti Pb (Imaduddin et al., 2000).

b c

a

d d

(51)
(52)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Dari penelitian ini didapat beberapa kesimpulan sebagai berikut :

1. Pemberian Pb sebesar 40 mg/KgBB/hari pada tikus putih (Rattus sp.) terbukti dapat merusak jaringan makrostruktur dan mikrostruktur ginjal. 2. Kemampuan kitosan sebagai pengkelat Pb, terbukti mengurangi derajat

kerusakan makrostruktur dan mikrostruktur ginjal tikus putih (Rattus sp.) 3. Pemberian kitosan pada tikus putih (Rattus sp.) yang dipapari Pb

menunjukkan adanya penurunan residu Pb.

5.2. Saran

1. Sebaiknya dilakukkan penelitian lebih lanjut mengenai keefektifan kitosan sebagai bahan pengkelat Pb di dalam organ tubuh.

2. Sebaiknya dilakukkan penelitian lebih lanjut mengenai kemampuan kitosan dalam perbaikan sel-sel secara makrostruktur dan mikrostruktur. 3. Perlu dilakukkan penelitian yang lebih mendalam dengan menggunakan

(53)

DAFTAR PUSTAKA

Alatas, H., Tambunan, T., Trihono, P.P., Pardede, S.O. 2002.Buku Ajar Nefrologi Anak.Edisi 2.Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta.

Amzad. Z., Iqbal. M.Z., Shoro. A.A. 2013. Lead-Induced Reduction in Body and Kidney Weight of Wistar Albino Rats Ameliorated by Ginko biloba Extract (Egb 761). Biochemistry & Physiology. Research Articel. Volume . Issue 2. 1000113.

Andriani., Darmono., Kurniawati. W., 2007. Pengaruh Asam Asetat dan Asam Laktat Sebagai Antibakteri Terhadap Bakteri Salmonella sp. Yang Diisolasi Dari Karkas Ayam. Seminar Nasional Teknologi Peternakan Dan Veteriner 2007.

Anggraini, D.R., 2008. Gambaran Mikroskopis dan Makroskopis Hati dan Ginjal Mencit Akibat Pemberian Plumbum Asetat. Sekolah Pasca Sarjana. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Ardyanto, D. 2005. Deteksi Pencemaran Timah Hitam (Pb) Dalam Darah Masyarakat yang Terpajan Timbal (Plumbum). Jurnal Kesehatan Lingkungan, Vol. 2, No. 1, Juli 2005 67-76.

Banks. W.J. 1986. Applied Veterinery Histology, 2nd ed.USA. The Williams and Wilkins Company.

Bailey. S.A., Zidell. R. H., Perry. R.W. 2004. Relationship Between Organ Weight and Body/Brain Weight in The Rat : What is The BestAnalytical Endpoint?. Socitey of Toxicologc Pathology. Toxycologic Pathology, 32:448-466, juni 2004. Publish by ; SAGE Diunduh 16 Agustus 2013.

Chang. J. 1986. Synopsis of Pathology. Printed Abraham Publication. P; hal 26-27.

Christensen, E.I., Bim, H. 2002. Megalin ang Cubilin : Multifunctional endocytic receptors. www. Nature. Com/nm/journal/v3/n4/box/nm778_BX2. html. Diunduh tanggal 18 Januari 2013.

(54)

Danuari, H. 2009. Analisa Enzim Alanin Amino Transfer (ALAT), Aspartat Amino Transfer (ASAT), Urea Darah dan Histopatologis Hati dan Ginjal Tikus Putih Galur Sprague-dawley Setelah Pemberian Angkak. J. Teknol Dan Industri Pangan. Vol. XX No. 1. Th 2009.

Darmono.2009. Farmasi Forensik dan Toksologi. Universitas Indonesia. Jakarta.

Dwiyatmoko, B. Naturalkos (Manfaat Dari Chitosan). Jurnal Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI. Vol III/ No.7, Mei 2008.

Fernandez-Kim. 2004. Phisicochemichal and Fungtional Properties of Crawfish Chitosan as Effected by Different Processing Protocols. The Depertement of food Science. Soul National University. Diunduh tanggal 22 Desember 2012.

Federer, W.Y. 1963. Experimental Design Theory and Application. New York, Mac Millan. p: 544

Frandson, R.D. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Edisi ke-4.Yogyakarta. Gadjah Mada University Press.

Frank, B. D. V. M. 1954. Pathology of The Dog and Cat. American Veterinary Publication Inc. Evanston. Illionis.

Granovsky, D. 2011. Articels. Stem cell Transplants Help Kidney Damage. http;//repairstemcell. Wordpress.com/2011/02/18/stem-cell-transplants-help-kidney-damage. Diunduh tanggal 18 Januari 2012.

Hardjito., Linawati. 2006. Ganti Formalin Dengan Khitosan (Suara Merdeka Edisi Minggu 22 Januari).

Hargono.2008. Pembuatan Kitosan dari Limbah Cangkang Udang Serta Aplikasinya Dalam Mereduksi Kolesterol Lemak Kambing. Semarang. UNDIP.

Hariono, B. 1991. A Study lead (Pb) levels in animal and the environment with ParticularReference to the Fruit Bat (Petrapus sp.) Ph. D. Thesis, The University of Queensland, Brisbane. Australia

Hariono, B. 2006. Efek Pemberian Plumbum (Timah hitam) Organik Pada Tikus Putih (Ratusnorvegicus). Bagian Patalogik FKH UGM. J. Sain Vet.

Vol. 24, No. 1.

(55)

Hayed, W., Keesey, J., Ross, P.F., Sthar, H.M. 1977. Analytical Methods Manual. Lowa State University Press.Ames. Lowa.

Heat, A.G. 1987. Water Pollution and Fish Physiology. USA. CRC Press. Inc. 245 hlm.

Hirano, S. N., Sato, S., Yoshida, S., Kitagawa. 1987. Chimical Modification of Chitin and Chitosan. And Their Novel Application in: Industrial Polysaccharides. Yalpin. M. (Ed). Elsevier. Amsterdam.

Imaduddin., Saiful., Keman. S. 2000. Kemampuan Larutan Asam Asetat 25% Terhadap Penurunan Kandungan Logam Berat Pb Dalam Daging Ikan Bandeng (Chanos chanos forsk). Forum Ilmu Kesehatan Masyarakat. Th XIX. No. 18.

Junquera, L.C., Carneiro, J., Kelly, R. O., Alih Bahasa Jan Tambayong. 1995.

Histologi Dasar. Edisi ke-8. Jakarta. EGC. Halm; 370-387.

Kawamura, M.., Mitsuhasi, H., Tanibe, H., Yoshi. 1993. Adsorption of Metal Ions on Polyaminated Highly Pronschitosan Chelatin Resin. Ind. Eng. Chem. Res 32; 386-391.

Klasaaen, C.D., Amdur, M.O., Doull. J. 1986. Toxicology The Basic Science of Paisons. Macmilan Publishing Company. New York.

Kusumawati, N. 2009.Pemanfaatan Limbah Kulit Udang Sebagai Bahan Baku Pembuatan Membran Ultrafiltrasi. Inotek, Vol. 13, No. 2,

Kim, S.D., Park-Yoon, B. 2001. Effect on The Removal of Pb²⁺ from Aqueous Solutionby Crob Shell. J. of Chem. Tech and Biotech. 76: 1179-84.

Knoor, D. 1982. Function Properties of Chitin and Chitosan. Journal of Food Science 48; 36-41

Knoor, D. 1984. Function Properties of Chitin and Chitosan. Journal of Food Science 48; 36-41

Lee, K.M., Cho, Y.S., Kim, J., Jan, Y.J., Shin, H.K., Park, A.s. 2005. Du-Zhong (Eucomnia Ulmoides Oliv). Cortex Water Extract Alters Heme Biosyntetis and Erythrocyte Antooxidant Defense System in Lead-Administered Rats.

Journal Of Medicine Food, 8; 86-92.

(56)

Muzzarelli, R.A.A., Rochetti, V., Stanic., Weekx. M. 1997. Methods for the determination of the degree of acetylation of chitin and chitosan. Chitin Handbook. European Chitin Soc. Grottamare.

Nabib, R. 1987. Patalogi Khusus Vateriner. Edisi ke-2. Bogor. Proyek Peningkatan/Pengembangan Perguruan Tinggi ITB.

Napitupulu, R. R. J. 2008. Pengaruh Pemberian Kalsium Secara Oral Terhadap Kadar Plumbum Dalam Darah Mencit (Mus musculus L). Sekolah Pasca Sarjana. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Nordberg, G. 1998. Metal. Chimical Properties and Toxicity. In. Stellman Jm (ed). Encyclopedia of Occupational Health and Safety. 4 ed. Geneva. ILO.

Palar, H. 1994. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. Jakarta. Rineka Cipta.

Palar, H. 2004. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. Jakarta. Rineka Cipta.

Pringgoutomo, S., Himawan, S., Tjarta, A. 2002.Patalogi I (Umum).Edisi 1. Jakarta.

Price, S.A., Wilson, M.L. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Purwoningsih, E. 2008. Pengaruh Berat Molekul Kitosan Terhadap Kadar Plumbum (Pb) Darah dan Aktivitas Enzim δ-ALAD (Delta Aminolevulinic Acid Dehydratase) Mencit Albino (Mus musculus L.)

Roesli.R.M.A. 2008. Diagnosis dan Etiologi Gangguan Ginjal Akut. Bandung (Diagnosis dan Pengolahan Gangguan Ginjal Akut) ; Pusat Penerbitan Ilmiah Bagian Ilmu Penyakit Dalam. FK UNPAD/ RS dr Hasan Sadikin; 2008, P.41-66

Rahmadani., Susanti. D., Soripada. T. A., Silaban. R. 2011. Pemanfaatan Kitosan Dari Limbah Cangkang Bekicot Sebagai Adsorben Logam Tembaga. Penelitian Program PKMP Tahun Anggaran 2011. Universitas Negeri Medan.

Rohman, T., Utami, U.B., Mahmud. 2009. Pengaruh Konsentrasi Kitosan terhadap Kerekter Membran Kitosan. J.Sains dan Terapan Kimia. Vol. 2, No. 1. 14-24.

(57)

Sinaga, S. 2009. Deteksi Logam Berat Plumbum (Pb) dan Kadmium (Cd) Pada Hati dan Ginjal Babi yang Dipasarkan di Pasar Tradisional Wilayah Karawang. UNPAD. http;//blogs. Unpad.ac.id/saulsinaga/2010. Diunduh tanggal 20 Desembar 2012.

Salah, M., Farghali. A.A., Azmy.H., Khedr. M. 2013. Biological Compatibility of carbon nanotubes for treatmen of Pollution of Nile tilapia (Oreochromis niloticus) by lead acetate. Life Science Journal, 2013:10(2).

Sahidi, F., Janak. K.V.A., You.J.J. 1999. Food Aplication Of Chitin and Chitosan. J. Food Sci and Technology. 10; 37-51

Syarif, A. 2007. Farmakologi dan Terapi. Edisi ke-5.Depertemen Farmakologi dan Terapeutik. Fakultas Kedokteran UI. Jakarta.

Schnellman. R.G., Goldstein. R.S. 2001. Toxic Responses of kidney. In Klaasen CD, editor. Casarett and doull’s txicology the basic sciences of posions. New York. The Mc Graw-Hill.P.417-430.

Seely. J. C. 1999. Pathology of The Mouse. Kidney. In. Maronpot. Reference and Atlas. 1st ed. Cache River Press.P:226.

Suntoro, S. H. 1983. Metode Pewarnaan Histologi dan Histokimia. Bharata Karya Aksara. Jakarta. 48.

Suhardi. 1993. Khitin dan Khitosan. Buku Monograf. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi UGM. Yogyakarta. Sumeru.

Underwood. J. C. E.1992.General and System Pathology. New York. Churchill Livingstone. P: 23-765.

Widowati, W., Sastiono, A., Jusuf. R. 2008. Efek Toksologi Logam. Pencegahan dan Penanggulangan.Edisi 1.Yogyakarta.

Winarno, F.G., Fardiaz, S. 1973. Dasar Teknologi Pangan. Depertemen Teknologi Hasil Pertanian-Fetemeta. Edisi I. Yogyakarta.

(58)

Lampiran 1; Berat Ginjal Tikus Putih (Rattus sp.) Setelah Perlakuan Pb dan Pb+Kitosan Dengan Konsentrasi Berbeda (mg)

K P1 P2 P3 P4 P5 P6 0,80±0,82 0,81±1,10 1,01±1 1,22±1,09 1,26±1,21 0,83±0,82 1,02±1 0,97±1,02 0,66±0,66 0,70±0,70 0,97±0,90 0,86±0,81 0,81±0,80 0,68±0,67 0,87±0,88 0,75±0,70 0,81±0,85 0,76±0,74 0,91±0,91 0,94±0,91 0,65±0,69 0,86±0,84 1,71±1,34 0,73±0,66 1,07±1,08 0,96±0,55 0,78±0,80 1,01±0,87 0,95±0,94 1,93±1,21 0,96±0,93 0,77±0,79 1,03±0,98 0,86±0,78 0,56±0,60

Lampiran 2; Berat Tubuh Tikus Putih (Rattus sp.) Setelah Perlakuan Pb dan Pb+Kitosan Dengan Konsentrasi Berbeda (g)

K P1 P2 P3 P4 P5 P6 231,9 230,5 295,1 316,7 360,5 307,5 279 240,4 260,3 244,8 295,2 213,5 274,5 184,5 240 282,5 271,8 235 291,5 279,2 205 236,6 275 241 203,7 304,5 272,8 274 208,7 265 288 227,5 210,5 279 130,6

Lampiran 3; Hasil Uji KruskalWallis Dari Kerusakan Makrostruktur Ginjal

Perlakuan N Mean Rank

Kerusakan Makro K 5 13,00 P1 5 31,00 P2 5 20,40 P3 5 19,40 P4 5 13,00

P5 5 13,00

P6 5 16,20 Total 35

Test statistic

Kerusakan makro

Chi-square 19,350 df 6 Asymp.Sig ,004

Lampiran 4 : Hasil Uji Mann-Whitney Kerusakan Makrostruktur Ginjal\ K-P1

Perlakua

Gambar

Gambar 2.1
Tabel 4.1.1
Gambar 2.2. Gambaran Mikrostruktur Nefron Ginjal Tikus (Christensen et.al.,2002)
Gambar 2.3. Struktur Kimiawi Kitin dan Kitosan (Fernandez-Kim, 2004)
+3

Referensi

Dokumen terkait

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Bupati Bantul tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Bupati

Surat Keterangan Melanjutkan Pendidikan adalah surat yang diberikan kepada Calon Pegawai Negeri Sipil dan Sekretaris Desa yang sedang melanjutkan studi ke jenjang yang lebih

Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 16 Tahun 2007 tentang Pembentukan Organisasi Dinas Daerah di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Bantul sebagaimana telah diubah

Beberapa ketentuan dalam Peraturan Bupati Bantul Nomor 1 Tahun 2010 tentang Pemberian Tambahan Penghasilan Bagi Pegawai Negeri Sipil, Dokter PTT, Bidan PTT dan Guru Bantu di

Setiap orang/badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 yang akan mengelola Mandi Cuci Kakus (MCK) harus mengajukan permohonan Ijin kepada Bupati Bantul Cq.. Kepala Kantor

bahwa berdasarkan Pasal 15 ayat (2) Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 17 Tahun 2009 tentang Retribudi Pelayanan Kesehatan Pada Pusat Kesehatan Masyarakat, hasil

Hal ini sebagai acuan dalam penelitian perlunya meneliti faktor-faktor yang berpengaruh dengan fenomena dan masalah bank – bank tersebut dengan menggunakan yaitu

Syukur Alhamdulillah kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan Laporan Akhir ini yang berjudul “Pengaruh