SKRIPSI
ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI STIGMA PELAJAR PADA PENDERITA HIV DAN AIDS BERDASARKAN
TEORI HEALTH BELIEF MODEL DI SMAN 1 GENTENG
PENELITIAN DESKRIPTIF ANALITIK
Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep) pada Program Studi Pendidikan Ners Fakultas Keperawatan UNAIR
OLEH :
YOGA AJI PRADANA NIM. 131311133118
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA
UCAPAN TERIMA KASIH
Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul “ANALISI FAKTOR YANG MEMPENGARUHI STIGMA PELAJAR PADA PENDERITA HIV DAN AIDS BERDASARKAN TEORI HEALT BELIEF MODEL (HBM) DI SMAN 1 GENTENG”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana keperawatan (S.Kep) pada Program Studi Pendidikan Ners Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga.
Dalam penulisan skripsi ini penulis telah mendapatkan bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak baik dalam hal materi maupun moril. Bersama ini perkenankanlah saya mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya dengan hati yang tulus kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Nursalam, M.Nurs., (Hons) selaku Dekan Fakutas Keperawatan Universitas Airangga Surabaya yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas kepada kami untuk mengikuti dan menyeesaikan penyusunan peneitian ini.
2. Bapak Dr. Kusnanto, S.Kp., M.Kes, selaku Wakil Dekan I Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga yang telah memberikan kesempatan pada kami untuk menyelesaikan skripsi ini.
4. Ibu Eka Misbahatul M.Has, S.Kep.Ns., M.Kep. dan Bapak Deni Yasmara, S.Kep.Ns., M.Kep., Sp.Kep.MB. selaku Dosen penguji saya saat seminar proposal yang telah memberikan masukan demi terlaksananya penelitian ini. 5. Bapak Sukaji dan Ibu Wibi Mulyani selaku orang tua, serta Yuliangga Aji
Saputra selaku kakak saya yang senantiasa mendoakan, memotivasi dan memberikan dukungan baik secara moral maupun finansial sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini
6. Dinas Kesehatan Kabupaten Banyuwangi dan kepala Bangkesbangpol yang telah membantu saya memperolah data awal demi terlaksananya penelitian ini. 7. Kepala Sekolah SMAN 1 Genteng yang telah memfasilitasi saya dalam
pengambilan data awal sehingga penelitian ini dapat dilaksanakan.
8. Semua adik-adik SMAN 1 Genteng khususnya kelas XI (responden) yang telah meluangkan waktu untuk berpartisipasi dalam penelitian ini.
9. Adzan Fachrurrozi dan Mariana Puspitasari selaku teman yang telah meluangkan waktunya dalam mendengarkan keluh kesah saya, yang senantiasa mendoakan dan memberikan semangat untuk terus berjuang serta membantu mengerjakan sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.
10. Teman-teman angkatan 2013 yang telah berjuang bersama-sama dari maba. Terimakasih atas doa dan dukungannya sehingga penelitian ini bisa terlaksana. 11. Bapak Hendy yang telah membantu dan mempersilahkan saya mengerjakan
skripsi di ruang baca yang nyaman.
Semoga Allah SWT membalas budi baik semua pihak yang telah memberi kesempatan, dukungan, dan bantuan.
Saya menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kesempurnaan, namun saya berharap skripsi ini dapat disetujui sehingga penelitian yang saya ajukan dapat terlaksana.
Surabaya, 14 September 2017
MOTTO
Keluargamu adalah alasan bagi kerja kerasmu,maka
janganlah sampai
ABSTRACT
FACTOR ANALYSIS OF STUDENTS’ STIGMA IN HIV/AIDS PATIENTS BASED ONHEALTH BELIEF MODEL (HBM) THEORY IN SMAN 1
GENTENG
A Descriptive Analytic Study in SMAN 1 Genteng By: Yoga Aji Pradana
Introduction: the rapid spread of stigma and discrimination leads to anxiety and prejudice against people living with HIV. The purpose of this study was to analyze the factors affecting students’ stigma in people with HIV and AIDS based on Health Belief Modeltheory.Methods: This study was in descriptive correlational study designusing cross-sectional approach. The population was students of SMAN 1 Genteng. The samplesparticipated in this study were 100 respondents based on simple random sampling. The independent variables of this studywere demographic factor (knowledge), health belief (susceptibility, severity, benefit, barrier, and self-efficacy) and perception of threats. The dependent variable was students’ stigma in HIV and AIDS patient. The data were collected using questionnaires. Data was analyzed using multiple regression statistic test with level of significance at 0,05. Results: the results of the analysis show that knowledge has no significant effect on belief (susceptibility (0,787), severity (0,432), benefit (0,485), barrier (0,196), self-efficacy (0,872), belief has no significant effect on the threat (susceptibility (0,536), severity (0,998), benefit (0,128), barrier (0854), self-efficacy (0,859)), the threat has no significant effect on stigma (0.222). Discussion: There is no influence between knowledge with beliefs, beliefs with threats, and threats to stigma.Further research is expected to use a specific measuring instrument to measure variables.
ABSTRAK
ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI STIGMA PELAJAR PADA PENDERITA HIV DAN AIDS BERDASARKAN TEORI HEALTH BELIEF MODEL (HBM) DI SMAN 1 GENTENG
Penelitian Deskriptif Analitik di SMAN 1 Genteng Oleh : Yoga Aji Pradana
Pendahuluan: stigma dan diskriminasi tersebar secara cepat yang menyebabkan terjadinya kecemasan dan prasangka terhadap ODHA. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis faktor yang mempengaruhi stigma pelajar pada penderita HIV dan AIDS berdasarkan teori Health Belief Model.
Metode: Desain penelitian ini adalah deskriptif korelasi dengan pendekatan cross-sectional. Populasinya adalah pelajar SMAN 1 Genteng.Sampel yang digunakan sebesar 100 responden berdasarkan simple random sampling.Variabel independen penelitian ini adalah demografi (pengetahuan), keyakinan (kerentanan, keseriusan, keuntungan, hambatan, kepercayaan diri) dan persepsi ancaman. Variabel dependen adalah stigma pelajar pada penderita HIV dan AIDS. data variabel independen dan dependen dikumpulkan menggunakan kuisioner. Data analisis menggunakan uji statistik regresi berganda dengan derajat kemaknaan p<0,05. Hasil dan analisis: hasil dari analisis menunjukkan bahwa pengetahuan tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap keyakinan (kerentanan(0,787), keseriusan(0,432), keuntungan(0,485), hambatan(0,196), kepercayaan diri(0,872), keyakinan tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap ancaman (kerentanan(0,536), keseriusan(0,998), keuntungan(0,128), hambatan(0,854), kepercayaan diri(0,859), ancaman tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap stigma (0,222).
Diskusi: Tidak ada pengaruh antara pengetahuan dengan keyakinan, keyakinan dengan ancaman, dan ancaman terhadap stigma. Penelitian selanjutnya diharapkan menggunakan alat ukur yang spesifik untuk mengukur variabel.
DAFTAR ISI
LEMBAR JUDUL SKRIPSI... ii
SURAT PERNYATAAN... iii
HALAMAN PERNYATAAN ... iiiv
LEMBAR PERSETUJUAN SKRIPSI ... v
LEMBAR PANITIA PENGUJI ... vi
BAB 1 PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
2.1.7 Kriteria Diagnostik... 11
2.1.8 Pencegahan ... 12
2.2 Stigma HIV dan AIDS ... 15
2.2.1 Pengertian stigma ... 15
2.2.2 Stigmatisasi ... 17
2.2.3 Proses pemberian stigma... 17
2.2.4 Enam dimensi stigma ... 19
2.2.5 Penyimpangan stigma ... 20
2.2.6 Stigma berkaitan dengan HIV/AIDS ... 20
2.2.7 Akibat stigma ... 22
2.2.8 Pengertian diskriminasi ... 23
2.2.9 Tipe-tipe diskriminasi ... 24
2.3.1 Sejarah HBM ... 25
2.3.2 Kerangka Teori Health Belief Model ... 25
2.4 Keaslian Penulisan ... 29
BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN ... 35
3.1 Kerangka Konseptual ... 35
3.2 Hipotesis ... 37
BAB 4 METODE PENELITIAN... 38
4.1 Rancangan Penelitian ... 38
4.2 Populasi, Sampel, Besar sampel dan Teknik Pengambilan
4.3 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 41
4.3.1 Variabel Independen ... 41
4.3.2 Variabel Dependen... 41
4.3.3 Definisi Operasional ... 42
4.4 Instrumen Penelitian ... 44
4.5 Uji Validitas dan Reabilitas ... 49
4.5.1 Uji Validitas ... 49
4.5.2 Uji Reliabilitas ... 52
4.6 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 54
4.7 Prosedur Pengumpulan Data ... 54
4.7.1 Pengumpulan Data Adminitrasi ... 54
4.7.2 Pengumpulan Data Lapangan ... 55
4.8 Kerangka Kerja ... 57
4.9 Analisa Data ... 58
4.10 Masalah Etik (Etthical Clearance) ... 60
4.11 Keterbatasan Penelitian ... 62
BAB 5 PEMBAHASAN ... 63
5.1 Hasil Penelitian ... 63
5.1.2 Karakter Demografi ... 63
5.1.3 Deskriptif Variabel Penelitian... 65
5.1.4 RekapitulasiHasil Penelitian ... 67
5.2 PEMBAHASAN ... 68
5.2.1 Pengaruh Faktor Pengetahuan Terhadap Keyakinan Pelajar Pada Penderita HIV dan AIDS DI SMAN 1 Genteng ... 69
5.2.2 Pengaruh Faktor Keyakinan Yakni Kerentanan, Keseriusan, Keuntungan, Hambatan, Kepercayaan Diri Dengan Stigma Pelajar Pada Penderita HIV dan AIDS DI SMAN 1 Genteng ... 70
5.2.3 Pengaruh Faktor Ancaman Terhadap Stigma Pelajar Pada Penderita HIV dan AIDS DI SMAN 1 Genteng ... 72
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN... 73
6.1 Kesimpulan ... 73
6.2 Saran ... 73
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Kasus HIV per Kecamatan di Kabupaten Banyuwangi ... 3
Tabel 2.1 Keaslian Penulisan ... 29
Tabel 4.1 Jumlah populasi target di SMAN 1 Genteng ... 39
Tabel 4.2 Definisi operasional variabel yang diteliti ... 42
Tabel 5.1 Distribusi karakteristik demografi responded di SMAN 1 genteng ... 65
Tabel 5.2 Distribusi responden berdasarkan tingkat pengetahuan ... 66
Tabel 5.3 Distribusi responden berdasarkan keyakinan ... 66
Tabel 5.4 Distribusiresponden berdasarkan ancaman ... 67
Tabel 5.5 Distribusi responden berdasarkan stigma ... 67
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Health Belief Model (HBM) (Glanz and Bishop, 2010). ... 26 Gambar 3.1 Kerangka Konseptual Faktor yang Mempengaruhi Stigma
Pelajar pada penderita HIV-AIDS berdasarkan teori Health Belief Model menurut (Glanz and Bishop, 2010). ... 35 Gambar 4.1 Bagan kerangka kerja analisis faktor yang mempengaruhi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Penjelasan penelitian bagi responden ... 78
Lampiran 2. Permintaan menjadi responden ... 80
Lampiran 3. Pernyataan persetujuan ikut penelitian ... 81
Lampiran 4. Kuisioner pengetahuan ... 84
Lampiran 5. Kuisioner kerentanan ... 84
Lampiran 6. Kuisioner keseriusan... 85
Lampiran 7. Kuisioner keuntungan ... 85
Lampiran 8. Kuisioner hambatan ... 86
Lampiran 9. Kuisioner kepercayaan diri ... 86
Lampiran 10. Kuisioner ancaman ... 87
Lampiran 11. Kuisioner stigma ... 88
Lampiran 12. Tabulasi data umum... 89
Lampiran 13. Tabulasi data pengetahuan... 92
Lampiran 14. Tabulasi data kerentanan ... 95
Lampiran 15. Tabulasi data keseriusan ... 98
Lampiran 16. Tabulasi data keuntungan ... 101
Lampiran 17. Tabulasi data hambatan ... 104
Lampiran 18. Tabulasi data kepercayaan diri ... 107
Lampiran 19. Tabulasi data ancaman... 110
Lampiran 20 Tabulasi data stigma ... 113
Lampiran 21. Uji validitas... 116
Lampiran 22. Uji reliabilitas ... 122
DAFTAR SINGKATAN
AIDS : Aquired Immuno Deficiency Virus ARV : Antriretroviral
ASI : Air Susu Ibu
CD -4 : Cluster of Differentiaten 4 CDC : Centers of Disease Control
DEPKES RI : Departemen Kesehatan Republik Indonesia DINKES : Dinas Kesehatan
DNA : Deoxyribonucleic Acid
EFV : Efivarenz
ELISA : Activity Of Daily Living HBM : Health Belief Model
HIV : Human Immunodeficiency Virus IDU : Injecting Drug User
IDV : Indinavir
IFA : Immunofluorencent Assay
ILO : International Labour Organitation
KEMENKES RI : Kementrian Kesehatan Republik Indonesia KIE : Komunikasi, Informasi dan Edukasi KPAN : Komisi Penanggulangan AIDS Nasional LAV : Lymphadenophaty Associated Virus
NAPZA : Narkoba Psikotropika dan Zat Adiktif Lainnya
NFV : Nelvinafir
NRTI : Nucleoside Reserve Transcriptase Inhibitor NNRTI : Non-Nucleoside Reserve Transcriptase Inhibitor
NVP : Nevirapin
ODHA : Orang Dengan HIV/AIDS PCR : Polymerase Chain Reaction RIPA : Radioimmunoprecipitation Assay
RNA : Ribonucleic
PPIA : Pencegahan Penularan Ibu ke Anak
SQV : Saquinavir
UNAIDS : United Nation Progamme on HIV and AIDS USHPS : U.S Public Health Service
WHO : World Health Seks
BAB 1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sejak pertama kali penyakit HIV/AIDS di dunia sekitar tahun 1987 berbagai
respon seperti ketakutan,penolakan,stigma dan diskriminasi telah muncul
bersamaan dengan terjadinya epidemik. Stigma dan diskriminasi telah tersebar
secara cepat, menyebabkan terjadinya kecemasan dan prasangka terhadap ODHA.
Penyakit HIV/AIDSmenjadi fenomenal biologis, medis, dan menjadi fenomena
sosial di masyarakat (Frederikson, 2007).
Stigma pada ODHA terjadi karena pelajar beranggapan bahwa penyakit
HIV/AIDS berkaitan dengan perilaku menyimpang, seks bebas, dan
penyalahgunaan narkotika (Averting HIV dan AIDS, 2011). Stigma dan
diskriminasi terhadap ODHA berdampak pada terbukanya penyakit AIDS, hal ini
karena stigma dan diskriminasi akan mematahkan semangat orang untuk berani
melakukan tes dan bahkan akan juga membuat orang merasa enggan untuk
mencari informasi dan cara perlindungan terhadap penyakit (Hermawati, 2011).
Menurut penelitian Sosodoro (2009) pada pelajar usia 15 – 25 tahun
mengungkapkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan
dan stigma terhadap ODHA, dengan nilai Odds Ratio Crude 3,37 yang berarti
bahwa stigma terhadap ODHA ditemukan 3,37 kali lebih banyak pada pelajar
dengan tingkat pengetahuan tentang HIV/AIDS yang rendah daripada pelajar
Menurut WHO dan the Joint United Nations Program on HIV/AIDS,
remaja lebih beresiko tertular HIV sebagai akibat dari kurangnya informasi
(knowledge), terlibat dalam perilaku beresiko, dan kurangnya akses terhadap
pelayanan kesehatan terutama mengenai kesehatan reproduksi (Thanavah,
2013). Setiap hari 5.000 anak muda berusia 15-25 tahun terinfeksi HIV, atau
sekitar 2 juta infeksi baru pertahun (Chen, 2012).
Data statistik UNAIDS 2011 mengungkapkan bahwa 36,9 juta orang hidup
dengan HIV, 2 juta pasien baru terinfeksi dan 1,2 ribu orang meninggal karena
HIV/AIDS diseluruh dunia. Kasus AIDS di Indonesia sejak tahun 1987 sampai
2016 secara kumulatif sebanyak 191.073 pada penderita HIV dan 77,947 pada
penderita AIDS. Jawa timur berapa pada posisi kedua dengan jumlah orang yang
terinfeksi HIV sebanyak 26,052 orang dan berada di posisi pertama dengan
jumlah 14,499 orang dengan AIDS (Kemenkes RI, 2016).
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan, peneliti dengan menyebar
kuisioner tentang stigma pada pelajar SMAN 1 Genteng untuk menilai tingkat
stigma pada ODHA pada tanggal 12 April 2017.Dari total responden yang diberi
kuisioner sejumlah 35 pelajar, 66% pelajar masuk dalam kriteria tinggi yaitu lebih
dari 56%dan 34% pelajar masuk ke kriteria stigma rendah yaitu kurang dari
kurang dari 56%. Data Dinas Kesehatan Kabupaten Banyuwangi pada tahun
2016,prevalensi kasus HIV peringkat 5 tertinggi per Kecamatan di Kabupaten
Tabel 1.1 Kasus HIV per Kecamatan di Kabupaten Banyuwangi(Dinkes Banyuwangi, 2016).
Kecamatan Jumlah Keterangan
Banyuwangi 500 Kasus tertinggi
dari faktor umur
Berdasarkan data diatas, peneliti menentukan lokasi penelitian di
Kecamatan Genteng Kabupaten Banyuwangi. Kecamatan Genteng terdapat faktor
resiko penyebaran kasus HIV sangat besar. Di Kecamatan tersebut terdapat tempat
hiburan malam dengan WPSK banyak yang masih di bawah umur yang datang
dari berbagai daerah.
Stigma dan diskriminasi terjadi karena masyarakat memandang penderita
HIV/AIDS sebagai orang yang perlu dihindari, penyakit yang sangat ditakuti,
sangat menular dan penyakit sebagai hukuman dari Tuhan (Waluyo dkk, 2007).
Faktor-faktor yang diberikan masyarakat terhadap penderita HIV/AIDS karena
selalu bersinggungan dengan orang yang pergaulannya bebas, pecandu narkoba,
orang yang melanggar norma-norma agama dan sosial (Kemenkes RI, 2012).
Strategi dalam perubahan perilaku stigma dan diskriminasi terhadap
penderita HIV/AIDS di kalangan pelajar dapat diteliti dengan menggunakan
pendekatan Health Belief Model (HBM). HBM (Health Belief Model) adalah teori
yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi beberapa faktor prioritaspenting
yang tidak menentu serta teori ini berpusat pada perilaku kesehatan individu
(Maulana, 2009).
Sampai saat ini stigma pelajar pada penderitaHIV/AIDS berdasarkan teori
Heatlh Belief Model (HBM) belum dapat dijelaskan, maka peneliti melakukan
penelitian diharapkan dapat menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi
stigmapelajar pada penderita HIV dan AIDS. Melihat tingginya kasus HIV dan
AIDS yang ada di Kabupaten Banyuwangi sangat tinggi, respon seperti
penolakan, pengucilan dan penghakiman pada ODHA sangat rentan dikalangan
pelajar.
Rumusan Masalah
Bagaimana analisis faktor yang mempengaruhi stigma pelajar pada
penderita HIV dan AIDS berdasarkan teori Health Belief Model (HBM)di SMAN
1 Genteng?
Tujuan Penelitian
Tujuan umum
Menjelaskanfaktor yang mempengaruhi stigma pelajar pada penderita HIV dan AIDS berdasarkan teori Health Belief Model (HBM) di SMAN 1 Genteng.
Tujuan khusus
1. Menganalisis pengaruh tingkat pengetahuan terhadap keyakinan: (susceptibility, severity, benefit, barriers, self-efficiacy) pelajar pada
penderita HIV dan AIDS di SMAN 1 Genteng
2. Menganalisispengaruh keyakinan : (susceptibility, severity, benefit, barriers, self-efficiacy) terhadap persepsi ancaman (threat) pelajar pada penderita
3. Menganalisis pengaruh persepsi ancaman (threat) terhadap stigma pelajar pada penderita HIV dan AIDSdi SMAN 1 Genteng
Manfaat Penelitian
Teoritis
Pada tatanan teoritis, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk
bidang Ilmu Keperawatan khususnya Ilmu Keperawatan Komunitas yaitu masalah
yang perlu ditangani pada penderita HIV/AIDS dan analisis faktor yang
mempengaruhi stigma pelajar berdasarkan teori Health Belief Model.
Praktis
1. Pada tatanan praktis, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk pelajar mengenai informasi tentang penyakit HIV dan AIDS dan tidak memberikan stigma negatif kepada penderita HIV dan AIDS.
2. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk memberikan masukan bagi Pemerintah setempat dan petugas kesehatan setempat khususnya bagi peningkatan pengetahuan pelajar tentang HIV dan AIDS.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep HIV DAN AIDS
2.1.1 Pengertian HIV dan AIDS
HIV merupakan singkatan dari Human Immunodefeciency Virus. Yaitu suatu virus yang menyerang system kekebalan tubuh (imunitas) manusiadan virus ini dapat menyebabkan penyakit AIDS. HIV menjangkiti sel-sel system kekebalan tubuh manusia terutama CD4+ dan macrophages komponen-komponen utama system kekebalan sel dan menghancurkan fungsinya. Sedangkan AIDS adalah singkatan dari Acquired Immune Deficiency Syndrom adalah kumpulan gejala atau penyakit yang disebabkan oleh menurunnya kekebalan tubuh akibat infeksi oleh Human Immunodeficiency Virus. Penyakit ini ditandai dengan gejalan menurunnya system kekebalan tubuh. Penderita AIDS mudah diserang infeksi oportunistik (infeksi yang disebabkan oleh kuman yang pada keadaan system kekebalan tubuh normal tidak terjadi) (August et.al, 2009).
2.1.2 Etiologi
Lymhadenopathy Associated Virus (LAV). Gallo (National Institute of health, USA 1984) menemukan virus HTL-III (Human T Lymphotropic Virus) yang juga adalah penyebab AIDS. Pada penelitian lebih lanjut dibuktikan bahwa kedua virus ini sama, sehingga berdasarkan hasil pertemuan International Committee on Taxonomy of Viruses (1986) WHO memberikan nama resmi HIV (Widoyono, 2005).
HIV cenderung menyerang jenis sel tertentu, yaitu sel-sel yang mempunyai antigen permukaan CD4, terutama sekali limfosit T4 yang memegang peranan penting dalam mengatur dan mempertahankan system kekebalan tubuh. Selain limfosit T4, virus juga dapat menginfeksi sel monosit dan makrofag, sel Langerhans pada kulit, sel dendrite folikuler pada kelenjar limfe, makrofag pada alveoli paru, sel retina, sel serviks uteri dan sel-sel microglia otak. Virus yang masuk ke dalam limfosit T4 selanjutnya mengadakan replikasi sehingga menjadi banyak dan akhirnya menghancurkan sel limfosit itu sendiri. HIV tergolong retrovirus yang mempunyai materi genetik RNA. Bilamana virus masuk ke dalam tubuh penderita (sel hospes), maka RNA virus diubah menjadi DNA oleh enzim reverse transcriptase yang dimiliki oleh HIV. DNA pro-virus tersebut kemudian diintregasikan ke dalam sel hospes dan selanjutnya diprogramkan untuk membentuk gen virus ( Daili, 2009).
2.1.3 Diagnosis
Terdapat dua macam pendekatan untuk tes HIV:
2. Konseling dan tes atas inisiatif petugas kesehatan KTIP/PITC (Provider-Initiated Testhing and Counseling)
Pemanfaatan tes HIV melalui VCT masih jauh dari harapan, sehingga dikembangkan pelaksanaan tes HIV melalui KTIP/PITC (Provider-Initiated Testhing and Counseling). KTIP/PITC merupakan kebijakan pemerintah untuk dilaksanakan di layanan kesehatan, oleh sebab itu semua petugas kesehatan harus menganjurkan tes HIV setidaknya pada ibu hamil, pasien TB, pasien yang menunjukkan gejala dan tanda klinis diduga terinfeksi HIV, pasien dari kelompok pasien beresiko (penasun, PSK, homoseksual, pasien PMS, dan seluruh pasangan seksual). Anjuran tes HIV perlu disesuaikan dengan prinsip bahwa pasien sudah mendapatkan informasi cuup dan menyetujui tes HIV serta semua pihak menjaga kerahasiaan (prinsip 3C : counseling, consent, confidentiality) (Sufro, 2015). 2.1.4 Epidemiologi
Sejarah tentang HIV/AIDS dimulai ketika tahun 1979 di Amerika Serikat ditemukan seorang gay muda dengan Pneumocystis Carinii dan dua orang gay muda dengan Sarcoma Kaposi. Pada tahun 1981 ditemukan seorang gay muda dengan kerusakan sistem kekebalan tubuh.
pada kelompok wanita yang diperiksa di klinik perawatan antenatal. Sampai dengan tahun 2010 jumlah penderita HIV di seluruh dunia sebanyak 34 juta orang (UNAIDS, 2011).
Indonesia merupakan negara penyandang HIV pertama kali dilaporkan di Bali pada bulan April 1987, terjadi pada orang berkebangsaan Belanda. Sejak pertama kali ditemukan sampai dengan tahun 2016, kasusAIDS di Indonesia sejak tahun 1987 sampai 2016 secara kumulatif sebanyak 191.073 pada penderita HIV
dan 77,947 pada penderita AIDS (Kemenkes RI 2016).
2.1.5 Profilaksi HIV dan AIDS
Menurut Nursalam (2007) pembagian stadium HIV menjadi AIDS ada empat stadium yaitu:
1. Stadium pertama HIV
Infeksi dimulai dengan masuknya HIV dan diikuti terjadinya perubahan serologi ketika antibody terhadap virus tersebut berubah dari negatif menjadi positif. Rentan waktu sejak HIV masuk ke dalam tubuh sampai tes antibody terhadap HIV menjadi positif disebut window period. Lama window period satu sampai tiga bulan, bahkan ada yang berlangsung sampai enam bulan.
2. Stadium kedua asimtomatik (tanpa gejala)
3. Stadium ketiga pembesaran kelenjar limfe
Pembesaran kelenjar limfe secara menetap dan merata (Persistent Generalized Lymphadenopaty), tidak hanya muncul pada satu tempat saja, dan berlangsung selama satu bulan.
4. Stadium keempat AIDS
Keadaan ini disertai adanya bermacam macam penyakit antara lain penyakit syaraf, infeksi sekunder dan lain-lain.
2.1.6 Penularan
Penyakit ini menular melalui berbagai cara. Antara lain melalui cairan tubuh seperti darah, cairan genitalia, cairan sperma dan ASI. Virus terdapat juga pada saliva, air mata dan urin tapi dengan konsentrasi yang sangat rendah. HIV tidak dilaporkan terdapat dalam air mata dan keringat. Terdapat tiga cara penularan HIV yaitu:
1. Hubungan seksual baik secara vagina, oral, maupun anal dengan seorang pengidap. Ini adalah cara yang paling umum terjadi, meliputi 70-80% dari total kasus sedunia. Penularan lebih mudah terjadi apabila terdapat lesi penyakit kelamin dengan ulkus atau peradangan jaringan seperti herpes genitalis, sifilis, gonorea, klamidia, kankroid, dan trikomoniasis.
petuga kesehatan, risikonya kurang dari 0,5% dan telah terdapat 0,1% dari total kasus sedunia.
3. Secara vertikal; dari ibu hamil pengidap HIV kepada bayinya, baik selama hamil, saat melahirkan, atau setelah melahirkan. Risiko sekitar 25-40% dan angka transmisi melalui ASI dilaporkan lebih dari sepertiga.
Faktor-faktor diatas merupakan cara dimana HIV bisa menular kepada orang lain. Artinya selain faktor-faktor tersebut, HIV tidak akan menular kepada orang lain. HIV tidak dapat ditularkan dalam kontak sosial. Misalnya berpelukan dengan orang yang positif HIV, berjabat tangan, pemakaian WC, wastafel, kamar mandi, kolam renang, gigitan nyamuk dan serangga lain. HIV juga tidak bisa ditularkan melalui membuang ingus, batuk atau meludah. Pemakaian piring, alat makan atau makan bersama-sama orang yang HIV positif (Depkes RI, 2006). 2.1.7 Kriteria Diagnostik
Untuk keperluan surveilans AIDS di Indonesia, digunakan definisi kasus AIDS yang disusun oleh US Center for Disease Control (CDC) dan disetujui oleh WHO. Berdasarkan diagnosisi tersebut, AIDS ditetapkan bila terdapat dua gejala mayor dan satu gejala minor serta tidak ada sebab-sebab immunosupresi yang diketahui seperti kanker, malnutrisi berat dan etiologi lainnya.
Gejala mayor:
1. Demam berkepanjangan lebih dari 3 bulan;
2. Diare kronis lebih dari 1 bulan, baik berulang maupun terus menerus; dan 3. Penurunan berat badan lebih dari 10% dalam 3 bulan.
Gejala minor:
2. Infeksi pada mulut dan tenggorokan yang disebabkan oleh jamur Candida albicans;
3. Pembengkakan kelenjar getah bening yang menetap diseluruh tubuh; 4. Munculnya Herpes zozter berulang; dan
5. Bercak-bercak gatal seluruh tubuh. 2.1.8 Pencegahan
Dalam upaya menurunkan resiko terinfeksi HIV, berbagai organisasi kesehatan menganjurkan untuk memakai pendekatan ABCD, yaitu:
1. A atau Abtinence, yaitu menunda kegiatan seksual sebelum menikah; 2. B atau Be faithful, yaitu setia dengan pasangan setelah menikah;
3. C atau Condom, yaitu gunakan kondom bagi orang yang melakukan perilaku seks yang beresiko; dan
4. D atau Drug, yaitu tidak menggunakan napza terutama yang menggunakan jarum suntik secara bergantian.
Upaya pencegahan penularan HIV juga dilakukan dengan memberikan KIE (Komunikasi, Informasi, dan Edukasi) tentang HIV dan AIDS pada masyarakat terutama kaum remaja.
2.1.9 Penatalaksanaan
Dibagi menjadi 3 golongan utama ARV (Depkes RI 2006), yaitu: 1. Penghambat masuknya virus; enfuvirtid
2. Penghambat reverse transcriptase enzyme
1) Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor (NRTI):
obat ini terkena sebagai analog nukleosida yang penghambat proses perubahan RNA virus menjadi DNA. Yang termasuk obat golongan NRTI termasuk zidovidine (ZDV/AZT), lamivudine (3DT) dan didanosine (ddl)
2) Non-Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor (NNRTI): obat ini berbeda dengan NRTI walaupun kerjanya sama yaitu menghambat proses perubahan RNA menjadi DNA. Yang termasuk obat NNRTI termasuk nevirapin (NVP) dan efiverenz (EFV).
3) Penghambat enzim protase (PI) ritonavir (RTV) obat yang termasuk saquinavir (SQV), indinavir (IDV) dan Nelvinafir (NFV).
2.1.10 Strategi nasional penanggulangan HIV dan AIDS
Upaya untuk menanggulangi HIV dan AIDS dibedakan berdasar kelompok perilaku resiko rendah, resiko tinggi dan ODHA karena bentuk penanganannya yang berbeda. Pendekatan dengan KJE (Komunikasi, Informasi, Edukasi) akan memberikan hasil yang terbatas sehingga perlu kegiatan pendukung lainnya seperti upaya perawatan dan pengobatan.
melengkapi dalam lingkup keahlian dan kepedulian masing-masing (Susilo, 2006).
Prinsip dasar penanggulangan meliputi (Kemenkokesra, 2003):
1. Upaya penanggulangan HIV dan AIDS harus memperhatikan nilai-nilai agama dan budaya masyarakat
2. Upaya penanggulangan HIV dan AIDS diselenggarakan oleh mesyarakat, LSM dan pemerintah
3. Upaya penanggulangan HIV dan AIDS harus disadari pada pengertian bahwa masalah ini sudah menjadi masalah sosial dimasyarakat.
4. Upaya penanggulangan HIV dan AIDS memperhatikan masyarakat yang rentan termasuk yang berkaitan dengan pekerjaanya.
5. Upaya pencegahan penularan HIV dilakukan melalui komunikasi, edukasi dan informasi untuk menciptakan gaya hidup sehat
6. Upaya pencegahan yang efektif dengan menggunakankondom 100% diantara penjaja seks dan pelangganya.
7. Mengurangi infeksi HIV pada penyalahgunaan Napza suntik yang bergantian melalui pengurangan dampak buruk.
8. Upaya-upaya terpadu dari peningkatan perilaku hidup sehat, pencegahan penyakit, pengobatan dan perawatan.
9. Melakukan pemeriksaan HIV dan AIDS untuk mendiagnosa penyakit, dan harus didahulu dengan inform consent terlebih dahulu untuk mendapat persetujuan.
2.2 Stigma HIV dan AIDS
Menurut Herek, stigma terkait AIDS adalah segala persangkaan, penghinaan dan diskriminasi yang ditujukan kepada ODHA serta individu, kelompok atau komunikasi yang berhubungan dengan ODHA tersebut. Diskriminasi merupakan aksi atau tindakan yang berasal dari munculnya stigma dan langsung kepada orang yang terstigma. Stigma dan diskriminasi terhadap ODHA erat kaitanya dengan cara penularan HIV dan AIDS yang identik dengan perbuatan tercela seperti penggunaan obat terlarang, homoseksual, pelacuran dan lain sebagainya (UNAIDS 2005).
2.2.1 Pengertian stigma
Stigma adalah tindakan memberikan label sosial yang bertujuan untuk memisahkan atau mendiskreditkan seseorang atau sekelompok orang dengan cap atau pandangan buruk. Dalam prakteknya, stigma mengakibatkan tindakan diskriminasi, yaitu tindakan tidak mengakuiatau tidak mengupayakan pemenuhan hak-hak sadar individu atau kelompok sebagaimana selayaknya sebagai manusia yang bermanfaat. Stigma dan diskriminasi terjadi disebabkan karena persepsi bahwa mereka dianggap sebagai musuh, penyakit elemen masyarakat yang memalukan atau mereka yang tidak taat norma masyarakat dan agama yang berlaku (Depkes 2012).
pengaruh lingkungan. Menurut Goffman (dalam Heatherson, 2003) stigma adalah suatu syarat yang dianggap sebagai gangguan dan dinilai kurang dibanding orang normal lainnya. Sedangkan Crocker (dalam Heatherton, 2003) mendefinisikan stigma menempatkan beberapa sifat atau ciri khas yang menyampaikan identitas sosial yang bertujuan merendahkan diri seseorang dan konteks sosial tertentu. Dalam Survey pada para peneliti di Indonesia bahwa 40% penyebab dari mereka menghindar test HIV adalah karena stigma (UNAINS 2007).
Stigma sosial adalah penolakan sosial sangat berat dari karakteristik pribadi atau keyakinan yang diterima sebagai norma-norma budaya. Erving Goffman mendefinisikan sigma sebagai proses reaksi orang lain yang merusak identitas normal. Ada 3 (tiga) bentuk stigma, meliputi:
1. Diagnosis penyakit mental
2. Bentuk fisik atau cacat tidak diiinginkan
3. Berhubungan dengan ras, agama, kepercayaan dll.
Teori stigma Goffman dan klasifikasi stigma (Averting HIV and AIDS 2011),Link Brace dan Jo Phelan, stigma ada apabila terdiri dari 4 (empat) komponen:
1. Membedakan individu dan melabelkan manusia berbeda-beda.
2. Keyakinan terhadap budaya yang berlaku mengikat mereka dengan atribut label yang merugikan.
3. Pelabelan individu sebagai kelompok yang berbeda untuk membedakan antara “kami” dan “mereka”
Stigma AIDS lebih jauh dapat di bagi menjadi tiga kategori:
1. Stigma instrumental AIDS yaitu refleksi ketakutan dan keprihatinan atas hal-hal yang berhubungan dengan penyakit mematikan dan menular.
2. Stigma simbolis AID Syaitu penggunaan HIV/AIDS untuk mengekspresikan sikap terhadap berhubungan dengan penyakit tersebut.
3. Stigma kesopanan AIDS yaitu hukuman sosial atas orang yangn berhubungan dengan isu HIV/AIDS atau orang yamg positif HIV.
2.2.2 Stigmatisasi
Menurut Maman et.al (2009) dalam Pariati (2012), mengartikan diskriminasi sebagai aksi-aksi spesifik yang didasarkan pada berbagai stereotip negatif ini yakni aksi-aksi yang dimaksudkan untuk mendiskreditkan dan merugikan orang. Pengertian lain tentang diskriminasi dikemukakan oleh Burza (1999) bahwa diskriminasi adalah perbuatan atau perlakuan berdasarkan stigma dan ditujukan kepada pihak yang terstigmatsasi (Burza, 1999). Menurut UNAIDS, diskriminas terhadap penderita HIV digambarkan selalu mengikuti stigma dan merupakan perlakuan yang tidak adil terhadap individu karena status HIV mereka, baik itu status sebenarnya maupun hanya persepsi saja (UNAIDS, 2012).
2.2.3 Proses pemberian stigma
Menurut Pfuhl (dalam Simanjutak, 2005) proses pemberian stigma yang dilakukan masyarakat terjadi melalui 3 tahap yaitu:
2. Proses pendefinisian orang yang dianggap berperilaku menyimpang, setelah pada tahap pertama dilakukan dimana terjadinya interpretasi terhadap perilaku yang menyimpang. Dan karena itu, pendefinisian orang yang dianggap berperilaku menyimpang oleh masyarakat.
3. Perilaku diskriminatif, tahap selanjutnya setelah tahap pendefinisian yang akan memberikan perilaku membedakan dari masyarakat.
Stigma pada penderita HIV dan AIDS terjadi dalam berbagai aspek yang dapat menjadi dan memperkuatkonotasi negatif yang dihubungkan dengan perilaku marginal seperti perilaku pekerja seks, pengguna NAPZa, homoseksual, dan penyakit yang mematikan. Masyarakat menganggap mereka sebagai sumber penularan HIV dan AIDS sedangkan kenyataannya tidak seperti itu. Penularan HIV dan AIDS yaitu melalui cairan kelamin dari orang HIV positif, jarum suntik, bekas dipakai orang lain ( kontak darah langsung), tranfusi darah yang sudah terinfeksi, serta penularan ibu ke anak melalui Air susu Ibu (ASI) (Murni, 2003). Menurut Cipto dalam (Marate, 2003) penyebab munculnya stigma dan diskriminasi antara lain lemahnya sosialisasi, kurangnya penyuluhan tentang HIV/AIDS dari petugas kesehatan, maupun pemberian informasi yang tidak benar.
Beberapa bentuk stigma eksternal dan diskriminasi antara lain (Periati 2012):
1. Menjauhi ODHA atau tidak mengingingkan untuk mengunkanan peralatan yang sama.
3. Peradilan moral berapa sikap yang menyalahkan ODHA karena penyakitnya dan menganggapnya sebagai orang yang tidak bermoral.
4. Stigma terhadap orang-orang yang terkait dorongan ODHA, misalnya keluar dan teman dekatnya.
5. Keengganan untuk melihat ODHA dalam suatu kelompok atau organisasi. 6. Diskriminasi yaitu penghilangan kesempatan untuk ODHA seperti ditolak
bekerja, penolakan dalam pelayanan kesehatan bahkan perlakuan yang berbeda yaitu ODHA oleh petugas kesehatan.
7. Pelecehan terhadap ODHA baik lisan maupun fisik.
8. Pengorbanan,misalnya anak-anak yang terinfeksi HIV atau anak-anak yang orang tuanya meninggal karena AIDS.
9. Pelanggaan hak asasi manusia, seperti pembukaan status HIV seseorang pada orang lain tanpa seijin penderita, dan melakukan tes HIV tanpa adanya informed consent (Diaz et.al, 2011).
2.2.4 Enam dimensi stigma
Jones et.al (1984) menambahkan "enam dimensi" dan menghubungkan dengan 2 jenis stigma Goffman, ada enam dimensi yang cocok dengan kedua jenis stigma (Everting HIV dan AIDS, 2011):
1. Concealable, sejauh mana orang lain dapat melihat stigma;
2. Course the mark, apakah stigma menjadi lebih menonjol dan waktu ke waktu;
5. Origin, apakah orang lain berfikir stigma hadir saat lahir, kecelakaan atau disengaja; dan
6. Peril, bahaya nyata stigma kepada orang lain. 2.2.5 Penyimpangan stigma
Stigma terjadi ketika seorang didentifikasi sebagai sesat, terkait dengan stereotip yang menimbulkan sikap prasangka, yang ditolak lanjut dalam perilaku diskriminatif Stigma terhadap AIDS dan diskriminasi terjadi diseluruh dunia, walaupun nampaknya terdapat perbedaan masyarakat, kelompok agama dua individu di seluruh negara. Bentuk-bentuk stigma dan diskriminasi seperti rasisme, homophobia atau kebencian terhadap wanita-wanita yang bekerja di tempat-tempat seperti pelacur atau penguna narkoba. Stigma tidak hanya membuat orang sulit untuk berdamai dengan HIV dan mengelolah penyakit mereka pada tingkat pribadi, tetapi juga mengganggu upaya untuk memerangi epidemic AIDS secara keseluruhan. Pada tingkat nasional, stigma yang terkait dengan HIV dapat menghalangi pemerintah dalam mengambil keputusan cepat dan efektif terhadap epidemic, sementara pada tingkat pribadi membuat orang enggan untuk mengakses tes HIV, pengobatan dan perawatan (Alifatin A,2011). 2.2.6 Stigma berkaitan dengan HIV/AIDS
Takut menular dan asumsi negatif menjadi dasar penilaian terhadap orang-orang yang terinfeksi dan menjadikan stigma HIV/AIDS semakin tinggi. Faktor-faktor yang berkontribusi terhadap stigma HIV dan AIDS (Alifatin, 2014):
2. Infeksi HIV dikaitkan dengan perilaku (seperti homoseksual, kecanduan obat, prositusi atau pergaulan) yang lebih banyak menjadi stigma dalam masyarakat
3. Kebanyakan orang terinfeksi HIV melalui hubungan seks yang sering membawa stigmal moral.
4. Ada banyak informasi yang tidak akurat tentang bagaimana HIV ditularkan, menciptakan perilaku irasional dan persepsi pribadi.
5. Infeksi HIV sering dianggap sebagai akibat tidak bertanggung jawab.
6. Agama atau keyakinan moral yang menyebabkan beberapa orang untuk percaya bahwa terinfeksi HIV adalah akibat dari kesalahan moral (seperti pergaulan bahas atau seks menyimpang) yang pantas untuk dihukum.
Kenyataan bahwa HIV dan AIDS adalah penyakit yang relatif baru juga memberikan kontribusi pada stigma yang melekat padanya. Dari awal epidemikAIDS serangkaian gambaran kuat yang digunakan yaitu stigmatisasi diperkuat dan dilegitimasi.
1. HIV dan AIDS sebagai hukuman (misalnya untuk perilaku yang tak bermoral)
2. HIV dan AIDS sebagai kejahatan (misalnya dalam kaitannya dengan korban yang tidak bersalah dan bersalah)
3. HIV dan AIDS sebagai perang (misalnya kaitannya dengan virus yang harus diperangi/diberantas)
5. HIV dan AIDS sebagai keliyanana (di mana penyakit ini adalah penderitaan dari mereka yang terisolasi)
Stigma HIV dan AIDS bukanlah sebuah fenomena langsung sebagai sikap terhadap dampak besar epidemic dan mereka yang terkena. Bahkan dalam satu reaksi suatu Negara terhadap HIV dan AIDS akan bervariasi anatara individu dan kelompok masyarakat. Agama, gender, seksualitas, umur dan tingkat pendidikan AIDS semua dapat mempengaruhi bagaimana seorang merasa tentang penyakit ini. Stigma terkait AIDS tidak statis, berubah dari waktu ke waktu sebagai tingkat infeksi, pengetahuan tentang penyakit dan ketersediaan pengobatan di Negara berkembang Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan bahwa “ Karena
HIV dab AIDS menjadi penyakit yang dapat dicegah dan dirawat dengan baik, sikap akan berubah dan penolakan, stigma dan diskriminasi cepat akan berkurang “. Penelitian oleh pusat Internasional untuk Penelitian tentang Perempuan (ICRW) menemukan kemungkinan konsekuensi stigma terkait HIV menyebabkan:
1. Hilangnya pendapatan/mata pencaharian
2. Hilangnya perkawinan dan pilihan melahirkan anak 3. Kepedulian diri/pengasuhan dirumah
4. Hilangnya harapan dan timbulnya perasaan tidak berharga 5. Kehilangan reputasi
2.2.7 Akibat stigma
Menurut Phulf (dalam simanjutak 2005) menemukan ada beberapa akibat dari stigma yaitu:
2. Stigma membuat semakin sulit memulihkan kehidupan normal karena dapat menyebabkan menarik diri dari masyarakat.
3. Stigma menyebabkan diskriminasi sehingga sulit mendapatkan akomodasi dan pekerjaan.
4. Masyarakat bisa lebih kasar dan kurang manusiawi. 5. Keluarga akan lebih merasa lebih terhina dan terganggu. 2.2.8 Pengertian diskriminasi
Stigma menjadi diskriminasi ketika pikiran, keyakinan atau sikap berkembang menjadi tindakan langsung. Diskriminasi didenfinisikan sebagai perlakuan kurang baik suatu individu hanya didasarkan pada keanggotaan mereka untuk kelompok tertentu (Giddens, Duneier, Applbaum & Carr 2009). Diskriminasi menyangkut peran perilaku negatif terhadap anggota dari kelompok sosial, selain orang itu sendiri, dan dapat mengakibatkan pada anggota yang membatasi suatu kelompok dari kesempatan yang tersedia bagi orang lain. Ini adalah perlakuan tidak adil dari seseorang berdasarkan karakteristik tertentu meliputi; ras oriental seks, atau atribut fisik tertentu, dan mengarah pada akhirnya beberapa bentuk penolakan atau pengecualian (Giddens et al, 2009).
Orang yang pertama kali terdiagnosis HIV dan AIDS seringkali merasa depresi, takut, gundah dan putus asa. Hal ini menyebabkan ODHA melakukan stigma dan disktiminasi terhadap dirinya sendiri. Terjadinya stigma dan diskriminasi kepada ODHA oleh masyarakat dan petugas kesehatan, dipengaruhi oleh beberapa hal anatara lain pengetahuan tentang HIV dan AIDS, kesalahan persepsi ODHA, tingkat pendidikan, lama bekerja, umur, pelatihan, jenis kelamin, dukungan instansi, dan kepatuhan terhadap agama (Susilo 2006).
2.2.9 Tipe-tipe diskriminasi
Menurut Pettigrew dalam Lilliweri (2005), ada dua tipe diskriminasi, yaitu: 1. Diskriminasi Langsung
Tindakan membatasi suatu wilayah tertentu, seperti pemukiman, jenis pekerjaan, fasilitas umum dan juga terjadi saat pengambilan keputusan diarahkan oleh prasangka-prasangka terhadap kelompok tertentu.
2. Diskriminasi tidak langsung
2.3 TeoriHealth Belief Model (HBM)
2.3.1 Sejarah HBM
Teori HBM dicetuskan pada tahun 1950-an dari peneliti psikolog sosial dari U.S Public Health Service (USPHS) yakni Godfrey Hochbaum, Irwin Rosenstock dan Stephen Kegeles. Awalnya, UHSP mensponsori skrining penyakit Tuberculosis gratis melalui sinar X di mobil klinik berjalan yang diparkir di suatu pemukiman. Karena skrining ini gratis dan berada di tengah pemukiman, terpikir akan banyak yang dating untuk diperiksa. Kenyataan hanya hanya beberapa orang yang datang untuk diperiksa dan akhirnya Hochbaum melakukan riset untuk mengetahui mengapa tidak banyak orang yang datang kendati mudah dijangkau. 2.3.2 Kerangka Teori Health Belief Model
MODDIFIYING FAKTOR INDIVIDUAL BELIEF ACTION
Menurut Glanz dan Bishop (2010), ada beberapa variabel HBM: 1. Kerentanan yang dirasakan (Perceived suscepbility)
Agar seseorang bertindak untuk mengobati atau mencegah penyakitnya, ia harus merasakan bahwa ia rentan (susceptible) terhadap penyakitnya tersebut. Dengan kata lain, suatu tindakan pencegahan terhadap suatu penyakitnya akan timbul bila seseorang telah merasakan bahwa ia atau keluarganya rentan terhadap penyakit tersebut.
2. Keseriusan yang dirasakan ( Perceived severity)
Tindakan individu untuk mencari pengobatan dan pencegahan penyakit akan didorong pula oleh keseriusan penyakit tersebut terhadap individu atau masyarakat
Demographic variables
Psychology variables
Individual behaviour Perceived
susceptibility to and severity
of disease
Perceived benefit
Perceived barrier
Perceivedself-efficacy
Perceivedt hreat
Cues to action
3. Manfaat dan rintangan-rintangan yang dirasakan (Perceived benafis and barriers).
Apabila individu merasa dirinya rentan untuk penyakit-penyakit yang di anggap gawat (serius), ia akan melakukan suatu tindakan tertentu.
4. Isyarat atau tanda-tanda (cues to action)
Untuk mendapatkan tingkat penerimaan yang benar tentang kerentanan, kegaawatan, dan keuntungan tindakan, maka diperlukan isyarat-isyarat yang berupa faktor-faktor eksternal. Faktor-faktor tersebut misalnya, pesan-pesan pada media massa, nasihat atau anjuran kawan-kawan atau anggota keluarga lain dari si sakit, dan sebagainya.
5. Kemampuan melakukan tindakan (self-efficacy)
Didefinisikan sebagai “keyakinan bahwa salah satu dapat melakukan perilaku yang dibutuhkan untuk menghasilkan hasil” (Bandura, 1997).
Self-efficacy tidak pernah jelas dimasukkan ke dalam rumusaqn awal HBM.Model ini dikembangkan dalam konteks pencegahan dalam tindakan kesehatan (menerima tes skrining atau imunisasi) yang tidak dianggap melibatkan perilaku kompleks.
6. Faktor lainnya
Health Belief Model (HBM) merupakan model kognitif yang berarti proses kognitif itu dipengaruhi oleh informasi dan lingkungan. Menurut teori HBM, kemungkinan individu akan melakukan tindakan langsung pada hasil dan keyakinan atau penilaian kesehatan (health belief) yaitu ancaman yang dirasakan dari sakit/luka (perceived threat of injury or illness) dan pertimbangan tentang keuntungan dan kerugian (benefit and cost).
Penilaian dari teori tersebut adalah ancaman yang dirasakan terhadap resiko yang akan muncul., sejauh mana orang berfikir tentang penyakit dimana keadaannya merupakan ancaman bagi dirinya dan perbandingan antara keuntungan atau kerugian dari perilaku dalam usaha untuk memutuskan melakukan tindakan atau tidak. Keuntungan dan kerugian dipengarugi oleh beberapa variabel seperti demografis (usia, jenis, kelamin, status sosial, ekonomi, kepribadian, pengetahuan) dan variabel psikologis (tekanan rekan sebaya, gaya kepribadian).
2.4 Keaslian Penulisan
Tabel 2.1 Keaslian Penulisan No Judul Artikel ; Penulis;
Tahun and related behaviors and faktors that affect ditunjukkan oleh tingkat respon yang benar dari 54% (7,0 dari 13). para siswa menjawab dengan benar tentang penularan HIV dengan mencium di 50,2%, toilet di 59,4%, cangkir berbagi di 57,4%, dan kehidupan sekolah sehari-hari di 60,5%. tingkat sikap diskriminatif terhadap orang yang terinfeksi HIV adalah tinggi. anak laki-laki melaporkan proporsi yang lebih tinggi dari pengalaman seksual (7,0% vs 2,6%, or = 2,89, p <0,001). hanya 39,0% menggunakan kondom selama pertemuan terakhir mereka seksual dan lebih banyak anak
perempuan (53,3%)
mitos tentang HIV dan AIDS yang ada didalam masyarakat juga mempengaruhi terhadap tindakan stigma dan diskriminasi HIV. kedua, organisai nu mempunyai kekuatan strategis dalam merubah cara pandang keagamaan yang kurang tepat terhadap persoalan stigma dan diskriminasi HIV dan AIDS yang terjadi pada masyarakat nu bangil.
3 Pengaruh penyuluhan HIV/AIDS terhadap sikap pencegahan HIV/AIDS di smk ma’arif yogyakarta tahun 2015
dita lusiyana rahayu,andri nur sholihah, 2015
Sikap pencegahan penularan HIV/AIDS pada siswa smk ma’arif yogyakarta sebelum dilakukan penyuluhan adalah 32 orang memberikan sikap negatif ( 59,3%) dan 22 orang memberikan sikap positif (40,7%). sikap pencegahan penularan HIV/AIDS padasiswa smk ma’arif yogyakarta setelah dilakukan penyuluhan adalah ada pengaruh penyuluhan terhadap sikap pencegahan penularan HIV/AIDS padasiswa smk ma’arif yogyakarta dengan nilaip value<0,05
4 Hubungan pengetahuan tentang HIV/AIDS menunjukkan bahwa rata-rata adalah 15,40 dari skor maksimum20, sedangkan hasil uji pada stigma orang yang hidup HIV / AIDS menunjukkan bahwa rata-rata adalah 15,70 dari maksimum skor 21. hasil studi kualitatif menunjukkan bahwa ada kesalahpahaman tentang metode HIV / AIDS
hasil analisis bivariabel menunjukkan bahwa stigma itu 3,37 kali lebih kuat antara siswa dengan terbatas
pengetahuan tentang HIV / AIDS dibandingkan mereka dengan pengetahuan yang baik tentang HIV / AIDS.
5 Hubungan pengetahuan tentang HIV/AIDS dengan stigma terhadap odha pada siswa kelas xi smk vi surabaya
menunjukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan mengenai HIV/AIDS dan stigma terhadap odha , dengan koefisien korelasi 0,890, dengan nilai p 0,00 (<0,005)
6 Effectivenessofiec
sebanyak 404 siswa direkrut untuk penelitian, tingkat respon adalah sebagai berikut 94,1% untuk komunikasi interpersonal, 90,1% untukphamplets, 90,1% untuk educational video movie dan 95,1% untuk kombinasi dari tiga intervensi. stigmatisasi sikap berkisar antara 0-65,2%. analisis regresi logistic multivariate menunjuk kan nilai, agama,
hubungan seks dengan gadis perawan dan odha dengan banyak pasangan seksual ditemukan sebagai penentu utama pemaksaan sikap. anova (f-statistik) mengungkapkan bahwa intervensi efektif dan statistik = 17.484 (pvalue<0.0001)
7 Knowledge, attitudes and practices regarding HIV/AIDS among male high school students in lao people’s democratic
di antara siswa dengan medium (or 2,8, 95% ci 0,9 8,8, p 0,069) dan tinggi tingkat pengetahuan (or 1,9, 95% ci 0,6 6,2, p 0,2884). lebih dari tiga perempat siswa menyebutkan televise dan radio sebagai sumber informasi utama tentang HIV / AIDS
8 The role of the family in attributing meaning to living with HIV and its stigma in turkey
Kebanyakan narasi peserta menunjukkan pola dukungan bukannya penolakan dari keluarga. meskipun stigmatisasi dalam keluarga tampak kurang dari perkiraan, harapan sosial keluarga dan keinginan ditemukan sebagai pendorong utama internalisasi dan merasa stigma untuk odha. DampakHIV diekspresikan dalam hal yang dirasakan keberhasilan atau kegagalan untuk memenuhi peran sosial sebagai keluarga. hasil penelitian menunjukkan bahwa hal ini terkait denganperan dasar keluarga di turki dalam pembangunanidentitassosial individu, dalam kerangka
sosial kontrol.
konsekuensinya, para peserta mengungkapkan bahwa sementara odha mengalami stigmatisasi paling banyak sering di setting perawatan kesehatan, stigmatisasi dalam hubungan bagi keluarga dianggap paling penting. sebagai tambahan,
9 Measuring stigma in older and younger adults withHIV/AIDS : analysis of an HIV stigma scale and initial exploration of subscales
charles a. emlet, 2003
d: case control perkembangan subscales dari skala stigma HIV melalui efa. studi juga berusaha untuk menentukan keefektifan skala in working dengan orang dewasa yang lebih tua yang hidup dengan HIV / AIDS. hasil penelitian ini menentukan bahwa skala yang diteliti menunjukkan konsistensi internal yang baik secara keseluruhan di antara keduanya kelompok umur. efa mengidentifikasi tiga subskala yang dapat digunakan untuk membedakan berbagaima nifestasi stigmaHIV. temuan ini memperkuat kerja
green and platt (1997), yang memandang stigma HIV sebagai multidimensional sectional study in china h huang
BAB 3
KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Konseptual
Keyakinan (Health Belief)
Keterangan:
: Diteliti : Tidak diteliti
Gambar 3.1 Kerangka Konseptual Faktor yang Mempengaruhi Stigma Pelajar pada penderita HIV-AIDS berdasarkan teori Health Belief Model menurut (Glanz and Bishop, 2010).
Gambar 3.1 merupakan konsep model kepercayaan kesehatan berkaitan terutama dengan faktor-faktor predisposisi kognitif seseorang ke perilaku kesehatan, menyimpulkan dengan keyakinan seseorang efektivitas diri untuk perilaku tersebut. Teori Health Belief Model yang menjelaskan bahwa faktor yang menyebabkan seseorang merubah perilaku beresiko HIV/AIDS adalah dipengaruhi oleh modifikasi faktor yang terdiri atas demografis dan psikologis. Penularan HIV dan AIDS merupakan faktor yang mempengaruhi terjadinya stigma pelajar terhadap penderita HIV/AIDS. Persepsi seseorang terhadap suatu keyakinan yang terdiri dari kerentanan yang dirasakan (Perceived susceptibility) yaitu seseorang bertindak untuk mencegah penyakitnya bahwa seseorang tersebutberesiko rentan (susceptible) terhadap penyakitnya. Persepsi keuntungan dan hambatan (perceived benafis and barriers) dimana tindakan individu merasa dirinya rentan untuk penyakit-penyakit yang di anggap serius, ia akan melakukan suatu tindakan tertentu, persepsi hambatan (perceived barriers) yaitu persepsi yang dimana pelajar tidak menerima ODHA dikarenakan informasi yang kurang tentang penularan penyakit HIV dan AIDS yang beragam. Dampak yang ditimbulkan oleh stigma yang berujung diskriminasi terhadap penderita HIV dan AIDS mengakibatkan sulitnya memulihkan kehidupan normal karena dapat menyebabkan menarik diri dari pelajar dan sulit untuk mencari bantuan, sedangkan kemampuan melakukan tindakan (self-efficiacy) yaitu keyakinan bahwa salah satu dapat melakukan perilaku yang dibutuhkan untuk mendapatkan hasil.
Keyakinan yang terdiri dari susceptibility, severity, benefit, barriers,
pelajar tentang penyakit HIV dan AIDS. Hal ini memberikan dampak negatif bagi pelajar yang berupa stigma dan diskriminasi terhadap penderita HIV dan AIDS yang dirasa bahwa penyakit tersebut sangat berbahaya bagi pelajar. Pendorong untuk bertindak (cues to action) untuk menurunkan atau menghilangkan stigma dan diskriminasi terhadap ODHA diperlukan isyarat- isyarat yang berupa faktor- faktor eksternal. Faktor-faktor tersebut adalah pesan-pesan pada media masa, nasihat atau anjuran kawan-kawan atau anggota keluarga lain dari penderita, dan sebagainya. Faktor-faktor tersebut akan merubah pandangan pelajar kepada penderita HIV dan AIDS.
3.2 Hipotesis
Hipotesis penelitian ditetapkan pada penelitian ini adalah:
H1 Ada pengaruh tingkat pengetahuan terhadap keyakinan (susceptibility, severity, benefit, barrier, self-efficacy) pelajarpada penderita HIV dan AIDS.
H1 Ada pengaruh keyakinan (susceptibility, severity, benefit, barrier, self-efficacy) terhadap persepsi ancaman (threat) pelajar pada penderitaHIV dan AIDS.
BAB 4
METODE PENELITIAN
Metode penelitian adalah cara menyelesaikan masalah dengan metode keilmuan (Nursalam, 2008). Dalam bab ini penulis akan membahas tentang; (1) rancangan penelitian; (2) populasi, sampel, besar sampel dan teknik pengambilan sampel; (3) variabel penelitian dan definisi operasional; (4) instrumen penelitian; (5) lokasi dan waktu penelitian; (6) prosedur pengumpulan data; (7) kerangka operasional; (8) analisa data; dan (9) etika penelitian.
4.1 Rancangan Penelitian
4.2 Populasi, Sampel, Besar sampel dan Teknik Pengambilan Sampel
4.2.1 Populasi
Populasi dalam penelitian adalah subjek (misalnya klien atau orang) yang telah memenuhi kriteria yang sudah ditetapkan (Nursalam, 2013). Populasi dalam penelitian ini adalah pelajar kelas XISMAN 1 Genteng Kecamatan Genteng Kabupaten Banyuwangi sebanyak402 siswa.
Tabel 4.1 Jumlah populasi target di SMAN 1 Genteng
Kelas Jumlah siswa Umur >17tahun
IPA 1 42 35
IPA 2 42 25
IPA 3 46 40
IPA 4 44 32
IPA 5 44 36
IPA 6 42 38
IPA 7 42 29
IPS 1 34 33
IPS 2 32 28
IPS 3 34 29
4.2.2 Sampel
Sampel adalah sebagian atau wakil dari populasi yang diteliti, jika kita ingin meneliti sebagian dari populasi, maka penelitian tersebut disebut sebagai sampel (Susilo, 2006). Sampel dalam penelitian ini adalah pelajar SMAN 1 Genteng Kecamatan Genteng Kabupaten Banyuwangi.
Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subjek penelitian dari suatu populasi target yang terjangkau dan akan diteliti. Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah:
1. Pelajar dengan usia >17 tahun 2. Bersedia menjadi responden
Kriteria Eksklusi adalah menghilangkan/mengeluarkan subjek yang tidak memenuhi criteria inklusi dari studi karena berbagai sebab (Nursalam, 2013)
Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah: 1. Pelajar tidak masuk sekolah (sakit, cuti, dsb) 4.2.3 Besar sampel
Dalam penelitian ini teknik pengambilan sampel menggunakan kriteria Inklusi dan Ekskluasi dengan jumlah 100 responden
Jadi total sampel dalam penelitian ini berjumlah 100 pelajar SMAN 1 Genteng. 4.2.4 Sampling
ini dibedakan menjadi dua cara yaitu dengan mengundi (lottery technique) atau
dengan menggunakan tabel bilangan atau angka acak (randomnumber)
(Notoatmodjo,2010).Pengambilan sampel dalam penelitian ini yakni Kelas XI
SMAN 1 Genteng tahun 2016/2017 yang berumur >17 tahun.
4.3 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
4.3.1 Variabel Independen
Variabel independen (variabel bebas) adalah variabel yang apabila berubah akan mengakibatkan perubahan variabel lain. Dalam penelitian ini yang menjadi variabel independen adalah kerentanan (perceived susceptibility), keseriusan (perceived severity), keuntungan (benefit), hambatan (barrier), kepercayaan diri (self-efficacy), dan persepsi ancaman (threat).
4.3.2 Variabel Dependen
4.3.3 Definisi Operasional
Definisi operasional penelitian ini sebagaimana yang tercantum dalam tabel 4.2 sebagai berikut:
Tabel 4.2 Definisi operasional variabel yang diteliti Variabel Definisi
Kuisioner Ordinal Baik: 75-100%
Kuisioner Ordinal Kerentanan tinggi : >54%
Variabel Definisi
Kuisioner Ordinal Kerentanan tinggi :>54%
Kuisioner Ordinal Kerentanan tinggi :>54%
Kuisioner Ordinal Kerentanan tinggi :>54%
4.4 Alat dan Bahan Penelitian
Kuisioner berupa angket yang akan diisi oleh pelajar SMAN 1 Genteng untuk mengetahui pengaruh pengetahuan, keyakinan (kerentanan, keseriusan, keuntungan, hambatan, kepercayaan diri, dan ancaman.
4.5 Instrumen Penelitian
Instrumen dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan kuisioner yang diberikan meliputi faktor pengetahuan dan faktor yang mempengaruhi kerentanan, keseriusan, keuntungan, hambatan, percaya diri, keyakinan terhadap ancaman, ancaman terhadap stigma pada pelajar dimana responden diberikan kuisioner yang sudah tersusun sehingga responden tinggal memberikan jawaban. Penelitian ini menggunakan kuisioner tertutup untuk mengukur varibael yang akan diteliti. Materi dalam kuisioner ini dapat dijelaskan sebagai berikut:
2. Pada variabel kerentanan (perceived suscepbility) penelitian ini menggunakan adaptasi dari kuisioner Health Belief Model – Perceived suscepbility (HMPBB) (Kathleen M. Lux and Rick Petosa 1994). Untuk kuisioner yang diberikan kepada responden terdapat 5 pertanyaan. Pada tiap aspek pertanyaan bersifat pertanyaan tertutup yang artinya responden hanya memilih jawaban dari setiap pertanyaan yang tersedia di kuisioner. Kuisioner menggunakan skala likert, untuk pertanyaan positif diberikan skor untuk tiap jawaban sangat setuju = 4, setuju = 3, tidak setuju = 2, sangat tidak setuju = 1. Untuk pertanyaan negatif diberikan skor untuk setiap jawaban sangat setuju = 1, setuju = 2, tidak setuju = 3, sangat tidak setuju = 4. Pertanyaan positif pada kuisioner kerentanan (perceived suscepbility) terdapat pada nomor 2,3,5 dan pertanyaan negatif terdapat pada 1,4.Untuk penilaian kerentanan (perceived suscepbility) tinggi bila skor = > 54% dan rendah bila skor = < 54% (Azwar, 2012).
pada nomor 1 dan 5 . Untuk penilaian keseriusan (perceived severity) tinggi bila skor = > 54% dan rendah bila skor =< 54% (Azwar, 2012).
4. Pada variabel persepsi keuntungan (benefit) menggunakan adaptasi dari kuisioner Health Belief Model – Perceived suscepbility (HMPBB) (Kathleen M. Lux and Rick Petosa 1994). Didalam kuisioner ini terdapat 5 pertanyaan, pada tiap aspek pertanyaan bersifat pertanyaan tertutup yang artinya responden tinggal memilih jawaban dari setiap pertanyaan yang tersedia di kuisioner. Kuisioner menggunakan skala likert, untuk pertanyaan positif diberikan skor untuk tiap jawaban sangat setuju = 4, setuju = 3, tidak setuju = 2, sangat tidak setuju = 1. Untuk pertanyaan negatif diberikan skor untuk setiap jawaban sangat setuju = 1, setuju = 2, tidak setuju = 3, sangat tidak setuju = 4. Pertanyaan positif pada kuisioner keuntungan (perceived benefit) terdapat pada nomor 1,3,5 dan pertanyaan negatif terdapat pada nomor 2 dan 4. Untuk penilaian keuntungan (perceived benefit) tinggi bila skor => 54% dan rendah bila skor = < 54% (Azwar, 2012).
4.Pertanyaan positif pada kuisioner hambatan (barrier) terdapat pada nomor 2,5 dan pertanyaan negatif terdapat pada nomor 1,3,4. Untuk penilaian hambatan (perceived barrier) tinggi bila skor => 54% dan rendah bila skor = < 54% (Azwar, 2012).
6. Pada variabel persepsi kepercayaan diri (self-efficacy) menggunakan adaptasi dari kuisioner Self Perceived Quality of Life (SPQL) (Traktenburg, 2008). Didalam kuisioner ini terdapat 5 pertanyaan, pada tiap aspek pertanyaan bersifat pertanyaan tertutup yang artinya responden hanya memilih jawaban dari setiap pertanyaan yang tersedia di kuisioner. Kuisioner menggunakan skala likert, untuk pertanyaan positif diberikan skor untuk tiap jawaban sangat setuju = 4, setuju = 3, tidak setuju = 2, sangat tidak setuju = 1. Untuk pertanyaan negatif diberikan skor untuk setiap jawaban sangat setuju = 1, setuju = 2, tidak setuju = 3, sangat tidak setuju = 4. Pertanyaan positif pada kuisioner kepercayaan diri (self-efficacy) terdapat pada nomor 2,3,4 dan pertanyaan negatif terdapat pada nomor 1 dan 5. Untuk penilaian kepercayaan diri (self-efficacy) tinggi bila skor => 54% dan rendah bila skor = < 54% (Azwar, 2012).
jawaban sangat setuju = 4, setuju = 3, tidak setuju = 2, sangat tidak setuju = 1. Untuk pertanyaan negatif diberikan skor untuk setiap jawaban sangat setuju = 1, setuju = 2, tidak setuju = 3, sangat tidak setuju = 4. Pertanyaan positif pada kuisioner ancaman (threat) terhadap stigma terdapat pada nomor 2,4 dan pertanyaan negatif terdapat pada nomor 1,3,5. Untuk penilaian ancaman (threat) terhadap stigma tinggi bila skor => 54% dan rendah bila skor = < 54% (Azwar, 2012).
4.6 Uji Validitas dan Reabilitas
4.6.1 Uji Validitas
Uji validitas adalah uji ketepatan dan kecermatan suatu instrument dalam mengukur data yang akan diukur. Prinsip validitas adalah pengukuran dan ketepatan yang berarti prinsip andalan instrument dalam mengumpulkan data (Nursalam, 2014).Uji validitas menggunakan SPSS 22 dengan r tabel tingkat signifikansi yang dijadikan satu patokan.
Item instrument dianggap valid jika hasil uji validitas dapat dinyatakan dengan r tabel yang dijadikan patokan dari r hitung. Besar r tabel ditentukan dengan melihat jumlah responden (28 pelajar) dengan tingkat signifikan 5% dan diperoleh besar r tabel 0.374 berikut hasil uji validitas instrument masing-masing variabel :
1. Uji validitas instrumen pengetahuan pelajar SMAN 1 Genteng mengenai HIV dan AIDS.
Tabel 4.3 Uji validitas instrument Pengetahuan
Soal r hitung r tabel 5% (28) Keterangan
1 0,856 0,374 Valid
2 0,785 0,374 Valid
3 0,785 0,374 Valid
4 0,548 0,374 Valid
5 0,687 0,374 Valid
Berdasarkan tabel 4.3 hasil uji validitas pada instrument tentang pengetahuan terdapat 5 item yang semua item valid dan digunakan untuk mengukur pengetahuan pelajar SMAN 1 Genteng mengenai HIV dan AIDS.
a. Perceived susceptibility
Tabel 4.4 Uji validitas instrumen persepsi kerentanan (perceived susceptibility)
Soal r hitung r tabel 5% (28) Keterangan
1 0,597 0,374 Valid
2 0,770 0,374 Valid
3 0,839 0,374 Valid
4 0,422 0,374 Valid
5 0,662 0,374 Valid
b. Perceived severity
Tabel 4.5 Uji validitas instrumen persepsi keseriusan (perceived severity)
Soal r hitung r tabel 5% (28) Keterangan
1 0,394 0,374 Valid
2 0,818 0,374 Valid
3 0,843 0,374 Valid
4 0,711 0,374 Valid
5 0,434 0,374 Valid
c.Perceived benefit
Tabel 4.6 Uji validitas instrumen persepsi keuntungan (perceived benefit)
Soal r hitung r tabel 5% (28) Keterangan
1 0,918 0,374 Valid
2 0,375 0,374 Valid
3 0,901 0,374 Valid
4 0,375 0,374 Valid