LAPORAN AKHIR
PENELITIAN KOLABORATIF DOSEN DAN MAHASISWA
DANA BLU FE UNG TAHUN ANGGARAN 2017
MEWUJUDKAN
GOOD GOVERNANCE
MELALUI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM)
DINAS KESEHATAN KOTA GORONTALO
ASNA ANETA NIDN : 0027125907 (Ketua) RUSTAM TOHOPI NIDN : 0024037905 (Anggota) TRISDIYOWAN AHMAD NIM : 931413166 (Anggota) MASRIYANTI PUWANIM NIM : 931413185 (Anggota)
PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI PUBLIK
FAKULTAS EKONOMI
3
ABSTRAK
Mewujudkan good governance dalam pelayanan publik bidang kesehatan terkandung nilai-nilai yakni efisiensi, keadilan dan daya tanggap/akuntablitas publik untuk mewujudkan kesejahteraan bersama.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi standar pelayanan minimal (SPM) yang digunakan dalam melayani kesehatan ibu dan bayi; untuk memberi input/masukan tentang standar pelayanan yang ideal dalam mewujudkan good governance. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif dengan lokus penelitian di kantor Dinas Kesehatan Kota Gorontalo. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui pengamatan peran serta peneliti sebagai key person dan dibantu oleh tim peneliti lainnya melalui in-depth interview (wawancara mendalam) dan triangulasi. Sample menggunakan purposive sampling (sample bertujuan) dan snowball, wawancara dilakukan terhadap responden yang merupakan aktor yang terlibat dalam proses pelayanan serta masyarakat (customer) sebagai user pengguna layanan di Dinas Kesehatan Kota Gorontalo.
Hasil penelitian ditemukan bahwa Dinas Kesehatan Kota Gorontalo dalam meewujudkan good governance menyelenggarakan pelayanan kesehatan melalui indikator 1) Prosedur Pelayanan belum sempurna disebabkan kurangnya informasi kepada pelanggan dan pelayanan di puskesmas belum ditangani oleh dokter spesialis kandungan. 2) Waktu Penyelesaian Pelayanan telah memiliki standar pelayanan berdasarkan apa yang telah di amanahkan dalam Permenkes Nomor 43 Tahun 2016. 3) Biaya pelayanan kesehatan telah dialokasikan melalui APBN maupun APBD dalam bentuk BPJS, KIS, Jamkesmas, dan Jamkesda. 4) Produk Pelayanan telah memiliki bangunan baik Rumah Sakit dan Puskesmas sudah baik, namun masih perlu dilengkapi dengan fasilitas untuk menunjang proses persalinan. 5) Sarana Prasarana Pelayanan kesehatan sudah memadai karena setiap wilayah kecamatan sudah memiliki 1(satu) unit puskesmas. 6) Kompetensi Petugas Pemberi Pelayanan telah memiliki tenaga medis (bidan) dan administrasi yang baik, namun masih perlu diimbangi dengan diklat-diklat dan pelatihan terkait bidang tugas yang diemban.
4
BAB I PENDAHULUAN
A. Konteks Penelitian
Dewasa ini pelayanan publik merupakan isu yang sangat strategis karena
menjadi arena interaksi antara pemerintah dan masyarakat dalam melayani kebutuhan
dasar masyarakat. Pelayanan publik yang dimaksud adalah menyangkut kebutuhan
dasar (hak- hak dasar) antara lain seperti kesehatan, pendidikan, identitas warga adalah
menjadi tanggung jawab negara. Tuntutan masyarakat pada era reformasi terhadap
pelayanan publik saat ini semakin menguat karena dukungan adanya otonomi daerah
dimana salah satu paradigma onotomi daerah adalah mendekatkan pelayanan kepada
masyarakat. Olehnya konsepsi otonomi daerah harus diikuti dengan desentralisasi
pelayanan.
Pelayanan publik adalah adalah istilah untuk layanan yang disediakan oleh
pemerintah kepada warga negaranya, baik secara langsung (melalui sektor publik) atau
dengan membiayai pemberian layanan swasta.
Pelayanan publik menurut Roth (1926:1) didefinisikan sebagai layanan yang
tersedia untuk masyarakat, baik secara umum atau secara khusus. Sedang Lewis dan
Gilman (2005:22) mendefinisikan pelayanan publik adalah kepercayaan publik.
Pelayanan publik yang adil dan dapat dipertanggung-jawabkan menghasilkan
kepercayaan publik, sebagai dasar untuk mewujudkan pemerintah yang baik (good
governance).
Definisi dari para ahli diatas maka penulis fokus pada layanan jasa publik yaitu
layanan yang memberikan atau menyediakan berbagai bentuk jasa yang dibutuhkan oleh
publik yakni dalam hubungan dengan pemeliharaan kesehatan.
Dibidang kesehatan pemerintah mempunyai tanggung jawab untuk menjamin
5
kebutuhan. Sebagai suatu kebutuhan dasar, setiap individu bertanggung jawab untuk
memenuhi kebutuhan hidup dirinya dan orang-orang yang menjadi tanggung jawabnya,
sehingga pada dasarnya pemenuhan kebutuhan masyarakat terhadap kesehatan adalah
tanggungjawab setiap warga negara. Meskipun upaya untuk memenuhi kebutuhan
bidang kesehatan melekat pada setiap warga negara, namun mengingat karakteristik
barang/jasa kesehatan tidak dapat diusahakan/diproduksi sendiri secara langsung oleh
masing-masing warga negara, melainkan harus ada pihak lain yang secara khusus
memproduksi dan menyediakannya, maka penyediaan barang/jasa bidang kesehatan
mutlak memerlukan keterlibatanpemerintah.
Melalui pusat kesehatan masyarakat (Puskesmas) yang merupakan unit organisasi
fungsional dinas kesehatan Kab/Kota diberi tanggungjawab sebagai pengelola kesehatan
bagi masyarakat tiap wilayah kecamatan untuk memenuhi kebutuhan dan tuntutan
tersebut dengan melakukan pelayanan kesehatan yang sebaik-baiknya kepada
masyarakat sebagai penerima layanan.
Program kerja dibidang kesehatan mendorong pemerintah daerah untuk
memperbaiki dan meningkatkan pelayanan terhadapa masyarakat sebagai kebutuhan
dasar masyarakat. Hal ini seperti tercantum dalam Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang
Kesehatan (pasal1), bahwa Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan (SPM),
merupakan acuan bagi Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dalam penyediaan
pelayanan kesehatan yang berhak diperoleh setiap warga secara minimal. Selanjutnya
diuraikan beberapa jenis layanan Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan antara
lain : 1) Pelayanan kesehatan ibu hamil; 2) Pelayanan kesehatan ibu bersalin; 3)
Pelayanan kesehatan bayi baru lahir; 4) Pelayanan kesehatan balita; 5) Pelayanan
kesehatan pada usia pendidikan dasar; 6) Pelayanan kesehatan pada usia produktif; 7)
Pelayanan kesehatan pada usia lanjut; 8) Pelayanan kesehatan penderita hipertensi; 9)
6 dengan gangguan jiwa berat; 11) Pelayanan kesehatan orang dengan TB; 12) Pelayanan
kesehatan orang dengan risiko terinfeksi HIV.
Beberapa jenis layanan Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan dimaksud
maka peneliti lebih fokus pada point satu, dua dan tiga yakni : 1) Pelayanan kesehatan
ibu hamil; 2) Pelayanan kesehatan ibu bersalin; 3) Pelayanan kesehatan bayi baru lahir.
Alasan fokus pada 3 (tiga) point tersebut karena banyaknya kematian ibu yang
disebabkan karena kehamilan/persalinan, alasan lainnya adalah peningkatan kualitas
usia pertumbuhan anak untuk menjadi kader bangsa dan negara.
Selain itu unsur-unsur standar Pelayanan Minimal (SPM) yang menjaadi fokus
adalah ketentuan mengenai jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan
pemerintahan wajib dan berhak diperoleh setiap warga negara secara minimal. Unsur-
unsur standar pelayanan minimal meliputi : (1) prosedur pelayanan, (2) waktu
penyelesaian pelayanan, (3) biaya pelayanan, (4) produk pelayanan, (5) sarana prasarana
pelayanan, dan (6) kompetensi petugas pemberi pelayanan.
Uraian latar belakang diatas, penulis merasa tertarik dengan hal tersebut untuk
memberikan masukan kepada pihak terkait dalam mewujudkan good governance
terutama dalam pelayanan publik bidang kesehatan.
Berdasarkan data dilapangan untuk mewujudkan pelayanan yang maksimal
terutama pelayanan kesehatan masyarakat, maka Kota Gorontalo telah memiliki 10
(sepuluh) pusat kesehatan masyarakat (Puskesmas), yang tersebar di 9 (Sembilan)
7
Tabel 1. Daftar Pusat Kesehan Masyarakat di Wilayah Kota Gorontalo
No. Kecamatan Kode Alamat Jenis
Puskesmas
1. Pilolodaa P7571010201 Jl. Usman Isa No. 668 Kel. Pilolodaa, Kec. Kota Barat
Non Perawatan
2. Kota Barat P7571010202 Jl. Rambutan, Kel. Buladu, Kec. Kota Barat
Non Perawatan
3. Dungingi P7571011201 Jl. Palma Kel. Huango Botu, Kec. Dungingi
Non Perawatan
4. Kota timur P7571021201 Jl. Sultan Botutihe Kel.
Tamalate, Kec. Kota Timur Non Perawatan
5. Hulontalangi P7571022201 Jl. Sasuit Tubun Kel. Tenda
Kec. Hulonthalangi Non Perawatan
6. Dumbo raya P7571023201 Jl. Mayor Dullah Kelurahan
Talumolo Kec. Dumbo Raya Non Perawatan
7. Kota Utara P7571030201 Jl.Yusul Dali Kel.Wonggaditi Barat Kec.Kota Utara.
Non Perawatan
8. Kota Tengah P7571031201 Jl.Sulawesi Kel Dulalowo Kec Kota Tengah
Non Perawatan
9. Sipatana P7571032201 Jl. Tondano Kel Bulotadaa
Barat Kec Sipatana. Non Perawatan
10. Kota Selatan P7571020101 Jl. Mohamad Yamin Kel
Limba B Kota Selatan. Perawatan
Kesepuluh Puskesmas yang ada dapat diklasifikasi menjadi 1 (satu) puskesmas
yang melayani Perawatan Inap yakni Puskesmas Kota Selatan dan 9 (sembilan) lainnya
adalah puskesmas non perawatan atau biasa disebut rawat jalan. Secara keseluruhan
kesepuluh puskesmas tersebut melakukan pelayanan terhadap pelayanan kesehatan ibu
hamil; pelayanan kesehatan ibu bersalin; dan pelayanan kesehatan bayi baru lahir.
Hal ini yang menarik bagi penulis untuk melaksanakan penelitian yang fokus pada
Mewujudkan Good Governance Melalui Standar Pelayanan Minimal (SPM) Dinas
Kesehatan Kota Gorontalo.
B. Fokus Penelitian.
Fokus masalah adalah wujud good governance melalui standar pelayanan minimal
(SPM) Dinas kesehatan kota Gorontalo, dengan melihat aspek-aspek standar pelayanan
yakni:1). Prosedur pelayanan, 2). Waktu penyelesaian pelayanan, (3) Biaya pelayanan,
(4) Produk pelayanan, (5) Sarana prasarana pelayanan, dan (6) Kompetensi petugas
pemberi pelayanan.
C.Tujuan Penelitian
a) Mengidentifikasi standar pelayanan minimal (SPM) yang digunakan dalam
melayani kesehatan ibu dan bayi;
b) Memberi input/masukan tentang standar pelayanan yang ideal dalam
mewujudkan good governance.
D. Kebaruan dan Luaran Hasil Penelitian
Berdasarkan pengamatan dan studi pendahuluan bahwa penelitian tentang
mewujudkan good governance melalui standar pelayanan minimal dinas kesehatan kota
Gorontalo belum pernah dilaksanakan olehnya perlu kajian secara mendalam tentang hal ini.
Conference yang dilaksanakan pada tanggal 8-9 September 2017 di Universitas Airlangga
BAB II KAJIAN TEORI
2.1 Konsep Good Governance.
Good Governance (tata pemerintahan yang baik) sudah lama menjadi harapan
masyarakat Indonesia karena dengan good governance pelayanan publik menjadi semakin
baik, dan berkualitas. Hal ini seperti dikemukakan oleh Dwiyanto bahwa pembaharuan
penyelenggaraan layanan publik dapat digunakan sebagai titik masuk (entry point)
sekaligus penggerak utama (primer mover) dalam mendorong perubahan praktik good
governance di Indonesia. Pelayanan public dipilih sebagai penggerak utama karena upaya
mewujudkan nilai-nilai yang mencirikan good governance dalam pelayanan publik dapat
dilakukan lebih nyata dan mudah .Nilai-nilai yang dimaksud seperti efisiensi, transparansi,
akuntabilitas dan partisipasi (2014:3).
Lebih lanjut dikemukakan bahwa untuk mewujudkan praktik good governance
tentunya banyak hal dan cara yang perlu dilakukan. Praktek good governance memerlukan
perubahan yang menyeluruh pada semua unsur kelembagaan yang terlibat dalam praktik
good governance meliputi pemerintah sebagai representasi Negara, pelakupasar dan dunia
usaha, serta masyarakat sipil. Ketiganya perlu diberdayakan sehingga kesemuanya dapat
berperan secara optimal dan saling melengkapi dalam mewujudkan kesejahteraan
masyarakat (2012:36).
Laing (2003) (dalam Dwiyanto:2014:179) mengemukakan bahwa good governance
melalui pelayanan publik, ada beberapa karekteristik yang dapat dipakai untuk mendefiniskan
pelayanan publik yakni a) dalam kegiatan penyediaan barang dan jasa yang dibutuhkan oleh
masyarakat, pelayanan publik dicirikan oleh adanya pertimbangan untuk mencapai tujuan politik
yang lebih besar dibanding dengan upaya untuk mewujudkan tujuan ekonomis. Jika pelayanan yang
layanan publik oleh pemerintah didasarkan pada mewujudkan keadilan social (social justice) bagi
masyarakat; b) pelayanan publik yang dicirikan oleh adanya asumsi bahwa pengguna layanan lebih
dilihat posisinya sebagai warga negara daripada hanya dilihat sebagai pengguna layanan (customer)
semata; c) pelayanan publik juga dicirikan oleh karakter pengguna layanan (costumer) yang kompleks
dan multi dimensional. Multidimensionalitas tersebut tercermin dari level pemanfaat layanan yang
bersifat individu, keluarga maupun komunitas.
Lebih lanjut dikemukakan Dwiyanto bahwa ada tiga alasan yang melatarbelakangi
bahwa pembaharuan pelayanan publik dapat mendorong pengembangan praktik good
governance di Indonesia. Pertama perbaikan kinerja pelayanan publik dinilai penting oleh
semua stakeholders, yaitu pemerintah, warga pengguna, dan para pelaku pasar. Pemerintah
berkepentingan dengan upaya perbaikan pelayanan publik karena jika berhasil memperbaiki
pelayanan publik mereka akan memperbaiki legitimasi; Kedua pelayanan publik adalah
ranah dari ketiga unsur governance melakukan interkasi yang sangat intensif. Melalui
penyelenggaraan layanan publik, pemerintah, warga sipil, dan para pelaku pasar berinteraksi
secara intensif sehingga apabila pemerintah memperbaiki kualitas pelayanan publik, maka
manfaatnya dapat dirasakan secara langsung oleh masyarakat dan para pelaku pasar; Ketiga
nilai-nilai yang selama ini mencirikan praktik good governance dapat diterjemahkan secara
relatif lebih mudah dan nyata melalui pelayanan publik. Nilai seperti efisiensi, keadilan,
transparansi, partisipasi dan akuntabilitas dapat diukur secara mudah dalam praktek
penyelenggaraan layanan publik (2014:4).
Keberhasilan mengimplementasikan nilai-nilai tersebut dalam ranah pelayanan
publik dapat ditularkan pada ranah yang lain sehingga dengan cara seperti ini good
governance secara bertahap dapat dilembagakan didalam setiap aspek pemerintahan.
2.2. Paradigma Pelayanan Publik.
dan tugas pokok pemerintah baik pusat maupun daerah. Jika layanan yang diberikan
berkualitas dan memuskan public maka citra pemerintah akan positif dimata public,
sebaliknya jika pemerintah tidak memberikan layanan publik yang berkaualitas dan
memuaskan akan menimbulkan negative public feelings atau sikap sinisme (Kathi dan
Cooper dalam Silalahi: 2015:14).
Pelayanan publik merupakan tuntutan masyarakat agar kebutuhan mereka baik
secara individu maupun sebagai kelompok terpenuhi. Karena itu dituntut dari pemerintah
untuk meningkatkan kualitas pelayanan bagi masyarakat. Goetsch dan Davis (Tjiptono
(2001) mendefinisikan “Kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan
dengan produk jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi
harapan.” Sedang kualitas pelayanan adalah suatu kemampuan untuk menyesuaikan antara
keinginan atau tuntutan penerima (masyarakat) pelayanan dengan pelayanan yang
diberikan oleh penyelenggara pelayanan sesuai dengan syarat yang telah ditentukan.
Perspektif kualitas pelayanan Garvin (Tjiptono dkk dalam Mulyadi:2016)
mengklasifikasi lima pendekatan yaitu : 1) transcedental approach; yaitu kualitas
dipandang sebagai innate excellence yaitu sesuatu yang bisa dirasakan namun sukar untuk
didefinisikan/dirumuskan; b) product-based approach yaitu kualitas merupakan
karakteristik atau atribut yang dapat diukur; c) user-based approach yaitu kualitas
didasarkan pada bagaimana pengguna menilai sehingga produk/jasa yang paling
memuaskan preferensi seseorang merupakan produk yang paling tinggi; d).
manufacturing-based approach yaitu menetapkan kualitas pada standar-standar yang ditetapkan oleh suatu
organisasi bukan oleh pengguna; e) value-based approach, kualitas dalam perspektif ini
bersifat relatif, yang memiliki kualitas tertinggi belum tentu yang paling bernilai, namun
yang paling bernilai adalah yang paling tepat dibeli (best-buy).
komponen-komponen pelayanan yang meliputi : a) prosedur pelayanan: prosedur pelayanan
yang dibakukan bagi pemberi dan penerima pelayanan termasuk pengaduan; b). waktu
penyelesaian: ditetapkan sejak saat pengajuan permohonan sampai dengan penyelesaian
pelayanan termasuk pengaduan; c) biaya pelayanan dalam hal ini biaya/tarif pelayanan
termasuk rinciannya yang ditetapkan dalam proses pemberian layanan; d) produk pelayanan,
hasil pelayanan yang akan diterima sesuai dengan ketentuan yang yang telah ditetapkan; e)
saran dan prasarana harus disediakan secara memadai oleh penyelenggara pelayanan
public; f) kompetensi petugas pemberi pelayanan harus ditetapkan dengan tepat
berdasarkan pengetahuan, keahlian, ketrampilan, sikap dan perilaku yang dibutuhkan
(Mulyadi, dkk:2016).
Salah satu upaya untuk membangun pelayanan publik yang berorientasi kepada
kepentingan publik, maka dibutuhkan administrasi negara atau birokrasi yang profesional.
Istilah professional berlaku un tuk semua aparat mulai dari tingkat atas sampai dengan
tingkat bawah. Profesionalisme dapat diartikan sebagai suatu kemampuan dan ketrampilan
seseorang dalam melakukan pekerjaan menurut bidang dan tingkatan masing-masing.
Menurut Mertin karakteristik profesionalisme aparatur sesuai dengan tuntutan good
governance diantaranya: pertama, Equality yakni perlakuan yang sama atas pelayanan yang
diberikan. Hal ini didasarkan atas type perilaku birokrasi yang secara konsisten memberikan
pelayanan yang berkualitas kepada semua pihak tanpa memandang afiliasi politik, status
social dan sebaginya. Bagi mereka memberikan perlakuan yang sama identik dengan
perilaku jujur. Kedua, equity yaitu perlakuan yang sama terhadap masyarakat tidak cukup,
selain itu juga diperlukan perlakuan yang adil. Untuk masyarakat yang pluralistic diperlukan
perlakuan yang adil dan perlakuan yang sama. Ketiga, loyality yaitu kesetian yang diberikan
kepada konstitusi, hukum, pimpinan, bawahan dan rekan kerja. Berbagai jenis pekerjaan
suatu jenis kesetian tertentu dengan mengabaikan lainnya. Keempat, accountability, setiap
apparat pemerintah harus siap menerima tanggung jawab atas apapun yang ia kerjakan dan
menghindarkan diri dari syndrome (Kurniawan dkk:2007:56). Dengan demikian upaya
untuk terus menerus meningkatkan kualitas pelayanan publik akan bermanfaat bagi
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
deskriptif dengan pendekatan kualitatif dengan lokus penelitian di Kantor dinas
kesehatan Kota Gorontalo. Penelitian ini diharapkan untuk mengeksplorasi dan
memahami makna sejumlah induvidu atau sekelompok orang yang terlibat dalam
pelayanan publik dan pengguna layanan di dinas kesehatan kota Gorontalo. Teknik
pengumpulan data dilakukan melalui pengamatan peran serta peneliti sebagai key
person dan dibantu oleh tim peneliti lainnya melalui in-depth interview (wawancara
mendalam) dengan menggunakan pedoman wawancara (interview guide), buku
catatan, tape recorder, dokumentasi/camera, diskusi terbatas melalui focus group
discussion (FGD) dan triangulasi. Sample menggunakan purposive sampling
(sample bertujuan) dan snowball, wawancara dilakukan terhadap responden yang
merupakan aktor yang terlibat dalam proses pelayanan serta masyarakat (customer)
sebagai user pengguna layanan di dinas kesehatan kota Gorontalo dalam hal ini
pengumpulan data diambil di 10 (sepuluh) Puskesmas yang tersebar di 9 (Sembilan)
kecamatan yang ada diwilayah Kota Gorontalo, dengan fokus pada : a) prosedur
pelayanan, (2) waktu penyelesaian pelayanan, (3) biaya pelayanan, (4) produk
pelayanan, (5) sarana prasarana pelayanan, dan (6) kompetensi petugas pemberi
pelayanan.
Analisa data dilakukan sejak observasi awal/studi pendahuluan, selama
dilapangan/dilokasi penelitian, dan setelah kembali dari lapangan dengan
menggunakan model interaktif dari Huberman (2014) yang terdiri dari tiga alur
aktivitas yaitu data condensation, data display dan conclusion drawing/verification.
Data condensation merupakan proses seleksi, memfokuskan
penyederhanaan, meringkas atau mentransformasikan data yang muncul dari hasil
selanjutnya adalah mendisplay data atau menampilkan data yang sebelumnya
diorganisasikan dalam bentuk teks yang bersifat naratif. Langkah terakhir adalah
penarikan kesimpulan dan rekomendasi.
BAB IV
HASIL PENELTIAN DAN PEMBAHASAN
4.1Gambaran Umum Lokasi Peneltian
Dinas Kesehatan Kota Gorontao memiliki tugas dan fungsi dalam bidang
kesehatan. Dinas Kesehatan ini beralamat di Jalan Jamaludin Malik No.52, Kota Selatan,
Limba U Dua, Gorontalo, Kota Gorontalo, Gorontalo 96138.
Dilihat dari aspek luas wilaya kota Gorontalo memiliki kecamatan terdiri atas
desa-desa atau kelurahan-kelurahan. Kota Gorontalo berdasarkan data Statistik terdiri
dari Sembilan kecamatan yang terdiri dari:
1. Kecamatan Kota Timur
2. Kecamatan Kota Selatan
3. Kecamatan Kota Utara
5. Kecamatan Kota Barat
Dilihat dari jumlah penduduk Kota Gorontalo dalam setiap kecamatan masih
didominasi oleh kecamatan Kota Timur, sedangkan dilihat dari segi perbadingan rasio
masih terdapat perbedaan masing-masing kecamatan seperti terlihat pada table 4.1 berikut
ini:
Tabel 4.1 Jumlah Penduduk dan Rasio Jenis Kelamin Menurut Kecamatan di Kota Gorontalo, 2016
Kecamatan
Gorontalo Municipality 97354 98114 195468 99
Sumber : BPS Kota Gorontalo 2016
Berdasarkan wilayah kecamatan inilah maka dinas kesehatan memiliki Puskesmas
sebagai bagian yang dapat melakukan pelayanan kesehan dasar kepada masyarakat pada
umumnya. Dilihat dari luas wilayah inilah maka tersebar 10 (sepuluh) Puskesmas, seperti
terlihat pada tabel 4.1 beriktut :
Tabel 4.2 Jumlah Puskesmas di Kota Gorontalo
No. Kecamatan Kode Alamat Jenis
1. Pilolodaa P7571010201 l. Usman Isa No. 668 Kel. Pilolodaa, Kec. Kota Barat
Non Perawatan
2. Kota Barat P7571010202 Jl. Rambutan, Kel. Buladu, Kec. Kota Barat
Non Perawatan
3. Dungingi P7571011201 Jl. Palma Kel. Huango Botu, Kec. Dungingi Non Perawatan
4. Kota timur P7571021201 Jl. Sultan Botutihe Kel. Tamalate, Kec. Kota Timur Non Perawatan
5. Hulontalangi P7571022201 Jl. Sasuit Tubun Kel. Tenda Kec. Hulonthalangi Non Perawatan
6. Dumbo raya P7571023201 Jl. Mayor Dullah Kelurahan Talumolo Kec. Dumbo Raya Non Perawatan
7. Kota Utara P7571030201 Jl.Yusul Dali Kel.Wonggaditi Barat Kec.Kota Utara. Non Perawatan
8. Kota Tengah P7571031201 Jl.Sulawesi Kel Dulalowo Kec Kota Tengah Non Perawatan
9. Sipatana P7571032201 Jl. Tondano Kel Bulotadaa Barat Kec Sipatana. Non Perawatan
10. Kota Selatan P7571020101 Jl. Mohamad Yamin Kel Limba B Kota Selatan. Perawatan
Sumber : Statistik Kota Gorontalo, 2017
Karena puskesmas lebih dekat dalam memberikan pelayanan kesehatan dasar
kepada masyarakat, maka 10 (sepuluh) puskesmas yang ada dapat diklasifikasi menjadi 1
(satu) puskesmas yang melayani perawatan inap yakni puskesmas Kota Selatan dan 9
(sembilan) lainnya adalah puskesmas non perawatan atau biasa disebut rawat jalan.
Secara keseluruhan kesepuluh puskesmas tersebut melakukan pelayanan terhadap
pelayanan kesehatan ibu hamil; pelayanan kesehatan ibu bersalin; dan pelayanan
kesehatan bayi baru lahir.
4.2 Deskripsi Hasil Penelitian
Dinas Kesehatan sebagaimana dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75
Tahun 2014 merupakan satuan kerja pemerintah Kabupaten/Kota yang bertanggung
jawab menyelengarakan urusan pemerintahan dalam bidang kesehatan di
Kabupaten/Kota. Berdasarkan kebijakan ini maka Dinas Kesehatan memiliki tugas
melaksanakan urusan pemerintahan daerah berdasarkan asas otonomi dan tugas
pembantuan dibidang kesehatan serta tugas lainnya yang diberikan oleh Bupati/Walikota.
Sebagaimana program pemerintah Kota Gorontalo yakni Delapan Program
yaitu Gratis biaya persalinan atau kelahiran dan Gratis biaya kesehatan di puskesmas dan
rumah sakit (berlaku secara nasional). Dengan demikian pelayanan dibidang kesehatan
adalah urusan yang dilakukan oleh dinas kesehatan yang didasarkan pada prinsip-prinsip
pelayanan public yang baik.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 43 Tahun
2016 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan (pasal 1), bahwa Standar
Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan (SPM), merupakan acuan bagi Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota dalam penyediaan pelayanan kesehatan yang berhak diperoleh setiap
warga secara minimal.
Beberapa jenis layanan Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan dimaksud
maka peneliti lebih fokus pada point satu, dua dan tiga yakni : 1) Pelayanan kesehatan
ibu hamil; 2) Pelayanan kesehatan ibu bersalin; 3) Pelayanan kesehatan bayi baru lahir.
Alasan fokus pada 3 (tiga) point tersebut karena banyaknya kematian ibu yang
disebabkan karena kehamilan/persalinan, alasan lainnya adalah peningkatan kualitas
usia pertumbuhan anak untuk menjadi kader bangsa dan negara.
Selain itu unsur-unsur standar Pelayanan Minimal (SPM) yang menjaadi focus
dalam penelitian ini adalah ketentuan mengenai jenis dan mutu pelayanan dasar yang
merupakan urusan pemerintahan wajib dan berhak diperoleh setiap warga negara secara
minimal. Unsur- unsur standar pelayanan minimal meliputi : (1) prosedur pelayanan, (2)
waktu penyelesaian pelayanan, (3) biaya pelayanan, (4) produk pelayanan, (5) sarana
prasarana pelayanan, dan (6) kompetensi petugas pemberi pelayanan.
4.2.1 Prosedur Pelayanan
1. Pelayanan Kesehatan Ibu Hamil
Prosedur pelayanan merupakan rangkaian kegiatan dalam bidang pelayanan
diberikan oleh petugas kesehatan kepada pasien yang melakukan pengobatan atas
penyakit yang dideritanya. Dalam pelayanan kepada pasien khususnya ibu hamil harus
berdasarkan pada standar yang menjadi rujukan utama dalam pelayanan dasar pasien.
sebelum dia melahirkan dimulai dari usia kehamilan 0 bulan sampai usia kandungan 9
(sembilan) bulan. Dilihat dari prosedur pelayanan setiap pasien ibu hamil yang datang di
Puskesmas dilakukan pemeriksaan berdasarkan standar pelayanan ibu hamil, seperti
diungkapkan oleh Kepala Puskesmas Kota Tengah :
Setiap pasien ibu hamil yang datang di Puskesmas Kota Tengah dilakukan pemeriksaan mulai dari ditimbang berat dan di ukur tinggi badan, juga tekanan darah, lingkar lengan, tinggi fundus uteri dan setelah di periksa raba oleh bidan bahwa presentasi letak janin yaitu kepala di bawah, dan denyut jantung janin terdengar setelah diperiksa menggunakan alat bantu periksa DJJ. Saat kunjungan pertama kali ke Puskesmas Kota Tengah pasien diberikan imunisasi tetanus toksoid (TT), dan kemudian di suntik kembali 3 bulan berikutnya. (Wawancara, 18 Juli yaitu 55 kg dan 167 cm. kemudian di ukur tekanan darah yaitu 130/80 mmHg. Saat di periksa lingkar lengan atas dengan hasil 25 cm. diperiksa juga golongan darah dan pemeriksaan hemoglobin (HB) serta dianjurkan untuk makan-makanan yang berprotein. kemudian di periksa raba dan di ukur tinggi puncak rahim, kemudian diletakkan presentasi janin dengan letak kepala di bawah dan di periksa bunyi DJJ bayi dengan alat bantu pemeriksaan. (Wawancara, 18 Juli 2017)
Hasil wawancara diatas antara Kepala Puskesmas dan pasien dapat disimpulkan
bahwa prosedur pelayanan kepada ibu hamil di Puskesmas telah dilaksanakan sesuai
standar pelayanan kesehatan. Pelayanan ibu hamil dilakukan dengan timbang berat
badan, di ukur tinggi badan, kemudian di ukur tekanan darah sampai pada pemeriksaan
lingkar lengan atas dengan dan juga golongan darah serta pemeriksaan hemoglobin (HB).
Urutan-urutan pemerikasaan terhadap ibu hamil ini dapat dilakukan oleh setiap bidan
maupun petugas kesehatan di puskesmas agar terdapat rekam tingkat kesehatan pasien.
Hasil wawancara dengan pihak puskesmas di Kota Gorontalo bahwa pelayanan
kesehatan bagi ibu hamil dilakukan berdasarkan Standar Pelayanan Antenatal yang
mencakup sebagai berikut :
1. Timbang berat badan dan ukur tinggi badan
2. Ukur tekanan darah
3. Nilai status gizi (ukur lingkar lengan atas/LILA)
5. Tentukan presentasi janin dan denyut jantung janin (DJJ)
6. Skrining status imunisasi tetanus dan berikan imunisasi tetanus toksoid (TT) bila
diperlukan
7. Pemberian tablet tambah darah minimal 90 tablet selama kehamilan
8. Tes laboratorium: tes kehamilan, pemeriksaan hemoglobin darah (Hb), pemeriksaan
golongan darah, pemeriksaan protein urin (bila ada indikasi); yang pemberian
pelayanannya disesuaikan dengan trimester kehamilan.
Sedangkan Standar Pelayanan Minimal dalam Peratuan Meneteri Kesehatan RI
Nomor 43 Tahun 2016, tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan kususnya
kepada Ibu hamil harus memenuhi 10 T, namun 2 (dua) diantaranya belum dilakukan
yaitu : tata laksana/penanganan kasus sesuai kewenangan dan temu wicara (konseling).
Delapan cakupan pelayanan ibu hamil ini telah dilakukan oleh setiap petugas
kesehatan di puskesmas Kota Gorontalo dalam melayani pasien. Setiap pasien ibu hamil
yang berobat di puskesmas harus membawa buku kontrol kartu ibu dan anak (KIA). Buku
ini memuat setiap hasil pemeriksaan dokter maupun pemerikasaan yang dilakukan bidan.
Hal ini untuk memudahkan kontrol dan untuk menghindari risiko komplikasi pada
kehamilan dan persalinan, anjurkan setiap ibu hamil untuk melakukan kunjungan antenatal
komprehensif yang berkualitas minimal 4(empat) kali termasuk minimal 1 (satu) kali
kunjungan diantar suami/pasangan atau anggota keluarga, sebagai berikut :
Tabel 4.3Kunjungan pemeriksaan antenatal Bagi Ibu Hamil
Trimester Jumlah kunjungan
Sumber : Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu Di fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan, 2013
Tabel 4.3 diatas memberikan gambaran bahwa setiap ibu hamil harus melakukan
kunjungan pemerikasaan selama tiga kali hal ini untuk mempermudah proses persalinan
ibu hamil yang berobat atau kunjungan pada puskesmas diberikan tambahan seperti zat
besi untuk suplemen penambah vitamin dalam kandungan (bayi).
Selain itu ibu hamil pada saat pemriksaan kehamilan pertama kali datang ke
puskesmas dilakukan suntikan tetanus, hal ini dimaksudkan untuk pemberian imun
terhadap kekebaan tubuh.
Seperti pernyataan diungkapkan pasien ibu hamil Ny. END umur 26 tahun,
menyatakan bahwa:
Pada saat kunjungan awal sudah diberikan suntikan TT dan kemudian diberikan juga yang kedua kalinya. Setiap pemeriksaan di Puskesmas selalu diberikan obat tablet tambah darah selama kehamilan yang dianjurkan diminum setelah makan malam sebelum tidur agar tidak merasakan mual. (Wawancara, 18 Juli 2017)
Hal senada diungkakan oleh kepala Seksi Surveilans dan Imunisasi, Bidang P2PL
Dinas Kesehatan Kota Gorontalo,berikut:
Bahwa pasien yang telah mendapatan suntikan TT akan lebih baik terhadap sistim kekebalan tubuh terutama janin/jabang bayi yang ada dalam kandungan ibu. Bila ibu sering berkonsulasi secara rutin ke Posyandu, maka secara berkala pemberian vaksin TT dapat dilakukan. (Wawancara, 19 Juli 2017)
Penyakit tetanus adalah toksin yang berasal dari bakteri yang disebut clostridium
tetani. Penyakit dapat pula terjangkit kepada bayi baru lahir saat persalinan maupun saat
perawatan tali pusat.
Cakupan imunisasi TT2 + pada ibu hamil di Kota Gorontalo tahun 2016 secara
umum sebesar 94,8 %. Puskesmas dengan cakupan TT2 + tertinggi dicapai oleh Kota
Tengah (145,7 %) dan cakupan terendah dicapai oleh Dumbo Raya (44,2 %). Seperti
terlihat pada grafik 4.1 berikut :
40
Sumber : Seksi Surveilans dan Imunisasi, Bidang P2PL, Dinkes Kota Gorontalo, 2017
Bila dicermati Tabel 4.4 bahwa pemberian imunisasi Tetanus Teksoid (TT) kepada
ibu hamil meningkat pada TT-2+ sebanyak 4.140 orang dibandingkan pada TT-1
sebanyak 3.125 orang, pada TT-2 sebanyak 2,791, TT-3 sebanyak 398 orang, sedangkan
TT-5 sebanyak 714 orang, dan terendah pada TT-4 sebanyak 237 orang.
Setiap ibu hamil dianjurkan untuk melakukan tes kesehatannya secara rutin paling
tidak memiliki cakupan standar pelayanan kesehatan dasar minimal. Pelayanan antenatal
merupakan pelayanan kesehatan oleh tenaga kesehatan profesional (dokter spesialis
kebidanan dan kandungan, dokter umum, bidan dan perawat yang memiliki kompetensi)
kepada ibu hamil selama masa kehamilannya.
Menurut tenaga bidan PT yang bertugas pada salah satu puskesmas Buladu
menyatakan bahwa:
Kami melakuka pelayanan kesehatan bagi ibu hamil berdasarkan pada kunjungan yang diharuskan seperti pada K1 sampai K4. Pelayanan antenatal sesuai standar atau paling sedikit empat kali, dengan distribusi pemberian pelayanan yang dianjurkan adalah minimal satu kali pada trimester pertama, satu kali pada trimester kedua dan dua kali pada trimester ketiga umur kehamilan. (Wawancara, 18 Juli 2017)
Salah seorang dokter di Puskesmas Buladu menyatakan bahwa :
Kami selalu menganjurkan kepada ibu-ibu hamil agar datang ke puskesmas atau pos pelayanan terpadu (Posyandu) dimana dilaksanakan agar perkembangan bayi dapat diketahui dan apabila dari hasil pemeriksaan terjadi hal-hal yang menyebabkan si ibu hamil tersebut kekurangan kalsium atau vitamin, maka kami dapat memberikan obat agar ibu dan bayinya tetap sehat. (Wawancara, 18 Juli 2017)
Berdasarkan uraia wawacara diatas dapat disimpulkan pelayanan kesehatan dapat
dilakukan dengan dua cara yakni ibu hamil datang langsung ke puskesmas atau dimana
posyandu itu dilaksanakan. Hal ini dimaksudkan agar seiap perkembangan ibu hamil
dapat dikontrol dengan baik. Setiap pasien ibu hamil bahwa dianjurkan oleh bidan untuk
menyampaikan keluhan mengenai kehamilan untuk segera menghubungi bidan atau
puskesmas terdekat agar keluhan bisa ditangani. Berikut jumlah ibu hamil di Kota
Sumber : Puskesmas Buladu, 2017
Grafik 4.2 menggambarkan bahwa jumlah ibu hamil ditahun 2014 lebih tinggi
sebanyak (272) dan terendah ditahun 2015 sebanyak 236 orang yang tersebar di 10
Puskesmas di Kota Gorontalo.
Berdasarkan hasil penelitan terlihat bahwa cakupan K1 atau juga disebut akses
pelayanan ibu hamil merupakan gambaran besaran ibu hamil yang telah melakukan
kunjungan pertama ke fasilitas pelayanan kesehatan untuk mendapatkan pelayanan
antenatal seperti terihat pada grafik berikut:
Sumber : Seksi Surveilans dan Imunisasi, Bidang P2PL, Dinkes Kota Gorontalo, 2017
Grafik 4.3 menunjukkan bahwa cakupan kunjungan pertama (K1) ibu hamil
selama 5 tahun terakhir cenderung tetap, dimana cakupan tahun 2012 sebesar 101,4
dan naik 0,2 % pada tahun 2016 menjadi 101,6 %.
Jika dilihat dari Puskesmas dengan cakupan tertinggi dicapai oleh
Hulonthalangi (111,6 %) dan cakupan terendah dicapai oleh Puskesmas Pilolodaa
(95,3 %) seperti terihat pada grafik 4.4 berikut:
0%
Grafik. 4.2 Jumlah Ibu Hamil Puskesmas Buladu Kota Gorontalo
Sumber : Seksi Surveilans dan Imunisasi, Bidang P2PL, Dinkes Kota Gorontalo, 2017
Grafik 4.4 ini menggambarkan bahwa tingginya cakupan K1 disebabkan oleh
rendahnya jumlah ibu hamil dibanding dengan jumlah ibu hamil yang melakukan
kunjungan pertama pelayanan antenatal. Selain cakupan K1, ibu hamil
membutuhkan kepastian dan kondisi akhir bayi dalam kandungan dan hal tersebut
dapat dilakukan pada K4.
Puskesmas dengan cakupan kunjungan ibu hamil K4 tertinggi di Kota
Gorontalo tahun 2016 dicapai oleh puskesmas Hulonthalangi (111,0 %) dan
cakupan terendah dicapai oleh puskesmas Kota Selatan (91,1 %) sepert terlihat
pada grafik 4.5 berikut:
Sumber : Seksi Surveilans dan Imunisasi, Bidang P2PL, Dinkes Kota Gorontalo, 2017
Upaya meningkatkan cakupan K4 juga makin diperkuat dengan
dikembangkannya Kelas Ibu Hamil. Sampai saat ini seluruh puskesmas yang ada
telah melaksanakan dan mengembangkan Kelas Ibu Hamil di wilayah kerjanya.
Kelas Ibu Hamil akan meningkatkan Demand Creation di kalangan ibu hamil dan 80 Grafik 4.4 Cakupan Kunjungan Ibu Hamil K1 menurut Puskesmas
Kota Gorontalo Tahun 2016 Grafik 4.5 Cakupan Kunjungan Ibu Hamil K4 menurut Puskesmas
keluarganya, dengan meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku ibu hamil dan
keluarganya dalam memperoleh pelayanan kesehatan ibu secara paripurna.
2. Pelayanan Kesehatan Ibu Bersalin
Pelayanan kesehatan kepada warga masyarakat merupakan bentuk pelayanan
kepada publik. Pada proses pelayanan ini lebih pada pelayanan kepada ibu-ibu
hamil dalam persalinan. Periode persalinan merupakan salah satu periode yang
berkontribusi besar terhadap angka kematian ibu. Kematian saat bersalin dan 1
minggu pertama diperkirakan 60 % dari seluruh kematian ibu. Pertolongan
persalinan oleh tenaga kesehatan adalah pelayanan persalinan yang aman yang
dilakukan oleh tenaga kesehatan dengan kompetensi kebidanan. Pelayanan ini
sangat membutuhkan keterampilan tenaga kesehatan yakni bidang yang sesuai
dengan prosedur pelayanan yang disyaratkan. Tindakan salah akan berakibat pada
kondisi ibu hamil atau resiko yang fatal dan mengakibatkan ibu hamil tidak dapat
tertolong atau dapat meninggal dunia dalam proses persalinan.
Komplikasi dan kematian ibu maternal serta bayi baru lahir sebagian besar
terjadi pada masa persalinan. Salah satu penyebabnya adalah pertolongan
persalinan tidak dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai kompetensi
kebidanan. Hal ini dapat ditunjukkan pada grafik berikut:
Sumber : Seksi Surveilans dan Imunisasi, Bidang P2PL, Dinkes Kota Gorontalo, 2017
Grafik 4.6 menunjukkan cakupan persalinan yang ditolong oleh tenaga
kesehatan sejak tahun 2012 sampai tahun 2016 terjadi fluktuasi dengan cakupan
tertinggi dicapai pada tahun 2013 (99,6) dan cakupan terendah dicapai pada tahun 96.7
2015 (95,8). Hasil ini menujukkan bahwa cakupan pertolongan tenaga medis atau
bidan dapat mendukung program pelayanan kepada ibu hamil maupun bayi yang
dilahirkan. Gambaran ini dapat memberikan informasi penting bagi semua
stakekholder terutama pemerintah kota Gorontalo khususnya Dinas Kesehatan
Kota Gorontalo dalam mengambil kebijakan penting dalam pemberian pelayanan
persalinan.
Proses persalinan Puskesmas dapat terlihat pada grafik 4.7 yang tersebar di
seluruh puskesmas di kota Gorontalo dengan cakupan tertinggi tahun 2016 dicapai
oleh Kota Tengah (103,2 %), sedangkan cakupan terendah dicapai oleh Kota Barat
(87,8 %).
Sumber : Seksi Surveilans dan Imunisasi, Bidang P2PL, Dinkes Kota Gorontalo, 2017
Upaya peningkatan cakupan persalinan dapat dilakukan melalui pelaksanaan
program unggulan kesehatan ibu yakni kemitraan bidan dan dukun, dan
peningkatan persalinan di fasilitas pelayanan kesehatan melalui Jaminan Persalinan
(JAMPERSAL). Namun kondisi ini harus diketahu oleh pihak Dinas Kesehatan
Kota Gorontalo.
Menurut Kadis Dikes Kota Gorontalo menyatakan bahwa:
Ada beberapa faktor yang menyebabkan naiknya angka kematian ibu dan anak di Kota Gorontalo. Selain karena nikah dini, termasuk pula pasangan calon pengantin yang mengidap penyakit serius, dapat membahayakan kelahiran. Nah, terhadap penerapan program Nikah Sehat ini, pihakanya akan berlakukan pada semua calon pengantin. Baik itu dari agama Islam, Hindu, Kristen, Katolik dan Buda, dengan menggandeng unsur terkait. (Wawancara, 19 Juli 2017)
Angka Kematian Ibu (AKI) atau Maternal Mortality Rate (MMR) menjadi
salah satu indikator penting dalam menentukan derajat kesehatan di Indonesia.
AKI menggambarkan jumlah wanita yang meninggal dari suatu penyebab
kematian terkait dengan gangguan kehamilan atau penanganannya, tidak termasuk
penyebab karena kecelakaan atau insidentil.
Angka Kematian Ibu di Kota Gorontalo selama tahun 2012-2015 menurun
secara signifikan dari 228,8 per 100.000 KH menjadi 99,8 per 100.000 KH, namun
meningkat lagi menjadi 249,1 per 100.000 KH tahun 2016.
Sumber : Seksi Pengendalian Penyakit, Bidang P2PL
Kematian ibu di Kota Gorontalo tahun 2016 sebanyak 10 kasus kematian dari
4.015 kelahiran hidup dengan distribusi terjadi pada ibu kehamilan sebanyak 3
kasus kematian, ibu bersalin sebanyak 2 kasus kematian dan ibu nifas sebanyak 5
kasus kematian. Menurut kelompok umur, sebagian besar kasus kematian ibu
terjadi pada kelompok umur 20-34 tahun yakni sebanyak 7 kasus dan 3 kasus
lainnya terjadi pada umur lebih dari ≥ 35 tahun. Sebanyak 3 kasus kematian ibu
terjadi di wilayah Puskesmas Hulonthalangi dan 2 kasus di wilayah Puskesmas
Dungingi dan masing-masing 1 kasus terjadi di 5 wilayah puskesmas.
Menurut kepala seksi pengendalian penyakit, bidang P2PL Dikes Kota
Gorontalo menyatakan bahwa:
Kasus kematian ibu bersalin bukan karena lama dilayani namun, pasien terdapat gangguan kesehatan yang dapat membahayakan kehamilan, misalnya terlalu mudah menikah, demam berdarah, malaria, kurang mengkonsumsi obat vitamin penambah energi, dan sebab-sebab lainnya. Kasus ini lebih bannyak menimpa pada kelompok umur 20-34 tahun dan bahkan terjadi pada umur lebih dari ≥ 35 tahun. (Wawancara, 19 Juli
2017)
Kutipan wawancara tersebut menggambarkan bahwa perlunya kewaspadaan
dini terhadap resiko terhadap kahamilan maupun kelahiran. Bayi lahir meninggal
disebabkan oleh faktor-faktor yang berhubungan dengan tingginya kematian bayi
misalnya masalah pelayanan kesehatan ibu dan anak, khususnya pelayanan kesehatan
terpadu pada bayi, keterampilan petugas dalam penanganan kegawatdaruratan dasar
neonatal serta dukungan lintas program dan lintas sektor terkait yang belum optimal
terhadap akselerasi penurunan Angka Kematian Bayi.
Sumber : Seksi Pengendalian Penyakit, Bidang P2PL
Penyebab kematian ibu adalah perdarahan 2 kasus, hipertensi pada kehamilan
1 kasus dan penyebab lain-lain 7 kasus.
Berbagai upaya yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kota Gorontalo untuk
menurunkan angka kematian ibu antara lain melaksanakan perawatan pada ibu
hamil secara terpadu dan berkualitas yang bertujuan untuk mencegah dan
menemukan secara dini komplikasi pada masa kehamilan. Selai itu upaya lainnya
adalah melakukan perjanjian kerja sama (MOU) antara Dinas Kesehatan dengan
Palang Merah Indonesia Cabang Kota Gorontalo dalam bentuk tabungan darah dan
mengajak masyarakat untuk menjadi pendonor darah aktif dalam rangka menjamin
ketersediaan darah di UTD PMI Cabang Kota Gorontalo.
3. Pelayan Kesehatan Bayi Baru Lahir
0.0 1.0 2.0 3.0 4.0
0 0 0
1 1 1 1 1
2 3 Grafik 4.9 Jumlah Kematian Ibu menurut Puskesmas
1. Cakupan Pelayanan Kesehatan Bayi
Pelayanan yang diberikan bukan sebatas pada ibu yang hamil, akan tetapi
juga berlaku pada bayi. Hal ini memberikan layanan kesehatan kepada anak
berumur 29 hari - 11 bulan. Pelayanan kesehatan kepada bayi dilakukan dalam
kunjungan bayi umur 29 hari - 11 bulan di sarana pelayanan kesehatan (polindes,
pustu, puskesmas, rumah bersalin dan rumah sakit) maupun di rumah, posyandu,
tempat penitipan anak, panti asuhan dan sebagainya melalui kunjungan petugas
kesehatan.
Setiap bayi memperoleh pelayanan kesehatan minimal 4 kali yaitu satu kali
pada umur 29 hari-3 bulan, satu kali pada umur 3-6 bulan, satu kali pada umur 6-9
bulan, dan satu kali pada umur 9-11 bulan. Pelayanan kesehatan yang diberikan
meliputi pemberian imunisasi dasar (BCG, DPT/HB 1-3, Polio 1-4, Campak),
Stimulasi Deteksi Intervensi Dini Tumbuh Kembang (SDIDTK) bayi dan
penyuluhan perawatan kesehatan bayi yang meliputi konseling ASI eksklusif,
pemberian makanan pendamping ASI sejak usia 6 bulan, perawatan dan tanda
bahaya bayi sakit (sesuai MTBS), pemantauan pertumbuhan dan pemberian kapsul
vitamin A pada usia 6-11 bulan.
Cakupan pelayanan kesehatan bayi di Kota Gorontalo tahun 2016 secara
umum sebesar 109,8 %. Angka ini naik 11,5 poin dibanding cakupan tahun 2015.
Cakupan pada laki-laki sebesar 112,9 % lebih tinggi dibanding cakupan pada
perempuan sebesar 106,9 %. Cakupan tertinggi dicapai oleh Puskesmas Kota Utara
dan cakupan terendah dicapai oleh Puskesmas Pilolodaa.
Menurut Kepala Seksi KIA/KB, Bidang Bina Kesmas Dinas Kesehatan Kota
Gorontalo, menyatakan bahwa kematian bayi lahir dapat diakibatkan oleh berbagai
faktor yang menjadi penyebab, sebagai berikut:
kematian bayi, kematian balita juga merupakan indikator dalam menggambarkan tingkat kesejahteraan sosial penduduk. (Wawancara, 19 Juli 2017)
Berdasarkan hasil wawancara Kepala Seksi KIA/KB, Bidang Binkesmas
Dinas Kesehatan Kota Gorontalo tersebut secara jelas dapat dilihat pada grafik
4.10 sebagai berikut :
Sumber : Seksi KIA/KB, Bidang Binkesmas
Grafik 4.10 menunjukkan bahwa angka kematian balita selama tahun 2012
sampai dengan 2016 terjadi fluktuasi dengan angka terendah dicapai pada tahun
2012 (7,7 per 1.000 KH) dan angka tertinggi dicapai pada tahun 2014 dan 2015
(14,2 per 1.000 KH). Angka kematian secara rinci dapat dilihat pada
masing-masing puskesmas di Kota Gorontalo berikut:
Sumber : Seksi KIA/KB, Bidang Binkesmas
Puskesmas dengan jumlah kematian balita sedikit tahun 2016 dicapai oleh
Kota Tengah yakni sebanyak 1 kasus kematian dan jumlah kematian balita
terbanyak dicapai oleh Kota Timur sebanyak 10 kasus kematian seperti tampak
pada grafik 4.11.
Penyebab kematian balita di Kota Gorontalo tahun 2016 adalah Asfiksia 22 0
Grafik 4.11 Jumlah Kematian Balita menurut Puskesmas Kota Gorontalo Tahun 2016
kasus (44,0 %), BBLR 8 kasus (16,0 %), masalah laktasi 5 kasus (10,0 %), Diare 2
kasus (4,0 %), pneumonia 1 kasus (2,0 %), dan penyebab lain-lain sebanyak 12
kasus (24,0 %).
Menurut Kepala Seksi KIA/KB, Bidang Binkesmas Dinas Kesehatan Kota
Gorontalo, menyatakan:
Angka kematian balita bisa diminimalisir apabila semua pihak dapat memperhatikan pola hidup yang seimbang, seperti memperhatikan sanitasi, pola asuh anak yang sesuai, asupan gizi bayi terperhatikan leh ibu, dan juga harus secara berkala memeriksakan diri bayi pada posyandu, pustu, dan pelayanan kesehatan lainnya dimana dilaksanakan. Kami berharap semua puskesmas yang menyelenggarakan pelayanan dasar dapat membantu pihak dinas kesehatan dalam melakkan sosialisasikan kepada masyarakat tentang arti pentingnya pola hidup sehat. (wawancara, 19 Juli 2017)
Faktor-faktor yang mempengaruhi kematian balita antara lain adalah
pelayanan kesehatan balita yang belum terpadu serta dukungan lintas program dan
lintas sektor yang belum optimal.
4.2.2 Waktu Penyelesaian Pelayanan
Waktu pelayanan kesehatan untuk ibu hamil dan menyusui merupakan bagian
yang terpenting dari proses awal dia datang sampai selesai dilayani. Ibu hamil
dibutuhkan tempat layanan khusus. Selain berhak mendapatkan layanan kesehatan
khusus untuk ibu hamil dan menyusui, perempuan seharusnya mendapatkan pula
perlakuan khusus dalam pelayanan-pelayanan publik administratif maupun jasa.
Dimensi waktu penyelesaian pelayanan baik dalam pemeriksaan kehamilan
maupun persyaratan lain secara adminisratif berhubungan dengan disiplin baik
petugas kesehatan maupun pasien itu sendiri dalam sebuah pekerjaan.
Kepala seksi pelayanan Posyandu Hulondhalangi, menyatakan bahwa dalam
pelayanan dibutuhkan waktu relatif singkat:
Setiap pelayanan di puskesmas kami membutuhkan waktu relalif singkat rata-rata 10 sd 15 menit selesai dilayani pada aspek registrasi setiap pasien baik itu pemeriksaan berat badan, tinggi badan, dan lain-lain. Setelah itu akan diserahkan ke dokter pemeriksa. (Wawancara, 20 Juli 2017)
Hasil penelitian diungkapkan bahwa puskesmas di kota Gorontalo telah
Permenkes Nomor 43 Tahun 2016 bahwa dalam pelayanan kesehatan bagi ibu hamil
dan persalinan apabila melahirkan di puskesmas maka jenis perawatan rawat inap.
Secara umum dapat dikategorikan dalam : a) pelayanan rawat jalan : dengan jenis
pelayanan jasa berupa pemeriksaan kesehatan, pengobatan, konsultasi kesehatan dapat
dengan dilakukan dimulai dari pendaftaran pasien diloket dengan jadwal mulai hari
Senin sampai dengan Kamis pukul 07.00 -12 Wita. Sedangkan pada hari Jum’at mulai
pukul 07.00 - 10.30 Wita dan hari Sabtu mulai pukul 07.00 sampai dengan 11.30
dengan persyaratan yang harus dipersiapkan antara lain: (1) membawa kartu berobat
terutama nomor daftar pasien untuk mempermudah petugas untuk mencari kartu
rekam medik yang telah ada. (2) pasien membawa kartu Jamkesmas bagi pasien
Jamkesmas; (3) Membawa Kartu Askes untuk Pasien Askes. Bagi pasien Umum akan
dikenakan tarif tersendiri sesuai daftar yang telah ditetapkan.
Meskipun dari waktu yang telah ditetapkan sesuai standar yang diharapkan,
namun masih menuai protes atau keluhan oleh pasien pada umumnya. Dari aspek
waktu yang ditetapkan terkadang belum sesuai dengan kenyataan diterima. Misalnya
loket registrasi terkadang petugas sering terlambat datang. Pada saat loket registrasi
mulai membrikan pelayanan belum diimbangi dengan jumlah pasien yang dilayani
sehingga terjadi antrian panjang dan memakan waktu dari yang distandarkan.
Begipula terjadi pada loket pelayanan di ruang dokter dengan alasan dokter masih
dalam proses kunjung pasien rawat inap atau melakukan pemeriksaan di Rumah Sakit
sehingga mengalami keterlambatan dalam pemerikasaan.
4.2.3 Biaya Pelayanan
Biaya pelayanan adalah biaya yang dikeluarkan leh pasien dan atau biaya yang
dalam satuan nominal yang dirupiahkan. Namun biaya tersebut sudah dijadikan dalam
bentuk iuran wajib yang dikenakan kepada pasien dibayarkan dalam rangkan jaminan
kesehatan.
Setiap pasien yang berobat ke puskesmas yang menggunakan Jaminan Kesehatan
agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam
memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah
membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah yang diselenggarakan oleh
BPJS Kesehatan.
Program pemerintah selama ini untuk biaya kesehatan dilakukan dalam rangka
memberikan layanan melalui bantuan biaya kesehatan yang dianggarkan dalam setiap
tahunnya. Ada beberapa jaminan kesehatan yang diberikan oleh pemerintah kepada
masyarakat antara laian :
a. Penerima Bantuan Iuran (PBI) yang dialokasikan pada APBN adalah peserta JKN
yang dibiayai dari APBN dan pengelolanya oleh BPJS Kesehatan. Sedangkan
Penerima Bantuan Iuran (PBI) APBD adalah program Jaminan Kesehatan yang
iurannya dibayarkan oleh pemerintah dengan maksud membantu masyarakat
miskin yang digunakan berobat ke fasilitas kesehatan pemerintah tanpa dipungut
biaya.
b. Pekerja Penerima Upah (PPU) adalah peserta JKN yang dibiayai oleh pemerintah
pusat dan peserta itu sendiri. PPU terdiri dari PNS, TNI/POLRI, Eks JPK
Jamsostek dan badan usaha baru.
c. Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU)/Mandiri adalah peserta JKN yang
iurannya dibiayai oleh peserta itu sendiri, pesertanya terdiri dari masyarakat yang
mampu membayar.
d. Bukan Pekerja (BP) adalah peserta JKN yang dibiayai oleh pemerintah dan
pemberi kerja, pesertanya terdiri dari penerima pensiun pemerintah, veteran,
penerima pensiun pejabat negara, perintis kemerdekaan, penerima pensiun swasta
dan bukan pekerja lainnya.
e. Jamkesda adalah upaya pembiayaan kesehatan oleh pemerintah daerah yang tidak
terbiayai melalui PBI APBN dan pengelolanya masih dikelola sendiri yang
keanggotaannya secara wajib yang iurannya dibayarkan oleh pemerintah daerah
f. Asuransi Swasta adalah upaya pembiayaan kesehatan yang keanggotaannya
secara sukarela yang iurannya dibayarkan oleh masyarakat itu sendiri.
g. Asuransi Perusahaan adalah upaya pembiayaan kesehatan yang keanggotaannya
secara sukarela dan iurannya dibayarkan oleh masyarakat itu sendiri dan
perusahaan tempat dia bekerja.
Berbagai program asuransi yang berikan dalam menjamin layanan kesehatan
kepada masyarakat, agar masyarakat benar-benar dapat memanfaatkan dan menjadi
mitra yang baik bagi pememrintah.
Hasil penelitian di Dinas Kesehatan Kota Gorontalo, jika di dasarkan pada jumlah
penduduk Kota Gorontalo, yang sudah mendapat jaminan pemeliharaan kesehatan pada
tahun 2016 sebanyak 183.289 jiwa (88,8%) dari total penduduk Kota Gorontalo.
Seluruhnya merupakan peserta Jaminan Kesehatan Nasional, yang terdiri dari Penerima
Bantuan Iuran (PBI) APBN sebanyak 49.749 peserta (24,1%), PBI APBD (APBD Kota
Gorontalo dan APBD Provinsi Gorontalo) sebanyak 66.032 peserta (32,0%), Pekerja
Penerima Upah (PPU) sebanyak 48.617 peserta (23,5%), Pekerja Bukan Penerima
Upah (PBPU) sebanyak 12.181 peserta (5,9%) dan Bukan Pekerja sebanyak 6.710
peserta (3,3%). Sedangkan data peserta jaminan kesehatan lainnya seperti Jamkesda,
asuransi swasta dan asuransi perusahaan tidak tersedia.
Anggaran kesehatan dalam APBD kabupaten/kota adalah dana yang disediakan
untuk penyelenggaraan upaya kesehatan yang dialokasikan melalui APBD. Alokasi
anggaran kesehatan pemerintah per kapita per tahun adalah jumlah anggaran yang
dialokasikan oleh Pemerintah (melalui APBD Kab/Kota, APBD Provinsi, APBN,
Pinjaman/Hibah Luar Negeri (PHLN) dan sumber pemerintah lain) untuk biaya
Sumber : Subbag Program & Keuangan, Bidang Pelayanan Kesehatan Masyarakat, Bidang Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, serta Dinas Pendapatan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah.
Anggaran kesehatan di Kota Gorontalo tahun 2016 secara jelas menunjukkan
bahwa total anggaran kesehatan di Kota Gorontalo sebesar Rp. 161.830.752.682,- yang
terdiri dari APBD Kota Gorontalo sebesar Rp. 88.421.750.227,- (54,6 %) dan APBN
sebesar Rp. 73.409.002.455,- (45,4 %). Sedangkan pembiayaan bersumber APBD
Provinsi, Pinjaman/Hibah Luar Negeri dan sumber pemerintah lain tidak ada.
Alokasi anggaran kesehatan bersumber dari APBD Kota Gorontalo selama 5
(lima) tahun terakhir mengalami peningkatan dari 3,1 % pada tahun 2012 menjadi 8,6
% pada tahun 2016. Dengan demikian dari aspek biaya kesehatan telah dijamin oleh
pemerintah Kota Gorontalo melalui Dinas Kesehatan Kota Gorontalo.
4.2.4 Produk Pelayanan
Produk pelayanan kesehatan dapat dikategorikan dalam bentuk bangunan fisik
yang tampak dan non fisik yang terlihat aspek layanan yang diberikan. Produk yang
tampak telah memiliki bangunan baik Rumah Sakit dan Puskesmas sudah baik, namun
masih perlu dilengkapi dengan fasilitas untuk menunjang proses persalinan.
Sedangkan produk non fisik terlihat dari hasil pelayanan yang akan ataupun telah
diterima membutuhkan pemahaman lebih kepada orang yang diberikan pelayanan.
Secara mudah disebut sosialisasi yang telah diprogramkan. Hal-hal yang berkaitan
dengan produk pelayanan adalah kualitas dari produk layanan. Produk hasil layanan
kesehatan dapat dilakukan melalui keterbukaan informasi yang terdiri dari alur
layanan yang harus dilalui oleh setiap pasien.
Hasil penelitian dilihat dari alur layanan menunjukkan bahwa pasien melakukan
3.1 4.2
registrasi sampai pada pemeriksaan dari dokter setiap puskesmas telah memiliki
standar pelayanan, hal ini dapat ditunjukkan oleh pasien dapat menerima kartu antrian
dan menunggu di ruang tunggu. Setiap pasien yang datang dipersilahkan mengambil
nomor antrian dan silahkan menunggu nomor antrian itu dipanggil. Pada bagian
registrasi ini masih pelayanan sifatnya umum, seperti timbang berat badan dan
indentifikasi penyakit yang diderita pasien oleh petugas kesehatan. Setelah kartu
berobat diserahkan, maka pasien dipersilahkan ke ruang tunggu dokter untuk
dipanggil ke ruang periksa. Setiap pasien diminta mengikuti mekanisme pelayanan,
dan dapat membaca informasi tentang jadwal pelayanan dokter. Selain itu pasien
diperkenalkan tentang informasi umum tentang pola hidup sehat dan hal ini dilakukan
oleh mahasiswa yang ikut praktek di puskesmas.
Selaian informasi, produk layanan kesehatan lainnya adalah tersedianya kotak
saran yang dapat menampung keluhan atas pelayanan kepada pasien di puskesmas.
4.2.5 Sarana Prasarana Pelayanan
Sarana prasarana pelayanan merupakan hal yang penting dalam memberikan
pelayanan kepada pasien terutama ibu hamil baik saat konsultasi kehamilan sampai
pada proses kelahiran bayi.
Secara umum sarana dan prasarana pelayanan kesehatan di Dinas Kesehatan
Kota Gorontalo dapat digambarkan bahwa pemerintah Kota Gorontalo melalui Dinas
Kesehatan memiliki 777 jenis sarana kesehatan, secara jelas dapat dilihat pada tabel
4.14 sebagai berikut:
Tabel 4.4 Jumlah Sarana Prasarana Kesehatan di Dinas Kesehatan Kota Gorontalo
No. Jenis Sarana Keterangan
1 6 unit Rumah Sakit Rumah sakit umum 5 unit (2 unit milik pemerintah dan 3 unit dikelola oleh swasta).
2 54 unit Puskesmas 1 unit puskesmas rawat inap dengan 10
dan 31 unit puskesmas pembantu. Seluruh puskesmas dan jaringannya dikelola oleh pemerintah.
3 14 unit Balai Pengobatan/Klinik dikelola oleh swasta 4 221 unit Praktik Dokter
Perorangan Swasta
perorangan swasta
5 1 unit Bank Darah Rumah Sakit dikelola oleh pemerintah 6 1 unit Transfusi Darah dikelola oleh pemerintah 7 388 unit Usaha Kecil Obat
Tradisional
-
8 76 unit Apotek dikelola oleh swasta
9 15 unit Toko Obat dikelola oleh swasta
10 1 unit Penyalur Alat Kesehatan dikelola oleh swasta
Sumber : Seksi Pelayanan Kesehatan Dasar dan Rujukan, Bidang Yankesmas Seksi Promosi Kesehatan, Bidang Binkesmas
Dilihat dari tabel 4. 4 secara keseluruhan terdapat 777 unit sarana kesehatan dapat
disimpulkan bahwa dari segi sarana dan prasarana kesehatan sangatlah menunjang dalam
proses pelayanan kesehatan ibu hamil maupun pelayanan kesehatan lainnya.
Seluruh puskesmas dilingkungan Dinas Kesehatan Kota Gorontalo sangat sulit
ditemukan ruangan khusus untuk ibu hamil dan menyusui (ruang laktasi atau nursery
room yang tentunya harus memenuhi persyaratan seperti ada ruangan tertutup, tempat
duduk, tempat cuci tangan, lemari es, dispenser, dan meja bayi) yang memenuhi standar.
Semua fasilitas ini masih sulit temukan pula di puskesmas yang melakukan pelayanan
ibu hamil maupun bayi lahir.
Jika dilihat dari hasil wawancara dengan Kepala Dinas Kesehatan Kota
Gorontalo, bahwa ruangan khusus yang dipersyaratkan hanya terdapat di Rumah Sakit
dan hal itu terdapat dalam satu ruangan khusus untuk ibu hamil yang melahirkan saja,
tetapi bukan pada ruangan atau gedung pasca melahirkan dimana bayi diberikan
pelayanan oleh petugas kesehatan. Selain itu, kondisi ini terjadi oleh karena tipe Rumah
Sakit yang dibangun di Kota Gorontalo masih pada taraf tipe C.
4.2.6 Kompetensi Petugas Pemberi Pelayanan
kesehatan. Sehingga pengertian ini dapat diuraikan bahwa kemampuan seseorang
dalam memberikan pelayanan yang hal itu dilihat dari dimensi kognitif, perilaku
dalam melaksanakan tanggung jawab yang diberikan. Sehingga dalam kompetensi
petugas kesehatan merupakan keberhasilan dan tanggung jawab tersebut akan dapat
dilihat dari kinerja secara individual. Dengan demikian hasil kinerja tersebut menjadi
pedoman atau pengambilan keputusan pimpinan untuk meningkatkan kompetensi
petugas kesehatan selama bekerja di instansi kesehatan pula.
Kompetensi tenaga kesehatan yang berhubungan ibu hamil hanya dapat di oleh
dokter maupun bidan pembantu dokter, namun demikian ada tenaga kesehatan lain
yang saling berkaitan dalam menunjang proses pelayanan terhadap ibu hamil.
Berdasarkan hasil penelitian jumlah petugas kesehatan (dokter) yang
memberikan pelayanan khususnya pemberian pelayanan kepada ibu hamil di Dinas
Kesehatan Kota Gorontalo dapat dijabarkan dalam tabel 4. 5, sebagai berikut:
No Tenaga Kesehatan Jumlah Keterangan
1 Dokter Umum 65 orang Bertugas di RS
2 Dokter Umum 18 orang Bertugas di Puskesmas
3 Dokter Spesialis 98 orang Bertugas di RS
4 Dokter Gigi 6 orang Bertugas di RS
5 Dokter Gigi 5 orang Bertugas di Puskesmas
6 Dokter Gigi Spesialis 1 orang Bertugas di RS
Total 193 orang
Sumber : Bidang Yankesmas Seksi Promosi Kesehatan, Bidang Binkesmas, Dikes Kota Gorontalo 2017 telah diolah.
Dilihat dari tabel 4.5 dapat dijelaskan bahwa jumlah tenaga kesehatan 193 orang
yang terdiri dari dokter umum sebanyak 83 orang baik bekerja pada Rumah Sakit
maupun Puskesmas. Sedangkan dokter spesialis sebanyak 110 orang baik bekerja di
Rumah Sakit maupun yang bekerja di puskesmas. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa tenaga dokter sudah memenuhi standar kompetensi yang
diharapkan, namun perlu disebarkan dokter spesialis organ (kebidanan) pada setiap
puskesmas di Kota Gorontalo. Hasil penelitian ini menggambarkan masih didominasi
oleh dokter umum dan dokter spesialis organ (bidan) terdapat di Rumah Sakit namun
Kompetensi tenaga bidan dan perawat salah satu faktor yang dapat memberikan
atau bersentuhan langsung dengan pelayanan ibu hamil maupun anak bayi yang
dilahirkan. Kompetensi bidang dapat dilihat dari aspek skill yang diterapkan dalam
menangani bidang kerjanya yang disesuiakan dengan prosedur tetap. Berikut dapat
ditampilkan jumlah Bidan dan perawat yang bekerja di lingkungan Dinas Kesehatan
Kota Gorontalo, sebagai berikut:
Tabel 4.6 Jumlah Bidan dan perawat yang bekerja di RS dan Puskesmas dilingkungan Dinas Kesehatan Kota Gorontalo
No Tenaga
Kesehatan Jumlah Keterangan
1 Bidan 47 orang Bertugas di Puskesmas
2 Bidan 124 orang Bertugas di RS
3 Perawat 109 orang Bertugas di Puskesmas
4 Perawat Gigi 9 orang Bertugas di Puskesmas 5 Perawat Gigi 5 orang Bertugas di RS
Total 294 orang Belum termasuk bidang yang bekerja pada dokter praktek
Sumber : Bidang Yankesmas Seksi Promosi Kesehatan, Bidang Binkesmas, Dikes Kota Gorontalo 2017 telah diolah.
pribadi dokter ahli. Artinya dapat disimpulkan bahwa tenaga bidang dan perawat
sudah baik dan memenuhi syarat dalam pemberian pelayanan terutama ibu hamil dan
anak.
Petugas kesehatan berikut ini tidak bersentuhan langsung dengan pelayanan ibu
hamil namun sangat dibutuhkan dalam pelayanan kesehatan, yakni petugas
kefarmasian. Tenaga ini terdiri dari Analis Farmasi, Asisten Apoteker dan Sarjana
Farmasi yang sangat dibutuhkan dalam hal pelayanan obat-obatan yang dibutuhkan
oleh dokter dalam memberikan pelayanan kepada ibu hamil dan anak.
Kota Gorontalo, sebagai berikut:
Tabel 4.7 Tenaga Kefarmasian di Fasilitas Kesehatan di Dinas Kesehatan Kota Gorontalo
No. Tenaga
Kesehatan Jumlah Keterangan
1 Kefarmasian 7 orang Bertugas di Puskesmas
2 Kefarmasian 39 orang Bertugas di RS
3 Apoteker 6 orang Bertugas di Puskesmas
4 Apoteker 17 orang Bertugas di RS
Total 69 orang
Sumber : Bidang Yankesmas Seksi Promosi Kesehatan, Bidang Binkesmas, Dikes Kota Gorontalo 2017 telah diolah.
Berdasarkan tabel 4.7 dapat diuraikan bahwa tenaga kefarmasian lebih
mendominasi sebanyak 46 orang dibandingkan tenaga apoteker sebanyak 23 orang.
Hal ini menunjukkan bahwa tenaga kefarmasian dan apoteker relatif baik dan dapat
memenuhi kebutuhan obat-obatan.
Selain tenaga kesehatan yang telah diuraikan sebelumnya, masih terdapat tenaga
kesehatan lainnya, antara lain: Tenaga Kesehatan Masyarakat dan Kesehatan
Lingkungan; Tenaga Gizi; Tenaga Keterapian Fisik; Tenaga Keteknisian Medis;
Tenaga Kesehatan Lain (pengobatan tradisional dan jamu); dan Tenaga Non
Kesehatan (pejabat struktural, staf penunjang administrasi, staf penunjang teknologi,
staf penunjang perencanaan, tenaga pendidik, tenaga kependidikan, Juru dan tenaga
penunjang kesehatan).
Dilihat dari aspek kompetensi, seluruh tenaga kesehatan yang diangkat dan
bekerja di lingkungan Dinas Kesehatan Kota Gorontalo sudah memenuhi standar yang
diharapkan, namun demi menunjang bidang tugas dan tanggung jawab terhadap tugas
yang diberikan perlu ditunjang oleh diklatdiklat teknis yang dapat diprogram atau
terprogram berdasarkan kebutuhan dalam meningkatkan pelayanan kepada
masyarakat khususnya ibu hamil.
4.3 Pembahasan
Pelayanan publik bidang kesehatan merupakan bagian bentuk penerapan good