SKRIPSI
Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Disusun Ole h :
RIKA RINAYANTI PRAHESTININGRUM
NIM. I 0106119
JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
ii
TINJAUAN SUSUT
REPAIR
MORTAR
DENGAN BAHAN
TAMBAH
POLYMER
(Ob serva tion of Shrink age Repa ir Mortar Con ta ining Polymer)
SKRIPSI
Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Disusun Oleh :
RIKA RINAYANTI PRAHESTININGRUM
NIM. I 0106119
Telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim P enguji Pendadaran Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret
P ersetujuan: Dosen Pembimbing I
S A Kristiawan, ST, MSc, P h.D NIP . 19690501.199512.1.001
Dosen P embimbing II
iii
(Ob serva tion of Shrink age Repa ir Mortar Con ta ining Polymer)
SKRIPSI Disusun Oleh :
RIKA RINAYANTI PRAHESTININGRUM
NIM. I 0106119
Telah dipertahankan di hadapan Tim P enguji Pendadaran Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret pada hari : Se lasa, 2 9 J uni 20 10
1. S A Kristiawan, ST, MSc, Ph.D ___ __ __ __ ___ __ __ __ NIP . 19690501 199512 1 001
2. Ir. Sunarmasto, MT ___ __ __ __ ___ __ __ __ NIP . 19560717 198703 1 003
3. Achmad Basuki, ST, MT ___ __ __ __ ___ __ __ __ NIP . 19710901 199702 1 001
4. Edy P urwanto, ST, MT ___ __ __ __ ___ __ __ __ NIP . 19680912 199702 1 001
Mengetahui, Disahkan,
a.n. Dekan Fakultas Teknik UNS Ketua Jurusan Teknik Sipil Pembantu Dekan I Fakultas Teknik UNS
iv
O r ang yang mend aki t angga, h ar us mu lai d engan langkah per t ama
( Walt er Sc ot t )
T olak u ku r keber hasilan adalah su at u per u bahan
( penyu su n )
PERSEM BA HA N
A L L A H SWT
A yahand a d an ibun da t er c int a at as d o’a, pet uah dan kasih sayang
yang kalian ber ikan selama ini
A dik2ku t er sayang d an selur uh k eluar gaku
M y L o vely A gung Bu diyant o, at as supp or t , k esabaran d an
pengert iannya selama ini
T eman-t eman sk ripsi: “k elompo k bahagia du n ia ak h ir at ”
Sap t adhi, Wir a, H asan, Samur i, Pr ima, Rat na, M et t y, P anju l, J o ni
T eman-t eman sat u angk at an: T r isn o, Ridh o, Set yo, Pamuk o ,
A nshor i, Rizk y, Win ny, J u pr i, Yun i, Win da, A r yu dan t emen -t emen
yang lain yang t idak saya seb ut k an
Spec ial t h anks t o
PA K IWA N & PA K M A ST O seb agai d osen p emb imbing
PA K A C H M A D BA SU K I & PA K ED Y sebagai d osen penguji
v
MORTAR DENGAN BAHAN TAMB AH POLYMER. Skripsi Jurusan Teknik Sipil
Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Penggunaan p olymer sebagai bahan tambah pada repair mortar diharapkan dapat menjadi bahan tambah yang berfungsi sebagai bahan pengikat butiran agregat dengan semen, sehingga campuran lebih liat, tidak getas dan lebih elastis sehingga dapat mengimbangi susut (sh rink a ge) yang terjadi pada repa ir material yang dapat mengakibatkan terlepasnya ikatan repair material dengan bagian yang diperbaiki (d elamina si). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh proporsi campuran p olymer terhadap besarnya susut (shrink age) pada repa ir mo rta r bila dibandingkan dengan mortar tanpa p olymer dan produk repa ir mo rta r Emacco Nanocrete, nilai prediksi sh rink ag e jangka panjang yang dievaluasi menggunakan rumus ACI 209R-92, serta memodifikasi rumus ACI 209R-92 hingga menghasilkan nilai erro r prediksi shrink a ge jangka panjang yang tidak melebihi batas kewajaran (30%).
Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah dengan mengadakan suatu percobaan di laboratorium secara langsung. Variasi kadar po lymer yang digunakan adalah 0%, 2% , 4%, dan 6% dari berat semen, dan dari percobaan akan diperoleh data atau hasil yang menghubungkan variabel-variabel yang diamati. Dalam percobaan ini akan dicatat perubahan panjang sampel sehingga didapat nilai shrink ag e. Dengan nilai sh rink ag e tersebut dapat dicari nilai prediksi sh rink a ge jangka panjang menggunakan rumus ACI 209R-92. Untuk mengetahui besarnya nilai penyimpangan atau tingkat kesalahan penggunaan rumus ACI 209R-92 perlu dilakukan evaluasi ataupun modivikasi rumus tersebut sehingga didapatkan nilai shrin k a ge ultimit dengan nilai erro r yang wajar.
Dari hasil analisis diketahui bahwa setelah mortar p olymer mencapai umur pengeringan lebih dari 30 hari, mortar po lymer 2% berpengaruh dalam menurunkan nilai susut bila dibandingkan dengan mortar po lymer 0%, sedangkan yang berpengaruh dalam menurunkan susut bila dibandingkan dengan mortar Emaco Nanocrete adalah mortar po lymer 2% dan 4%. Nilai susut tergantung dari kadar p olymer yang digunakan, dimana semakin tinggi kadar po lymer yang digunakan maka semakin besar nilai susut yang terjadi. Prediksi shrin k a ge jangka panjang dengan metode ACI 209R-92 tidak dapat diaplikasikan pada benda uji karena menghasilkan nilai erro r yang terlalu besar dan melebihi batas kewajaran (30%). Dapat diketahui pula modifikasi rumus ACI 209R-92 yaitu dengan mengganti perkiraan waktu paruh tercapainya ultimate sh rink ag e menghasilkan bahwa pada benda uji berbahan tambah p olymer memiliki nilai erro r op timu m pada 5 hari, sedangkan pada benda uji non p olymer mempunyai nilai erro r op timu m pada 14 hari.
vi
Rika Rinayanti Prahe stiningrum, 2 010 . OBSERVATION OF SHRINK AGE REPAIR MOR TAR CONTAINING POLYMER. Thesis of Civil Engineering Department of Engineering Faculty of Surakarta Sebelas Maret University.
The use of polymer as supplement material in repair mortar is expected to be supplement material functioning as the aggregate grain adhesive with cement, so that the mixture is more tough, not brittle and more elastic so that can compensate the shrinkage achievement shows that in the tested object with polymer supplement material has optimum error value of 5 days, while the non polymer tested object has optimum error value of 14 days.
vii
ini disusun sebagai salah satu syarat yang harus ditempuh untuk memperoleh gelar kesarjanaan S-1 di Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas Sebelas Maret Surakarta. P enyusun mengambil judul skripsi “Tinjauan Susut Rep air Mortar dengan Bahan Tambah Polymer”.
Penyusun menyadari sepenuhnya bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak maka banyak kendala yang sulit untuk penyusun pecahkan hingga terselesaikannya penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penyusun ingin mengucapkan terimakasih kepada :
1. P impinan Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta beserta Staf.
2. P impinan Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta beserta Staf.
3. Bapak S A Kristiawan, ST, MSc, Ph.D selaku Dosen Pembimbing I. 4. Bapak Ir. Sunarmasto, MT selaku Dosen Pembimbing II.
5. Tim Dosen Penguji P endadaran.
6. Bapak Agus Setiya Budi, ST, MT selaku Dosen Pembimbing Akademik.
7. Staf pengelola/laboran Laboratorium Bahan Bangunan dan Struktur Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret.
8. Teman-teman angkatan 2006, kakak-kakak senior dan semua pihak yang telah membantu penyusun dalam menyelesaikan skripsi ini yang tidak dapat penyusun sebutkan satu persatu.
Penyusun menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan, karena itu saran dan kritik yang membangun akan penyusun terima dengan senang hati demi kesempurnaan penelitian selanjutnya. Akhir kata semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak pada umumnya dan mahasiswa pada khususnya.
Surakarta, Juni 2010
viii
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJ UAN ... ii
HALAMAN PENGESAHAN... iii
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... iv
ABSTRAK ... v
KATA PENGANTAR... vii
DAFTAR ISI...viii
DAFTAR GAMBAR... x
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR NOTASI DAN SIMBOL ...xiii
BAB 1 PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Rumusan Masalah ... 3
1.3. Batasan Masalah ... 3
1.4. Tujuan Penelitian ... 4
1.5. Manfaat Penelitian ... 4
BAB 2 LANDASAN TEORI ... 5
2.1. Tinjauan Pustaka ... 5
2.2. Beton ... 6
2.2.1. Kerusakan Be ton ... 6
2.2.2. Metode Perbaikan Beton ... 8
2.2.3. Metode Patch Repa ir ... 11
2.3. Mortar ... 13
2.3.1. Material Penyusun Mortar ... 13
ix
2.5.4. Efek S usut (Sh rink age) ... 22
2.5.5. Prediksi S hrinkage Jangka Panjang ... 22
BAB 3 METODE PENELITIAN... 25
3.1. Umum... 25
3.2. Tahap dan P rosedur P eneletian ... 25
3.3. Benda Uji ... 29
3.3.1. Alat yang D igunakan ... 29
3.3.2. Bahan yang D igunakan ... 30
3.3.3. Pembuatan Be nda U ji ... 31
3.4. Prosedur Pengujian Susut (Sh rink age)... 34
BAB 4 ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN ... 35
4.1. Hasil P engujian Susut (S hrinkage) ... 35
4.2. Perhitungan Prediksi Susut (S hrinkage) ... 38
4.3. Perhitungan N ilai Error Prediksi ... 40
4.4. Perhitungan Nilai Error Optimum dengan Memodifikasi P erkiraan Waktu Paruh Ultimate Shrink age ... 42
4.5. Pembahasan ... 55
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ... 57
5.1. Kesimpulan ... 57
5.2. Saran... 58
x
Gambar 2.1. Hubungan Susut (shrink ag e) dengan waktu... 23
Gambar 3.1. Diagram Prosedur dan Tahapan P enelitian ... 28
Gambar 3.2. Sketsa Benda Uji untuk Pengujian S usut ... 31
Gambar 4.1. Grafik Hubungan S usut dengan Umur Mortar ... 35
Gambar 4.2. Grafik Rasio Sh rinkage Mortar 0% dengan Mortar Po lymer ... 37
Gambar 4.3. Grafik Rasio Sh rink ag e Mortar Emaco Nanocrete dengan Mortar Polymer ... 37
Gambar 4.4. Grafik Prediksi Susut Mortar Dengan Metode ACI 209R-92 Dengan Data Jangka Pendek 28 Hari ... 39
Gambar 4.5. Grafik P erbandingan Sh rink ag e MS Hasil P rediksi dengan Hasil shrink age pada modifikasi waktu paruh u ltima te sh rinkage 5 hari .. 52
xi
Tabel 3.1. P roporsi Campuran Benda U ji ... 33 Tabel 4.1. Nilai Susut Ultimit Metode AC I 209R–92 ... 39 Tabel 4.2. Hubungan nilai error dengan variasi umur data shrink age pada
perhitungan prediksi sh rinkage dengan metode ACI 209R– 92 ... 41 Tabel 4.3. Hubungan nilai error dengan variasi umur data shrink age pada
perhitungan prediksi shrin k a ge dengan modifikasi perkiraan waktu paruh u ltima te sh rinkage 1 hari... 43 Tabel 4.4. Hubungan nilai error dengan variasi umur data shrink age pada
perhitungan prediksi shrin k a ge dengan modifikasi perkiraan waktu paruh u ltima te sh rinkage 3 hari... 43 Tabel 4.5. Hubungan nilai error dengan variasi umur data shrink age pada
perhitungan prediksi shrin k a ge dengan modifikasi perkiraan waktu paruh u ltima te sh rinkage 5 hari... 43 Tabel 4.6. Hubungan nilai error dengan variasi umur data shrink age pada
perhitungan prediksi shrin k a ge dengan modifikasi perkiraan waktu paruh u ltima te sh rinkage 7 hari... 44 Tabel 4.7. Hubungan nilai error dengan variasi umur data shrink age pada
perhitungan prediksi shrin k a ge dengan modifikasi perkiraan waktu paruh u ltima te sh rinkage 10 hari... 44 Tabel 4.8. Hubungan nilai error dengan variasi umur data shrink age pada
perhitungan prediksi shrin k a ge dengan modifikasi perkiraan waktu paruh u ltima te sh rinkage 14 hari... 44 Tabel 4.9. Hubungan nilai error dengan variasi umur data shrink age pada
xii
perhitungan prediksi shrin k a ge dengan modifikasi perkiraan waktu paruh u ltima te sh rinkage 28 hari... 45 Tabel 4.11. Nilai erro r MS dengan modifikasi waktu paruh ultimate
shrink age. ... 46 Tabel 4.12. Nilai error MP-0% dengan modifikasi waktu paruh ultimate
shrink age. ... 47 Tabel 4.13. Nilai error MP-2% dengan modifikasi waktu paruh ultimate
shrink age. ... 48 Tabel 4.14. Nilai error MP-4% dengan modifikasi waktu paruh ultimate
shrink age. ... 49 Tabel 4.15. Nilai error MP-6% dengan modifikasi waktu paruh ultimate
shrink age. ... 50 Tabel 4.16. Nilai erro r EM dengan modifikasi waktu paruh ultimate
shrink age. ... .51 Tabel 4.17. Hubungan nilai error benda uji berbahan tambah p olymer dengan
variasi umur data sh rink ag e yang digunakan untuk memprediksi shrink age pada modifikasi waktu paruh u ltima te sh rinkage 5 hari .. 52 Tabel 4.18. Hubungan nilai error benda uji non p olymer dengan variasi umur
data shrin k a ge yang digunakan untuk memprediksi shrin k a ge pada modifikasi waktu paruh u ltima te shrinkage 14 hari ... 53 Tabel 4.19. Nilai ultimate shrink age benda uji n on polymer dengan
modifikasi waktu paruh tercapainya u ltima te shrink ag e 14 hari dengan data jangka pendek 28 hari ... 54 Tabel 4.20. Nilai ultimate shrin k a ge benda uji polymer dengan modifikasi
xiii
ε
Sh(t) = Nilai susut saat umur t diukur saat t0 (micr o stra in)ε
Sh(u) = Nilai Ultima te sh rin k a g e (micr o stra in)= Perubahan panjang setelah t waktu (mm).
= Panjang mula-mula (mm).
(t-t0) = Waktu Pengeringan
M = Nilai error prediksi
ε ’sh(t) = Sh rink a ge prediksi umur t (micro strain)
= Nilai rata-rata S hrin k a ge observasi (microstrain)
n = Jumlah nilai Sh rink ag e
TUSh = Modifikas i waktu paruh u ltima te sh rin k a g e
G0 = Berat pasir sebelum dicuci (gr)
G1 = Berat pasir setelah dicuci (gr)
D = Pasir kondisi SSD (gr)
A = Pasir kering oven (gr)
B = Berat volumetric + Air (gr)
C = Berat volumetric + P asir + Air (gr)
d = Diameter (cm)
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Beton merupakan bahan struktur yang sering digunakan dalam sebuah konstruksi. Hal ini disebabkan beton mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan bahan-bahan lain. Dari segi ekonomis harga beton relatif murah dikarenakan material dasar beton dari bahan-bahan lokal. Selain itu beton memiliki kuat desak yang tinggi, kemampuanya untuk dicetak menjadi bentuk yang sangat beragam, serta ketahanannya yang baik terhadap cuaca dan lingkungan sekitar. Namun kelemahan dari beton itu sendiri antara lain mempunyai kuat tarik yang sangat rendah sehingga mudah retak apabila menerima beban tarik yang cukup besar, terjadinya deformasi yang dapat berupa rangkak (creep) dan susut (sh rink ag e).
Suatu konstruksi bangunan sering terjadi kegagalan-kegagalan akibat kerusakan yang terjadi pada struktur baik pada tahap pelaksanaan maupun setelah selesai dikerjakan. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya perencanaan yang kurang tepat, pengaruh mekanis, pengaruh kimia serta pengalaman pekerja. Kerusakan-kerusakan yang timbul diantaranya terjadi retak-retak, d elamin asi, sp allin g (terlepasnya bagian beton atau rontok), scalling (pengelupasan), void (berlubang). Oleh karena itu perlu adanya metode yang tepat dalam memperbaiki beton yang telah rusak agar beton dapat berfungsi kembali seperti sebelum mengalami kerusakan.
diharapkan. Perbaikan beton dapat dilakukan dengan cara penambalan ( pa tch repa ir ). Untuk itu diperlukan repair material yang sesuai dan mampu memperbaiki beton yang rusak ke kondisi normal atau mendekati normal.
Mortar merupakan bahan dasar dari repair material yang terbuat dari campuran agregat halus dan semen yang bereaksi dengan air sebagai pengikat. Sebagai bahan yang terbuat dari cemen t b ased (pengikat), mortar mempunyai sifat mengembang dan menyusut. P enyusutan yang terjadi pada mortar harus diperhitungkan karena dapat menyebabkan retak. Susut itu sendiri dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya faktor air semen, kualitas material, jenis semen, kondisi kelembapan disekitar, dan proses perawatan (curing).
Mortar diharapkan harus memenuhi syarat-syarat agar dapat digunakan sebagai repa ir material yaitu diantaranya mampu menyatu atau melekat erat dengan beton yang akan di pa tch repair, dapat menyesuaikan bentuk beton yang akan di pa tch repa ir , tidak mengurangi kekuatan beton setelah dilakukan p atch repair, dan tidak mengalami susut. Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya susut yang terjadi pada repair mo rtar diantaranya adalah modulus elastisitas agregat, faktor air semen, kehalusan semen, kondisi kelembaban sekitar serta bahan tambah yang digunakan.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka diambil suatu rumusan masalah sebagai berikut :
a. Bagaimana pengaruh proporsi campuran polymer terhadap besarnya susut (sh rink ag e) pada campuran mortar berbahan p olymer bila dibandingkan dengan mortar tanpa polymer dan produk repair mortar Emacco Nanocrete ? b. Apakah rumus ACI 209R-92 dapat menghasilkan nilai yang tepat untuk
digunakan dalam memprediksi nilai shrin k a ge jangka panjang pada repair ma teria l yang digunakan dalam penelitian ini ?
c. Bagaimanakah modifikasi rumus ACI 209R-92 apabila rumus ACI 209R-92 tidak dapat digunakan, karena menghasilkan nilai error prediksi sh rink ag e jangka panjang yang melebihi batas kewajaran (30%)?
1.3.
Batasan Masalah
Untuk membatasi ruang lingkup penelitian ini, maka diperlukan batasan-batasan masalah sebagai berikut :
a. Lamanya pengujian susut adalah 84 hari dimulai dari hari ke-1 setelah benda uji selesai dibuat.
b. Tidak dilakukan penelitian tentang sifat kimia dari material penyusun mortar. c. Tidak dilakukan kontrol terhadap kondisi lingkungan, seperti suhu ruangan
dan kelembapan udara.
1.4. Tujuan Penelitian
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk:
a. Mengetahui pengaruh proporsi campuran p olymer terhadap besarnya susut (sh rink ag e) pada campuran mortar berbahan p olymer bila dibandingkan dengan mortar tanpa polymer dan produk repair mortar Emacco Nanocrete. b. Mengevaluasi rumus ACI 209R-92 yang digunakan dalam memprediksi nilai
shrin k a ge jangka panjang pada repairmaterial.
c. Memodifikasi rumus ACI 209R-92 hingga menghasilkan nilai error prediksi shrin k a ge jangka panjang yang tidak melebihi batas kewajaran (30% ).
1.5. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah: a. Manfaat Teoritis
1) Memberi informasi tentang pengaruh proporsi campuran po lymer terhadap besarnya susut (shrin k a ge) pada campuran mortar berbahan po lymer bila dibandingkan dengan mortar tanpa p olymer dan produk repa ir mo rtar Emacco Nanocrete.
2) Menarik kesimpulan atas ketepatan atau ketidaktepatan penggunaan rumus ACI 209R-92 untuk memprediksi nilai shrink age jangka panjang pada repair ma teria l.
3) Mendapatkan modifikasi rumus ACI 209R-92 yang lebih tepat sehingga dihasilkan nilai error prediksi sh rink ag e jangka panjang yang tidak melebihi batas kewajaran (30%).
b. Manfaat P raktis
5
LANDASAN TEORI
2.1. Tinjauan Pustaka
Beton merupakan bahan gabungan yang terdiri partikel-pertikel agregat halus (pasir)
dan agregat kasar (Kerikil) yang dilekatkan oleh pasta yang terbuat dari semen
Portland dan air. Pasta tersebut mengisi ruang-ruang kosong diantara partikel-partikel
agregat dan setelah beton segar (
fresh
) dicorkan, pasta mengeras sebagai akibat dari
reaksi-reaksi kimia eksotermis antara semen dan air dan membentuk suatu bahan
struktur yang padat dan dapat tahan lama.
(
Ferguson, 1991
).
Beton kuat terhadap tekan, tetapi lemah terhadap tarik. Oleh karena itu perlu tulangan
untuk menahan gaya tarik dan untuk memikul beban-beban yang bekerja pada beton.
(Nawy, 1998
).
Beton adalah material yang tahan lama namun terkadang masih ada beton yang perlu
diperbaiki, masalahnya adalah defisiensi secara structural, estetika atau keduanya.
Secara umum defisiensi dapat disebabkan oleh desain yang salah, kualitas kerja yang
jelek, lingkungan agresif yang tidak normal, beban struktural yang berlebihan,
kecelakaan, dan kombinasinya. Perbaikan dan restorasi menjadi perlu untuk
mengembalikan beton kepada kondisi yang memuaskan dari kemampuan struktural,
ketahanan, maupun penampilan.
(Paul Nugraha & Antoni, 2007:226).
Keretakan pada selimut beton bisa diatasi dengan menambal keretakan (
patching
)
menggunakan bahan material perbaikan struktur berbahan dasar
polymer
. Atau bisa
“daging” betonnya, maka metode perbaikannya bisa menggunakan metode grouting
atau injection.
(Sondra Gosali, Sales dan Marketing Manager PT Sika
Indonesia).
2.2.
Beton
2.2.1. Kerusakan beton
Macam-macam kerusakan beton :
a.
Retak (
Crack
)
Retak
(crack)
terjadi pada permukaan beton karena mengalami penyusutan,
lendutan akibat beban hidup
(live load)
/ beban mati
(dead load)
, akibat gempa
bumi maupun perbedaan temperatur yang tinggi pada waktu proses pengeringan.
b.
Pengelupasan beton (
Spalling
)
Pengelupasan (
spalling
) pada struktur yaitu terkelupasnya selimut beton besar
atau kecil sehingga tulangan pada beton tersebut terlihat, hal ini apabila dibiarkan
dengan bertambahnya waktu, tulangan akan berkarat / korosi akhirnya patah.
c.
Disintegrasi
Bagian yang terlemah dari beton akan mengalami disintegrasi, permukaan beton
menjadi kasar, karena umur akan terjadi proses alami yang mengalami pelapukan
pada bidang-bidang terluar beton, proses pelapukan beton akibat lingkungan
agresif antara lain air laut, karbonasi dan lain-lain. Beton yang berhubungan
d.
Patah
Patah yang terjadi pada beton biasanya dikarenakan struktur beton yang tidak
mampu untuk menahan beban. Kerusakan ini bisa terjadi karena pada saat
pembuatan campuran beton (
mix design
) kurang diperhatikan proporsi yang
digunakan. Sebelum pembuatan campuran beton harus menghitung beban-beban
yang akan menimpa struktur beton tersebut agar patah pada beton tidak terjadi.
e.
Keropos
Keropos merupakan jenis kerusakan yang disebabkan salah satunya karena umur
beton yang terlalu lama. Jenis kerusakan ini juga bisa timbul karena pengerjaan
beton yang kurang baik, agregat terlalu kasar, kurangnya butiran halus yang
termasuk semen, faktor air semen tidak tepat, pemadatan yang tidak sempurna
karena rapatnya tulangan, pasta semen keluar dari cetakan yang tidak rapat.
f.
Delaminasi
Beton mengelupas sampai kelihatan tulangannya disebut delaminasi. Kerusakan
ini bisa terjadi pada konstruksi bangunan dikarenakan, kegagalan pada pembuatan
campuran, reaksi kimia, kelebihan beban dan sebagainya, sehingga perlu
diperhitungkan agar kerusakan ini tidak terjadi pada konstruksi bangunan.
Penyebab kerusakan beton :
a.
Pengaruh Mekanis
Beton dapat mengalami kerusakan karena adanya pengaruh mekanis, seperti :
pengikisan permukaan oleh air, ledakan, gempa bumi dan pembebanan yang
berlebihan. Kerusakan beton akibat pengaruh mekanis ini dapat bervariasi dari
b.
Pengaruh fisik
Pengaruh fisik yang dapat menyebabkan kerusakan pada beton antara lain
pengaruh temperatur (panas hidrasi, kebakaran), susut dan rayap, pelesakan yang
tidak sama dari pondasi atau perletakan.
c.
Pengaruh kimia
Pengaruh kimia yang bisa merusak beton antara lain serangan asam karena semen
portland dan semen campuran mempunyai ketahanan yang rendah terhadap asam.
Pengaruh lain adalah serangan sulfat yang mana hampir semua sulfat dapat
merusak pasta semen. Terjadinya korosi juga dapat menjadi penyebab kerusakan
pada beton.
d.
Kerusakan akibat pengaruh pekerja
Pekerja yang berpengalaman sangat penting dalam proses pelaksanaan beton.
Banyak kerusakan akibat dari ketidaktelitian pelaksanaan seperti kurangnya
kekokohan dari bekisting, tidak tepatnya pemilihan jenis semen, penggunaan
bahan kimia tambahan yang mengandung sulfat.
2.2.2. Metode Perbaikan Beton
Pemilihan metode perbaikan beton umumnya tergantung pada jenis kerusakannya,
luas kerusakan, lokasi kerusakan, lingkungan, kemampuan tenaga kerja, serta batasan
– batasan lainnya seperti waktu pelaksanaan maupun biaya perbaikan.
Macam – macan metode perbaikan beton :
a.
Patching
Patching
adalah metode perbaikan manual dengan melakukan penempelan mortar
dari selimut beton). Pada saat pelaksanaan yang harus diperhatikan adalah
penekanan pada saat mortar ditempelkan, sehingga benar-benar didapatkan hasil
yang padat. Material yang digunakan harus memiliki sifat mudah dikerjakan,
tidak susut dan tidak jatuh setelah terpasang (lihat maksimum ketebalan yang
dapat dipasang tiap lapis), terutama untuk pekerjaan perbaikan
overhead
.
Umumnya yang dipakai adalah monomer mortar,
polymer
mortar dan
epoxy
mortar.
b.
Grouting
Grouting
adalah metode perbaikan manual (gravitasi) atau menggunakan pompa
pada daerah perbaikan yang sulit (melebihi selimut beton). Pada saat pelaksanaan
yang perlu diperhatikan adalah bekisting yang terpasang harus benar-benar kedap,
agar tidak ada kebocoran spesi yang mengakibatkan terjadinya keropos dan harus
kuat agar mampu menahan tekanan dari bahan grouting. Material yang dipakai
adalah berbahan dasar semen dan
epoxy
.
c.
Shot-crete
(Beton Tembak)
Beton Tembak
(Shot-crete
) adalah metode perbaikan yang tidak memerlukan
bekisting seperti pengecoran pada umumnya yang digunakan untuk memperbaiki
kerusakan pada area yang sangat luas. Metode
shotcrete
terdiri dari
dry-mix
dan
wet-mix
. Perbedaan kedua sistem ini adalah pada cara dan tempat di mana air
dimasukkan ke dalam campuran. Metode
dry-mix
adalah campuran semen dan
bahan tambahan dengan tekanan udara dihembuskan ke kepala semprot air yang
bertekanan rendah ditekankan ke dalam campuran. Metode
wet-mix
adalah
campuran semen dan bahan tambahan dialirkan melalui pompa ke kepala semprot
d.
Grout Preplaced Aggregat
(Beton
Prepack)
Grout Preplaced Aggregat
(Beton
Prepack)
adalah metode perbaikan beton
dengan cara menempatkan sejumlah agregat (umumnya 40% dari volume
kerusakan) ke dalam bekisting, setelah itu melakukan pemompaan bahan
grout
ke
dalam bekisting. Pada umumnya digunakan untuk memperbaiki kerusakan pada
area yang cukup dalam. Material yang digunakan adalah
polymer
grout dengan
flow
cukup tinggi dan tidak susut.
e.
Coating
Coating
adalah metode perbaikan beton dengan cara melapisi permukaan beton
(mengoleskan atau menyemprotkan) menggunakan bahan yang bersifat plastik
dan cair. Lapisan ini digunakan untuk menyelimuti beton terhadap lingkungan
yang merusak beton.
f.
Injeksi (
injection
)
Injeksi (
injection
) adalah metode perbaikan beton dengan memasukkan bahan
yang bersifat encer ke dalam celah atau retakan pada beton, kemudian
menyuntikkannya dengan tekanan, sampai lubang atau celah lain telah terisi atau
mengalir ke luar. Metode injeksi ini merupakan metode yang digunakan untuk
perbaikan beton yang terjadi retak-retak ringan. Material yang digunakan adalah
polymer
mortar atau
polyurethane sealant
dan
epoxy
.
g.
Overlay
Overlay
adalah metode perbaikan kerusakan beton pada seluruh permukaan, oleh
karena itu sebelum dilakukannya metode ini perlu persiapan-persiapan permukaan
h.
Jacketting
Jacketing
adalah perlindungan beton terhadap kerusakan dengan menggunakan
bahan selubung yang berupa baja, karet dan beton komposit. Pekerjaan
jacketing
bisa dilaksanakan untuk permukaan beton yang mengalami pelapukan atau
disintegrasi.
2.2.3. Metode
Patch Repair
Metode
patch repair
adalah metode perbaikan manual dengan melakukan
penempelan mortar secara manual dan harus memperhatikan penekanan pada saat
mortar ditempelkan, sehingga benar-benar didapatkan hasil yang padat.
Permukaan beton yang akan diperbaiki atau diperkuat perlu dipersiapkan dengan
tujuan agar terjadi ikatan yang baik, sehingga material perbaikan atau perkuatan
dengan beton lama menjadi satu kesatuan. Permukaan tersebut harus merupakan
permukaan yang kuat, padat, tidak keropos ataupun bagian lemah lainnya serta harus
bersih dari debu dan kotoran lainnya.
Persiapan-persiapan permukaan beton yang akan diperbaiki antara lain:
a.
Erosion
(pengikisan)
Erosion
dilakukan
untuk
meratakan atau pengasaran permukaan beton.
Pengikisan dilakukan dengan menggunakan gerinda atau sejenisnya.
b.
Impact
(kejut)
Impact
pada
permukaan beton yang akan diperbaiki dilakukan untuk
mendapatkan nilai kuat tarik dan kuat tekan beton yang lebih baik.
c.
Pulverization
(menghancurkan permukaan beton)
Penghancuran ini dilakukan dengan cara menabrakan partikel kecil dengan
d.
Expansive pressure
Persiapan ini bisa dilakukan dengan dua cara yaitu
steam
dan
water
.
Steam
dilakukan dengan temperatur sumber panas yang tinggi, sedangkan cara
water
dilakukan menggunakan
water jetting
yang bekerja dengan tekanan yang tinggi
sama dengan cara
steam
.
Permukaan yang sudah dipersiapkan sangat tergantung pada material yang
digunakan. Untuk material berbahan dasar semen atau
polymer
, permukaan beton
harus dijenuhkan terlebih dahulu, tetapi bila material yang digunakan berbahan dasar
epoxy
, maka permukaan beton harus dalam keadaan kering.
Adapun syarat-syarat material
patch repair
, yaitu :
a.
Daya lekat yang kuat.
Kelekatan antara material
repair
dengan beton yang akan diperbaiki harus
menyatu dengan baik sehingga menjadi satu kesatuan beton yang utuh.
b.
Deformable
pada beton.
Material
repair
harus menyesuaikan bentuk beton yang akan diperbaiki.
c.
Tidak mengurangi kekuatan beton.
Material
repair
yang akan digunakan untuk memperbaiki beton mampu menahan
beban yang sama pada beton yang akan diperbaiki.
d.
Tidak susut.
Material
repair
tidak terjadi susut agar beton yang akan diperbaiki tidak
kehilangan kekuatan sebagian.
Ada beberapa material
patch repair
yang dapat digunakan, antara lain :
1.
Portland Cement Mortar.
2.
Portland Cement Concrete.
4.
Polymer-Modified Portland Cement Concrete.
5.
Polymer-Modified Portland Cement Mortar.
6.
Magnesium Phosphate Cement Concrete.
7.
Preplaced aggregate Concrete.
8.
Epoxy Mortar.
9.
Methyl Methacrylate
(MMA)
Concrete.
10.
Shotcrete.
2.3.
Mortar
Mortar merupakan campuran antara semen portland atau semen hidrolis yang lain,
agregat halus, dan air, dengan atau tanpa bahan tambahan yang membentuk massa
padat. Campuran mortar dengan penambahan bahan tambahan akan diperoleh
perubahan sifat sifat tertentu dari mortar tersebut.
2.3.1. Material Penyusun Mortar
a. Agregat Halus Atau Pasir
Agregat halus dalam beton adalah pasir alam sebagai hasil disintegrasi alami dari
batu-batuan atau berupa pasir buatan yang dihasilkan oleh pemecah batu. Agregat
halus berperan penting sebagai pembentuk beton dalam pengendalian
workability
,
kekuatan dan keawetan beton, oleh karena itu pemakaian pasir sebagai
pembentuk beton harus dilakukan secara selektif.
Syarat – syarat agregat halus (pasir) sebagai bahan material pembuatan beton
sesuai dengan ASTM C 33 adalah:
1)
Material dari bahan alami dengan kekasaran permukaan yang optimal
sehingga kuat tekan beton besar.
2)
Butiran tajam, keras, kekal (
durable
) dan tidak bereaksi dengan material beton
3)
Berat jenis agregat tinggi yang berarti agregat padat sehingga beton yang
dihasilkan padat dan awet.
4)
Gradasi sesuai spesifikasi dan hindari
gap graded aggregate
karena akan
membutuhkan semen lebih banyak untuk mengisi rongga.
5)
Bentuk yang baik adalah bulat, karena akan saling mengisi rongga dan jika
ada bentuk yang pipih dan lonjong dibatasi maksimal 15% berat total agregat.
6)
Kadar lumpur agregat tidak lebih dari 5 % terhadap berat kering karena akan
berpengaruh pada kuat tekan beton.
a.
Air
Air merupakan bahan dasar penyusun mortar yang paling penting. Air diperlukan
untuk bereaksi dengan semen dan menyebabkan terjadinya pengikatan antara
pasta semen dengan agregat, sedangkan fungsi lain sebagai bahan pelumas antara
butir-butir agregat agar mudah dikerjakan dan dipadatkan. Proporsi air yang
sedikit akan memberikan kekuatan pada beton, tetapi kelemasan atau daya
kerjanya akan berkurang. Sedang proporsi yang besar akan memberikan
kemudahan pengerjaan, tetapi kekuatan hancur mortar menjadi rendah.
c. Semen
Semen adalah suatu jenis bahan yang memiliki sifat adhesif dan kohesif yang
memungkinkan melekatnya fragmen-fragmen mineral menjadi satu massa yang
padat. Meskipun definisi ini dapat diterapkan untuk banyak jenis bahan, semen
yang dimaksudkan untuk konstruksi beton adalah bahan jadi dan mengeras
dengan adanya air yang dinamakan semen hidraulis. Salah satu jenis semen yang
biasa dipakai dalam pembuatan beton adalah semen Portland
( Portland cement).
Bahan baku semen yaitu kapur (CaO), Silika (S
1O
2), dan Alumina (Al
2O
3) dan
bahan tambahan lain pada suhu tertentu dipertahankan hingga terjadi butiran
d. Bahan Tambah (
Admixture)
Bahan tambah (
admixture)
ialah bahan selain unsur pokok (air, semen, dan
agregat) yang ditambahkan pada adukan mortar maupun beton, sebelum, segera
atau selama pengadukan beton. Tujuannya adalah untuk mengubah satu atau lebih
sifat-sifat mortar sewaktu masih dalam keadaan segar atau setelah mengeras.
Dengan penggunaan bahan tambah diharapkan dapat membuat campuran mortar
menjadi lebih liat dan lengket, selain itu diharapkan pula tercapai
workabilitas
yang tinggi umtuk mempermudah proses perbaikan beton. Dalam penelitian ini
digunakan
superplasticizer
yaitu Sikament NN dan
accelerator
jenis Sikaset
.
Menurut ASTM C-194,
superplasticizer
adalah campuran atau bahan aditif
pengurang air yang sangat efektif.
Superplasticizer
mempunyai tingkat dosis yang
dapat meningkatkan workability, kuat desak, daya kedap air, nilai
slump
, serta
kepadatan dan kerapatan beton dan sebagainya.
Sikament NN adalah bahan tambah untuk campuran beton maupun mortar yang
berbentuk cairan, sehingga bahan tambah ini akan lebih dapat bercampur dan
bereaksi dengan campuran mortar yang lain di dalam adukan mortar. Maka
diharapkan dapat menghasilkan mortar yang cair sehingga memiliki tingkat
pengerjaan yang tinggi dan memiliki mutu yang tinggi dengan faktor air semen
seminimal mungkin.
Accelerator
adalah bahan tambah yang berfungsi untuk untuk mempercepat
proses ikatan dan pengerasan beton maupun mortar, bahan ini digunakan untuk
mengurangi lamanya waktu pengeringan dan mempercepat pencapaian kekuatan
pada beton maupun mortar. Bahan ini digunakan jika penuangan adukan
dilakukan dibawah air, atau pada struktur beton yang memerlukan pengerasan
2.4.
Polymer
Retak pada beton dapat mempengaruhi ketahanan beton itu sendiri. Semakin kecil
dan sedikit retakan pada beton maka ketahanan beton akan meningkat. Penambahan
polymer
pada
repair
material ini bertujuan untuk memperkuat dan sekaligus mengikat
repair
mortar dengan beton pada lapisan
overlay
.
Polymer
memberikan sifat yang
flexible
pada mortar sehingga material yang dihasilkan setelah kering memiliki
flexibilitas yang lebih baik dibandingkan dengan material yang terbentuk dari
campuran semen biasa. Bahan
polymer
yang terkandung di dalam campuran
repair
material diharapkan mampu memodifikasi kelemahan komposit beton normal dengan
repair
mortar. Diharapkan
polymer
tersebut mampu mengisi porositas, sehingga total
porositas yang terbentuk dapat berkurang. Dengan adanya penambahan
polymer
pada
repair
material, diharapkan retakan yang mungkin timbul akan berkurang, sehingga
selain kekuatan meningkat, ketahanan komposit beton normal dengan
repair
material
akan meningkat pula
(Andayani, 2007).
Dalam penelitian ini, modifier
polymer
yang digunakan adalah resin bening produk
dari PT. Brataco. Resin bila dicampurkan dengan
hardener
akan membentuk epoxy
resin. Epoxy resin merupakan komponen yang mempunyai daya rekat yang sangat
tinggi antara beton normal dengan
repair
material serta memiliki sifat permeabilitas
yang rendah. Namun sering kali epoxy tidak kompatibel dengan beton normal,
sehingga menghasilkan kegagalan di awal perbaikan. Penggunaan agregat yang lebih
besar dapat meningkatkan kompatibilitas termal dengan beton dan mengurangi resiko
debond.
Pemilihan campuran epoxy tertentu harus didasarkan pada kondisi
Epoxy secara substansial meningkatkan kualitas mortar semen, seperti :
1)
Lapisan tahan abrasi
2)
Memiliki kekuatan awal tinggi
3)
Kuat tekan, tarik dan lentur tinggi
4)
Memiliki ketahanan kimia yang cukup baik
5)
Tahan air
6)
Dapat mengurangi terjadinya penyusutan
Modifikasi
polymer
dalam campuran
repair
material dapat meningkatkan kekuatan
tarik dan lentur pada komposit beton normal dengan mortar serta dapat mengurangi
sifat rapuh. Penambahan
polymer
pada
repair
material akan memperkuat ikatan
antara
repair
material dengan beton pada saat proses pelapisan atau penambalan.
2.5.
Susut
(shrinkage)
2.5.1. Definisi Susut
(shrinkage)
Proses susut secara umum didefinisikan sebagai perubahan volume yang tidak
berhubungan dengan beban. Pada umumnya faktor-faktor yang mempengaruhi
rangkak
juga mempengaruhi susut, khususnya faktor-faktor yang berhubungan dengan
hilangnya kelembaban.
(Istimawan Dipohusodo, 1994).
Apabila beton mulai mengeras, berarti beton tersebut akan mengalami susut.
Shrinkage
atau susut pada beton dapat disebabkan air karena proses evaporasi, serta
disebabkan oleh karbonasi (reaksi antara CO2 yang ada di atmosfer dan yang ada di
pasta semen). Satuan
shrinkage
dinyatakan dalam mm per mm (
in per in),
tetapi
Proses kehilangan air dari dalam mortar sehingga menyebabkan penyusutan
merupakan sesuatu yang menarik untuk diketahui. Berikut ini adalah mekanisme
penyusutan dalam mortar:
1.
Pasta semen terdiri dari pori-pori kapiler besar dan kecil. Seiring bertambahnya
umur mortar, pori-pori yang terisi air tersebut akan menguap. Air yang pertama
menguap adalah air yang terdapat pada pori yang besar, berlangsung pada pori
yang besar habis. Berkurangnya air dari pori yang besar ini belum menyebabkan
timbulnya tegangan kapiler yang cukup untuk menimbulkan
shrinkage
, ketika
sudah tidak ada lagi sumber air dalam pori yang besar, air dari kapiler mortar
yang lebih kecil dan lebih halus secara berangsur angsur akan mulai menguap.
Kehilangan air dari kapiler kecil inilah yang menimbulkan tegangan signifikan
sehingga menyebabkan penyusutan.
2.
Luas permukaan dari sistem koloid pasta semen cukup luas, karena itu air yang
terserap di permukaan akan mempengarungi keseluruhan sifat koloidal tersebut.
Ketika air menguap maka terjadi perubahan energi di dalam sistem koloid silikat
hidrat. Perubahan energi ini akan menyebabkan penyusutan.
2.5.2. Macam-Macam Susut
(shrinkage)
Macam-macam susut yang terjadi pada beton adalah :
a.
Susut plastic
(plastic shrinkage)
Adalah perubahan volume akibat berkurangnya air dalam beton segar
(fresh
concrete)
pada proses hidrasi. Berkurangnya air tersebut diakibatkan adanya
penguapan air dari permukaan beton (evaporasi) dan penyerapan air (absorbsi)
oleh cetakan. Faktor-faktor yang mempengaruhi susut plastik antara lain suhu
udara, kelembaban relatif, dan kecepatan angin. Susut plastik terjadi beberapa jam
b.
Susut pengeringan
(drying shrinkage)
Adalah penyusutan yang disebabkan oleh keluarnya air pori karena penguapan
(evaporasi).
Drying shrinkage
merupakan susut yang terjadi setelah beton
mencapai bentuk proses hidrasi pasta semen telah selesai, dan terjadi kehilangan
uap air karena penguapan.
(Nawy, 2001)
Drying shrinkage
dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain jenis kehalusan
semen, jumlah dan modulus elastisitas agregat, kelembaban udara, faktor air
semen, ukuran dan bentuk beton dan campuran kimia.
c.
Susut Karbonasi
(carbonation shrinkage)
Karbonasi adalah reaksi kimia antara CO
2dengan hasil hidrasi semen, dimana
gas CO
2berasal dari udara sekitar. Pada daerah lembab gas CO
2membentuk
asam karbonat yang akan bereaksi dengan Ca(OH)
2dan membentuk CaCO
3,
sedangkan komponen semen yang lain akan terurai. Hal ini akan mengakibatkan
terjadinya susut dari proses karbonasi tersebut.
d.
Autogenous
Shrinkage
Adalah penyusutan yang disebabkan oleh berkurangnya air pori karena di
konsumsi semen untuk proses hidrasi sehingga menyebabkan naiknya tegangan
pori. Autogenous
shrinkage
dimulai beberapa jam setelah beton di cor kedalam
cetakan. Pada awal proses hidrasi rongga-rongga dipenuhi oleh partikel semen
secara bertahap diganti oleh rongga yang di isi oleh produk-produk hasil hidrasi.
Pada awal pengerasan, sebagian besar pori-pori kapiler dan partikel agregat dalam
keadaan jenuh, ketika proses hidrasi berlanjut air yang dibutuhkan untuk proses
hidrasi ini tersedia cukup dengan adanya external
curing
, namun bila beton
tertutup
rapat
dan
tidak
mendapatkan
external
curing
,
maka
semen
desiccation).
Sebagai akibat dari proses ini, kelembaban relative dari beton turun
dan di dalam pori-pori kapiler timbul tegangan, tegangan pori ini disebabkan oleh
adanya gaya kapiler. Gaya kapiler ini menarik dinding-dinding pori sehingga
beton akan mengalami penyusutan.
2.5.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Susut
(Shrinkage)
Menurut
(Edward G. Nawy, 2001)
faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya susut
adalah :
1.
Agregat
Agregat bereaksi menahan susut pasta semen, jadi beton dengan kandungan lebih
banyak agregat akan lebih sedikit mengalami susut. Selain itu, derajat
pengekangan suatu beton ditentukan oleh besaran agregat. Beton dengan modulus
elastisitas tinggi atau dengan permukaan kasar akan lebih dapat menahan proses
susut.
2.
Rasio air semen
Semakin tinggi rasio air semen, semakin tinggi pula susut.
3.
Banyaknya penulangan
Beton bertulang menyusut lebih sedikit dari pada beton polos, perbedaan
relatifnya merupakan fungsi dari persentase penulangan.
4.
Ukuran elemen beton
Baik laju maupun besar total susut berkurang apabila volume elemen beton
semakin besar. Namun durasi susut akan lebih lama untuk komponen struktur
yang lebih besar karena lebih banyak waktu yang dibutuhkan dalam pengeringan
untuk proses pengeringan pada kedalaman 10
in
dari permukaan yang di ekspos,
dan 10 tahun untuk mulai pada 24
in
di bawah permukaan yang di ekspos.
5.
Bahan tambahan
Efek ini bervariasi bergantung pada jenis bahan tambahan,
accelerator
seperti
kalsium klorida yang digunakan untuk mempercepat pengerasan beton, ternyata
memperbesar susut. Pozzolan juga dapat memperbesar susut pengeringan,
sedangkan bahan-bahan pemerangkap udara hanya sedikit mempunyai pengaruh.
6.
Kondisi kelembaban sekitar
Kondisi relatif pada lingkungan sekitar sangat mempengaruhi besarnya susut.
Laju penyusutan lebih kecil pada kelembaban relatif yang lebih tinggi.
Temperatur lingkungan juga merupakan faktor. Itu sebabnya susut menjadi stabil
pada temperatur rendah.
7.
Jenis semen
Semen yang cepat mengering akan susut lebih banyak dibandingkan jenis-jenis
lainnya. Sedangkan semen pengkompensasi susut akan mengurangi atau
mengeliminasi retak susut apabila digunakan bersama tulangan pengekang.
8.
Karbonasi
Banyaknya susut gabungan bergantung pada urutan proses karbonasi dan
pengeringan, susut karbonasi disebabkan oleh reaksi antar karbon dioksida (CO)
2yang ada di atmosfer dan yang ada di pasta semen. Apabila kedua fenomena
tersebut terjadi secara simultan, maka susut yang terjadi akan lebih sedikit. Proses
2.5.4. Efek Susut
(Shrinkage)
Gejala susut terjadi karena beton kehilangan kelembabannya yang disebabkan oleh
penguapan ataupun digunakan untuk hidrasi semen. Adanya susut yang berlebihan
pada struktur akan menyebabkan deformasi seiring bertambahnya umur beton. Pada
beton bertulang susut yang terjadi dapat menimbulkan tegangan tekan pada baja dan
tegangan tarik pada beton. Efek yang paling terlihat pada struktur yaitu timbulnya
retak-retak pada struktur dalam jangka waktu yang relatif lama. Pada struktur beton
prategang susut dapat menyebabkan kehilangan prategang, dimana kehilangan
prategangnya harus dibatasi.
2.5.5. Prediksi
Shrinkage
Jangka Panjang
Shrinkage
yang terjadi pada beton tidak hanya terjadi sesaat setelah beton selesai
dicor atau dicetak, namun akan terjadi sepanjang waktu seiring dengan bertambahnya
umur beton tersebut. Besarnya nilai
shrinkage
yang akan terjadi sepanjang waktu
harus diperhitungkan dengan memprediksikan nilai
shrinkage
jangka panjang. Salah
satu cara memprediksikan penyusutan beton jangka panjang menurut ACI 209R-92.
Didalam memprediksikan
shrinkage
jangka panjang, diperlukan data atau nilai
shrinkage
yang telah diteliti dari pengujian jangka pendek (28) hari.
Pengukuran
shrinkage
pada beton dilakukan dengan membandingkan antara selisih
panjang awal dan panjang akhir dengan panjang mula-mula benda uji tanpa
Gambar 2.1.
Hubungan Susut (
shrinkage
) dengan waktu
Tabel 2.1.
Cara Perhitungan Nilai
Shrinkage
Time
Length
Perubahan Panjang Dari L
0Shrinkage
t
0L
00
0
t
1L
1L
0– L
1( L
0– L
1) / L
0t
2L
2L
0– L
2( L
0– L
2) / L
0Dari gambar diatas dapat diambil rumus sebagai berikut :
Dengan :
ε
sh= Besar nilai
shrinkage
Δ L
= Perubahan Panjang setelah t waktu (mm)
L
0= Panjang mula-mula (mm)
L
0L
1L
2t
0t
1t
2Waktu
ACI 209R-92 merekomendasikan untuk memprediksi penyusutan beton jangka
panjang dari data-data jangka pendek dengan rumus sebagai berikut :
Dengan :
t
= Umur pengujian
ε
sh(t)=
Shrinkage
umur t (selama pengujian)
ε
sh(u)=
Ultimate Shrinkage
25
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1. Umum
Metode penelitian adalah langkah-langkah atau cara-cara penelitian suatu masalah, kasus, gejala atau fenomena dengan jalan ilmiah untuk menghasilkan jawaban yang rasional. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimental laboratorium, yaitu mengadakan suatu percobaan di laboratorium untuk mendapatkan data-data sebagai hasil penelitian. Pengujian dilakukan terhadap beberapa tipe sampel mortar dengan bahan tambah po lymer maupun pembandingnya.
3.2. Tahap dan Pro sedur Penelitian
Sebagai penelitian ilmiah, penelitian harus dilaksanakan dalam sistematika dan urutan yang jelas dan teratur sehingga hasilnya dapat dipertanggungjawabkan. Untuk itu pelaksanaan percobaan dibagi dalam beberapa tahap, yaitu:
I. Tahap I (P ersiapan)
Pada tahap ini dilaksanakan pengumpulan dan mempersiapkan bahan-bahan yang akan digunakan agar penelitian dapat berjalan dengan lancar.
II. Tahap II (Uji Bahan)
Pada tahap ini dilakukan pengujian terhadap bahan penyusun mortar untuk mengetahui kelayakan dari material tersebut sebagai bahan penyusun mortar. Pengujian untuk masing-masing bahan antara lain :
1) Semen, pengujian yang dilakukan :
- Uji vicat yaitu untuk mengetahui waktu pengikatan awal. 2) Pasir, pengujian yang dilakukan :
- Kad ar orga nik, bertujuan untuk mengetahui jumlah kandungan zat organik dalam pasir.
- Gra da si, bertujuan megetahui susunan diameter butiran pasir dan persentase modulus kehalusan butir (menunjukkan tinggi rendahnya tingkat kehalusan butir dalam suatu agregat).
- S pecific gravity, bertujuan untuk mengetahui barat jenis pasir serta daya serap pasir terhadap air.
III. Tahap III (Mix Design)
Dalam tahap ini dilakukan pembuatan mortar dengan f.a.s yang diinginkan yaitu sebesar 0,35 dengan data-data yang diperoleh dari tahap pengujian bahan.
IV. Tahap IV (Pembuatan Benda Uji)
Pada tahap ini dilakukan kegiatan sebagai berikut :
1) Pembuatan adukan mortar dengan rancangan campuran mortar sesuai dengan mix design yang telah direncanakan.
2) Pengecoran ke dalam bekisting. 3) Pelepasan benda uji dari cetakan. V. Tahap P ersiapan P engujian
Pekerjaan yang dilakukan pada tahap ini adalah :
1) Pemasangan d emec p oint dengan cara memberi tanda pada bar reference pada titik yang akan ditumpu kemudian menempelkan demec po in t di atas titik-titik tersebut.
2) Menginstal alat uji. VI. Tahap P engujian
Pekerjaan yang dilakukan pada tahap ini diantaranya adalah :
VII. Tahap Analisa data dan Pembahasan
pada tahap ini dilakukan analisa terhadap hasil pengujian shrink ag e untuk mengetahui pengaruh proporsi po lymer terhadap besarnya nilai shrin k a ge. Selain itu juga untuk memprediksi nilai shrink ag e jangka panjang dengan menggunakan data-data jangka pendek. Setelah hasil pengujian dianalisis, kemudian dilakukan pembahasan sesuai dengan tujuan penelitian.
VIII. Tahap kesimpulan
P ada tahap ini dibuat suatu kesimpulan yang berhubungan dengan tujuan penelitian berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan pada tahap sebelumnya.
`
Gambar 3 .1 . Diagram Prosedur dan Tahapan Penelitian IV
Perhitungan Rencana Campuran dan Pembuatan Mix Design Polym er Air Superplasticizer,
Repair material buatan sendiri Repair material pabrikan
3.3. Benda Uji
3.3.1. Alat yang D ig unak an
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Bahan Bangunan jurusan Teknik Sipil Universitas Sebelas Maret Surakarta, sehingga menggunakan alat-alat yang tersedia pada laboratorium tersebut. Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Timbangan
1) Neraca merk Murayama Seisa k usho Ltd Ja pa n, dengan kapasitas 5 kg. Ketelitian sampai 0,1 gram, digunakan untuk mengukur berat material yang berada dibawah kapasitasnya.
Mesin penggetar ayakan yang digunakan adalah mesin penggetar dengan merk Co ntrol, Italy. Mesin dugunakan sebagai dudukan sekaligus penggetar ayakan. Penggunaannya untuk uji gradasi agregat halus maupun kasar.
d. Oven
f. Cetakan benda uji
Digunakan untuk mencetak benda uji. Bentuk cetakan adalah silinder dengan diameter 75mm, tinggi 275mm.
h. Demo untable Mech an ical Strain Ga ug e
Demo untable Mechan ica l S tra in Gau ge digunakan untuk mengukur perubahan panjang mortar sehingga didapatkan nilai susut.
i. Untuk kemudahan dan kelancaran penelitian, digunakan beberapa alat bantu, yaitu :
1) Cetok, digunakan untuk memasukkan campuran repair mortar ke cetakan. 2) Gelas ukur kapasitas 1000 ml, digunakan untuk menakar air yang akan
dipakai dalam campuran repa ir mortar. 3) Ember untuk tempat air dan sisa adukan.
3.3.2. Bahan yang Digunak an
Bahan – bahan yang digunakan adalah : a. Semen
b. Pasir
c. S uperplastisizer d. Accelerator e. Polymer
3.3.3. Pe mbuatan Benda Uji
Pada penelitian ini digunakan benda uji silinder dengan ukuran diameter 75mm dan tinggi 275mm seperti pada Gambar 3.2 .
Gambar 3.2 . Sketsa Benda Uji untuk Pengujian Susut
Pembuatan campuran adukan mortar dilakukan setelah menghitung proporsi masing-masing bahan yang digunakan, kemudian mencampur dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Mengambil bahan-bahan pembentuk mortar berbahan po lymer yaitu : semen, air dalam kondisi jenuh serta bahan-bahan tambah sup erplasticizer, accelera to r, dan p olymer dengan berat yang ditentukan sesuai rencana campuran.
b. Mencampur dan mengaduk semen, pasir sampai benar-benar homogen.
c. Menambah air sedikit demi sedikit sesuai dengan jumlah faktor air semen yang telah ditentukan serta mengaduk campuran tersebut sehingga menjadi adukan mortar homogen.
d. Menambahkan bahan-bahan tambah yaitu sup erplasticizer, a ccelerator, po lymer ke dalam adukan mortar sesuai dengan kebutuhan dan komposisi volume yang telah ditentukan untuk masing-masing benda uji.
e. Memasukkan adukan ke dalam cetakan silinder beton yang telah disiapkan. Pada penelitian ini, bahan untuk cetakan adalah pipa paralon yang dipotong sesuai ukuran dan salah satu ujungnya ditutup plastik kemudian di selotip. Adukan beton dimasukkkan ke dalam cetakan secara berlapis dan tiap lapis dipadatkan agar pemadatannya sempurna. Permukaan adukan diratakan dengan sendok semen.
f. Bekesting atau cetakan dapat dibuka apabila pengerasan sudah berlangsung selama satu hari.
Tabel 3.1. Proporsi Campuran Benda Uji
Kode Be nda Uji Pro porsi Campuran Jumlah benda uji
3.4. Prosedur Pengujian Susut
( Shrinkage )
Dalam pengujian susut ini digunakan benda uji berbentuk silinder dengan ukuran diameter 7,5 dan tinggi 27,5 cm dimana di keempat sisi-sisinya akan dipasang demec po int, sedangkan pengukuran susut dilakukan dengan menggunakan Demou ntab le Mecha nical Stra in Gau ge (Demec Ga ug e).
Langkah-langkah pemasangan d emec p oint pada benda uji: 1. Meletakkan benda uji pada dudukan.
2. Memberi tanda pada titik titik yang akan ditinjau sejarak 200 mm dan agar tepat digunakan alat b ar reference.
3. Demec p oint yang berupa butiran berbentuk silinder terbuka di kedua sisinya dan berdiameter 3 mm, ditempelkan dengan lem tepat diatas titik-titik tersebut.
4. Setelah proses pemasangan selesai, benda uji didiamkan selama kira-kira 4 jam sampai lem mengeras sehingga posisi demec po in t benar-benar stabil.
Langkah-langkah pengujian shrink a ge adalah sebagai berikut :
1. Benda uji dikeluarkan dari begesting 1 hari setelah proses pembuatan untuk menjalani uji shrink a ge.
2. Setting alat Demo un ta ble Mechan ical Strain Ga uge. Dimana digunakan nilai bar reference sebesar 200 μ mm.
3. Mengatur nilai d ial g au ge yang terdapat pada Demou ntab le M echa nica l Strain Ga ug e dan jarum disetel pada posisi angka nol.
4. Kemudian pengujian siap dilakukan dengan membaca dan mencatat perubahan jarum pada angka yang ditunjukkan oleh dia l ga ug e setelah jarum berhenti atau dalam keadaan stabil.
35
BAB 4
ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Pengujian Susut (
shrinkage
)
Pada penelitian digunakan benda uji silinder dengan ukuran diameter 75 mm dan tinggi 275 mm. Pengujian sh rink ag e pada mortar dimulai saat mortar berumur 1 hari. P engujian shrink ag e dilakukan pada umur mortar mencapai 1, 2, 3, 7, 10, 14, 21, 28, 35, 42, 49, 56, 70, dan 84 hari. S hrink a ge didapat dari perhitungan antara selisih perubahan panjang dibagi panjang mula-mula. Data pengujian sh rink ag e selengkapnya terdapat pada Lampiran B. Berikut ini grafik hubungan antara sh rink ag e dengan umur mortar.