PENGARUH PENGGUNAAN
STARTER
TERHADAP KUALITAS
FERM ENTASI LIM BAH CAIR TAPIOKA SEBAGAI ALTERNATIF PUPUK
CAIR
The Effect of Using a Starter on The Q uality of Fermented Tapioca Liquid
W aste as an Alternative to Liquid Fertilizer
Rizki Yunia Cesaria1,Ruslan Wirosoedarmo2*, Bambang Suharto2
1Mahasisw a Keteknikan Pertanian Universitas Braw ijaya, Jl. Veteran, Malang 65145 2Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Braw ijaya, Jl. Veteran, Malang 65145
*Email Korespondensi : ruslanw r@ub.ac.id
A BSTRAK
Industri tapioka adalah salah satu jenis industri yang menghasilkan limbah cair yang dapat menyebabkan pencemaran apabila tidak dikelola dengan baik karena mengandung senyawa organik yang cukup tinggi, untuk mengatasi permasalahan tersebut timbul gagasan untuk memanfaatkan limbah cair tapioka menjadi produk akhir yang bernilai dengan cara mengelolanya sebagai pupuk cair organik yang juga berguna untuk membantu penyelamatan lingkungan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kandungan C organik, fosfor, nitrogen, rasio C/ N, kalium dan pH pada pupuk cair dari limbah cair tapioka untuk mengetahui mutu pupuk cair yang dihasilkan. Pada penelitian ini terdapat tiga perlakuan, yaitu pengolahan limbah cair tapioka tanpa starter (Kontrol), pengolahan limbah cair tapioka dengan penambahan Trichoderma koningii (Pupuk A), dan pengolahan limbah cair dengan penambahan EM4 (Pupuk B). Analisis parameter kualitas pupuk seperti C/ N, C organik, N, P, K dan pH
pada Pupuk A dan Pupuk B berbeda nyata dibandingkan dengan Kontrol. Sementara itu, semua parameter kualitas pada Pupuk A lebih tinggi dibandingkan dengan Pupuk B. Kandungan N, P, K dari Pupuk A sudah memenuhi nilai standar kualitas pupuk sesuai SNI 19-7030-2004.
Kata kunci : Limbah cair tapioka, Starter, Pupuk cair Abstract
Industry tapioca is one of the types of industries that produce wastewater that can use pollution properly because contains an organic compound relatively high, to overcome these problems arise the idea to utilize tapioca liquid waste into into a final product in a way to it as a liquid organic fertilizer that is also useful to help rescue the environment. The research purpose to analyze the content of C organic, nitrogen, ratio C/ N, phosphorus, and potassium in liquid fertilizers derived from tapioca wastewater. this study there were three treatments, namely tapioca processing wastewater without starter (control), tapioca wastewater treatment with the addition of Trichoderma koningii (Fertilizer A), and the treatment of wastewater with the addition of EM4 (Fertilizer B). Analysis of fertilizer quality parameters such as C / N, organic C, N, P, K and pH on Fertilizer A and B were significantly different compared with controls. Meanwhile, all the quality parameters on Fertilizer A is higher than B. Content of Fertilizer N, P, K of Fertilizer A value has met quality standards in accordance with SNI 19-7030-2004 fertilizer.
PENDAHULUA N
Industri merupakan salah satu kegiatan ekonomi yang cukup strategis untuk
meningkatkan pendapatan dan
perekonomian masyarakat secara cepat. Akan tetapi, selain memberikan dampak yang positif ternyata perkembangan di sektor industri juga memberikan dampak yang negatif berupa limbah industri yang bila tidak dikelola dengan baik dan benar akan menyebabkan pencemaran, sehingga
pembangunan yang berwawasan
lingkungan tidak tercapai (Hamrad et al., 2007).
Salah satu jenis pencemaran yang terjadi adalah pencemaran yang disebabkan oleh limbah industri tapioka yang jika
langsung dibuang ke perairan akan
menyebabkan pencemaran pada lingkungan
sungai sekitarnya. Menurut
Tjokroadikoesoemo (1986), limbah cair industri tapioka yang masih baru berwarna putih kekuningan, sedangkan limbah yang sudah busuk berwarna abu-abu gelap. Kekeruhan yang terjadi pada limbah disebabkan oleh adanya bahan organik, seperti pati yang terlarut, jasad renik dan koloid lainnya yang tidak dapat mengendap dengan cepat. limbah industri tapioka banyak mengandung amilum yang bila terlarut dalam air akan menyebabkan turunnya oksigen terlarut dan menimbulkan bau busuk yang berasal dari proses degradasi bahan organik yang kurang sempurna.
Permasalahan tersebut, dapat diatasi dengan cara memanfaatkan limbah cair tapioka menjadi produk akhir yang lebih bernilai dengan cara mengelolanya sebagai pupuk cair organik yang juga berguna untuk membantu penyelamatan lingkungan karena mengurangi penggunaan pupuk kimia yang dapat menyebabkan degradasi lahan.
Menurut Simamora et al. (2005) pupuk organik cair adalah pupuk yang berasal dari
hewan atau tumbuhan yang sudah
mengalami fermentasi. Didalam proses fermentasi senyawa organik terurai menjadi senyawa yang lebih sederhana seperti gula, gliserol, asam lemak dan asam amino.
Penguraian senyawa organik atau
dekomposisi dapat dilakukan dengan
penambahan starter. Starter yang digunakan dalam penelitian ini adalah EM4 dan
Trichoderma koningii.
EM4 merupakan campuran dari
mikroorganisme yang menguntungkan.
Efek EM4 bagi tanaman tidak terjadi secara
langsung. Penggunaan EM4 akan lebih
efisien bila terlebih dahulu ditambahkan bahan organik yang berupa pupuk organik ke dalam tanah. EM4 akan mempercepat
fermentasi bahan organik sehingga unsur hara yang terkandung akan terserap dan tersedia bagi tanaman (Hadisuwito, 2012), sedangkan Trichoderma koningii adalah jamur saprofit yang hidup dalam tanah dan kayu mati. Menurut Bangun (2012), bahwa jamur Trichoderma mempunyai kemampuan
untuk meningkatkan kecepatan
pertumbuhan dan perkembangan tanaman,
terutama kemampuannya untuk
menyebabkan produksi perakaran sehat dan meningkatkan angka kedalaman akar. Akar yang lebih dalam ini menyebabkan tanaman menjadi lebih resisten terhadap kekeringan.
Pemilihan EM4 dan Trichoderma
koningii ini yaitu untuk membandingkan keefektivan kedua jenis starter untuk proses pembuatan pupuk cair dengan cara melihat kandungan Rasio C/ N, N, P, K dan pH yang dihasilkan.
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bahwa pemberian
starter memiliki pengaruh yang berbeda
terhadap kualitas pupuk cair yang
dihasilkan dan juga untuk mengetahui mutu pupuk cair dari limbah cair tapioka.
BA HA N DAN M ETODE
Proses fermentasi pada limbah cair tapioka dilakukan dalam botol plastik dengan volume sebesar 1.5 L. Sampel limbah cair tapioka ini diperoleh dari bak sedimentasi dan dimasukkan kedalam 3 botol masing-masing sebanyak 1.3 L. Botol plastik
pertama (kontrol) merupakan sampel
limbah cair tapioka tanpa penambahan
starter. Botol plastik kedua (Pupuk A ) merupakan limbah cair tapioka dengan penambahan Trichoderma koningii sebanyak 13 ml dan botol plastik yang ketiga (Pupuk B) merupakan sampel limbah cair tapioka dengan penambahanEM4 sebanyak 13 ml.
selama 28 hari dan dilakukan pengadukan setiap hari pada pagi dan sore hari untuk
membebaskan gas selama proses
penguraian berlangsung. Menurut Sungguh (1993), fermentasi adalah penguraian unsur organik kompleks terutama karbohidrat untuk menghasilkan energi melalui reaksi
enzim yang dihasilkan oleh
mikroorganisme, yang biasanya terjadi dalam keadaan anaerob dan diiringi dengan pembebasan gas, hal ini bertujuan untuk menekan pertumbuhan pathogen agar proses degradasi berjalan dengan baik. Setelah 28
hari dilakukan penyaringan untuk
memisahkan antara padatan dan cairan. Cairan yang dihasilkan dianalisa untuk mengetahui kandungan C organik N, P, K
dan pH di Laboratorium UPT
Pengembangan Agribisnis Tanaman Pangan dan Hortikultura Bedali – Lawang Dinas Pertanian Provinsi Jawa Timur.
C organik
Unsur karbon berperan penting pada tanaman yaitu sebagai pembangun bahan organik, karena sebagian besar bahan kering tanaman terdiri dari bahan organik. Selain
itu karbon juga diperlukan oleh
mikroorganisme sebagai sumber energi (Sutanto, 2002). Menurut Jenie dan Rahayu (1993), pada kondisi anaerobik karbon organik diubah menjadi CO2, metana, dan
senyawa produksi lainnya.
Pengukuran karbon oranik
menggunakan metode Walkey dan Black (pengoksidasian dengan kromat dan asam sulfat. Sampel sebanyak 1 ml ditambahkan dengan 10 ml K2Cr2O7 dan H2SO4 pekat,
kemudian dipanaskan sampai semua
sampel melarut. Sampel yang sudah larut diencerkan menjadi 100 ml dengan akuades. Larutan ini kemudian dipipet 10 ml kedalam Erlenmeyer dan ditetesi indikator feroin 3 tetes, selanjutnya dititrasi dengan larutan FeSO4 0,5 N sampai terjadi
perubahan warna hijau menjadi coklat (A OAC, 1999).
Nitrogen
Unsur nitrogen merupakan salah satu unsur
penyusun protein sebagai pembentuk
jaringan dalam makhluk hidup, dan di dalam tanah unsur N sangat menentukan pertumbuhan tanaman (Sutanto, 2002).
Pengujian nitrogen dilakukan
menggunakan metode kjedahl. Sampel sebanyak 5 ml ditambahkan dengan H2SO4
pekat, kemudia didestruksi sampai jernih. Sampel didinginkan setelah itu didestilasi dengan menambahkan 20 ml NaOH 50% untuk melepaskan NH3 yang ditampung
dengan larutan asam borat 1%. Sampel yang telah didestilasi selanjutnya dititrasi dengan HCL encer (0.05 N) dengan indikator
digunakan sebagai indikator proses
fermentasi yaitu jika jumlah perbandingan antara karbon dan nitrogen masih berkisar antara 20% sampai 30% maka hal tersebut mengindikasikan bahwa pupuk yang di fermentasi sudah bisa untuk digunakan. Perbedaan kandungan C dan N tersebut akan menentukan kelangsungan proses fermentasi pupuk cair yang pada akhirnya mempengaruhi kualitas pupuk cair yang dihasilkan (Pancapalaga, 2011).
Kandungan rasio C/ N didapatkan dari perbandingan antara nilai C organik dan nitrogen.
Fosfor
Fosfor merupakan unsur hara yang
terpenting bagi tumbuhan setelah nitrogen. Unsur ini merupakan bagian penting dari nukleoprotein inti sel yang mengendalikan
pembelahan dan pertumbuhan sel,
demikian pula untuk DNA yang membawa sifat-sifat keturunan organismpe hidup. Senyawa Fosfor juga mempunyai peranan
dalam pembelahan sel, merangsang
pertumbuhan awal pada akar, pemasakan
buah, transport energi dalam sel,
pembentukan buah dan produksi biji (Yulipriyanto, 2010).
Pengujian fosfor menggunakan metode spektrofotometer. Sampel sebanyak 1 ml diekstrak dengan 10 ml larutan Bray II (NH4
+ HCl) disaring, kemudian ditambahkan dengan larutan ammonium molibdat + asam borat dan direduksi dengan pereduksi asam askorbat sampai timbul warna biru.
Absorban sampel diukur dengan
panjang gelombang 660 nm, sebagai pembanding dilakukan penetapan deret standar dengan konsentrasi fosfor 0, 1, 2, 3, 4, 5 ppm (AOAC, 1999).
Kalium
Kalium (K) berperan dalam pembentukan protein dan karbohidrat, pengerasan bagian kayu dari tanaman, peningkatan kualitas biji dan buah. Unsur K diserap dalam bentuk K+, terutama pada tanaman muda (Mulyani,
1994). Tanaman yang kekurangan unsur K akan mengalami gejala kekeringan pada ujung daun, terutama daun tua. Ujung yang kering akan semakin menjalar hingga ke pangkal daun. Kadang-kadang terlihat seperti tanaman yang kekurangan air. Kekurangan unsur K pada tanaman buah-buahan mempengaruhi rasa manis buah (Winata, 1998).
Pengujian kalium dilakukan
menggunakan metode pertukaran kation dengan cara dilakukan ekstraksi dengan larutan NH4OAc pH 7.0 N selanjutnya
diukur dengan Instrument Atomic
Absortion Spetrophotometer (AAS) pada
panjang gelombang 768 nm, sebagai
pembanding dilakukan penetapan deret standar dengan konsentrasi fosfor 0, 1, 2, 3 ppm (AOAC, 1999).
Derajat Keasaman (pH)
Menurut Campbell dan Reece (2008), pH
merupakan faktor penting karena
berpengaruh terhadap ketersediaan mineral yang dibutuhkan oleh tumbuhan. Salah satu
faktor yang mempengaruhi aktivitas
mikroorganisme didalam media penguraian bahan organik adalah pH. pH optimum untuk proses penguraian bahan organik menurut Sutanto (2002) antara 5–8. Akhir proses penguraian menghasilkan pupuk organik cair yang bersifat asam netral dan alkalis sebagai akibat dari sifat bahan organik.
Pengujian pH dilakukan menggunakan pH meter. Ditimbang 10 gram contoh pupuk organik, dimasukkan ke dalam botol kocok, ditambah 50 ml air bebas ion. Kemudian dikocok dengan mesin kocok selama 30 menit. Kemudian suspensi pupuk cair diukur dengan pH meter yang telah dikalibrasi menggunakan larutan buffer pH 7.0 dan pH 4.0.
Sumber : Badan Standarisasi Nasional (2004)
HA SIL DAN PEM BAHASAN
Derajat Keasaman (pH)
Derajat keasaman dari ketiga perlakuan, Kontrol, Pupuk A dan Pupuk B berkisar antara 4.95 sampai dengan 5.55 ( Tabel 2), dari kandungan tersebut maka pH yang dihasilkan belum memenuhi SNI 19-7030-2004
.
pH pada ketiga perlakuan tidak menunjukkan perbedaan pada awal dan akhir fermentasi. Tetapi, perbedaan pH terjadi pada pertengahan waktu fermentasi.Tabel 2. Kandungan pH pada Pupuk Cair
Perlakuan pH
Bilangan rata-rata yang didampingi huruf yang sama tidak berbeda nyata pada P (0.05); Kontrol = Limbah Cair Tapioka; B = Limbah Cair Tapioka +
Trichoderma Koningii; C = Limbah Cair Tapio ka +
EM4
Kandungan pH pada Kontrol, Pupuk A dan Pupuk B tergolong asam. Menurut Campbell dan Reece (2008), jika pH terlalu
asam dapat disesuaikan dengan
menambahkan kapur yakni kalsium
karbonat atau kalsium hidroksida.
Pada hari ke-14 terjadi peningkatan kandungan pH dan kemudian mengalami penurunan pada akhir proses fermentasi, hal ini sesuai dengan Prahesti dan Dwipayanti (2011) bahwa tingginya pH disebabkan oleh aktivitas kelompok bakteri lainnya, misalkan bakteri metanogen yang
mengonversikan asam-asam organik
menjadi senyawa yang lebih sederhana
seperti metana, amoniak dan
7. pH yang dihasilkan dari limbah cair tapioka berkisar antara 4.95-5.55.
Kandungan C organik
Kandungan C organik yang dihasilkan dari Kontrol, Pupuk A dan Pupuk B berkisar antara 1.10–3.02%. Berdasarkan nilai tersebut maka kandungan C organik dari limbah cair tapioka masih dibawah SNI 19-7030-2004. Kandungan C organik dalam pupuk cair semakin meningkat dengan bertambahnya waktu fermentasi (Tabel 3).
Tabel 3. Kandungan C organik pada Pupuk Cair
Perlakuan C organik (%)
Ke-1 Ke-1 Ke-1
Bilangan rata-rata yang didampingi huruf yang sama tidak berbeda nyata pada P (0.05); Kontrol = Limbah Cair Tapioka; B = Limbah Cair Tapioka +
Trichoderma Koningii; C = Limbah Cair Tapio ka +
EM4
Selama proses fermentasi berlangsung, kandungan C organik mengalama fluktuasi, hal ini disebabkan ada bakteri yang
mengalami kematian. Bakteri yang
mengalami kematian ini tidak mendegradasi senyawa organik, tetapi terukur sebagai organik sehingga kandungan senyawa organiknya tinggi (Winda, 2009).
Kandungan Nitrogen
Kandungan nitrogen pada pupuk cair selama fermentasi semakin meningkat sebanyak 1%. Dari hasil analisa kualitas pupuk cair memiliki kandungan nitrogen berkisar antara 0.60%-0.81%. Berdasarkan
kandungan tersebut maka kandungan
nitrogen yang dihasilkan sudah memenuhi SNI 19-7030-2004.
Tabel 4. Kandungan Nitrogen pada pupuk cair
Keterangan : bilangan rata-rata yang didampingi huruf yang sama tidak berbeda nyata pada P (0.05); Kontrol = Limbah Cair Tapioka; B = Limbah Cair Tapio ka +
Trichoderma Koningii; C = Limbah Cair Tapioka + EM4
Berdasarkan hasil penelitian pH yang dihasilkan dari pupuk cair cenderung asam. Menurut Polprasert (1989), pH yang basa menyebabkan kandungan nitrogen turun,
sehingga dapat disimpulkan bahwa
meningkatnya kandungan nitrogen ini disebabkan oleh pH yang bersifat asam. Kandungan nitrogen tertinggi diperoleh dari Pupuk B.
Rasio C/N
Selama proses fermentasi berlangsung Rasio C/ N pada pupuk cair semakin meningkat, hal ini dikarenakan kandungan C/ N didapatkan dari perbandingan antara
kandungan C organik dan nitrogen,
sehingga jika terjadi peningkatan
kandungan C organik dan nitrogen maka
kandungan C/ N juga akan semakin
meningkat (Tabel 5).
Tabel 5. Rasio C/ N pada Pupuk Cair
Perlakuan Rasio C/ N
Keterangan : bilangan rata-rata yang didampingi huruf yang sama tidak berbeda nyata pada P (0.05); Kontrol = Limbah Cair Tapioka; B = Limbah Cair
Tapioka + Trichoderma Koningii; C = Limbah Cair
Tapioka + EM4
Rasio C/ N pada pupuk cair berkisar antara 1.71-3.73, berdasarkan kandungan tersebut maka kandungan C/ N dari limbah cair tapioka ini masih dibawah SNI 19-7030-2004, hal ini dikarenakan hasil fermentasi dari limbah cair tapioka ini memiliki kandungan C organik yang tergolong rendah sehingga menghasilkan kandungan C/ N yang rendah pula. Kandungan C organik yang rendah disebabkan proses fermentasi dari limbah cair tapioka ini tidak diberikan penambahan sumber karbon,
sehingga pertumbuhan mikroorganisme
hasil dari penggilingan padi yang mempunyai sumber karbon dan nitrogen lebih kompleks dibandingan media lain. Karbohidrat yang yang mudah tersedia seperti halnya dedak padi merupakan sumber energi yang dapat memfasilitasi aktifitas mikroorganisme dalam melakukan proses fermentasi.
Kandungan Fosfor
Peningkatan kandungan fosfor sebanyak 8% (Tabel 6), hal ini dikarenakan tingginya kandungan fosfor juga dipengaruhi oleh tingginya kandungan nitrogen, semakin tinggi nitrogen yang dikandung maka
multiplikasi mikroorganisme yang
merombak fosfor akan meningkat, sehingga kandungan fosfor akan meningkat (Yuli et al., 2011).
Tabel 6. Kandungan Fosfor pada Pupuk Cair
Keterangan : bilangan rata-rata yang didampingi huruf yang sama tidak berbeda nyata pada P (0.05); Kontrol = Limbah Cair Tapioka; B = Limbah Cair
Tapioka + Trichoderma Koningii; C = Limbah Cair
Tapioka + EM4
Kandungan fosfor tertinggi diperoleh dari pupuk B yaitu perlakuan yang diberi EM4. Kandungan fosfor pada pupuk cair
berkisar antara 1.14–1.70%. Berdasarkan kandungan tersebut maka kandungan fosfor yang dihasilkan sudah memenuhi SNI 19-7030-2004.
Kandungan Kalium
Kandungan kalium pada pupuk cair mengalami peningkatan sebanyak 4% (Tabel 7). Kandungan kalium terbaik dihasilkan dari perlakuan dengan penambahan EM4
yaitu pada Pupuk B. Dari hasil analisa kualitas pupuk cair memiliki kandungan
kalium berkisar antara 0.70-1.46%.
Berdasarkan kandungan tersebut maka kandungan kalium yang dihasilkan sudah memenuhi SNI 19-7030-2004.
Tabel 7. Kandungan Kalium pada Pupuk Cair
Keterangan : bilangan rata-rata yang didampingi huruf yang sama tidak berbeda nyata pada P (0.05); Kontrol = Limbah Cair Tapioka; B = Limbah Cair
Tapioka + Trichoderma Koningii; C = Limbah Cair
Tapioka + EM4
Pupuk B menghasilkan kandungan kalium lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan lain. Hal ini disebabkan oleh terbentuknya asam organik selama proses penguraian pada Pupuk B lebih banyak dan menyebabkan daya larut unsur-unsur hara seperti Ca, P dan K menjadi lebih tinggi, sehingga lebih banyak kalium bagi tanaman (Donahue, 1970).
KESIM PULA N
Pemberian starter EM4 dan Trichoderma
Koningii berpengaruh nyata terhadap kandungan C/ N, C organik, N, P, K dan pH. Pada penelitian ini kualitas pupuk cair terbaik diperoleh dari limbah cair tapioka dengan penambahan EM4 yaitu pada Pupuk
B. Penambahan starter EM4 meningkatkan
kandungan hara lebih tinggi dibandingkan dengan penambahan Trichoderma Koningii.
Kandungan N, P dan K pada Pupuk B sudah memenuhi nilai standar kualitas pupuk, sehingga pupuk cair dari limbah cair tapioka jika dilihat dari segi kandungan hara sudah dapat digunakan sebagai pupuk, akan tetapi kandungan C organik dan pH yang dihasilkan masih belum memenuhi SNI 19-7030-2004.
DA FTA R PUSTA KA
AOAC. 1999. Official M ethode of Analysis of AOAC International. The Association of Official Analitycals, Contaminants, Drugs. Vol. 1. AOAC International. Gaithersburg.
Bangun, D. W. 2012. Petani Pintar. Klinik Pertanian Indonesia.
Donahue, R. L,W. 1970. Soils an introduction to soil and plant growth. Prentice hall, inc. New Jersey
Hadisuwito, Sukamto. 2012. M embuat Pupuk Organik Cair. Agromedia Pustaka. Jakarta.
Hamrad, et al .2007. Pengawasan Industri dalam Pengendalian Pencemaran Lingkungan. Granit. Jakarta.
Irlbeck, N.A. 2000. Basic of Alpaca Nutrition.
Alpaca Owners and Breeder
Association Annual Conference
Procedings. June 4. Louisville.
Jenie, B.S.L. dan Rahayu WP. 1993.
Penanganan Limbah Industri Pangan. Kanisius. Yogyakarta.
Mulyani, S. 1994. Pupuk dan Cara Pemupukan. Rineka Cipta. Jakarta.
Pancapalaga, W. 2011. Pengaruh Rasio Penggunaan Limbah Ternak dan Hijauan terhadap Kualitas Pupuk Cair. Gamma 7(1), Hal 61-68.
Polprasert. 1999. Organic W aste Recyling. John W iley and Sons. Chicester.
Prahesti R.Y. dan N.U. Dwipayanti. 2011.
Pengaruh penambahan nasi basi dan gula merah terhadap kualitas kompos dengan proses anaerobik; studi kasus pada sampah domestik lingkungan Banjar Sari, Kelurahan Ubung, Denpasar Utara: 497-506
Rahayu, M.S., dan Nurhayati, (2005),
Penggunaan EM4 dalam Pengomposan
Limbah Padat. Jurnal Penelitian Bidang Ilmu Pertanian Vol. 3, No. 2.
Simamora, S., dan Salundik. 2005.
M eningkatkan Kualitas Kompos. Agromedia Pustaka. Jakarta
Sungguh A. 1993. Kamus Lengkap Biologi. Gaya Media Pratama. Jakarta.
Sutanto, Rachman. 2002. Penerapan Pertanian Organik : Pemasyarakatan & Penerapannya. Karisius. Yogyakarta Tjokroadikoesoemo, P. S. 1986. HFS dan
Industri Ubi Kayu Lainnya. PT Gramedia. Jakarta.
Winata, L. 1998. Budidaya Anggrek. Penebar Swadaya . Jakarta.
Winda, L. 2009. Penyisihan Senyawa Organik pada Biowaste Fasa Padat M enggunakan Reaktor Batch Anaer. Tugas Akhir, Program Studi Teknik Lingkungan. ITB. Bandung.
Yuli A. Hidayati.et al. 2011. Kualitas pupuk cair hasil pengolahan Feses Sapi Potong M enggunakan Saccharomyces cereviceae. Jurnal Ilmu Ternak Vol.11, No.2. Yulipriyanto, H. 2010. Biologi tanah dan