• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PEMBERIAN PUPUK CAIR LIMBAH IKAN LEMURU TERHADAP KANDUNGAN KAROTENOID Spirulina platensis EFFECT OF WASTE LIQUID HEARING FISH FERTILIZER

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH PEMBERIAN PUPUK CAIR LIMBAH IKAN LEMURU TERHADAP KANDUNGAN KAROTENOID Spirulina platensis EFFECT OF WASTE LIQUID HEARING FISH FERTILIZER"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PEMBERIAN PUPUK CAIR LIMBAH IKAN

LEMURU TERHADAP KANDUNGAN KAROTENOID

Spirulina platensis

EFFECT OF WASTE LIQUID HEARING FISH FERTILIZER

OF Spirulina platensis CAROTENOID CONTENT

Galuh Pramusinta, Endang Dewi Masithah dan Boedi Setya Rahardja. Fakultas Perikanan dan Kelautan - Universitas Airlangga Kampus C Mulyorejo – Surabaya 60115 Telp. 031-5911451

Abstract

Spirulina plantesis microalgae is one that produces a variety of high-value bioactive compounds that are used as additives in food and feed for fish, this is because the content of some substances in it exist proteins, minerals, vitamin B12, carotenoid, essential fatty acids such as γ -linolenic acid. Carotenoids are one of the content contained in Spirulina platensis and has many functions such as antioxidant, anti-carcinogenic substances and others. Therefore, the purpose of this study was to determine the effect of different doses of waste liquid hearing fish fertilizer for Spirulina plantesis’s carotenoid content and to determine the optimal dose of waste liquid hearing fish fertilizer on the carotenoid content in Spirulina plantesis. This research method is experimental, while the design of the study is a Rancangan Acak Lengkap (RAL) with 7 treatments and 4 replications. The main parameters in this research that the carotenoid content, while supporting parameters in this study consisted of: growth medium S.platensis and water quality medium culture. The results suggest that dose of liquid fertilizer from hearing fish waste that produces the highest carotenoid is C treatment (0.75 ml/L) witj 0.5459 mg/ml in density. However, the best dose in this research for S.platensis growth is A treatment (0.25 ml/L) with 63.85x104 unit/ml in density. The highest growth occurred in seventh day (peak density). It’s mean that this time is the best time to harvesting of S.platensis cultured. Based on it carotenoid content and sell density.

(2)

92

Keywords : Spirulina platensis, Carotenoid, Waste Liquid Hearing Fish

Fertilizer, culture media

PENDAHULUAN

Mikroalga merupakan tumbuhan air mikroskopik yang mampu bergerak secara pasif (Parsons, 1989 dalam Andayani, 2009). Mikroalga juga merupakan mikroorganisme fotosintetik dengan morfologi sel yang bermacam – macam, baik bersel tunggal maupun bersel banyak, berukuran kecil hidup di perairan dan dibedakan menjadi dua golongan yakni phytoplankton dan zooplankton (Kurniawan dan Gunarto, 1999).

Mikroalga memiliki peranan yang penting dalam ekosistem perairan sebagai sumber makanan, pelindung fisik bagi organisme perairan karena mikroalga mengandung komposisi kimia yang potensial misalnya protein, karbohidrat, pigmen (klorofil dan karotenoid), asam amino, lipid dan hidrokarbon (Djarijah, 1995).

Spirulina plantesis berbentuk filamen yang menghasilkan berbagai senyawa bioaktif yang bernilai tinggi (Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995). S. plantesis memiliki habitat perairan dengan kandungan garam yang tinggi dan sangat penting dalam biotekhnologi nutrisional, industri, dan lingkungan serta kandungan proteinnya yang cukup tinggi. S. plantesis banyak dimanfaatkan sebagai bahan tambahan pada makanan, untuk pakan ikan (Oktaviana, 2007), hal ini dikarenakan kandungan beberapa zat yang terkandung didalamnya antara lain protein, mineral, vitamin B12, karotenoid, asam lemak essensial seperti γ-linolenic

acid (Henrikson, 1989).

S. plantesis menghasilkan berbagai senyawa bioaktif yang mempuyai nilai ekonomi yang tinggi seperti karotenoid (Suharyanto, 2011). Karotenoid merupakan pigmen yang secara alami terdapat pada tanaman dan beberapa organisme fotosintesis seperti alga dan beberapa tipe dari jamur dan bakteri. Fungsi penting dari karotenoid diantaranya sebagai pembentuk pigmen jingga yang dapat dimanfaatkan sebagai pakan ikan misalnya menambah kecerahan warna pada ikan koi, kandungan karotenoid pada S.platensis juga dapat menjadi antioksidan dan dijadikan sebagai food supplement (Layam and Reddy, 2007)

Pupuk cair limbah ikan lemuru merupakan salah satu hasil sampingan perikanan yang kurang dioptimalkan penggunaannya. Limbah ikan lemuru juga

(3)

digunakan sebagai pupuk pertanian dengan dua bentuk utama yaitu dalam bentuk cairan dan kompos ikan. Dalam bentuk kompos maka limbah ikan lemuru dicampur dengan limbah dapur dan limbah tanaman dan dibiarkan terurai. Karotenoprotein 0,5 persen dan 1 persen yang diekstraksi dari limbah ikan lemuru ternyata meningkatkan kecemerlangan warna yang sama dengan pakan yang mengandung astasantin murni 0,5 persen dan 1 persen (Pokja, 2005).

Pupuk cair limbah ikan ikan lemuru dalam bidang perikanan masih belum optimal penggunaannya. Menurut penelitian Reismawati (2011) didapatkan bahwa konsentrasi pupuk cair limbah ikan lemuru yang menghasilkan pertumbuhan S. platensis terbaik adalah 0,25 ml/L dan ditentukan sampai batas akhir 1,5 ml/L. Dengan adanya penelitian ini, maka diharapkan kandungan phospor yang terdapat pada pupuk cair limbah ikan lemuru juga memberikan pengaruh terhadap kandungan karotenoid pada S. platensis.

METODOLOGI

Tempat dan Waktu Pelaksanaan

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga Surabaya pada tanggal 28 Maret 2012 – 04 April 2012.

Materi Penelitian Bahan Penelitian

Bahan-bahan yang digunakan penelitian ini yaitu: Spirulina platensis, pupuk cair limbah ikan lemuru, pupuk Walne, air tawar dan air laut, aquades, dietil eter, metanol KOH, alkohol, dan khlorin.

Alat Penelitian

Alat-alat yang digunakan meliputi toples kaca, aerator, selang aerator, gelas ukur, erlenmeyer, pipet tetes, pipet volume, mikrsokop, spektrofotometer, pH paper, thermometer, lampu TL 40 watt, kapas, corong air, aluminium foil, lux meter dan kertas saring, Sedgewick Raffter dan Handtally Counter.

Metode Penelitian Rancangan Penelitian

(4)

94

Penelitian ini merupakan eksperimen dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari 7 perlakuan dan 4 ulangan. Variabel bebas yang digunakan adalah perbedaan dosis dari pupuk cair limbah ikan lemuru. Variabel tergantung yang digunakan adalah kandungan karotenoid dan populasli Spirulina platensis. Variabel kendali yang digunakan adalah kualitas air media pemeliharaan : suhu, pH air, salinitas.

Prosedur Penelitian

a. Persiapan Penelitian

Air laut yang akan digunakan untuk kultur disterilisasi dengan menggunakan larutan khlorin, air laut disaring terlebih dahulu dengan menggunakan kapas yang diletakkan dalam corong air, kemudian disterilkan dengan khlorin 60 ppm selama 24 jam dan diberi aerasi. Sisa-sisa khlorin dihilangkan dengan memberikan Na Thiosulfat 20 ppm dan diaerasi sampai khlorin hilang yang ditandai dengan bau khlorin sudah tidak ada. Peralatan kultur yang akan digunakan dicuci sampai bersih kemudian dibilas air tawar dan dikeringkan. Untuk peralatan yang terbuat dari kaca tahan panas harus ditutup dengan kapas dan kasa, kemudian dibungkus dengan aluminum foil. Setelah itu disterilisasi menggunakan autoclave pada suhu 121oC selama 15 menit. Sedangkan peralatan yang tidak tahan panas disterilkan dengan larutan khlorin 150 ppm selama 24 jam. Kemudian dibilas dengan air tawar hingga bersih dan bau khlorin hilang.

b. Persiapan Pupuk Skala Laboratorium

Larutan pupuk cair limbah ikan lemuru disimpan dalam wadah yang tidak tembus cahaya. Larutan pupuk cair limbah ikan lemuru kemudian disterilkan dengan menggunakan autoclave.

c. Lingkungan dan Media Kultur Spirulina platensis

Lingkungan kultur dalam penelitian adalah suhu 25-29oC, salinitas 30 ppt. Intensitas cahaya 1900 lux diukur dengan menggunakan luxmeter selama 12 jam dengan suhu 300C dan pemberian aerasi yang cukup.

d. Penebaran Bibit Spirulina platensis

Bibit S. platensis dimasukkan ke dalam media dengan kepadatan 104 unit/ml. Penghitungan jumlah bibit S. platensis untuk kultur menggunakan persamaan (Edhy dkk., 2003):

(5)

V1 = N2 X V2 ... (1) N1

Keterangan:

V1 = Volume bibit untuk penebaran awal (ml) N1 = Kepadatan bibit/ stock S. platensis (unit/ml) V2 = Volume media kultur yang dikehendaki (L)

N2 = Kepadatan bibit S. platensis yang dikehendaki (unit/ml) e. Kepadatan Spirulina platensis

Penghitungan dilakukan dengan menggunakan Sedgewick Raffter dan Handtally Counter untuk memudahkan perhitungan kepadatan. Perhitungan dilakukan dengan persamaan 2 (Ekawati, 2005):

n d N2  ) 2 / ( 14 , 3 1000 ... (2) Keterangan:

N = Kepadatan S. platensis (unit/ ml) d = Diameter bidang pandang (mm)

n = Jumlah rata-rata S. platensis per bidang pandang (unit/ ml) f. Kandungan Karotenoid Spirulina platensis

Sebanyak 10 mL hasil kultur S. platensisdi sentrifuge pada kecepatan 3000 rpm selama 15 menit. Hasil supernatan sentrifuge dibuang dan pellet S. platensis yang berada didasar tube diekstraksi dengan 5 ml metanol dan5 ml dietil eter. Karotenoid pada fraksi metanol denganbantuan larutan NaCl ditambahkan ke dalam dietil eter. Gabungan fraksi eter disaponifikasi dengan 2 ml metanol-KOH(konsentrasi akhir basa 5%), diinkubasi selama 12 sampai 16jam pada suhu ruang. Kelebihan basa pada filtrat dihilangkandengan menambahkan air. Fase dietil eter kemudian diukurserapannya pada panjang gelombang 452 nm.

g. Pengukuran Kualitas Air

Pengukuran kualitas air pada kultur S. platensis dilakukan setiap hari. Parameter kualitas air yang diamati meliputi suhu, pH dan salinitas air.

Analisis Data

Data hasil penelitian ini akan diolah menggunakan analisis ragam atau Analysis of Variance (Anova). Apabila terdapat perbedaan yang nyata, maka

(6)

96

analisis data dilanjutkan dengan dengan uji Jarak Berganda Duncan (Duncan’s Multiple Range Test).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Grafik kandungan karotenoid S. platensis disajikan pada Gambar 1 .

Gambar 1. Grafik kandungan karotenoid S.platensis

Berdasarkan grafik pada Gambar 5. Kandungan karotenoid tertinggi pada S.platensis diperoleh pada perlakuan C (0,75ml/L) sebanyak 0,5459 mg/ml, sedangkan kandungan karotenoid terendah diperoleh pada perlakuan D (1ml/L) sebanyak 0,16mg/ml.

Data yang diperoleh selama penelitian kemudian dianalisis dengan analisis varian (ANAVA). Untuk mengetahui perbedaan diantara semua perlakuan maka perlu dilakukan uji jarak Duncan dengan derajat kepercayaan 0,05. Hasil uji statistik selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Kandungan karotenoid Spirulina platensis

Keterangan: Superskrip berbeda dalam satu kolom menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0,05)

Hari Ke- Kandungan Karotenoid (mg/L) pada Perlakuan

A B C D E F K 7 0.304 abc 0.2934abc 0.5459a 0.16c 0.243bc 0.451ab 0.48ab K ar o te n o id S p ir u lin a p la te n si s (m g /L )

(7)

Hasil analisis varian (ANAVA) kandungan karotenoid pada hari ketujuh yang dikultur dengan pupuk cair limbah ikan lemuru menunjukkan bahwa perlakuan C berbeda nyata (p<0,05) dengan perlakuan D dan E. Perlakuan D dan E tidak berbeda nyata dengan perlakuan A,B,,F,K. Kandungan karotenoid terendah didapat pada perlakuan D.

Kurva pertumbuhan kepadatan S. platensis dapat dilihat pada Gambar 2 .

Gambar 2. Kurva pertumbuhan populasi S.platensis.

Berdasarkan kurva pada Gambar 7. Populasi tertinggi pada S.platensis yang dikultur pada pupuk cair limbah ikan lemuru pada hari ketujuh (puncak kepadatan) diperoleh pada perlakuan A (0,25ml/L) sebanyak 63,85x104 unit/ml sedangkan populasi terendah diperoleh pada perlakuan F (1,5ml/L) sebanyak 21.3x104 unit/ml.

Data yang diperoleh selama penelitian kemudian dianalisis dengan analisis varian (ANAVA). Untuk mengetahui perbedaan diantara semua perlakuan maka perlu dilakukan uji jarak Duncan dengan derajat kepercayaan 0,05. Hasil uji statistik selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2.Data kepadatan S. platensis (x 104 unit/ml) setelah yang dikultur pada

pupuk cair limbah ikan lemuru hari pertama hingga hari kedelapan

Perlakuan

Kepadatan Spirulina platensis (104 unit/ml)

Hari ke-1 Hari ke-2 Hari ke-3 Hari ke-4 Hari ke-5 Hari ke-6 Hari

ke-7 Hari ke-8

A (0,25 ml/l ) 10,7c 16,76b 23,81a 25,75a 34,75a 52,3a 63,85a 9,21b

(8)

98 Kete r a n g a n :

Superskrip berbeda dalam satu kolom menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0,05)

Hasil analisis varian (ANAVA) yang dilakukan mulai hari pertama hingga kedelapan menunjukkan bahwa setiap perlakuan pupuk cair limbah ikan lemuru memberikan pengaruh yang berbeda nyata (p<0,05) terhadap populasi dari S.platensis.. Uji statistik dilanjutkan dengan menggunakan uji jarak berganda Duncan.

Hasil uji jarak berganda Duncan pada hari pertama menunjukkan bahwa perlakuan F dan A tidak berbeda nyata (p>0,05) dengan perlakuan E, B, D namun perlakuan C dan K berbeda nyata (p<0,05). Perlakuan terbaik didapat perlakuan C. Pada hari kedua menunjukkan bahwa perlakuan B berbeda nyata (p<0,05) dengan perlakuan lainnya. Pada hari ketiga menunjukkan bahwa A berbeda nyata (p<0,05) dengan C,D,E,F,K namun tidak berbeda nyata (p>0,05) dengan perlakuan B . Perlakuan terbaik didapat perlakuan A. Pada hari keempat kejadian yang sama pada hari ketiga dimana perlakuan A hanya tidak berbeda nyata (p<0,05) dengan perlakuan B. Perlakuan terbaik didapat perlakuan A. Pada hari kelima menunjukkan bahwa A berbeda nyata (p<0,05) dengan perlakuan C,D,E,F dan tidak berbeda nyata dengan perlakuan B dan K. Perlakuan terbaik didapat perlakuan A.

Pada hari keenam menunjukkan keadaan yang sama pada hari kelima. Perlakuan terbaik didapat perlakuan A. Pada hari ketujuh menunjukkan bahwa perlakuan A berbeda nyata (p<0,05) dengan perlakuan B,C,D,F,K. dan tidak berbeda nyata (p>0,05) dengan perlakuan E Perlakuan terbaik didapat perlakuan A.

Hal ini sejalan dengan hasil penellitian Panji dan Suharyanto (2001), yang mendapatkan bahwa pembentukan karotenoid tidak sejalan dengan pertumbuhan

C (0,75 ml/l ) 14,41 a 15,07b 15,79c 18,12cd 27,3b 27,86b 31,83bc 1,09b D (1 ml/l ) 12,37 bc 13,2bc 15,03c 17,93cd 27,46b 21,7b 26,49bc 1,03b E (1,25 ml/l ) 11,99 bc 11,37c 13,72c 16,57cd 20,35c 25,87b 49,93ab 9,93b F (1,5 ml/L ) 11,46 c 13,55bc 14,33c 16,18b 18,5c 18,47b 21,3c 8,71b K(pupuk walne 1ml/l) 12,03b 16,07b 19,84b 20,54bc 31,8ab 34,24ab 41,33bc 1,82a

(9)

S. platensis. Pada penelitian tersebut, diketahui bahwa terdapat perbedaan faktor yang lebih berperan terhadap masing-masing parameter. Rasio perbandingan N:P lebih berperan pada pertumbuhan S. platensis, sedangkan rasio perbandingan C:N:P:Mg lebih berperan pada pembentukan karotenoid. Komposisi dan kombinasi kandungan media yang optimum dapat membantu penambahan jumlah kandungan karotenoid, medium yang optimum mempunyai nutrisi yang seimbang dan mendukung jumlah kandungan karotenoid S.platensis.

Pembentukan karotenoid juga dipengaruhi oleh suhu lingkungan (Therik, dan Franzina, 1992). Hasil pengukuran suhu air berkisar antara 30-32o C. Salinitas berkisar antara 25-34 ppt. Sedangkan pH air berkisar antara 7-8. Kisaran kualitas air selama masa pemeliharaan dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Kisaran Kualitas Air Selama Masa Pemeliharaan

Parameter

pengamatan Hasil

Suhu 30-32o C

pH 7-8

Salinitas 25-34 ppt

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah :

1. Penambahan pupuk cair limbah ikan lemuru dengan dosis yang berbeda ke dalam media kultur berpengaruh terhadap kandungan karotenoid Spirulina platensis.

2. Penambahan pupuk cair limbah ikan lemuru dengan konsentrasi 0,75 ml/L menghasilkan kandungan karotenoid Spirulina platensis terbaik sebesar 0,5459 mg/ml.

Saran

Saran dari hasil penelitian ini adalah :

Pertambahan kandungan karotenoid Spirulina platensis dapat ditingkatkan dengan menggunakan pupuk cair limbah ikan lemuru dengan konsentrasi 0,75 ml/L. Sebaiknya dilakukan penelitian lebih lanjut tentang waktu yang diperlukan oleh Spirulina platensis untuk mendapatkan karotenoid yang tertinggi.

(10)

100

DAFTAR PUSTAKA

Djarijah, AS. 1995. Pakan Ikan Alami. Kanisius. Yogyakarta.

Edhy, W. A, J. Pribadi dan Kurniawan. 2003. Plankton di Lingkungan PT. Centralpertiwi Bahari. Suatu Pendekatan Biologi dan Manajemen Plankton dalam Budidaya Udang. Mitra Bahari. Lampung. hal. 3-29.

Ekawati, A. W. 2005. Diktat Kuliah Budidaya Pakan Alami. Fakultas Perikanan Universitas Brawijaya. Malang. hal. 3-48.

Henrikson, R.1989. Earth Food Spirullina.California, Ronore Enterprises Inc. 180p.

Isnansetyo, A dan Kurniastuty. 1995. Teknik Kultur Phytoplankton dan Zooplankton. Kanisius. Yogyakarta. Hal 34 – 85.

Kurniawan, H dan Gunarto, L. 1999. Aspek Industri Sistem Kultivasi Sel Mikroalga Imobil. Buletin Agro Bio. BPBTP. Bogor.

Layam,S and Chandra,L.K.R. 2007. Antidiabetic Property of Spirulina. Departement of Food Science and Nutrition. India.

Oktafiana, D.J. 2008. Pemanfaatan Blotong Kering Sebagai Pupuk untuk Pertumbuhan Populasi Spirullina platensis. Skiripsi. Program Studi Budidaya Perairan. Fakultas Kedokteran Hewan. Universitas Airlangga. Surabaya. 49 hal.

Panji, T dan Suharyanto. 2001. Optimization Media from Low Cost nutrient Sources for Growing Spirulina platensis and craotenoid Production. Biotechnology Research Unit for Estate Crops. Bogor.

POKJA. 2005. Pengembangan Limbah sebagai Bahan Baku Sekunder untuk Pakan dan Pupuk. http://repository.ipb.ac.id /handle/1234567 89/47184. 1 hal. 29 November 2011.

Parson TR, 1984. Biological Oceanographic Processes. Oxford : Pergamon Press. Reismawati, M.B . 2011. Pengaruh Pemberian Pupuk Cair Limbah Ikan Lemuru

terhadap Pertumbuhan Spirulina platensis. Skripsi. Program Studi Budidaya Perairan. Fakultas Kedokteran Hewan. Universitas Airlangga. Surabaya. 49 hal.

Suharyanto. 2011. Spirullina platensis. http://databasea rtikel.com/pendidik an/201112977-Spirullina-sp-sebagai-pakan-alami.html. i1 1 hal. 29 Novem ber 2100.

Referensi

Dokumen terkait

Tahap Kecergasan Fizikal Dalam Kalangan Murid Sekolah Menengah Rendah Di Kawasan Tangga Batu, Melaka.. Liza Mohd Alias, Mohd Radzani Abdul Razak &amp;

Pendekatan yang digunakan dalam merancang model adalah proses hirarki analitik, adapun identifikasi kriteria dan sub kriteria menggunakan pendekatan Fuzzy Delphi

Abstrak: Sistem pendukung keputusan pemberian ijin usaha penambang adalah suatu sistem untuk menginputkan data penambang dalam usaha pertambangan di Dinas Departemen dan Energi.

Data diatas menunjukkan bahwa pada etnis Dayak lebih dominan pada gaya belajar kolaboratif, hal ini tentu saja berkaitan dengan latar belakang budaya dan pola hidup suku Dayak

menyerahkan modal mu da rabah kepada pihak ketiga secara mutlak, kerana pensyariatan mu da rabah merupakan pengecualian daripada kaedah syariah ( khil a f al- qiy a

Para pejabat yang dipilih dan diangkat menempatkan masalah pada agenda publik. Sebelumnya masalah ini berkompetisi terlebih dahulu untuk dapat masuk dalam agenda kebijakan.

Dari hasil analisis korelasi di atas menunjukkan Di Kecamatan Karang Tengah (Daerah dengan nilai ekskresi iodium urin tinggi) diperoleh hanya terdapat satu

Hansoll Indo Java tidak efisien, hal ini terbukti dari seringnya karyawan lembur akibat tidak tercapainya target produksi, hal tersebut memicu kelelahan karyawan