• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN PMRI PADA MATERI INTEGRAL KELA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENERAPAN PMRI PADA MATERI INTEGRAL KELA"

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)

PENERAPAN PMRI PADA MATERI INTEGRAL KELAS XII SMA N 3 PALEMBANG

Disusun Oleh: Andriyansyah (14221005)

Kelas: Matematika 1/2014

Dosen Pengampu: Tria Gustiningsi, M.Pd

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

(2)

A. Judul

Penerapan PMRI pada materi Integral kelas SMA N 3 PALEMBANG

B. Latar Belakang

Matematika merupakan ilmu universal yang melingkupi berbagai bidang dalam kehidupan. Matematika menjadi alat bantu di kehidupan yang menunjang ilmu-ilmu kehidupan, seperti Biologi, Kimia dan Fisika: serta menjadi ilmu pokok dalam perkembangan teknologi di dunia (Yuliati, 2013). Oleh karena itu matematika menjadi ilmu yang sangat penting dalam kehidupan.

Sebagai ilmu yang universal pembelajaran matematika mempunyai beberapa tujuan yang harus dicapai oleh peserta didik. Menurut KEMENDIGBUD (2016:4), tujuan pendidikan matematika yang pertama adalah memahami konsep dan menerapkan prosedur matematika dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian pemahaman konsep sangat penting dalam pembelajaran matematika.

Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tantang Sistem Pendidikan Nasional setip siswa yang berada pada jenjag pendidikan dasar dan menengah wajib mengikuti pelajaran matematika (BAB X pasal 37 ayat 1). Salah satu sekolah menengah di indonesia adalah SMA. Di dalam jengang pendidikan SMA terdapat banyak kompetensi matematika. Menurut KEMENDIGBUD (2016:5), salah satu kompetensi matematika untuk SMA/MA/SMK/MAK adalah Integral.

(3)

Kesulitan siswa dalam menyelesaikan masalah matematika salah satunya adalah kurangnya pemahaman masalah konsep itu sendiri, jika siswa tidak memahami konsep sebelumnya maka kebanyakan siswa akan macet dalam melanjutkan langkah selanjutnya (Yudianto, 2015:34). Yasin dan Enver menyatakan bahwa beberapa kesulitan yang teridenfikasi adalah lemahnya pemahaman terkait konsep dasar integral..

Menurut Darma dkk (2013) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa masih terdapat siswa yang mengalami kesulitan dalam pemahaman konsep. Hal tersebut menunjukkan bahwa konsep-konsep matematika yang diajarkan masih kurang dipahami, dan masih perlu untuk ditingkatkan lagi.

Faktor pendekatan belajar merupakan faktor utama yang mempengaruhi pemahaman konsep siswa. Faktor tersebut bersumber dari strategi yang digunakan oleh guru dalam menyampaikan materi pelajaran. Untuk memberikan pemahaman konsep kepada siswa dalam pembelajaran bukanlah hal yang mudah. Guru harus memilih strategi pembelajaran yang tepat sehingga siswa dapat memahami materi pelajaran dengan mudah (Jayanti, 2013:3). Oleh karena itu dibutuhkan pendekatan pembelajaran yang tepat untuk dapat menanamkan konsep integral kepada siswa.. Menurut Nugraeni dan Sugiman (2013:11), dalam penelitianya menyimpulkan bahwa pembelajaran yang menggunakan pendekatan PMRI berpengaruh terhadap pemahan konsep matematis siswa.

Menurut Dolk dalam Hartono (2008), Realistic mathematics education, yang diterjemahkan sebagai pendidikan matematika realistik (PMR), adalah sebuah pendekatan belajar matematika yang dikembangkan sejak tahun 1971 oleh sekelompok ahli matematika dari Freudenthal Institute, Utrecht University di Negeri Belanda. Menurut pendekatan ini, kelas matematika bukan tempat memindahkan matematika dari guru kepada siswa, melainkan tempat siswa menemukan kembali ide dan konsep matematika melalui eksplorasi masalah-masalah nyata. Di sini matematika dilihat sebagai kegiatan manusia yang bermula dari pemecahan masalah.

(4)

integral dalam kehidupan nyata adalah kelopak bunga. Kelopak bunga memiliki bidang datar yang tidak beeraturan sehingga sulit dicari luas permukaanya. Dengan PMRI siswa diajak bereksplorasi untuk mencari luas kelopak bunga. Hal tersebut bertujuan untuk menanamkan konsep integral kepada siswa.

Berdasarkan uraian diatas maka peneliti mengambil judul penelitian Penerapan PMRI pada materi Integral kelas XII SMA N 3 Palembang.

C. Rumusan Masalah :

Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Bagaimana kemampuan pemahaman konsep siswa pada materi integral setelah digunakan pendekatan PMRI pada siswa kelas XII?

D. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kemampuan pemahaman konsep siswa pada materi integral setelah digunakan pendekatan PMRI pada siswa kelas XII

E. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah: a. Bagi Peneliti

Adapun manfaat dari penelitian ini bagi peneliti adalah sebagai wawasan pengetahuan tentang bagaimana penerapan PMRI pada materi integral kelas XII

b. Bagi Guru

Adapun manfaat penelitian ini bagi guru adalah sebagaisalah satu alternatif pendekatan pembelajaran yang dapat digunakan untuk menanamkan konsep materi Integral

c. Bagi siswa

(5)

d. Bagi Sekolah

Adapun manfaat dari penelitian ini bagi sekolah adalah sebagai masukan dalam menentukan kebijakan tentang pendekatan yang dapat digunakan oleh guru sebagai upaya meningkatkan kualitas mutu pendidikan.

F. Tinjauan Pustaka

1. Pemahaman Konsep Matematika a. Pengertian

Pemahaman konsep terdiri dari dua kata yaitu pemahaman dan konsep. Menurut KBBI pemahaman berarti proses, cara, perbuatan memahami atau memahamkan. Sedangkan konsep berarti ide atau pengertian yang diabstrakkan dari peristiwa konkret.

Menurut Hamalik (2001,162) Pemahaman adalah kemampuan untuk menjelaskan suatu situasi atau suatu tindakan. Sedangkan konsep adalah suatu kelas atau kategori stimuli yang memiliki ciri-ciri umum.

Sadiman (2008: 42) yang menyatakan bahwa Pemahaman atau comprehension dapat diartikan menguasai sesuatu dengan pikiran. Oleh sebab itu, belajar harus mengerti secara makna dan filosofinya, maksud implikasi sertaaplikasi-aplikasinya, sehingga menyebabkan siswa memahami suatu situasi.

Mulyasa (2005: 78) menyatakan bahwa pemahaman adalah kedalaman kognitif dan afektif yang dimiliki oleh individu. Sejalan dengan pendapat di atas, Rusman (2010: 139) menyatakan bahwa pemahaman merupakan proses individu yang menerima dan memahami informasi yang diperoleh dari pembelajaran yang didapat melalui perhatian.

(6)

sisi kubus berbentuk persegi sehingga konsep luas persegi akan digunakan untuk menghitung luas permukaan kubus. Pemahaman terhadap konsep materi prasyarat sangat penting karena apabila siswa menguasai konsep materi prasyarat maka siswa lebih mudah untuk memahami konsep materi selanjutnya.

Sedangkan menurut Soedjadi (2000: 14) Konsep adalah ide abstrak yang dapat digunakan untuk menggolongkan atau mengklasifikasikan sekumpulan obyek. Sebagai contoh, segitiga adalah nama dari suatu konsep abstrak dan bilangan asli adalah nama suatu konsep yang lebih kompleks karena terdiri dari beberapa konsep yang sederhana, yaitu bilangan satu, bilangan dua, dan seterusnya. Konsep berhubungan erat dengan definisi. Definisi adalah ungkapan yang membatasi konsep. Dengan adanya definisi, orang dapat membuat ilustrasi atau gambaran atau lambang dari konsep yang didefinisikan, sehingga menjadi jelas apa yang dimaksud konsep tertentu.

Menurut Rosmawati dalam M, Padma Mike Putri dkk (2012: 68), Pemahaman konsep adalah penguasaan sejumlah materi pembelajaran, dimana siswa tidak hanya mengenal dan mengetahui, tapi mampu mengungkapkan kembali dalam bahasa yang mudah dimengerti serta mampu mengaplikasikannya.

Berdasarkan beberapa definis diatas dapat disimpulkan pemahaman konsep adalah kemampuan untuk menjelaskan dan mengartikan suatu konsep atau kategori stimuli yang memiliki ciri-ciri umum. Sedangkan pemahaman konsep matematika merupakan kemampuan untuk menjelaskan dan mengartikan konsep-konsep atau kategori matematika. b. Indikator pemahaman konsep matemtika

Menurut Shadiq (2009:14), Indikator yang menunjukkan pemahaman konsep antara lain adalah:

1) Menyatakan ulang sebuah konsep.

2) Mengklasifikasi objek-objek menurut sifat-sifat tertentu (sesuai dengan konsepnya).

(7)

4) Menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematis.

5) Mengembangkan syarat perlu atau syarat cukup suatu konsep. 6) Mengaplikasikan konsep atau algoritma pemecahan masalah Sedangkan menurut Kilpatrick dkk dalam Mutohhar (2016:8), indikator pemahaman konsep adalah:

1) Menyatakan ulang secara verbal konsep yang telah dipelajari 2) Mengklarifikasi objek-objek berdasarkan dipenuhi atau tidaknya

persyaratan untuk membentuk konsep tersebut 3) Menerapkan konsep secara algotitma

4) Menyajikan konsep dalam berbagai representasi matematika 5) Mengaitkan berbagai macam konsep (Internal dan Eksternal

matematika

Dalam penelitian ini peneliti menggambil indikator pemahaman konsep oleh Shadik. Adapun Penjabaran dari ke enam indikatator tersebut Menurut Mutohhar adalah:

1) Menyatakan Ulang Sebuah Konsep merupakan indikator yang digunakan untuk mengukur kemampuan siswa dalam menyatakan ulang sebuah konsep dengan bahasanya sendiri. 2) Mengklarifikasikan objek-objek menurut sifat-siffat tertentu

sesuai dengan konsepnya merupakan indikator kedua dalam pemahaman konsep matematis. Yang dilihat dalam indikator ini adalah kemampuan siswa dalam mengelompokan suatu masalah berdasakan sifat-sifat yang dimili yang terdapat dalam materi integral

3) Memberi contoh dan non contoh dari suatu konsep melihat kemampuan siswa untuk membedakan mana yang termasuk contoh dan bukan contoh dari konsep integral

(8)

5) Mengembangkan syarat perlu atau syarat cukup suatu konsep adalah indikator yang melihat kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal sesuai dengan prosedur berdasarkan syarat cukup yang telah diketahui.

6) Mengaplikasikan konsep atau algoritma pada pemecahan masalah adalah indikator yang terakhir. Indikator ini melihat kemampuan siswa dalam mengaplikasikan konsep dalam suatu pemecahan masalah berdasrkan langkah-langkah yang benar. c. Tingkat Pemahaman Konsep

Sudjana (2009:24), menyatakan bahwa pemahaman dapat dibedakan kedalam tiga kategori, yaitu: Tingkat terendah adalah pemahaman terjemahan, mulai dari menerjemahkan dalam arti yang sebenarnya, mengartikan dan menerapkan prinsip-prinsip. Tingkat kedua adalah pemahaman penafsiran yaitu menghubungkan bagian-bagian dengan yang diketahui berikutnya atau menghubungkan beberapa bagian grafik dengan kejadian, membedakan yang pokok dengan yang tidak pokok. Tingkat ketiga merupakan tingkat pemahaman ekstrapolasi.

Menurut Gulo (2008:59-60) kemampuan-kemampuan yang tergolong dalam pemahaman suatu konsep mulai dari yang terendah sampai yang tertinggi adalah sebagai berikut:

1) Translasi, yaitu kemampuan untuk mengubah simbol tertentu menjadi simbol lain tanpa perubahan makna. Simbol berupa kata-kata (verbal) diubah menjadi gambar atau bagan atau grafik. 2) Interpretasi, yaitu kemampuan untuk menjelaskan makna yang

terdapat di dalam simbol, baik simbol verbal maupun yang nonverbal. Dalam kemampuan ini, seseorang dapat menginterpretasikan sesuatu konsep atau prinsip jika ia dapat menjelaskan secara rinci makna atau konsep atau prinsip, ataudapat membandingkan, membedakan, atau mempertentangkan dengan sesuatu yang lain.

(9)

misalnya dihadapi rangkaian bilangan 2, 3, 5, 7, 11, maka dengan kemampuan ekstrapolasi mampu menyatakan bilangan pada urutan ke-6, ke-7 dan seterusnya.

2. Pendekatan Matematika Realistik Indonesia a) Sejarah Pendidikan Matematika Realistik (PMR)

Realistic mathematics education, yang diterjemahkan sebagai pendidikan matematika realistik (PMR), adalah sebuah pendekatan belajar matematika yang dikembangkan sejak tahun 1971 oleh sekelompok ahli matematika dari Freudenthal Institute, Utrecht University di Negeri Belanda. Proyek pertama yang berhubungan dengan RME adalah proyek Wiskobas oleh Wijdeveld dan Goffree. Menurut Freudenthal, matematika harus dihubungkan dengan kenyataan, berada dekat dengan siswa dan relevan dengan kehidupan masyarakat agar memiliki nilai manusiawi. Pandangannya menekankan bahwa materi-materi matematika harus dapat ditransmisikan sebagai aktivitas manusia (human activity). Pendidikan seharusnya memberikan kesempatan siswa untuk “re-invent” (menemukan/menciptakan) matematika melalui praktek (doing it). Dengan demikian dalam pendidikan matematika, seharusnya tidak sebagai sistem yang tertutup tetapi sebagai suatu aktivitas dalam proses pematematikaan (Siswono, 2006:2).

Menurut pendekatan ini, kelas matematika bukan tempat memindahkan matematika dari guru kepada siswa, melainkan tempat siswa menemukan kembali ide dan konsep matematika melalui eksplorasi masalah-masalah nyata. Di sini matematika dilihat sebagai kegiatan manusia yang bermula dari pemecahan masalah. Karena itu, siswa tidak dipandang sebagai penerima pasif, tetapi harus diberi kesempatan untuk menemukan kembali ide dan konsep matematika di bawah bimbingan guru. Proses penemuan kembali ini dikembangkan melalui penjelajahan berbagai persoalan dunia nyata (Hadi, 2005).

(10)

bahwa proses lebih penting daripada hasil, dalam pendekatan matematika realistik digunakan istilah matematisasi, yaitu proses mematematikakan dunia nyata. Proses ini digambarkan oleh de Lange sebagai lingkaran yang tak berujung (lihat Gambar 1) (Hadi, 2005).

Treffer dalam Siswono (2006:2) merumuskan dua tipe proses pematematikaan yaitu, pematematikaan horisontal dan vertikal. Pematematikaan horisontal adalah siswa dengan pengetahuan yang dimilikinya (mathematic basic) dapat mengorganisasikan dan memecahkan masalah nyata dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan pematematikaan vertikal adalah proses reorganisasi dalam sistem matematika itu sendiri. Sebagai contoh menemukan cara singkat hubungan antara konsep-konsep dan strategi-strategi, dan kemudian menerapkan strategi-strategi itu. Singkatnya, Freudhental mengatakan pematematikaan horisontal berkaitan dengan perubahan dunia nyata menjadi simbol-simbol dalam matematika, sedangkan pematematikaan vertikal adlah pengubahan dari simbol-simbol ke simbol matematika lainnya (moving within the world of symbnol). Meskipun perbedaan antara dua tipe ini menyolok, tetapi tidak berarti bahwa dua tipe tersebut terpisah sama sekali. Freudhental menekankan bahwa dua tipe tersebut sama-sama bernilai. Pemerinta Belanda mereformasikan pendidikan matematika dengan istilah “realistic” tidak hanya berhubungan dengan dunia nyata saja, tetapi juga menekankan pada masalah nyata yang dapat dibanyangkann (to imagine). Kata “to imagine” sama dengan “zich Realise-ren” dalam bahasa Belanda. Jadi penekanannya pada membuat suatu masalah itu menjadi nyata dalam pikiran siswa. Dengan demikian konsep-konsep yang abstrak (formal), dapat saja sesuai dan menjadi masalah siswa, selama konsep

Dunia Nyata

Matematisasi dan refleksi Matematisasi

dan aplikasinya

(11)

itu nyata berada (dapat diterima oleh) pikiran siswa. b) Pembelajaran Matematika Realistik

Menurut Zainurie dalam Soviawati (2011:3) matematika realistik adalah matematika sekolah yang dilaksanakan dengan menempatkan realitas dan pengalaman siswa sebagai titik awal pembelajaran. Masalah-masalah realistik digunakan sebagai sumber munculnya konsep-konsep matematika atau pengetahuan matematika formal. Pembelajaran matematika realistik di kelas berorientasi pada karakteristik-karakteristik Realistic Mathematics Education (RME), sehingga siswa mempunyai kesempatan untuk menemukan kembali konsep-konsep matematika atau pengetahuan matematika formal. Selanjutnya, siswa diberi kesempatan mengaplikasikan konsep-konsep matematika untuk memecahkan masalah sehari-hari atau masalah dalam bidang lain.

Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) merupakan salah satu jenis pendekatan pembelajaran matematika yang mengadaptasi dari Realistic Mathematics Education (RME). Dalam RME, matematika diawali dengan masalah kontekstual yang dialami siswa. Masalah-masalah matematika yang abstrak dibuat menjadi nyata dalam pemikiran siswa. Perbedaan RME dengan pembelajaran matematika biasa terletak pada langkah guru menyampaikan materi, dalam RME, pemahaman lebih kompleks dan kontekstual. Prinsip dalam PMRI sama dengan prinsip RME, namun ada beberapa hal yang berbeda. Perbedaan ini dipengaruhi oleh budaya, sosial dan kondisi alam (Budhianti, 2010).

(12)

pembelajaran matematika, sehingga mencapai tujuan pendidikan matematika secara lebih baik dari pada yang lalu. Yang dimaksud dengan realita yaitu hal-hal yang nyata atau konkret yang dapat diamati atau dipahami peserta didik lewat membayangkan, sedangkan yang dimaksud dengan lingkungan adalah lingkungan tempat peserta didik berada baik lingkungan sekolah, keluarga maupun masyarakat yang dapat dipahami peserta didik. Lingkungan dalam hal ini disebut juga kehidupan sehari-hari.

c) Karakteristik dan Ciri-Ciri PMRI atau RME

Menurut Treffers dalam Soviawati (2011:4) karakteristik RME, adalah sebagai berikut:

1. Menggunakan konteks dunia nyata, yang menjembatani konsep-konsep matematika dengan pengalaman anak sehari-hari.

2. Menggunakan model-model (matematisasi), artinya siswa membuat model sendiri dalam menyelesaikan masalah.

3. Menggunakan produksi dan konstruksi, dengan pembuatan produksi bebas siswa terdorong untuk melakukan refleksi pada bagian yang mereka anggap penting dalam proses belajar. Strategi-strategi informal siswa yang berupa prosedur pemecahan masalah kontekstual merupakan sumber inspirasi dalam mengkonstruksi pengetahuan matematika formal.

4. Menggunakan interaksi, secara eksplisit bentuk-bentuk interaksi yang berupa negosiasi, penjelasan, pembenaran, setuju, tidak setuju, pertanyaan atau refleksi digunakan untuk mencapai bentuk formal dari bentuk-bentuk informal siswa.

(13)

Adapun karakteristik RME yang juga merupakan karakteristik PMRI menurut Marpaung dalam Budhiani (2010:24) adalah :

1. Murid Aktif, Guru Aktif ( Matematika Sebagai Aktivitas Manusia) Menurut Freudental, penggagas pembelajaran relistik, matematika adalah aktivitas manusia (human activity). Itu berarti bahwa ide–ide matematika ditemukan orang (pembelajar) melalui kegiatan atau aktivitas. Aktif di sini berarti aktif berbuat (kegiatan tubuh) dan aktif berpikir (kegiatan mental). Jadi konsep–konsep matematika ditemukan lewat sinergi antara pikiran (fungsi otak, abstrak) dan tubuh (jasmani, konkret atau real). Indera menerima informasi (dari lingkungan: luar diri atau dalam diri sendiri), diteruskan ke otak. Disana di olah (refleksi) dan disimpan dalam memori jangka panjang (internalisasi), pada suatu saat diambil lagi dibawa ke ingatan jangka pendek (di recall) untuk diolah bersama informasi baru yang masuk (transformasi), lalu disimpan lagi (retained) dalam bentuk baru (restrukturisasi).

2. Pembelajaran Sedapat Mungkin Dimulai Dengan Menyajikan Masalah Kontekstual Atau Realistik

Siswa akan memiliki motivasi untuk mempelajari matematika, bila dia melihat dengan jelas bahwa matematika bermakna atau melihat manfaat matematika bagi dirinya (dapat memenuhi kebutuhannya sekarang dan kelak). Salah satu manfaat itu ialah dapat memecahkan masalah yang dihadapi (khususnya masalah dalam kehidupan sehari-hari). Bermakna dapat juga berarti dia melihat hubungan antara informasi baru yang dia terima dengan pengetahuan/ pengalaman yang sudah dimiliki. Jadi masalah kontekstual atau realistik adalah masalah yang berkaitan dengan situasi dunia nyata (real) atau dapat dibayangkan oleh siswa. Pada dasarnya, masalah kontekstual atau realistik adalah suatu masalah yang kompleks, yang menuntut level kognitif dari yang rendah sampai tinggi.

(14)

Tidak hanya ada satu cara dalam menyelesaikan masalah. Ada banyak cara, itu tergantung pada struktur kognitif siswa (pengalamannya). Guru tidak perlu mengajari siswa bagaimana cara menyelesaikan masalah. Mereka harus berlatih menemukan cara sendiri untuk menyelesaikan soal. Guru dapat membantu dengan memberikan sedikit petunjuk. Itupun sedapat mungkin dilakukan jika semua siswa tidak mempunyai ide, hendaknya guru mendorong siswa tadi mensharingkan idenya kepada teman–temannya (interaksi). 4. Guru Berusaha Menciptakan Suasana Pembelajaran Yang

Menyenangkan

Mencoba menciptakan suasana yang menyenangkan, dan menghargai anak–anak sebagai manusia (nguwongke wong) maka perlahan–lahan sikap dan motivasi siswa dapat dikembangkan dan hal ini akan memberikan dampak meningkatkan prestasi belajar mereka. Pendekatan ini disebut pendekatan SANI (santun terbuka dan komunikatif), yang pada dasarnya mempraktekkan “nguwongke wong”. Selain itu perlu diciptakan kondisi lain yang menyenangkan. Belajar sambil bermain, belajar dalam kelompok, belajar di luar kelas atau di luar sekolah, membuat ruangan menarik dan sebagainya adalah beberapa cara lain untuk membuat suasana belajar menyenangkan. 5. Siswa Dapat Menyelesaikan Masalah Dalam Kelompok (Kecil

Atau Besar)

Belajar dengan bekerjasama (sinergi) lebih efektif dari pada belajar secara individual. Memang harus diakui bahwa ada banyak tipe belajar, ada yang lebih senang belajar individual, ada yang lebih senang belajar dalam kelompok, ada yang cenderung visual, ada yang auditif, ada yang kinestetik (enaktif). Saling tukar informasi penting untuk memahami sesuatu.Interaksi antara siswa dengan siswa atau siswa merupakan cara mendapatkan pengetahuan yang baik dan efektif. Siswa lebih terbuka dan berani berdiskusi dengan sesama daripada dengan orang yang lebih dewasa dari mereka.

(15)

Rasa bosan mengurangi ketertarikan untuk mendengarkan atau berbuat sesuatu, termasuk untuk berpikir. Orang memerlukan variasi untuk merangsang organ–organ tubuh melakukan fungsinya dengan baik. Variasi ini juga dapat membuat suasana yang menyenangkan dalam belajar. Suasana di kelas yang selalu sama menimbulkan rasa bosan bagi siswa. Oleh karena itu guru perlu melakukan variasi pembelajaran.

7. Guru Mendorong Terjadinya Interaksi Dan Negosiasi

Salah satu ciri penting PMRI adalah interaksi dan negosiasi. Siswa perlu belajar untuk mengemukakan idenya kepada orang lain (kawan– kawan atau gurunya), supaya mendapat masukan berupa informasi yang melalui refleksi dapat dipakai memperbaiki atau meningkatkan kualitas pemahamannya. Untuk itu perlu diciptakan suasana yang mendukung. Dalam PMRI, terdapat proses konstruksi, dalam mengkonstruksi pengetahuannya siswa perlu melalui berbagai macam proses, diantaranya interaksi dan negosiasi. Dengan adanya interaksi dan negosiasi baik dengan guru maupun dengan teman yang lain, diharapkan siswa mampu mengkonstruksi pemahamannya dengan mendalam dan mempunyai kemampuan penyelesaian masalah yang kuat.

8. Siswa Bebas Memilih Modus Representasi Yang Sesuai Dengan Struktur Kognitif Sewaktu Menyelesaikan Suatu Masalah (Menggunakan Model)

Pemahaman siswa dapat diamati dari kemampuannya menggunakan berbagai modus representasi (enaktif, ikonik, atau simbolik) untuk membantunya menyelesaikan suatu masalah. Misalnya pada siswa SD, hendaknya siswa tidak langsung dibawa ke level formal, tetapi diberi banyak waktu untuk bermain dengan menggunakan benda–benda konkret.

9. Guru Bertindak Sebagai Fasilitator

(16)

dalam belajar. Guru dapat membimbing siswa jika mereka melakukan kesalahan atau tidak mempunyai ide, dengan memberi motivasi atau sedikit arahan agar mereka dapat melanjutkan bekerja mencari strateginya menyelesaikan masalah. Dalam PMRI, pembelajaran berpusat pada siswa, siswa dapat menentukan cara mana yang mereka gunakan untuk penyelesaian masalah. Pembelajaran yang berpusat pada siswa, berarti proses pembelajaran itu menggunakan konstruktivisme dimana siswa mengkonstruksi sendiri pengetahuannya. Dapat dikatakan bahwa faham konstruktivisme menjadi dasar bagi PMRI.

10. Kalau Siswa Membuat Kesalahan Dalam Menyelesaikan Masalah Jangan Dimarahi Tetapi Dibantu Melalui Pertanyaan– Pertanyaan

Hukuman hanya menimbulkan efek negatif dalam diri siswa, tetapi motivasi, khususnya motivasi internal dan sikap siswa yang positif dapat membantu siswa belajar efektif. Perasaan senang dalam melakukan sesuatu membuat otak bekerja optimal untuk memenuhi keinginan si pebelajar. Perasaan senang jelas tidak dapat dikembangkan lewat ancaman atau hukuman, tetapi dapat lewat sikap empatik, penghargaan atau pujian.

Adapun menurut Zulkardi dalam Budhiani (2010:28), ada 5 karakteristik Pendidikan Matematika Realistik (PMR), yaitu :

1. Menggunakan masalah kontekstual sebagai titik tolak pembelajaran.

2. Mengembangkan model, skema dan simbolisasi yang dibangun sendiri oleh siswa.

3. Menggunakan kontribusi siswa. 4. Mengutamakan Interaktivitas.

(17)

Menurut Budhiani (2010:30), berdasarkan karakteristiknya, PMRI memiliki beberapa keunggulan, diantaranya adalah

1. Siswa lebih mudah menangkap materi pembelajaran, karena pembelajaran menggunakan masalah-masalah nyata atau kontekstual.

2. Materi pembelajaran akan lebih lama melekat pada pikiran siswa, karena siswa menyusun pengetahuannya sendiri.

3. Siswa menjadi lebih kritis dan kreatif

Menurut Budhiani (2010:30), PMRI memiliki beberapa keunggulan, tetapi ada juga kelemahan dari PMRI, diantaranya adalah

1. Waktu pembelajaran PMRI memerlukan waktu yang lama baik dari persiapan sampai pelaksanaan.

2. Tidak semua materi dapat menggunakan PMRI

Menurut Suryanto dan Sugiman dalam Supinah (2008), Pendidikan Matematika Realistik Indonesia adalah pendekatan pembelajaran yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut.

1. Menggunakan masalah kontekstual, yaitu matematika dipandang sebagai kegiatan sehari-hari manusia, sehingga memecahkan masalah kehidupan yang dihadapi atau dialami oleh siswa (masalah kontekstual yang realistik bagi siswa) merupakan bagian yang sangat penting.

2. Menggunakan model, yaitu belajar matematika berarti bekerja dengan matematika (alat matematis hasil matematisasi horisontal). 3. Menggunakan hasil dan konstruksi siswa sendiri, yaitu siswa diberi

kesempatan untuk menemukan konsep-konsep matematis, di bawah bimbingan guru.

4. Pembelajaran terfokus pada siswa.

(18)

d) Prinsip-Prinsip PMRI Atau RME

Realistic Mathematic Education (RME) mempunyai tiga prinsip kunci (Siswono, 2006), antara lain:

1. Guided reinvention (menemukan kembali)/ progressive methematizing (matematisasi progresif

Peserta didik harus diberi kesempatan untuk mengalami proses yang sama sebagaimana konsep-konsep matematika ditemukan. Pembelajaran dimulai dengan suatu masalah kontekstual atau realistik yang selanjutnya melalui aktivitas siswa diharapkan menemukan kembali sifat, definisi, teorema atau prosedur-prosedur. Masalah kontekstual dipilih yang mempunyai berbagai kemungkinan solusi. Perbedaan penyelesaian atau prosedur peserta didik dalam memecahkan masalah dapat digunakan sebagai langkah proses pematematikaan baik horisontal maupun vertikal. Pada prinsip ini siswa diberikan kesempatan untuk menunjukkan kemampuan berpikir kreatifnya untuk memecahkan masalah, sehingga menghasilkan jawaban maupun cara atau strategi yang berbeda (divergen) dan “baru” secara fasih dan fleksibel (Siswono, 2006).

2. Didactical Phenomenology (fenomena didaktif)

Situasi-situasi yang diberikan dalam suatu topik matematika disajikan atas dua pertimbangan, yaitu melihat kemungkinan aplikasi dalam pengajaran dan sebagai titik tolak dalam proses pematematikaa. Tujuan penyelidikan fenomena-fenomena tersebut adalah untuk menemukan situasi-situasi masalah khusus yang dapat digeneralisasikan dan dapat digunakan sebagai dasar pematematikaan vertikal. Pada prinsip ini memberikan kesempatan bagi siswa menggunakan penalaran (reasoning) dan kemampuan akademiknya untuk mencapai generalisasi konsep matematika (Tatag, 2006).

3. Self Developed Models (pengembangan model sendiri)

(19)

formalisasi, model tersebut akhirnya menjadi suatu model sesuai penalaran matematika. Prinsip ini memberikan kontribusi untuk pengembangan kepribadian siswa yang yakin percaya diri dan berani mempertahankan pendapat (bertanggung jawab) terhadap model yang dibuat sendiri serta menerima kesepakatan atau kebenaran dari pendapat teman lain. Prinsip ini juga mendorong kreativitas siswa untuk membuat model sendiri dalam memecahkan masalah (Siswono, 2006).

Selain ketiga prinsip di atas, menurut Erna Suwangsih dan Tiurlina (2009) terdapat lima strategi utama dalam “kurikulum‟ pembelajaran realistik, yaitu:

1. Didominasi oleh masalah-masalah dalam konteks, melayani dua hal yaitu sebagai sumber dan sebagai terapan konsep matematika.

2. Perhatian diberikan pada pengembangan model-model, situasi, skema, dan simbol-simbol.

3. Sumbangan dari para siswa, sehingga siswa dapat membuat pembelajaran menjadi konstruktif dan produktif, artinya siswa memproduksi sendiri dan mengkonstruksi sendiri (yang mungkin berupa alogaritma, rule, atau aturan), sehingga dapat membimbing peserta didik dari level matematika informal menuju matematika formal.

4. Interaktif sebagai karakteristik dari proses pembelajaran matematika, dan

5. Intertwinment (membuat jalinan) antar topik atau antar pokok bahasan. Berkaitan dengan penggunaan masalah kontekstual yang realistik, menurut De Lange dalam Supinah (2008) ada beberapa prinsip yang perlu diperhatikan, yaitu:

1. Titik awal pembelajaran harus benar-benar hal yang realistik, sesuai dengan pengalaman siswa, termasuk cara matematis yang sudah dimiliki oleh siswa, supaya siswa dapat melibatkan dirinya dalam kegiatan belajar secara bermakna.

(20)

3. Urutan pembelajaran harus memuat bagian yang melibatkan aktivitas yang diharapkan memberikan kesempatan bagi siswa, atau membantu siswa, untuk menciptakan dan menjelaskan model simbolik dari kegiatan matematis informalnya.

4. Untuk melaksanakan ketiga prinsip tersebut, siswa harus terlibat secara interaktif, menjelaskan, dan memberikan alas an pekerjaannya memecahkan masalah kontekstual (solusi yang diperoleh), memahami pekerjaan (solusi) temannya, menjelaskan dalam diskusi kelas sikapnya setuju atau tidak setuju dengan solusi temannya, menanyakan alternatif pemecahan masalah, dan merefleksikan solusi-solusi itu.

5. Struktur dan konsep-konsep matematis yang muncul dari pemecahan masalah realistik itu mengarah ke intertwining (pengaitan) antara bagian-bagian materi.

e) Konsepsi PMRI

Dikemukakan oleh Sutarto Hadi dalam Supinah (2008) bahwa teori PMRI sejalan dengan teori belajar yang berkembang saat ini, seperti konstruktivisme dan pembelajaran kontekstual (CTL). Namun baik konstruktivisme maupun pembelajaran kontekstual mewakili teori belajar secara umum, sedangkan PMRI suatu teori pembelajaran yang dikembangkan khusus untuk matematika. Juga telah disebutkan terdahulu, bahwa konsep matematika realistik ini sejalan dengan kebutuhan untuk memperbaiki pendidikan matematika di Indonesia yang didominasi oleh persoalan bagaimana meningkatkan pemahaman siswa tentang matematika dan mengembangkan daya nalar. Lebih lanjut berkaitan dengan konsepsi PMRI ini, Sutarto Hadi mengemukakan beberapa konsepsi PMRI tentang siswa, guru dan pembelajaran yang mempertegas bahwa PMRI sejalan dengan paradigma baru pendidikan, sehingga PMRI pantas untuk dikembangkan di Indonesia.

1. Konsepsi PMRI tentang siswa adalah sebagai berikut:

(21)

b. Siswa memperoleh pengetahuan baru dengan membentuk pengetahuan itu untuk dirinya sendiri;

c. Pembentukan pengetahuan merupakan proses perubahan yang meliputi penambahan, kreasi, modifikasi, penghalusan, penyusunan kembali dan penolakan;

d. Pengetahuan baru yang dibangun oleh siswa untuk dirinya sendiri berasal dari seperangkat ragam pengalaman;

e. Setiap siswa tanpa memandang ras, budaya dan jenis kelamin mampu memahami dan mengerjakan matematik.

2. Konsepsi PMRI tentang guru adalah sebagai berikut. a. Guru hanya sebagai fasilitator dalam pembelajaran;

b. Guru harus mampu membangun pembelajaran yang interaktif;

c. Guru harus memberikan kesempatan kepada siswa untuk secara aktif terlibat pada proses pembelajaran dan secara aktif membantu siswa dalam menafsirkan persoalan real; dan

d. Guru tidak terpancang pada materi yang ada didalam kurikulum, tetapi aktif mengaitkan kurikulum dengan dunia riil, baik fisikmaupun sosial. 3. Konsepsi PMRI tentang pembelajaran Matematika meliputi aspek-aspek

berikut.

a. Memulai pembelajaran dengan mengajukan masalah (soal) yang ’riil’ bagi siswa sesuai dengan pengalaman dan tingkat pengetahuannya, sehingga siswa segera terlibat dalam pembelajaran secara bermakna. b. Permasalahan yang diberikan tentu harus diarahkan sesuai dengan

tujuan yang ingin dicapai dalam pembelajaran tersebut;

c. Siswa mengembangkan atau menciptakan model-model simbolik secara informal terhadap persoalan/permasalahan yang diajukan;

(22)

f) Implementasi PMRI

Dalam PMRI, pembelajaran diawali dengan masalah kontekstual (“dunia nyata”), sehingga memungkinkan mereka menggunakan pengalaman sebelumnya secara langsung. Proses penyarian (inti) dari konsep yang sesuai dari situasi nyata dinyatakan sebagai matematisasi konseptual. Melalui abstraksi dan formalisasi siswa akan mengembangkan konsep yang lebih komplit. Kemudian, siswa dapat mengaplikasikan konsep-konsep matematika ke bidang baru dari dunia nyata (applied mathematization). Oleh karena itu, untuk menjembatani konsep-konsep matematika dengan pengalaman anak sehari-hari perlu diperhatikan matematisasi pengalaman sehari-hari (mathematization of everday ecperince) dan penerapan matematika dalam sehari-hari (Arifin, 2013:25).

Untuk memberikan gambaran tentang implementasi PMRI berikut ini diberikan contoh pembelajaran pecahan di Madrasah Ibtisaiyah (MI)/Sekolah Dasar (SD). Pecahan di MI/SD diinterpretasi sebagai bagian dari keseluruhan. Interpretasi ini mengacu pada pembagian unit ke dalam bagian yang berukuran sama. Dalam hal ini sebagai kerangka kerja siswa adalah daerah panjang, dan model volume. Dalam pembelajaran, sebelum peserta didik masuk pada sistem format, terlebih dahulu mereka dibawa ke “situasi” informal. Misalnya, pembelajaran pecahan dapat diawali dengan pembagian menjadi bagian yang sama (misalnya pembagian kue) sehingga tidak terjadi loncatan pengetahuan informal peserta didik dengan konsep-konsep matematika (pengetahuan matematika formal). Setelah mereka memahami pembagian menjadi bagian yang sama, baru diperkenalkan istilah pecahan. Ini sangat berbeda dengan pembelajaran konvensional (bukan PMR) dimana peserta didik sejak awal dicekoki dengan istilah pecahan dan beberapa jenis pecahan (Arifin, 2013:25).

(23)

kepada siswa kelas IV dengan pendekatan PMRI, salah satunya adalah melalui konteks “membagi makanan”. Adapun menutut Arifin (2013:29) implementasi pendekatan PMRI dalam proses pembelajaran matematika pada materi pecahan sederhana adalah sebagai berikut:

“Implementasi Pembelajaran PMRI” Tahapan Langkah-langkah Pembelajaran PMRI

Tahapan Nyata 1. Guru mengawali pembelajaran dengan mempersiapkan beberapa buah apel, beberapa buah pisau dan beberapa piring sebagai alas.

2. Guru membagi siswa atas beberapa kelompok kecil yang terdiri dari 2 anak, 3 anak, dan 4 anak. Kemudian guru membagikan satu buah apel kepada setiap kelompok. 3. Siswa-siswa diminta untuk membagi satu buah apel

tersebut secara adil sesuai dengan jumlah anak dalam setiap kelompok. Pada kegiatan ini siswa diberikan kebebasan untuk membuat kalimat untuk membagika sebuah apel tersebut sesuai dengan bahasa mereka sendiri. 4. Setelah semua kelompok selesai memotong apel menjadi

bagian-bagian yang sesuai dengan banyak aanggota pada setiap kelompok, guru meminta mereka memegang apel yang mereka dapatkan.

5. Secara bergantian guru bertanya kepada siswa “berapa bagian apel yang kamu dapatkan dari kelompokmu”. 6. Setelah siswa menjawab, guru memperbolehkan siswa

memakan apel yang mereka dapatkan. Oleh karena itu pembelajaran akan menyenagkan dan mampu mendorong aktivitas dan interaktivitas siswa.

Tahapan Pembentukan

Skema

1. Pada tahap pembentukan skema (model), guru tidak lagi membawa buah apel, tetapi buah apel tersebut sudah dimodelkan dengan sebuah kertas warna-warni yang berbentuk persegi.

(24)

memberikan selembar kertas warna-warni untuk setiap kelompok.

3. Siswa-siswa bekerja kelompok membuat setengah, seperempat, dan sepertiga dari kertas persegi yang telah disediakan dan menempelkan pada tempat yang telah disediakan pada LKS. Kemudian siswa diminta untuk menuliskan pecahan yang sesuai pada bagian yang telah dipotong.

Tahapan Pembangunan

Pengetahuan

1. Pada tahap ini pengetahuan mereka dibangun untuk menuju kepada tahap formal.

2. Konteks buah apel dan penskemaan buah apel yang telah dimodelkan dengan kertas warna-warni sudah tidak berlaku lagi.

3. Guru mulai menjelaskan siswa tentang pecahan sederhana dalam bentuk formal.

4. Dalam soal matematika formal, buah apel digambarkan dengan sebuah gambar persegi yang sudah dibagi menjadi beberapa bagian.

5. Kemudian guru memberikan beberapa soal pecahan sederhana untuk dikerjakan siswa secara individu.

3. Integral a) Anti Turunan Definisi

Contoh :

1. F(x) = cos x anti turunan dari f (x) = sin x sebab F’(x) = sin x

1. a(x) = 2x2 anti turunan dari f (x) = 4x sebab a (x) = 4x

1. v(x) = 1

3 x 3 anti turunan dari g(x) = x2 sebab v (x) = x2 Definisi

(25)

Definisi

Bentuk f (x) dx dinamakan integral tak tentu dari fungsi y = f (x)

Lambang “” dinamakan “ integral ” yaitu merupakan operasi “anti

differensial” Dalil 1

Dalil 2

Contoh :

1. Hitung

(x2−3x+5) dx Jawab :

2

(x 3x 5) dx

=  x dx 3 x dx 5 dx2     = 1x3 332x2 + 5x + C

2. Tentukan

(

sin x

+

cos x

e

x

+

2x

)

dx

Jawab :

Anti diferensial dari fungsi f pada selang terbuka I adalah bentuk yang paling umum dari anti turunan atau fungsi primitif dari f pada selang tersebut. Jika F'(x) = f(x) pada selang terbuka I, maka anti diferensial dari fungsi f pada I adalah y = F(x) + C, C konstanta.

Misalkan y = F(x) + C adalah anti turunan dari y = f (x) maka :

f(x)dx= F(x) + C

1. adx = ax + C 5.

1

x

dx = ln x + C

2.

a x

n

dx =

a

n+1

x

n+1 + C ; n 1 6.

e

x dx =

e

x + C

3. sin x dx =  cos x + C 7. sec 2 x dx = tg x + C

4. cosxdx = sin x + C 8. cosec x2 dx = ctg x + C

1. [f(x) g(x)] dx = f (x) dx g (x) dx

(26)
(27)

dy

Misalkan u = u (x) dan y = f (u) masing-masing anti turunan dari u'(x) dan f' (u), maka :

(28)

Misalkan u = u(x) dan v = v(x) fungsi-fungsi yang differensiabel pada daerahnya, maka dinamakan bentuk integral parsial.

Contoh :

x

+

1

dengan rumus integrasi parsial Jawab :

Bentuk integral di atas disebut integral tertentu dari y = f(x)

a dan b disebut batas integral dengan a merupakan batas bawah dan b merupakan batas atas.

Dalil 4

udv=uv

vdu

Misalkan y = F(x) anti turunan dari y = f(x) dan masing-masing terdefinisi pada daerah :

(29)

Contoh :

(30)

Bila y = f(x) berharga negatif pada daerah a  x  b maka luas daerah

yang dibatasi oleh y = f(x) dengan semubu x dari x = a ke x = b adalah

Misalkan f(x)  g (x) pada daerah a  x  b maka luas daerah yang

dibatasi oleh grafik y = f(x) dan y = g(x) adalah

1. Tentukan luas daerah yang dibatasi oleh grafik y = x2 + 2x dengan

(31)

Dari (1) dan (2) didapat x2 = x + 6

x2 – x – 6 = 0 x1 = 3 ; x2 = 2

Luas daerah, L =

(

x

+

6

x

2

)

dx

=

12

x

2

+

6

x

−(

13

)

x

3

|

32 = ( 92 + 18 – 9) (2 – 12 +

8

3 ) = 4 ½ + 51/3 = 21 12

f) Isi Benda Putar

Misalkan y = f(x) terdefinisi dan integrabel pada daerah a  x  b, bila

daerah yang dibatasi oleh y = f(x) dan sumbu x dari x = a ke x = b diputar mengelilingi sumbu x, maka isi benda putar yang terjadi adalah :

Contoh :

1. Tentukan isi benda putar bila daerah yang dibatasi oleh grafik y = x2 dari x = 0 ke x =1 diputar mengeliling sumbu x

Jawab :

Isi benda putar yang terjadi

I = 

0

1

y

2

dx

=

π

0 1

x

4

dx

=

π

15

x

5

|

1

0

=

15

π

2. Tentukan isi benda putar bila daerah yang dibatasi oleh grafik y = x2 dan garis y = x + 2 diputar mengeliling sumbu x

I = 

y

2

dx

=

π

[

f

(

x

)]

2

dx

X

Y

a b

X Y

(32)

2

(33)

Menurut Yuniarti (2016:9) Belajar matematika adalah sebagai proses di mana matematika ditemukan dan dibangun oleh manusia, sehingga di dalam pembelajaran matematika harus lebih dibangun oleh siswa dari pada ditanamkan oleh guru. Dengan mengamati benda nyata atau benda yang dapat dibayangkan siswa, mereka akan mampu merangkum menjadi suatu awal konsep matematika (horizontal matematizing), sebelum mereka sampai pada konsep matematika sesungguhnya yang bersifat abstrak (vertical matematizing). Pembelajaran dengan pendekatan PMRI membuat siswa mampu. Mengabstraksikan keadaan konkret yang ada di dunia nyata menjadi konsep-konsep matematis.Dengan menunjukkan benda-benda konkret serta peragaan, siswa mampu memahami, mengabstraksikan dan memformulasikan ke dalam pikirannya.

Hal diatas sejalan dengan pendapat Zainurie dalam Soviawati (2011:3) yang menyatakan matematika realistik adalah matematika sekolah yang dilaksanakan dengan menempatkan realitas dan pengalaman siswa sebagai titik awal pembelajaran. Masalah-masalah realistik digunakan sebagai sumber munculnya konsep-konsep matematika atau pengetahuan matematika formal. Pembelajaran matematika realistik di kelas berorientasi pada karakteristik-karakteristik Realistic Mathematics Education (RME), sehingga siswa mempunyai kesempatan untuk menemukan kembali konsep-konsep matematika atau pengetahuan matematika formal. Selanjutnya, siswa diberi kesempatan mengaplikasikan konsep-konsep matematika untuk memecahkan masalah sehari-hari atau masalah dalam bidang lain. Sedangkan Menurut Treffers dalam Soviawati (2011:4) karakteristik Pendektan Matematika Realistik yang pertama adalah sebagai Menggunakan konteks dunia nyata, yang menjembatani konsep-konsep matematika dengan pengalaman anak sehari-hari.

Berdasarkan uraian diatas Pendekatan Matematika Realistik Indonesia dengan konteks dunia nyatanya mampu mengkontruksi pemahaman konsepmatematika siswa. Sehingga PMRI sangat cocok digunakan dalam pembelajaran matematika

(34)

Menurut Sukmadinata (2004:174), pembelajaran adalah kegiatan pendidik menciptakan suasana agar peserta didik belajar. Senada dengan Sukmadinata, (Mulyasa, 2006:255) mengatakan bahwa Pembelajaran pada hakikatnya adalah proses interaksi antara pembelajar dengan lingkungannya, sehingga terjadi perubahan perilaku ke arah yang lebih baik. Menurut KBBI konteks adalah situasi yang ada hubungannya dengan suatu kejadian. Dalam hal ini, konteks dalam Pendekatan PMRI adalah seluruh aspek kehidupan nyata. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Arifin (2013:25) yang menyatakan bahwa pembelajaran diawali dengan masalah kontekstual yaitu dunia nyata.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa konteks pembelajaran adalah keadaan atau suasana dan proses interaksi antara peserta didik dan pendidik dalam lingkungan pembeljaran serta berkaitan dengan kehidupan nyata.

G. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif kualitatif yang bertujuan untuk menggambarkan, menganalisa, dan menginterpretasikan pemahaman konsep integral siswa berdasarkan data yang diperoleh peneliti pada saat pembelajaran menggunakan PMRI.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Penelitian ini bertujuan untuk meneliti dan menganalisa kemampuan pemahaman konsep siswa pada materi integral setelah digunakan pendekatan PMRI yang dilihat berdasarka hasil pengamatan, observasi, dan tes tertulis.

H. Variabel Penelitian

Variabel Bebas : PMRI

Variabel Terikat : Pemahaman Konsep Materi Integral

I. Definisi Operasional Variabel

(35)

masalah-masalah kehidupan nyata. Dalam penelitian ini konteks kehidupan nyata yang akan dipakai untuk melakukan pembelajaran PMRI adalah kelopak bunga. Bentuk kelopak bunga tidak menyerupai bangun datar apapun sehingga tidak ada rumus untuk mencarinya. Permasalahan ini nantinya akan diekspoitasi siswa, sehingga siswa menemukan ide dan konsep sendiri yang akan dikaitkan dengan konsep integral.

2. Pemahaman konsep dalam penelitian ini adalah pemahan konsep materi integral yang diperoleh siswa setelah dilakukan pembelajaran menggunakan pendekatan PMRI. Diamana siswa dikatan memahami konsep apa bila mencapai beberapa indikator pemahaman konsep. Adapun indikator pemahaman konsep dalam penelitian ini adalah:

7) Menyatakan ulang konsep integral

8) Mengklasifikasi objek-objek menurut sifat-sifat tertentu (sesuai dengan konsepnya).

9) Memberi contoh dan non contoh dari konsep integral.

10) Menyajikan konsep integral dalam berbagai bentuk representasi matematis.

11) Mengembangkan syarat perlu atau syarat cukup suatu konsep integral.

12) Mengaplikasikan konsep integral

J. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada semester ganjil tahun ajaran 2017/2018. Penelitian ini dilakukan di SMA N 3 Palembang.

K. Subjek Penelitian

(36)

L. Prosedur Penelitian 1. Tahap Persiapan

Langkah-langkah yang dilakukan dalam tahap ini adalah sebagai berikut: a. Konsultasi dengan guru mata pelajaran matematika SMA N 3

Palembang yang bersangkutan dan dosen pembimbing b. Melakukan perizinan tempat untuk penelitian

c. Memilih sampel pada populasi

d. Menyusun instrumen penelitian kemudian dikonsultasikan pada guru mata pelajaran matematika SMA N 3 Palembang yang bersangkutan dan dosen pembimbing. Intrumen penelitian tersebut diantaranya RPP kurikulum 2013 pembelajaran materi Integral menggunakan PMRI, lembar observasi, lembar aktifitas siswa (LAS), dan lembar soal e. LAS dan lembar soal di validasi dengan menggunakan validasi

konstrak (Construk Validity). Uji validasi konstak dapat dilakukan dengan pendapat para ahli (Judgment Experts).

2. Tahap Pelaksanaan

Pelaksanaan pembelajaran materi integral menggunakan pendekatan PMRI. Dalam proses pembelejaran siswa dibagi kelompok kecil secara heterogen kemudian siswa mengerjakan LAS dan soal yang diberikan oleh peneliti.

3. Tahap Analisis Data

a. Menganalisis lembar jawaban soal yang dikerjakan oleh siswa. b. Menganalisis lembar observasi.

M. Teknik Pengumpulan Data 1. Tes Tertulis

Tes tertulis dilakukan diakhir pembelajaran, pelaksanaan tes ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pemahaman konsep materi interal siswa setelah digunakan PMRI dalam pembelajaran.

(37)

Observasi dilakukan saat pembelajaran berlangsung. Observasi digunakan untuk mendeskripsikan kesesuaian proses pembelajaran yang yang dilakukan oleh peneliti dengan langkah-langkah pembelajaran PMRI. Adapun untuk melihat hal tersebut digunakan lembar observasi yang berisi indikator langkah-langkah pembelajaran PMRI. Lembar observasi tersebut nantinya akan diisi oleh teman sejawat penetiti saat pembelajaran dilaksanakan.

N. Teknik Analisis Data 1. Tes Tertulis

Hasil tes tertulis dianalis untuk mengetahui pemahaman konsep materi integral siswa setelah proses pembelajaran materi integral menggunakan PMRI. Adapun langkah langkah dalam menganalisi hasil tes tertulis yang pertama adalah hasil tes tertulis siswa dikoreksi. Skor tes tertulis dilihat dari terpenuhi atau tidaknya indikator pemahaman konsep. Selanjutnya hasil tes tertulis siswa dihitung kemudian yang terakhir diseskripsikan.

2. Observasi

(38)

DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Zainal. 2013. Penerapan Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (Pmri) Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Pokok Bahasan Bilangan Pecahan Di Kelas Iv Mi Ghidaul Athfal Kota Sukabumi Tahun Pelajaran 2012/2013. Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.

Budhiani, Fransiska Karinda. 2010. Eksperimentasi Pembelajaran Matematika Dengan Pendekatan Pmri Dimodifikasi Dengan Pembelajaran Kooperatif Group Discussion Ditinjau Dari Kemampuan Awal Siswa Kelas X Sma Di Kota Surakarta. Program Studi Pendidikan Matematika. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.

Darma, I Nyoman dkk. 2013. Pengaruh Pendidikan Matematika Realistik Terhadap Pemahaman Konsep dan Daya Matematika Ditinjau dari Pengetahuan Awal Siswa SMP Nasional Plus Jembatan Budaya.

https://www.google.co.id/url?

sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&cad=rja&uact=8&ved=0ahU KEwj7_ua6087TAhWMsY8KHU-cC4EQFggmMAA&url=http%3A%2F %2Fpasca.undiksha.ac.id%2Fe-journal%2Findex.php%2FJPM%2Farticle %2FviewFile%2F906%2F660&usg=AFQjCNFp1akC5S5kPmdqN2Yof-amkvqlYQ&sig2=U0AXHMtyDy0alyBIFCHW-g diakses hari kamis, 6 April 2017.

Gulo, W. 2008. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Grafindo

(39)

Hartono, Yusuf. 2008. Pendekatan Matematika Relistik. https://www.google.co.id/ url?

sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=2&cad=rja&uact=8&ved=0a hUKEwjDtdiq8c7TAhXBKo8KHXmrCNsQFgg1MAE&url=http%3A%2F %2Fstaff.uny.ac.id%2Fsites%2Fdefault%2Ffiles

%2FPengembanganPembelajaranMatematika_UNIT_7_0.pdf&usg=AFQj

CNFjU768taEGoJ8rXq4WW9n2ZWU-MQ&sig2=2IWoWIZV3ti2ymzTb7JiTA

Jayanti, Dessy Dwi. 2013. Peningkatan Pemahaman Konsep dan Hasil belajar Matematika Melalui Strategi Pembelajaran TAI (Team Assisted

Individualization). http://eprints.ums.ac.id/25285/2/BAB_I.pdf

http://kbbi.web.id/konteks diakses minggu 7 mei 2017

Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. 2016. SilabusMata Pelajaran

Matematika Sekolah Menengah Atas/ Madrasah Aliyah /Sekolah Menengah Kejuruan/ Madrasah Aliyah Kejuruan.Jakarta.

Mulyasa, E. 2005. Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Mulyasa. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan: Sebuah Panduan Praktis. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Mutohar, Ali . 2016. Bab II. UMP. https://www.google.co.id/url?

sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&cad=rja&uact=8&ved=0ahU KEwjJzt3Wns7TAhUVR48KHTr-AmIQFggnMAA&url=http%3A%2F %2Frepository.ump.ac.id%2F90%2F4%2FALI%2520MUTOHAR %2520BAB

(40)

Nurimahayati. 2015. Analisis Kesulita Belajar Siswa di Kelas XII SMA N 3 Langsa. http://digilib.iainlangsa.ac.id/711/1/READY.pdf. Diakses pada hari rabu, 5 april 2017

M, Padma Mika Putri dkk. 2012. Pemahaman Konsep Matematika Pada Materi Turunan Melalui Pembelajaran Teknik Probing.

http

:// ejournal.unp.ac.id/students/index.php/pmat/article/download/ 1173/865. Diakses rabu, 5 april 2017

Nugraini, Esti Ambar dan Sugiman. 2013. Pengaruh Pendekatan PMRI Terhadap Aktifitas Siswa dan Pemahaman Konsep Matematika Siswa SMP.

https://www.google.co.id/url?

sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=4&cad=rja&uact=8&sqi=2&ved =0ahUKEwjPpbKe7s7TAhVFwI8KHUJ8AS4QFgg3MAM&url=http%3A %2F%2Fjournal.uny.ac.id%2Findex.php%2Fpythagoras%2Farticle

%2FviewFile%2F8498%2F7011&usg=AFQjCNHBmcM3XOXm6DHNJG-OI3NyrNBBUQ&sig2=fOXZhNB5Sw1AUEEeyy4N-w Diakses rabu 12 april 2017

Pesta dan Cecep Anwar. 2007. Matematika Aplisai Untuk SMA dan MA Kela IX. Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional

Sadiman, A.M. 2008. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Grafindo Persada.

Siswono, Tatag Yuli Eko. 2006. PMRI: Pembelajaran Matematika Yang Mengembangkan Penalaran Kreativitas dan Kepribadian siswa. Program Studi Matematika. Surabaya: Universitas Sebelas Maret.

(41)

Soedjadi. 2000. Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.

Soviawati, Evi. 2011. Pendekatan Matematika Realistik (PMR) Untuk Meningkatkan Kemampuan Berfikir Siswa Di Tingkat Sekolah Dasar. UPI: Vol. 2. ISSN 1412-565X.

Sudjana, Nana. 2009. Penilaian Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Sukmadinata, Nana Syaodih. 2004. Kurikulum dan Pembelajaran Kompetensi. Bandung: Kesuma Karya.

Supinah. 2008. Pembelajaran Matematika SD Dengan Pendekatan Kontekstual Dalam Melaksanakan KTSP. Yogyakarta: PPPPTKMatematika.

Yasin, Soylo, dan Enver Tatar. Student difficulties with aplication of defnite integration education matematica. Vol 3, Nr 1-2, PIS -27

Yudianto, Enfan. 2015. Karakteristik Antisipasi Analitik Siswa SMA dalam Memecahkan Soal Integral.

http://download.portalgaruda.org/article.php?

article=478624&val=6173&title=Karakteristik%20Antisipasi%20Analitik %20Siswa%20SMA%20Dalam%20Memecahkan%20Soal%20Integral

diakses hari kamis, 6 April 2017.

(42)

Yuniarti, Yeni. 2017. Pendidikan Matematika Realistik Indonesia(PMRI) dalam meningkatkan pemahaman Konsep Geometri di Sekolah Dasar.

https://www.google.co.id/url?

sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=15&cad=rja&uact=8&ved=0ahU KEwjAk66atd7TAhUINo8KHTBiCW44ChAWCDkwBA&url=http%3A %2F%2Feprints.radenfatah.ac.id%2F604%2F2%2FBAB

%2520II.pdf&usg=AFQjCNEjGRm-YX7yOPFDUOvFOn9QPKbFtg&sig2=T6e3R31mx9r8DiuB_joUnA

Diakses pada hari sabtu 6 mei 2017

Gambar

Grafik melalui titik A(1 , 7), jadi 7 = 12  5(1) + C didapat C = 11

Referensi

Dokumen terkait

Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala rahmat, taufik dan hidayah-Nya, sehingga dapat menyelesaikan penyusunan laporan

Dari distribusi diatas dapat di ambil kesimpulan bahwa faktor somatik tidak banyak berperan karena banyaknya pendapat responden menjawab tidak, itu juga dikuatkan

- Interaksi menunjukkan sebuah konsep tentang komunikasi yang terjadi antara pengguna yang termediasi oleh media baru dan memberikan kemungkinan ± kemungkinan

Faktor yang dapat mendukung perilaku tersebut diantaranya adalah harga yang diberikan pihak ritel, promosi barang dan suasana yang tercipta dalam ritel yang berperan

[r]

Risiko untuk investasi akan berasal dari investasi pemerintah, seiring dengan kontraksi yang lebih besar dari belanja modal pada triwulan IV 2020.. ▪ Dorongan belanja

berperan serta dalam menentukan keberhasilan anak tersebut, karena pada masa anak-anak perlu adanya dorongan atau bimbingan dari orang tua untuk meningkatkan

Pelaksanaan Pemberian Pembebasan Bersyarat oleh Lembaga Pemasyarakatan Klas I A Makassar ternyata ada kendala atau hambatan, baik hambatan internal maupun hambatan