• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDEKATAN EXPRESSIVE WRITING DALAM PSIKOTERAPI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENDEKATAN EXPRESSIVE WRITING DALAM PSIKOTERAPI"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

PENDEKATAN

EXPRESSIVE WRITING

DALAM PSIKOTERAPI

Disusun untuk memenuhi tugas ujian tengah semester mata kuliah Pengantar Psikoterapi

\\

Disusun Oleh :

Dewi Innayatun 15010110130098

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS DIPONEGORO

(2)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan

karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul “ Pendekatan Expressive

Writing dalam Psikoterapi ”.

Makalah ini disusun secara khusus sebagai tugas mata kuliah Masalah-masalah

Psikologis Remaja. Penulis menyadari makalah ini dapat terselesaikan dengan baik berkat

bantuan berbagai pihak. Oleh sebab itu penulis mengucapkan terimakasih kepada seluruh pihak

yang telah membantu dalam proses pembuatan makalah ini hingga dapat selesai dengan baik.

Akhirnya, penulis menyadari bahwa pembuatan makalah ini masih jauh dari sempurna

baik segi materi maupun penulisannya. Walaupun penulis telah berupaya untuk membuat

makalah ini dengan sebaik-baiknya. Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat

membangun.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan kita.

Semarang, 1 Mei 2013

(3)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Istilah psikoterapi berasal dari dua kata, yaitu "psiko" dan "terapi’. Psiko

mempunyai arti mental atau kejiwaan, sedangkan terapi mempunyai arti penyembuhan

atau usaha. Subandi (2002; dalam Laily, 2012) mendefinisikan psikoterapi sebagai proses

formal interaksi antara dua pihak atau lebih, yang satu sebagai penolong, dan yang satu

lagi sebagai petolong atau orang yang ditolong, dengan catatan bahwa interaksi antara

dua pihak tersebut menuju pada suatu perubahan atau penyembuhan. Perubahan tersebut

dapat berupa perubahan rasa, pikir, perilaku, maupun perubahan kebiasaan sebagai hasil

dari penerapan teknik-teknik penyembuhan tertentu dari penolong. Psikoterapi juga

didefinisikan oleh Proschaska & Norcross (2007; dalam Nurfazrina, 2012) sebagai proses

yang digunakan profesional dibidang kesehatan mental untuk membantu mengenali,

mendefinisikan, dan mengatasi kesulitan interpersonal dan psikologis yang dihadapi

individu dan meningkatkan penyesuaian diri mereka.

Beberapa pakar psikoterapi beranggapan bahwa perubahan perilaku tergantung

pada pemahaman individu atas motif dan konflik yang tidak disadari; pakar lain merasa

bahwa individu dapat belajar mengatasi masalahnya tanpa harus menjajaki faktor yang

menjadi penyebab masalah mereka. Walaupun terdapat berbagai perbedaan teknik,

kebanyakan metode psikoterapi memiliki ciri dasar yang serupa. Teknik tersebut meliputi

komunikasi antara dua individu – klien (penderita) dan pakar terapi. Klien didorong

untuk mengungkapkan rasa takut, emosi, dan pengalamannya secara bebas tanpa merasa

takut dinilai atau dicemoohkan oleh pakar terapi. Sebaliknya pakar terapi tersebut

menunjukkan simpati dan perhatian, serta mencoba membantu klien mengembangkan

(4)

Banyak pendekatan yang dikenal dalam psikoterapi, di antaranya pendekatan

gestalt, pendekatan kognitif, prosedur relaksasi, meditasi, teknik pelatihan keterampilan

sosial, ekspresi wajah positif, sampai teknik ekspressive writing. Expressive writing

merupakan teknik konseling naratif. Konseling naratif ini digagas oleh White dan Epston

pada tahun 1990 dengan sebuah gagasan yang dikenal dengan pengeksternalissian

masalah, memisahkan individu dari masalah, dan menjadikan masalah sebagai masalah

yang berada di luar diri individu, (Himcyoo, 2013).

Di makalah ini, penulis tertarik membahas ekspressive writing sebagai salah satu pendekatan dalam psikoterapi karena dari penelitian yang dilakukan oleh O’Connor, dkk

(2003; Dalam Fikry, 2012) membuktikan bahwa terapi menulis mampu meningkatkan

perawatan diri bagi individu yang mengalami kesedihan mendalam karena menulis

digunakan sebagai media untuk membuka diri sehingga individu tersebut lebih mampu

untuk melakukan rawat diri dengan lebih baik. Pennebaker (1997; Dalam Qonitatin, dkk.,

2011) menyatakan bahwa menulis pengalaman emosional atau menulis peristiwa yang

penuh tekanan (stressful events) telah menjadi kajian yang menarik pada beberapa tahun belakangan ini.

A. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam makalah ini adalah :

1. Apakah definisi expressive writing?

2. Apa sajakah karakteristik expressive writing? 3. Apakah tujuan dari expressive writing? 4. Apakah manfaat dari expressive writing?

5. Bagaimana proses melakukan expressive writing?

(5)

B. Tujuan

Tujuan dari penulisan makalah ini yaitu untuk mengetahui :

1. Apakah definisi expressive writing?

2. Apa sajakah karakteristik expressive writing? 3. Apakah tujuan dari expressive writing? 4. Apakah manfaat dari expressive writing?

5. Bagaimana proses melakukan expressive writing?

(6)

BAB II

TEORI

Homcyoo (2013), mengumakakan bahwa teknik expressive writing merupakan salah satu pendekatan psikoterapi yang menggunakan media buku catatan pribadi atau sering dikenal

dengan nama diary. Menulis ekspresif diarahkan kepada keterampilan berkomunikasi melalui tulisan dalam menyampaikan apapun yang dirasakan, dipikirkan, dan diinginkan tanpa takut

disalahkan oleh orang lain. Teknik ini dapat digunakan sebagai salah satu cara dalam mereduksi

stres pada remaja yang cenderung ingin menyelesaikan dan menyimpan masalahnya sendiri

tanpa campur tangan orangtua.

Baikie dan Wilhelm (2006; dalam Fikri, 2012) juga melakukan penelitian menggunakan

terapi menulis untuk penderita depresi. Hasilnya adalah terapi menulis dinilai baik dan

bermanfaat oleh para peserta karena mampu mengurangi kecemasan dan perbaikan suasana hati.

Penelitian Smyth (2008; dalam Fikry, 2012) tentang terapi menulis membuktikan bahwa terapi

menulis mampu memperbaiki suasana hati dan pertumbuhan yang positif pasca trauma bagi para

PTSD, meskipun efek terapinya tidak mampu menurunkan tingkat keparahan gejala PTSD.

Beberapa penelitian terdahulu yang terkait dengan terapi menulis yaitu terapi menulis

pengalaman emosional diantaranya penelitian Susilowati (2009; dalam Fikry, 2012)

menggunakan terapi menulis pengalaman emosional untuk menurunkan depresi pada mahasiswa

tahun pertama. Penelitian ini menunjukkan bahwa terapi menulis pengalaman emosional

merupakan sarana bantu diri yang terbukti efektif menurunkan depresi pada mahasiswa tahun

pertama. Penelitian yang serupa juga dilakukan oleh Siswanto (2002; dalam Fikry, 2012) yang

menggunakan terapi menulis pengalaman emosional untuk menurunkan simptom-simptom

depresi pada mahasiswa, hasilnya adalah terapi menulis pengalaman emosional merupakan

mekanisme proses teraupetik yang berpusat pada proses penyingkapan diri.

Kaloeti (2007; dalam Fikry, 2012) juga melakukan penelitian menggunakan terapi

menulis pengalaman emosional untuk mengelola stres pada penyalahguna NAPZA, dan hasil

(7)

karena membantu individu untuk belajar membuka diri, bersentuhan dengan diri pribadi dan

mengenal emosinya dengan lebih baik. Gorelick (Malchiodi, 2005; dalam Fikry, 2012)

menyatakan bahwa salah satu tujuan dari terapi menulis termasuk diantaranya untuk

mengekspresikan emosi-emosi yang berlebihan atau luar biasa dan untuk mengurangi tekanan.

Hasil wawancara dari para partisipan mengatakan bahwa salah satu diantara manfaat yang

dirasakan setelah menulis yaitu rasa marah berkurang, menjadi lega dan lebih tenang karena

(8)

BAB III

PEMBAHASAN

A. Definisi Expressive Therapy

Expressive writing merupakan salah satu bentuk terapi yang digunakan untuk menurunkan emosi negatif. Expressive writing yaitu membicarakan pengalaman yang menggusarkan atau kejadian traumatis mengenai emosi yang tersembunyi untuk

mendapatkan wawasan dan cara penyelesaian dari trauma (Breuer , 1895; Freud,

1966, dalam Pennebaker , 2002).

Seseorang yang melakukan expressive writing akan belajar menyatukan isi pikirannya, mengingat peristiwa traumatis yang pernah dialami untuk dihadirkan

kembali ke dalam pikiran, memilih hal-hal yang ingin disampaikan melalui tulisan,

dan melatih emosi agar terbiasa menghadapi kembali peristiwa yang awalnya

dianggap traumatis (Pennebaker, 2002). Semakin sering menulis, diharapkan orang

yang bersangkutan akan memperoleh gambaran tentang peristiwa traumatisnya secara

menyeuruh, sehingga semakin memahami peristiwa tersebut, berpikir luas dan

integrative, mampu melakukan refleksi diri, dan akhirnya memandang peristiwa

traumatis tersebut dari sudut pandang yang berbeda sehingga mampu menemukan

penyelesaiannya (Pennebaker, 2002).

Memahami sebab-sebab suatu peristiwa yang mengganggu bersama dengan

sikap refleksi diri merupakan prasyarat utama untuk memperoleh peningkatan kesehatan

(9)

maka sikap negatif tentang diri sendiri, dunia sekitar, dan masa depan akan

berkurang sehingga depresi menurun.

B. Karakteristik Expressive Writing

Karakteristik expressive writing yaitu partisipan menulis pengalaman traumatis dalam hidupnya, waktu pelaksanaan selama 3-4 hari berturut-turut atau lebih sesuai

tujuan penelitian dengan durasi 15-30 menit setiap kali menulis, tidakada umpan

balikyang diberikan, partisipan bebas menulis pengalaman traumatis yang pernah

mereka alami, dan efek langsung yang dirasakan oleh sebagian besar partisipan

ketika mengingat pengalaman traumatisnya antara lain menangis atau sangat marah

(Slatcher & Pennebaker , 2005; dalam Murty & Hammida, 2012).

C. Tujuan Expressive Writing

Horn, dkk. (Astri Shabrina : 2011) pada jurnal “Promoting Adaptive Emotion Regulation and Coping in Adolescence: A School-based Programme” mengungkapkan expressive writing pada remaja terbukti efektif sebagai salah satu cara regulasi emosi. Hasil penelitian Horn dkk ini menunjukkan bahwa program expressive writing terbukti efektif dalam menurunkan afeksi negatif pada remaja, juga terbukti menurunkan

frekuensi ketidakhadiran siswa di sekolah. Selain itu, penelitian ini juga mengungkap

bahwa subjek banyak menuliskan tentang topik emosional seperti tentang hubungan

romantis dengan pasangan, masalah broken heart, yang sering muncul pada masa remaja.

Sehingga dalam penelitian tersebut dapat diintisarikan bahwa expressive writing

bertujuan untuk mereduksi stress melalui regulasi emosi terhadap hubungan-hubungan

sosial dengan orang lain. Pengalaman-pengalaman buruk yang dialami seseorang akibat

hubungan dengan orang lain mengendap kemudian menjadikan seseorang mengalami

(10)

Teknik menulis ekspresif dianggap mampu mereduksi stres karena saat individu

berhasil mengeluarkan emosi-emosi negatifnya (perasaan sedih, kecewa, berduka) ke

dalam tulisan, individu tersebut dapat mulai merubah sikap, meningkatkan kreativitas,

mengaktifkan memori, memperbaiki kinerja dan kepuasan hidup serta meningkatkan

kekebalan tubuh agar terhindar dari psikosomatis. Hal ini senada seperti yang

diungkapkan Menulis tak dapat dipisahkan dengan kata-kata, dan ini ternyata terbukti

secara ilmiah memiliki kekuatan, serta merupakan strategi membantu diri sendiri untuk

melakukan penyesuaian dengan stres (a self help strategy for coping with stress). Hal ini senada dengan ungkapan Pennebaker (1997: 162) bahwa “Penerjemahan pengalaman (pahit) ke dalam bahasa akan mengubah cara orang berpikir mengenai pengalaman itu.

Menulis ekspresif menyediakan peluang bagi individu untuk memantulkanperasaannya

secara emosional dalam bentuk peningkatan penggunaan kata-kata penyampaian emosi

selama interaksi sosial, peningkatan penyampaian emosi tersebut akan meningkatkan perbaikan dalam stabilitas hubungan.”

D. Manfaat Expressive Writing

Pannebaker (1997;162) mengungkapkan terapi dengan teknik expressive writing

ini terbukti bermanfaat secara signifikan empat bulan kemudian. Pannebaker

menemukan bukti bahwa sel-sel T-limfosit para mahasiswa menjadi lebih aktif enam

pekan setelah mereka menulis peristiwa-peristiwa yang menekan. Salah suatu indikasinya

adalah adanya stimulasi sistem kekebalan. Orang yang menulis tentang

peristiwa-peristiwa yang berarti atau traumatis dapat meningkatkan kesehatan, fungsi organ,

kekebalan tubuh, aktivitas hormonal, memerbaiki penyakit, dan meredakan stres mereka.

Adapun mereka yang hobinya menulis tentang topik-topik emosional tak hanya

memperbaiki kesehatan namun juga mengubah interaksi di antara orang-orang saat

berbicara tentang situasi.

Terapi menulis belum begitu dikenal kalangan medis dan masyarakat awam di

Indonesia, padahal terapi ini banyak manfaatnya dan tidak memiliki efek samping.

(11)

Amerika Serikat dan Inggris. Bila di Amerika Serikat riset ini dilakukan di University of

Texas, maka di Inggris the Arts Council of England siap mendanai proyek terapi menulis yang dilakukan oleh Gillie Bolton di King’s College, London. Smyth JM, dkk (1999) menyebutkan manfaat terapi menulis, antara lain: membantu meringankan gejala

penyakit asma dan rheumatoid arthritis (radang sendi akibat rematik). Baikie KA dan Wilhelm K (2005), juga meneliti manfaat jangka panjang dari menulis dengan metode

expressive writing. Menurut penelitian itu, terapi ini antara lain bisa meningkatkan dan memerbaiki suasana hati (mood), fungsi sistem imun (kekebalan tubuh), memperbaiki fungsi paru-paru (terkhusus penderita asma), kesehatan fisik dan nyeri (terutama pada

penderita kanker), fungsi hati, menurunkan tekanan darah, mengurangi ketegangan yang

berkaitan dengan harus kembali ke dokter, mengurangi gejala-gejala depresi, mengurangi

dampak negatif setelah trauma.

Adapun manfaat secara sosial dan perilaku dari expressive writing antara lain :

1. Mengurangi ketidakhadiran di dalam bekerja

2. Mengubah perilaku linguistik dan sosial

3. Menaikkan rata nilai rapor anak sekolah atau atau IPK mahasiswa

4. Meningkatkan memori/daya ingat yang sedang bekerja

5. Meningkatkan prestasi dan sportivitas di semua bidang kehidupan.

Pennebaker (2002), menunjukkan syarat tulisan yang bermanfaat bagi

penulisnya antara lain :

1. Semakin banyak penggunaan kata-kata yang beremosi positif seperti bahagia,

cinta, baik, dan tertawa.

2. Kata-kata dengan kandungan emosi negatif yang jumlahnya sedang (tidak

banyak atau sedikit) seperti marah, terluka, dan pengalaman buruk.

3. Menggunakan lebih banyak kata-kata kognitif pada hari terakhir seperti

pemikiran kausal (sebab, akibat, alasan) dan wawasan atau refleksi diri

(12)

4. Membangun kisah yang jelas, koheren, dan terorganisir dengan baik pada hari

terakhir melakukan expressive writing.

E. Proses Terapi

Ada dua cara melakukan expressive writing, menurut Pennebaker (2005),

Expressive writing dilakukan dengan klien menulis pemikiran dan perasaan terdalam tentang pengalaman yang paling traumatis di sepanjang kehidupan, permasalahan, emosi

yang telah mengubah diri dan hidup. Waktu pelaksanaan selama 3-4 hari berturut-turut

dengan durasi 15-30 menit setiap kali menulis, tidak ada umpan balik yang diberikan,

klien bebas menulis pengalaman traumatis yang pernah mereka alami, dan efek langsung

yang dirasakan oleh sebagian besar partisipan ketika mengingat pengalaman traumatisnya

antara lain menangis atau sangat marah. Lebih lanjut dr. Dito Anugroho mengatakan

bahwa tulisan dapat bercerita tentang hubungan dengan orang tua, kekasih, sahabat; dapat

terjadi di masa lalu, masa kini, atau impian di masa depan. Klien juga dapat menuliskan

berbagai permasalahan umum atau berbagai pengalaman, boleh sama, boleh berbeda,

selama empat hari menulis.

Sementara itu, rekomendasi Gillie Bolton di dalam buku “The Therapeutic Potential of Creative Writing” yang diterbitkan oleh Jessica Kingsley Publishers, tentang

teknik therapeutic writing cukup unik dan menarik. Caranya yaitu dengan memulai dari “sampah pikiran” (mind dump) dalam waktu enam menit. Klien menuliskan apa saja yang ada di pikiran tanpa melakukan editing serta tidak memperhatikan tata bahasa, diksi, dan

EYD. Klien terus menerus menulis tanpa berhenti. Setelah itu, klien dapat berfokus pada

suatu tema atau pokok bahasan tertentu. Klien memilih sesuatu hal yang nyata, bukan

yang abstrak. Misalnya, kenangan di masa anak-anak, peristiwa terpenting atau terindah

di dalam kehidupanmu, dsb. Klien mendeskripsikan secara detail. Konselor perlu

menekankan bahwa klien dapat menulis secara bebas, mengalir saja di dalam menulis,

(13)

F. Hal-hal yang Perlu Diperhatikan oleh Terapis dalam Expressive Writing

Seperti pada proses konseling pada umumnya, konseling naratif dilakukan dalam

suasana yang hangat (warm). Konselor perlu melakukan rapport awal pertemuan. Hal ini sejalan dengan manfaat utama dari expressive writing ialah mereduksi emosi dan stress secara bertahap. Oleh karena itu, peranan terapis dalam menciptakan hubungan

emosional yang membangun adalah sangat penting.

Hal yang perlu diperhatikan kemudian ialah bahwa terapis hendaknya tidak

terlepas dari budaya-budaya lokal dimana klien tinggal. Terapis perlu menyadari bahwa

budaya berperan cukup penting di dalam kepribadian klien. Hal ini seringkali tampak

misalkan pada saat klien diminta untuk menulis, klien pada umumnya bingung untuk

menulis apa yang ingin dituliskan. Sehingga terapis berperan dalam memberikan model

expressive writing, dan perlu untuk memberikan instruksi secara jelas dan bertahap.

Salah satu poin yang juga penting dalam expressive writing ialah kebebasan klien dalam menuliskan apapun yang klien ingin tulis tanpa membatasi. Hal ini berarti bahwa

tulisan klien bebas dari segala macam aturan menulis dan gaya penulisan. Klien bebas

mengutarakan emosi-emosi dalam menulis. Sehingga terapis perlu memberikan batas

waktu maksimal dalam menulis sebab klien pada umumnya membutuhkan sedikit waktu

untuk berpikir. Motivasi dan dukungan penuh dari terapis mendorong klien untuk berani

(14)

BAB IV

PENUTUP

Kesimpulan

Expressive writing merupakan salah satu bentuk terapi yang digunakan untuk menurunkan emosi negatif. Karakteristik expressive writing yaitu partisipan menulis pengalaman traumatis dalam hidupnya, waktu pelaksanaan selama 3-4 hari berturut-turut

atau lebih sesuai tujuan penelitian dengan durasi 15-30 menit setiap kali menulis. expressive writing bertujuan untuk mereduksi stress melalui regulasi emosi terhadap hubungan-hubungan sosial dengan orang lain. Pengalaman-pengalaman buruk yang dialami seseorang akibat

hubungan dengan orang lain mengendap kemudian menjadikan seseorang mengalami stress.

Manfaat dari expressive writing menurut penelitian Baikie KA dan Wilhelm K (2005), bisa meningkatkan dan memerbaiki suasana hati (mood), fungsi sistem imun (kekebalan tubuh), memperbaiki fungsi paru-paru (terkhusus penderita asma), kesehatan fisik dan nyeri (terutama

pada penderita kanker), fungsi hati, menurunkan tekanan darah, mengurangi ketegangan yang

berkaitan dengan harus kembali ke dokter, mengurangi gejala-gejala depresi, mengurangi

dampak negatif setelah trauma.

Ada dua cara melakukan expressive writing, menurut Pennebaker (2005), Expressive writing dilakukan dengan klien menulis pemikiran dan perasaan terdalam tentang pengalaman yang paling traumatis di sepanjang kehidupan, permasalahan, emosi yang telah mengubah diri

dan hidup. Yang perlu diperhatikan terapis dalam expressive writing ialah kebebasan klien dalam menuliskan apapun yang klien ingin tulis tanpa membatasi. Hal ini berarti bahwa tulisan klien

(15)

DAFTAR PUSTAKA

Anurogo, Dito. 2012. Manfaat dari Terapi Menulis.

http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2012/04/11/182882/Manfaat-dari-Terapi-Menulis. (Diunduh pada tanggal 29 Maret 2013)

Fikry, H. T. 2012. Pengaruh Menulis Pengalaman Emosional dalam Terapi Ekspresif Terhadap Emosi Marah pada Remaja. Humanitas. Vol. IX (No. 2). Halaman 103 – 122

Jelita, Laily. 2012. Aktifitas Menulis Sebgai Terapi.

http://lailyjelita.blogspot.com/2012/06/aktivitas-menulis-sebagai-terapi.html (Diunduh pada tanggal 29 Maret 2013)

Himcyoo. 2013. Expressive Writing Sebagai Alternatif Pemecahan Masalah.

http://himcyoo.wordpress.com/2013/04/07/expressive-writinf-sebagai-alternatif-pemecahan-masalah-pribadi-sosial/ (Diunduh pada tanggal 29 Maret 2013)

Murty, R. D. & Hamidah. Pengaruh Expressive Writing terhadap Penurunan Depresi pada Remaja SMK di Surabaya. Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental. Vol. 1 (No. 02). Halaman 94 – 100

Pennebaker , J.W . 2002. Ketika diam bukan emas: Berbicara dan menulis sebagai terapi. Bandung: Mizan.

Qonitatin, N., dkk. 2011. Pengaruh Katarsis Dalam Menulis Ekspresif Sebagai Intervensi Depresi Ringan pada Mahasiswa. Jurnal Psikologi Undip Vol. IX (No. 1). Halaman 21 – 32

Referensi

Dokumen terkait

menegoisasikan peran bawahan dalam organisasi, perlunya lingkungan kerja yang nyaman dan kondusif yang dapat mempengaruhi karyawan sebagai individu bertingkah laku

Sedangkan mengenai pengawasan pelaksanaan pengangkatan anak menurut pendapat Hakim Pengadilan Negeri Padangsidimpuan bernama Hasnul Tambunan, SH., MH bahwa harus berdasarkan

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 dalam pasal 49 telah menjelaskan tentang kewenangan Pengadilan Agama untuk mengesahkan pengangkatan anak bagi orang yang beragama

Tujuan pengangkatan anak hanya dapat dilakukan bagi kepentingan terbaik anak dan harus berdasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku dan/atau berdasarkan

Diagnosa keperawatan pola nafas tidak efektif dijadikan diagnosa prioritas sebab pada pasien ketoaisdosis diabetik mengalami asidosis metabolik kemudian terjadi

11 Mega Kusuma Listyotami, Upaya Meningkatkan Kemampuan Koneksi Matematika Siswa Kelas VIII A SMPN 15 Yogyakarta Melalui Model Pembelajaran Learning Cycle “5E” (Implementasi pada

Berkenaan dengan realitas menyangkut keterlibatan warga dalam kelembagaan suatu ormas/parpol dan keterlibatan mereka dalam penyelenggaraan Pemilu, diketahui

Harus mempunyai tanda akhir (stopping role). Tidak menggunakan simbol atau sintaks dari suatu bahasa pemrograman. Tidak tergantung pada suatu bahasa pemrograman. Notasi-notasinya