Sambutlah
Ramadhan
Daftar Isi :
- Bagimu Yang Menyambut Ramadhan… - Keutamaan Puasa
- Mengisi Ramadhan dengan Kebaikan - Ramadhan Kembali Datang…
- Ramadhan Segarkan Iman - Ramadhan dan Kembalinya Hati
- Memupuk Ketakwaan
- Larangan Puasa Mendekati Ramadhan - Waktu Makan Sahur dan Berbuka
- Puasa Yang Tidak Bermakna - Catatan Setelah Ramadhan
Penyusun:
Redaksi al-mubarok.com
Disebarkan via:
:: Website : al-mubarok.com :: FP : Kajian Islam al-Mubarok
:: Telegram : Belajar Tauhid al-Mubarok :: Website : yukberinfak.com
@---Website al-mubarok.com dikelola oleh Yayasan Pangeran Diponegoro (YAPADI) Yogyakarta dengan kegiatan utama diantaranya Wisma al-Mubarok, Ma’had al-Mubarok, dan pembangunan Masjid Graha al-Mubarok. Alamat sekretariat : Wisma al-Mubarok 1, Jl. Puntadewa - selatan SD Ngebel, Ngebel, Tamantirto, Kasihan Bantul
-Yogyakarta (sebelah selatan Kampus Terpadu UMY, barat UNIRES PUTRI UMY). Kontak informasi : 0853 3634 3030
---#Mukadimah
Bagimu Yang Menyambut Ramadhan...
Bismillah.
Saudaraku -semoga Allah
merahmatimu-Ramadhan tidak lama lagi insya Allah kita jumpai. Apa yang ada di dalam hatimu ketika menyambut bulan yang penuh berkah ini? Apakah engkau merasa rindu beramal salih di bulan itu? Apakah engkau telah menyimpan harapan kuat untuk bisa menunaikan sholat malam, puasa, dan tilawah al-Qur'an di bulan itu?
Aduhai, betapa berbahagianya dirimu apabila Allah berikan taufik kepadamu untuk mengisi detik demi detik di bulan itu dengan iman dan amal salih. Lezatnya dzikir kepada Allah,
nikmatnya merenungkan ayat-ayat-Nya, indahnya doa dan khusyu' kepada-Nya. Setiap muslim yang telah ridha Allah sebagai Rabbnya, Islam sebagai agama, dan Muhammadshallallahu 'alaihi wa sallamsebagai nabi panutannya; tentu dia akan merasakan lezatnya iman dan ketaatan.
Rasulullahshallallahu 'alaihi wa sallambersabda,
“Pasti merasakan lezatnya iman; orang yang ridha Allah sebagai Rabb, Islam sebagai agama, dan Muhammad sebagai rasul.”(HR. Muslim)
Iman dan amal salih akan menyisakan rasa lezat dan manis di dalam hati pelakunya. Sebuah kelezatan yang lebih menyejukkan dan
menentramkan daripada bongkahan emas dan perak serta segala bentuk perhiasan dan kesenangan dunia. Inilah kelezatan yang tidak pernah bisa dirasakan oleh kaum musyrik dan kafir kepada Rabbnya.
Kelezatan iman inilah yang akan memberikan semangat bagi seorang hamba untuk tetap tegar dan sabar dalam menghadapi segala bentuk cobaan dan rintangan di jalan ketaatan. Kelezatan iman inilah yang akan memompa harapan ke dalam hati setiap mukmin untuk tunduk kepada perintah-perintah Allah dan menjauhi
larangan-larangan-Nya. Kelezatan iman inilah surga di hati setiap kaum beriman. Sebagaimana yang dikatakan oleh para ulama kita,
“Sesungguhnya di dunia ini ada surga. Barangsiapa tidak memasukinya dia tidak akan masuk surga di akhirat.”
Di sinilah kita bisa mengetahui letak pentingnya hidayah dan iman dalam kehidupan. Banyak orang yang justru merasa susah dan sempit untuk menjalankan ibadah dan ketaatan. Dia mengira ibadah itu mengekang keinginannya dan membawanya menuju kesulitan. Padahal
sesungguhnya ibadah inilah yang akan menuntun manusia menuju kebahagiaan. Bukankah kita semua sudah menghafal firman Allahta'ala(yang artinya),“Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.”(adz-Dzariyat : 56)
Saudaraku yang dirahmati Allah, tentu saja Allah mewajibkan kita untuk mendirikan sholat, mengingat-Nya, berpuasa Ramadhan, dan bersyukur kepada-Nya adalah demi kebaikan diri kita sendiri. Allah tidak membutuhkan amal dan ketaatan kita. Ketaatan kita adalah untuk kebaikan diri kita sendiri. Jangan kira manusia berjasa kepada Allah dengan ibadah mereka kepada-Nya. Kalau kita tidak taat kepada Allah sesungguhnya yang merugi adalah diri kita sendiri!
Dengan demikian, Ramadhan adalah bulan untuk memperbaiki diri kita semua dan semakin
mendekat kepada Allah. Allah yang paling berjasa kepada kita. Allah yang memberi segala nikmat kepada kita. Allah yang paling kita cintai. Apa yang membuat kita malas beribadah kepada-Nya. Bukankah dengan ibadah itu hati kita akan menjadi berbahagia?
---#Bagian 1.
Keutamaan Puasa
Bismillah.
Puasa memiliki banyak sekali keutamaan, diantaranya :
[1] Puasa adalah perisai dari dosa dan api neraka
Dari Abu Hurairahradhiyallahu'anhu, Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallambersabda,“Puasa adalah perisai. Oleh sebab itu janganlah
berkata-kata kotor dan berbuat bodoh. Apabila ada orang yang memerangi atau mencacinya
hendaklah dia berkata : Aku puasa, sebanyak dua kali.”(HR. Bukhari dan Muslim)
Dari Jabirradhiyallahu'anhu, Rasulullahshallallahu 'alaihi wa sallambersabda,“Rabb kita 'azza wa jalla berkata 'Puasa adalah perisai yang
melindungi diri seorang hamba dari neraka, dan puasa itu untuk-Ku; Aku lah yang akan
membalasnya.'.”(HR. Ahmad)
Dari Abu Hurairahradhiyallahu'anhu, Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallambersabda,“Puasa adalah perisai dan benteng kokoh yang melindungi dari api neraka.”(HR. Ahmad)
[2] Puasa disandarkan kepada Allah
Dari Abu Hurairahradhiyallahu'anhu, Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallambersabda,“Allah berkata, 'Semua amal anak Adam untuk dirinya, kecuali puasa. Sesungguhnya puasa itu untuk-Ku dan Aku sendiri yang akan membalasnya.'.”(HR. Bukhari dan Muslim)
[3] Bau mulut orang yang berpuasa lebih wangi dari kasturi
Dari Abu Hurairahradhiyallahu'anhu, Rasulullah
Allah daripada harumnya minyak kasturi.”(HR. Bukhari dan Muslim)
[4] Puasa bisa menghapus dosa-dosa
Dari Abu Hurairahradhiyallahu'anhu, Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallambersabda,“Sholat lima waktu, sholat jum'at menuju jum'at berikutnya, dan Ramadhan menuju Ramadhan sesudahnya akan menjadi penghapus dosa-dosa yang terjadi diantaranya selama dosa-dosa besar dijauhi.”(HR. Muslim)
Dari Abu Hurairahradhiyallahu'anhu, Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallambersabda,
“Barangsiapa berpuasa Ramadhan dalam keadaan beriman dan mencari pahala niscaya akan
diampuni dosa-dosanya yang telah berlalu.”(HR. Bukhari dan Muslim)
[5] Dua kegembiraan bagi orang yang berpuasa
Dari Abu Hurairahradhiyallahu'anhu, Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallambersabda,“Orang yang berpuasa akan meraih dua kegembiraan. Gembira ketika berbuka/berhari-raya, dan gembira ketika berjumpa dengan Rabbnya.”(HR. Bukhari dan Muslim)
[6] Pintu gerbang khusus bagi orang yang puasa
Dari Sahl bin Sa'adradhiyallahu'anhu, Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallambersabda,
“Sesungguhnya surga itu memiliki delapan pintu gerbang. Diantaranya ada sebuah pintu bernama ar-Rayyan. Tidaklah memasukinya kecuali orang-orang yang berpuasa.”(HR. Bukhari)
[7] Doa yang tidak akan ditolak
Dari Abu Hurairahradhiyallahu'anhu, Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallambersabda,“Tiga golongan yang tidak akan ditolak doanya; seorang pemimpin yang adil, orang yang berpuasa sampai dia berbuka, dan doanya orang yang terzalimi...”
(HR. Ibnu Majah)
[8] Balasan tanpa batas bagi orang yang berpuasa
Orang yang berpuasa mewujudkan tiga bentuk kesabaran; sabar dalam ketaatan, sabar dalam menjauhi maksiat, dan sabar dalam menghadapi musibah/hal-hal yang tidak mengenakkan. Allah berfirman mengenai orang-orang yang sabar (yang artinya),“Sesungguhnya akan
disempurnakan balasan bagi orang-orang yang sabar itu dengan pahala yang tidak terhitung.”
(az-Zumar : 10)
Hal itu juga didukung karena keikhlasan yang ada pada orang yang berpuasa jauh lebih banyak daripada amal-amal yang lainnya. Semakin besar keikhlasannya semakin besar pula pelipatgandaan pahalanya. Allah berfirman dalam hadits qudsi,
“Dia telah meninggalkan syahwat/keinginan nafsunya, makanan dan minumannya semata-mata karena Aku.”(HR. Bukhari dan Muslim)
[9] Doa mustajab ketika berbuka puasa
Dari Ibnu Umarradhiyallahu'anhuma, Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallambersabda,
“Sesungguhnya orang yang berpuasa ketika berbuka puasa memiliki kesempatan memanjatkan doa yang tidak akan ditolak.”(HR. Ibnu Majah dan al-Hakim)
[10] Mati dalam keadaan berpuasa termasuk husnul khotimah
Dari Hudzaifahradhiyallahu'anhu, Nabishallallahu 'alaihi wa sallambersabda,“Barangsiapa berpuasa pada suatu hari demi mencari wajah Allah dan dia mati dalam keadaan itu niscaya dia akan masuk surga.”(HR. Ahmad)
[11] Puasa menjadi sebab masuk surga
Dari Abu Umamahradhiyallahu'anhu, dia berkata kepada Nabishallallahu 'alaihi wa sallam,“Wahai Rasulullah, tunjukkanlah kepadaku suatu amalan yang dengan itu aku bisa masuk surga.”beliau menjawab,“Hendaklah kamu berpuasa,
sesungguhnya tidak ada yang serupa dengannya.”
Semoga Allah berikan taufik kepada kita untuk berpuasa dengan sebaik-baiknya.
Rujukan:
1. Durus fi Ramadhanoleh Syaikh Abdul Aziz ar-Rajihi
2. ash-Shiyam fil Islamoleh Syaikh Sa'id al-Qahthani
3. Majalis Syahri Ramadhanoleh Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin
4. It-haf Ahlil Iman bi Durus Syahri Ramadhan
oleh Syaikh Shalih al-Fauzan 5. at-Targhib wa at-Tarhiboleh Imam
al-Mundziri
---#Bagian 2.
Mengisi Ramadhan dengan Kebaikan
Bismillah. Wa bihi nasta'iinu.
Ramadhan bulan yang sangat istimewa bagi umat Islam. Di bulan itulah mereka menjalankan ibadah puasa di siang hari selama sebulan penuh. Pada bulan itu pula, mereka berduyun-duyun
memakmurkan masjid dengan sholat tarawih, tadarus al-Qur'an, dan sedekah kepada sesama.
Betapa merugi apabila Ramadhan datang dan pergi begitu saja tanpa kenangan indah dan faidah yang membekas dalam kehidupan kita. Meskipun demikian, seringkali kita jumpai
saudara-saudara kita kaum muslimin yang kurang menyadari keagungan makna bulan ini. Ramadhan menjadi pentas untuk pertunjukan busana. Atau Ramadhan berubah menjadi ajang ceramah tanpa ilmu. Atau Ramadhan menjadi kesempatan bermalas-malasan dan begadang sampai kebablasan. Bahkan tidak jarang kita temukan orang-orang yang tidak puasa secara
terang-terangan.
Kaum muslimin yang dirahmati Allah, hari demi hari terus berlalu dan Ramadhan pun semakin dekat. Apa yang harus kita lakukan menyambut
bulan mulia itu? Sudahkah kita menimba ilmu mengenai tata cara dan tuntunan yang benar dalam berpuasa? Bukankah ilmu merupakan landasan bagi ucapan dan amalan kita?
Bagaimana kita bisa beribadah dengan benar jika kita tidak mengetahui ilmunya? Jadi, mari
manfaatkan waktu luang untuk belajar dan belajar.
Mungkin Ramadhan nanti anda diberi kesempatan untuk memberikan kultum, maka manfaatkanlah kesempatan itu untuk memberikan nasihat dan pelajaran yang bermanfaat. Tentu saja untuk itu anda juga butuh belajar, menimba ilmu dari sumber-sumbernya. Sebab betapa banyak kita lihat orang yang nekat berbicara dalam agama ini tanpa ilmu. Mereka sesat dan menyesatkan manusia. Jangan sampai bulan yang semestinya bertabur pahala menjadi bulan yang banjir dosa.
Bagi anda yang memiliki kelebihan harta, maka menyalurkan bantuan untuk kegiatan dakwah serta menolong saudara-saudara kita yang membutuhkan adalah ladang pahala untuk anda. Bagi anda yang memiliki tenaga dan kelapangan maka anda juga bisa membantu pelaksanaan kegiatan kebaikan di masjid-masjid walaupun hanya dengan ikut membersihkan tempat wudhu, menyapu halaman, memberikan wewangian untuk masjid, dsb. Banyak sekali ladang kebaikan yang bisa anda garap di bulan yang mulia ini.
Mengajarkan al-Qur'an atau mempelajarinya. Membagikan buletin dakwah, buku dakwah, majalah islam, panduan dzikir dan doa, dst.
Bagi anda yang menjadi panitia kegiatan
Ramadhan, berusahalah untuk mencari pembicara dan penceramah yang mengerti agama, jangan hanya mencari pembicara yang bertitel tetapi tidak paham agama. Jangan pula mencari
pembicara yang mengajak kepada pemikiran yang menyimpang dari pokok-pokok ajaran Islam. Apabila bisa pilihlah para imam sholat yang bagus bacaan sholatnya dan memahami hukum-hukum sholat. Kalau perlu hendaknya anda buat jadwal adzan untuk para remaja agar mereka bisa ikut mendukung kegiatan ibadah di masjidnya. Susunlah program kegiatan TPA di bulan Ramadhan dengan sebaik-baiknya.
bisa anda kelola dengan baik bisa menjadi pesantren sore yang penuh makna. Ya, bukan hanya orang dewasa, bahkan anak-anak dan remaja pun butuh bimbingan ilmu agama.
Bagi anda para pemuda, gunakanlah bulan Ramadhan untuk semakin dekat dan akrab dengan al-Qur'an. Pelajari cara membaca al-Qur'an dengan baik dan benar, renungkan kandungan isinya, pahami hukum-hukumnya, dan lunakkan hati dengan membacanya. Bagi anda remaja muslimah dan ibu rumah tangga, manfaatkan bulan Ramadhan dengan dzikir, membaca buku-buku bermanfaat dan kisah orang-orang salih terdahulu, niscaya itu akan bermanfaat bagi kehidupan rumah tangga dan masa depan anda. Jangan membuang waktu dalam perkara sia-sia.
---#Bagian 3.
Ramadhan Kembali Datang...
Segala puji bagi Allah yang telah mencurahkan kepada kita sedemikian banyak nikmat dan bimbingan. Salawat dan salam semoga tercurah kepada nabi akhir zaman, para sahabatnya dan pengikut setia mereka di atas jalan keselamatan.
Amma ba’du.
Bulan Ramadhan, bulan yang penuh berkah, bulan yang marak dengan amal dan ketaatan. Tidak lama lagi Ramadhan kembali hadir di hadapan. Semoga Allah mempertemukan kita dengan bulan yang mulia itu dengan penuh keimanan dan keselamatan.
Allah berfirman (yang artinya),“Wahai
orang-orang yang beriman, telah diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana telah diwajibkan kepada orang-orang sebelum kalian agar kalian bertakwa.”(al-Baqarah : 183)
Imam Bukhari membawakan ayat ini di dalam kitabnya Sahih Bukhari Kitab ash-Shiyam dengan
judul bab ‘wajibnya puasa Ramadhan’. Syaikh Abdul Aziz ar-Rajihihafizhahullahberkata, “Penulisrahimahullahmengisyaratkan dengan menyebutkan ayat ini terhadap permulaan diwajibkannya puasa. Dan di dalamnya juga terkandung kewajiban puasa terhadap umat ini sebagaimana ia diwajibkan kepada umat-umat terdahulu. Adapun bilangan/jumlah hari dan tata caranya didiamkan/tidak dibicarakan di dalam ayat ini.” (lihatMinhatul Malik al-Jalil, 4/131)
Sebelum datangnya kewajiban puasa Ramadhan, Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallammelakukan puasa ‘Asyura. Dari Ibnu ‘Umar, beliau berkata, “Nabishallallahu ‘alaihi wa sallammelakukan puasa ‘Asyura dan memerintahkan umat untuk berpuasa pada hari itu. Kemudian ketika telah diwajibkan puasa Ramadhan maka ia ditinggalkan.” (HR. Bukhari no. 1802). Syaikh Abdul Aziz ar-Rajihi berkata, “Sabda beliau ‘ketika telah diwajibkan puasa Ramadhan maka ia ditinggalkan’ maksudnya ditinggalkan puasa hari Asyura itu sebagai kewajiban namun ia masih tetap dianjurkan. Inilah yang tampak dari zahir hadits tersebut. Sebagian ulama ada yang berpendapat bahwa dahulu puasa Asyura itu adalah
dianjurkan/sunnah, akan tetapi zahir dari dalil-dalil menunjukkan bahwasanya dahulu ia diwajibkan. Sehingga ketika telah diwajibkan puasa Ramadhan maka dihapuskan kewajibannya dan berstatus mustahab/dianjurkan.” (lihatMinhatul Malik, 4/133)
Yang dimaksud puasa ‘Asyura adalah puasa pada tanggal 10 Muharram. Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallambersabda,“Puasa hari ‘Asyura aku berharap ia menjadi sebab Allah mengampuni dosa-dosa selama satu tahun.”(HR. Ahmad dan Muslim). Namum perlu diingat bahwa keutamaan ini hanya akan didapatkan bagi orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar. Hadits-hadits yang ada menunjukkan bahwa puasa ‘Asyura adalah
disyari’atkan dan dianjurkan/mustahab. Dan yang lebih utama adalah berpuasa pada hari itu dan tanggal sembilan; yaitu hari sebelumnya (lihat keterangan Syaikh Abdul Aziz ar-Rajihi dalam
Puasa memiliki keutamaan yang sangat besar. Dari Abu Hurairahradhiyallahu’anhu, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda,“Puasa adalah perisai. Oleh sebab itu tidak selayaknya berbuat rofats dan berbuat kebodohan. Apabila ada seseorang yang memerangi atau
mencaci-maki dirinya hendaklah dia katakan kepadanya, ‘Aku sedang berpuasa’ dua kali. Demi dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sungguh bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah daripada bau minyak kasturi. Orang itu rela meninggalkan makanan, minuman, dan keinginan syahwatnya karena Aku. Puasa adalah untuk-Ku dan Aku sendiri yang langsung membalasnya. Kebaikan yang lain maka satu kebaikan dibalas sepuluh kali lipatnya.”(HR. Bukhari no. 1804)
Yang dimaksud rofats adalah hubungan suami istri dan hal-hal yang mengarah ke sana. Maksudnya hendaklah ia menjauhi hubungan suami istri dan hal-hal yang menyeret ke sana, demikian pula hendaknya menjauhi ucapan-ucapan kotor. Adapun berbuat kebodohan maksudnya seperti berteriak-teriak dan tindakan dungu yang lainnya. Sebagaimana disebutkan dalam hadits lain,
“Barangsiapa yang tidak meninggalkan ucapan dusta dan beramal dengannya serta perbuatan bodoh maka Allah tidaklah butuh dia untuk meninggalkan makanan dan minumannya.”(HR. Bukhari no. 6057) (lihat keterangan Syaikh Abdul Aziz ar-Rajihi dalamMinhatul Malik al-Jalil, 4/135).
Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallambersabda,
“Sesungguhnya di surga ada sebuah pintu bernama ar-Royyan. Melalui pintu inilah
orang-orang yang berpuasa akan masuk ke surga kelak pada hari kiamat. Tidak ada selain mereka yang memasuki pintu ini seorang pun. Ketika itu dipanggil ‘dimanakah orang-orang yang berpuasa?’ lalu mereka pun berdiri. Tidaklah memasukinya selain mereka seorang pun. Apabila mereka semua telah memasukinya maka ia pun dikunci sehingga tidak ada lagi orang yang masuk melewatinya.”
(HR. Bukhari no. 1806)
Dari Abu Hurairahradhiyallahu’anhu, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda,“Apabila telah masuk Ramadhan, maka dibukalah
pintu-pintu langit, dikunci pintu-pintu Jahannam,
dan dibelenggu setan-setan.”(HR. Bukhari no. 1809)
Pada bulan Ramadhan itulah terdapat malam kemuliaan, malam yang lebih baik daripada seribu bulan. Barangsiapa yang menghidupkan malam itu dalam ketaatan dengan penuh keimanan dan pengharapan pahala, maka dosa-dosanya akan diampuni.
Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallambersabda,
“Barangsiapa yang mendirikan/menghidupkan malam Qadar dengan penuh keimanan dan mengharap pahala maka akan diampuni
dosa-dosanya yang telah berlalu. Dan barangsiapa yang berpuasa Ramadhan dengan penuh
keimanan dan mengharap pahala maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah berlalu.”(HR. Bukhari no. 1811)
Hadits ini menunjukkan bahwasanya berpuasa Ramadhan dan menghidupkan malam qadar adalah sebab diantara sebab-sebab diampuninya dosa, dan ini berlaku bagi orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar (lihatMinhatul Malik al-Jalil, 4/143)
Hal ini tentu menjadi isyarat dan memberikan sinyal yang kuat kepada kita untuk senantiasa bertaubat. Bertaubat dari dosa-dosa yang telah kita lakukan selama ini. Bisa jadi Ramadhan kita selama ini belum bisa menghapuskan dosa-dosa karena pada hari-hari dan bulan-bulan
sebelumnya kita selalu bergelimang dengan dosa. Sehingga dosa-dosa yang bisa terhapus pun tidak bisa maksimal. Sehingga bekas-bekas dan
sisa-sisanya masih saja melekat dalam hati dan pikiran kita. Lisan kita bersitighfar namun hati kita masih saja bertekad untuk melakukan maksiat,wal ‘iyadzu billah.
itu hingga bulan puasa tiba... Karena belum tentu kita menemuinya...
Wahai jiwa-jiwa yang bersimbah dengan dosa, yang bergelut dengan maksiat, dan berlumur dengan kotoran hati, sampai kapan anda menunda taubat? Tidakkah anda sadar bahwa kematian selalu mengintai anda... Kematian yang anda tidak tahu kapankah jadwal pencabutan nyawa itu tiba dan malaikat maut pasti akan menjalankan tugasnya. Anda tidak akan bisa protes kepadanya‘wahai malaikat, tundalah kematianku hingga ramadhan tiba, hingga aku membaca qur’an, hingga aku sholat malam, hingga aku berpuasa...’Anda tidak akan bisa mengucapkannya dan tidak akan bisa membantah perintah-Nya!
Kalau anda ingin menunda taubat itu hingga Ramadhan tiba, maka tunggulah! Tunggulah kedatangannya dan teruslah bergelimang dengan dosa dan maksiat anda, hingga anda akan terkejut apabila ternyata kematian justru lebih dulu
menjemput anda... Hingga anda akan menyesal dan penyesalan ketika itu tiada lagi berguna. Ketika ruh telah sampai di tenggorokan. Ketika nyawa sudah diseret keluar dari jasadnya. Ketika itulah taubat sudah tidak lagi diterima, dan linangan air mata hanya akan mengusap mayat anda.
Anda tidak bisa kembali, walaupun hanya untuk membuka selembar mushaf al-quran. Anda tidak akan bisa kembali, walaupun hanya untuk meletakkan dahi di tanah seraya bersujud dan memohon ampun kepada Allah. Anda tidak akan bisa kembali, walaupun hanya untuk menyisihkan selembar uang untuk diinfakkan. Anda tidak akan bisa kembali, walaupun hanya untuk
mengumandangkan azan. Anda tidak akan bisa kembali, walaupun hanya untuk menempelkan publikasi kajian atau meletakkan sebuah buletin penyebar kebaikan. Anda tidak akan bisa kembali... Di saat sang maut datang menghampiri...
---#Bagian 4.
Ramadhan Segarkan Iman
Segala puji bagi Allah. Salawat dan salam semoga tercurah kepada hamba dan utusan-Nya, nabi kita Muhammad, para sahabatnya, dan segenap pengikut setia mereka.
Amma ba'du.
Datangnya bulan Ramadhan adalah saat yang istimewa bagi seorang muslim. Saat dimana dia akan selalu tersapa dengan hembusan angin ubudiyah. Hembusan angin ketaatan dan ibadah kepada Allah yang semerbak harum. Di tengah hiruk pikuk kehidupan dunia yang membuat terlena kebanyakan manusia. Padahal Allah telah menciptakan mereka untuk mengabdi
kepada-Nya.
Allah berfirman (yang artinya),“Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.”(adz-Dzariyat : 56). Beribadah kepada Allah adalah dengan
menjalankan perintah-Nya dan menjauhi
larangan-Nya. Mengerjakan hal-hal yang dicintai dan diridhai oleh-Nya. Ibadah kepada Allah merupakan syi'ar insan beriman, kunci
kebahagiaan hidup yang mengantarkan mereka menuju keselamatan dan kemuliaan.
Allah berfirman (yang artinya),“Demi masa. Sesungguhnya manusia benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman, beramal salih, saling menasihati dalam kebenaran, dan saling menasihati dalam menetapi kesabaran.”
(al-'Ashr : 1-3). Keberuntungan yang sangat besar bagi seorang muslim yang menjumpai bulan Ramadhan, bulan berseminya amal salih dan ketaatan. Bulan dibelenggunya setan dan ditutup pintu-pintu Jahannam.
dan maksiat kepada Rabbnya. Inilah permata ketakwaan yang sekian lama pudar seiring gelombang fitnah yang menerpa relung-relung kehidupannya. Inilah kesempatan emas yang datang untuk kesekian kalinya kepada dirinya. Rasulullahshallallahu 'alaihi wa sallambersabda,
“Dua buah nikmat yang banyak orang tertipu dan merugi dalam keduanya; kesehatan dan waktu luang.”(HR. Bukhari). Kesehatan dan waktu luang menggunung seolah terbuang percuma. Justru ternodai oleh dosa dan maksiat yang menyeret kepada petaka dan bencana.
Ramadhan adalah saat dimana hawa nafsu dikekang dan dikendalikan agar tunduk kepada Rabbnya. Sebuah medan latihan berperang melawan nafsu dan menggapai kemuliaan. Ramadhan ibarat curahan hujan yang telah ditunggu oleh para petani, ibarat mentari yang terbit di pagi hari, ibarat segarnya air di tengah padang pasir tandus dan panas menyengat. Ramadhan adalah taman dimana dzikir kembali bersemi, menghidupkan hati dan menerangi bumi. Rasulullahshallallahu 'alaihi wa sallambersabda,
“Perumpamaan orang yang mengingat Rabbnya dengan orang yang tidak mengingat Rabbnya seperti perumpamaan orang yang hidup dengan yang mati.”(HR. Bukhari)
Bulan yang telah ditunggu dan dirindukan oleh para pendahulu umat ini seperti kerinduan seorang yang sedang jatuh cinta kepada
kekasihnya. Bulan yang mengubah rasa lapar dan haus menjadi tumpukan pahala. Bulan yang mengubah lembaran-lembaran uang menjadi gudang-gudang pahala dengan sedekah dan kepedulian kepada sesama. Bulan yang menggentarkan musuh-musuh tauhid dari melancarkan serangan dan tipu daya mereka. Bulan yang mengingatkan hamba-hamba Allah yang mengharap naungan pada hari tiada naungan kecuali naungan-Nya. Kesempatan bagi mereka yang ingin menjadi 'seorang lelaki yang bersedekah seraya menyembunyikannya
sampai-sampai tangan kirinya tidak mengetahui apa yang diinfakkan oleh tangan kanannya'. Kesempatan bagi mereka yang ingin menjadi 'seorang lelaki yang mengingat Allah di saat sepi lalu berlinanglah air matanya'. Kesempatan emas
bagi mereka yang ingin menjadi 'dua orang lelaki yang saling mencintai karena Allah; berkumpul dan berpisah karena Allah'.
Bulan yang akan mendudukkan seorang kaya raya di deretan kaum fakir dan jelata dengan
kepedulian mereka terhadap nasib dan keadaan saudaranya. Bulan yang mengajak setiap insan untuk kembali sadar akan hikmah dan tujuan penciptaan alam semesta. Allah berfirman (yang artinya),“[Allah] Yang menciptakan kematian dan kehidupan untuk menguji siapakah diantara mereka yang terbaik amalnya.”(al-Mulk : 2)
Bulan yang mendobrak kebakhilan dan
meleburnya menjadi kedermawanan. Bulan yang meruntuhkan tembok keangkuhan dan
mengalirkan kesejukan tawadhu dan kezuhudan. Bulan yang akan menambah lezat hidangan iman dengan celupan hikmah dan kesabaran. Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallambersabda,“Akan merasakan manisnya iman, orang yang ridha Allah sebagai Rabb, Islam sebagai agama, dan
Muhammad sebagai rasul.”(HR. Muslim)
Bulan inilah yang membuka ladang ma'rifatullah, memperluas jalan taubat dan menyingkirkan batu-batu kemunafikan. Ramadhan tak akan membiarkan satu hari berlalu tanpa pahala yang diraih dan dosa yang tak terampuni. Betapa besar kemurahan Allah, betapa luas kasih sayang-Nya kepada hamba-hamba-Nya. Allah berfirman (yang artinya),“Wahai orang-orang yang beriman, telah diwajibkan kepada kalian puasa sebagaimana telah diwajibkan kepada orang-orang sebelum kalian, mudah-mudahan kalian bertakwa.”
(al-Baqarah : 183)
Bulan yang menjadi 'kawah candradimuka' bagi insan pendamba surga. Bulan yang mendekatkan ayat-ayat Allah kepada umat manusia. Bulan yang mendekatkan siraman hidayah kepada
orang-orang yang haus akan petunjuk Rabbnya. Hidayah yang selalu mereka minta setiap harinya dalam sholat. Hidayah untuk meniti jalan yang lurus. Hidayah yang jauh lebih berharga daripada dunia dan seisinya. Hidayah yang akan
(yang artinya),“Barangsiapa yang mengikuti petunjuk-Ku maka dia tidak akan sesat dan tidak pula celaka.”(Thaha : 123)
Kaum muslimin yang dirahmati Allah, Ramadhan telah menjumpai kita bertahun-tahun lamanya. Sementara kita tidak tahu persis apakah Ramadhan tahun-tahun sebelum ini berhasil mengantarkan kita untuk meraih predikat takwa. Karena hakikat ketakwaan itu adalah apa-apa yang tertancap di dalam hati dan dibuktikan dengan amal-amal ketaatan. Takwa bukan semata ucapan di lisan. Takwa juga bukan semata
penampilan dan angan-angan.
Thalq bin Habibrahimahullahberkata,“Takwa adalah kamu beramal dengan ketaatan kepada Allah di atas cahaya dari Allah seraya mengharap pahala dari Allah, dan kamu meninggalkan maksiat kepada Allah di atas cahaya dari Allah seraya merasa takut dari hukuman Allah.”
Hasan al-Bashrirahimahullahberkata,“Bukanlah iman itu dengan angan-angan atau menghias penampilan semata. Akan tetapi iman adalah apa-apa yang tertanam di dalam hati dan dibuktikan dengan amalan-amalan.”
Allah berfirman (yang artinya),“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah
orang-orang yang apabila disebutkan nama Allah maka takutlah hati mereka, apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya bertambahlah imannya, dan mereka hanya bertawakal kepada Rabb mereka. Orang-orang yang mendirikan sholat dan memberikan infak dari sebagian rezki yang Kami berikan kepada mereka. Mereka itulah orang-orang mukmin yang sejati.”(al-Anfal : 2-4)
Rasulullahshallallahu 'alaihi wa sallambersabda,
“Semua umatku pasti masuk surga kecuali orang yang enggan.”Para sahabat bertanya,“Siapakah orang yang enggan itu, wahai Rasulullah?”Beliau menjawab,“Barangsiapa yang taat kepadaku pasti masuk surga dan barangsiapa yang durhaka kepadaku maka dia lah orang yang enggan itu.”
(HR. Bukhari)
Adalah sebuah kenyataan yang tidak bisa kita pungkiri, bahwa banyak diantara umat Islam yang belum terlalu mengenal agamanya sendiri. Walaupun mereka telah menjumpai bulan Ramadhan berkali-kali dan bersua dengan hari raya idul fitri dan idul adha berulang kali.
Mereka yang hanya mengenal Allah pada hari jum'at. Mereka yang ingat kepada Allah hanya di bulan Ramadhan. Mereka yang mencium sajadah di masjid hanya di bulan puasa. Mereka yang tersentuh air wudhu hanya untuk sholat tarawih dan malas sholat subuh berjama'ah di masjid. Mereka yang mendengarkan ta'lim hanya di saat buka puasa Ramadhan dan membuka mushaf hanya saat tadarus bersama. Mereka yang 'tuli dan lumpuh' saat adzan berkumandang namun
bersorak-sorai tatkala kesebelasan pujaan berhasil menjebol gawang lawannya.
Seperti inikah potret insan yang meraih predikat takwa? Mungkin kita harus kembali bercermin. Mungkin kita harus kembali meneliti.
Jangan-jangan agama dan ibadah kita selama ini telah terjangkiti oleh virus-virus kemunafikan dan terpengaruh oleh racun-racun hawa nafsu. Kalau para sahabat saja -generasi terbaik umat ini-merasa khawatir akan kondisi keimanannya, maka bagaimanakah lagi kiranya orang-orang yang hidup di akhir zaman seperti kita ini?!
Ibnu Abi Mulaikahrahimahullahberkata,“Aku bertemu dengan tiga puluh orang sahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Mereka semuanya merasa takut dirinya tertimpa kemunafikan.”Hasan al-Bashrirahimahullah
berkata,“Tidaklah mengkhawatirkan hal itu kecuali orang mukmin dan tidaklah merasa aman darinya kecuali orang munafik.”
Apakah seragam ketakwaan hanya kita kenakan di bulan Ramadhan, kemudian sebelas bulan
dalam lemari kehinaan? Inikah generasi yang diharapkan menyongsong era kejayaan? Sungguh indah ucapan seorang penggerak perubahan,
“Tegakkan daulah Islam dalam hati kalian, niscaya ia akan tegak di atas bumi kalian.”
Ramadhan terlalu mulia untuk kita lupakan. Ramadhan terlalu indah untuk kita gambarkan. Namun Ramadhan hanya singgah sekali dalam setahun. Sementara kita diperintahkan untuk menjadi hamba Allah sepanjang hayat dikandung badan. Bulan demi bulan akan terus berjalan, pekan demi pekan akan kita lalui. Hari demi hari akan pergi seiring dengan bertambahnya umur dan semakin dekatnya ajal kita ini. Hasan al-Bashri
rahimahullahberkata,“Wahai anak Adam, kamu adalah kumpulan hari-hari. Setiap kali satu hari berlalu maka berlalu pula sebagian dari dirimu.”
Tsabit al-Bunanirahimahullahberkata,
“Beruntunglah bagi orang yang banyak-banyak mengingat kematian. Karena tidaklah seorang banyak mengingat kematian kecuali pasti akan tampak bekas/pengaruh hal itu di dalam amalnya.”
Anda dan juga kita semua merindukan datangnya Ramadhan. Namun tiada seorang pun diantara kita yang bisa memastikan apakah Ramadhan tahun ini masih kita temui? Kita hanya bisa berharap dan berdoa kepada Allah agar
mempertemukan kita dengan bulan yang mulia ini, bulan yang penuh dengan berkah, bulan yang penuh dengan ampunan dan rahmat dari-Nya.
Mudah-mudahan langkah-langkah kita
menyambut bulan suci ini dihitung sebagai pahala, sebagaimana langkah-langkah kita menuju masjid; tempat termulia di muka bumi, tempat yang dicintai oleh Allahta'ala. Semoga Allah menerima amal-amal kita dan mengampuni dosa dan kesalahan kita di masa lalu.
Ramadhan ataukah kematian; manakah yang lebih dulu datang menemui kita?
---#Bagian 5.
Ramadhan dan Kembalinya Hati
Tak terasa, bulan yang dinanti sudah di hadapan mata. Ramadhan, kerinduan terhadapnya selalu menghampiri jiwa orang-orang salih terdahulu. Berbulan-bulan sebelumnya, mereka berdoa kepada Allah agar bisa menjumpai bulan nan mulia itu. Sebuah bulan dimana pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka dikunci, dan
setan-setan dibelenggu.
Sungguh kesempatan emas yang ditunggu. Kesempatan besar bagi hamba-hamba Allah untuk menyemai kembali benih-benih ketakwaan yang selama ini luntur dan mengendur seiring berjalannya waktu dan terjangan ombak fitnah yang bertubi-tubi. Wahai, para pencari kebaikan, kemarilah... inilah saat yang kalian nantikan. Bulan Ramadhan, bulan dimana diturunkan Al-Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia dan pembeda antara kebenaran dan kebatilan. Barangsiapa yang menyaksikan bulan itu maka Allah wajibkan atasnya untuk berpuasa.
Allah berfirman (yang artinya),“Wahai
orang-orang yang beriman telah diwajibkan atas kalian puasa sebagaimana telah diwajibkan kepada orang-orang sebelum kalian.
Mudah-mudahan kalian bertakwa.”(al-Baqarah : 183). Puasa Ramadhan adalah salah satu
kewajiban agung di dalam Islam. Bahkan ia merupakan salah satu rukun Islam.
Rasulullahshallallahu 'alaihi wa sallambersabda,
“Barangsiapa yang melakukan puasa Ramadhan dengan penuh keimanan dan mengharapkan pahala, maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah berlalu.”(HR. Bukhari dan Muslim). Puasa ini adalah ibadah yang sangat istimewa,
sampai-sampai Allah menyebut bahwa 'puasa itu untuk-Ku, dan Aku lah yang akan langsung membalasnya' (HR. Bukhari)
ditempa untuk tunduk kepada Allah. Menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.
Menahan diri dari makan dan minum serta berbagai pembatal dan perusak puasa dari sejak terbit fajar hingga tenggelamnya matahari. Di sinilah hati mereka diuji. Mereka harus bisa bersabar menahan lapar dan dahaga,
mengendalikan hawa nafsu dan emosinya karena Allah semata.
Terlalu banyak hikmah dan faidah yang bisa kita ambil dari ibadah yang satu ini. Hikmah terbesar dari ibadah ini adalah sebagaimana telah Allah jelaskan di dalam ayat 183 dari surat al-Baqarah (yang artinya),“Mudah-mudahan kalian bertakwa.”
Inilah hikmah teragung dan pelajaran terindah dari ibadah puasa. Membentuk pribadi bertakwa bukanlah semata bermodalkan penampilan lahiriah dan kerja fisik belaka. Bahkan, lebih daripada itu ketakwaan yang sejati ialah
ketakwaan yang berakar dan tumbuh dari dalam lubuk hati.
Ibadah puasa berbeda dengan sholat, zakat, haji, jihad dan lain sebagainya. Ibadah puasa memiliki keistimewaan yang tidak dijumpai pada ibadah dan amalan yang lainnya. Sebagaimana telah diisyaratkan dalam hadits di atas, bahwa Allah lah yang secara langsung membalasnya. Artinya, besarnya pahala puasa hanya Allah yang mengetahuinya. Karena puasa termasuk dalam kesabaran, dan kesabaran Allah berikan janji dengan balasan yang tidak terhitung.
Padahal -sebagaimana dimaklumi bersama-bahwa sabar adalah amal yang tinggi
kedudukannya di dalam agama. Seperti diucapkan oleh sebagian salaf,“Sabar di dalam keimanan seperti kepala di dalam anggota badan. Apabila kepala terpotong maka tidaklah bertahan jasad.”
Hal ini dengan jelas menggambarkan kepada kita, bahwa makna kesabaran yang diaplikasikan dalam ibadah puasa selama sebulan penuh tidak hanya membuahkan pahala dan ampunan, bahkan ia menjadi salah satu tiang penegak dan penopang bangunan agama.
Tentu saja yang dimaksud puasa di sini bukan sekedar menahan haus dan lapar ataupun
hubungan suami istri. Puasa yang hakiki adalah yang menjaga pelakunya dari perbuatan yang sia-sia dan ucapan-ucapan yang kotor dan keji. Puasa yang menahan lisannya dari ghibah, namimah, kedustaan, dan umpatan. Puasa yang menahan anggota badannya dari mengganggu tetangga, dari menumpahkan darah manusia tanpa hak, dari mengambil harta mereka, dan dari melakukan segala kejahatan. Puasa yang menahan hatinya dari kedengkian, sifat ujub dan riya'.
Puasa semacam inilah yang akan bisa memulihkan kondisi hati kaum beriman. Hati yang semula terkotori oleh fitnah syubhat dan syahwat. Hati yang mau kembali kepada ajaran Allah dan Rasul-Nya dengan penuh kecintaan dan
pengagungan. Hati yang bersih dari noda syirik dan kemunafikan. Hati yang merasa takut kepada Allah dan hari akhir. Hati yang merindukan perjumpaan dengan-Nya dan kenikmatan memandang wajah-Nya; sebuah kenikmatan tertinggi dan kebahagiaan terbesar yang dialami oleh para penghuni surga.
Hari demi hari di bulan Ramadhan ini akan sangat berarti. Laksana curahan air hujan yang
ditunggu-tunggu para petani. Laksana hangatnya sinar mentari yang dinantikan umat manusia, hewan-hewan, dan tumbuh-tumbuhan di pagi hari. Ia akan memendarkan cahaya bagi orang-orang yang memiliki hati yang hidup dan
membangkitkan mereka dari kelalaian. Di bulan inilah zikir dan fikir kembali bersemi dan menghiasi relung-relung hati.
Beruntunglah orang-orang yang Allah karuniakan taufik untuk menjumpai bulan yang agung ini, bulan yang penuh berkah. Dan lebih beruntung lagi orang yang diberikan taufik dan kemudahan untuk menjalankan rangkaian ibadah dan amalan di bulan suci ini. Kita semua tidak mengetahui sejauh mana ibadah puasa kita di tahun-tahun sebelumnya diterima atau tidak di sisi Allahta'ala. Kita hanya bisa berharap dan beramal. Kita hanya bisa beramal dan berharap.
goresan pena dan ukiran kata-kata. Hanya rasa syukur kepada Allah yang bisa kita panjatkan, atas semua anugerah dan nikmat yang telah
diberikan-Nya kepada kita. Apabila kita ingin mencoba untuk menghitung-hitung nikmat Allah itu tentu saja kita tidak akan mampu
menghingganya.
Saudaraku, hidup di dunia ini sangatlah singkat apabila kita bandingkan dengan akhirat. Kita sedang menempuh perjalanan dan berusaha mengumpulkan bekal-bekal yang terbaik untuk menghadap-Nya. Bukan pundi-pundi emas dan bongkahan perak yang kelak akan bermanfaat untuk diri kita. Akan tetapi hati yang selamat, itulah yang akan berguna kala kita
menghadap-Nya.
Oleh sebab itu sudah sepatutnya kita selalu membersihkan hati ini dari segala kotoran dan noda yang merusaknya. Dengan ibadah puasa ini mudah-mudahan Allah berkenan mensucikan hati dan jiwa kita, sehingga kelak Allah akan
memanggil kita dengan seruan,“Wahai jiwa yang tenang, kembalilah kamu kepada Rabbmu dengan penuh keridhaan...”
Berbahagialah anda, apabila bulan puasa bisa mencuci dosa-dosa anda. Dan betapa celakanya kita, apabila bulan puasa tak mempan untuk melembutkan hati kita yang keras, yang angkuh, yang serakah, yang sombong, yang dengki, yang haus popularitas dan tamak terhadap materi dan kesenangan dunia yang fana ini. Betapa
meruginya, apabila bulan puasa tidak bisa mengobati kekikiran kita dan tidak
menyembuhkan penyakit hati kita. Sungguh-sungguh merugi!
Janganlah anda merasa bahwa bergemanya takbir hari raya sebagai tanda sucinya hati kita, apabila madrasah bulan Ramadhan ini kita jalani dengan kelalaian dan hura-hura. Janganlah merasa tibanya idul fitri menjadi bukti bersihnya dosa-dosa, apabila ternyata lampu ketaatan justru kita padamkan seiring datangnya fajar 1 syawwal dan kita tetap berkeras di atas pembangkangan kepada-Nya. Kepada Allah semata, kita memohon perlindungan dan bimbingan.
---#Bagian 6.
Memupuk Ketakwaan
Bismillah.
Takwa dan iman digambarkan seperti sebatang pohon. Ia memiliki akar, cabang, dan buah. Akar ketakwaan tertanam di dalam hati dan bercabang dalam bentuk amal-amal ketaatan serta
membuahkan amal salih dan kebaikan demi kebaikan.
Takwa tumbuh dan berkembang dengan siraman ilmu agama. Takwa bersemi dengan nasihat dan penyucian jiwa. Takwa menjalar ke seluruh anggota tubuh membendung gerak-gerik setan yang mengalir di dalam tubuh manusia seperti peredaran darah. Takwa menuntun pemiliknya terjauhkan dari murka Allah dan azab-Nya. Takwa berporos dalam ketundukan kepada perintah Allah dan larangan-larangan-Nya.
Seorang yang bertakwa di dunia ini seperti hidup di dalam penjara, walaupun orang kafir hidup di dunia seolah-olah berada di dalam surga; memuaskan segala keinginannya tanpa ada larangan dan batasan aturan. Karena itulah seorang yang bertakwa akan hidup seperti orang asing diantara masyarakatnya yang hanyut dalam kelalaian dan penyimpangan. Seorang yang bertakwa menjadikan hidup ini ibarat lautan dan ia gunakan amal salihnya sebagai bahtera.
Takwa bukan semata-mata ucapan di lisan atau penampilan. Takwa ditancapkan di dalam lubuk hati dan dibuktikan dengan amal dan kesetiaan. Takwa butuh pada kesabaran. Sabar dalam
Takwa butuh pasokan gizi dengan dzikir dan ilmu. Karena dzikir bagi hati laksana air bagi seekor ikan. Ilmu bagi hati laksana air hujan bagi tanah yang kering kerontang. Ilmu merupakan komandan bagi amal dan keyakinan. Ilmu lebih dibutuhkan manusia daripada makanan dan minuman, karena dengan ilmu manusia akan bisa berjalan di atas kebenaran dan iman. Beramal tanpa ilmu adalah kesesatan sementara berilmu tanpa diamalkan mengundang murka ar-Rahman.
Takwa semacam itulah yang dilukiskan oleh Thalq bin Habibrahimahullah,“Kamu melakukan ketaatan kepada Allah di atas cahaya dari Allah seraya mengharapkan pahala dari Allah, dan kamu meninggalkan maksiat kepada Allah di atas cahaya dari Allah seraya takut akan hukuman Allah.”Definsi takwa yang sangat lengkap dan padat.
Hal ini menunjukkan bahwa takwa harus dilandasi dengan rasa takut dan harap. Takut dan harap ibarat dua belah sayap seekor burung. Kepalanya adalah cinta kepada Allah. Cinta inilah penggerak atas segala amal dan ketaatan. Cinta kepada Allah adalah ruh amal salih dan ketaatan. Semakin besar kecintaan hamba kepada Allah semakin besar pula dzikir dan syukurnya. Cinta inilah yang
mengokohkan ketakwaannya kepada Allah. Dia beribadah kepada Allah seolah-oleh melihat-Nya, atau minimal beribadah kepada Allah dengan senantiasa merasa diawasi oleh-Nya.
Asas takwa adalah pemurnian ibadah kepada Allah semata dan meninggalkan sesembahan selain-Nya. Oleh sebab itu kalimat syahadat juga disebut dengan kalimat takwa. Karena seluruh ajaran agama berpondasi kepadanya dan bercabang darinya. Takwa adalah sebaik-baik bekal perjalanan menuju Allah. Sesuai kadar takwanya kepada Allah sekadar itu pula kemuliaan derajatnya di sisi Allah. Takwa juga tidak terwujud tanpa taubat kepada Allah. Semakin tinggi ketakwaan hamba semakin banyak pula dia bertaubat dan beristighfar kepada Allah.
---#Bagian 7.
Larangan Puasa Mendekati Ramadhan
Bismillah.
al-Hafizh Ibnu Hajarrahimahullahdalam kitabnya
Bulughul Marammembawakan sebuah hadits yang disepakati kesahihannya dari Abu Hurairah
radhiyallahu'anhu, beliau berkata : Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallambersabda,“Janganlah kalian mendahului Ramadhan dengan berpuasa sehari atau dua hari -sebelumnya- kecuali bagi seorang yang sedang menjalani puasa tertentu maka silahkan dia puasa di hari-hari itu.”(HR. Bukhari dan Muslim)
Berdasarkan hadits ini, Imam al-Bukhari
rahimahullahmembuat bab di dalam Sahih-nya dengan judul 'Tidak boleh mendahului Ramadhan dengan melakukan puasa sehari atau dua hari -sebelumnya-' (lihatFath al-Bari, 4/164 cet. Darussalam)
Maksud hadits ini -sebagaimana diterangkan oleh Ibnu Hajar- adalah tidak boleh melakukan puasa sebelum bulan Ramadhan pada hari yang dianggap sudah masuk/hampir masuk di dalam bulan itu dengan alasan untuk kehati-hatian. Karena sesungguhnya puasa Ramadhan berkaitan dengan ru'yah/melihat hilal -artinya jika belum terlihat hilal belum masuk bulan puasa, pent-, oleh sebab itu tidak perlu takalluf/membeban-bebani diri dengan melakukan puasa yang tidak
diperintahkan (lihatFath al-Bari, 4/164 cet. Darussalam)
Imam ash-Shan'anirahimahullahmenjelaskan, bahwa hadits ini menjadi dalil haramnya berpuasa sehari atau dua hari sebelum Ramadhan. Beliau juga membawakan ucapan Imam Tirmidzi
rahimahullahsetelah meriwayatkan hadits ini,
“Inilah yang diamalkan para ulama. Mereka membenci/mengharamkan apabila seorang mendahului puasa sebelum masuknya Ramadhan karena makna Ramadhan (demi kehati-hatian, pent).”(lihatSubul as-Salam, 2/859-860)
Imam ash-Shan'ani pun menjelaskan bahwa larangan ini bersifat umum untuk segala bentuk puasa kecuali bagi orang yang terbiasa melakukan puasa pada hari-hari tertentu -misalnya puasa Senin Kamis atau puasa Dawud, pent- maka boleh baginya mengerjakan puasa itu walaupun
bertepatan dengan akhir-akhir bulan Sya'ban. Beliau juga menerangkan bahwa sebab larangan ini adalah pembuat syari'at ini telah menentukan bahwa masuknya puasa Ramadhan dikaitkan dengan melihat hilalnya. Dengan demikian orang yang dengan sengaja mendahului puasa telah menyelisihi dalil perintah -untuk puasa setelah terlihat hilal, pent- dan juga menyelisihi dalil larangan -dari berpuasa sehari atau dua hari sebelum masuk Ramadhan- (lihatSubul as-Salam, 2/860)
Termasuk yang dibolehkan untuk puasa di akhir-akhir bulan Sya'ban adalah orang yang melakukan puasa wajib, misalnya puasa karena nadzar, puasa untuk membayar kaffarah, atau puasa mengganti puasa Ramadhan sebelumnya yang dia tinggalkan karena sebab tertentu. Demikian keterangan Syaikh Abdul Aziz ar-Rajihi
hafizhahullah(lihatDurus fi Ramadhan, hal. 13, lihat juga keterangan beliau dalam syarah Sahih Bukhari yang berjudulMin-hatul Malik al-Jalil, 4/158)
Larangan ini didukung dengan adanya larangan berpuasa pada hari yang diragukan. Sebagaimana tercantum dalam Sahih Bukhari secaramu'allaq
(tanpa sanad yang bersambung) dan bernada tegas lalu disambungkan sanadnya di dalam kitab-kitab Sunan dari 'Ammar bin Yasir
radhiyallahu'anhu, beliau berkata,“Barangsiapa
berpuasa pada hari yang diragukan sungguh dia telah durhaka kepada Abul Qasim (Nabi)
shallallahu 'alaihi wa sallam.”
Yang dimaksud 'hari yang diragukan' itu adalah hari yang tidak diketahui apakah ia merupakan hari pertama bulan Ramadhan ataukah ia hari terakhir bulan Sya'ban; yaitu pada tanggal 30 Sya'ban ketika ada sesuatu yang menghalangi pandangan untuk melihat hilal. Demikian keterangan Syaikh Abdullah al-Bassam
rahimahullah(lihatTaudhih al-Ahkam, 3/444, lihat juga keterangan serupa dari Syaikh Shalih
al-FauzanhafizhahullahdalamTas-hil al-Ilmam, 3/199)
Dalam hadits lainnya, Rasulullahshallallahu 'alaihi wa sallambersabda,“Apabila ia (hilal Ramadhan) tertutupi/samar dari pandangan kalian, hendaklah kalian sempurnakan bilangan Sya'ban menjadi tiga puluh.”(HR. Bukhari). Ini adalah dalil yang sangat tegas dan jelas yang menunjukkan bahwa tanggal 30 Sya'ban -dimana malam harinya tertutup mendung, asap, dsb sehingga menghalangi pandangan, pent- tidak boleh berpuasa. Karena hukum asalnya adalah tetapnya bulan Sya'ban, sehingga tidak bisa ditetapkan bahwa malam itu sudah masuk bulan Ramadhan kecuali dengan bukti yang meyakinkan (lihat penjelasan Syaikh Abdullah bin Shalih al-Fauzanhafizhahullahdalam kitabnyaMin-hatul 'Allaam, 5/10)
Dengan demikian pendapat Imam Ahmad bin Hanbalrahimahullahdalam sebuah riwayat yang disandarkan kepadanya yang menyatakan wajibnya puasa pada tanggal 30 Sya'ban ketika langit tertutup mendung atau asap adalah pendapat yang marjuh/lemah. Pendapat yang rajih/lebih kuat adalah pendapat mayoritas ulama yang menyatakan tidak bolehnya berpuasa pada hari yang diragukan itu (lihat keterangan Syaikh Shalih bin Fauzan al-Fauzanhafizhahullahdalam syarahnya terhadapBulughul Maramyang berjudulTas-hil al-Ilmam, 3/200)
tertutupi oleh mendung. Oleh sebab itu Syaikh Abdullah al-Bassamrahimahullahmenegaskan bahwa larangan berpuasa pada hari yang diragukan adalah pendapat yang dipegang oleh jumhur/mayoritas ulama dan imam madzhab yang empat (lihatTaudhih al-Ahkam, 3/448)
Larangan berpuasa pada hari yang diragukan ini pula yang diamalkan oleh sebagian para sahabat. Ibnu Umarradhiyallahu'anhumaberkata,
“Seandainya aku melakukan puasa setahun penuh, niscaya aku akan berbuka/tidak puasa pada hari yang diragukan.”(HR. Ibnu Abi Syaibah, dan dinyatakan sahih oleh Zakariya Ghulam Qadir al-Bakistanihafizhahullah)
Dari Abu Hurairahradhiyallahu'anhu, beliau berkata,“Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melarang menyegerakan puasa sehari sebelum ru'yah/terlihatnya hilal.”(HR. Abu Dawud, dinyatakan sahih oleh al-Albanirahimahullah
dalamSahih Sunan Abu Dawud)
Dari Ibnu 'Abbasradhiyallahu'anhuma, beliau berkata : Rasulullahshallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda,“Berpuasalah setelah kalian melihatnya (hilal Ramadhan), dan berhari rayalah setelah kalian melihatnya (hilal Syawwal). Apabila ada awan atau kegelapan yang menghalangi antara kalian dengannya (hilal Ramadhan) genapkan bilangannya yaitu bilangan Sya'ban, dan janganlah kalian menyambut bulan itu secara langsung, jangan kalian sambung Ramadhan dengan [berpuasa] sehari di bulan Sya'ban.”(HR. Nasa'i dinyatakan sahih oleh al-Albani)
Dari hadits-hadits semacam itulah para ulama juga menyimpulkan bahwa penetapan masuknya bulan Ramadhan adalah dengan melihat hilal atau menggenapkan bulan Sya'ban menjadi tiga puluh hari. Barangsiapa yang membawa suatu ajaran yang dengan hal itu dia mengaku bisa
mengetahui masuknya bulan selain cara-cara yang ditetapkan oleh pembuat syari'at sungguh dia telah durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya dan membuat tambahan yang tidak diajarkan oleh Allah dan Rasul-Nya (lihatIt-haf Ahlil Iman bi Durus Syahri Ramadhan, hal. 14 oleh al-Fauzan)
---#Bagian 8.
Waktu Makan Sahur dan Berbuka
Bismillah.
Puasa adalah ibadah yang memiliki batasan; kapan dimulai dan kapan diakhiri. Ia dimulai ketika terbit fajar yaitu pada saat masuk waktu subuh dan diakhiri dengan terbenamnya matahari di ufuk barat. Oleh sebab itu sangat dianjurkan
mengakhirkan sahur dan menyegerakan berbuka.
Dari 'Aisyahradhiyallahu'anha, dari Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda,
“Sesungguhnya Bilal biasa mengumandangkan adzan pada waktu malam -sebelum subuh, pent-maka pent-makan dan minumlah sampai Ibnu Ummi Maktum mengumandangkan adzan -yaitu ketika sudah masuk waktu subuh, pent.”(HR. Bukhari dan Muslim)
Dari Anas bin Malikradhiyallahu'anhu, beliau berkata : Nabishallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda,“Makanlah sahur. Sesungguhnya di dalam santap sahur terkandung keberkahan.”(HR. Bukhari dan Muslim)
Hadits ini menunjukkan dianjurkan untuk mengakhirkan santap sahur mendekati waktu adzan subuh. Karena sesungguhnya kata sahar -waktu makan sahur- itu dalam bahasa arab bermakna akhir waktu malam; yaitu menjelang subuh.
Dari Amr bin al-'Ashradhiyallahu'anhu, bahwa Rasulullahshallallahu 'alaihi wa sallambersabda,
“Pemisah antara puasa kita dengan puasa ahli kitab adalah makan sahur.”(HR. Muslim)
Dari Abu Sa'id al-Khudriradhiyallahu'anhu, dia berkata : Rasulullahshallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda,“Makan sahur itu penuh dengan keberkahan. Oleh sebab itu janganlah kalian tinggalkan. Walapun salah seorang dari kalian hanya meminum seteguk air. Sesungguhnya Allah 'azza wa jalla dan para malaikat-Nya bersalawat kepada orang-orang yang makan sahur.”(HR. Ahmad, dinyatakan hasan li ghairihi oleh al-Albani)
Salah satu kekeliruan sebagian orang di masa kini adalah mereka begadang sepanjang malam lalu ketika hendak tidur mereka pun makan sahur. Sehingga mereka pun tidur dan meninggalkan sholat subuh pada waktunya. Mereka telah
berpuasa sebelum tiba waktunya dan mereka juga meninggalkan sholat subuh. Mereka tidak peduli dengan perintah-perintah Allah. Mereka tidak punya kepedulian terhadap agama, sholat dan puasanya. Sesungguhnya yang mereka pikirkan hanyalah memenuhi kepentingan hawa nafsunya.
Nas'alullahal 'afiyah.
Menyegerakan Berbuka Ketika Sudah Tiba Waktunya
Dari Umar bin Khaththabradhiyallahu'anhu, beliau berkata : Rasulullahshallallahu 'alaihi wa sallambersabda,“Apabila malam telah datang dari arah sini dan siang telah pergi dari arah sana dan matahari sudah terbenam maka telah tiba waktu buka puasa.”(HR. Bukhari dan Muslim)
Dari Sahl bin Sa'adradhiyallahu'anhu, bahwa Rasulullahshallallahu 'alaihi wa sallambersabda,
“Umat manusia senantiasa berada dalam kebaikan selama mereka menyegerakan dalam berbuka puasa.”(HR. Bukhari dan Muslim)
Menyegerakan berbuka adalah perkara yang dituntunkan (sunnah Nabishallallahu 'alaihi wa sallam). Dan melakukan amal yang dituntunkan adalah kebaikan. Sementara menunda buka puasa
adalah menyimpang dari tuntunan, dan menyimpang dari tuntunan adalah keburukan.
Dalam riwayat lainnya Nabishallallahu 'alaihi wa sallambersabda,“Umatku senantiasa berada di atas sunnah/ajaranku selama mereka tidak menunggu waktu buka puasa sampai munculnya bintang-bintang (waktu malam sudah gelap, pent).”
(HR. Ibnu Hibban dan al-Hakim)
Dari Abu Hurairahradhiyallahu'anhu, dari Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda,
“Agama ini senantiasa akan tampak/berjaya selama manusia (umat Islam) menyegerakan berbuka puasa. Karena sesungguhnya Yahudi dan Nasrani suka mengakhirkannya.”(HR. Abu Dawud dan dinyatakan hasan oleh al-Albani)
Menyegerakan berbuka menunjukkan sikap ketundukan dan kepatuhan kepada ajaran sementara menunda-nunda buka puasa menunjukkan sikap berlebihan/ghuluw
sebagaimana yang biasa dilakukan oleh Yahudi dan Nasrani dan sebagian sekte yang
menyimpang.
Dari Ibnu 'Abbasradhiyallahu'anhuma, dari Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda,
“Sesungguhnya kami segenap para nabi
diperintahkan untuk menyegerakan buka puasa, mengakhirkan makan sahur, dan meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri -yaitu ketika sedang sholat, pent-.”(HR. Thabarani dalam al-Mu'jam al-Kabir)
Tidak boleh melakukan wishol -menyambung puasa sehari atau dua hari berikutnya tanpa berbuka- meskipun demikian apabila ada yang hendak melakukan wishol sampai waktu sahur -artinya dia tunda buka puasanya hingga sahur-maka tidak mengapa. Akan tetapi yang lebih utama adalah berbuka puasa di awal malam yaitu ketika sudah masuk waktu maghrib.
Dari Abu Sa'id al-Khudriradhiyallahu'anhu, Rasulullahshallallahu 'alaihi wa sallambersabda,
hendaklah dia wishol sampai waktu sahur.”(HR. Bukhari)
Inilah salah satu rahasia mengapa para sahabat menjadi generasi terbaik umat ini. Mereka adalah orang-orang yang bersegera dalam berbuka dan mengakhirkan makan sahurnya menjelang waktu subuh tiba. Amr bin Maimun al-Audirahimahullah
berkata,“Para sahabat Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam orang-orang yang paling besegera ketika berbuka dan paling lambat ketika makan sahur.”(HR. Abdurrazzaq dan disahihkan sanadnya oleh Ibnu Hajar)
Salah satu kiat untuk bisa menyegerakan berbuka adalah mengisi waktu sore dengan membaca al-Qur'an, berdzikir/menghadiri majelis ilmu, atau berdoa. Janganlah keluar rumah kecuali untuk keperluan yang memang harus dilakukan. Karena bisa jadi ketika berada di tengah jalan waktu buka puasa sudah tiba sehingga kita kehilangan
kesempatan untuk menyegerakan berbuka.
Referensi :
a. al-Jami' baina ash-Shahihainkarya Syaikh Shalih Ahmad as-Syami
b. Syarh Umdatul Ahkamkarya Syaikh Sa'ad bin Nashir asy-Syatsri
c. Syarh Bulughul Maramkarya Syaikh Sa'ad bin Nashir asy-Syatsri
d. ash-Shiyam fil Islamkarya Syaikh Sa'id bin Ali al-Qahthani
e. It-haf Ahlil Iman bi Durus Syahri Ramadhan
karya Syaikh Shalih al-Fauzan
f. Tas-hil al-Ilmam Syarh Bulughul Maramkarya Syaik Shalih al-Fauzan
g. Durus fi Ramadhankarya Syaikh Abdul Aziz ar-Rajihi
h. Minhatul 'Allam fi Syarh Bulughil Maram
karya Syaikh Abdullah al-Fauzan
---#Bagian 9.
Puasa Yang Tidak Bermakna
Bismillah.
Ibnu Hajarrahimahullahdi dalamBulughul Maram
mencantumkan sebuah hadits di dalamKitab ash-Shaumdari Abu Hurairahradhiyallahu'anhu, bahwa Rasulullahshallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda,“Barangsiapa yang tidak meninggalkan ucapan dusta dan tindakan dusta serta perilaku bodoh maka Allah tidak butuh dia meninggalkan makanan dan minumannya.”(HR. Bukhari dan Abu Dawud, lafal milik Abu Dawud)
Imam ash-Shan'anirahimahullahmenjelaskan bahwa hadits ini merupakan dalil diharamkannya berkata-kata dusta dan bertindak bohong serta diharamkannya berlaku bodoh/dungu bagi orang yang berpuasa. Dan kedua bentuk perbuatan ini juga diharamkan bagi orang yang sedang tidak berpuasa. Hanya saja pengharaman perbuatan itu bagi orang yang berpuasa lebih ditekankan lagi, seperti halnya pengharaman zina atas orang yang sudah tua renta dan diharamkannya
kesombongan bagi orang yang miskin (lihatSubul as-Salam, 2/876)
Syaikh Abdul Aziz ar-Rajihihafizhahullah
menerangkan bahwa maksud hadits ini adalah orang yang melakukan perbuatan semacam itu tidak akan bisa memetik manfaat dari puasanya dan tidak akan memperoleh pahala atas puasanya apabila dia tidak meninggalkan ucapan dusta, tindakan bohong serta perbuatan dungu. Dan hal ini mengandung peringatan keras terhadap segala bentuk kemaksiatan seperti berbohong, caci-maki, suap, berinteraksi dengan riba, melanggar
hak-hak orang lain dalam hal darah, harta atau kehormatannya. Bagaimana mungkin orang mendekatkan diri kepada Allah dengan
meninggalkan hal-hal yang pada asalnya mubah sementara di saat yang sama dia justru
tidak bisa menghapus dosa-dosa dan tidak mengangkat derajat pelakunya (lihatMin-hatul Malik al-Jalil, 4/147)
Syaikh Abdullah al-Bassamrahimahullah
menjelaskan bahwa istilahal-qaul az-zuur
(perkataan dusta) di dalam hadits ini mencakup segala ucapan yang menyimpang dari kebenaran, tercakup di dalamnya kebohongan dan fitnah. Termasuk yang paling parah adalah persaksian palsu dalam rangka mengambil sesuatu dengan cara yang batil atau menggugurkan hak. Termasuk di dalamnya adalah ghibah/menggunjing,
namimah/adu domba, mengumpat, dsb. Adapun yang dimaksud tindakan bodoh adalah ucapan yang kotor/keji. Hadits ini menunjukkan bahwa puasanya orang yang melakukan perbuatan semacam itu menjadi berkurang maknanya dan sedikit pahalanya karena ia bukan puasa yang sempurna (lihatTaudhih al-Ahkam, 3/482-483)
Syaikh Abdullah bin Shalih al-Fauzan
hafizhahullahmenerangkan bahwa hadits ini merupakan dalil yang menunjukkan bahwa orang yang berpuasa wajib menjaga puasanya dari segala sesuatu yang merusak atau mengurangi pahala puasa. Caranya adalah dengan menghiasi diri dengan akhlak mulia serta menjauhi segala akhlak yang buruk apakah itu berupa ucapan dusta, kebohongan, atau tindakan bodoh. Hadits ini juga memberikan pelajaran bahwasanya puasa bukan sekedar menahan diri dari hal-hal yang bisa membatalkan secara fisik, tetapi ia juga harus disertai dengan 'berpuasanya' anggota badan dari segala perkara yang diharamkan dan menghiasi diri dengan akhlak mulia serta sifat-sifat yang terpuji. Dengan cara itulah puasa akan bisa berfungsi secara baik dalam membina jiwa dan menata akhlak (lihatMin-hatul 'Allam, 5/38-39)
Syaikh Shalih al-Fauzanhafizhahullahmenjelaskan bahwa perkara-perkara semacam ini -berkata dusta, berbohong, dsb- adalah perkara yang membatalkan secara maknawi walaupun secara lahiriah puasanya dihukumi sah/tidak perlu diganti. Bisa jadi pahalanya hilang sama sekali atau
minimal berkurang pahalanya. Tercakup di dalamnya adalah semua perbuatan yang diharamkan, melihat yang diharamkan, atau
ucapan-ucapan haram. Beliau juga menegaskan bahwa yang dimaksudal-qaul az-zuurmencakup semua perkataan yang diharamkan. Karena kata
az-zuurbermaknainhiraf/penyimpangan. Oleh sebab itu para ulama menafsirkan bahwa salah satu bentuk perbuatan'menyaksikan az-zuur'
yang tidak dilakukan oleh hamba-hamba Allah yang salih -sebagaimana disebutkan dalam surat al-Furqan ayat 72- adalah'menghadiri hari raya orang kafir'. Karena hari raya mereka itu adalah penyimpangan dan kebatilan (lihatTas-hil al-Ilmam, 3/217-218)
Syaikh Shalih al-Fauzanhafizhahullahjuga memaparkan, bahwa orang yang berpuasa secara hakiki adalah orang yang perutnya berpuasa dari makanan dan minuman serta segenap anggota badannya juga berpuasa (menahan diri) dari segala bentuk perbuatan dosa. Berpuasa pula lisannya dari perkataan keji dan ucapan yang kotor. Berpuasa pula telinganya dari
mendengarkan nyanyian/lagu, musik, seruling, dsb. Berpuasa pula telinganya dari menyimak ghibah dan perkataan orang yang suka mengadu-domba, dan berpuasa pula
penglihatannya dari memandang hal-hal yang diharamkan (lihatIt-haf Ahlil Iman di Durus Syahri Ramadhan, hal. 34)
Bahaya Mendengarkan Musik dan Nyanyian
Imam Ibnu Katsirrahimahullahdi dalam tafsirnya menyebutkan bahwa diantara ciri orang-orang yang celaka -yaitu orang-orang yang berpaling dan tidak mau memetik pelajaran dari kalam Allah (al-Qur'an)- bahwa mereka itu menyukai
permainan seruling, lagu-lagu dengan nada yang mendayu-dayu dan disertai iringan alat-alat musik. Allah berfirman (yang artinya),“Dan diantara manusia ada yang membeli perkataan yang sia-sia...”(Luqman : 6). Abdullah bin Mas'ud
Imam asy-Syaukanirahimahullahdi dalam tafsirnya menjelaskan bahwa yang dimaksud 'perkataan yang sia-sia' itu adalah semua perkataan yang membuat manusia lalai dari kebaikan, baik berupa nyanyian, alat-alat musik, cerita-cerita bohong, dan segala ucapan yang mungkar. Beliau juga menyebutkan tafsiran dari Hasan al-Bashrirahimahullah-seorang ulama tabi'in- bahwa yang termasuk perkataan sia-sia itu adalah nyanyian dan alat-alat musik. Diriwayatkan pula darinya bahwa termasuk dalam perkataan sia-sia itu adalah syirik dan kekafiran. Imam al-Qurthubirahimahullahmengatakan bahwa pendapat paling utama untuk menafsirkan ungkapan tersebut adalah nyanyian dan ini merupakan pendapat para sahabat dan tabi'in (lihat keterangan Muhammad bin Ali asy-Syaukani dalam tafsirnyaFat-hul Qadir, hal. 1140)
Imam Bukharirahimahullahmeriwayatkan di dalamal-Adab al-Mufraddari Ibnu 'Abbas
radhiyallahu'anhumamengenai maksud dari ayat (yang artinya),“Diantara manusia ada
orang-orang yang membeli perkataan yang sia-sia.”
(Luqman : 6). Beliau berkata,“Itu adalah nyanyian dan yang sejenis dengannya.”(lihat Syarh Shahih al-Adab al-Mufrad, 3/366)
Rasulullahshallallahu 'alaihi wa sallambersabda,
“Benar-benar akan ada diantara umatku ini orang-orang yang menghalalkan kemaluan (zina), sutera (bagi lelaki), khamr, dan alat-alat musik...”
(HR. Bukhari). Yang dimaksud 'menghalalkan' dalam hadits ini adalah mereka melakukannya seperti orang yang menganggap bahwa hal itu halal, bahkan mereka tidak peduli alias tidak merasa bersalah. Dan telah ada di masa kita sekarang ini orang-orang yang hobi
mendengarkan/memainkan alat musik
seolah-olah itu adalah sesuatu yang halal (lihat
ash-Shiyam fil Islamkarya Syaikh Sa'id al-Qahthanihafizhahullah, hal. 243)
Imam Malikrahimahullahimamnya para penduduk Madinah pernah ditanya mengenai nyanyian yang konon katanya ada
rukhshah/keringanan untuk didengarkan menurut para penduduk Madinah. Beliau menjawab,“Yang
melakukan itu diantara kami hanyalah orang-orang fasik/pelaku dosa besar.”(lihat
Ighotsatul Lahfankarya Ibnul Qayyim
rahimahullah, 1/411, lihat jugaal-Ikhtiyarat al-'Ilmiyyah li asy-Syaikh al-Albani, hal. 435)
Imam al-Khallalrahimahullahmeriwayatkan dari Ibrahim bin al-Mundzir -seorang ulama Madinah, tsiqah/terpercaya dan termasuk jajaran gurunya Imam Bukhari- bahwa beliau ditanya,“Apakah kalian [ulama Madinah] memberikan
keringanan/rukhshah untuk mendengar nyanyian?”
beliau menjawab,“Kami berlindung kepada Allah! Tidaklah melakukan hal ini diantara kami
-penduduk Madinah- kecuali orang-orang fasik.”
(lihatal-Ikhtiyarat al-Ilmiyyah, hal. 435)
Imam Abu Bakr ath-Thurthusirahimahullah
mengatakan,“Adapun [Imam] Abu Hanifah, sesungguhnya beliau membenci/mengharamkan nyanyian, dan beliau menganggapnya termasuk perbuatan dosa.”(lihatIghotsatul Lahfan, 1/412)
Imam asy-Syafi'irahimahullahberkata,
“Sesungguhnya nyanyian adalah kesia-siaan yang dibenci dan sesuatu yang menyerupai kebatilan dan mengada-ada. Barangsiapa sering-sering mendengarkan/melantunkan nyanyian maka dia adalah orang yang safih/dungu dan tertolak persaksian darinya [di sidang pengadilan, pent].”
(lihatIghotsatul Lahfan, 1/413)
Abdullah putra Imam Ahmad bin Hanbal pernah bertanya kepada ayahnya mengenai nyanyian, beliaurahimahullahmenjawab,“Nyanyian menyebabkan tumbuhnya kemunafikan di dalam hati. Aku tidak tertarik padanya.”Kemudian beliau mengutip perkataan Imam Malik,“Yang
melakukan hal itu diantara kami hanyalah orang-orang fasik.”(lihatal-Ighotsah, 1/418)
Imam Ahmad juga menukil ucapan Sulaiman at-Taimirahimahullah,“Seandainya kamu memilih rukhshah/keringanan dari semua orang yang berilmu -atau ketergelinciran setiap orang berilmu-niscaya terkumpul pada dirimu semua keburukan.”
Tidak mendengarkan nyanyian adalah salah satu ciri hamba-hamba Allah yang salih. Allah
berfirman (yang artinya),“Dan orang-orang yang tidak menyaksikan az-zuur/penyimpangan.”
(al-Furqan : 72). Muhammad bin al-Hanafiyah
rahimahullahberkata,“Yang dimaksud
az-zuur/penyimpangan di sini adalah nyanyian.”
Penafsiran serupa juga diriwayatkan oleh Laits bin Sa'ad dari Mujahidrahimahumallah(lihat
al-Ighotsah, 1/435)
Sering mendengarkan nyanyian akan
menyuburkan sifat kemunafikan di dalam hati. Inilah yang dipahami oleh sahabat yang mulia Abdullah bin Mas'udradhiyallahu'anhu. Beliau berkata,“Nyanyian menumbuhkan kemunafikan di dalam hati.”(lihatal-Ighotsah, 1/444). Demikian pula yang ditegaskan oleh adh-Dhahhak
rahimahullah, beliau mengatakan,“Nyanyian akan merusak hati dan membuat murka Rabb [Allah].”
(lihatal-Ighotsah, 1/448)
Walhasil, nyanyian dan musik akan merusak hati dan amalan kita. Apakah kita tidak sayang puasa yang kita kerjakan menjadi sia-sia gara-gara
sering mendengar lantunan lagu dan musik-musik? Saudaraku yang dirahmati Allah, al-Qur'an berisi petunjuk, obat, dan rahmat bagi orang-orang yang beriman. Dengan membaca al-Qur'an dan merenungkan ayat-ayatnya keimanan akan bertambah kuat. Dan dengan dzikir kepada Allah hati akan menjadi tenang dan tentram.
Ramadhan adalah bulan diturunkannya al-Qur'an. Ramadhan adalah bulan dimana Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallamdan para salafus shalih mengkhatamkan al-Qur'an. Semoga bulan Ramadhan nanti menjadi ladang bagi kita untuk menuai pahala berlipat ganda dan meraih ampunan atas dosa-dosa. Mari kita jauhi segala hal yang bisa merusak puasa kita. Semoga Allah berikan taufik kepada kita untuk mendapatkan ilmu yang bermanfaat dan amal salih.
---#Bagian 10.
Catatan Setelah Ramadhan
Segala puji bagi Allah. Salawat dan salam semoga tercurah kepada nabi dan rasul akhir zaman, para sahabatnya, dan segenap pengikut setia mereka.
Amma ba’du.
Silih bergantinya waktu dan kesempatan adalah anugerah yang Allah berikan kepada kita yang masih hidup di muka bumi ini. Datangnya hari demi hari adalah lembaran hidup yang semestinya diisi dengan iman dan amal salih. Sebagaimana telah disindir dalam ayat Allah (yang artinya),
“Demi masa, sesungguhnya manusia benar-benar berada dalam kerugian kecuali orang-orang yang beriman, beramal salih, saling menasihati dalam kebenaran, dan saling menasihati dalam
kesabaran.”(al-’Ashr : 1-3)
Allah berfirman (yang artinya),“[Allah] Yang telah menciptakan kematian dan kehidupan untuk menguji kalian siapakah diantara kalian yang terbaik amalnya.”(al-Mulk : 2). Yang terbaik amalnya adalah yang paling ikhlas dan paling benar, sebagaimana ditafsirkan oleh Fudhail bin ‘Iyadhrahimahullah.
Iman dan amal shalih merupakan perbendaharaan termahal yang dimiliki seorang muslim. Sementara keikhlasan dan ittiba’/mengikuti tuntunan rasul adalah rel menuju negeri kebahagiaan abadi. Membentuk pribadi yang beriman dan beramal salih tidak mungkin bisa terwujud tanpa ikhlas dan ittiba’. Iman bukanlah sekedar ucapan di lisan atau penampilan lahiriah seorang hamba. Akan tetapi iman adalah keyakinan yang tertancap di dalam hati dan dibuktikan dengan tingkah laku anggota badan.
Hasan al-Bashrirahimahullahberkata,“Bukanlah iman itu dengan berangan-angan atau