• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makalah Tafsir Takwil dan Tarjamah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Makalah Tafsir Takwil dan Tarjamah"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Al-Qur’an adalah kalamullah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW. Melalui malaikat Jibril yang digunakan sebagai petunjuk dan pedoman hidup bagi seluruh umat manusia. Oleh karena itu, Al-Qur’an menjadi sangat penting bagi kita, dan bagi siapa yang membacanya merupakan ibadah. Untuk berpegang teguh pada firman tersebut, yang dibutuhkan pertama kali tentu memahami kandungannya serta mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. Sejak dini seorang Muslim dituntut mengaplikasikan al-Qur’an bukan hanya sekedar pesan dari Allah tetapi juga pemahaman yang diperlukan untuk mengaplikasikannya yaitu melalui 3 tahapan, diantaranya:

1. Menerima pesan al-Qur’an setelah mendengar dan membacanya

2. Memahami pesan al-Qur’an setelah merefleksikan dan mengkaji maknanya 3. Mengaplikasikan pesan al-Qur’an sebagai sumber pedoman kehidupan

manusia

(2)

Untuk memahami maknanya ada beberapa ilmu yang digunakan dalam mempelajari pengkajian al-Qur’an secara mendalam, diantaranya ilmu Tafsir, Ta’wil, dan Tarjamah.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Apakah yang dimaksud dengan Tafsir? 2. Bagaimana sejarah perkembangan Tafsir? 3. Apa saja macam-macam Tafsir?

4. Apakah yang dimaksud dengan Takwil dan pembagiannya? 5. Apakah pengertian dari Tarjamah?

6. Bagaimana sejarah perkembangam Tarjamah? 7. Apa saja macam-macam Tarjamah?

8. Apakah perbedaan Tafsir, Takwil dan Tarjamah?

C. TUJUAN PENULISAN

1. Untuk mengetahui pengertian Tafsir

2. Untuk mengetahui bagaimana sejarah perkembangan Tafsir 3. Untuk mengetahui macam-macam Tafsir

4. Untuk mengetahui pengertian Takwil dan pembagiannya 5. Untuk mengetahui pengertian Tarjamah

6. Untuk mengetahui sejarah perkembangan Tarjamah 7. Untuk mengetahui macam-macam Tarjamah

(3)

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Tafsir

A. Pengertian Tafsir

Tafsir ialah dari ilmu-ilmu syari’at yang paling mulia dan paling tinggi. Ia adalah ilmu yang paling mulia, sebagai judul, tujuan, dan kebutuhan, karena judul pembicaraan ialah kalam atau wahyu Allah SWT yang jadi sumber segala hikmah dan sumber segala keutamaan. Selanjutnya; bahwa yang menjadi tujuannya ialah berpegang pada tali Allah yang kuat dan menyampaikan kepada kebahagiaan yang hakikat atau sebenarnya. Sesungguhnya makin terasa kebutuhan padanya ialah, karena setiap kesempurnaan agama dan dunia, haruslah sesuai dengan ketentuan syara’. Ia sesuai bila ia sesuai dengan ilmu yang terdapat dalam kitab Allah SWT.1

Secara etimologi kata “tafsir” diambil dari kata “fassara-yufassiru-tafsira” yang berarti keterangan atau uraian. Al-Jurjani berpendapat bahwa kata “tafsir” menurut pengertian bahasa adalah “Al-Kasf wa Al-izhhar” yang artinya menyingkap (membuka) dan melahirkan. Pada dasarnya, pengertian “tafsir” berdasarkan bahasa tidak akan lepas dari kandungan makna Al-idhah (menjelaskan), Al-bayan (menerangkan), Al-kasyf (mengungkapkan), Al-izhar (menampakkan), dan Al-ibanah (menjelaskan).2 Sedangkan menurut terminologi

tafsir ialah menyingkapkan maksud dari lafaz-lafaz yang sulit dan bias juga didefinisikan semacam ilmu yang membahas cara mengucapkan lafal Al-Qur’an dan kandungannya, hukumnya yang berkenaan dengan perorangan dan kemasyarakatan, dan pengertiannya yang dilingkupi oleh susunan lafalnya.3

Dalam Al-Qur’an dikatakan:

1 Drs.H.Kahar Masyur, Pokok-Pokok Ulumul Qur’an, cetakan 1, Rineka

Cipta, Jakarta, 1992, hlm 163.

2 Dr.Rosihon Anwar. M.Ag, Ilmu Tafsir, cetakan 3, Pustaka Setia,

Bandung, 2005, hlm 139.

3 Mana’ul Quthan, Mahabits f ‘Ulumil Qur’an, cetakan 2, Rineka Cipta,

(4)

Artinya:

“tidaklah orang-orang kafir itu datang kepadamu (sesuatu) yang ganjil melainkan kami datangkan kepadamu sesuatu yang benar dan yang paling baik penjelasannya (Q.S. Al-Furqaan 25:33)

Adapun mengenai pengertian pengertian tafsir berdasarkan istilah, para ulama mengemukakannya dengan redaksi yang berbeda-beda.4

a. Menurut Al-Kilabi dalam At-Tashil

Tafsir adalah menjelaskan Al-Qur’an, menerangkan maknanya, dan menjelaskan apa yang dikehendaki nash, isyarat atau tujuannya.

b. Menurut Syekh Al-Jazairi dalam Shahih At-Taujih

Tafsir pada hakikatnya adalah menjelaskan lafazh yang sukar dipahami oleh pendengar dengan mengemukakan lafazh sinonimnya atau makna yang mendekatinya, atau dengan jalan mengemukakan salah satu dilalah lafazh tersebut.

c. Menurut Abu Hayyan

Tafsir adalah ilmu mengenai cara pengucapan lafazh-lafazh Al-Qur’an serta cara mengungkapkan petunjuk, kandungan-kandungan hukum, dan makna-makna yang terkandung didalamnya.

d. Menurut Az-Zarkasyi

Tafsir adalah ilmu yang digunakan untuk memahami dan menjelaskan makna-makna kitab Allah yang diturunkan kepada nabi-Nya, Muhammad SAW., serta menyimpulkan kandungan-kandungan hukum dan hikmahnya.

Berdasarkan beberapa rumusan tafsir yang dikemukakan para ulama tersebut, dapat ditarik satu kesimpulan bahwa pada dasarnya, tafsir adalah

4 Dr.Rosihon Anwar. M.Ag, Ilmu Tafsir, cetakan 3, Pustaka Setia,

(5)

suatu hasil usaha tanggapan, penalaran, dan ijtihad manusia untuk menyingkap nilai-nilai samawi yang terdapat didalam Al-Qur’an.

B. Sejarah Perkembangan Tafsir

Menurut Sunnah, Allah mengutus Rasul-rasul-Nya itu dengan bahasa kaumnya sendiri, supaya pembicaraan mantap antara kedua belah pihak.5 Allah

berfirman dalam Al-Qur’an.

Artinya: “Dan kami tidak mengutus seorang Rasulpun melainkan dengan bahasa kaumnya, supaya dia dapat memberi penjelasan dengan terang kepada mereka itu”. (Q.S.Ibrahim 14:4)

Kitab yang diturunkan itu adalah dengan bahasa Nabi dan kaumnya. Bahasa Muhammad sehari-hari adalah bahasa Arab. Al-Qur’an itu diturunkan dalam bahasa Arab. Dengan demikian maka kata-kata yang diucapkan oleh Nabi adalah muhkam. Allah berfirman dalam Al-Qur’an. Artinya:”Sesungguhnya kami menurunkan Al-Qur’an itu dalam bahasa Arab, agar kamu memahaminya”. (Q.S.Yusuf 12:2).

Artinya: “Dan sesungguhnya Al-Qur’an itu benar-benar diturunkan oleh Tuhan semesta alam. Dibawa turun oleh Ruhul Amin (Jibril). Ke dalam hati mu (Muhammad) agar engkau menjadi salah seorang diantara orang-orang yang memberi peringatan. Dengan bahasa Arab yang jelas”. (Q.S.As-syu’ara 26: 192-195).

5 Mana’ul Quthan, Mahabits f ‘Ulumil Qur’an, cetakan 2, Rineka Cipta,

(6)

Lafaz-lafaz Al-Qur’an itu adalah lafaz Arab. Bentuk-bentuk arti Al-Quran itu sesuai dengan bentuk arti di kalangan orang Arab. Lafaz-lafaz itu hanya sedikit berbeda menurut penyelidikan para ahli. Apakah dia berasal dari bahasa yang lain yang sudah menjadi bahasa Arab, atau apakah dia bahasa Arab tapi terambil dari beberapa bahasa. Yang begini tidak keluar dari Arab Al-Qur’an. Setelah dilakukan penyelidikan maka ternyata kata-kata yang terdapat dalam Al-Qur’an itu ada yang bersesuaian dengan lafaz beberapa bahasa asing. Pendapat ini disokong oleh ahli tafsir yang kenamaan yaitu Ibnu Jarir At Thabariy. Juga terdapat dalam firman Allah.

Artinya: “Niscaya Allah memberikan rahmat-Nya kepadamu dua bagian”. (Q.S.Al-Hadid 57:28).

Ada orang yang mengatakan lafaz kiflaini (dua bagian) di sini ialah berlipat ganda dalam bahasa Habsyi. Ada firman Allah yang berbunyi.

Artinya: “Sesungguhnya bangun di waktu malam”. (Q.S. Al-Muzammil 73:6).

Nasyi-ah itu bahasa Habsyi yang berarti seseorang itu berdiri malam hari. Ada firman Allah yang berbunyi.

Artinya: “Hai gunung-gunung dan burung-burung bertasbihlah bersama Daud”. (Q.S. Saba 34:10).

Ada yang mengatakan bahwa lafaz awwibiy itu juga berasal dari bahasa Habsyi. Ada firman Allah yang berbunyi.

(7)

Artinya: “Batu-batu dari sijil (tanah yang terbakar)”. (Q.S.Hud 11:82).

Ada orang yang mengatakan bahwa sijil itu adalah bahasa Persi yang telah di Arabkan.

Inilah yang dikemukakan oleh At-Thabiriy. Sudah itu dia menerangkan pula bahwa tidak boleh seseorang itu mengatakan bahwa huruf-huruf dan apa-apa yang serupakan kepadanya itu bukan lafaz Arab. Ada pula orang yang mengatakan, - huruf ini dalam bahasa Persi artinya begini. Orang sepakat mengatakan bahwa lahirnya lafaz-lafaz itu berasal dari bahasa yang berbeda-beda. Seperti dirham, dinar, dawat, kalam, kertas. Apakah pengambilannya itu dijadikan lafaz. Tidak satupun jenis kata-kata itu yang lebih diutamakan. Karena asalnya itu menurut jenis. Orang yang beranggapan begini sebenarnya tidak beralasan.

1. Tafsir di Masa Nabi SAW

Allah menjamin Al-Qur’an itu dengan hafalan Rasul-Nya dan menerangkannya. Allah berfirman dalam Al-Quran. Yang artinya:

“Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuat-mu pandai) membacanya. Apabila kami telah selesai membacakannya, maka ikutilah bacaannya itu. Kemudian, sesungguhnya atas tanggungan Kamilah penjelasannya”. (Q.S.Qiyamah 75: 17-19).

Nabi memahami Al-Quran itu sekaligus dan juga memberikan penjelasannya. Dialah yang menerangkan kepada sahabat-sahabatnya.6

6 Mana’ul Quthan, Mahabits f ‘Ulumil Qur’an, cetakan 2, Rineka Cipta,

(8)

Artinya: “Dan kami turunkan kepadamu Al-Qur’an agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka, dan supaya mereka memikirkannya”. (Q.S.An-nahl 16:44).

Adapun masa-masa Tafsir pada zaman Rasul SAW 7.

 Kecuali diturunkan dalam bahasa Arab yang terang. Ia dapat difahami orang dan banyak mereka yang masuk islam, hanya semata-mata karena mendengarnya.

 Kecuali, pengertian Al-Qur’an tidak dibatasi yang demikian, disebabkan Rasul SAW. Ialah manusia yang lebih memahami Qur’an, karena Al-Qur’an diturunkan atas beliau. Diantara keutamaannya yang mendasar ialah, bahwa Beliau harus menyampaikan kepada manusia apa yang telah diturunkan kepada Beliau.

 Adapun para sahabat Rasul SAW. Berlebih-kurang dalam memahami Al-Qur’an, karena di dalamnya terdapat beberapa kata-kata yang sulit dan pengertiannya tidak diketahui orang banyak.

 Abu ‘Ubaidah memuatkan dalam buku Alfadhaa-il dari Anas, bahwa Umar bin Khatab pernah membaca di mimbar surat ‘Abasaa:31 yang artinya :

“Dan buah-buahan dan rumput-rumputan. Lalu, dia mengatakan, “Kalau faakihah sudah kita ketahui. Tapi apakah: abbaa itu?” sudah itu, dia melihat dirinya sendiri. Lalu, Abu ‘Ubaidah mengatakan: “ini sesuatu yang diberat-beratkan (dibuat-buat), hai Umar!” (Hr. Ibnu Jarir dan sanadnya sahih). Terdapat pula dalam tafsir Ibnu katsir dan Mukhtashar Tafsir, oleh Shabuni).

 Jawaban Abu Bakar pada waktu dia ditanya oleh seorang laki-laki mengenai suatu ayat, maka dia mengatakan “Bumi mana yang dapat

7 Drs.H.Kahar Masyur, Pokok-Pokok Ulumul Qur’an, cetakan 1, Rineka

(9)

memikul aku dan langit mana yang dapat menaungi aku, bila aku mengatakan mengenai kitab Allah sesuatu yang tidak aku ketahui?”

 Ibnu Abas menceritakan, “Dahulu saya tidak tahu apakah maksud: Faathiris samaawaati, sehingga minta dikisaslah kepada saya dua orang Arab dusun mengenai suatu sumur. Salah seorang mereka mengatakan “sayalah yang menfatarnya”, maksudnya ialah: saya yang memulainya. Dengan demikian, maka Ibnu Abas baru paham, bahwa faathir itu ialah yang mula-mula menciptakan. (KM)(Hr.Bukhari dalam buku Al-adab).

 Rasul SAW pernah menafsirkan bagi mereka sebagian kata-kata dalam ayat-ayat Al-Qur’an. Bukhari menceritakan dari ‘Uqbah bin ‘Amir, bahwa dia mendengar Rasul SAW berpidato di atas mimbar : surat Al-Anfaal: 60, yaitu :

Siagakah bagi mereka (Umat Islam) apapun yang kamu sanggupi, berupa kekuatan.

Beliau terangkan, bahwa yang dimaksud ialah arramyu atau kepandaian melontarkan sesuatu alat atau senjata perang.

 Rasul pernah pula menerangkan apakah alkawtsar dalam Surat Alkawtsar: yang dimaksud dengannya ialah telaga kawtsar beliau dalam syurga.

2. Tafsir pada zaman sahabat Rasul SAW8

Materi tafsir menurut mereka ialah:

 Menafsirkan Al-Qur’an dengan Al-Qur’an. Inilah yang paling baik.

 Apa tafsir Nabi SAW yang dihafal sahabat beliau.

8 Drs.H.Kahar Masyur, Pokok-Pokok Ulumul Qur’an, cetakan 1, Rineka

(10)

 Apa yang mereka sanggupi menafsirkannya dari ayat-ayat yang bergantung, pada kekuatan pemahaman mereka, keluasan daya mendapatkannya, kedalaman mereka mengenai bahasa Al-Qur’an dan rahasianya, keadaan manusia pada waktu itu, dan adat istiadat mereka di tanah Arab.

 Apa-apa yang mereka dengar dari tokoh-tokoh Ahli kitab yang telah masuk Islam dan baik Islam mereka.

C. Macam-Macam Tafsir

Macam-macam tafsir terbagi menjadi dua, yaitu: (1) macam-macam tafsir berdasarkan sumber-sumbernya, dan (2) macam-macam tafsir berdasarkan metodenya.9

1. Macam-macam Tafsir berdasarkan sumbernya

a. Tafsir bi Al-Ma’tsur

Ada empat otoritas yang menjadi sumber penafsiran bi al-ma’tsur.

 Quran yang dipandang sebagai penafsir terbaik terhadap Al-Quran sendiri.

 Otoritas hadis Nabi yang memang berfungsi, diantaranya, sebagai penjelas (mubayyin) Al-Qur’an.

 Otoritas penjelasan sahabat yang dipandang sebagai orang yang banyak mengetahui Al-Qur’an.

 Otoritas penjelasan yang disampaikan secara lisan oleh Tabi’in

9 Dr.Rosihon Anwar. M.Ag, Ilmu Tafsir, cetakan 3, Pustaka Setia,

(11)

Mengingat corak tafsir yang merujuk –di antaranya kepada Al-Qur’an dan Hadis- maka dapat dipastikan bahwa tafsir bi al-ma’tsur memiliki keistimewaan tertentu dibandingkan corak penafsiran lainnya. Di antara keistimewaan – keistimewaan itu, sebagaimana dicatat Quraisy Shihab, Yaitu:

1) Menekankan pentingnya bahasa dalam memahami Al-Qur’an.

2) Memaparkan ketelitian redaksi ayat ketika menyampaikan pesan-pesannya.

3) Mengikat mufassir dalam bingkai ayat-ayat sehingga membatasinya agar tidak terjerumus ke dalam subjektivitas yang berlebihan.

Adz-Dzahabi mencatat kelemahan-kelemahan tafsir bi al-ma’tsur, yaitu:

1) Terjadi pemalsuan (wadh’) dalam tafsir.

2) Masuknya unsur israiliyyat yang didefinisikan sebagi unsur-unsur Yahudi dan Nasrani ke dalam penafsiran Al-Qur’an.

b. Tafsir bi ar-ra’yi

Kemunculan tafsir bi ar-ra’yi dipicu pula oleh hasil interaksi umat Islam dengan peradaban Yunani yang banyak menggunakan akal. Oleh karena itu, dalam tafsir bi ar-ra’yi ditemukan peranan akal yang sangat dominan. Mengenai keabsahan tafsir bi ar-ra’yi, pendapat ulama terbagi dalam dua kelompok. (1) Kelompok yang melarangn dan (2) kelompok yang mengizinkan.

(12)

merupakan tradisi di kalangan sahabat dan tabi’in untuk berhati-hati ketika berbicara tentang penafsiran Al-Qur’an.

2. Kelompok yang mengizinkannya: Di dalam Al-Qur’an banyak ditemukan ayat yang menyerukan untuk mendalami kandungan-kandungan Al-Qur’an, seandainya tafsir bi ra’yi dilarang, mengapa ijtihad diperbolehkan, para sahabat Nabi biasa berselisih pendapat mengenai penafsiran suatu ayat

c. Tafsir al-Isyari

Tafsir bil-isyarah atau tafsirul isyari: adalah takwil Al Qur’an berbeda dengan lahirnya lafal atau ayat, karena isyarat-isyarat yang sangat rahasia yang hanya diketahui oleh sebagian ulul ‘ilmi yang telah diberi cahaya oleh Allah swt dengan ilhamNya. Atau dengan kata lain, dalam tafsirul isyari seorang Mufassir akan melihat makna lain selain makna zhahir yang terkandung dalam Al Qur’an. Namun, makna lain itu tidak tampak oleh setiap orang, kecuali orang-orang yang telah dibukakan hatinya oleh Allah SWT.

Hukum Tafsir bil-isyarah: Telah berselisih para ulama dalam menghukumi tafsir isyari, sebagian mereka ada yang memperbolehkan (dengan syarat), dan sebagian lainnya melarangnya.

Contoh bentuk penafsiran secara Isyari antara lain adalah pada ayat

Dan (ingatlah), ketika Musa Berkata kepada kaumnya: “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyembelih seekor sapi betina.”

(13)

2. Macam-macam Tafsir berdasarkan metodenya

a. Metode Tafsir Tahlili

Metode Tafsir Tahlili adalah tafsir yang menyoroti ayat-ayat Al-Qur’an dengan memaparkan segala makna dan aspek yang terkandung didalamnya sesuai urutan bacaan yang terdapat dalam mushaf Utsmani.

Metode tafsir ini telah ada sejak masa para sahabat Nabi, sejak zaman klasik dan zaman pertengahan. Pada mulanya tafsir Tahlili terdiri atas beberapa bagian ayat saja, kadang kala mencakup penjelasan mengenai kosa katanya. Dalam perkembangan selanjutnya, para ahli tafsir merasakan kebutuhan untuk menafsirkan AL Quran seluruhnya.

b. Metode Tafsir Ijmali

Metode Ijmali adalah metode penafsiran terhadap ayat-ayat Al Quran dengan cara singkat, padat dan global. Dengan metode ini mufassir menjelaskan makna ayat-ayat Al Quran secara global, sistematikanya mengikuti urutan surah-surah Al Quran, sehingga makna-maknanya dapat saling berhubungan.

Dalam menafsirkan ayat Al Quran dengan metode ijmali ini para mufassir ini juga meneliti, mengkaji, dan menyajikan sabab nuzul atau peristiwa yang melatar belakangi turunnya ayat, dengan cara meneliti Hadits-hadits yang berhubungan dengannya.

c. Metode Muqarran

Metode Muqarran ialah suatu metode tafsir dengan menggunakan perbandingan antara satu dengan lainnya. Misalnya, seperti filsafat, hukum dan sebagainya.

(14)

Metode Madlui ialah suatu metode tafsir dengan menggunakan pilihan topik-topik al-Quran. Metode tematik yang memilih persoalan-persoalan social politik, social ekonomi dan sebagainya. Awalnya untuk kepentingan penelitian tetapi kemudian berkembang menjadi jenis tafsir kontemporer.

2.2. Takwil

A. Pengertian Takwil dan pembagiannya

Takwil menurut lughat adalah kembali ke asal. Diambil dari kata “awwala- yu’awwilu-takwilan.”Takwil dalam istilah mempunyai dua pengertian.

Pertama, takwil mentakwilkan kalam (kata-kata). Sesuatu makna yang kepadanya mutakallim (pembicara, orang pertama) mengembalikan perkataanya, atau suatu makna yang kepadanya suatu kalam dikembalikan. Kata-kata itu dikembalikan dan dipulangkan hanya kepada hakikatnya, yaitu apa yang dimaksud. Terbagi dua yaitu, insyak dan ikhbar. Salah satu yang termasuk insyak adalah amr (kalimat perintah).

Takwil amar yaitu perbuatan yang diperintahkan. Yang termasuk ini ialah hadis dari Aisyah yang mengatakan bahwa Rasulullah SAW di waktu ruku’ dan sujud menyebut.

يِل ْرِفْغا ّمُهّللا َكِدْمَحِبَو اَنّبَر ّمُهّللا َكَناَحْبُس

“Mahasuci Engkau ya Allah dan segala puji untuk Engkau ya Allah Tuhan kami ampunilah aku.”

Berarti Nabi SAW menakwilkan Al Quran yaitu ayat yang berbunyi:

(15)

“Maka bertasbihlah dengan memuji Tuhan-mu dan mintalah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima Taubat (Q.S.an-Nasr. [101]:3).

Takwil ikhbar yaitu sesuatu yang diberitakan. Seperti firman Allah yang berbunyi:

Artinya: “Dan sesungguhnya Kami telah mandatangkan sebuah kitab (Al-Quran) kapada mereka yang Kami telah menjelaskannya atas dasar pengetahuan Kami. Menjadi petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman. Tidaklah Kami menunggu-nunggu kecuali (terlaksananya kebenaran) Al Qurqn itu.Pada hari datangnya kebenaran pembicaraan Al Quran itu berkatalah orang-orang yang melupakannya sebelum itu. Sesungguhnya telah dating Rasul-Rasul Tuhan kami membawa yang hak maka adalah bagi kami atau dapatkan bagi kami dikembalikan kedunia, sehingga kami dapat beramal yang lain dari yang pernah kami amalkan?” (Q.S.Al-A’raf [7]:52-53).

(16)

kepada kami, atau dapatkah kami dikembalikan (ke dunia) sehingga kami dapat beramal yang lain dari yang pernah kami amalkan?”

Kedua, takwilul kalam dalam arti menafsirkan dan menerangkan artinya. Pengertian inilah yang dimaksud oleh Ibn Jarir at-Tabari dalam tafsirnya dengan kata-kata:”pendapat tentang ‘takwil’ firman Allah ini begini dan begitu…” dan kata-kata:” Ahli ’takwil’ berbeda pendapat tentang ayat ini”. Jadi yang dimaksud dengan kata “takwil” di sini adalah tafsir. Inilah arti takwil menurut ulama salaf.10

Takwil menurut pengertian mutakhir yaitu memutar lafaz dari anti yang kuat kepada arti yang dikuatkan dengan dalil yang dikaitkan kepadanya. Istilah ini tidak disepakati.

Ringkasnya, pengertian takwil dalam penggunaan istilah adalah suatu usaha untuk memahami lafaz-lafaz (ayat-ayat) Al-Quran melalui pendekatan memahami arti atau maksud sebagai kandungan dari lafaz itu. Dengan kata lain, takwil berarti mengartikan lafazh dengan beberapa alternatife kandungan makna yang bukan makna lahiriahnya, bahkan penggunaan secara masyhur kadang-kadang diidentikan dengan tafsir.

Sasaran takwil pada lazimya menyangkut ayat yang mutasyabihat atau ayat-ayat yang mempunyai sejumlah kemungkinan makna yang dikandungnya. Dalam Al-Akhlak wal Wajibat, Al-Maghraby mengemukakan:

”Adapun takwil ialah bahwa ayat mempunyai sejumlah kemungkinan makna yang dikandungnya. Maka ketika engkau sebutkan makna demi makna kepada pendengar, ia menjadi ragu-ragu tidak tahu mana yang harus dipilihnya. Karena itu takwil lebih banyak digunakan untuk ayat-ayat mutasyabihat”.11

Ayat-ayat mutasyabihat ialah ayat-ayat yang tidak terang maknanya. Menurut ulama mutakallimin adalah ayat-ayat yang di dalamnya disebutkan Dzat atau Sifat Allah SWT. Kebalikan ayat ini adalah ayat Muhakamat yakni ayat-ayat yang telah terang maknanya dan tegas pengertian yang dimaksudnya.

10 Manna’ Khalil Al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Al-Qur’an, Pustaka Litera

Antarnusa, Bogor, 2009, hlm 457-460

11Ridha Eka Rahayu. 2014. Ulumul Quran, (

(17)

Ta’wil menurut golongan mutaakhirin adalah memalingkan makna lafadz yang kuat (rajih) kepada makna yang lemah karena ada dalil menghendakinya. Takwil semacam ini banyak digunakan oleh kebanyakan ulama mutaakhirin, dengan tujuan untuk lebih memahasucikan Allah SWT keserupaaannya dengan makhluk seperti yang mereka sangka. Dugaan ini sungguh bathil karena dapat menajtuhkan mereka dalam kekhawatiran yang sama dengan apa yang mereka takuti, atau bahkan lebih dari itu. Misalnya aliran mu’tazilah yang menafsirkan ayat-ayat yang memberikan kesan bahwa Tuhan bersifat jasmani secar teoritis. Dengan kata lain, ayat-ayat alqur’an yang menggambarkan bahwa Tuhan bersifat jasmani diberi takwil oleh muktazilah dengan pengertian yang layak bagi kebesaran dan keagungan Allah. Seperti, kata ‘istawa’dalam surat Thaha ayat 5 ditakwilkan dengan al istila wa al ghalabah (menguasai dan mengalahkan), kata aini ditakwilkan dalam surat Thaha ayat 39 ditakwilkan dengan ‘ilmi’ (pengetahuan). Kata yad dalam surah shad ayat 75 ditakwilkan dengan al quwwah atau al qudrah. Ayat-ayat alquran yang dijadikan sandaran dalam mendukung pendapat di atas adalah ayat 103 surah al-an’am ayat 23 surah al qiyamah. Hal semacam ini mengandung kontradiktif, seperti kata yad ditakwilkan dengan

Tarjamah berasal dari bahasa Arab yang artinya “salinan dari sesuatu bahasa ke bahasa lain” atau berarti mengganti, menyalin dan memindahkan kalimat dari suatu Bahasa ke Bahasa lain.12

Kata Tarjamah, yang dalam bahasa Indonesianya biasa kita sebut dengan Terjemah, secara etimologi mempunyai beberapa arti:

 Menyampaikan suatu ungkapan pada orang yang tidak tahu

12 Prof. Dr. Rosihon Anwar, M. Ag., Ulum Al-qur’an, Pustaka Setia,

(18)

 Menafsirkan sebuah ucapan dengan ungkapan dari bahasa yang sama

 Menafsirkan ungkapan dengan bahasa lain

 Memindah atau mengganti suatu ungkapan dalam suatu bahasa ke dalam bahasa yang lain

Adapun yang dimaksud dengan tarjamah Al-Quran adalah seperti yang dikemukakan oleh Ash-Shabuni:

“Memindahkan Al-Quran kepada Bahasa lain yang bukan Bahasa Arab dan mencetak terjemah ini ke dalam beberapa naskah agar dibaca orang yang tidak mengerti Bahasa Arab sehingga ia dapat memahami kitab Allah SWT. dengan perantara terjemahan ini.”13

B. Sejarah Singkat Perkembangan Tarjamah

Sebelum berkembangnya bahasa Eropa modern, yang berkembang di Eropa adalah bahasa Latin. Oleh karena itu, terjemahan AL-Quran dimulai kedalam bahasa Latin. Terjemahan itu dilakukan untuk keperluan biara Clugny kira-kira tahun 1135.

Prof. W. Montgomery Watt dalam bukunya bell’s Introduction to the Quran (Islamic Surveys 8), menyebutkan bahwa pertanda dimulainya perhatian Barat terhadap study Islam adalah dengan kunjungan Peter the Venerable, Abbot of Clugny ke Toledo, pada abad kedua belas, diantara usahanya adalah menerbitkan serial keilmuan untuk menandingi kegiatan intelektual Islam saat itu, terutama di Andalus. Sebagai bagian dari kegiatan tersebut adalah menterjemahkan Al-Quran ke dalam bahasa Latin yang dilakukan oleh Robert of Ketton (Robertus Retanensis), dan selesai pada juli 1143.

Abad Renaissance di Barat memberi dorongan lebih besar untuk menerbitkan buku-buku Islam, pada awal abad keenam belas buku-buku Islam banyak diterbitkan, termasuk penerbitan Al-Quran pada tahun 1530 di Venica dan terjemah Al-Quran kedalam bahasa Latin oleh Robert of

13Dessy Wulandari. 2014. Materi Terjemah, (

http://mega-kumpulan-

(19)

Ketton tahun 1543 di Basle, dengan penerbitnya Bibliander. Dari terjemahan bahasa Latin inilah, kemudian Al-Quran diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa Eropa.

Al-Quran juga diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa selain Eropa, seperti Afrika, Persia, Turki, Urdu, Tamil, Pastho, Benggali, Jepang dan berbagai bahasa di kepulauan Timur, tidak ketinggalan pula Al-Quran juga diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, pada pertengahan abad ketujuh belas, Abdul Ra’uf fansuri, seorang ulama dari Singkel, Aceh, menterjemahkan Al-Quran ke dalam bahasa Melayu, walau mungkin terjemahan itu ditinjau dari sudut ilmu bahasa Indonesia modern belum sempurna, namun, pekerjaan itu adalah berjasa besar sebagai pekerjaan perintis jalan; hingga pada saat ini, kita bisa mendapatkan berbagai terjemahan Al-Quran dalam bahasa Indonesia dengan sangat mudah dan bermacam-macam versi.

C. Macam-macam Tarjamah

Tarjamah terbagi menjadi dua macam

1. Tarjamah Harfiyah atau Tarjamah Lafdhiyah.

Pengertian Tarjamah Harfiyah adalah memindahkan (suatu isi ungkapan) dari satu bahasa ke bahasa yang lain, dengan mempertahankan bentuk atau urutan kata-kata dan susunan kalimat aslinya atau mengalihkan lafaz dari satu bahasa ke dalam lafaz-lafaz yang serupa dari bahasa lain sedemikian rupa sehingga susunan dan tertib bahasa kedua sesuai dengan susunan dengan susunan dan tertib bahasa pertama

2. Tarjamah Tafsiriyah atau Tarjamah Ma’nawiyah.

(20)

memepertahankan susunan dan urutan teks aslinya, dan juga tidak mempertahankan semua Ma’na yang terkandung dalam kalimat aslinya yang diterjemah.

Sebagai contoh adalah ىرخخخأ رّخؤخخيو ًلجر مّدخخقي دخخيز Bila kita artikan dengan Tarjamah Harfiyah, maka, artinya adalah Zaid mendahulukan satu kakinya dan mengakhirkan kaki yang satunya lagi, sedangkan bila kita mengartikan dengan Tarjamah Tafsiriyah, maka, artinya adalah Zaid ragu-ragu (خدّدرتي) dalam mengambil keputusan, misalnya; Dalam istilah bahasa Arab, kata mendahulukan satu kaki dan mengakhirkan kaki yang lainya, sebagai bentuk Kinayah (Metafora) dari perasaan ragu-ragu dalam mengambil keputusan.

Dalam menerjemahkan Al-Quran hendaknya mencakupi syarat-syarat sebagai berikut:

 Penerjemah hendaknya mengetahui dua Bahasa (Bahasa asli dan Bahasa terjemah)

 Mendalami dan menguasai uslub-uslub dan keistimewaan Bahasa yang diterjemahkan.

 Hendaknya sighat (bentuk) terjemah itu benar dan apabila dituangkan kembali ke dalam Bahasa aslinya tidak terdapat kesalahan.

 Terjemahan itu harus dapat mewakili semua arti dan maksud Bahasa asli dengan lengkap dan sempurna.

2.4. Perbedaan Tafsir, Takwil, dan Tarjamah

(21)

Tafsir lebih umum dan lebih banyak digunakan untuk lafaz dan kosa kata dalam kitab-kitab yang diturunkan Allah dan kitab-kitab lainnya. Sedangkan Takwil lebih banyak dipergunakan untuk makna dan kalimat dalam kitab-kitab yang diturunkan Allah saja.

2. Tafsir menerangkan makna lafazh yang tak menerima selain dari satu arti. Sedangkan Takwil menetapkan makna yang dikehendaki suatu lafazh yang dapat menerima banyak makna karena ada dalil-dalil yang mendukungnya. 3. Al-Maturidi

Tafsir menetapkan apa yang dikehendaki ayat dan menetapkan demikianlah yang dikehendaki Allah. Sedangkan Takwil menyeleksi salah satu makna yang mungkin diterima oleh suatu ayat dengan tidak meyakini bahwa itulah yang dikehendaki Allah.

4. Abu Thalib Ats-Tsa’labi

Tafsir menerangkan makna lafazh, baik berupa hakikat atau majaz. Sedangkan Takwil menafsirkan batin lafazh.

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

 Tafsir bermakna menjelaskan maksud dan tujuan ayat-ayat Al-Quran, baik dari sisi makna, kisah, hukum, maupun hikmah, sehingga mudah dipahami oleh umat.

(22)

mengembalikan sesuatu pada maksud yang sebenarnya, yakni menerangkan yang dimaksud dari ayat Alquran.

 Terjemah adalah memindahkan pembicaraan dari satu bahasa ke dalam bahasa yang lain dengan mengungkapkan makna dari bahasa itu.

 Tafsir menyangkut seluruh ayat, sedangkan takwil hanya berkenaan dengan ayat-ayat yang mutasyabihat (samar dan perlu penjelasan). Selain itu, tafsir menerangkan makna-makna ayat dengan pendekatan riwayat, sedangkan takwil dengan pendekatan dirayat. Tafsir menerangkan makna ayat yang terambil dari bentuk ibarat (tersurat), sedangkan takwil dari yang tersirat (isyarat-isyarat).

B. SARAN

Makalah ini masih jauh dari kata sempurna, masih banyak terdapat kekurangan, baik dalam penulisan maupun keefektifan kalimat. Oleh karena itu, bagi pembaca harap memberi saran ataupun komentar yang membangun untuk dapat memperbaiki kekurangan pada makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Rosihon. 2005. Ilmu Tafsir. Bandung: Pustaka Setia.

Anwar, Rosihon. 2007. Ulum Al-Qur’an. Bandung: Pustaka Setia.

Khalil Al-Qattan, Manna’. 2009. Studi Ilmu-Ilmu Al-Qur’an. Bogor: Pustaka Litera Antarnusa

Masyur, Kahar. 1992. Pokok-Pokok Ulumul Qur’an. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

(23)

http://kumpulanmakalah -makalah-agama-islam .blogspot.co.id/2014/03/ Ulumul-Quran-ilmu- Tafsir-takwil-dan-terjemah.html diakses pada 15 Oktober 2016

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk menguji kinerja dari IPv4 murni, IPv6 murni, tunneling IPv6IP manual, auto, dan GRE dengan menggunakan aplikasi FTP sebagai sarana

Sesuai dengan ciri dark tourism yang merupakan kegiatan wisata yang menyuguhkan hal-hal yang terkait dengan kematian, maka peristiwa masa lalu, baik sejarah

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, taufiq, dan hidayah, serta inayah-Nya sehingga penuis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Uji Efektivitas

Sesuai dengan Buku Studi Rencana Induk dan Ded Bandar Udara Rar Gwamar Dobo Kabupaten Kepulauan Aru, dimana pada buku tersebut telah direncanakan apron baru tetapi dimensinya

Batuan gunung api dan plutonik yang bersifat kalk-alkali potasik hingga ultrapotasik di bagian barat Sulawesi diinterpretasikan terbentuk akibat pelelehan pada

Surah Al-Falaq dari 5 ayat, termasuk golongan surah-surah makiyyah, diturunkan sesudah Surah al-Fiil. Nama “Al-Falaq” diambil dari kata “Al-falaq” yang terdapat

Lalu saksi korban kembali berpura-pura pingsan namun terdakwa mengambilseutas tali dari bagasi sepeda motor lalu mengikat leher saksi korban kemudian memukul perut saksi korban

Ditemukan fenomena menarik, reduksi kemiskinan mengakibatkan meningkatnya tingkat kriminalitas, adanya kecenderungan daerah dengan penduduk berpendidikan tinggi