ASUHAN KEPERAWATAN SINDROM GANGGUAN PERNAFASAN (RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME / RDS)
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Anak
Oleh:
KELOMPOK 5
ENIK TRISWATI (1613082)
MOCH. OSCAR S.P (1712031)
DEWI SUPRIH S (1712041)
M. RIFQI AMALYA F (1712036)
FITRI KURNIA H (1712051)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS KELAS ALIH JENJANG TAHUN AJARAN 2017/2018
A. Definisi
Respiratory Distress Syndrome (RDS) disebut juga Hyaline Membrane Disease (HMD), merupakan sindrom gawat napas yang disebabkan defisiensi surfaktan terutama pada bayi yang lahir dengan masa gestasi yang kurang (Mansjoer, 2002).
Sindrom gawat napas pada neonatus (SGNN), dalam bahasa Inggris disebut neonatal respiratory distress syndrome (RDS) merupakan kumpulan gejala yang terdiri dari dispnea atau hiperpnea dengan frekuensi pernapasan lebih dari 60 kali per menit; sianosis; merintih waktu ekspirasi (expiratory grunting); dan retraksi di daerah epigastrium, suprasternal, intekostal pada saat inspirasi. Bila di dengar dengan stetoskop akan terdengar penurunan masukan udara dalam paru.
Istilah SGNN merupakan istilah umum yang menunjukkan terdapatnya kumpulan gejala tersebut pada neonatus. Sindrom ini dapat terjadi karena adanya kelainan di dalam atau di luar paru. Beberapa kelainan
paru yang menunjukkan sindrom ini adalah
pneumotoraks/pneumomediastinum, penyakit membran hialin (PMH), pneumonia aspirasi, dan sindrom Wilson-mikity (Ngastiyah, 2005).
B. Etiologi
semakin tua usia kehamilan, semakin rendah kejadian RDS (Asrining Surasmi, dkk, 2003).
PMH ini 60-80% terjadi pada bayi yang umur kehamilannya kurang dari 28 minggu, 15-30% pada bayi antara 32 dan 36 minggu, sekitar 5% pada bayi yang lebih dari 37 minggu dan jarang pada bayi cukup bulan. Kenaikan frekuensi dihubungkan dengan bayi dari ibu diabetes, persalinan sebelum umur kehamilan 37 minggu, kehamilan multi janin, persalinan seksio sesaria, persalinan cepat, asfiksia, stress dingin dan adanya riwayat bahwa bayi sebelumnya terkena, insidens tertinggi pada bayi preterm laki-laki atau kulit putih (Nelson, 1999).
Faktor-faktornya antara lain : 1) Faktor ibu
Faktor ibu meliputi hipoksia pada ibu, gravida empat atau lebih, sosial ekonomi rendah maupun penyakit pembuluh darah ibu yang mengganggu pertukaran gas janin seperti hipertensi, penyakit diabetes mellitus, dan lain-lain
2) Faktor plasenta
Faktor plasenta meliputi sulosio plasenta, pendarahan plasenta, plasenta kecil, plasenta tipis, plasenta tidak menempel pada tempatnya
3) Faktor janin
C. Patofisiologi
Bayi prematur lahir dengan kondisi paru yang belum siap sepenuhnya untuk berfungsi sebagai organ pertukaran gas yang efektif. Hal ini merupakan faktor kritis dalam terjadinya RDS. Ketidaksiapan paru menjalankan fungsinya tersebut terutama disebabkan oleh kekurangan atau tidak adanya surfaktan.
Tidak adanya stabilitas dan atelektasis akan meningkatkan pulmonary vaskular resistem (PVR) yang nilainya menurun pada ekspansi paru normal. Akibatnya, terjadi hipoperfusi jaringan paru dan selanjutnya menurunkan aliran darah pulmonal. Di samping itu, peningkatan PVR juga menyebabkan pembalikan parsial sirkulasi, darah janin dengan arah aliran dari kanan ke kiri melalui duktus arteriosus dan foramen ovale.
Kolaps paru (atelektasis) akan menyebabkan gangguan vektilisasi pulmonal yang menimbulkan hipoksia. Akibat dari hipoksia adalah kontraksi vaskularisasi pulmonal yang menimbulkan penurunan oksigenasi jaringan dan selanjutnya menyebabkan metabolisme anaerobik. Metabolisme anaerobik menghasilkan timbunan asam laktat sehingga terjadi asidosis metabolik pada bayi dan penurunan curah jantung yang menurunkan perfusi ke organ vital. Akibat lain adalah kerusakan endotel kapiler dan epitel duktus alveolus yang menyebabkan terjadinya transudasi ke dalam alveoli dan terbentuknya fibrin. Fibrin bersama-sama dengan jaringan epitel yang nekrotik membentuk suatu lapisan yang disebut membran hialin. Membran hialin ini melapisi alveoli dan menghambat pertukaran gas.
Atelektasis menyebabkan paru tidak mampu mengeluarkan karbon dioksida dari sisa pernapasan sehingga terjadi asidosis respiratorik. Penurunan pH menyebabkan vasokonstriksi yang semakin berat. Dengan penurunan sirkulasi paru dan perfusi alveolar, PaO2 akan menurun tajam, pH
` Bayi prematur; dismaturitas Pertumbuhan surfaktan paru belum matang
Ibu diabetes bayi yang berisi air
Aspirasi mekonium (pneumonia aspirasi) Pernapasan intra uterin
Sumbatan jalan napas parsial oleh air ketuban
dan mekonium Kerusakan surfaktan
Asfiksia neonatorum Janin kekurangan O2 dan kadar CO2
meningkat Meningkatnya tegangan permukaan alveoli
Ketidakseimbangan inflasi saat inspirasi Kolaps paru (atelektasis) saat ekspirasi RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME / RDS Surfaktan menurun
Janin tidak dapat menjaga rongga paru tetap
mengembang Tekanan negatif intra
toraks yang besar
Usaha inspirasi yang lebih kuat
- Dispena - Takipnea - Apnea
- Retraksi dinding dada
- Pernapasan cuping hidung
Masukan oral tidak adekuat/ menyusu buruk
MK : Perubahan glikogen dan lemak coklat
Kerusakan endotel kapiler dan epitel duktus arteriousus
Transudasi alveoli
Pembentukan fibrin
Fibrin & jaringan yang nekrotik membentuk lapisan
M↓nya perfusi ke Paru Me↓nya aliran darah pulmonal
MK : Resti penurunan curah jantung Kolaps paru
Gangguan ventilasi pulmonal
Primer Sekunder
E. Manifestasi Klinis
Penyakit membran hialin ini mungkin terjadi pada bayi prematur dengan berat badan 100-2000 gram atau masa gestasi 30-36 minggu. Jarang ditemukan pada bayi dengan berat badan lebih dari 2500 gram. Sering disertai dengan riwayat asfiksia pada waktu lahir atau tanda gawat bayi pada akhir kehamilan. Tanda gangguan pernapasan mulai tampak dalam 6-8 jam pertama. Setelah lahir dan gejala yang karakteristik mulai terlihat pada umur 24-72 jam. Bila keadaan membaik, gejala akan menghilang pada akhir minggu pertama.
Gangguan pernapasan pada bayi terutama disebabkan oleh atelektasis dan perfusi paru yang menurun. Keadaan ini akan memperlihatkan gambaran klinis seperti dispnea atau hiperpneu, sianosis karena saturasi O2 yang
F. Klasifikasi
Derajat beratnya distress nafas dapat dinilai dengan menggunakan skor Downes. Penilaian dengan sistem skoring ini sebaiknya dilakukan tiap setengah jam untuk menilai progresivitasnya.
Pemeriksaan Skor
0 1 2
Frekuensi napas < 60 x/menit 60 – 80
x/menit > 80 x/menit
Retraksi Tidak ada retraksi Retraksi ringan Retraksi berat
Sianosis Tidak ada
sianosis
Sianosis hilang dengan O₂
Sianosis menetap walaupun diberi O₂
Air entry Udara masuk Penurunan udara
masuk
Tidak ada udara masuk
Merintih Tidak merintih Dapat di dengan
dengan stetoskop
Dapat didengar tanpa alat bantu
Evaluasi : < 3 = Gawat napas ringan 4 – 5 = Gawat napas sedang > 6 = Gawat napas berat
G. Pemeriksaan Penunjang dan Diagnostik
Pemeriksaan Penunjang pada Neonatus yang mengalami Distress Pernafasan
Pemeriksaan Kegunaan
Kultur darah
Menunjukkan keadaan bakteriemia
Analisa gas darah Menilai derajat hipoksemia
Menilai keseimbangan asam basa
Glukosa darah
Menilai keadaan hipoglikemia, karena hipoglikemia dapat menyebabkan atau memperberat takipnea
Rontgen toraks
Mengetahui etiologi distress nafas
infeksi
Neutropenia menunjukkan infeksi bakteri
Trombositopenia menunjukkan
adanya sepsis
Pulse oxymetri Menilai hipoksia dan kebutuhan
tambahan oksigen
1. Gambaran radiologis
Diagnosis yang tepat hanya dapat dibuat dengan pemeriksaan foto rontgen toraks. Pemeriksaan ini juga sangat penting untuk menyingkirkan kemungkinan penyakit lain yang diobati dan mempunyai gejala yang mirip penyakit membran hialin, misalnya pneumotoraks, hernia diafragmatika dan lain-lain. Gambaran klasik yang ditemukan pada foto rontgen paru ialah adanya bercak difus berupa infiltrate retikulogranuler ini, makin buruk prognosis bayi. Beberapa sarjana berpendapat bahwa pemeriksaan radiologis ini dapat dipakai untuk mendiagnosis dini penyakit membran hialin, walaupun manifestasi klinis belum jelas. 2. Gambaran laboratorium
Kelainan yang ditemukan pada pemeriksaan laboratorium diantaranya adalah :
a. Pemeriksaan darah
dan karena adanya pirau arteri-vena. Kadar PaO2 meninggi, karena
gangguan ventilasi dan pengeluaran CO2 sebagai akibat atelektasis
paru. pH darah menurun dan defisit biasa meningkat akibat adanya asidosis respiratorik dan metabolik dalam tubuh.
b. Pemeriksaan fungsi paru
Pemeriksaan ini membutuhkan alat yang lengkap dan pelik, frekuensi pernapasan yang meninggi pada penyakit ini akan memperhatikan pula perubahan pada fungsi paru lainnya seperti ‘tidal volume’ menurun, ‘lung compliance’ berkurang, functional residual capacity’ merendah disertai ‘vital capacity’ yang terbatas. Demikian pula fungsi ventilasi dan perfusi paru akan terganggu.
c. Pemeriksaan fungsi kardiovaskuler
Penyelidikan dengan kateterisasi jantung memperhatikan beberapa perubahan dalam fungsi kardiovaskuler berupa duktus arteriosus paten, pirau dari kiri ke kanan atau pirau kanan ke kiri (bergantung pada lanjutnya penyakit), menurunnya tekanan arteri paru dan sistemik.
3. Gambaran patologi/histopatologi
H. Pencegahan
suatu cara untuk mengetahui maturitas paru dengan menghitung perbandingan antara lesitin dan sfigomielin dalam cairan amnion.
Bila perbandingan lesitin/sfingomielin sama atau lebih dari dua, bayi yangakan lahir tidak akan menderita penyakit membrane hialin, sedangkan bila perbandingan tadi kurang dari tiga berati paru-paru bayi belum matang dan akan mengalami penyakit membrane hialin. Pemberian kortikosteroid dianggap dapat merangsang terbentuknya surfaktan pada janin. Cara yang paling efektif untuk menghindarkan penyakit ini ialah mencegah prematuritas.
I. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan medik tindakan yang perlu dilakukan
meletakkan bayi dalam inkubator. Kelembaban ruangan juga harus adekuat (70-80%).
b. Pemberian oksigen. Pemberian oksigen harus dilakukan dengan hati-hati karena berpengaruh kompleks terhadap bayi prematur. Pemberian O2 yang terlalu bhhhhhhhanyak dapat menimbulkan
komplikasi seperti : fibrosis paru, kerusakan retina (fibroplasias retrolental), dll.
c. Pemberian cairan dan elektrolit sangat perlut untuk mempertahankan homeostasis dan menghindarkan dehidrasi. Pada permulaan diberikan glukosa 5-10% dengan jumlah yang disesuaikan dengan umur dan berat badan ialah 60-125 ml/kg BB/hari. asidosis metabolik yang selalu dijumpai harus segera dikoreksi dengan memberikan NaHCO3
secara intravena.
d. Pemberian antibiotik. Bayi dengan PMH perlu mendapatkan antibiotik untuk mencegah infeksi sekunder. Dapat diberikan penisilin dengan dosis 50.000-100.000 u/kg BB/hari atau ampisilin 100 mg/kg BB/hari, dengan atau tanpa gentamisin 3-5 mg/kg BB/hari.
e. Kemajuan terakhir dalam pengobatan pasien PMH adalah pemberian surfaktan eksogen (surfaktan dari luar), obat ini sangat efektif, namun harganya amat mahal.
Bayi dengan PMH adalah bayi prematur kecil, pada umumnya dengan berat badan lahir 1000-2000 gram dan masa kehamilan kurang dari 36 minggu. Oleh karena itu, bayi ini tergolong bayi berisiko tinggi. Apabila menerima bayi baru lahir yang demikian harus selalu waspada bahaya yang dapat timbul. Masalah yang perlu diperhatikan ialah bahaya kedinginan (dapat terjadi cold injury), risiko terjadi gangguan pernapasna, kesukaran dalam pemberian makanan, risiko terjadi infeksi, kebutuhan rasa aman dan nyaman (kebutuhan psikologik) (Ngastiyah, 2005).
Penatalaksanaan secara umum (Sudarti dan Endang Khoirunnisa, 2010):
a) Pasang jalur infus intravena, sesuai dengan kondisi bayi, yang paling sering dan bila bayi tidak dalam keadaan dehidrasi berikan infus dektrosa 5%
b) Pantau selalu tanda vital c) Jaga kepatenan jalan nafas
d) Berikan Oksigen (2-3 liter/menit dengan kateter nasal) e. Jika bayi mengalami apneu
e) Lakukan tindakan resusitasi sesuai tahap yang diperlukan g. Lakukan penilaian lanjut
h) Setelah manajemen umum segera lakukan manajemen lanjut sesuai dengan kemungkinan penyebab dan jenis atau derajat gangguan nafas
i) Manajemen spesifik dan manajemen lanjut antara lain
1. Pentalaksanaan pada gangguan nafas ringan (Sudarti dan Endang Khoirunnisa, 2010) . Gangguan nafas ringan pada bayi yang mengalami gangguan nafas ringan disebut Transient Tacypnea of the Newborn (TTN) yang biasanya terjadi karena bedah sesar. Kondisi ini dapat normal kembali tanpa adanya pengobatan. Gangguan nafas ringan merupakan tanda awal dari infeksi sistemik.
Amati pernafasan bayi setiap 2 jam selama 6 jam
berikutnya
Bila pernafasan memburuk atau timbul gejala sepsis,
terapi untuk mengurangi sepsis
Berikan ASI bila bayi mampu menyusui, jika tidak
mampu peras ASI
Kurangi pemberian O₂ secara bertahap bila ada
perbaikan gangguan nafas, hentikan pemberian O₂
jika frekuensi nafas antara 30-6- kali/menit
Amati bayi selama 24 jam selanjutnya, jika frekuensi
sepsis, dan tidak ada masalah lain yang memerlukan perawatan bayi dapat dipulangkan.
2. Gangguan nafas sedang (Sudarti dan Endang Khoirunnisa, 2010)
Lanjutkan pemberian O₂ dengan kecepatan aliran
sedang
Bayi tidak diberikan minum
Ambil sampel darah untuk kultur dan berikan
antibiotic (ampisilin dan gentamisin) untuk terapi kemungkinan besar sepsis jika tidak ada tanda-tanda sebagai berikut ; Suhu aksiler 39ºC, Air ketuban bercampur mekonium, Riwayat infeksi intrauterine, demam curiga infeksi berat atau ketuban pecah dini (>18 jam)
Bila suhu aksiler 34-36,5ºC atau 37,5-39ºC tangani
untuk masalah suhu abnormal dan ulang setelah 2 jam: Bila suhu masih belum stabil atau gangguan pernafasan masih belum ada perbaikan, ambil sampel darah dan berikan antibiotik untuk terapi kemungkinan sepsis, Jika suhu abnormal, teruskan amati bayi. Jika suhu kembali abnormal ulangi tahapan diatas
Bila tidak ada tanda-tanda ke arah sepsis, nilai kembali
perbaikan atau tanda-tanda perburukan setelah 2 jam, terapi untuk kemungkinan besar sepsis.
Bila bayi mulai menunjukan tanda-tanda perbaikan
(frekuensi nafas menurun, tarikan dinding dada berkurang atau suara merintih berkurang) ; Kurangi terapi O₂ secara bertahap, Pasang pipa lambung dan berikan ASI peras setiap 2 jam, Bila pemberian O₂
tidak diperlukan lagi, bayi mulai dilatih menyusui
Amati bayi selama 24 jam setelah pemberian
antibiotik dihentikan. Jika bayi kembali tampak kemerahan tanpa pemberian O₂ selama 3 hari, bayi dapat dipulangkan dan bayi sudah bisa diberikan ASI 3. Gangguan Napas Berat Semakin kecil bayi kemungkinan
terjadi gangguan nafas semakin sering dan semakin berat. Pada bayi kecil ( berat lahir < 2500 gram atau umur kehamilan <37 minggu) gangguan nafas kering memburuk dalam waktu 36-48 jam pertama dan tidak banyak terjadi perubahan dalam satu dua hari berikutnya dan kemudian akan membaik pada hari ke 4-7.
a) Tentukan pemberian O₂ dengan kecepatan aliran sedang (antara rendah dan tinggi)
c) Bila bayi menunjukkan tanda pemburukan atau terhadap terhadap sianosis sentral,naikan pemberian O2 pada kecepatan aliran tinggi. Jika gangguan nafas bayi semakin berat dan sianosis sentral menetap walaupun diberikan O2 100% bila kemungkinan segera rujuk bayi kerumah sakit rujukan atau ada fasilitas dan mampu memakai ventilator mekanik. d) Jika gangguan nafas masih menetap selama 2 jam,
pasang pipa lambung untuk mengosongkan cairan lambung dan udara
e) Nilai kondisi bayi 4 kali sehari apa bila ada tanda perbaikan
f) Jika bayi mulai menunjukkan tanda perbaikan (frekuensi nafas menurun, tarikan dinding dada berkurang, warna kulit membaik), maka :
Kurangi pemberian O₂ Jangan meneruskan
pemberian O₂ bila tidak perlu hentikan pemberian O₂ bila bayi diletakkan pada udara ruangan tanpa pemberian O₂ tidak mengalami gangguan nafas dan tampak kemerahan.
Mulailah pemberian ASI peras melalui pipa
Bila pemberian O₂ tak diperlukan lagi,bayi
mulai dilatih dengn menggunakan salah satu alternafif cara pemberian minum
J. Komplikasi
Komplikasi jangka pendek ( akut ) dapat terjadi 3 hal:
Bila dicurigai terjadi kebocoran udara (pneumothorak, pneumomediastinum, pneumopericardium, emfisema intersisiel ), pada 19 bayi dengan RDS yang tiba-tiba memburuk dengan gejala klinis hipotensi, apnea, atau bradikardi atau adanya asidosis yang menetap
2) Dapat timbul infeksi yang terjadi karena keadaan penderita yang memburuk dan adanya perubahan jumlah leukosit dan thrombositopeni. Infeksi dapat timbul karena tindakan invasiv seperti pemasangan jarum vena, kateter, dan alat-alat respirasi
3) Perdarahan intrakranial dan leukomalacia periventrikular
Perdarahan intraventrikuler terjadi pada 20-40% bayi prematur dengan frekuensi terbanyak pada bayi RDS dengan ventilasi mekanik
4) PDA dengan peningkatan shunting dari kiri ke kanan merupakan komplikasi bayi dengan RDS terutama pada bayi yang dihentikan terapi surfaktannya. Komplikasi jangka panjang dapat disebabkan oleh toksisitas oksigen, tekanan yang tinggi dalam paru, memberatnya penyakit dan kurangnya oksigen yang menuju ke otak dan organ lain. Komplikasi jangka panjang yang sering terjadi :
1) Bronchopulmonary Dysplasia (BPD)
infeksi, inflamasi, dan defisiensi vitamin A. Insiden BPD meningkat dengan menurunnya masa gestasi
2) Retinopathy premature
Kegagalan fungsi neurologi, terjadi sekitar 10-70% bayi yang berhubungan dengan masa gestasi, adanya hipoxia, komplikasi intrakranial, dan adanya infeksi.
ASUHAN KEPERAWATAN
1.Pengkajian
1. Identitas klien
Meliputi nama, jenis kelamin, suku bangsa, tanggal lahir, alamat, agama, tanggal pengkajian.
2. Riwayat kesehatan a. Riwayat maternal
Menderita penyakit seperti diabetes mellitus, kondisi seperti perdarahan plasenta, tipe dan lamanya persalinan, stress fetal atau intrapartus.
b. Status infant saat lahir
Prematur, umur kehamilan, apgar score (apakah terjadi asfiksia), bayi lahir melalui operasi caesar.
3. Data dasar pengkajian a. Cardiovaskuler
Bradikardia (< 100 x/i) dengan hipoksemia berat
Murmur sistolik
Denyut jantung DBN
b. Integumen
Pallor yang disebabkan oleh vasokontriksi peripheral
Pitting edema pada tangan dan kaki
Mottling c. Neurologis
Penurunan suhu tubuh d. Pulmonary
Takipnea (> 60 x/i, mungkin 30-100 x/i)
Nafas grunting
Pernapasan cuping hidung
Pernapasan dangkal
Retraksi suprasternal dan substernal
Sianosis
Penurunan suara napas, crakles, episode apnea e. Status behavioral
Letargi
4. Pemeriksaan Doagnostik
a. Sert rontgen dada : untuk melihat densitas atelektasi dan elevasi diafragma dengan over distensi duktus alveolar
b. Bronchogram udara : untuk menentukan ventilasi jalan napas c. Data laboratorium :
Profil paru, untuk menentukan maturitas paru, dengan bahan cairan amnion (untuk janin yang mempunyai predisposisi RDS)
Tingkat phospatydylinositol
AGD : PaO2 < 50 mmHg, PaCO2 > 50 mmHg, saturasi oksigen
92%-94%, pH 7,3-7,45.
Level potassium : meningkat sebagai hasil dari release potassium dari sel alveolar yang rusak
Diagnosa Keperawatan
1. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler-alveolar
Rencana Asuhan Keperawatan
Gangguan pertukaran gas
Definisi: Kelebihan atau deficit oksigenasi
dan/atau eliminasi
karbondioksida pada membran alveolar-kapiler.
Berhubungan dengan perubahan membran kapiler-alveolar
Gas darah arteri
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan selam … X 24 jam
1. Buka jalan napas dengan teknik chin lift atau jaw thrust, sebagaimana mestinya 2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
3. Identifikasi kebutuhan actual/potensial pasien untuk memasukkan alat membuka jalan napas
4. Masukkan alat nasopharyngeal (NPA) atau oropharingeal airway (OPA), sebagaimana mestinya
5. Lakukan fisioterapi dada, sebagaimana mestinya 6. Buang secret dengan menyedot lender
7. Auskultasi suara napas, catat area yang ventilasinya menurun atau tidak ada dan adanya suara tambahan
8. Lakukan penyedotan melalui endotrakea atau nasotrakea, sebagaimana mestinya 9. Kelola pemberian bronkodilator, sebagaimana mestinya
10. Kelola pengobatan aerosol, sebagaimana mestinya 11. Kelola nebulizer ultrasonic, sebagaimana mestinya
abnormal
pH arteri normal
Pola pernapasan normal (mis.,
15. Posisikan untuk meringankan sesak napas
16. Monitor status pernapasan dan okseigenasi, sebagaimana mestinya
Terapi Oksigen
1. Bersihkan mulut, hidung, dan sekresi trakea dengan tepat 2. Pertahankan kepatenan jalan napas
3. Siapkan peralatan oksigen dan berikan melalui system humidifier 4. Berikan oksigen tambahan seperti yang diperintahkan
5. Monitor aliran oksigen
6. Monitor posisi perangkat (alat) pemberian oksigen
7. Periksa perangkat (alat) pemberian oksigen secara berkala untuk memastikan bahwa konsentrasi (yang telah) ditentukan sedang diberikan
8. Monitor efektifitas terapi oksigen (misalnya, tekanan oksimetri, ABGs) dengan tepat 9. Pastikan penggantian masker oksigen/kanul nasal setiap kali perangkat diganti 10. Rubah perangkat pemberian oksigen dari masker ke kanul saat makan
11. Amati tanda-tanda hipoventilasi induksi oksigen
12. Pantau adanya tanda-tanda keracunan oksigen dan kejadian atelektasis
13. Monitor peralatan oksigen untuk memastikan bahwa alat tersebut tidak mengganggu upaya pasien untuk bernapas
Somnolen Sakit kepala saat bangun
16. Sediakan oksigen ketika pasien dibawa/dipindahkan
17. Konsultasi dengan tenaga kesehatan lain mengenai penggunaan oksigen tambahan selama kegiatan dan atau tidur
18. Anjurkan pasien dan keluarga mengenai penggunaan oksigen di rumah
19. Rubah kepada pilihan peralatan pemberian oksign lainnya untuk meningkatkan kenyamanan dengan tepat
Monitor Pernapasan
1. Monitor kecepatan, irama, kedalaman dan kesulitan bernapas
2. Catat pergerakan dada, catat ketidaksimetrisan, penggunaan otot-otot bantu napas dan retraksi pada supraclaviculas dan interkosta
3. Monitor suara tambahan seperti ngorok atau mengi
4. Monitor pola napas (misalnya, bradipneu, takipneu, hiperventilasi, pernapasan kusmaul, pernapasan 1:1, apneustik, respirasi biot, pola ataxic
5. Monitor saturasi oksigen pada pasien tersedasi (seperti SaO₂, SvO₂, SpO₂) sesuai dengan protocol yang ada
6. Pasang sensor pemantauan oksigen non-invasif (misalnya, pasang alat pada jari, hidung, dan dahi) dengan mengatur alarm pada pasien berisiko tinggi sesuai dengan prosedur tetapo yang ada
7. Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
9. Catat lokasi trakea
10. Monitor kelelahan otot-otot diapragma dengan pergerakan parasoksikal
11. Auskultasi suara napas, catat area dimana terjadi penurunan atau tidak adanya ventilasi dan keberadaan suara napas tambahan
12. Kaji perlunya penyedotan jalan napas dengan auskultasi suara nafas ronki di paru 13. Auskultasi suara napas setelah tindakan, untuk dicatat
2
Pola nafas tidak efektif Definisi: Inspirasi dan/ atau ekspirasi yang tidak memberi ventilasi adekuat.
Berhubungan dengan
keletihan otot
pernafasan ditandai dengan:
Batasan karakteristik:
Bradipnea
Dispnea
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan selam … X 24 jam
Fase ekspirasi tidak memanjang
Manajemen Jalan Napas
Buka jalan napas dengan teknik chin lift atau jaw thrust,
Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
Identifikasi kebutuhan actual/potensial pasien untuk memasukkan alat membuka jalan napas
Masukkan alat nasopharyngeal (NPA) atau oropharingeal airway (OPA), sebagaimana mestinya
Lakukan fisioterapi dada, sebagaimana mestinya
Buang secret dengan menyedot lender
Auskultasi suara napas, catat area yang ventilasinya menurun atau tidak ada dan adanya suara tambahan
Lakukan penyedotan melalui endotrakea atau nasotrakea, sebagaimana mestinya
Kelola pemberian bronkodilator, sebagaimana mestinya
Ortopnea
Kelola udara atau oksigen yang dilembabkan, sebagaimana mestinya
Ambil benda asing dengan forcep McGill, sebagaimana mestinya
Regulasi asupan cairan untuk mengoptimalkan keseimbangan cairan
Posisikan untuk meringankan sesak napas
Monitor status pernapasan dan okseigenasi, sebagaimana mestinya
Monitor Pernapasan
Monitor kecepatan, irama, kedalaman dan kesulitan bernapas
Catat pergerakan dada, catat ketidaksimetrisan, penggunaan otot-otot bantu napas dan retraksi pada supraclaviculas dan interkosta
Monitor suara tambahan seperti ngorok atau mengi
Monitor pola napas (misalnya, bradipneu, takipneu, hiperventilasi, pernapasan kusmaul, pernapasan 1:1, apneustik, respirasi biot, pola ataxic
Monitor saturasi oksigen pada pasien tersedasi (seperti SaO₂, SvO₂, SpO₂) sesuai dengan protocol yang ada
Pasang sensor pemantauan oksigen non-invasif (misalnya, pasang alat pada jari, hidung, dan dahi) dengan mengatur alarm pada pasien berisiko tinggi sesuai dengan prosedur tetapo yang ada
Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
Perkusi torak anterior dan posterior, dari apeks ke basis paru, kanan dan kiri
Pernapasan
Pola napas normal (mis., irama, frekuensi, kedalaman)
Tidak adanya Takipnea
Monitor kelelahan otot-otot diapragma dengan pergerakan parasoksikal
Auskultasi suara napas, catat area dimana terjadi penurunan atau tidak adanya ventilasi dan keberadaan suara napas tambahan
Contoh Kasus:
A. PENGKAJIAN
Pengkajian dilakukan pada tanggal 31 Mei 2013 pukul 07.00 WIB pada bayi Ny.W dengan RDS di ruang Bakung (Perinatologi) RSUP Dr.Soeradji Tirtonegoro,Klaten. Data pasien didapatkan dari wawancara terhadap keluarga pasien dan dari data medis pasien.
1. Identitas pasien Nama : Bayi Ny.W I
Tanggal lahir : 29 Mei 2013 Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Gentan,03/07 Mlese,Cawas,Klaten Agama : Islam
No.RM : 780763
Dx.Masuk : Neo Perempuan, KMK , PP Spontan, Gemeli dengan ibu KPD
Tanggal Masuk : 29 Mei 2013
2. Penanggung jawab Nama : Tn. S Usia : 29 Tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Hubungan dengan pasien : Orang tua
3. Keluhan Utama Sesak nafas (+)
4. Riwayat Penyakit Sekarang
Bayi Ny. W I lahir pada tanggal 29 Mei 2013 jam Wib, karena bayi Ny. W I lahir dengan BB 1650 gr, tangis (-), sesak nafas (+), RR >60X/Menit/takipnea (+), retraksi dalam (+) dan sianosis. Di HCU Neonatus bayi langsung ditempatkan di inkubator dan mendapatkan O2 NCPAP 40 % PEEP 5 l/mnt.
5. Riwayat Penyakit Dahulu
Ny. W I mengatakan tidak ada keluhan saat hamil. Ny. W I hanya mengkonsumsi obat-obatan yang diberikan oleh bidan. Ny. W I tidak mempunyai riwayat penyakit deabetes militus maupun hipertensi.
6. Riwayat Penyakit Keluarga
Ny. W I mengatakan dalam keluarganya tidak ada yang menderita penyakit keturunan maupun menular. Di dalam keluarga Ny. W I maupun suaminya tidak ada yang mempunyai riwayat BBLSR
7. Riwayat Psikososial
Ny. W I mengatakan selama hamil rutin memeriksakan kandungannya ke bidan didekat rumahnya setiap bulan
9. Riwayat Natal
Bayi Ny. W I lahir pada tanggal 29 Mei 2013 jam 15.05 WIB secara spontan. Ny. W I mengatakan air ketuban sudah keluar sejak sebelum melahirkan. Ny.S mengatakan umur kehamilannya baru ± 34 minggu, karena air ketubannya sudah keluar, maka oleh dokter bayi Ny. W I harus segera dikeluarkan.
10.Riwayat Pos Natal a) Apgar Skor
0 1 2 Apgar
Skor
1 Menit 5 Menit
tidak ada 100 100 denyut
jantung
Lemah Sedang Baik tonus otot 1 2
Jumlah 5 7
b) Berat badan lahir : 1650 gram c) Lingkar kepala : 30 cm d) Lingkar lengan atas : 5 cm e) Panjang badan : 40 cm f) Lingkar dada : 26 cm g) Lingkar perut : 25 cm h) Anus : positif
i) Adanya kelainan congenital : negatif
11.Pola pengkajian a) Pola pernapasan
RR = 68 x/menit, pernafasan cuping hidung, sianosis, retraksi dada (+), terapi O 2 NCPAP 40 % PEEP 5 l/mnt.
b) Pola kebutuhan cairan dan nutrisi
Kebutuhan cairan = 30 ml/hari. Bayi Ny. W I minum ASI 8 X 4 cc melalui OGT karena refleks menghisap dan menelan bayi masih lemah. Bayi NY. W I mendapat terapi infus D 10% 6 cc/jam.
c) Pola Eliminasi
d) Pola Aktivitas dan Istirahat
Bayi Ny. W I terlihat lemah di dalam inkubator, tangisnya masih merintih dan geraknya belum aktif.
e) Latar Belakang Sosial dan Budaya
Ny. W I tidak merokok, tidak memiliki kebiasaan untuk diet ketat, Ny. W I tidak memiliki pantangan makanan tertentu ketika hamil, Ny. W I tidak ketergantungan maupun mengonsumsi obat psikotropika maupun alkohol/minuman keras.
f) Hubungan Psikologis
Ny. W I sering menjenguk anaknya. Ny. W I merasa khawatir dengan kondisi anaknya yang menurutnya sangat kecil. Ibu pasien selalu berdoa agar anaknya segera diberi kesembuhan dan segera pulang bersamanya
g) Persepsi-Kognitif
Ny. W I tahu tentang kondisi bayinya, menurut Ny. W I bayinya dalam kondisi tidak baik, dan terlihat sesak nafas sampai tulang dadanya terlihat tertarik, Ny. W I tahu bahwa anaknya belum bisa disusui karena reflek menelannya dan menghisap masih kurang sehingga harus dipasang selang makan.
12.Pemeriksaan Fisik
Kesadaran : CM (Compos Mentis), gerak kurang aktif, tangis merintih
Vital sign : RR= 68 x/menit, HR =184 x/menit, Suhu = 36 7 ºC
Pemeriksaan tubuh :
Kulit : Warna kulit kemerahan degan ekstermitas kebiruan, tidak ikterus, sianosis, terdapat sedikit lanugo pada dahi dan sekitar pipi, kulit tipis.
Kepala : Rambut hitam,tipis,Tidak ada lesi, sutura terlihat. Mata : Sklera mata putih, konjungtiva merah muda.
Hidung : terdapat pernafasan cuping hidung, lubang hidung 2, terpasang O2 NCPAP 40 % PEEP 5 l/mnt.
Mulut : Bibir merah, tidak ditemukan stomatitis, mukosa bibir kering.terpasang OGT.
Telinga : Tidak ada deformitas, lubang telinga bersih, simetris. Leher : Bersih, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid.
Thorax : Simetris (kanan kiri sama), tarikan intercosta (+), retraksi dada (+), dada cekung kebawah (di bawah px), RR= 68x/menit, ditemukan suara nafas ronki.
Abdomen : Simetris, tidak ada lesi, terdapat bising usus 5 x/mnt. Umbilikus : Tali pusat basah, tidak terjadi perdarahan, tidak terjadi infeksi, terpasang infus umbilikalis D10%.
Genetalia : Labia mayora belum menutupi labia minora, tidak ada kelainan letak lubang uretra
Anus : Tidak ada lesi, tak ada iritasi perineal, warna feces hitam lembek.
Ekstremitas : Akral dingin, Jumlah jari tangan 5/5, Jumlah jari kaki 5/5, tak ada kelumpuhan, gerak kurang aktif
Reflek :
a) Reflek Moro ; ketika ada suara agak keras di sekitar ruangan / tempat inkubator maka pasien kurang merespon/ diam saja. b) Reflek Sucking (Menghisab); Ketika di test dengan spuit
diberikan ASI, maka pasien tidak dapat 47 menelan dengan sempurna ASI yang diberikan dan selalu ada ASI yang keluar dari mulutnya
c) Reflek Grasping (Menggenggam) ; ketika perawat meletakkan jari telunjuknya ke tangan pasien, pasien dapat menggenggam jari telunjuk perawat, namun genggaman masih lemah
e) Reflek Babinski (Sentuhan Telapak Kaki); Jika disentuh kakinya oleh perawat, pasien akan menarik kakinya ke atas. f) Reflek Menelan ; kurang, jika diberi munim lewat spuit maka
ASI kan keluar sebagian dari mulutnya
13.Data penunjang
No. Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai normal
1 WBC 11,7 103 /ul 9-30
2 RBC 3,95 106 /ul 3,7 – 6,5
3 HGB 14,3 g/dl 14,9 – 23,7
4 HCT 42,5 % 47 – 75
5 MCV 107,6+ fL 80 – 99
6 MCH 36,2+ fL 27 – 31
14.Terapi
O 2 NCPAP 40% PEEP 5 Infus D10% 6 cc/jam
Injeksi : Ampicillin-Sulbactam 2x85 mg (hari 1) Gentamicyn 1x7,5 mg (hari 1) 30-05-2013: O 2 NCPAP 40% PEEP 5
Infus D10% 6 cc/jam Injeksi : Ampicillin-Sulbactam 2x85 mg (hari 2) Gentamicyn 1x7,5 mg (hari 2) 31-05-2013
Injeksi : Ampicillin-Sulbactam 2x85 mg (hari 2) Gentamicyn 1x7,5 mg (hari 2)
ANALISA DATA:
No Data Fokus Problem Etiologi
1 DS:
-DO:
KU: Lemah
Suhu = 36,70 C HR = 186 x/menit
RR 68 X/Menit (adanya
takipnea )
Gangguan pertukaran gas
Ada retraksi dada Ada tarikan intercosta Ada retraksi dalam
suara nafas ronki sianosis
Terpasang O2 NCPAP 40
% PEEP 5 l/mnt
2 DS:
-DS:
KU: Lemah
Suhu = 36,70 C
HR = 186 x/menit RR 68 X/Menit (adanya
takipnea )
Ada retraksi dada
Ada tarikan intercosta Ada retraksi dalam
suara nafas ronki sianosis
Terpasang O2 NCPAP 40
Pola nafas tidak efektif
Intervensi Keperawatan:
No .
Diagnosa Keperawatan
(NANDA)
Tujuan/Kriteria Hasil (NOC)
Intervensi (NIC)
1
Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler-alveolar ditandai dengan:
Ds: - DO:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selam 3 X 24 jam diharapkan
Status Pernapasan : Pertukaran Gas
Ku: Baik
Manajemen Jalan Napas
1. Buka jalan napas dengan teknik chin lift atau jaw thrust,
KU: Lemah
Tidak ada retraksi dada Tidak ada tarikan
intercosta
Tidak ada retraksi
dalam
tidak ada ronki
warna kulit (ujung jari)
merah muda
Tidak terpasang 0₂
2. Posisikan pasien untuk
4. Masukkan alat nasopharyngeal 6. Buang secret
dengan menyedot lender
t menurun atau tidak ada dan adanya suara tambahan 8. Lakukan
penyedotan melalui
endotrakea atau nasotrakea, sebagaimana mestinya
9. Kelola pemberian bronkodilator, sebagaimana mestinya 10. Kelola
pengobatan aerosol, sebagaimana mestinya
11. Kelola nebulizer ultrasonic, sebagaimana mestinya
mestinya 13. Ambil benda
asing dengan forcep McGill, sebagaimana mestinya
14. Regulasi asupan cairan untuk mengoptimalkan keseimbangan cairan
15. Posisikan untuk meringankan sesak napas 16. Monitor status
pernapasan dan okseigenasi, sebagaimana mestinya
Terapi Oksigen
1. Bersihkan mulut, hidung, dan sekresi trakea dengan tepat 2. Pertahankan
3. Siapkan peralatan oksigen dan berikan melalui system humidifier 4. Berikan oksigen
tambahan seperti yang
diperintahkan 5. Monitor aliran
oksigen
6. Monitor posisi perangkat (alat) pemberian oksigen
7. Periksa perangkat (alat) pemberian oksigen secara berkala untuk memastikan bahwa
konsentrasi (yang telah) ditentukan sedang diberikan 8. Monitor
efektifitas terapi oksigen
oksimetri, ABGs) dengan tepat 9. Pastikan
penggantian masker oksigen/kanul nasal setiap kali perangkat diganti 10. Rubah perangkat
pemberian oksigen dari masker ke kanul saat makan 11. Amati
tanda-tanda hipoventilasi induksi oksigen 12. Pantau adanya
tanda-tanda keracunan oksigen dan kejadian atelektasis
mengganggu upaya pasien untuk bernapas 14. Monitor
kecemasan pasien yang berkaitan dengan kebutuhan mendapatkan terapi
15. Monitor
kerusakan kulit terhadap adanya gesekan
perangkat oksigen 16. Sediakan oksigen
ketika pasien dibawa/dipindahk an
17. Konsultasi dengan tenaga kesehatan lain mengenai penggunaan oksigen tambahan selama kegiatan dan atau tidur 18. Anjurkan pasien
mengenai penggunaan oksigen di rumah 19. Rubah kepada
pilihan peralatan pemberian oksign lainnya untuk meningkatkan kenyamanan dengan tepat
Monitor Pernapasan
1. Monitor
kecepatan, irama, kedalaman dan kesulitan bernapas
ngorok atau mengi
4. Monitor pola napas (misalnya, bradipneu, takipneu, hiperventilasi, pernapasan kusmaul, pernapasan 1:1, apneustik, respirasi biot, pola ataxic 5. Monitor saturasi
oksigen pada pasien tersedasi (seperti SaO₂, SvO₂, SpO₂) sesuai dengan protocol yang ada 6. Pasang sensor
pada pasien berisiko tinggi sesuai dengan prosedur tetapo yang ada
7. Palpasi kesimetrisan ekspansi paru 8. Perkusi torak anterior dan posterior, dari apeks ke basis paru, kanan dan kiri
9. Catat lokasi trakea 10. Monitor
kelelahan otot-otot diapragma dengan
pergerakan parasoksikal 11. Auskultasi suara
keberadaan suara napas tambahan 12. Kaji perlunya
penyedotan jalan napas dengan auskultasi suara nafas ronki di paru
13. Auskultasi suara napas setelah tindakan, untuk dicatat
2
Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kelelahan otot pernafasan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selam … X 24 jam diharapkan
Status Pernapasan : Ventilasi
Ku: Baik
Tidak ada retraksi dada Tidak ada tarikan
intercosta
Manajemen Jalan Napas
Buka jalan napas dengan teknik chin lift atau jaw thrust,
X/Menit
tidak ada ronki
warna kulit (ujung jari) merah muda
Tidak terpasang 0₂
Masukkan alat nasopharyngeal
Kelola pemberian bronkodilator, sebagaimana mestinya
Kelola pengobatan aerosol, sebagaimana mestinya
Kelola nebulizer ultrasonic, sebagaimana mestinya
Kelola udara atau oksigen yang dilembabkan, sebagaimana mestinya
Ambil benda asing dengan forcep McGill, sebagaimana mestinya
Posisikan untuk meringankan sesak napas
Monitor status pernapasan dan okseigenasi, sebagaimana mestinya
Monitor Pernapasan Monitor
kecepatan, irama, kedalaman dan kesulitan bernapas
Catat pergerakan dada, catat ketidaksimetrisan, penggunaan otot-otot bantu napas dan retraksi pada supraclaviculas dan interkosta
Monitor pola napas (misalnya, bradipneu, takipneu, hiperventilasi, pernapasan kusmaul, pernapasan 1:1, apneustik, respirasi biot, pola ataxic
Monitor saturasi oksigen pada pasien tersedasi (seperti SaO₂, SvO₂, SpO₂) sesuai dengan protocol yang ada
sesuai dengan prosedur tetapo yang ada
Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
Perkusi torak anterior dan posterior, dari apeks ke basis paru, kanan dan kiri
Catat lokasi trakea
Monitor kelelahan otot-otot diapragma dengan
pergerakan parasoksikal
Kaji perlunya penyedotan jalan napas dengan auskultasi suara nafas ronki di paru
Auskultasi suara
napas setelah
tindakan, untuk
dicatat
DAFTAR PUSTAKA
Herdman, T. 2017. Nanda Internasional Inc Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015-2017 Edisi 10.Jakarta: EGC
Doenges dan Moorhouse. 2001. Rencana Perawatan Maternal/Bayi : Pedoman untuk Perencanaan dan Dokumentasi Perawatan Klien. Edisi 2. Jakarta : EGC. Nelson. 1999. Ilmu Kesehatan Anak. Volume I. Edisi 15. Jakarta : EGC.
Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Edisi 2. Jakarta : EGC.
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. 1985. Buku Kuliah 3. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran UI.
Suriadi & Yuliani. 2006. Buku Pegangan Praktik Klinik. Asuhan keperawatan pada Anak Edisi 2. Jakarta : Sagung Seto.