• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Usaha-Usaha Penanggulangan Ijime di Kalangan Siswa di Jepang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Usaha-Usaha Penanggulangan Ijime di Kalangan Siswa di Jepang"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Bullying atau ijime adalah masalah umum di setiap generasi dan setiap negara. Di Jepang sendiri, ijime adalah sebuah fenomena sosial yang cukup serius. Yang di maksud dengan ijime atau bullying adalah gangguan yang berisi ejekan,

penindasan, perendahan martabat, atau bahkan kekerasan yang dilakukan oleh

para pelajar.

Ijime atau penganiayaan merupakan fenomena sosial yang tidak dapat diabaikan karena ijime dapat terjadi pada setiap orang, bahkan di negara-negara maju juga masih terdapat banyak kasus ijime, terutama negara Jepang. Seperti

dalam harian Media Indonesia ( 27 Juli 1997 pada lembar “Delik”), memuat berita

kasus pembunuhan seorang bocah oleh bocah di Kobe, Jepang.

Kasus-kasus semacam penganiayaan (ijime) cenderung meningkat tajam di negeri Jepang. Dalam tengah tahun pertama 1997 setidaknya terjadi tiga kasus

pembunuhan secara amat mengenaskan oleh anak-anak di bawah umur, belum

kasus-kasus bunuh diri sejumlah pelajar akibat tindak kekerasan dan pemerasan

oleh sesama murid sekolah. Di Jepang ijime dianggap sebagai masalah yang serius.

Faktor banyaknya kasus ijime yang terjadi di Jepang tidak lepas dari kebudayaan yang membentuk masyarakat Jepang. Selain faktor kebudayaan,

(2)

keluarga, pendidikan sekolah dan pengaruh media. Faktor-faktor inilah yang

membuat banyaknya kasus ijime terjadi di Jepang.

Ijime, seperti yang dikenal di Jepang, merupakan masalah manusia yang akan terus berlangsung hingga sampai kapan pun. Segala jenis penindasan,

hardikan di sekolah, gangguan atau diskriminasi di dalam masyarakat. Itu semua

adalah ijime (Uchida, 1993:1).

Sementara menurut Akiko Dogakunai (2005:2), ijime diartikan secara

harafiahnya sebagai masalah kenakalan anak-anak sekolah di tingkat pendidikan

dasar dan menengah berupa penganiayaan, penghinaan, penyiksaan, baik segi

mental maupun fisik yang mereka lakukan di antara mereka sendiri.

Adapun menurut Murakami (1993:149-150) bentuk-bentuk ijime kedalam dua kelompok yaitu:

1. Penganiayaan mental dalam bentuk perbuatan mengancam,

memberikan nama julukan dengan tujuan mengolok-olok korban, tidak

mengikutsertakan korban dalam kegiatan kelompok serta menjadikan

korban sebagai objek bulan-bulanan secara terus menerus di hadapan

khalayak ramai yang menyebabkan korban ijime merasa dipermalukan

dan kemudian timbul perasaan rendah diri. Beberepa nama julukan

yang umum digunakan antara lain baikin ( kuman ), shine ( mati lo! ) dan kusai ( dasar bau ).

2. Penganiayaan fisik dalam bentuk menjambak rambut, menyiram air

kotor ke sekujur tubuh korban, menampar, melakukan pelecehan

(3)

Selain itu, Coloroso Barbara (2006:47-50) juga memaparkan bentuk-bentuk

ijime ke dalam 4 kelompok, yaitu:

1. Ijime verbal berupa julukan nama, celaan, fitnah, kritik kejam, penghinaan (baik yang bersifat pribadi maupun rasial),

pernyataan-pernyataan bernuansa ajakan seksual atau pelecehan seksual, terror,

surat-surat yang mengintimidasi, tuduhan-tuduhan yang tidak benar,

gossip dan lain sebagainya.

2. Ijime secara fisik berupa memukuli, mencekik, menyikut, meninju, menendang, menggigit, mencakar serta meludahi korban yang ditindas

hingga ke posisi yang menyakitkan, merusak serta menghancurkan

barang-barang milik korban yang tertindas.

3. Ijime secara relasional (pengabaian) yaitu pelemahan harga diri si

korban secara sistematis melalui pengabaian, pengucilan, pengecualian

atau penghindaran. Perilaku ini dapat mencakup sikap-sikap yang

tersembunyi seperti pandangan agresif, lirikan mata, helaan nafas,

bahu yang bergidik, cibiran, tawa yang meengejek dan bahasa tubuh

yang kasar.

4. Ijime elektronik yaitu perilaku ijime yang dilakukan melalui sarana elektronik seperti computer, handphone, internet, website, chatting

room, e-mail, SMS dan sebagainya. Biasanya ditujukan untuk meneror

korban dengan menggunakan tulisan, animasi, gambar dan rekaman

video atau film yang sifatnya mengintimidasi, menyakiti atau

(4)

Prilaku ijime ini memiliki dampak bagi korban, pelaku, maupun lingkungan (orang-orang yang menyaksikan) ijime. Adapun dampak yang diperoleh oleh

korban adalah muncul rasa takut dalam diri korban terhadap pelaku, timbulnya

perasaan minder, putus asa, kesepian dan sebagainya, mendorong korban ijime

untuk melakukan bunuh diri, tidak memiliki identitas diri dan korban dapat

berbalik menjadi pelaku ijime. Bagi pelaku ijime, dampak yang dapat diperoleh adalah mudah marah, cenderung bersikap agresif dengan prilaku yang pro

terhadap kekerasan. Sedangkan bagi lingkungan (orang-orang yang menyaksikan

ijime) dampak yang diperoleh adalah mereka akan menganggap bahwa ijime

adalah perilaku yang dapat diterima secara sosial dan mereka bergabung dengan

para pelaku ijime karena takut menjadi sasaran berikutnya.

Begitu mengerikannya dampak yang ditimbulkan oleh tindakan ijime, maka

perlu penanggulangan agar masalah yang ditimbulkan oleh tindakan ijime tidak semakin parah. Untuk mengetahui bagaimana penanggulangan tindakan ijime di kalangan siswa di Jepang, maka penulis tertarik untuk membahas masalah tersebut

dengan judul “USAHA – USAHA PENANGGULANGAN IJIME DI

KALANGAN SISWA DI JEPANG”.

1.2

Perumusan Masalah

Istilah ijime berasal dari kata ijimeru (苛める) yang memiliki arti harafiah

sebagai tindakan menyiksa, memarahi, dan mencaci maki. Kata tersebut kemudian

berkembang menjadi sebuah istilah sosial yang digunakan untuk menggambarkan

(5)

Pada dasarnya, masalah ijime dialami oleh setiap negara namun tidak sampai pada tahap yang mengkhawatirkan seperti yang terjadi di Jepang. Di

Jepang, tak jarang kasus ijime sering berakhir dengan kematian. Di Jepang, ijime

terjadi di lingkungan sekolah baik di tingkat SD, SMP, maupun SMA. Adapun

perilaku ijime tersebut tentunya memiliki dampak kepada korban, pelaku maupun

lingkungan (orang-orang yang menyaksikan) ijime. Adapun dampak-dampak yang diperoleh para korban ijime dari perbuatan ijime misalnya munculnya rasa takut

dalam diri korban terhadap pelaku, tidak memiliki identitas diri bahkan

mendorong korban ijime untuk melakukan bunuh diri. Bagi pelaku ijime dampak yang diperoleh adalah mudah marah, cenderung bersikap agresif dengan prilaku

yang pro terhadap kekerasan. Sedangkan bagi lingkungan (orang-orang yang

menyaksikan ijime) dampak yang diperoleh adalah mereka akan menganggap

bahwa ijime adalah prilaku yang dapat diterima secara sosial dan mereka bergabung dengan para pelaku ijime karena takut menjadi sasaran berikutnya.

Untuk menghindari dampak dari ijime ini, tentunya ada penanggulangan

ataupun pencegahan agar masalah ini tidak semakin parah. Adapun

penanggulangan ini hendaknya dilakukan oleh para siswa sendiri, orang tua,

sekolah maupun pemerintah Jepang sendiri.

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis mengangkat permasalahan dalam

bentuk pertanyaan yang akan dibahas pada skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Apa – apa saja faktor penyebab ijime di Jepang?

(6)

1.3

Ruang Lingkup Pembahasan

Dalam penulisan skripsi ini, penulis membatasi pembahasannya hanya

mengenai bagaimana penanggulangan ijime di kalangan siswa di Jepang yang

meliputi peran diri sendiri, keluarga, sekolah dan pemerintah.

Agar pembahasan lebih jelas, terarah dan akurat, maka penulis dalam bab II

menjelaskan juga tentang pengertian ijime, faktor-faktor penyebab ijime, bentuk-bentuk ijime dan contoh kasus berkaitan dengan ijime.

1.4

Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori

1. Tinjauan Pustaka

Ijime, seperti yang dikenal di Jepang, merupakan masalah manusia yang akan terus berlangsung hingga sampai kapan pun. Segala jenis penindasan,

hardikan di sekolah, gangguan atau diskriminasi di dalam masyarakat. Itu semua

adalah ijime (Uchida, 1993:1).

Sementara menurut Akiko Dogakunai (2005:2), ijime diartikan secara harafiahnya sebagai masalah kenakalan anak-anak sekolah di tingkat pendidikan

dasar dan menengah berupa penganiayaan, penghinaan , penyiksaan, baik segi

mental maupun fisik yang mereka lakukan di antara mereka sendiri.

Morita (1985,2001) yang menyebut bahwa ijime adalah sebuah tipe tindakan agresif dari seseorang yang memiliki posisi dominan di dalam proses

interaksi sebuah grup melalui tindakan yang disengaja atau serangkaian tindakan

yang menimbulkan penderitaan mental dan atau fisik bagi orang lain yang berada

(7)

Ijime di Jepang lebih mirip dengan “bullying” di Barat, yakni tekanan untuk menyakiti perasaan korban yang dilakukan oleh orang-orang dalam sebuah

komunikasi/kelompok yang saling mengenal. Persepsi orang untuk menyamakan

“ijime” dengan “bullying” adalah karena arti ijime jika diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris memang paling mendekati arti “bullying”.

Dalam melakukan ijime, pelaku ijime biasanya melakukan perbuatan dengan berbagai cara. Adapun menurut Murakami (1993:149-150) bentuk-bentuk ijime

kedalam dua kelompok yaitu:

1. Penganiayaan mental.

2. Penganiayaan fisik.

Selain itu, Barbara Coloroso (2006:47-50) juga memaparkan bentuk-bentuk

ijime ke dalam 4 kelompok, yaitu:

1. Ijime verbal.

2. Ijime secara fisik.

3. Ijime secara relasional (pengabaian).

4. Ijime elektronik.

2. Kerangka Teori

Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan konsep ijime, konsep penanggulangan dan pendekatan sosiologis. Dalam konsep ijime, penulis

menggunakan pendapat Akiko Dogakunai dan Morita. Menurut Akiko Dogakunai

(8)

penghinaan, baik segi mental maupun fisik yang mereka lakukan di antara mereka

sendiri.

Hal yang hampir sama juga disebutkan oleh Morita. Morita (1985,2001)

berpendapat bahwa ijime adalah sebuah tipe tindakan agresif dari seseorang yang memiliki posisi dominan di dalam proses interaksi sebuah grup melalui tindakan

yang disengaja atau serangkaian tindakan yang menimbulkan penderitaan mental

dan atau fisik bagi orang lain yang berada di dalam grup yang sama.

Dalam konsep penanggulangan, penulis menggunakan pengertian menurut

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) online. Penanggulangan berasal dari kata

kerja tanggulang yang berarti menghadapi, mengatasi. Lalu mendapat awalan pe-

dan akhiran –an sehingga berubah penanggulangan yang merupakan kata benda

yang berarti proses, cara, perbuatan mengatasi. Jadi dapat disimpulkan bahwa

penanggulangan adalah cara, perbuatan untuk menghadapi ataupun mengatasi

suatu hal (www.kbbi.web.id).

Agar dapat menjelaskan kasus ijime diperlukan sebuah teori pendekatan

yang sesuai dengan objek dan tujuan dari penulisan ini. Dalam hal ini, penulis

menggunakan teori pendekatan sosiologi untuk meneliti ijime yang terjadi pada

masyarakat Jepang.

Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia sebagai

anggota masyarakat tidak sebagai individu yang terlepas dari kehidupan

masyarakat. Fokus bahasan sosiologi adalah interaksi manusia, yaitu pengaruh

timbal balik di antara dua orang atau lebih dalam perasaan, sikap, dan tindakan.

Ruang kajiannya dapat berupa masyarakat, komunitas, keluarga, perubahan gaya

(9)

perlawanan sosial, konflik, integrasi sosial, norma dan sebagainya (Dwi Narwoko

dan Bagong Suyanto, 2004:3-4).

1.5

Tujuan dan Mamfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Moleong (2007:370) menyebut bahwa maksud dan tujuan dalam suatu karya

tulis adalah penting karena hal ini menjadi dasar para penulis atau ilmuwan

tertarik untuk berkarya dalam bidang ilmu pengetahuan dengan jalan menulis

karya tulis ilmiah.

Sesuai dengan pokok permasalahan yang telah dikemukakan, maka tujuan

penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui apa – apa saja faktor penyebab ijime di Jepang.

2. Untuk mengetahui bagaimana penanggulangan ijime di kalangan siswa di

Jepang.

2. Mamfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk :

1. Menambah wawasan penulis dan pembaca tentang ijime di Jepang.

2. Menambah wawasan penulis dan pembaca tentang penanggulangan ijime

di kalangan siswa di Jepang.

3. Dapat dijadikan sebagai informasi untuk penelitian lain yang

(10)

1.6

Metode Penelitian

Metode ialah merupakan suatu prosedur atau cara mengetahui sesuatu yang

mempunyai langkah langkah yang sistematik untuk mengumpulkan data dengan

metode atau teknik tertentu guna,menari jawaban atas permasalhan yang ada

(Sinaga dkk;1997:2). Sedangkan menurut Siswantoro (2005:55) metode penelitian

dapat diartikan seebagai prosedur atau tatacara yang sistematis yang dilakukan

seorang peneliti dalam upaya mencapai tujuan seperti memecahkan masalah atau

menguak kebenaran atas fenomena tertentu.

Metode penelitian yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah

metode deskriptif, yaitu metode yang menggambarkan suatu gejala sosial tertentu

(Bungin, 2001). Menurut Koentjaraningrat (1976:30) bahwa penelitian yang

bersifat deskriptif adalah memberikan gambaran yang secermat mungkin

mengenai individu, keadaan, gejala, atau kelompok tertentu.

Penelitian ini dilakukan dengan mengamati objek masalah yang terjadi,

kemudian mengumpulkan data berdasarkan fakta-fakta yang ada, kemudian

mengembangkan data yang telah didapat sesuai dengan informasi dan data yang

sesuai dan berhubungan dengan masalah dalam skripsi ini. Data-data yang

berhubungan dan dibutuhkan dalam penelitian ini didapat dan dikumpulkan

melalui metode Penelitian Kepustakaan atau Library Research. Menurut Nasution (1996 : 14), metode kepustakaan atau Library Research adalah mengumpulkan

data dan membaca referensi yang berkaitan dengan topik permasalahan yang

dipilih penulis. Kemudian merangkainya menjadi suatu informasi yang

mendukung penulisan skripsi ini. Studi kepustakaan merupakan aktivitas yang

(11)

perlu dicari dan diteliti meliputi : masalah, teori, konssep, kesimpulan serta saran.

Metode kepustakaan merupakan metode yang mengutamakan pengumpulan data

dari beberapa buku atau referensi yang berkaitan dengan pembahasan untuk

mencapai tujuan penelitian (Mulyadi dalam Syahwani, 2006:13).

Data dihimpun dari berbagai literatur buku yang berhubungan dengan

masalah penelitian. Survey book dilakukan diberbagai perpustakaan,seperti : Perpustakaan Jurusan Sastra Jepang USU, Perpustakaan USU, dan beberapa

perpustakaan lainnya. Sementara Documentary Research dilakukan dengan menghimpun data yang bersumber dari internet seperti Google Book maupun blok blok yang membahas mengenai permasalahan yang berkaitan dengan judul

Referensi

Dokumen terkait

Konsep Pieper tentang manusia dan masyarakat, sebagaimana dipaparkan dalam artikel ini, menjadi perspektif penulis untuk mengemukakan konsep tentang persahabatan yang disimpulkan

Okey sekarang kita mulai, kaka minta tutup mata adik secara berlahan, rasakan seluruh tubuh adik sangat rileks dan nyaman, bayangkan adik disebuah pantai dengan

P-2 Saudara-saudara, disilakan berdiri jika memungkinkan. Mari menyerahkan persembahan kita dalam doa kepada Tuhan. Ya Tuhan, kami mengucap syukur dengan memberi persembahan

Bentuk penggunaan lahan yang terdapat pada sistem dusung di Desa Wakal dan Hatu terdiri dari; ladang dan kebun monokultur dengan pola penanaman tumpangsari dan monokultur

Upaya pengembangan populasi cendana yang melibatkan partisipasi masyarakat juga masih menghadapi beberapa kendala, antara lain keterbatasan pengetahuan dan keterampilan

Pada penelitian ini penulis telah menentukan beberapa parameter kinerja yang dapat digunakan untuk mengukur unjuk kerja dari layanan aplikasi yang akan diteliti menggunakan

Orientasi rekahan alami pada lapisan batubara Pangadang-A memiliki arah face cleat N 50°E dan butt cleat N 135°E berada pada area dengan struktur geologi berupa sesar

Terdapat beberapa hal yang mendorong mun- culnya sistem borongan, antara lain: (1) jadwal tanam secara serentak untuk meng- hambat serangan hama wereng dan tikus