• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Transpose, Invers dan Determinan Matriks Definisi 2.1.1 Apabila terdapat suatu matriks - Analisis Perubahan Bentuk Permukaan Kuadrat Menggunakan Diagonalisasi Matriks

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Transpose, Invers dan Determinan Matriks Definisi 2.1.1 Apabila terdapat suatu matriks - Analisis Perubahan Bentuk Permukaan Kuadrat Menggunakan Diagonalisasi Matriks"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Transpose, Invers dan Determinan Matriks

Definisi 2.1.1 Apabila terdapat suatu matriks A[aij] berordo mn, maka transpose dari matriks A adalah T

A berordo nm yang dihasilkan dengan mempertukarkan baris dan kolom matriks A; yaitu, kolom pertama dari AT adalah baris pertama dari A, kolom kedua dari AT adalah baris kedua dari A, dan seterusnya.

Beberapa sifat matriks transpose:

(i). T T T

B A B

A )  

(

(ii). (AT)TA (iii). ( T) ( T)

kA A

k  , k suatu skalar.

(iv). T T T

A B AB)  (

Definisi 2.1.2 Suatu matriks A disebut simetris apabila transpose matriks A

sama dengan matriks A atau matriks A simetris bila T

A

A .

Contoh 2.1

  

 

  

  

 

6 0 4

0 7 2

4 2 1

A dan

  

 

  

  

 

6 0 4

0 7 2

4 2 1

T

A

A disebut matriks simetris, T

A

A .

(2)

Contoh 2.2 Misal

   

  

 

3 1

5 2

A dan

     

2 1

5 3 B

maka

I

AB

               

  

 

1 0

0 1 2 1

5 3 3 1

5 2

I

BA

         

  

 

     

1 0

0 1 3 1

5 2 2 1

5 3

Definisi 2.1.4 Jika A adalah matriks bujursangkar, maka minor dari entri a ij dinyatakan sebagai M ij dan didefinisikan sebagai determinan dari submatriks yang tersisa setelah baris ke-i dan kolom ke-j dihilangkan dari A. Nilai

ij j i

M  1)

( dinyatakan sebagai C ij dan disebut sebagai kofaktor dari entri a . ij Determinan dapat dinotasikan Aa11C11a12C12 ...a1nC1n.

Contoh 2.3 Misalkan

  

 

  

 

8 4 1

6 5 2

4 1 3 A

Determinan dari matriks A adalah

A =

4 1

5 2 ) 4 ( 8 1

6 2 1 8 4

6 5 3 13 13 12 12 11

11Ca Ca C     a

46 12 10 48 ) 3 ( 4 ) 10 ( 1 ) 16 (

3      

2.2 Sistem Persamaan Linier Homogen

(3)

0 ...

0 ...

2 2

22 1 21

1 2

12 1 11

 

 

 

 

n n

n n

x a x

a x a

x a x

a x a

   

0 ...

2 2 1

1  m   mn n

m x a x a x

a

Setiap sistem persamaan linier homogen adalah konsisten karena semua sistem memiliki solusi x1 0, x2 0, ... , xn 0. Solusi ini disebut solusi trivial; jika terdapat solusi lain, maka solusi-solusi tersebut disebut solusi nontrivial.

Contoh 2.4 Suatu sistem persamaan linier sebagai berikut 2

1 2

2xxx3 + x5= 0 1

x

 − x2+ 2x3− 3x4 + x5= 0

1

x + x2− 2x3x5= 0 3

x + x4 + x5= 0 Matriks yang diperbesar untuk sistem tersebut adalah

   

 

   

 

 

 

0 1

1 1 0 0

0 1 0 2 1 1

0 1

3 2 1 1

0 1

0 1 2 2

   

Dengan mereduksi matriks tersebut menjadi bentuk eselon baris, kita memperoleh

   

 

   

 

0 0 0 0 0 0

0 0 1 0 0 0

0 1 0 1 0 0

0 1 0 0 1 1

   

Sistem persamaan yang bersesuaian adalah 1

x + x2 + x5= 0 3

x + x5= 0 4

x = 0 Dengan menyelesaikan variabel-variabel utama diperoleh

5 2 1 x x x  

(4)

0 4  x Jadi, solusi umumnya adalah

t s

x1  , x2s, x3t, x4 0, x5t Perhatikan bahwa solusi trivial diperoleh bila st0.

2.3 Ruang Vektor dengan Ruang Hasil Kali Dalam

Definisi 2.3.1 Hasil kali dalam (inner product) pada sebuah ruang vektor real V

adalah sebuah fungsi yang mengasosiasikan sebuah bilangan real <u,v> dengan sepasang vektor u dan v di dalam V sedemikan hingga aksioma-aksioma berikut ini terpenuhi bagi semua vektor u, v dan w di dalam V dan semua bilangan skalar

k .

(i). < u, v > = < v, u > (Aksioma kesimetrian) (ii). < u + v, w > = < u, w > + < v, w > (Aksioma penjumlahan) (iii). < ku, v > = k< u, v > (Aksioma homogenitas)

(iv). < v, v > ≥ 0 (Aksioma positivitas)

dan < v, v > = 0 jika dan hanya jika v0.

Sebuah ruang vektor real yang memiliki sebuah hasil kali dalam disebut ruang hasil kali dalam real (real inner product space).

Definisi 2.3.2 Jika V adalah sebuah ruang hasil kali dalam, maka norma (norm) atau panjang (length) sebuah vektor u di dalam V dinotasikan dengan ||u|| dan didefinisikan sebagai

||u|| = < u, u >1/2

Jarak (distance) antara dua buah titik (vektor) u dan v dinotasikan dengan d(u, v) dan didefinisikan sebagai

d(u, v) = || u - v ||

Contoh 2.5 Misalkan u = (u1, u2) dan v = (v1, v2) adalah vektor-vektor pada R2.

Hasil kali dalam Euclidean berbobot

<u, v> = 3u1v1 + 2u2v2

(5)

(i). Aksioma kesimetrian;

< u, v > = 3u1v1 + 2u2v2 = 3v1u1 + 2v2u2 = < v, u >

yang membuktikan terpenuhinya aksioma pertama. (ii). Aksioma penjumlahan;

Jika w = (w1, w2), maka

< u +v, w > = 3(u1 + v1)w1 + 2(u2 + v2)w2

= (3u1w1 + 2u2w2) + (3v1w1 + 2v2w2)

= <u, w> + <v, w> yang membuktikan terpenuhinya aksioma kedua. (iii). Aksioma homogenitas;

Selanjutnya,

< ku, v > = 3(ku1)v1 + 2(ku2)v2 = k(3u1v1 + 2u2v2) = k< u, v > yang membuktikan terpenuhinya aksioma ketiga.

(iv). Aksioma positivitas; Akhirnya,

<v, v> = 3v1v1 + 2v2v2 = 3v12 + 2v22

Jelaslah, <v, v> = 3v12 + 2v22 ≥ 0. Lebih jauh lagi, <v, v> = 3v12 + 2v22 = 0

jika dan hanya jika v1 = v2. Dengan demikian, semua aksioma memenuhi

syarat.

2.4 Basis Ortonormal dan Matriks Ortogonal

2.4.1 Basis Ortonormal

Definisi 2.4.1 Himpunan S = {u1, u2, ..., uk} pada Rn adalah himpunan ortogonal jika <ui, uj> = 0, untuk setiap ij.

Definisi 2.4.2 Himpunan S = {u1, u2, ..., uk} pada Rn adalah ortonormal jika : (i). S adalah ortogonal

(6)

Contoh 2.6 Himpunan S = {u1, u2}, dengan u1= [0, 1, 0] dan u2= [1, 0, 1] adalah

ortogonal, karena :

<u1, u2> = 0(1) + 1(0) + 0(1) = 0

Karena ||u1|| = 1 dan ||u2|| = 2 maka S bukan himpunan ortonormal.

Dengan menormalisasikan masing-masing vektor dari S, diperoleh : v1 = u1/|| u1|| = 1[0, 1, 0] = [0, 1, 0], v2 = u2/|| u2|| =

2 1

[1, 0, 1] = 

2 1 , 0 , 2 1

{v1, v2}adalah himpunan yang ortonormal, karena :

(i). <u1, u2> 0 2 1 . 0 0 . 1 2 1 .

0   

(ii). ||v1|| = 1 dan ||v2|| = 1

Teorema 2.4.1 Jika S = {v1, v2, ..., vn} adalah suatu himpunan ortogonal vektor-vektor taknol pada sebuah ruang hasil kali dalam, maka S bebas linier.

Bukti. Asumsikan bahwa

k1v1 + k2v2 +...+ knvn = 0

Akan ditunjukkan bahwa S = {v1, v2, ..., vn} adalah bebas linier, yakni dengan membuktikan k1k2 ...kn 0.

Untuk setiap vi dalam S, berdasarkan asumsi diperoleh

< k1v1 + k2v2 +...+ knvn, vi > = < 0, vi > = 0 atau secara ekuivalen

k1< v1,vi> + k2< v2,vi> +...+ kn< vn,vi> = 0

Dari ortogonalitas S kita memperoleh <vj,vi> = 0 untuk ji, sehingga persamaan ini dapat disederhanakan menjadi

ki < vi,vi>ki vi,vi 0

Karena vektor-vektor di dalam S diasumsikan sebagai vektor-vektor taknol <vi,vi> ≠ 0 berdasarkan aksioma positivitas untuk hasil kali dalam. Dengan demikian, ki 0. Karena indeks i adalah sebarang, kita memperoleh

0 ...

2

1 k  kn

(7)

Teorema 2.4.2 Misalkan {v1, v2,..., vn} adalah basis ortonormal pada Rn dan misal u sembarang vektor pada n

R maka memenuhi : u = <u,v1> v1 + <u,v2> v2 +...+ <u,vn> vn dengan <u,v1> adalah koefisien dari vi .

Bukti. Misalkan S = {v1, v2,..., vn} adalah basis ortonormal pada Rn dan misal u sembarang vektor pada n

R , maka memenuhi : u = k1v1 + k2v2 +...+ knvn

dengan k1,k2,...,kn adalah skalar. Karena S adalah ortonormal maka ortogonal sedemikian hingga <vi, vj> = 0 untuk ij. Selebihnya, jika S adalah ortonormal, maka setiap vektor vi pada S adalah vektor satuan, yaitu <vi, vi> = ||vi||2 = 1. Misal

i memenuhi 1in, maka :

<vi, u> = <vi, k1v1 + k2v2 +...+ knvn >

= k1<vi, v1> + k2<vi, v2> +...+ ki<vi, vi> +...+ kn<vi, vn> 0

. ... 1 . ... 0 . 0

. 2

1 k ki kn

k     

 ki

Jadi terbukti koefisien dari vi

adalah i i

k  <vi, u> = vi.u = u.vi

Contoh 2.7 Misalkan

v1 = [0, 1, 0], v2 =

  



5 3 , 0 , 5 4

, v3 =

  

5 4 , 0 , 5 3

Maka V = {v1, v2, v3} adalah basis ortonormal untuk R3.

Akan diperlihatkan bahwa u = [1, 1, 1] adalah kombinasi linier vektor-vektor V . Sesuai teorema 2.4.2 didapatkan :

<u,v1> = 1; <u,v2> 5 1 

; <u,v3> 5 7 

dan

u = <u,v1> v1 + <u,v2> v2 + <u,v3> v3

[1, 1, 1] = 1 [0, 1, 0] +      

5 1

  



5 3 , 0 , 5 4

+ 

    

5 7

  

5 4 , 0 , 5 3

= [0, 1, 0] +  

25 3 , 0 , 25

4

+ 25 28 , 0 , 25 21

(8)

Teorema 2.4.3 (Proses Gram-Schmidt) Setiap ruang hasil kali dalam taknol berdimensi terhingga memiliki sebuah basis ortonormal.

Bukti. Misalkan V adalah suatu ruang hasil kali dalam taknol berdimensi terhingga sebarang dan misalkan {u1,u2,...,un} adalah basis sebarang untuk V . Akan ditunjukkan bahwa V memiliki sebuah basis ortogonal, karena vektor-vektor di dalam basis ortogonal itu dapat dinormalisasikan untuk menghasilkan sebuah basis ortonormal untuk V . Urutan langkah berikut ini akan menghasilkan sebuah basis ortogonal {v1,v2,...,vn} untuk V .

Langkah 1. Misalkan

v1 = u1 / || u1 ||

Langkah 2. Terdapat sebuah vektor v2 yang ortogonal terhadap v1 dengan

menghitung komponen v1 yang direntang oleh v1.

v1 = (u2– <u2, v1>v1) / || u2– <u2, v1>v1 ||

Langkah 3. Selanjutnya

v3 = (u3– <u3, v1>v1– <u3, v2>v2) / || u3– <u3, v1>v1– <u3, v2>v2 ||

dan seterusnya sampai vn. Setelah langkah ke-n akan diperoleh himpunan vektor-vektor ortogonal {v1,v2,...,vn}. Karena V berdimensi n dan setiap himpunan ortogonal bersifat bebas linier, maka himpunan {v1,v2,...,vn} adalah sebuah basis ortogonal bagi V.

Contoh 2.8 Diberikan 3

R beserta perkalian dalam Euclid dengan mempergunakan proses ortonormalisasi Gram-Schmidt transformasikan vektor-vektor basis

u1 = (1, 1, 1), u2 = (0, 1, 1) u3 = (0, 0, 1)

menjadi basis yang ortonormal. Vektor v1 yang ortonormal

v1 = u1 / ||u1||

 

 

3 1 , 3 1 , 3 1 1 , 1 , 1 3 1

Vektor v2 yang ortonormal

v1 = (u2– <u2, v1>v1) / || u2– <u2, v1>v1 ||

u2– <u2, v1>v1

 

   

3 1 , 3 1 , 3

2 3

(9)

maka

v1 = (u2– <u2, v1>v1) / || u2– <u2, v1>v1 ||  

  

 

6 1 , 6 1 , 6

2 3

1 , 3 1 , 3

2 6 3

Vektor v3 yang ortonormal

v3 = (u3– <u3, v1>v1– <u3, v2>v2) / || u3– <u3, v1>v1– <u3, v2>v2 ||

u3– <u3, v1>v1– <u3, v2>v2

    

6 1 , 6 1 , 6 2 6 1 3 1 , 3 1 , 3 1 3 1 1 , 0 , 0

  

  

2 1 , 2 1 , 0

maka

v3 = (u3– <u3, v1>v1– <u3, v2>v2) / || u3– <u3, v1>v1– <u3, v2>v2 ||

  

     

  

2 1 , 2 1 , 0 2 1 , 2 1 , 0 2

Jadi, v1 

3 1 , 3 1 , 3 1

, v2 

6 1 , 6 1 , 6 2

, v3  

2 1 , 2 1 , 0

Membentuk basis ortonormal untuk R3.

2.4.2. Matriks Ortogonal

Definisi 2.4.3 Matriks Aberordo nn adalah matriks ortogonal jika kolom-kolom dari matriks A adalah himpunan vektor kolom yang ortonormal.

Definisi 2.4.4 Sebuah matriks bujursangkar A yang memiliki sifat T

A A1 

disebut sebagai matriks ortogonal.

Teorema 2.6.4 Jika matiks A adalah matiks ortogonal, maka A 1.

Bukti. MatriksAortogonal jika dan hanya jika 1 

A

AT

A A A AT  1

(10)

kemudian

I A AT 

1  A AT

1

2

A

1   A

Contoh 2.9 Vektor-vektor u = [1, 0, 0], v =    5 1 , 5 2 ,

0 dan w = 

5 2 , 5 1 , 0 adalah vektor-vektor ortonormal. Sedemikian hingga matriks :

  

 

  

 

 

5 2 5 1 0

5 1 5 2 0

0 0

1 A

Adalah ortogonal, maka didapatkan :

  

 

  

 

 

5 2 5 1 0

5 1 5 2 0

0 0

1

1 T

A A

  

 

  

 

   

 

  

 

 

5 2 5 1 0

5 1 5 2 0

0 0

1

5 2 5 1 0

5 1 5 2 0

0 0

1 A AT

  

 

  

  

1 0 0

0 1 0

0 0 1

2.5 Ekuivalensi Bentuk Kuadrat

Sebelumnya akan didefinisikan suatu operasi elementer pada matriks.

Definisi 2.5.1 Operasi elementer pada matriks A adalah:

(i). Penukaran tempat antara dua baris atau dua kolom, yakni baris ke-i dengan baris ke-j atau kolom ke-i dengan kolom ke-j.

(11)

(iii). Menambah baris ke-i dengan 𝛼 kali baris ke-j atau menambah kolom ke-i dengan konstanta 𝛼 kali kolom ke-j.

Definisi 2.5.2 Dua matriks A dan B yang berordo sama dikatakan ekuivalen bila salah satu matriks tersebut dapat diperoleh dari matriks yang lain dengan menggunakan operasi elementer. Atau dengan kata lain, dua matriks A dan B yang berordo sama disebut ekuivalen jika B = PAQ untuk suatu matriks P dan Q yang tak singular atau matriks elementer.

Untuk relasi ekuivalensi ini diberikan simbol ‘ ~ ‘. A~ B memiliki arti A

ekuivalen dengan B. Relasi ekuivalen, yaitu : (i). A~ A untuk setiap matriks A

(ii). A~B maka B ~ A

(iii). A~B dan B~C maka A~C

Contoh 2.10

  

 

  

  

1 2 3

3 1 2

3 2 1 A

  

 

  

  

1 0 0

1 1 0

3 2 1 B

maka

3 2 1

3 1 2

4 13 1 ~ 8 4 0

3 3 0

3 2 1

3 2 ~ 1 2 3

3 1 2

3 2 1

b b b

b b b A

      

    

 

  

     

     

B

b b

   

 

  

 

   

 

  

 

1 0 0

1 1 0

3 2 1 ~

2 1 0

1 1 0

3 2 1

2 3

ditulis A~B. Di mana b1 yaitu baris ke-1, b2 yaitu baris ke-2 dan b3 yaitu baris ke-3.

Definisi 2.5.3 Dua bentuk kuadrat xTAx dan yTBy disebut ekuivalen jika dan hanya jika terdapat matriks tak singular P yang memenuhi x = Py dan

AP P

(12)

xTAx = (Py)TA(Py) = yTPT A Py = yT (PTAP) y = yTBy

2.6 Nilai Eigen, Vektor Eigen dan Ruang Eigen

Definisi 2.8.1 Misalkan A adalah sebuah matriks nn. Skalar  disebut nilai eigen dari A ketika sebuah vektor x sedemikian hingga Ax = λx. Vektor x disebut vektor eigen dari A yang bersesuaian terhadap λ. Vektor eigen A terhadap λ yang didapat merupakan vektor tak nol di dalam ruang solusi pada sistem linier. Ruang solusi ini disebut ruang eigen yang tersusun atas basis ruang eigen. Dari persamaan Ax = λx didapatkan:

λx – Ax = (λI– A) x 2 0

1

2 1

2 22

21

1 12

11

  

  

 

    

 

   

 

   

 

   

 

 

 

 

n nn n

n

n n

x x x

a a

a

a a

a

a a

a

 

 

 

Sistem persamaan homogen di atas mempunyai solusi tak trivial jika dan hanya jika IA 0. Penguraian determinan ini akan menghasilkan suatu polinomial P

 

 berderajat n yang biasa disebut sebagai persamaan karakteristik. Metode pencarian akarnya dapat dicari dengan pemfaktoran, rumus ABC (jika persamaan kuadrat) dan pembagian sintetis (aturan horner).

Contoh 2.11

  

 

  

  

4 2 2

2 4 2

2 2 4 A

Karena

  

 

  

 

 

  

 

  

4 2

2

2 4 2

2 2

4

 

 I A

(13)

0

Dijabarkan sebagai berikut

4

3(2)3(2)3(2)2

4

(2)2

4

(2)2

4

0

akan diselesaikan dengan operasi baris elementer sebagai berikut

sehingga vektor eigen yang bersesuaian dengan  2 adalah

x

(14)

2

akan diselesaikan dengan operasi baris elementer sebagai berikut

sehingga vektor eigen yang bersesuaian dengan  8 adalah

x

adalah basis pada ruang eigen yang bersesuaian dengan  8.

2.7 Diagonalisasi Matriks dan Diagonalisasi secara Ortogonal

(15)

Teorema 2.7.1 Jika A adalah sebuah matriks nn, maka kedua pernyataan berikut adalah ekuivalen.

(i). A dapat didiagonalisasi

(ii). A memiliki n vektor eigen yang bebas linier.

Bukti. (i) (ii) Karena A diasumsikan dapat didiagonalisasi, maka terdapat sebuah matriks yang dapat dibalik

 memperoleh

Ap1 = λ1p1, Ap2 = λ2p2, ... Apn = λnpn (2.2) Karena P dapat dibalik, vektor-vektor kolomnya semua tak nol; sehingga, berdasarkan persamaan (2.2) 1,2,...,n adalah nilai-nilai eigen dari A, dan p1,

(16)

(ii) (i) Berdasarkan perkalian matriks, vektor-vektor kolom dari matriks AP adalah

Ap1, Ap2,..., Apn Namun

Ap1 = λ1p1, Ap2 = λ2p2, ... Apn = λnpn sehingga

PD sebagai entri-entri diagonal utamanya. Karena vektor-vektor kolom matriks P bebas linier; sehingga, persamaan (2.3) dapat dinotasikan sebagai P1APD

dengan demikian matriks A dapat didiagonalisasi.

Berdasarkan teorema 2.7.1 di atas didapatlah langkah-langkah untuk mendiagonalisasi sebuah matriks A berordo nn yang dapat didiagonalisasi, yaitu :

Langkah 1. Tentukan nilai-nilai eigen matriks A.

Langkah 2. Tentukan n vektor eigen yang bebas linier dari matriks A, yaitu p1,

p2,..., pn.

Langkah 3. Bentuk matriks P yang kolomnya adalah vektor-vektor dengan p1,

p2,..., pn sebagai vektor-vektor kolomnya matriks.

(17)

n  

1, 2,..., sebagai entri-entri diagonalnya secara berurutan, di mana

i

 adalah nilai eigen yang terkait dengan pi , untuk i1,2,...,n. Contoh 2.12

Karena

maka persamaan karakteristik matriks A adalah

1



5

2 0

akan diselesaikan dengan operasi baris elementer sebagai berikut

sehingga vektor eigen yang bersesuaian dengan  5 adalah

(18)

maka p1

adalah basis pada ruang eigen yang bersesuaian

dengan  5.

akan diselesaikan dengan operasi baris elementer sebagai berikut

Sehingga vektor eigen yang bersesuaian dengan  1 adalah

x

(19)

Contoh 2.13 Persamaan karakteristik dari matriks

akan diselesaikan dengan operasi baris elementer sebagai berikut  vektor eigen yang bersesuaian dengan  1 adalah

x

Karena merupakan ruang eigen yang berdimensi satu, maka A tidak mempunyai dua vektor eigen yang bebas linier, sehingga A tidak dapat didiagonalisasi.

Teorema 2.7.2 Jika v1,v2,...,vk adalah vektor eigen dari matriks A yang bersesuaian dengan nilai-nilai eigen yang berbeda 1,2,...,k, maka {v1,v2,...,vk} adalah himpunan vektor bebas linier.

(20)

nilai-nilai eigen yang berbeda 1,2,...,k. Misalkan v1,v2,...,vk adalah tidak bebas linier agar didapatkan kontradiksinya. Agar disimpulkan v1,v2,...,vk bebas linier. Karena vektor eigen menurut definisi adalah tak nol, maka {v1} adalah bebas

linier. Misalkan r adalah bilangan bulat terbesar sehingga {v1,v2,...,vk} bebas linier. Karena diasumsikan bahwa {v1,v2,...,vk} tidak bebas linier, r memenuhi syarat 1rk. Selanjutnya, sesuai definisi r, {v1,v2,...,vr+1} tidak bebas linier.

Dengan demikian, skalar c1,c2,...,cr1, tidak semuanya nol, sehingga

c1v1 + c2v2 +...+ cr+1vr+1 = 0 (2.4)

Dengan mengalikan kedua sisi pada (2.4) dengan matriks A dan menerapkan Av1 = λ1v1, Av2 = λ2v2, ..., Avr+1 = λ1vr+1

kita memperoleh

c1λ1v1 + c2λ2v2 +...+ cr+1λr+1vr+1 = 0 (2.5)

Dengan mengalikan kedua sisi (2.4) dengan r1 dan mengurangkan persamaan yang diperoleh dari (2.5) menghasilkan

c1(λ1–λr+1)v1 + c2(λ2–λr+1)v2 +...+ cr (λrλr+1)vr = 0

Karena {v1,v2,...,vr} merupakan himpunan bebas linier, persamaan ini mengakibatkan

1 1

2

2 1

...

1

0

1  r cr  cr rr 

c      

dan karena 1,2,...,r1 berbeda, maka diperoleh 0 ...

2

1 c  cr

c (2.6)

Substitusi nilai-nilai ini pada (2.4) akan menghasilkan cr+1vr+1

Karena vektor eigen vr+1 tidak nol, maka

0 1   r

c (2.7)

Persamaan (2.6) dan (2.7) bertentangan dengan hal yang terjadi bahwa 1

2 1,c ,...,cr

(21)

Contoh 2.14 Dari contoh 2.12 didapatkan matriks

    

      

0 1 0

1 0 1

1 0 1 P

di mana kolom-kolomnya adalah vektor eigen. Karena P 0 maka vektor- vektor kolomnya adalah vektor-vektor yang bebas linier.

Teorema 2.7.3 Jika sebuah matriks A berordo nn memiliki n nilai eigen yang berbeda, maka A dapat didiagonalisasi.

Bukti. Jika v1,v2,...,vn adalah vektor-vektor eigen yang terkait dengan nilai-nilai eigen yang berbeda

1,

2,...,

n, maka sesuai teorema 2.7.2, v1,v2,...,vn bebas linier. Jadi sesuai dengan teorema 2.7.1 maka A dapat didiagonalisasi.

Contoh 2.15 Misalkan sebuah matriks

    

    

 

8 17 4

1 0 0

0 1 0 A

memiliki tiga nilai eigen yang berbeda, 1 4,2 2 3 dan 3 2 3. Oleh karena itu, A dapat didiagonalisasi. Yakni :

    

    

 

 

3 2 0 0

0 3 2 0

0 0

4 1AP P

Selanjutnya untuk menentukan matriks P dapat digunakan cara yang sesuai teorema 2.7.1.

Definisi 2.7.2 Matriks bujursangkar A dapat didiagonalisasi secara ortogonal jika terdapat matriks P yang ortogonal sehingga P1APPTAP diagonal. Matriks

P disebut mendiagonalisasi A secara ortogonal.

(22)

(i). A dapat didiagonalisasi secara ortogonal.

(ii). A memiliki sebuah himpunan vektor-vektor eigen yang ortonormal.

Bukti. (i)  (ii) Karena A dapat didiagonalisasi secara ortogonal, maka terdapat sebuah matriks ortogonal P sedemikian hingga matriks P1APadalah diagonal. Sesuai teorema 2.7.1, n vektor kolom matriks P adalah vektor-vektor eigen matriks A. Karena P ortogonal, ortogonal vektor-vektor kolom ini adalah ortonormal, sehingga A memiliki n vektor eigen yang ortonormal.

(ii)  (i) Asumsikan bahwa A memiliki sebuah himpunan ortonormal yang terdiri dari n vektor eigen { p1,p2,...,pn }. Sebagaimana ditunjukkan dalam pembuktian pada teorema 2.7.1, matriks P dengan vektor-vektor eigen ini sebagai kolom-kolomnya akan mendiagonalisasi A. Karena vektor-vektor eigen ini ortonormal, maka P ortogonal sehingga akan mendiagonalisasi A secara ortogonal.

Teorema 2.7.5 Jika A adalah matriks yang dapat didiagonalisasi maka A adalah matiks simetris.

Bukti. Misalkan A dapat didiagonalisasi secara ortogonal, terdapat matriks P yang ortogonal sedemikian hingga :

AP P D 1 Jadi,

1  PDP A

atau, karena ortogonal, maka :

T PDP A sehingga

PDP

PD P PDP A

ATT TT TT

terbukti bahwa A simetris.

(23)

Bukti. Misalkan v1 dan v2 adalah vektor-vektor eigen yang terkait dengan dua nilai

eigen yang berbeda, yaitu 1 dan 2 dari matriks A. Akan ditunjukkan bahwa v1.v2 = 0. Pembuktian mengenai hal ini melibatkan suatu trik yang dimulai dengan

menyatakan Av1.v2. Dari sifat perkalian vektor dan sifat simetris matriks akan A

diperoleh

Av1.v2 = v1. ATv2 = v1. Av2 (2.8)

Tetapi v1 adalah sebuah vektor eigen matriks A yang berhubungan dengan 1dan

v2 adalah sebuah vektor eigen matriks A yang berhubungan dengan 2, sehingga

persamaan (2.8) menghasilkan hubungan

λ1v1.v2 = v1. λ2v2

dapat dituliskan kembali sebagai

(λ1–λ2)v1.v2 = 0 (2.9)

Karena 12 0, karena 1 dan 2 diasumsikan berbeda. Oleh karena itu, dari persamaan (2.9) diperoleh v1.v2 = 0.

Akibat teorema 2.7.6 di atas, berikut langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk mendiagonalisasi matriks simetris yang ortogonal:

Langkah 1. Tentukan sebuah basis untuk setiap ruang eigen matriks A.

Langkah 2. Gunakan proses Gram-Schmidt pada masing-masing basis berikut untuk memperoleh sebuah basis ortonormal pada setiap ruang eigen. Langkah 3. Bentuklah sebuah matriks P yang kolom-kolomnya adalah vektor-vektor basis yang dibuat pada langkah 2; matriks ini secara ortogonal mendiagonalisasi A.

Contoh 2.16 Tentukan sebuah matriks ortogonal P yang mendiagonalisasi

    

     

4 2 2

2 4 2

2 2 4 A

(24)

2

 

8

0 4

2 2

2 4 2

2 2 4

2

 

  

I A

Sehingga, nilai-nilai eigen dari Aadalah  2 dan  8. Dengan menggunakan pencarian basis, dapat ditunjukkan bahwa

u1

  

 

  

  

0 1 1

dan u2

  

 

  

  

1 0 1

membentuk sebuah basis untuk ruang eigen yang terkait dangan  2. Dengan menerapkan proses Gram-Schmidt pada {u1,u2} akan menghasilkan vektor-vektor

eigen ortonormal seperti berikut:

v1

  

 

  

  

0 2 1

2 1

dan v2

  

 

  

    

6 2

6 1

6 1

Ruang eigen yang terkait dengan  8 memiliki

u3

    

     

1 1 1

sebagai sebuah basis. Dengan menerapkan proses Gram-Schmidt pada {u3} akan

menghasilkan

v3

  

 

  

  

3 1

3 1

3 1

Akhirnya, dengan menggunakan v1, v2 dan v3 sebagai vektor-vektor kolom

diperoleh

  

 

  

 

  

3 1 6 2 0

3 1 6 1 2 1

3 1 6 1 2 1 P

Referensi

Dokumen terkait

Variabel di dalam penelitian ini adalah desain fasilitas dan desain proses sebagai variabel bebas (Independent Variable) , sedangkan untuk variabel terikatnya

Nilai tersebut berarti keanekaragaman jenis vegetasi yang ditemukan di Hutan Lindung Gunung Ambawang termasuk dalam kategori sedang.Hasil analisa data di kawasan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar pengaruh Electronic Word of Mouth terhadap Purchase Intention dengan Information

My students are able to combine grammatical forms and meanings to achieve texts in the genre of recounts. 43 Siswa saya mampu menggabungkan bentuk dan makna gramatial untuk

Hasil penelitian menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara nilai pengetahuan kelompok kontrol dan kelompok WPSLangsung dengan modul role play ( p =0,089) dan

Homogenitas bubuk-bubuk padatan dengan proses sol-gel dipengaruhi oleh perbandingan komposisi senyawa pembentuknya dalam larutan (keadaan sol), sehingga pada sintesa

Berdasarkan pengertian-pengertian di atas maka dapat dirumuskan di sini bahwa variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, objek atau

menggunakan alat tradisional sampai yang tidak menggunakan alat tersebut bisa dilakukan dalam permainan Tradisional masyarakat Mandailing. Permainan Tradisional masyarkat